Anda di halaman 1dari 20

Oleh:

Miswanto, S.Ag. M.Pd.H


* Disampaikan pada acara Dharma Camp" yang diselenggarakan oleh Peradah Komcat Kayen Kidul, Kediri di
Pura Luhur Giri Arjuna, Kota Batu, 25 Mei 2013.
** Dosen STAH Santika Dharma Malang, Pemimpin Redaksi Jurnal Sasadhara STAH Santika Dharma, Wakil
Ketua IV LPDG Propinsi Jawa Timur, Ketua Pasraman Giri Sastra Kota Batu, Ketua Lembaga Punia Tri Murti
Malang, Wartawan Media Hindu, Duta Dharma, Penulis Buku-buku Hindu dan Budaya Jawa.
Yo pro konco
poo kumpul nyang puro
Menyang puro
paa ngudi Agomo
Ngudi Agomo
karo Pak Miswanto
Kanggo sangu
bsuk nk uwis tuwo
Hindu mengalami sejarah perkembangan
yang amat panjang. Hingga pada suatu
masa Hindu bisa masuk ke Indonesia.
Meski bersifat SANATANA (kekal) ajaran
DHARMA juga bersifat NUTANA atau
fleksibel dengan perkembangan jaman dan
tempat dimana DHARMA itu
berkembang.
Manawa Dharma stra II.6
Weda adalah sumber pertama dari pada
dharma, kemudian smti, lalu la (tingkah laku
yang terpuji dari orang-orang budiman yang
mendalami ajaran pustaka suci Veda), juga tata
cara perikehidupan orang-orang suci dan
akhirnya tmanastui (kepuasan dari pribadi)
Mangjawakn
Bysa Mata
Weda sebagai Sabda Suci telah menjelma
menjadi nilai-nilai ajaran Dharma yang
kemudian mengkristal dalam sendi-sendi
kehidupan beragama Hindu dari dulu
hingga masa kini.
Kristalisasi nilai-nilai ajaran suci inilah
yang dapat dijadikan sebagai pondasi
dalam membangun karakter generasi yang
kini sudah terdegradasi oleh pengaruh
Jaman Kali.
http://romonadha.wordpress.com
http://romonadha.wordpress.com
NILAI-NILAI
AJARAN
HINDU
Berdasarkan petunjuk yang ditulis dalam Nitistra, Ki Ranggawarsita
menggambarkan kondisi Kaliyuga tersebut dalam Serat Kalatia 1 (Sinom)
sebagai berikut:
Terjemahan:
Keadaan negara waktu sekarang,
sudah semakin merosot. Situasi
(keadaan tata negara) telah rusak,
karena sudah tak ada yang dapat
diikuti lagi. Sudah banyak yang
meninggalkan petuah-petuah / aturan-
aturan lama. Orang cerdik
cendekiawan terbawa arus Kalatia
(jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia
penuh dengan kerepotan (Any,2002)
http://romonadha.wordpress.com
Memang saat ini dunia sedang dilanda "kegalauan" akibat pengaruh kalatia
yang semakin mendera. Manusia yang merupakan representasi dari jagad cilik
pun tak luput dari sasaran kalatia.
Kuatnya pengaruh jaman Kali membuat manusia saat ini semakin jauh dari
nurani hingga akhirnya mereka pun kehilangan jati diri. Rasa saling mencintai
telah berubah menjadi saling benci. Rasa saling menghargai semakin jauh dan
berganti menjadi saling mencaci.
Sifat-sifat yang tadinya baik kini menjadi sifat picik yang suka menyulut konflik.
Toleransi hanya dijalankan dengan setengah hati. Ajaran Tuhan sering dijadikan
sebagai "alasan" untuk melakukan kekerasan. Rasa kemanusian telah menjelma
menjadi keangkaramurkaan. Kadang kala kejujuran pun harus mengalah dalam
jeratan kemunafikan, sementara keadilan pun harus menjadi budak tiruan
kekuasaan.
Manusia yang katanya sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia kini telah
"menjelma" menjadi makhluk yang paling nista. Banyak orang pinter yang
mengatakan fenomena tersebut sebagai gejala "kehilangan karakter".
http://romonadha.wordpress.com
Menyimak fenomena tersebut ada
baiknya kita menengok kembali
