Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan terhadap faktor faktor luar yang berbahaya.1 Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah. Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh. Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini sebagia faktor resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan penanganannya.

1.2 Tujuan Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai perdarahan subkonjungtiva terkait alur diagnosis serta penatalaksanaannya.

BAB II LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Pekerjaan Status Menikah Tanggal masuk perawatan : Tn Habib : 49 Tahun : Mertoyudan : Pegawai Swasta : Sudah Menikah : 5 Juli 2013

2. ANAMNESIS Keluhan Utama: Mata kiri merah Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah dan terasa mengganjal. Keluhan ini sudah dirasakan sejak kemarin sore setelah pasien jatuh terguling dari sepeda motor dan mengenai daerah mata kiri, saat kejadian pasien memakai helm. Saat kejadian pasien mengaku perih pada mata kiri namun sekarang sudah tidak perih, awalnya timbul kemerahan kecil seperti darah pada mata kiri namun sekarang bertambah besar. Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur, tidak gatal dan tidak nerocos dan tidak keluar lodok.Pasien mengaku belum memeriksakan ke dokter mata dan belum mengkonsumsi obat apapun. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien belum pernah mengeluh seperti ini sebelumnya Riwayat Trauma pada mata kiri diakui 1 hari yang lalu Riwayat Hipertensi diakui

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan seperti ini sebelumnya
2

Riwayat Hipertensi pada keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, pasien berobat dengan biaya sendiri (pasien umum). Kesan ekonomi cukup.

3. PEMERIKSAAN FISIK Status Umum Kesadaran Aktivitas Kooperatif Status gizi Vital Sign TD Nadi RR Suhu : 140/100 mmHg : 80 x/menit : 18 x/menit : 36,60 C : Compos mentis : Normoaktif : Kooperatif : Baik

Status Generalis : Dalam batas normal Status Ophtalmicus (5 Juli 2013)


PEMERIKSAAN Visus Koreksi Bulbus okuli OCULUS DEXTER(OD) 6/6 Add S+2,00 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-) Palpebra hematom (-), nyeri tekan(-), blefarospasme (-) OCULUS SINISTER(OS) 6/6 Add S+2,00 Gerak bola mata normal, enoftalmus (-), eksoftalmus (-), strabismus (-) hematom (+) dan nyeri tekan (+) 3

lagoftalmus (-), ektropion (-), entropion (-)

blefarospasme (-) lagoftalmus(-) ektropion (-), entropion (-)

Konjungtiva

Edema (-), injeksi konjungtiva (-) infiltrat (-) laserasi (-) perdarahan (-)

Tidak ditemukan edema/kemotik konjungtiva injeksi konjungtiva (-) infiltrat (-) laserasi (-) perdarahan (+), 2 buah pada arah nasal dan temporal batas tegas ukuran 8x5 mm pada arah nasal dan 11x7 mm pada arah temporal

Sklera

Putih injeksi siliar (-) ruptur (-) laserasi (-)

Merah (arah nasal dan temporal) injeksi siliar (-) ruptur (-) laserasi (-)

Kornea

Bulat, edema (-) keratik presipitat (-) infiltrat (-) sikatriks (-)

Bulat, edema (-) keratik presipitat (-) infiltrat (-) sikatriks (-) jernih , kedalaman cukup hipopion (-), hifema (-), Kripta (-) synekia (-) bulat, diameter 3mm, letak sentral, refleks pupil langsung (+), refleks pupil tak langsung (+) Jernih

Camera Oculi Anterior

Jernih, kedalaman cukup, hipopion (-), hifema (-),

Iris

Kripta (-) synekia (-)

Pupil

bulat, diameter 3mm, letak sentral, refleks pupil langsung (+), refleks pupil tak langsung (+)

Lensa

Jernih

Luksasi (-) Gambaran stelata (-) Vitreus Fundus Refleks Funduskopi Jernih Cemerlang Papil N II bulat, batas tegas CDR 0,3 Perdarahan (-) TIO Sistem Lakrimasi Secara digital normal Epifora (-), lakrimasi (-)

