Anda di halaman 1dari 3

Sultan Hamid II; Sang Tokoh Nasional dari Kalbar, namun Jasanya Tak Dikenang Setajam Cengkeraman Garuda

Oleh: Damai Yanti (F05109037)


Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenang jasa pahlawannya. Penggalan kalimat tersebut nampaknya tidak berlaku bagi tokoh nasional Sultan Hamid II yang seharusnya menjadi kebanggan masyarakat Kalimantan Barat. Mengapa demikian? Bagaimana tidak, karya seorang anak negeri sebagai pembuat desain lambang Negara, Garuda Pancasila yang nampak sangat gagah dengan sejumlah filosofi setiap goresannya dengan seketika sangat memprihatinkan karena sang pembuat desainnya sampai saat ini tak diakui. Hingga detik ini, hampir 67 tahun Indonesia merdeka, pemerintah masih belum mengakui bahwa pembuat desain lambang Garuda adalah Sultan Hamid II. Miris sekali bukan? Jangankan di kancah nasional, besar kemungkinan masyarakat Kalimantan Barat terutama para pemuda dan pemudinya juga kurang mengetahui sosok dan sepak terjang yang sangat mengesankan dari pejuang tangguh pra-kemerdekaan ini. Seorang tokoh yang berani dan siap bangkit melawan. Tidak ada kata diskriminasi dan kepentingan SARA dalam kamus hidupnya. Terbukti dengan ketika beliau menjadi ketua sebuah daerah federasi dengan nama Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) pada awal tahun 1948 yang membawahi daerah swapraja dan neo-swapraja di Kalimantan Barat. Pemerintahan DIKB terdiri dari 40 orang anggota dewan legislatif yang terdiri daripada 15 orang wakil swapraja dan neo-Swapraja, 8 orang wakil golongan etnik Dayak, 5 orang wakil etnik Melayu, 8 orang wakil etnik Cina, 4 orang wakil daripada Indo Belanda. Dalam menjalankan pemerintahan sehariannya, Sultan Hamid selaku kepala DIKB dibantu oleh sebuah Badan Pemerintah Harian (BPH) yang beranggota 5 orang, yaitu J.C Oevaang Oeray, A.F Korak, Mohamad Saleh, Lim Bak Meng, dan Nieuwhusysen (Rudi, 2011). Sebagai masyarakat Kalimantan Barat, sudah sewajarnya kita mendedikasikan jasa beliau dengan cara mengenal, menelaah, mencontoh dan meneladani sikap Sultan Hamid II. Untuk mengenal lebih dekat perlu kita buat tulisan-tulisan yang bisa memberikan sumbangsih bahwa kita mengakui keberadaannya sebagai tokoh Garuda Pancasila. Siapakah Sultan Hamid II? Sultan Hamid II yang bernama lengkap Syarif Abdul Hamid Alkadrie lahir di Pontianak, 12 Juli 1913. Beliau merupakan putra sulung Sultan Pontianak (Sultan Syarif Muhammad Alkadrie). Beliau meninggal di Jakarta, 30 Maret 1978 pada umur 64 tahun. Sultan Hamid II adalah Perancang Lambang Negara Indonesia yaitu Garuda Pancasila. Dalam tubuhnya mengalir darah Arab-Indonesia. Ia beristrikan seorang perempuan Belanda, yang memberikannya dua anak yang sekarang tinggal di Negeri Belanda. Sultan Hamid menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda (Wikipedia, 2012). Sungguh prestasi yang sangat prestisius untuk anak bangsa yang terlahir di tanah Borneo. Apa peranannya bagi Kalimantan Barat dan Indonesia? Untuk Kalimantan Barat, Sultan Hamid II dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, sebagai wakil negara-negara bagian dan daerah federasi dengan gigihnya memperjuangkan agar negara Indonesia tetap menjadi sebuah negara federal dengan

