Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kain Sasirangan Sasirangan merupakan kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur kemudian diikat tali rafia dan selanjutnya dicelup. Kerajinan kain Sasirangan asal mulanya adalah kain yang dipakai pada saat upacara adat dari daerah Banjar, terutama bagi mereka yang masih keturunan bangsawan, selain itu pada masa lampau kain Sasirangan ini dipakai untuk kesembuhan bagi orang yang tertimpa suatu penyakit (6). Sasirangan biasa diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala industri rumah tangga. Industri kain sasirangan dalam pembuatannya sebagaimana industri tekstil lainnya banyak melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan. Dalam pewarnaan, digunakan bahan-bahan pewarna sintetik seperti pewarnaan naphtol dan senyawaan garam. Pemakaian bahan pewarna sintetis ini tentu saja mengakibatkan limbah cair yang dihasilkan sebagai buangan mengandung berbagai macam pencemar, seperti fenol, senyawa anorganik sintesis, dan logam berat (7). 1. Alat dan Bahan Pembuatan Kain Sasirangan Dalam proses pembuatan kain sasirangan, diperlukan bahan-bahan sebagai berikut (8): a. Kain Pada awalnya, bahan baku untuk membuat kain adalah serat kapas (katun). Dalam perkembangannya, bahan baku kain Sasirangan tidak hanya kapas, tetapi juga non kapas, seperti: polyester, rayon, sutera, dan lain-lain. b. Pewarna Secara umum, ada dua macam bahan yang digunakan sebagai pewarna, yaitu pewarna alami dan kimiawi. Bahan pewarna alami, di antaranya adalah: daun pandan, temulawak, dan akar-akar seperti kayu 17

18 kebuau, jambal, karamunting, mengkudu, gambir, dan air pohon pisang. Bahan pewarna kimiawi. Oleh karena bahan-bahan pewarna alami sulit didapat dan prosesnya sangat lama (hingga berhari-hari), maka para pengrajin kain Sasirangan banyak beralih menggunakan pewarna kimia, selain bahan bakunya mudah didapat, prosesnya pewarnaannya juga lebih mudah dan cepat. Jenis zat pewarna kimiawi yang sering digunakan antara lain warna direct, warna basis, warna asam, warna belerang, warna hydron, warna bejana, warna bejana larut, warna napthol, warna disperse, warna reaktif, warna rapid, warna pigmen dan warna oksidasi. Selain itu, untuk menambah kesan anggun dan mewah juga digunakan zat warna prada. c. Perintang atau Pengikat Selain kedua jenis bahan utama di atas, bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan kain Sasirangan adalah bahan perintang atau pengikat. Bahan perintang tersebut biasanya terbuat dari benang kapas, benang polyester, rafia, benang ban, serat nanas dan lainnya. Fungsi bahan perintang tersebut adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu dari kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan. Oleh karenanya, bahan perintang harus mempunyai spesifikasi khusus, di antaranya adalah: 1) Tidak dapat terwarnai oleh zat warna, sehingga mampu menjaga bagian-bagian tertentu dari zat warna yang tidak diinginkan. 2) Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat. 3) Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi. 2. Proses Pembuatan kain Sasirangan Adapun proses pembuatan kain Sasirangan adalah sebagai berikut (9): a. Penyiapan bahan kain dan pewarna. Tahapan paling awal pembuatan kain Sasirangan adalah pengadaan kain dan pewarna kain. Saat ini, telah tersedia banyak

