Anda di halaman 1dari 13

Nama : Fathina Nisa Rabbani NPM : 1102008 337 SEMESTER VII: BLOK EMERGENCY Skenario 2: Trauma Pelvis

1. Patofisiologi Trauma Pelvis (Buli-Buli) dan Trauma Uretra Konsep Trauma Trauma saluran kemih sering tak terdiagnosa atau terlambat terdiagnosa karena perhatian penolong sering tersita oleh jejas-jejas ada di tubuh dan anggota gerak saja, kelambatan ini dapat menimbulkan komplikasi yang berat seperti perdarahan hebat dan peritonitis, oleh karena itu pada setiap kecelakaan trauma saluran kemih harus dicurigai sampai dibuktikan tidak ada. Trauma saluran kemih sering tidak hanya mengenai satu organ saja, sehingga sebaiknya seluruh sistem saluran kemih selalu ditangani sebagai satu kesatuan. Juga harus diingat bahwa keadaan umum dan tanda-tanda vital harus selalu diperbaiki/dipertahankan, sebelum melangkah ke pengobatan yang lebih spesifik. Etiologi Ruptur buli-buli o Cedera pada abdomen bagian bawah sewaktu kandung kemih penuh o Patah tulang panggul mengakibatkan ruptur buli-buli ekstra peritoneal o Cedera dinding perut o Cedera panggul yang menyebabkan patah tulang sehingga terjadi ruptur buli-buli retro atau intra peritoneal Trauma buli-buli o Cedera dari luar o Rudapaksa tumpul o Fraktur /patah tulang panggul Trauma uretra o Fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke kranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat diafragma urogenital o Cedera menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial maupun total. o Jatuh terduduk atau terkangkang sehingga uretra terjepit antara obyek yang keras dengan tulang simfisis. o Instrumentasi urologik seperti pemasangan kateter, brusinasi dan bedah endoskopi. 2. Manifestasi Klinis Trauma Pelvis (Buli-Buli) dan Trauma Uretra Manifestasi Klinik Trauma buli-buli o Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat. o Nyeri suprapubik o Ketegangan otot dinding perut bawah o Hematuria o Ekstravasasi kontras pada sistogram. Ruptur buli-buli o Ruptur kandung kemih intraperitoneal dapt menimbulkan gejala dan tanda rangsang peritoneum termasuk defans muskuler dan sindrome ileus paralitik. o Ruptur ekstraperitoneal saluran kemih dapat menimbulkan gejala dan tanda infiltrasi urin retroperitoneal yang mudah menimbulkan septisemia. Trauma uretra o Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. o Pada daerah suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. o Terdapat tetes darah segar di meatus uretra o Bila terjadi ruptur uretra total, penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil. o Cedera uretra karena kateterisasi dapat menyebabkan obstruksi karena edema atau bekuan darah. o Abses periuretral atau sepsis mengakibatkan demam. 3. Pemeriksaan Penunjang yang Diperlukan pada Trauma Pelvis (Buli-Buli) dan Trauma Uretra Pemeriksaan Pembantu: Tes Buli- buli

o Buli- buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimsukkan 300 ml larutan garam faal yang sedikit melebihi kapasitas buli- buli. o Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, cairan yang keluar diukur kembali. Bila selisihnya cukup besar mungkin terdapat ruptur buli- buli. Kekurangan dari tes ini adalah: o Hasil negatif palsu bil daerah ruptura tertutup bekuan darah, usus atau omentum. o Hasil positif palsu bila muara kateter terlalu tinggi atau kateter tersumbat bekuan darah sehingga selisih cairan tak bisa keluar. o Sukar membedakan jenis ekstraperitoneal dengan intraperitoneal o Bahaya infeksi dan peritonitis bila ada ruptur jenis intraperitoneal. 4. Penatalaksanaan yang Diperlukan pada Trauma Pelvis (Buli-Buli) dan Trauma Uretra Diagnosa dan Intervensi 1.Gangguan rasa nyaman: adanya rasa nyeri yang berlebihan pada daerah pinggang b.d adanya trauma pada ureter atau pada ginjal. a. Data penunjang: Letih yang berlebihan Lemas, mual, muntah, keringat dingin Hematoma, hematuri makroskopis/mikroskopis b.Tujuan: Rasa sakit dapat diatasi/hilang. c. Kriteria: Kolik berkurang/hilang Pasien tidak mengeluh sakit Pasien dapat beristirahat dengan tenang. d.Rencana Tindakan Kaji intensitas, lokasi dan area serta penjalaran dari rasa sakit Observasi adanya abdominal pain Jelaskan kepada pasien penyebab dari rasa sakit Anjurkan pasien banyak minum Berikan posisi serta lingkungan yang nyaman Ajarkan tehnik relaksasi, teknik distorsi serta guide imagine untuk menghilangkan rasa sakit tanpa obatobatan. Pemberian obat: Pemberian obat-obatan narkotika Pemberian anti spasmotika 2. Resiko deficit volume cairan b.d perdarahan saluran kemih a. Tujuan : cairan tubuh tetap seimbang b.Kriteria : - Vital signs dalam batas normal - Tidak terdapat hematuri - Pemeriksaan laboratorium hematologis dalam batas normal (Hb, ht) c. Intervensi : - Atur posisi tidur klien (pre Syok) - Monitor TTV - Monitor urin output - Berikan cairan oral untuk meningkatkan deuresis - Kerjasama dengan tim kesehatan : - Antibiotik - Hemostatik - Pembedahan Penatalaksanaan Trauma buli-buli o Istirahat baring sampai hematuri makriskopik hilang. o Minum banyak untuk meningkatkan diuresis. Bila penderita dapat miksi dengan lancar berarti tidak ada ruptur buli-buli ataupun uretra. o Bila hematuria berat dan menetap sampai 5-6 hari pasca trauma, buat sistrogram untuk mencari penyebab lain.

