Anda di halaman 1dari 24

BAB I

Pendahuluan

Diskusi pertama dilaksanakan pada tanggal 19 September 2011 jam 13.00 wib yang berlangsung selama 2 jam dengan jumlah peserta 14 orang yang diketuai oleh M. Ardiyansyah R. ,sekretaris oleh Justhesya Fitriani F.P dan tutornya dr. Hanslavina dengan topik yang dibahas seorang laki-laki yang mengeluh sering kesemutan dan sakit kepala. Hal yang dibahas pada diskusi pertama ialah mengenai hipotesa dan patogenesis dari keluhan utama dan keluhan tambahan pasien.

Diskusi kedua dilaksanakan pada tanggal 21 September 2011 jam 08.00 wib yang berlangsung selama 2 jam dengan jumlah peserta 14 orang yang diketuai oleh M. Hamdi bin Mohd Ibrah, sekretaris oleh Dika Astriana Koswara dan tutornya dr. Hanslavina dengan topik yang dibahas seorang laki-laki yang mengeluh sering kesemutan dan sakit kepala. Hal yang dibahas pada diskusi kita yang kedua ialah menetapkan hipotesa berdasarkan hasil lab yang diperoleh dan patofisiologi dari DM.

MAKALAH KASUS MO EMG Seorang laki-laki yang mengeluh sering merasa kesemutan dan sakit kepala

KELOMPOK 1 030.2005.110 Ihsan S Bayu p 030.2005.172 Putri Melati 030.2006.149 M. Ardiyansyah R 030.2006.313 Mohd Hamdi 030.2007.060 Dika Astriana Koswara 030.2007.077 Efbri Chauresia Dalitan 030.2007.128 Justhesya Fitriani F.P 030.2007.130 Kadek Febrian Khamandanu 030.2007.131 Kamarudin Rizal 030.2007.144 Linta Isna H 030.2007.153 Marelno Zakanito 030.2007.171 M. Rifri Sjahrir 030.2007.198 Olga Ayu Pratami 030.2007.210 Rayindra dwi Rizki

BAB VI Penutupan dan ucapan terima kasih

Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Apabila tidak dikendalikan dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang berpengaruh pada organorgan tubuh yang lain seperti ke ginjal, mata, dan lain-lain. Sedangkan jika diketahui dari awal dan penderita patuh terhadap pengobatan maka komplikasi tersebut dapat dicegah. Empat penatalaksanaan yang utama bagi penderita DM ialah edukasi, penatalaksanaan diet, latihan jasmani, dan obat-obatan hiperglikemi. Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk lebih mengeti tentang penyakit diabetes melitus.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia menderita Diabetes Mellitus, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang. Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari. Definisi Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah gula, atau glukosa, dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu kadara gula darah yang tingginya sudah membahayakan. Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh sel khusus di pancreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormone pancreas lain yang disebut glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika tubuh tidak menanggapi insulin dengan tepat terjadilah diabetes. Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar gulanya, obat yang di minum, atau suntukan insulin secara teratur. Meskipun begitu, penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi seperti kebutaan dan stroke.

