Anda di halaman 1dari 9

MODUL 7

METODE-METODE FILSAFAT 3
Tujuan Instruksional Umum
Setelah perkualiahan ini mahasiswa diharapan dapat menganalisis metode-metodefilsafat.

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah pembahasan dalam modul ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis metode-metode filsafat yang meliputi sebagai berikut: Metode Descartes : Skeptis Metode Bacon : Induktif Metode Eksistensialisme : Eksistensial Metode Fenomenologi : Fenomenologis Metode Analitik : Verifikasi dan Klarifikasi

Materi Pembahasan A. METODE DESCARTES : SKEPTIS Rene Descartes (1596-1650) adalah seorang ahli matematika, saintis dan fifsul Prancis sebagai tokoh filsafat modern dan peletak dasar rasionalisme.. Dalam bidang matematika, Descartes sangat terkenal mengembangkan geometri analitis (analytical geometry).Dia menggabungkan arimetika (kuantitas lewat angka-angka) dengan geometri (kuantitas lewat

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

garis-garis dan bilangan) dengan menggunakan rumus aljabar yang dikenal sebagai Cartesiancoordinates (koordinat Kartesian). Descartes berupaya melepaskan diri dari segala gagasan filsafat yang ada dan cara berpikir tradisional agar ia dapat membaharui filsafat dan ilmu pengetahuan dengan metode baru yang tepat guna dan berdaya guna.. Suatu pengetahuan baru yang didambakan oleh Descartes adalah suatu opengetahuan yang kebenarannya tidak dapat diragukan. Pengetahuan yang benar itu haruslah berangkat dari suatu kepastian.. Disuatu tempat ada titik yang sedikitpun tidak dapat disangsikan lagi. Dari titik itulah segala-galanya menjadi pasti dan itulah yang mendasar ilomu pengetahuan. Kepastian itu harus tidak bersyarat dan tidak bergantung dari hal-hal yang dipelajari dan dialami karena segala sesuatu yang dipoelajari dan dialami sewaktu-waktu dapat berubah dan yang berubah ubah itu tidak pasti. Kebenaran yang sanggup membentuk pengetahuan baru yang pantas menjadi ilmu induk yang mengatasi seluruh ilmu pengetahuan haruslah bertitik pangkal pada suatu yang kepastiannya benar-benar tidak disangsikan. Untuk memastikan suatu itu benar ada dan bukan hanya khayalan atau impian, maka segala sesuatu harus disangsikan lebih dahulu. Demikian pula, segala tuntutan tentang kebenaran yang selama itu telah diterima sebagai kebenaran haruslah diragukan kebenarannya. Apabila lewat kesangsian yang begitu radikal ada suatu kebenaran yang sanggup bertahan sehingga tidak mungkin lagi diragukan kebenarannya. Maka kebenaran itu adalah kebenaran yang pasti, yang harus menjadi kebenaran filsafat yang pertama dan terutama (primum philosophicum) Setelah kesangsian segala sesuatu, ada suatu hal yang tidak diragukan, yaitu saya yang sedang menyangsikan segala sesuatu, sedang berpikir dan jika saya sedang berpikir itu berarti tidak dapat diragukan lagi bahwa saya pasti ada. Ini karena tidak mungkin yang tidak ada dapat berpikir dan dapat menyangsikan sesuatu. Karena itu Descartes menyatakan "aku berpikir maka aku ada" (je pense, donc je suis). Bahas Latin : cogito ergo sum. Manusia harus menjadi titik berangkat dari pemikiran yang rasional demi mencapai kebenaran yang pasti. Untuk mencapai kebenaran yang pasti itu rasio harus berperan semaksimal mungkin. Metode Descartes sangat rasionalistis. Pertama-tama dengan analisis konseptual diidentifikasikan lebih dahulu elemen-elemen sederhana (yang rumit harus direduksi mejadi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