19 macam kain yang siap pakai, sehingga untuk membuat kain Sasirangan tidak perlu lagi dimulai dengan pemintalan kapas. Hanya saja, biasanya kain-kain yang dijual ditoko kain sudah difinish atau dikanji. Padahal, kanji tersebut dapat menghalangi penyerapan kain terhadap zat pewarna. Oleh karenanya, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penghilangan kanji dari kain. Kegiatan penghilangan kanji dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu (9): 1) Direndam dengan air. Kain yang hendak dibuat Sasirangan direndam dalam air selama satu atau dua hari, kemudian dibilas. Namun cara ini tidak banyak disukai, karena prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul mikro organisme yang dapat merusak kain. 2) Direndam dengan asam. Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chlorida selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan zat asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam. 3) Direndam dengan enzym. Bahan kain yang hendak dibuat Sasirangan dimasak dengan larutan enzym (Rapidase, Novofermasol dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d 45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing 5 menit, dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih. b. Pengadaan pewarna kain Selain pengadaan kain, hal lain yang harus dipersiapkan adalah zat pewarna, baik yang alami atau kimiawi. Kecermatan penggunaan pewarna merupakan hal yang sangat penting dalam pembuatan kain Sasirangan. Oleh karenaya, dalam pengadaan pewarna harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Harus mempunyai warna sehingga dapat meng-absorbs cahaya.

20 2) Dapat larut dalam air atau mudah dilarutkan. 3) Zat warna harus mempunyai affinitas terhadap serat (dapat menempel), tidak luntur, dan tahan terhadap sinar matahari. 4) Zat warna harus dapat berdifusi pada serat. 5) Zat warna harus mempunyai susunan yang stabil setelah meresap ke dalam serat. c. Pembuatan pola desain dan jahitan Setelah kain bersih dari kanji, maka tahap selanjutnya adalah pemotongan dan penjahitan. Adapun prosesnya sebagai berikut: 1) Kain dipotong-potong sesuai dengan kebutuhan. Jika yang hendak dibuat adalah kain Sasirangan untuk selendang, maka kain dipotong sesuai ukuran selendang yang hendak dibuat. 2) Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan pola motif . 3) Kemudian pola motif tersebut dijahit (dismoke) menggunakan benang (atau bahan perintang lainnya) dengan jarak 1 - 2 mm atau 2 -3 mm. 4) Benang pada setiap jahitan-jahitan pola tersebut ditarik kencang sampai rapat dan membentuk kerutan-kerutan. d. Pewarnaan pada kain Setelah pola kain dijahit, maka tahap selanjutnya adalah pewarnaan. Pewarnaan merupakan proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan keahlian khusus. Pewarnaan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan, tetapi harus dilakukan secara teliti dan cermat berdasarkan kepada jenis kain dan kombinasi warna yang akan dibuat. Dengan ketelitian dan kecermatan, maka akan dihasilkan sebuah kombinasi warna yang elok dan anggun. Secara garis besar, proses pewarnaan kain Sasirangan adalah sebagai berikut: 1) Zat pewarna yang hendak digunakan dilarutkan menggunakan air, atau medium lain yang dapat melarut zat warna tersebut.

21 2) Kemudian kain yang telah dismoke dimasukkan ke dalam larutan zat pewarna atau dengan dicolet (seperti membatik) dengan larutan tersebut sehingga terjadi penyerapan zat warna kedalam serat. Ada tiga cara pewarnaan kain Sasirangan, yaitu: a) Pencelupan. Tehnik pencelupan digunakan apabila yang diinginkan hanya satu warna saja. Kain yang dicelup ke dalam larutan zat pewarna akan mempunyai satu warna yang rata kecuali pada bagian kain yang dijahit/dismoke akan tetap berwarna putih. b) Pencoletan. Kain pada bagian yang telah dismoke ataupun di antara smoke-smoke diwarnai dengan cara dicolet. Pewarnaan dengan cara dicolet biasanya dilakukan apabila motif yang dibuat memerlukan banyak warna (lebih dari satu warna). Tentu saja, waktu yang dibutuhkan akan lebih lama dari sistem celupan. c) Pencelupan dan Pencoletan. Cara ini menggabungkan kedua tehnik di atas. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan cara mencelupkan kain. Biasanya cara ini digunakan untuk membuat warna dasar pada kain. Kemudian dicolet dengan variasi warna sebagaimana telah direncanakan. 3) Setelah itu diteliti dengan seksama tingkat kerataan

pewarnaannya. Caranya ini harus dilakukan agar hasilnya maksimal. e. Pelepasan Jahitan 1) Setelah proses pewarnaan kain Sasirangan selesai, kemudian kain dicuci sampai bersih dengan menggunakan air dingin. 2) Selanjutnya jahitan-jahitan pada kain dilepas. 3) Kain yang sudah dicuci kemudian dijemur, tetapi tidak boleh terkena sinar matahari langsung.