sebuah adagium klasik menyatakan:
If the wealth is lost, nothing is lost.
If the health is lost, something is lost.
If the character is lost, everything is lost.
http://romonadha.wordpress.com
Inilah fenomena jaman Kali, kata para Rsi.
Generasi muda Hindu masa kini,
yang sudah kekurangan militansi,
banyak yang kehilangan jati diri,
sudah lupa dengan apa yg diyakini,
lebih-lebih ketika bunga bersemi,
atau pun saat sang kumbang menghampiri,
karena kekasih yang dicintai,
akhirnya ia pun memisahkan diri,
dengan SRADDHANYA selama ini.
Inilah salah satu gejala hilangnya generasi,
di jaman yang penuh dengan GOMBALISASI
Gejala Hilangnya Generasi atau Lost Generation sebagaimana
diungkap di atas, merupakan salah satu dari sekian fenomena
merosotnya Sraddha generasi muda Hindu di masa kini.
Salah satu yang menjadi penyebab dalam permasalahan tersebut
adalah ASMARA.
Virus ASMARA yang telah menyerang para generasi muda kita,
mampu menggoyang sraddha yang sudah ditanamkan oleh para
guru agama dan tetua kita.
Apakah itu salah mereka? Atau salah para orang tua? Atau salah
salah siapa? Ah kayaknya kita harus menanyakannya pada diri kita.
Selama tidak ada dusta diantara kita, maka kita bisa menemukan
jawabannya
Menyemai Cinta
di Kalangan Penerus Dharma
Tidak jalan lain jika kita ingin DHARMA tetap jaya, kecuali
kita harus menyemaikan CINTA antara DHARMAWAN dan
DHARMAWATI. Atau menjodohkan para penerus
DHARMA melalui PASRAMAN CINTA.
Pegangan bagi orang yang
ingin menggapai bahtera
kehidupan, sesungguhnya
bukan harta atau pun rupa,
hanyalah hati (ATI) yang
mendasarinya. Jika itu
disalahgunakan ya sudah
akan akan jadi salah jalan.
Jika sudah sulit maka akan
bisa menjadi lebih sulit. Jika
mudah maka semua akan
bisa mudah. Dan itu tidak
bisa digantikan (dibeli)
dengan uang.
Sebagaimana disebutkan di atas sebelum merajut cinta, untuk
menggapai bahtera rumah tangga, maka para muda harus senantiasa
menjadikan ATI sebagai pegangannya. Selain bermakna hati yang
mendasari cinta, ATI adalah singkatan untuk Agama, Tresna, Iccha.
Agama; sebelum memasuki masa Grhastha maka jangan lupa
AGAMA harus sama-sama di jalan DHARMA, jika tidak lebih baik
STOP (ada lagunya: Lebih baik kau bunuh aku dengan cintamu,
dari pada aku jauh dari DHARMAKU)
Tresna; harus ada saling cinta sebelum memasuki masa Grhastha,
minimal cinta karena DHARMANYA, baru menyusul hatinya dan
rupanya???
Iccha; adalah restu dari kedua Ortu, dari para guru, dan Beliau
Yang Maha Tahu.
Setelah menyemai CINTA, maka hal pertama
yang harus dilakukan adalah menabur
benih-benih DHARMA. Benih-benih inilah
yang nantinya akan mampu berkembang
menjadi pohon-pohon DHARMA yang
memiliki AKAR DHARMA yang mengikat,
BATANG POHON DHARMA yang kuat, DAUN
DHARMA yang lebat, BUNGA DHARMA yang
dahsyat, BUAH DHARMA yang lezat.
DHARMA DALAM SWADHARMA
(VHASPATI TATTWA 25)
Terjemahan :
Perbuatan mulia yang bertujuan baik (slacra), melaksanakan
pemujaan api (yaja), menjadi wiku atau diksita, melakukan tapa
brata (tapa), memberikan sedekah (dna), mengembara untuk
siar agama (prawrajy), melaksanakan samadhi (yoga). Itulah
beberapa macam dari Dharma (Putra dan Sadia,1998:21).

' HHFHFH>= l
F=HHFF' ll
Sarasamuscaya 14
Hanya Perahu DHARMA yang bisa
menghantarkan manusia menuju SWARGA
LOKA
DHARMA
?

Anda mungkin juga menyukai