Etiologi

Penyebab utama diabetes di era globalisasi adalah adanya perubahan gaya hidup (pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas fisik). Selain itu, adanya stress, kelainan genetika, usia yang semakin lama semakin tua dapat pula menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya penyakit diabetes. Penyakit ini dapat dicegah dengan merubah pola makan yang seimbang (hindari makanan yang banyak mengandung protein, lemak, gula, dan garam), melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit setiap hari (berenang, bersepeda, jogging, jalan cepat), serta rajin memeriksakan kadar gula urine setiap tahun (Sinaga, 2003). Defek sekresi insulin Defek sekresi insulin berperan penting bagi munculnya DM. Pada hewan coba, jika sel-sel Beta pankreas normal, resistensi insulin tidak akan menimbulkan hiperglikemia karena sel ini memiliki kemampuan meningkatkan sekresi insulin sampai 10 kali lipat. Hiperglikemia akan terjadi sesuai dengan derajat kerusakan sel Beta yang menyebabkan turunnya sekresi insulin. Pelepasan insulin dari sel Beta pankreas sangat tergantung pada transpor glukosa melewati membran sel dan interaksinya dengan sensor glukosa yang akan menginduksi peningkatan glukokinase. Induksi glukokinase akan menjadi langkah pertama serangkaian proses metabolik untuk melepaskan granul-granul berisi insulin. Kemampuan transpor glukosa pada DM sangat menurun sehingga kontrol sekresi insulin bergeser dari glukokinase ke sistem transpor glukosa. Defek ini dapat diperbaiki oleh sulfonilurea. Kelainan yang khas terjadi pada DM adalah ketidakmampuan sel Beta meningkatkan sekresi insulin dalam waktu 10 menit setelah pemberian glukosa oral dan lambatnya pelepasan insulin fase akut. Hal ini akan dikompensasi pada fase lambat dimana sekresi insulin pada DM terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal. Meskipun terjadi kompensasi, tetapi kadar insulin tetap tidak mampu mengatasi hiperglikemia yang ada atau terjadi defisiensi relatif yang menyebabkan keadaan hiperglikemia sepanjang hari. Hilangnya fase akut juga berimplikasi pada terganggunya supresi produksi glukosa endogen setelah makan dan meningkatnya glukoneogenesis melalui stimulasi glukagon. Selain itu, defek yang juga terjadi pada DM dan kerabatnya adalah gangguan sekresi insulin basal. Normalnya sejumlah insulin basal disekresikan secara kontinyu pada kecepatan 0,5 U/ jam dengan pola berdenyut dengan periodisitas 12-15 menit (pulsasi) dan 120 menit (osilasi). Insulin basal ini dibutuhkan untuk meregulasi kadar glukosa puasa dan menekan produksi glukosa hati. Puncak-puncak sekresi yang berpola ini tidak ditemukan pada penderita DM yang menunjukkan hilangnya sifat sekresi yang berdenyut. Glukosa produk hati Hati merupakan jaringan yang sensitif terhadap insulin. Pada keadaan normal, insulin dan glukosa akan menghambat pemecahan glikogen dan menurunkan glukosa roduk hati. Pada DM terjadi peningkatan glukosa produk hati yang tampak pada tingginya kadar glukosa puasa. Mekanisme gangguan produksi glukosa hati belum sepenuhnya jelas. Pada penelitian yang dilakukan pada orang sehat, peningkatan kadar insulin portal sebesar 5 U/ml di atas nilai dasar akan menyebabkan lebih dari 50% penekanan produksi glukosa hati. Untuk mencapai hasil demikian, penderita DM membutuhkan kenaikan kadar insulin portal yang

lebih tinggi. Hal tersebut menunjukkan terjadinya resistensi insulin pada hati. Peningkatan produksi glukosa hati juga berkaitan dengan meningkatnya glukoneogenesis akibat peningkatan asam lemak bebas dan hormon anti insulin seperti glukagon. Resistensi insulin Organ target utama insulin adalah otot, hati dan jaringan lemak. Resistensi insulin disinonimkan dengan terganggunya pembuangan glukosa yang distimulasi insulin. Untuk mencapai normoglikemia dibutuhkan kadar plasma insulin yang lebih tinggi sehingga terjadi hiperinsulinemia yang menjadi penanda resistensi insulin. Pada otot dan jaringan lemak ditemukan kelainan kaskade sinyaling insulin yang berakibat gangguan aktivitas transporter glukosa yang diregulasi insulin (GLUT-4). Selain itu pada beberapa kasus didapatkan penurunan aktivitas tirosin kinase dan IRS-1 (Insulin Receptor Substrat-1). Hiperglikemia kronik dan asam lemak bebas yang tinggi turut berperan dalam munculnya resistensi insulin melalui glukotoksisitas dan lipotoksisitas.

Gejalan dan Tanda


poliuria - sering buang air kecil polidipsia - selalu merasa haus polifagia - selalu merasa lapar penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1 dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:
gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan, gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui

dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,


gangguan

pada sistem saraf hingga disfungsi ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,

saraf

autonom, foot

gejala

lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar nonketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.

rentan terhadap infeksi. Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Klasifikasi Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005) klasifikasi diabetes melitus, yaitu: 1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) Melalui proses imunologik Bentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida, yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan. Idiopatik Terdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal afrika dan asia.