o Obat- obatan : Antibiotik: Ampisilin 4x 250-500 mg/ hari per oral. Hemostatik: Adona AC- 17 per oral Ruptur buli-buli Pada jenis ekstraperitoneal akan timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi di daerah suprapubik akibat masuknya urin ke kavum Retzii. Benjolan ini sukar dibedakan dari hematom akibat patah tulang pelvis yang sering menyertai. Patah tulang pelvis dapat diketahui bila terasa nyeri waktu diadakan penekanan pada kedua krista iliaka. Bila dalam 24 jam nyeri di daerah suprapubik makin meningkat di samping adanya anuri, diagnnosa ruptura buli-buli ekstraperitoneal dapat dibuat. Pada jenis intraperitoneal, urin masuk ke rongga perut sehingga perut makin kembung dan timbul tanda rangsang peritoneum. Mungkin juga terdapat nyeri suprapubik, tetapi tak terdapat benjolan dan perkusi pekak. 5. Definisi Kesadaran dan Struktur di Serebral yang Berfungsi Mengatur Kesadaran Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Kesadaran secara sederhana dapat dikatakan sebagai keadaan dimana seseorang mengenal atau mengetahui tentang dirinya maupun lingkungannya. Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak sadar dalam arti tidak terjaga atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Sistem aktivitas retikuler berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem ini terletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipothalamus. Lesi di otak, yang terletak di atas hipothalamus tidak akan menyebabkan penurunan kesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnya oleh tumor atau stroke, tidak akan menyebabkan coma, kecuali bila letaknya dalam dan mengganggu hipothalamus. 6. Mekanisme Gangguan Kesadaran

ANS (sistem saraf autonom) secara otomatis mengontrol banyak fungsi tubuh, seperti pernapasan, tekanan darah, denyut jantung, dan kandung kemih. Ada berbagai macam penyebab syncope salah satunya jika darah tidak bersirkulasi dengan seharusnya, atau sistem saraf otonom tidak bekerja sebagaimana mestinya. Penyebab sinkop dapat diklasifikasikan dalam enam kelompok yaitu vaskular, kardiak, neurologik-serebrovaskular, psikogenik, metabolik dan sinkop yang tidak diketahui penyebabnya. Kelompok vaskular merupakan penyebab sinkop terbanyak kemudian diikuti oleh kelompok kardiak. Patofisiologi (Mekanisme terjadinya) sinkop terdiri dari tiga tipe: 1. penurunan output jantung sekunder pada penyakit jantung intrinsik atau terjadi penurunan klinis volume darah yang signifikan; 2. penurunan resistensi pembuluh darah perifer dan atau venous return 3. penyakit serebrovaskular klinis signifikan yang mengarahkan pada penurunan perfusi serebral. Terlepas dari penyebabnya, semua kategori ini berbagi faktor umum, yaitu, gangguan oksigenasi otak yang memadai mengakibatkan perubahan sementara kesadaran. Penyebab Vaskular (Kelainan Tonus Vascular atau Volume Darah) Hipotensi Orthostatik Definisi Hipotensi Orthostatik adalah apabila terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20mmHg atau tekanna darah diastolik 10 mmHg pada posisi berdiri selama 3 menit. Pada saat seseorang dalam posisi berdiri sejumlah darah 500-800 ml darah akan berpindah ke abdomen dan eksremitas bawah sehingga terjadi penurunan besar volume darah balik vena secara tiba-tiba ke jantung. Penurunan ini mencetuskan peningkatan refleks simpatis. Kondisi ini dapat asimptomatik tetapi dapat pula menimbulkan gejala seperti kepala terasa ringan, pusing, gangguan penglihatan, lemah, berbedebar-debar, hingga sinkop. Sinkop yang terjadi setelah makan terutama pada usia lanjut disebabkan oleh retribusi darah ke usus. Penyebab lain hipotensi orthostatik adalah obat-obatan yang menyebabkan deplesi volume atau vasodilatasi. Obat-obat yang sering menyebabkan hipotensi orthostatik adalah: diuretika penghambat adrenergik alfa: terazosin Penghambat saraf adrenergik: guanetidin Penghambat ACE Antidepresan: MAO Inhibitor Alkohol Penghambat ganglion Vasodilator Obat-obatan hipotensif yang bekerja sentral: metildopa, clonidin