22 f. Finisihing Proses terakhir dari pembuatan kain Sasirangan adalah proses penyempurnaan, yaitu merapikan kain agar tidak kumal. Untuk merapikan kain, biasanya dengan menggunakan setrika.

B. Syarat Pengeluaran Air Limbah Industri Industri tekstil ternyata menimbulkan masalah yang serius bagi lingkungan terutama masalah yang diakibatkan oleh limbah cair yan dihasilkan. Industri tekstil mengeluarkan air limbah dengan parameter BOD, COD, padatan tersuspensi dan warna yang relatif tinggi. Disamping itu limbah cair ini dapat pula mengandung logam berat yang bergantung pada cat warna yang digunakan. Umumnya tujuan dari pengolahan limbah cair industri tekstil adalah mengurangi tingkat polutan organik, logam berat, padatan tersuspensi dan warna sebelum dibuang ke badan air (10). Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pasal 38 dijelaskan bahwa setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin. Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud adalah wajib dicantumkan (11): 1. Kewajiban untuk mengolah limbah. 2. Persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan. 3. Persyaratan cara pembuangan air limbah. 4. Persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat. 5. Persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah. 6. Persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran

23 air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan. 7. Larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan. 8. Larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan;. 9. Kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau. Selanjutnya untuk mencegahan dampak negatif dari air limbah, maka sebelum dibuang kelingkungan limbah cair tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut (11): 1. Tidak mengkontaminasi sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran permukaan tanah. 3. Tidak menyebabkan pencemaran air untuk mandi, perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi. 4. Tidak dapat dihinggapi serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor. 5. Tidak terbuka kena udara luar (jika tidak diolah) serta tidak dapat dicapai oleh anak-anak. 6. Baunya tidak mengganggu. Berikut tata cara pemberian izin pembuangan air limbah berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air (12): 1. Pemohon mengajukan izin kepada Bupati/Walikota melalui kepala instansi yang bertanggung jawab di Kabupaten/Kota. 2. Surat permohonan izin dibuat dalam jumlah rangkap tertentu sesuai dengan kebijakan Bupati/Walikota. 3. Kepala Instansi yang bertanggung jawab di Kabupaten/Kota memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan izin, apabila tidak lengkap dikirim kembali ke pemohon izin.

24 4. Kepala instansi yang bertanggung jawab di kab/kota menugaskan tim teknis untuk melakukan telaahan dan memproses permohonan izin. 5. Tim teknis perizinan menelaah dan memproses berkas permohonan izin meliputi tahap: a. Kunjungan lapangan apabila diperlukan. b. Sidang pembahasan. c. Penyusunan konsep surat izin. 6. Bupati/ walikota menerbitkan, menangguhkan, atau menolak surat izin. 7. Surat izin, surat penangguhan, atau surat penolakan diterima pemohon izin.

C. Karakteristik Limbah Cair Sasirangan Permasalahan lingkungan saat ini yang dominan salah satunya adalah limbah cair berasal dari industri. Limbah cair yang tidak dikelola akan menimbulkan dampak yang luar biasa pada perairan, khususnya sumber daya air. Kelangkaan sumber daya air di masa mendatang dan bencana alam semisal erosi, banjir, dan kepunahan ekosistem perairan tidak pelak lagi dapat terjadi apabila kita kaum akademisi tidak peduli terhadap permasalahan tersebut. Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu (2): 1. Karakteristik Fisika Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, diantaranya : a. Total Solid (TS) Merupakan padatan didalam air yang terdiri dari bahan organik maupun anorganik yang larut, mengendap, atau tersuspensi dalam air. b. Total Suspended Solid (TSS) Total Suspenden Solid (TSS) merupakan jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada didalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.