2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glikosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan akan mengakibatkan pula

kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antibiotik oral.

3. Diabetes Melitus Tipe Lain a. Defek genetik fungsi sel beta : Kromosom 12, HNF-1 Kromosom 7, glukokinase Kromosom 20,HNF-4 Kromosom 13, insulin promoter factor Kromosom `17, HNF-1 Kromosom 2, Neuro D1 DNA Mitokondria

b. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik c. Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui pembuluh), yaitu : Pankreatitis (radang pada pankreas) Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) Neoplasma Fibrosis kistik Hemokromatosis Pankreatopati Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas)

d. Endokrinopati : Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) Sindrom cushing (terlampau banyak produksi kortikosteroid dalam tubuh) Feokromositma (tumor anbak ginjal)

Hipertiroidisme Somasostatinoma Aldostreroma

e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa f. Infeksi : Rubella Kongenital g. Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiiinsulin (tubuh menhasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glugosa ke dalam sel) h. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolframs.

4. Diabete Melitus Gestasional Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada semester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan. Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin, mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabakan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat.

Patofisiologi 1. Diabetes Tipe I

Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel ? pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).

2.

Diabetes Tipe II

Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ? tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

3.

Diabetes Gestasional

Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.

Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.

A. Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya (mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu : kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun ) kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg) riwayat keluarga DM

riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram riwayat DM pada kehamilan dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl

pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) Bukan DM DM Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler < 110 < 90 < 110 - 125 < 90 - 109 126 110 < 110 < 90 < 110 199 < 90 199 200 200 Belum pasti DM

*metode enzimatik

B.

Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985) 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan puasa semalam, selama 10-12 jam kadar glukosa darah puasa diperiksa

diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.

Penatalaksanaan Perencanaan Makan

Tujuan penatalaksanan diet pada penderita diabetes adalah:

1. 2. 3.

Memberikan semua unsur makanan esensial (mis. Vitamin dan mineral) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai Memenuhi kebutuhan energi

4. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis 5. 6. 7. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat mencegah komplikasi akut dan kronik meningkatkan kualitas hidup

Prinsip dasar diit diabetes (Perencanaan Makan Penderita Diabetes Dengan Sistem Unit, 1997) Prinsip dasar diit diabetes adalah pemberian kalori sesuai dengan kebutuhan. Cara sederhana untuk mengetahui kebutuhan dasar adalah sebagai berikut:

Untuk wanita : (Berat Badan Ideal x 25 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas Untuk pria : (Berat Badan Ideal x 30 kalori) ditambah 20 % untuk aktifitas

Prinsip kedua adalah menghindari konsumsi gula dan makanan ynag mengandung gula didalamnya. Sebaiknya juga menghindari konsumsi hidrat arang hasil dari pabrik yang berupa tepung dengan segala produknya. Hidrat arang olahan ini akan lebih cepat diubah menjadi gula di dalam darah.

Prinsip ketiga adalah mengurangi konsumsi lemak dalam makanan sehari-hari. Tubuh penderita diabetes akan lebih mengalami kelebihan lemak darah, kelebihan lemak ini berasal dari gula darah yang tidak terpakai sebagai energi.

Prinsip keempat adalah memperbanyak konsumsi serat dalam makanan. Yang terbaik adalah serat yang larut air seperti pectin (ada dalam buah apel), segala jenis kacang-kacangan dan biji-bijian (asal tidak digoreng!). serat larut air ini terbukti dapat menurunkan kadar gula darah. Semua jenis serat akan memperbaiki pencernaan, mempercepat masa transit usus, serta memperlambat penyerapan gula dan lemak.

Perencanaan makan bagi penderita diabetes sesuai standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.makanan dengan komposisi KH sampai 70-75% masih memberikan hasil yang baik. Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid) dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat 25 gr/hari, diutamakan serat larut. Pemanis buatan yang tidak bergizi, yang aman dan dapat diterima untuk digunakan pasien diabetes termasuk yang sedang hamil adalah: sakarin, aspartame, acesulfame, potassium dan sucralose (PERKENI, 2002). Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.