Sinkop Hipersensitivitas Sinus Carotid Sinkop karena hipersensitivitas dari sinus karotid diinduksi oleh tekanan pada baroreseptor di sinus karotis. Umumnya terjadi pada tight collar atau membelokan kepala ke satu sisi. Hal ini umum terjadi pada pria dengan usia lebih dari 50 tahun. Aktivasi dari baroreseptor sinus karotis meningkatan impuls yang dibawa ke badan Hering menuju medulla oblongata. Impuls afferen ini mengaktivkan saraf simpatik efferen ke jantung dan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan sinus arrest atau Atrioventricular block, vasodilatasi. Penyebab Sinkop Neurogenik Terminologi ini merupakan bentuk dari seluruh sinkop yang berasal dari sinyal saraf SSP yang berefek pada vaskular, khususnya pada Nucleus Tractus Solitarius (NTS). Sejumlah stimulus, yang terbanyak bersala dari viseral, dapat menghilangkan respon yang berakibat pengurangan atau hilang tonus simpatis dan diikuti dengan peningkatan aktivitas vagal. NTS pada medula mengintegrasikan stimulus afferen dan sinyal baroreceptor dengan simpatis efferen yang mempertahankan tonus vaskular. Beberapa studi mengatakan terdapat gangguan pada pengaturan kontrol simpatis dan juga sinyal baroreceptor. Sinkop Vasodepressor Sinkop jenis ini adalah hal yang umum terjadi. Predisposisi secara familial belum dapat dibuktikan. Faktor yang mendukung terjadinya sinkop umumnya emosi yang berlebihan, luka fisik (khususnya viseral). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, vasodilatasi dari persarafan adrenergik dipostulasikan terhadap berkurangnya resistensi perifer dimana cardiac output gagal untuk mengkompensasi seperti yang terjadi pada hipotensi. Stimulasi vagal kemudian terjadi dan menyebabkan bradikardia yang memicu kemungkinan untuk penurunan kembali tekanan darah. Efek Vagal lainnya adalah, prespiration, peningkatan aktivitas peristaltik, nausea, dan salivasi. Sinkop Vasodepressor dapat terjadi pada 1. Seseorang dengan kondisi normal yang dipengaruhi oleh emosi yang tinggi 2. Pada seseornag yang merasakan nyeri hebat setelah luka, khususnya pada daerah abdomen dan genitalia 3. Selama latihan fisik yang keras pada orang-orang yang sensitif Sinkop Neurokardigenik Oberg dan Thoren telah mengobservasi bahwa ventrikel kiri dapat saja menjadi sumber persarafan yang memediasi terjadinya sinkop. Terjadi paradoxical bradikardia yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas serat autonom yang berasal dari ventrikel jantung. Sinkop sering terjadi pada situasi peningkatan aktivitas simpatik perifer dan venous pooling. Pada situasi ini, peningkatan kontraksi miokardial pada ventrikel kiri yang relatif kosong mengaktifkan mekanoreseptor dari miokardium dan saraf afferen vagus yang menghambat aktivitas simpatik dan meningkatkan aktivitas parasimpatik. Hasil dari vasodilatasi dan bradikardia menyebabkan sinkop. Walaupun reflex yang melibatkan mekanoreseptor miokardium umum diterima sebagai sebab dari sinkop neurokardiogenik, namun reflex lain juga diperkirakan terlibat. Sinkop neurocardiogenik sering terjadi sebagai stimulus dari rasa takut, emosi, atau nyeri yang tidak berasosiasi dengan venous pooling pada ekstremitas bawah. Mekanisme yang mungkin melibatkan SSP dalam sinkop neurogenik masih belum dapat dijelaskan dnegan pasti, namun peningkatan tiba-tiba level serotonin dapat berefek pada menurunnya aktivitas simpatik. Endogen opioat dan adenosin juga dianggap terkait dalam patogenesis. Neuralgia Glossofaringeal Sinkop karena neuralgia glossofaringeal ditandai dengan nyeri pada orofaring, fossa tonsilar atau ligah. Biasanya terjadi pada pasien dekade ke-6. Pada sebagian kecil kasus nyeri hebat yang dirasakan berujung pada sinkop. Sebagai sekuens berawal dari nyeri, bradikardia, dan kemudian sinkop. Kehilangan kesadaran yang terjadi lebih sering diasosiasikan dengan kondisi asistol daripada vasodilatasi. Mekanismenya melibatkan aktivasi impuls afferen pada saraf glossofaringeal yang diterminasi pada NTS di medulla secara kolateral dan mengaktifkan nukleus dorsal motor dari nervus vagus. Sebagai tambahan dari bradikardia, terdapat pula hipotensi yang terjadi karena efek inhibisi aktivutas simpatik perifer, hal ini yang terkadang menjadi penyebab timbulnya asystole. Pengobatan media yang dapat diberikan adalah anticonvulsant dan baclofen.