sederha lebih dahulu). Kemudian, disintesisasikan suatu pemahaman struktur realitas dengan memahami hubungan-hbungan yang perlu yang didalamnya elemn-elemen tersebut harus berdiri satu terhadap lainnya. Aplikasi metode ini ialah mendesak ketidakpastian hingga ke batas yang paling akhir dengan memuat keterangan atau fakta yang menopang keyakinankeyakinan yang telah diterima selama itu menjadi sasaran kritik yang paling tidak kenal kompromi dan menangguhkansetiap pendapat kendati sangat masuk akal tetapi sedikit banyaknya mengandung sesuatu yang secara rasional meragukan. Perlu ditegaskan bahwa Descartes bukanlah penganut skeptimisme yang menyangsikan segala-sehalanya dan mengatakan bahwa sesungguhnya apa yang dinamakan pengetahuan itu tidak ada. Kesngsian Descartes hanyalah kesangsikan motodis belaka. B. METODE BACON : INDUKTIF Francis Bacon (1561-1626) adalah filsuh Inggris sebagai pelopor empirisme. Secara umum dapat dikatakan bahwa pendangan-pandangan Bacon bersifat praktis, konkret dan utilitaris (practical, concrete and utilitarian). Bagi Bacon untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu dibutuhkan penelitian-penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Pengetahuan itu sangat penting dan sangat diperlukan manusia karena hanya dengan pengetahuanlah manusia sanggup menaklukkan alam kodrat. Oleh karena itu, ungkapan Plato :pengetahuan adalah kekuasaan (knowlwdge is power) menjadi semboyan Bacon. Selanjutnya bacon berupaya memperbaiki dan menyempurnakan konsepsi mengenai metode-metode ilmiah yang telah dikenal. Bagi, Bagon. Logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional hanya dapat membantu mewujudkan konsekwensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan demi memperoleh pengetahuan yang benar-benar berguna, konkret dan praktis, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode induktif. Bacon berhasil menemukan suatu metode induksi baru yang benar-benar dapat dipertangungjawabkan. Metode induksi tradisional yang dikenal dengan nama induction by

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

simple enumeration (induksi melalui penjumlahan sederhana) tidak dapat diandalkan untuk meraih pengetahuan yang benar. Induksi tradisional dapat dilukiskan sebagai berikut: "... Menurut sahibulhikayat, konon seorang petugas sesnsus yang sedang mendaftaskan nama-nama di suatu desa di Welsh. Orang pertama yang disdaftarkannya bernama Willian Williams, demikian pula yang kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. Sesudah sekian banyak yang didaftarkan, ia pun berpkir dalam hatinya bahwa betapa membosankan pekerjaanya itu karena sudah jelas semua warga desa itu bernama William Williams. Karena itu , cukup menghidup jumlah mereka sekalian dan sesudah itu ia boleh pergi berlibur. Tetapi sayang ia keliru karena ada seoreang di antara mereka yang bernama John Jones.. " Bacon menegaskan bahwa kita tidak boleh menjadi sama seperti laba-laba yang memintal jaringnya daripada yang ada di dalam tubuhnya atau seperti semut yang samatamata hanya tahu mengumpulkan, melainkan kita harus sama seperti lebah yang tahu bagaimana mengumpulkan tetapi juga tahu bagaimana menata. Metode silogistis deduktif digambarkannya dengan laba-laba itu, metode induktif tradisional seperti semut yang hanya tahu mengump[ulkan dan metode induktif yang telah disempurnakannya sama dengan lebah yang tahu mengumpul dan menata. Metode induktif yang dikembangkan Bacon dapat diuraikan contoh sebagai berikut: "... Bacon ingin mengetahui tentang sifat panas yang diduganya m,erupakan gerakan-gerakan tidak teratur yang cepat dari bagian-bagian kecil dari suatu benda. Ia lalu membuat daftar dari benda-benda yang memiliki tingkatan panas berbeda. Lewat penelitian dan penyelidikan yang saksama terhadap daftar dari masing-masing kelompok benda itu, ia berupaya menemukan karakterisktik yang senantiasa hadir pada benda-benda panas, karakterisktik yang tidak terdapat dapa benda-benda dingin dan yang selalu ada pada benda-benda yang memiliki tingkatan panas yang berbeda. Dengan demikian, ia berharap akan berhasil menemukan suatu hukum yang berlaku umum tentang apa yang diselidikinya itu..". Bacon, memang bukan penemu metode induktif, namun ia berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode ini melalui pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat demi meraih kebenaran ilmiah yang konkret, praktis, dan bermanfaat bagi manusia. Aristoteles sebenarnya telah melakukan penelitian dan observasi