Luksasi (-) Gambaran stelata (-) Jernih Cemerlang Papil N II bulat, batas tegas CDR 0,3 Perdarahan (-) Secara digital normal Epifora (-), lakrimasi (-)

4. DIAGNOSA DIFFERENSIAL OS a. Perdarahan Subkonjungtiva ditegakkan karena: Dasar diagnosis : Gejala subjektif : Mata merah timbul setelah terjatuh dari sepeda motor Semakin lama merah yang timbul semakin membesar Tidak nyeri, tidak mengeluhkan pandangan kabur, tidak gatal, tidak nerocos dan tidak keluar lodok

Gejala objektif : Ditemukan perdarahan pada konjungtiva berbatas tegas 2 buah pada arah nasal dan temporal batas tegas ukuran 8x5 mm pada arah nasal dan 11x7 mm pada arah temporal b Trauma tumpul pada kornea Disingkirkan karena tidak terdapatnya tanda edema kornea, dan visus penderita masih baik. c. Trauma tumpul uvea Disingkirkan karena tidak terdapatnya gambaran iridoplegia dan iridodialisis. d. Trauma tumpul COA (Camera Occuli Anterior) Disingkirkan karena tidak terdapatnya gambaran hifema, dan visus penderita masih baik. e. Trauma tumpul pada lensa Disingkirkan karena tidak ditemukan adanya dislokasi ataupun luksasi dari lensa, visus penderita tidak menurun / masih baiik. f. Trauma tumpul retina dan koroid Disingkirkan karena tidak terdapatnya gambaran edema retina, dan tajam penglihatan tidak menurun, pada funduskopi tidak didapatkan adanya edema makula. g.Konjungtivitis Disingkirkan karena pada anamnesa tidak ditemukan adanya keluhan gatal, tidak nerocos dan tidak keluar lodok, sedangkan pada pemeriksaan fisik kemerahan yang ditemukan pada kasus berbatas tegas, bewarna merah dan tidak terjadi ekstravasasi, juga tidak terdapat secret.
6

h.Episkleritis Disingkirkan karena pada anamnesa tidak didapatkan keluhan mata terasa kering dengan rasa sakit yang ringan, sedangkan pada pemeriksaan fisik kemerahan setempat berbatas tegas yang ditemukan pada kasus tidak berwarna merah keunguan, juga tidak ditemukan konjungtiva kemotik.

DIAGNOSA DIFFERENSIAL ODS : a. Presbiopi ditegakkan karena : Usia pasien 49 tahun dan pada pasien didapatkan addisi S + 2,00 b. Hipermetropi Disingkirkan karena dari pada pasien tidak ditemukan keluhan pandangan kabur saat melihat dekat, dan juga pada pemeriksaan visus 6/6 sehingga tidak diperlukan koreksi.

5. DIAGNOSIS KERJA 1. 2. 3. OS Perdarahan Sub Konjungtiva ODS Presbiopi Hipertensi Grade I

6. TERAPI a. Terapi non medikamentosa Edukasi : 1. Menjelaskan pada pasien bahwa kondisi ini akan membaik dengan sendirinya, perdarahan subkonjungtiva dapat diserap dalam satu atau dua minggu. Biasanya, pemulihan terjadi utuh, tanpa adanya masalah jangka panjang 2. Menyuruh pasien kontrol ke poli setelah 1 minggu atau segera kembali jika perdarahan bertambah luas (mata bertambah merah). 3. Mengingatkan pasien agar mengkonsumsi obat minum dan juga memakai obat tetes mata secara teratur. 4. Menganjurkan pasien untuk mengontrol hipertensi dengan rutin berobat ke dokter internist

5. Memberikan nasihat kepada pasien agar menjaga kebersihan mata dan jangan mengucek mata agar tidak terjadi infeksi.

b. Terapi Medikamentosa Topikal: - Gentamisin 4x1 tts Oral: - Asam Tranexamat tablet 3x1 tablet Parenteral: Supportif: Kompres hangat pada mata kiri Operatif : Resep kacamata : Add S + 2,00

ASAM TRANEKSAMAT Farmakologi : Asam traneksamat merupakan inhibitor fibrinolitik sintetik bentuk trans dari asam karboksilat sikloheksana aminometil. Secara in vitro, asam traneksamat 10 kali lebih poten dari asam aminokaproat. Asam traneksamat merupakan competitive inhibitor dari aktivator plasminogen dan penghambat plasmin. Plasmin sendiri berperan

menghancurkan fibrinogen, fibrin dan faktor pembekuan darah lain, oleh karena itu asam traneksamat dapat digunakan untuk membantu mengatasi perdarahan akibat fibrinolisis yang berlebihan.