Penyakit Cerebrovaskular Kelainan pada cerebrovaskular jarang menjadi penyebab tunggal dalam terjadinya sinkop. Namun, kelainan pada cerebrovascular ini menyebabkan penurunan ambang untuk terjadinya syncope. Arteri Vertebrobasilar, yang mensuplai struktur batang otak dan bertanggungjawab untuk mempertahankan kesadaran, umumnya terlibat dalam penyebab terjadinya sinkop karena kelainan cerebrovaskular. Kebanyakan pasien yang mengalami kepala ringan, atau sinkop karena kelainan serebrovascular juga memilki gejala lain dari iskemia neurologis, seperti tangan dan kaki menjadi lemah, diplopia, ataxia, disarthria, atau gangguan sensorik. Arteri bassiler jarang menyebabkan sinkop pada ornag dewasa. Penyebab Neurologik Penyebab neurologik dari sinkop termasuk migrain, kejang, malformasi Arnold-Chiari dan TIA (transient Ischemic Attack) yang ternyata cukup mengejutkan karena merupakan 10% sebagai penyebab sinkop secara keseluruhan. Kebanyakan individu yang mengalami sinkop akibat kelainan neurologik seringkali mengalami kejang daripada hanya episode sinkop saja. Kelainan neurologi yang terjadi sering kali mirip dengan sinkop yaitu terdapatnya gangguan atau hilangnya kesadaran seseorang. Keadaan ini termasuk iskemi serebral sementara, migrain, epilepsi lobul temporal, kejang atonik dan serangan kejang umum. Sinkop Perdarahan Cerebral Sinkop karena perdarahan cerebral. Terjadinya perdarahan subarachnoid dapat menjadi sinyal terjadinya sinkop, yang sering diikuti dengan transient apnea. Oleh karena terjadi perdarahan arteri, terdapat peristiwa penghentian dari sirkulasi cerebral karena tekanan intrakranial dan tekanan darah saling mendekati satu sama lain. Permasalahan yang sering terkait adalah seorang pasien yang terjatuh tiba-tiba tanpa sebab yang jelas, tersadar dengan sakit kepala, sering ditemukan memiliki hematom bifrontal dan perdarahan subarachnoid pada pemeriksaan CT. Sinkop Kardiak Kehilangan kesadaran karena jantung atau pembuluh kondisi darah yang mengganggu aliran darah ke otak. Kondisi ini mungkin mencakup irama jantung abnormal (aritmia), obstruksi aliran darah di jantung atau pembuluh darah, penyakit katup, stenosis aorta, bekuan darah, atau gagal jantung. Penyebab Sinkop Metabolik Penyebab metabolik pada sinkop sangat jarang, hanya berkisar 5% dari seluruh episode sinkop. Gangguan metabolik yang seringkali menjadi penyebab sinkop tersebut adalah hipoglikemi, hipoksia dan hiperventilasi. Sinkop akibat hipoglikemi adalah hilangnya kesadaran yang berhubungan dengan kadar gula darah dibawah 40mg/dL dan disertai gelaja tremor, bingung, hipersalivasi, keadaan hiperadrenergik dan rasa lapar. Hipoadrenalism yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi postural akibat sekresi kortisol yang tidak adekuat, merupakan penyebab penting episode sinkop yang dapat diobati. Sinkop Situasional Berbagai aktivitas termasuk batuk, mikturisi, dan defekasi dapat menyebabkan sinkop. Hal ini setidaknya disebabkan oleh kontol abnormal dari saraf autonom dan mungkin melibatkan respon cardioinhibitory dan respon vasodepressor. Batuk, mikturisi, defekasi yang berassosiasi dengan manuver dapat menyebabkan hipotensi dan sinkop dengan cara menurunkan venous return. Peningkatan tekanan intrakranial sekunder hingga peningkatan tekanan intratorakal dapat menyebabkan penurunan aliran darah cerebral. Sinkop karena batuk biasanya terjadi pada pria yang memiliki kronik bronchitis atau penyakit paru obstruktif. Sinkop karena mikturisi lebih banyak terjadi pada usia pertengahan dan orang yang lebih tua usianya, khususnya untuk mereka yang memiliki hipertrofi prostat dan obstruksi saluran kemih, biasnaya terjadi pada malam hari setelah melakukan pengosongan. Sinkop defekasi dapat terjadi secara sekunder akibat valsava manuver pada orang tua dengan konstipasi.
7. Cara Penilaian Kesadaran Baik secara Kualitatif dan Kuantitatif terutama dengan Penilaian GCS Glasgow Coma Scale Penilaian : * Refleks Membuka Mata (E) 4 : membuka secara spontan