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

dengan metode induktif, namun kekurangan eksperimentasi. Bacon mengembangkan metode induktif baru, dengan observasi yang ekstensif dan eksperimentasi yang sistematis. C. Metode Ekistensialisme : Eksistensi Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan akal budi dan meolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk memahami manusia yang berada di dalam dunia, yakni manusia yang berada pada situasi yang khusus danunik. Blackkham mengatakan bahwa eksistensialisme adalah filsafat keberadaan, suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha rasionalisasi pemikiran yang absrak tentang kebenaran. Metode yang digunakan oleh para pemikir eksistensialisme disebut metode Eksistensial., yang ditujukan kepada rasionalisme idealistis Hegel yang dianggapnya telah mati dan tidak berguna lagi. Eksistensial mengakui adanya kebenaran ilmiah yang objektif, tetapi bagi mereka kebenaran ilmiah yang objektif itu tidak bengitu penting. Mereka berpendapat bahwa yang paling penting ialah kebenaran subjektif. Kebenaran adalah subjektivitas (truth is subjectivity). Tentu saja itu tidak berarti setiap keyakinan subjektif adalah kebenaran. Akan tetapi para filsuf eksistensial menegaskan bahwa kebenaran haruslah senantiasa bersifat personal dan tidak semata-mata proporsional. Para oemikir eksistensial pada umumnya sependapat bahwa tidak seorangpun dapat meraih kebenaran hanya dengan menjadi penonton atau hanya dengan melakukan observasi, selain harus berperan serta dalam kehidupan itu sendiri. Hal itu yang menjadi titik berangkan metode eksistensial. Kebenaran hanya dapat ditemukan di dalam yang konkret dan bukan di dalam yang abnstrak. Kebenaran hanya dapat dijumpai di dalam yang eksistensial dan bukan secara rasional. Metode eksistensial merupakan kebalikan dari metode ilmiah tradisioanl. Metode ilmiah tradisioanl menkonsentrasikan pandangan pada apa yang sedang berada di dalam suatu tabung percobaan. Adapun metode eksistensial mengkonsentrasikan padangan mereka pada manusia yang berada di luar tabung percobaan, yaitu yang sedang melakukan percobaan itu. Dengan demikian subjektifitas lebih berguna daripada objektifitas, dan nilai

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

lebih perlu daripada fakta. Memang harus diakui bahwa justru itulah yang terlupakan dalam berbagai motode lain yang telah dikenal selama itu, yang selalu memutlakan objektifitas. Umat manusia masa kini patut berterima kasih pada filsuf eksistensialistis yang dengan berani telah menyampaikan koreksi yang amat dibutuhkan terhadap metode-metode yag begitu memutlakkan objektivitas. Kebenaran tidak selamanyanya bersifat objektif ilmiah, Kebenaran, termasuk juga kebenaran religius, haruslah bersifat personal. Dengan demikian, filsuf eksistensialis telah memperluas horizon kita dengan satu dimensi kebenaran yang telah terabaikan selama ini. D. Metode Fenomenologi : Fenomenologis Tokoh Edmund Husserl (1859-1938) dari Jerman adalah pelopor Metode Fenomenologis. Metode ini bersumber dari pembedaan yang dilakukan oleh Immanuel Khant antara noumenal (alam yang sesungguhnya) dan phenomenal (yang tampak/terlihat) dan juga merupakan pengembangan dari phenomenalogiy of spirit-nya Hegel) Husserl adalah juga ahli matematika yang bertolek dari filsafat ilmu. Ia merasa betapa pentingnya memberi landasan pemikiran filsafat kepada persoalan-persoalan teoritis yang diajukan demi mencapai kebenaran. Ia pun bertekad untuk mencapai kebenaran yang sanggup menjadi landasan segala pengetahuan manusia. Ada kebenaran bagi semua dan manusia dapat mencapai kebenaran itu. Akan tetapi, Husserl melihat bahwa sesungguhnya di dalam filsafat itu sendiri kesesuaian dan kesepakatan karena tidak adanya metode yang tepat sebagai pegangan yang dapat diandalkan. Ia merasa perlu mencari dan menciptakan suatu metode yang benar-benar ilmiah. Metode yang benar-benara ilmiah adalah metode yang sanggup membuat fenomena menampakkan diri sesuai dengan realitas yang sesungguhnya tanpa memanipulasinya. Perhatian haruslah terpusat kepada fenomena itu tanpa praduga apa pun. (terarah kepada benda itu sendiri : zu den sachenselbst). Dalam keterarahan kepada benda itu, sesungguhnya benda itu sendirilah yang dibiarkan untuk mengungkapkan hakikat dirinya sendiri. Berangkat dari proses pemikiran yang demikian itu lahirlah metode fenomenologis. Sulitnya mengungkapkan sendiri benda-benda tentang hakiatnya endiri,oleh sebab itu hakikat fenomena yang sesungguhnya berada di balik yang menampakkan diri itu.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