25 c. Warna Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abuabu menjadi kehitaman. d. Kekeruhan Kekeruhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik. e. Temperatur Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari hari. f. Bau Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika. 2. Karateristik Kimia a. Biological Oxygen Demand (BOD) Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan di dalam air. b. Chemical Oxygen Demand (COD) Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml O2/ liter. c. Dissolved Oxygen (DO) adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperatur dan salinitas d. Ammonia (NH3) Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi

26 dengan chlor. Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia. tergantung pada pH larutan. e. Sulfida Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan limbah secara biologi jika

konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin. f. Fenol Fenol mudah masuk lewat kulit. Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan kematian. g. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme. h. Logam Berat Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat. 3. Karakteristik Biologi Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yang dikonsumsi sebagai air minum dan air bersih. Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Berikut baku mutu air limbah bagi kawasan industri berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini (13).

27 Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Kawasan Industri


Satuan Kadar Maksimum 6-9 mg/L 150 mg/L 50 mg/L 100 mg/L 1 mg/L 20 mg/L 1 mg/L 15 mg/L 10 mg/L 0,1 mg/L 0,5 mg/L 1 mg/L 2 mg/L 1 mg/L 0,5 mg/L 10 0,8 L perdetik per Ha Lahan Kawasan Terpakai Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 Parameter pH TSS BOD COD Sulfida Amonia (NH3-N) Fenol Minyak dan Lemak MBAS Kadmium Krom Heksavalen (Cr6+) Krom Total (Cr) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) Nikel (N1) Seng (Zn) Kuantitas Air Limbah Maksimum

D. Komposisi Bahan Teknologi Tepat Guna 1. Pasir Silika Salah satu adsorben alternatif yang menjanjikan adalah pasir karena disamping tersedia luas di hampir setiap tempat juga harganya yang relatif murah. Filter pasir silika merupakan salah satu unit yang cukup efektif untuk digunakan untuk pemisahan kekeruhan. Kandungan silika bermuatan ion positif dapat menarik pengotor air bermuatan negatif. (14,15). Pada alat, pasir disusun menyerupai saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Saringan pasir lambat adalah saringan yang menggunakan pasir sebagai media filter. Unit ini sudah menjadi teknologi pengolahan air yang efektif lebih dari 150 tahun. Saringan pasir lambat ini dikenal di Inggris sebelum tahun 1830, dan pertama kalinya menjadi instalasi yang sukses dalam pengolahan untuk air minum. Saringan pasir lambat merupakan saringan air yang dibuat dengan menggunakan lapisan