BAB II LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS Identitas Pasien Nama Usia : Tn.Hadi : 42 tahun

Jenis kelamin : laki laki Alamat Pekerjaan Status :::-

Keluhan Utama Sering merasa semutan Riwayat penyakit sekarang Badan semakin gemuk karena jarang olah raga Cepat lelah Sering sakit kepala terutama di pagi hari saat bangun tidur Nyeri di pangkal ibu jari kaki kiri sejak 3 hari lalu tetapi sekarang sudah membaik Pada kelopak mata atas sebelah kiri tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat psikososial Riwayat medikamentosa -

B. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran : compos mentis Status gizi : tampak gemuk dengan perut membuncit Tanda vital TD Suhu Nadi Pernafasan : 145/100 : 36,8oC : 88x/menit, volume sedang regular :24x/menit

Pemeriksaan Antopometri BB TB :85 kg :160 cm BMI = 33,2 = OBESITAS tingkat I (WHO=30-34,9)

Kepala dan wajah, mata, leher Kelopak mata atas sebelah kiri tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau, menandakan adanya xantelasma Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening leher Thorax Jantung tidak ada kelainan Paru-paru tidak ada kelainan Abdomen Nyeri tekan negatif Bising usus normal Shifting dulness negatif Lingkar perut 114 cm, normalnya pada pria lingkar perut kurang dari 90 cm. Hepar : teraba 1 jari di bawah arcus costae, kenyal, tepi tajam, permukaan licin, nyeri tekan (-) Lien : tak teraba

Ekstremitas Terdapat pembengkakan pada sendi pangkal ibu jari kaki kiri dan masih tampak sedikit kemerahan Tidak ada pembengkakakan pada sendi-sendi lain Edema (-)

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Jenis pemeriksaan Darah Hb Lekosit Trombosit LED SGOT SGPT Gula puasa HBA1C Kolesterol Kolesterol total Trigliserida Kolesterol HDL Ureum 40 mg/dl 20-40 mg/dl Normal 270mg/dl 35 mg/dl 20-200 mg/dl >45 mg/dl dislipidemia dislipidemia 292 mg/dl <200 mg/dl dislipidemia 8% 4-6,7% darah 11,5 g% 6200/mm3 212.000/uL 45 mm/jam 78 u/L 86 u/L 145 mg/dl 14-18 g% 500010.000/mm3 150.000400.000/Ul < 10 mm/jam 5-41 u/L 5-40 u/L <110 mg/dl ( anemia ) Normal Normal ( kronis ) penyakit Hasil Nilai normal hasil Interpretasi

( gangguan fungsi hati) (gangguan fungsi hati) hiperglikemi DM tidak terkontrol

Kreatinin Asam urat Urin BJ Ph Protein Glukosa Sedimen Eritrosit

1,5 mg/dl 8,5 mg/dl

0,5-1,5 mg/dl 3,4-7 mg/dl a

Normal hiperurisemi

1015 6 +1 (-)

1003-1030 5-8 -

Normal Normal Proteinuria Normal

5-6/LPB

0-3/LPB ria

microhematu Menandakan adanya penurunan fungsi ginjal

Lekosit

10-15/LPB

0-1/LPB

D. MASALAH DAN HIPOTESIS PENYEBAB MASALAH Masalah Dasar Hipotesis

Faktor resiko DM

Gula darah 145 mg/dl

puasa

Diabetes melitus tipe II

Gula darah sewaktu 210 mg/dl HBA1C 8 % Pria, usia >40 tahun Pola hidup buruk : Jarang berolah raga Obesitas tingkat I Hiperglikemi Hipertensi Diabetes melitus Hipertensi

Sakit kepala terutama pada pagi hari saat bangun tidur Cepat lelah Kesemutan Takhipnue Xantelasma

Anamnesis Anamnesis Pernafasan x/menit 24

Obesitas Diabetes melitus Obesitas Dislipidemia

Kelopak mata atas sebelah kiri tampak benjolan kekuningan sebesar kacang hijau TD : 145/100 mmHg Lingkar perut 114cm (>90cm ) BMI = 33,2 Kolesterol total >200 Trigliserida >200 HDL < 45 Protein +1 GFR = 77,14 Anemia