Pengamatan pertama (first look) belum sanggup membuat fenomena itu mengungkapkan hakikat dirinya, Karena itu, diperlukan pengamatan kedua (second look) yang disebut sebagai Pengaatan Intuitif. Pengamatan Intuitif harus melewati tiga tahap reduksi atau tiga tahap penyaringan, yaitu: 1. reduksi fenomenologis, ditempuh dengan menyisihkan atau menyaring pengalaman pengamatan pertama yang terarah kepada eksistensi fenomena. Pengalaman indrawi itu tidak ditolak, tetapi perlu disisihkan dan disaring lebih dahulu sehingga tersingkirlah segala prasangka, praanggapan dan pra teori, baik yang berdasarkan keyakinan tradisional, maupun yang berdasarkan keyakinan agamais, bahkan seluruh keyakinan dan pandangan yang telah dimiliki sebelumnya, segala sesuatu yang diketahui dan dipahami, lewat pengamatan biasa terhadap fenomena itu , harus diuji sedemikian rupa dan tidak boleh diterima begitu saja. Fenomena itu diamati dalam hubungannya dengan kesadaran tanpa melakukan redleksi terhadap faktafakta yang ditemukan lewat pengematan itu karena yang utama dalam hidup ini ilah menemukan dan menyimngkirkan subjektivitas-subjektivitas yang merupakan penghambat bagi fenomena itu dalam mengungkapkan hakikat dirinya. 2. Reduksi eidetis, tahap ini segala sesuatu yang dilihat harus dianalisis seara cermat dan lengkap agar tidak ada yang terlupakan. Dalam upaya menganalisis fenomena yang diamati dengan cermat dan lengkap itu, perhatian pengamat harus senantiasa terarah kepada isi yang paling fundamental dan segala sesuatu yang bersifat paling hakiki. 3. Reduksi transendental, menyisihkan dan menyaring semua hubungan antara fenomena yang diamati dan fenomena lainnya. Misalnya saja fenomena yang diamati itu adalah diri kita sendiri. Kita harus menyadari bahwa diri kita sendiri senantiasa memiliki hubungan engan fenomena lainnya, yang berada di luar kita. Ketergantungan yang demikian itu membuat kita senantiasa berada dalam suatu situasi yang tertentu, seperti kita sedang makan, sedang menulis , sedang mandi dsb. Pengelaman-pengalaman yang demikian jelas merupakan hal-hal yang harus disishkan karena merupakan bagian dari kesadaran empiris. Reduksi transedental

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

harus menemukan kesadaran murni dengan menyisihkan kesadaran empiris sehingga kesadaran diri sendiri tidak lagi berlandaskan pada keterhubungan dengan fenomena lainya. Kesadaran diri yang telah bebas dari kesadaran empiris itu mengatasi seluruh pengalaman, maka bersifat transenetal. Metode fenomenologis sesungguhnya amat berguna bagi penelitian di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan filsafat karena dengan menggunakan metode ini hal-hal yang sangat hakiki dapat ditemukan. Metode ini nperlu digunakan bersama dengan metoda lain. E. Metode Analitik : Verifikasi dan Klarifikasi Filsafat Analitik disebut Lingkaran Wina, menolak metefisika karena mereka sependapat bahwa metefisika tidak "dipertanggungjawabkan" secara ilmiah.Metode ini dipaparkan dengan dua metode kontemporer, yaitu: 1. Metode Verifikasi atau Konfirmasi Prinsip verifikasi ialah agar suatu pernyataan (statement) benar-benar penuh arti dimana pernyataan itu haruslah diverifikasi (synthetic) oleh salah satu atau lebih dari kelima pancaindera. Verifikasi dapat berupa verifikasi kuat danlemat dan verifikasi revisi dengan memasukan unsur lain seperti pengelaman. Metode ini disebut juga metode Konfirmasi. 2. Metode Klarifikasi Peloprnya adalah Wittgenstein, yang mengatakan apabila suatu pertanyaan dapat diajukan, pertanyaan itu pun seyogyanya dapat dijawab. Akan tetapi, kenyataannya, tidak semua pertanyaan yang diajukan itu benar-benar bermakna. Agar tidak terperangkap ke dalam persoalan-persoalan filsafat yang tidak berarti, yang bersumber dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak bermakna itu, harus ditemukan peraturan-peraturan tentang permainan bahasa (language game) yang digunakan lewat ungkapan bahasa sehari-hari. Lewat analisis bahasa , seseorang akandapat membuat jelas (clarify) arti bahasa sebagaimana yang dimaksud oleg orang yang menggunakan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

bahasa itu. Metode ini dsebut juga metode analisis bahasa, secara logis. Metode ini disebut juga dengan metode Klarifikasi. Soal / Tugas Jawablah pertanyaan berikut ini! 1. Jelaskanlah metode skeptis yang dikemukan oleh Descartes? 2. Kenapa Bacon, mengunakan metodenya Induktif. Jelaskanlah! 3. Apakah pandangan para tokoh yang mengemukan metode Eksistensial? 4. Jelaskanlah Metode Fenomenologis? 5. Jelaskanlah Prinsip-prinsip yang terkandung dalam metode Analitik?

Daftar Pustaka: 1. Abidin, Zainal. 2003. Filsafat Manusia. Cet. Ke 3. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2. Kartanegara, Mulyadi. 2005. The Best Chicken Soup of The Philosophers (terj. Ahmad Fadhil). Jakarta. Himah 3. Rapar, Jan Hndrik. 2005. Pengantar Filsafat. Cet. Ke-10. Jokyakarta. Kanisius. 4. Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula (terj.) Cet. Ke-1. Jokyakarta. Kanisius..

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Dr. Syahrial Syarbaini, MA, Ph.D.

FILSAFAT UMUM

Anda mungkin juga menyukai