3 : membuka dengan rangsangan suara 2 : membuka dengan rangsangan nyeri 1 : tidak ada respon * Refleks Verbal (V) 5 : orientasi baik 4 : kata baik, kalimat baik, tapi isi percakapan membingungkan 3 : kata-kata baik tapi kalimat tidak baik 2 : kata-kata tidak dapat dimengerti, hanya mengerang 1 : tidak ada respon * Refleks Motorik (M) 6 : melakukan perintah dengan benar 5 : mengenali nyeri lokal tapi tidak melakukan perintah dengan benar 4 : dapat menghindari rangsangan dengan tangan fleksi. 3 : hanya dapat melakukan fleksi 2 : hanya dapat melakukan ekstensi 1 : tidak ada respon cara penulisannya berurutan E-V-M sesuai nilai yang didapatkan. Penderita yang sadar = compos mentis pasti GCSnya 15 (4-5-6), sedang penderita koma dalam, GCSnya 3 (1-1-1). Bila salah satu reaksi tidak bisa dinilai, misal kedua mata bengkak sedang V dan M normal, penulisannya X-5-6.Bila ada trakheostomi sedang E dan M normal, penulisannya 4-X-6.Atau bila tetra parese sedang E dan V normal, penulisannya 4-5-X. GCS tidak bisa dipakai untuk menilai tingkat kesadaran pada anak berumur kurang dari 5 tahun. Atau jika ditotal skor GCS dapat diklasifikasikan : a. Skor 14-15 : compos mentis b. Skor 12-13 : apatis c. Skor 11-12 : somnolent d. Skor 8-10 : stupor e. Skor < 5 : koma Derajat Kesadaran - Sadar : dapat berorientasi dan komunikasi - Somnolens : dapat digugah dengan berbagai stimulasi, bereaksi secara motorik / verbal kemudian terlelap lagi. Gelisah atau tenang. - Stupor : gerakan spontan, menjawab secara refleks terhadap rangsangan nyeri, pendengaran dengan suara keras dan penglihatan kuat. Verbalisasi mungkin terjadi tapi terbatas pada satu atau dua kata saja. Non verbal dengan menggunakan kepala. - Semi Koma : tidak terdapat respon verbal, reaksi rangsangan kasar dan ada yang menghindar (contoh menghindari tusukan). - Koma : tidak bereaksi terhadap stimulus. Kualitas Kesadaran - Compos mentis : bereaksi secara adekuat - Abstensia drowsy / kesadaran tumpul : tidak tidur dan tidak begitu waspada. Perhatian terhadap sekeliling berkurang. Cenderung mengantuk. - Bingung / confused : disorientasi terhadap tempat, orang dan waktu. - Delirium : mental dan motorik kacau, ada halusinasi dan bergerak sesuai dengan kekacauan pikirannya. - Apatis : tidak tidur, acuh tak acuh, tidak bicara dan pandangan hampa. Gangguan fungsi cerebral meliputi : gangguan komunikasi, gangguan intelektual, gangguan perilaku dan gangguan emosi. Pengkajian position mental / kesadaran meliputi : GCS, orientasi (orang, tempat dan waktu), memori, interpretasi dan komunikasi. 8. Kasus Kegawatdaruratan Mata a. Pengertian Kedaruratan mata adalah sikap keadaan yang mengancam tajam penglihatan seseorang berupa penurunan tajam penglihatan sampai terjadinya kebutaan (Roper- hall, 1990, FI UI 1982, perhimpunan indonesia 1994). Klasifikasi : Berdasarkan konsep penanganan masalah gawat darurat maka kedaruratan mata dapat dikelompokkan menjadi beberapa keadaan : 1) Sight threatening condition Dalam situasi ini mata akan mengalami kebutaan atau cacat yang menetap dengan penurunan penglihatan