Indikasi :

Fibrinolisis pada menoragia, epistaksis, traumatic hyphaemia, neoplasma tertentu, komplikasi

pada persalinan (obstetric complications) dan berbagai prosedur operasi termasuk operasi kandung kemih, prostatektomi atau konisasi serviks.

Hemofilia pada pencabutan gigi dan profilaksis pada angioedema herediter.

Kontraindikasi :

Penderita yang hipersensitif terhadap asam traneksamat. Penderita perdarahan subarakhnoid. Penderita dengan riwayat tromboembolik. Tidak diberikan pada pasien dengan pembekuan intravaskular aktif. Penderita buta warna.

Dosis :

Fibrinolisis lokal : angioneuritik edema herediter; 1-1 gram (oral) 2-3 x sehari. Perdarahan abdominal setelah operasi : 1 gram 3 x sehari (injeksi IV pelan-pelan) pada 3 hari pertama, dilanjutkan pemberian oral 1 gram 3-4 x sehari (mulai pada hari ke-4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuria secara makroskopis). Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan peroral 1 gram 3-4 x sehari selama 7 hari.

Perdarahan setelah operasi gigi pada penderita hemophilia

Efek samping :

Gangguan pada saluran pencernaan (mual, muntah, diare) gejala ini akan hilang bila dosis dikurangi.

Hipotensi jarang terjadi.

Peringatan dan perhatian :

Hati-hati jika diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal karena risiko akumulasi.

Hati-hati jika diberikan pada penderita hematuria. Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui. Hati-hati pada setiap kondisi yang merupakan predisposisi trombosis. Hati-hati pemberian pada anak-anak.

GENTAMISIN EYE DROP KOMPOSISI / KANDUNGAN Cendo Gentamycin Tetes Mata Tiap 1 ml Cendo Gentamycin mengandung Gentamisin sulfat 0,3%
9

FARMAKOLOGI (CARA KERJA OBAT) Cendo Gentamycin mengandung antibiotik gentamisin sulfat, suatu antibiotik golongan aminoglikosida. Gentamisin mempunyai aktivas terhadap bakteri Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, dan bakteri yang rentan lainnya.

INDIKASI / KEGUNAAN Indikasi Cendo Gentamycin adalah :


Konjungtivits, Blefaritis, Blefarokonjungtivitis, Keratitis, tukak kornea, Keratokonjungtivitis, Dakriosistitis.

KONTRAINDIKASI Cendo Gentamycin tidak boleh diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap gentamicin. DOSIS DAN ATURAN PAKAI Dosis yang lazim diberikan adalah : Cendo Gentamycin tetes mata : 1 2 tetes atau lebih tiap 4 jam pada mata yang terinfeksi. EFEK SAMPING Efek samping gentamisin yang dapat terjadi : o Reaksi hipersensitivitas atau alergi dapat terjadi meskipun jarang. o Iritasi o Superinfeksi dapat terjadi. PERINGATAN DAN PERHATIAN o Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau jangka panjang dapat menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan mikroorganisme yang tidak peka. KEMASAN Cendo Gentamycin Tetes Mata, botol @ 5 ml.

10

7. PROGNOSIS OCULUS DEXTER (OD) Quo Ad Visam Quo Ad Sanam : : Ad bonam Ad bonam Ad bonam Ad bonam Ad bonam OCULUS SINISTER (OS) Ad bonam Ad bonam Ad bonam Ad bonam Ad bonam

Quo Ad Functionam : Quo Ad Kosmetikam : Quo Ad Vitam :

8. RUJUKAN Dalam kasus ini dilakukan Rujukan ke Disiplin Ilmu Kedokteran Lainnya, yaitu konsul ke bagian penyakit Interna.