Hipertensi Obesitas

Sindroma metabolik Sindroma metabolik

Dislipidemia

Sindroma metabolik Fatty liver

Proteinemia

Gangguan ginjal

fungsi

Microhematuria

Hiperurisemia

Ibu jari kaki terlihat bengkak dan kemerahan Kadar asam meningkat Hepatomegali SGOT & meningkat SGPT urat

Artritis gout akut

gangguan fungsi hati -

Dislipidemia

Sindroma Metabolik Dikatakan sebagai sindroma metabolik karena memenuhi A. Kriteria WHO yaitu a. Hipertensi (tekanan darah > 140/90mmHg) b. Dislipidemia (trigliserida > 150mg/dL atau HDL-C <35mg/dL) c. Obesitas (IMT > 30kg/m2) d. Gangguan metabolisme glukosa B. Kriteria ATP III yaitu a. Peningkatan kadar trigliserida > 150 mg/dl b. Penurunan kadar HDL < 40 mg/dl c. Peningkatan tekanan darah > 130/85 mmHg d. Obesitas yang ditandai lingkar perut > 102 cm

Sindrom Metabolik

Hiperurice mia

Gout Artristis

Hiperglikem ia, Dislipide mia Insensitifit as insulin

Obesitas

Kelebihan glukosa yang menetap.

Punumpukan glukosa ke dalam sel terutama sel yang tidak memerlukan insulin(sel sel saraf,retina,lensa mata,glomeruli) Diubah menjadi sorbitol,dengan bantuan enzimaldose reduktase BP G

Glikosilasi protein Hiperten si Penurunan fungsi ginjal Pelapasan O2 hiperventil asi Proteinu ria Sel Endotel pembuluh hambatan darahMakroangio transduksi pati

Faktor pembekuan darah meningkat,visko sitas darah meningkat

Peningkatan sorbitol(sel saraf,retina,lensamata,g Merusak Menekan fungsi lomeruli,endotel) mitokondria Na-K-ATPase Na Hiperosmotik Terhambatnya dan intrasel berlebih sel edema mioinositol ke sel menstimulasi

PCK

Penatalaksanaan Non medikamentosa Modifikasigayahidup: - penurunanberatbadan. - dietrendahglukosa, rendahlemak, mengurangiasupangaram. - olah raga secarateraturdapatmenurunkandanmenjagakadarglukosadarahtetap normal, olah raga ringan yang dilakukansecarateratur . olah raga yang dianjurkan CRIPE ( continuous, rhytmical, interval, progressive, endurance training ). Sedapatmungkinmencapaizonasasaran 75-85% denyutnadimaksimal( 220-umur ). Disesuaikandengankemampuankondisipenderitadenganmenungguhasilpemeriksaan. Medikamentosa - Diabetes mellitus tipe II Golonganbiguanide : metformin 3x 500mg untukmenurunkankadarglukosadarah , mengurangiglukoneogenesis meningkatkanambilandanpemakaianglukosadiperifer. - Hipertensi I ObatSimptomatik :analgesikbilasakitkepala Kausal : ACE inhibitor : kaptopril Ace inhibitor memblokkonversiangiotensi I menjadi angiotensin II - Dislipidemia Golonganfibrat :clofibrate Digunakanuntukmenurunkantrigliseridadanmeningkatkankolesterol HDL di hepar,

- Arthritis gout akut Obat Allopurinol ( xanthine oxidase inhibitor ) 1 x300mg Untukmengurangipembentukanasamurat Obat anti inflamasiuntukserangansendikolkisin 1x 0,5 mg

BAB V DAFTAR PUSTAKA 1. Aru Sudoyo dkk. (editor), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV jilid 3, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI 2006, hal. 18491869 2. Human Physiology. Laura Lee Sheerwood, 5th ed. Thomson 3. A. Price Sylvia. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6 vol 2. Penerbit Buku Kedokteran RGC. 2003 4. Indra Rasjad dkk. (Editor), Fight Obesity : From Cells to Community. Penerbit Laboratorium Ilmu Faal FK UNIBRAW 5. Wood Diana, Greenstein Ben. At a Glance Sistem Endokrin, Edisi kedua. Penerbit Erlangga. 2007

Anda mungkin juga menyukai