yang berat dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit saja bila tidak segera mendapatkan pertolongan yang tepat. Cedera mata akibat bahan kimia basa (alkali) termasuk dalam keadaan ini. Oklusi arteria sentralis retina merupakan keadaan bukan trauma yang termasuk dalam kelompok ini. 2) Mayor condition Dalam situasi ini pertolongan harus diberikan tetapi dengan batasan waktu yang lebih longgar, dapat beberapa jam sampai beberapa hari. Bila pertolongan tidak diberikan maka penderita akan mengalami hal yang sama seperti disebutkan pada sight threatening condition. 3) Monitor condition Situasi ini tidak akan menimbulkan kebutaan meskipun mungkin menimbulkan suatu penderitaan subyektif pada pasien bila terabaikan pasien mungkin dapat masuk kedalam keadaan mayor condition b. Etiologi Kedaruratan mata dapat terjadi karena dua hal : 1) Tidak ada hubungannya denga trauma mata, misalnya : glaukoma akuta oklusi arteria sentralis retina 2) Disebabkan trauma Ada 2 macam trauma yang dapat mempengaruhi mata, yaitu: trauma langsung terhadap mata trauma tidak langsung, dengan akibat pada mata, misalnya - trauma kepala dengan kebutaan mendadak - trauma dada dengan akibat kelainan pada retina Pembagian sebab-sebab trauma langsung terhadap mata adalah sbb: 1) Trauma mekanik a) Trauma tajam Biasanya mengenai struktur diluar bola mata (tulang orbita dan kelopak mata) dan mengenai bola mata (ruptura konjungtifa, ruptura kornea) b) Trauma tumpul Fraktura dasar orbita ditandai enoftalmus. Dapat terjadi kebutaan pasca trauma tumpul pada orbita. Hematoma palpebra biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan cedera pada sinus paranasal. c) Trauma ledakan/ tembakan Ada 3 hal yang terjadi, yaitu : - Tekanan udara yang berubah - Korpus alineum yang dilontarkan kearah mata yang dapat bersifat mekanik maupun zat kimia tertentu - Perubahan suhu/ termis 2) Trauma non mekanik a) Trauma kimia Dibedakan menjadi 2, trauma oleh zat yang bersifat asam dan trauma yang bersifat basa. b) Trauma termik Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti trauma kimia c) Trauma radiasi Trauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet c. Manifestasi Klinis Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut: lembam oedema nyeri lakrimasi adanya benda asing pupil bergeser (T10 meningkat) adanya zat kimia perubahan visus d. Komplikasi 1. Mengancam penglihatan glaukoma kronik

perdarahan vitreus eksoftalmus unilateral kelainan saraf 2. kerusakan permanen benda asing (kornea atau intra okuler) Abrasi kornea Laserasi bola mata Infeksi konjungifitis berat, selulitis orbita Penyumbatan arteri Pengelupasan retina Ensoftalmus e. Penatalaksanaan 1. Trauma oftalmik Bila ada kecurigaan adanya laserasi, cedera tembus, ruptur bola mata jangan lakukan penekanan penekanan dapat diakibatkan ekstrusi isi intraokule dan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki robekan kelopak mata letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada atas dan bawah orbita 2. Cedera bola mata Hindari manipulasi mata sampai saat perdarahan Pasang balutan ringan (tanpa tekanan) dan perisai logam yang bersandar pada tulang orbita diplester kedahi dan pipi Pembalutan bilateral jaga jarak bola mata minimal Kolaborasi antibiotik, analgesik, anti tetanus dll Bila ruptur bola mata sudah teratasi periksakan struktur lain dapat dilakukan Laserasi kelopak mata penjahitan 3. Benda asing Benda asing tidak menembus dibawah kelopak mata atas Angkat kelopak mata atas keatas kelopak mata bawah sehingga memungkinkan kelopak mata bawah menyapu benda asing untuk keluar Lakukan irigasi hati-hati jangan sentuh kornea jika benda asing gagal keluar tutup mata rujuk benda asing supervisial kornea irigasi benda asing tertanam pembedahan ambil benda asing alat berujung tumpul hindari gunakan aplikator beraujung kapas karena dapat bergesek epitel terlalu banyak 4. Abrasi kornea Beri balut tekan mata mengimobilisasi kelopak mata Kolaborasi pemberian antibiotik, anastesi, dll Monitor efeki anastesi terlambat penyembuhan Pembalutan sebelah 24 jam untuk abrasi ekstensif berlapisan bagian bawah tidak terkena penyembuhan tanpa jaringan parut (24 s/d 48 jam) Monitor epitelisasi dan penyembuhan 5. Luka bakar kimia Irigasi segera dengan air bersih atau larutan NaCl Cuci mata dibawah aliran air keran Memasukkan mata kedalam air mengejap-ngejapkan mata Bilas terus selama 20 mnt atau sampai bersih Lain-lain kolaborasi Balut mata bilateral 6. Ruptur bola mata Jangan buat bahaya atau cedera lain pasang perisai hindari manipulasi gunakan spekulum mata saat pemeriksaan mata > tekanan vertikal bukan kedepan Jangan beri tetes mata Tutup dan lindungi bola mata