11

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu : 1. Anatomi kelopak mata Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis. 2. Anatomi sistem lakrimal Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu : Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior. 3. Anatomi konjungtiva Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu : Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
12

Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. 4. Anatomi bola mata Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu : Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor). Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. 5. Anatomi rongga orbita Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama sama tulang palatinum dan zigomatikus. Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam) : Kornea Kamera okuli anterior Iris Lensa Kamera okuli posterior (vitreus body) Retina Nervus optikus

13

Gambar 1. Anatomi mata 2

2.2 Fisiologi Konjungtiva Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu : Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.4 Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbi Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali
14

kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa. 4

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5

Pasokan darah, limfe dan persarafan Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 4 Histologi konjungtiva : Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut
15

terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 10% jumlah sel basal.3 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel epitel skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.4 Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

2.3 Perdarahan Subkonjungtiva A. Definisi Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6

16

B. Sinonim 6 Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah: 1. bleeding in the eye 2. eye injury 3. ruptured blood vessels 4. blood in the eye 5. bleeding under the conjunctiva 6. bloodshot eye 7. pinkeye

C. Epidemiologi Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%). Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan. Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 8

D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera. Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).
17

Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan. Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9

E. Patofisiologi Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera. Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa sakit. 6 Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva. .Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan

18

pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan. 3 Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4 2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

F. Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai

kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 11 2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin) 3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata) 4. Hipertensi12 5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C. 6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 13 7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
19

8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever). 9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung. 10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula. 14 11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

G. Diagnosis dan pemeriksaan Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan. Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. 16 Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa ada trauma organ mata lainnya. 6 Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,

20

pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit. 16 H. Diagnosis banding 6 1. Konjungtivitis, hal ini dikarenakan memiliki kesamaan pada klinisnya yaitu mata merah. 2. Konjungtivitis hemoragik akut 3. Sarcoma kaposi

I. Penatalaksanaan Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3 Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan berulang.17 Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini : 1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan. 2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat) 3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan 4. Riwayat hipertensi 5. Riwayat trauma pada mata.

21

J. Komplikasi Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3 Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler. 6

K. Prognosis Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6

2.4. PRESBIOPIA Definisi Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.3 Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi. 1 Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan pada penderita presbiopia.

22

Diterangkan bahwa: terjadi kekakuan lensa seiring dengan bertambahnya usia, sehingga kemampuan lensa untuk memfokuskan bayangan saat melihat dekat. Hal tersebut menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat. 1 Etiologi Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: Kelemahan otot akomodasi Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa 1

Patofisiologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang. 1 Gejala Klinis o Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair dan sering terasa pedas. o Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil. o Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. o Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun untuk ras lainnya. 1 Pemeriksaan a. Alat - Kartu Snellen - Kartu baca dekat - Seuah set lensa coba - Bingkai percobaan4 a. Teknik

23

- Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat poitif, negatif ataupun astigmatismat) - Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca) - Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca dekat - Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan - Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu4 b. Nilai Ukuran lensa yang memberikan ketajaman penglihatan sempurna merupakan ukuran lensa yang diperlukan untuk adisi kacamata baca. Hubungan lensa adisi dan umur biasanya: 1,4 40 sampai 45 tahun 1.0 dioptri 45 sampai 50 tahun 1.5 dioptri 50 sampai 55 tahun 2.0 dioptri 55 sampai 60 tahun 2.5 dioptri 60 tahun 3.0 dioptri Penatalaksanaan Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur 40 tahun (umur rata rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50 Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara: 1. kacamata baca untuk melihat dekat saja 2. kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain 3. kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di segmen bawah
4.

kacamata progressive mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh, tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.2,4

24

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology 2006 Thieme Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart. New York; Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscapes Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 8 Februari 2012, dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012 American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage/42u3upr2 Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation/9372 Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin. Kansan. USA. Diakses pada
25

7.

8.

9. 10.

11.

12.

13.

tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin/3i2r43 14. Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com Mimura T, Yamagami S et all. Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/jornal: Subconjuntival Hemorrhage and Conjuntivochalasis/as23u Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed. 2002. McGraw-Hill, Massachusetts. Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 8 Februari 2012/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

15.

16.

17.

26

Anda mungkin juga menyukai