Republik Indonesia Serikat (RIS). Selaku ketua DIKB, Sultan Hamid II berusaha agar status Kalimantan Barat sebagai daerah istimewa mendapat pengakuan resmi dalam perundingan dengan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pemerintah Belanda. Secara singkat perjuangan tersebut tidak sia-sia, kedudukan Kalimantan Barat sebagai daerah istimewa dan negara-negara bagian serta daerah federasi kemudian mendapat pengakuan dalam konstitusi negara RIS (Republik Indonesia Serikat). Pengakuan terhadap daerah istimewa Kalimantan Barat itu sesuai dengan perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) yang ditanda tangani di Den Haag tentang pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS), serta persetujuan pemerintah Belanda menyerahkan kedaulatan pada tahun 1949 kepada pemerintahan RIS (Rudi, 2011). Sementara untuk Indonesia, beliau merupakan perancang lambang kenegaraan yang sampai saat ini menghiasi dinding di perkantoran dan lembaga. Namun, jasa beliau seakan tak diakui malah yang memprihatinkan sejarah terkesan seakan-akan menutupinya. Bagaimana sebenarnya sosok seorang Sultan Hamid II? Sultan Hamid II adalah seorang federalis, namun bukan berarti beliau seorang yang tidak nasionalis. Ia mendukung pembentukan negara Republik Indonesia Serikat (RIS), tetapi ia tetap menolak keinginan pemerintah Belanda untuk menjadikan Kalimantan Barat sebagai sebuah negara bagiannya. Hal ini yang dihilangkan dari sejarah! Padahal, kalau Sultan Hamid II dengan kecakapan dan keluasan jaringan diplomasinya pada saat itu, jika memang menginginkan DIKB menjadi negara bagian Belanda, maka boleh jadi Kalimantan Barat sekarang bukan bagian dari Republik ini. Cita-cita Sultan Hamid II bersama-sama Ketua-ketua Daerah Swapraja dan NeoSwapraja lainnya sederhana sekali, bahwa dengan negara federalis, mereka menginginkan kesepakatan seperti yang telah mereka buat yakni untuk membentuk pemerintahan Kalimantan Barat sebagai sebuah daerah istimewa, sebagaimana kedudukan Kesultanan Yogyakarta yang berstatus sebagai provinsi daerah istimewa yang masih wujud sampai saat ini. Tapi karena federalisnya ini Sultan Hamid menjadi korban perjuangan politiknya bahkan seumur hidup jatuh dalam fitnah pemberontak. Apa tindak nyata kita untuk mengenang jasanya? Untuk mengenang jasanya, saya sebagai satu diantara perwakilan pemuda Kalimantan Barat memberikan satu alternatif yaitu dengan memanfaatkan jejaring sosial untuk memboomingkan nama Sultan Hamid II sebagai tokoh nasional yang berasal dari Kalimantan Barat dan berusaha memperkenalkan dan membuka sejarah yang lama terpendam mengenai sosok perancang lambang kenegaraan yang sampai sekarang menjadi lambang ideologis masyarakat Indonesia. Selain pemanfaatan jejaring sosial perlu juga tindakan dari seorang pemimpin daerah khususnya Kalimantan Barat untuk melakukan suatu tindakan agar pengakuan mengenai Sultan Hamid II sebagai perancang lambang Garuda Pancasila dapat diakui dan disaksikan masyarakat Indonesia. Maka dalam hal ini, Kalimantan Barat memang memerlukan sosok yang dapat menjalankan ideologi Pancasila dengan tindakan yang nyata. harus mampu bangkit melawan segala tindak pembodohan sejarah yang seharusnya tidak dialami bangsa ini. Namanya Negara demokrasi, namun demokrasi bukanlah pembodohan. Semuanya tergantung pada sosok seorang pemimpin baik di daerah maupun suatu Negara yang tetap memiliki falsafah Indonesia yang benar adalah Ideologi Pancasila. Tentunya ideologi pancasila disini menuntut bahwa keadilan yang merata bagi masyarakat Indonesia seutuhnya. Apa yang dapat kita berikan untuk sesama manusia, tanah air dan Negara kita? Uangharta-barang? Bersuara? Pemikiran? Tenaga ? Doa? Semua itu akan sia-sia saja jika masih ada karya anak bangsa yang tidak diakui hasil karyanya. Jangan hanya menyuarakan Kami Mencintai Demokrasi Pancasila. Bagi kami: Demokrasi yaitu kebebasan menyuarakan dan bertindak dalam kebenaran. Kebenaran yang TIDAK menghina, menghujat, merugikan

individu dan orang banyak. Maka dari itu, hal ini tak lepas dari peran pemimpin. Sebagai intelektual muda, mulailah berpikir bagaimana memilih seorang pemimpin yang benar. Seorang pemimpin yang benar, wajib memahami untuk menempatkan sesuatu pada tempatnya. Dengan memilih pemimpin yang benar, maka diharapkan eksistensi Sultan Hamid II sebagai perancang lambang kenegaraan dapat diakui dan tidak ada lagi nasib pahlawan bangsa seperti Sultan Hamid II yang seakan-akan dibuat dalam skenario pembodohan publik. Referensi Rudi. 2011. Sultan Hamid II, Federalisme dan Nasib Borneo Barat. (Online). http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/09/sultanhamid-ii-federalisme-dan-nasibborneo-barat/V. Diakses 7 Agusutus 2012. Wikipedia. 2012. Sultan Hamid II. (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Sultan_Hamid_II. Diakses 7 Agustus 2012.

BIODATA PENULIS Nama Lengkap Tempat/Tanggal lahir Universitas Alamat rumah Email Akun Facebook Akun twitter : Damai Yanti : Sebangkau/ 19 Mei 1992 : Tanjungpura Pontianak : Jln. Ahmad Yani, Sepakat II : ydamai@ymail.com : Damai Yanti Syafawi : @damai_syafawi

Anda mungkin juga menyukai