28 pasir dibagian atas dan kerikil pada bagian bawah. Air bersih didapatkan dengan jalan menyaring air baku melewati pasir terlebih dahulu kemudian melewati lapisan kerikil. Sedangkan, saringan pasir cepat merupakan kebalikan dari saringan pasir lambat. Air bersih didapatkan melewati lapisan kerikil terlebih dahulu kemudian melewati saringan pasir (16,17). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Febriwahyudi (2012), diketahui bahwa pasir yang berukuran 0,25-0,42 mm dengan ketebalan 50 cm dapat memfilter air dengan kecepatan 0,1 m/jam, ketebalan 80 cm dapat memfilter air dengan kecepatan 0,3 m/jam, dan dengan ketebalan 100 cm dapat memfilter 0,6 m/jam. Diketahui juga bahwa tercapai efektifitas removal sebesar 93,1% untuk total coli, 95,3% untuk zat organik, 95,7% untuk kekeruhan dengan variabel ketebalan 100cm dan untuk variabel ketebalan 80 cm efektifitas removalnya sebesar 88,1% untuk total coli. Sedangkan untuk ketebalan 50cm masih belum tercapai efektifitas removal yang baik (18). 2. Spons atau Kapas Filter Kapas filter berfungsi sebagai filter fisik. Spons atau kapas filter digunakan untuk menahan turunnya pasir silika atau partikel-partikel lain yang ada di air limbah sasirangan. Hasil tergantung pada ketebalan dan kerapatan kapas yang digunakan (16). 3. Arang aktif Arang aktif yang dibuat dari tempurung kelapa merupakan bahan adsorben yang baik digunakan dalam proses adsorpsi. Arang batok kelapa dalam bentuk granular, relatif mudah dalam mendapatkannya, harganya relatif murah dan bisa dipakai berulang-ulang (regenerasi) sehingga menjadi nilai positif tersendiri untuk memilih arang batok kelapa sebagai adsorben. Pemanasan tempurung kelapa pada suhu 700OC 900OC menghasilkan arang aktif yang dihasilkan kan mempunyai ukuran rata-rata pori sebesar 20 . Dengan demikian dapat dicapai luas permukaan maksimum, sehingga menjadikan permukaan arang aktif tersebut bersifat hidrofobik dan mudah menyerap air. Berdasarkan penelitian yang

29 dilakukan oleh Raditya (2003), diketahui bahwa efisiensi removal adsorben arang batok kelapa dapat mengurangi konsentrasi warna dari limbah cair batik. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Sumarni (2012) yang menyatakan bahwa pemfilteran arang aktif dengan pasir dengan ketebalan pada media sebesar 80 cm, efektif menurunkan kadar BOD, COD, dan TSS (19,20,21). 4. Kerikil Berdasarkan penelitian yang dilakukan Febriwahyudi (2012), diketahui bahwa kerikil dengan 20-30 mm setebal 20cm pada pipa PVC 1/2 inchi dapat berfungsi sebagai lapisan penyangga yang berfungsi untuk mencegah keluarnya pasir pada pengolahan saringan pasir lambat. Sedangkan, batu kerikil pada penelitian diletakkan setelah kapas yang sebelumnya digunakan untuk menahan pasir. Kerikil yang digunakan dibedakan menjadi kerikil kecil (20 mm) dan kerikil besar (30 mm). Kerikil akan ikut memfiltrasi zat zat padat yang terkandung di dalam air limbah (16,18). 5. Batu Zeolit Zeolit juga digunakan sebagai adsorben. Zeolit merupakan media berpori yang dapat digunakan untuk menyaring molekul berdasarkan perbedaan ukuran, bentuk, dan polaritas dari molekul yang disaring. Zeolit dapat menyaring molekul karena mempunyai pori-pori yang berukuran cukup besar dengan diameter 28. Molekul yang berukuran lebih kecil dari pori tersebut akan terjerap, sedangkan yang berukuran lebih besar akan tertolak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rosyida tahun 2011, diketahui bahwa zeolit aktif dapat mereduksi TSS sebesar 19,4% dan COD sebesar 29%, BOD 30,8% Proses filtrasi dengan zeolit aktif dapat menurunkan TSS, BOD dan COD yang lebih baik dibanding dengan filtrasi dengan karbon aktif (22). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mifbakhuddin (2008) diketahui bahwa zeloit dengan diameter pori 0,5 mm. Sedangkan ukuran ketebalan pada pipa, Berdasarkan hasil penelitian Curki (2004) diketahui

30 bahwa ketebalan filter zeolit dari variasi ketebalan filter 50 cm, 60 cm, dan 70 cm, persentase tingkat penurunan kesadahan tertinggi adalah pada ketebalan 70 cm (23). 6. Kapas Kapas berfungsi hampir sama dengan kapas filter yaitu sebagai filter fisik. Kapas filter digunakan untuk menahan partikel-partikel lain yang ada di air limbah sasirangan. Hasil tergantung pada ketebalan dan kerapatan kapas yang digunakan (16).

Anda mungkin juga menyukai