Anda di halaman 1dari 4

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu penyebab yang menonjol diantaranya karena keadaan gizi yang kurang baik atau bahkan buruk. Kondisi gizi anak-anak Indonesia rata-rata lebih buruk dibanding gizi anak-anak dunia dan bahkan juga dari anak-anak Afrika (Anonim, 2006). Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas nutrisi. Sebuah riset juga menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena kekurangan gizi serta buruknya kualitas makanan (Anonim, 2008). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2011). Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, penyakit rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes (kencing manis) dan penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian pada umur yang sangat dini (Samsul, 2011). Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun 2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen atau kekurangan 2 gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010). Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi. Besarnya prevalensi balita gizi buruk di Indonesia antar provinsi cukup beragam. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen. Rentang prevalensi BBLR (per 100) di Indonesia adalah 1,4 sampai 11,2, dimana yang terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan tertinggi di Provinsi Gorontalo. Provinsi Jawa Timur termasuk daerah dengan balita gizi buruk masih tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan prevalensi gizi buruk sebesar 4,8 persen. Walaupun pada tingkat nasional prevalensi balita kurang gizi telah hampir mencapai target MDGs, namun masih terjadi disparitas antar provinsi, antara perdesaan dan perkotaan, dan antar kelompok sosial-ekonomi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan, baik pendekatan strategis maupun pendekatan taktis. Pendekatan strategis yaitu berupaya mengoptimalkan operasional

pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan pelayanan kesehatan balita diantaranya pengoptimalan fungsi posyandu. Pendekatan taktis merupakan upaya antisipasi meningkatnya prevalensi balita gizi buruk serta upaya penurunannya melalui berbagai kajian atau penelitian yang berkaitan dengan balita gizi buruk. Berbagai penelitian yang berkaitan dengan status gizi balita telah dilakukan, diantaranya Paramita (2008), Hayati (2009), Riskiyanti (2010), serta Inadiar (2010). Paramita (2008) melakukan klasifikasi terhadap status gizi balita di Kabupaten Nganjuk dengan bagging regresi logistik ordinal. Hayati (2009) melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan status gizi buruk balita dengan analisis diskriminan. Riskiyanti (2010) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka harapan hidup, angka kematian bayi dan status gizi buruk di Provinsi Jawa Timur dengan analisis regresi multivariat. Inadiar (2010) meneliti tentang perbedaan pola asuh, 3 asih, asuh pada balita status gizi kurang dan normal dengan menggunakan uji Chi-square. Penelitianpenelitian tersebut sebagian besar tidak menekankan aspek humaniora. Aspek humaniora, seperti kekhasan budaya yang direpresentasikan kekhasan lokasi (kabupaten/kota) masih terbatas untuk dikaji. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan pemodelan balita gizi buruk yang mengakomodasi adanya aspek prilaku masyarakat yang direpresentasikan dalam spasial (lokasi). Demikian juga mengingat tiap kabupaten/kota di Jawa Timur mempunyai otonomi daerah yang memungkinkan penentuan prioritas kebijakan kesehatan akan berbeda-beda. Geographically Weighted Regression (GWR) adalah metode statistik yang merupakan bentuk lokal regresi global. Metode ini memperhitungkan faktor spasial sebagai variabel bebas yang dapat mempengaruhi variabel respon. Pada penelitian ini dilakukan pemodelan balita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur dengan pendekatan GWR karena variabel respon yang diteliti berbentuk kontinu. Selain itu, pemodelan dengan regresi linier yang bersifat global belum tentu cocok diterapkan di seluruh Jawa Timur, karena setiap wilayah pasti memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dapat menyebabkan adanya perbedaan kasus balita gizi buruk antara wilayah satu dengan wilayah lainnya. Perbedaan karakteristik wilayah dapat berupa masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Salah satu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode GWR adalah Ayunin (2011) yang memodelkan status balita gizi buruk di Kabupaten Ngawi tahun 2009. Selain itu, metode GWR juga diterapkan Intan (2011) untuk memodelkan jumlah penderita tuberculosis (TB) di Provinsi Jawa Timur tahun 2010. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa setiap wilayah mempunyai perbedaan karakteristik satu sama lain, sehingga menghasilkan model yang juga berbeda. Dengan menggunakan metode GWR diharapkan dapat lebih menjelaskan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian 4 gizi buruk dengan cakupan daerah penelitian yang lebih luas, yaitu Jawa Timur. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana deskripsi kejadian balita gizi buruk dan faktor-faktor yang berpengaruh di Provinsi Jawa Timur? 2. Bagaimana memodelkan kejadian balita gizi buruk dan faktor yang berpengaruh di Provinsi Jawa Timur dengan meng-gunakan metode GWR?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan kejadian balita gizi buruk dan faktor-faktor yang berpengaruh di Provinsi Jawa Timur dalam bentuk peta tematik. 2. Menyusun model balita gizi buruk dan faktor yang ber-pengaruh di Provinsi Jawa Timur dengan metode GWR. 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan wawasan keilmuan peneliti yang berkaitan dengan GWR serta aplikasinya pada pemodelan pada bidang kesehatan. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor-faktor yang berpengaruh pada kasus balita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur sehingga dapat menjadi upaya untuk menurunkan persentase balita gizi buruk di Provinsi Jawa Timur. 3. Memberikan informasi kepada pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan Jawa Timur, mengenai kebijakan program

pembangunan kesehatan khususnya penanganan kasus balita gizi buruk di Jawa Timur. 1.5 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Data yang digunakan merupakan data kejadian balita gizi buruk dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Provinsi Jawa Timur tahun 2007 yang tercakup dalam Riskesdas 2007 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2007. 2. Penaksiran parameter GWR menggunakan prosedur Weighted Least Square dengan pembobot yang digunakan adalah fungsi kernel gaussian.

6
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Anda mungkin juga menyukai