Anda di halaman 1dari 21

Referat dan Presentasi Kasus

MORBILI
Diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian / SMF Ilmu Kedokteran Keluarga (Family Medicine) Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Disusun Oleh :

Evi Syahrinawati 0707101010074

BAGIAN/SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA ( FAMILY MEDICINE) FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2013

KATA PENGANTAR

Puji Dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul DERMATITIS KONTAK ALERGI yang akan diajukan penulis untuk melengkapi tugas-tugas dalam menjalankan kepaniteraan klinik senior (KKS) di bagian Kedokteran Keluarga (Family Medicine). Shalawat beserta salam marilah selalu kita sanjung sajikan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh dengan kegelapan kea lam yang terang benderang seperti saat ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pembimbing penulis yang telah memberikan waktu dan kesempatannya untuk membimbing dalam proses penulisan hingga mempresentasikan kasus ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian presentasi kasus ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan itu, penulis mengaharapkan kritik dan saran demi perbaikan presentasi kasus ini. Semoga presentasi kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Banda Aceh, Februari 2013

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat. Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama terjadi penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara mendalam dan komprehensive. Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satusatunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi2.

BAB II ILUSTRASI KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat No. ID : An. H : 6 tahun 10 bulan : Perempuan : Lambaro Skep : 2207 : 8 Februari 2012

Tanggal Pemeriksaan

I.

ANAMNESIS Alloanamnesa a. KeluhanUtama : Timbul bercak kemerahan pada kulit sejak 1 hari

sebelum datang ke puskesmas Pasien datang dengan keluhan timbul bercak bercak kemerahan pada kulit sejak 1 hari yang lalu. Bercak pertama kali timbul di daerah wajah, kemudian menyebar ke leher, perut dan tangan. Bercak disertai dengan rasa gatal yang terus menerus, tetapi tidak terasa sakit. 5 hari yang lalu, os demam. Demam terjadi tiba tiba dan terus menerus. Os menjadi lemas dan tidak nafsu makan. 4 hari SMRS , os batuk dan pilek. Pilek disertai dengan ingus yang encer, bening, dan menetes. Tidak disertai dengan bersin bersin dan hidung tersumbat. Batuk terjadi tiba tiba dan semakin lama semakin sering. Batuk berdahak, tetapi dahak tidak bisa dikeluarkan. Batuk disertai dengan rasa gatal pada tenggorokan dan bila batuk dada os terasa sakit. Os tidak merasa sesak. 3 hari yang lalu, os merasa mual sehingga setiap kali makan selalu dimuntahkan kembali. Muntah berisi makanan yang baru saja dimakan. Pada saat yang bersamaan os juga mengalami diare , + 3 4 x sehari ,

faeces encer, ampas +, darah - , lendir -. Setiap kali BAB, yang keluar hanya sedikit ( + 100 cc ) b. Riwayat Penyakit Dahulu Batuk pilek c. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama. d. Riwayat Pemakaian Obat parasetamol e. Riwayat Kelahiran Pasien lahir secara Caesar atas indikasi sungsang di rumah sakit, dengan berat badan lahir 3500 gram. f. Riwayat Imunisasi Pasien baru satu kali diimunisasi di rumah sakit tempat lahir. 2.2 PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Present Keadaan Umum Frekuensi Jantung Frekuensi Nafas Temperatur 2. Status Gizi Berat badan : Sedang : 130 x/menit, reguler : 48 x/menit : 37,1 oC : : 2500 gram

Panjang badan : 47 cm = < -3 SD (gizi buruk) = < -3 SD (sangat pendek) = -2 sampai -1 SD (moderate malnutrisi)

3. Status General Kulit Warna : Sawo matang

Turgor Ikterus Anemi Sianosis Oedema Kepala Bentuk Rambut Mata

: Kembali cepat : (-) : (-) : (-) : (-)

: Kesan Normocephali : Berwarna hitam beruban, mudah rontok : Cekung (-) refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+)