7. Trauma tumpul Kontusio orbita kompres es, istirahatkan Hifema posisi tegak, dan isrirahatkan mata. Kolaborasikan bedah kamera anterior waspadai anemia sel sabit dan penggunaan obat anti koagulan penurunan dosis. 9.Hifema sebagai Kegawatdaruratan Mata Definisi Hifema adalah suatu keadaan dimana didalam bilik mata depan ditemukan darah. Darah didalam bilik mata depan yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. dapat mengisi seluruh bilik mata atau hanya bagian bawah bilik mata depan. Darah didalam bilik mata depan biasa terdapat pada cedera mata, trauma bedah, discrasia darah (hemofilia) dan tumor intra kranial.

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.

Hifema Epidemiologi Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi, dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen dari hifema traumatic terdapat pada anakanak dengan angka kejadian tertinggi antara umur 10 sampai 20 tahun. Anatomi dan fisiologi Camera Oculi Anterior

Anatomi mata manusia Kamera okuli anterior terletak pada persambungan kornea perifer dan akar iris. Ciri-ciri anatomi utama sudut ini adalah garis Schwalbe, jalinan trabekula ( yang terletak diatas kanalis Schlemm), dan taji-taji sclera.

Anatomi mata manusia Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Jalinan trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang, yang dasarnya mengarah ke korpus siliare. Garis ini tersusun dari lembar-lembar berlobang jaringan kolagen dan elastic, yang membentuk suatu filter dengan memperkecil ukuran pori ketika mendekati kanalis Schlemm. Bagian dalam jalinan ini, yang menghadap ke kamera anterior, dikenal sebagai jalinan uvea: bagian luar, yang berada dekat kanalis Schlemm, disebut jalinan korenoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Taji sclera merupakan penonjolan sclera kea rah dalam diantara korpus siliare dan kanalis Schlemm, tempat iris dan korpus siliare menempel. Saluran-saluran eferen dari kanalis Schlemm ( sekitar 300 saluran pengumpul dan 12 vena aquaeus) berhubungan dengan system vena episklera. Patofisologi Hifema dapat terjadi sesudah suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata, akan tetapi dapat juga terjadi secara spontan. Secara umum dianggap bahwa hifema berasal dari pembuluh darah iris dan badan siliar. Mungkin juga berasal dari pembuluh darah di kornea atau limbus karena terbentuknya neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada rubeosis iridis. Trauma terhadap iris dapat mensyebabkan ruptura pembuluh darah, sehingga darah akan keluar dan mengisi rongga COA. Sedangkan pada neovaskularisasi pada bekas luka operasi atau pada robeosis iridis, ruptura bisa terjadi secara spontan karena rapuhnya dinding pembuluh darah.

Perdarahan yang terdapat pada hifema Darah pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui kanalis Schlemm dan permukaan depan iris. Penyerapan melaui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukkan hemosiderin pada COA, hemosiderin dapat masuk kedalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna kuning, dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea. Imbibisi kornea dapat dipercepat terjadinya, disebabkan oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi glaukoma.

Hifema pada kamera okuli anterior Darah pada hifema bisa berasal dari badan siliar, yang mungkin dapat masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum). Sehingga pada punduskopi gambaran pundus tidak tampak, dan ketajaman penglihatan menurunnya lebih banyak. Bila hifema sedikit, ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal. Sedangkan perdarahan yang mengisi setengah COA dapar menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraocular, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar ( corpus ciliaris ). Pasien akan mengeluh sakit, disertai epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Merupakan keadaan yang gawat. Sebaiknya dirawat, karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat dari perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam trabekula , sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap masuk kedalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah : glaucoma sekunder, uveitis, dan imbibisio kornea. Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat menyebabkan gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena TIO bertambah pula. Zat besi didalam bola mata dapat menimbulkan sederosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

Hematokornea; infiltrasi darah diikuti oleh perdarahan yang menetap. (perdarahan pada hifema) Etiologi Penyebab hifema adalah :

Gaya-gaya akibat kontusif sering merobek pembuluh-pembuluh iris dan merusak sudut kamera okuli anterior biasanya pada trauma tumpul atau trauma tembus. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retino blastoma, dan kelainan darah. Perdarahan pasca bedah, bisa juga terjadi pada pasca bedah katarak kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea dan limbus pada luka bekas operasi bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema

Klasifikasi Berdasarkan waktu terjadinya hifema, maka dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Primer Perdarahan yang terjadi segera sesudah trauma 2. Sekunder Biasanya timbul setelah 5-7 hari sesudah trauma. Perdarahan lebih hebat dari yang primer. Oleh karena itu seorang dengan hifema harus dirawa sedikitnya 5 hari. Perdarahan ulang terjadi pada 16 sampai 20% kasus dalam 2 sampai 3 hari. Perdarahan sekunder ini terjadi oleh karena resorbsi dari bekuan darah yang terjadi terlalu cepat, sehingga pembuluh darah tidak dapat waktu cukup untuk regenerasi kembali. Diagnosis Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun, bila ditemukan kasus hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan mata luar. Hal ini penting mungkin saja pada riwayat trauma tunpul akan ditemukan kelainan berupa trauma tembus seperti : - Ekimosis - laserasi kelopak - proptosis - enoftalmus - fraktur yang disertai gangguan gerakan mata - kadang-kadang kita menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari. Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa sakit bertambah dan penglihatan lenih menurun lagi. Pada iris, dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia. Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula. Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang berupa : 1. Tonometri Untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan tekanan intraokuler. 2. Fundus Kopi Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen belakang bola mata, yaitu pada badan kaca. Komplikasi Komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada kasus hifema adalah 1. Imbibisi kornea Darah yang terdapat pada hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah melalui bilik mata (kanal schlem) dan permukaan depan iris. Penyerapan melalui permukaan depan iris ini dipercepat dengan adanya kegiatan enzim fibrinolitik yang berlebihan didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin yang berlebihan dalam bilik mata depan maka dapat terjadi penimbunan pigmen ini didalam lapisan-lapisan kornea yang berwarna kecoklat-coklatan yang disebut imbibisi kornea. Jika sudah terjadi seperti ini hanya dapat diperbaiki dengan keratoplasty. 2. Glaukoma Glaukoma akut terjadi apabila jaringan trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau apabila pembentukan bekuan darah menyebabkan penyumbatan pupil. Hal ini terjadi akibat darah dalam bilik mata, karena unsurunsur darah menutupi sudut bilik mata trabekula, sehingga hal ini akan menyebabkan tekanan intraocular. 3. Uveitis 4. Kebutaan Zat besi didalam mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan dapat menimbulkan fitsis bulbi dan kebutaan.

Penatalaksanaan Prinsip pengobatan : 1. Menghentikan pendarahan atau mencegah pendarahan berulang 2. Mengeluarkan darah dari bilik mata depan 3. Mengendalikan tekanan bola mata 4. Mencegah imbibisi kornea 5. Mengatasi uveitis 6. Mendeteksi dini penyulit yang mungkin terjadi setelah hifema Pada perawatan dengan pasien hifema diharuskan bertirah baring, mata agar mata beristirahat, dan tidur dengan kepala diangkat dengan membentuk sudut 30 derajat lalu diberikan koagulansi dab tetes steroid dan sikloplegenik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya pendarahan sekunder, glaukoma atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Pendarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus 2-3 hari. Jika timbul glaukoma, maka penatalaksanan mencakup pemberian timolol 0,25% atau 0,5% dua kali sehari; asetazolamid, 250 mg empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol). Bila tekanan intraokuler tetap tinggi dapat dilakukan parasintesis yaitu mengeluarkan darah melalui sayatan di kornea. Hifema harus dievakuasi secara bedah apabila tekanan intraocular tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan saraf optikus dan pewarnaan kornea, pasien mengidap hemoglobinopati, besar kemungkinan cepat terjadi atrofi optikus glaucoma dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih awal. Instrument-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan lavase kamera anterior. Dimasukkan tonggak irigasi dan probe mekanis disebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Tidak dilakukan usaha untuk mengeluarkan bekuan dari sudut kamera okuli anterior atau dari jaringan iris kemudian dilakukan dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan kamera interior adalah dengan evakuasi kolestik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan viskolastik, dan sebuah insisi yang lebih besar 180 derajat berlawanan agar hifema dapat didorong keluar. Prognosis Prognosis pada kasus hifema pada jumlah darah dalam bilik mata depan : 1. Bila darah sedikit maka darah ini akan hilang dan akan jernih sempurna 2. Bila darah lebih dari setengah tinggi bilik mata depan maka prognosisnya akan buruk dan disertai dengan penyulit. 3. Dan bila hifema yang penuh didalam bilik mata depan akan memberikan prognosis yang lebih buruk Hifema sekunder yang terjadi 5-7 hari sesudah trauma biasanya dapat memberikan rasa yang sakit. Pada hifema sekunder terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis buruk.

10. Patogenesis, Diagnosis, Penatalaksanaan, serta Pencegahan Kebutaan yang Berhubungan yang Berhubungan dengan Kasus Kegawatdaruratan

Anda mungkin juga menyukai