Telinga Hidung Mulut Bibir Lidah Mukosa Tenggorokan Faring Leher Bentuk Kel. Getah Bening Peningkatan TVJ

: Sekret (-/-), perdarahan (-/-) : Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)

: Pucat (-), Sianosis (-) : Beslag (-), Tremor (-) : Kering (+) : Tonsil dalam batas normal : hiperemis (-)

: Kesan simetris : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-) : (-)

Axilla Thorax 1. Thoraks depan Inspeksi

: Pembesaran KGB (-)

:Bentuk dan Gerak Retraksi

: Kesan simetris, iga gambang (+) : (+) epigastrium

Palpasi Stem premitus Paru kanan Paru kiri

Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah

Normal Normal Normal

Normal Normal Normal

Perkusi Tidak dilakukan Auskultasi Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

2. Thoraks Belakang Inspeksi Bentuk dan Gerak Retraksi : Kesan simetris, iga gambang (+) : (-)

Palpasi
7

Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Parutengah Lap.Paru bawah Perkusi Tidak dilakukan Auskultasi Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah

Paru kanan Normal Normal Normal

Paru kiri Normal Normal Normal

Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-),Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Jantung Inspeksi :Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula sinistra Palpasi :Ictus cordisteraba ICS V lnea midclavicula sinistra Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : Desah (+) sistolik grade III/VI

Abdomen Inspeksi Palpasi : Kesan simetris, distensi (-) : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien tidak

teraba, hepar tidak teraba Perkusi Auskultasi : Tidak dilakukan : peristaltik usus (N) : perempuan, dalam batas normal : (+) tidak ada kelainan

Genetalia Anus

Ekstremitas Ekstremitas

: Superior Kanan Kiri menipis Hipotrofi + Inferior Kanan menipis Hipotrofi + menipis Hipotrofi + Kiri -

Sianotik Edema Ikterik Lemak subcutan Trofi otot Bercak merah

menipis Hipotrofi +

VII.

DIAGNOSA BANDING 1. Morbili 2. Rubella 3. Roseola infantum 4. Eksantema subitum

VIII. DIAGNOSIS KERJA Morbili

IX. PENATALAKSANAAN - Parasetamol syr 2 cth jika demam > 39oC - Ambroxol syr 3x cth 1 - vit A 200.000 IU 2x1 - zink 10 mg selama 10 hari - oralit jika diare

IX.

PROGNOSIS : dubia ad bonam

Quo ad Vitam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam Quo ad Functionam : dubia ad bonam

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Definisi Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam,

konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan (Phillips, 1983).

3.2 Etiologi Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah (Soegeng Soegijanto, 2002). 3.3 Patologi Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley
10

yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri (Cherry, 2004). Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis (Phillips, 1983).

3.4 Patogenesis Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag (Cherry, 2004).

11

Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa

bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak (Soedarmo dkk., 2002). Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit Hari 0 Manifestasi Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtiva Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus 1-2 2-3 3-5 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional Viremia primer Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh 5-7 7-11 Viremia sekunder Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas 1114 1517 Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain

3.5 Manifestasi klinis 1. Stadium inkubasi Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit. 2. Stadium prodromal Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam.

12

Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang. Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan. 3. Stadium erupsi Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya (Phillips, 1983). Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian

13

kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali (Phillips, 1983).

3.6 Diagnosis Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal (Phillips, 1983).

3.7 Diagnosis Banding Diagnosis banding morbili diantaranya : 1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang. 2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak. 3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal. 4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R. Tumbelaka, 2002).

14

Campak yang termodifikasi Penyakit campak yang termodifikasi muncul pada orang yang hanya memiliki setengah daya tahan terhadap campak. Hal tersebut dapat diakibatkan riwayat penggunaan serum globulin maupun pada anak usia kurang dari 9 bulan karena masih terdapatnya antibodi campak transplasental dari ibu. Ditandai dengan gejala penyakit yang lebih ringan. Stadium prodromal akan menjadi lebih pendek. Batuk, pilek dan demam lebih ringan. Bercak Koplik lebih sedikit dan kurang jelas, namun dapat juga tidak muncul sama sekali. Ruam yang muncul sama dengan infeksi campak klasik, tetapi tidak bersifat konfluens. Pada beberapa orang, infeksi campak yang termodifikasi ini dapat tidak memberikan gejala apapun (Cherry, 2004).

Campak atipikal Didefinisikan sebagai sindroma klinik yang muncul pada orang yang sebelumnya telah kebal akibat terpajan pada infeksi campak alamiah. Biasanya muncul pada orang yang telah mendapat vaksin dari virus campak yang dimatikan Masa inkubasi dari campak atipikal sama seperti pada campak yang tipikal yaitu sekitar 7 hingga 14 hari. Stadium prodromal ditandai dengan demam tinggi yang mendadak (39,5C sampai 40,6C) dan biasanya sakit kepala. Bisa juga didapatkan gejala nyeri perut, mialgia, batuk non-produktif, muntah, nyeri dada dan rasa lemah. Bercak Koplik jarang ditemui. Dua atau tiga hari setelah onset penyakit muncullah ruam yang dimulai dari distal ekstremitas dan menyebar ke arah kepala. Ruam sedikit berwarna kekuningan, terlihat jelas pada pergelangan tangan dan kaki serta terdapat juga pada telapak tangan dan kaki. Ruam dapat berbentuk vesikel dan terasa gatal. Pada campak atipikal dapat muncul efusi pleura, sesak nafas, hepatosplenomegali, hiperestesia, rasa lemah maupun paresthesia. Diagnosis dari campak atipikal dapat ditegakkan melalui tes serologis. Bila sampel serum awal diambil sebelum atau pada saat onset ruam, CF dan titer HI biasanya kurang dari 1:5. Pada hari ke-10 infeksi kedua titer akan meningkat mencapai 1:1280 atau lebih. Pada campak yang tipikal, di hari ke-10 infeksi titer jarang melebihi 1:160 (Cherry, 2004).

15

3.8 Penyulit Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah : a) Bronkopneumonia Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan

Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal. b) Encephalitis Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut. c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE) Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang ratarata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif

16

dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi (IDAI, 2004). d) Konjungtivitis Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan. e) Otitis Media Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi. f) Diare Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak (Soegeng Soegijanto, 2002) g) Laringotrakheitis Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi. h) Jantung Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya. i) Black measles Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata (Cherry, 2004).

3.9 Imunitas Struktur antigenik Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi)

17

sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori (Soegeng Soegijanto, 2002).

Imunitas transplasental Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran (Phillips, 1983).

Imunisasi Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin. Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori. Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah (Soegeng Soegijanto, 2001).

18

Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.

3.10 Penatalaksanaan Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (Cherry, 2004). Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul (IDAI, 2004)

3.11 Pencegahan Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak (IDAI, 2004).

3.12 Prognosis Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik (Rampengan, 1997).

19

BAB IV KESIMPULAN

1. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular, secara epidemiologi penyebab utama kematian terbesar pada anak. 2. Menurut etiologinya campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus, yang ditularkan secara droplet. 3. Gejala klinis campak terdiri dari 3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi. 4. Diagnosis ditegakkan dari gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. 5. Komplikasi dari morbili adalah bronkopneumonia, ensefalitis morbili akut, komplikasi neurologis, SSPE dan immunosuppresive measles encephalopathy. 6. Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila keadaan umum buruk. 7. Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik. 8. Pencegahan morbili dapat dilakukan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif dan isolasi.

20

DAFTAR PUSTAKA

Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113 Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298 Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743 Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105 Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125 T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90 Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.

Silalahi Levi, 2004. Campak. http://www.tempointeraktif.com

Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular. info.

Hassan, et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika.

Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC. Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html.

21

Anda mungkin juga menyukai