Anda di halaman 1dari 37

Menjadi Ibu dimasa Kini Menjadi ibu jaman sekarang, adalah tugas yang penuh tantangan.

Ada berbagai persoalan besar yang dihadapi para ibu dalam rangka membesarkan anaknya di masa sekarang dibandingkan di masa-masa dahulu. Sebagaimana dicatat oleh Lamanna dan Riedman (1994), berbagai persoalan itu misalnya: 1. Semakin banyaknya ibu yang bekerja dan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga. Hal ini mengakibatkan semakin minimnya waktu yang bisa diberikan oleh ibu untuk memfokuskan perhatian mereka kepada anak. 2. Adanya standard yang lebih besar untuk membesarkan anak dibandingkan jaman dulu: Misalnya membesarkan anak sekarang tidak boleh memakai kekerasan (sudah ada UndangUndang Anti Kekerasan terhadap Anak) sehingga perlu mengembangkan teknik lain, anak dituntut masyarakat untuk menguasai berbagai ketrampilan yang lebih kompleks daripada dulu (misalnya harus bisa internet, sempoa, bisa berenang, bisa bahasa Inggris dan Mandarin, materi pelajaran yang sangat banyak, dll.); juga kenyataan bahwa saat ini memiliki anak yang bisa lulus kuliah dan berpendidikan baik bukan lagi pilihan tapi semacam keharusan. 3. Orang tua jaman sekarang membesarkan anak dalam masyarakat majemuk yang memiliki berbagai nilai keyakinan yang beraneka rupa, yang kadang bisa menimbulkan konflik. Hal ini terjadi karena makin majunya teknologi yang memungkinkan penyebaran informasi dan nilainilai keyakinan melalui berbagai sumber seperti: TV, film-film, buku, musik, internet, dll. yang bisa saja bertentangan dengan nilai-nilai yang telah kita ajarkan pada anak. 4. Semakin getolnya orang-orang melakukan penelitian bagi perkembangan anak. Berbagai hasil penelitian meyakinkan bahwa sikap orang tua terhadap anak mempengaruhi IQ, kemampuan menghargai diri sendiri anak, keberhasilan anak di masa mendatang, kepribadian anak, dll. Hal ini semakin membuat orang tua, terutama ibu, yang sering ditunjuk sebagai petugas membesarkan anak di rumah, menjadi merasa bersalah dan cemas, takut bila telah melakukan kesalahan dalam membesarkan anak. 5. Jenis keluarga yang semakin beragam dengan adanya kawin cerai, memungkinkan orang memiliki anak tiri, keluarga tanpa bapak atau ibu dll. Sehingga persoalan-persoalan yang dihadapi para keluargapun semakin kompleks dan beragam. Namun lepas dari semua persoalan itu, tetap perlu diingat juga bahwa kita saat ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dari orangtua jaman dulu. Misalnya di saat ini pemahaman tentang kesehatan sudah semakin membaik. Banyak penyakit anak yang sudah ditemukan obatnya, sehingga orang tua sudah tidak begitu kawatir lagi dibandingkan sekian tahun yang lampau mengenai kesehatan anak. Informasi mudah tersebar, sehingga memungkinkan pemberian informasi tentang perawatan anak melalui berbagai seminar, buku-buku petunjuk dan hasil2 penelitian yang dapat membantu cara membesarkan anak, baik dari TV, internet, film dll. Masa sekarang suami juga lebih terlibat dalam pengasuhan anak dibandingkan masa dulu, sehingga suami bisa menjadi teman sekerja para ibu dalam membesarkan anak, sehingga tanggung jawab pengasuhan anak tidak hanya dibebankan pada kaum ibu saja. Dalam berbagai tantangannya menjadi ibu jaman sekarang, Semua ibu tentu mendambakan untuk dapat membesarkan anak yang berhasil meskipun harus berhadapan dengan tantangan jaman ini. Dalam hal ini, hal pertama yang perlu dikaji tentu adalah apakah konsep anak yang berhasil yang telah kita miliki itu sudah tepat. Seperti apakah anak berhasil? Apakah mereka yang bisa sukses menjadi orang kaya, bergelar kesarjanaan tertentu, patuh dan tunduk pada perintah orang tua? Kita sering terjebak dalam konsep anak yang berhasil hanyalah anak yang melulu memiliki segala hal yang dapat memberikan kebanggaan bagi orang tua di depan masyarakat. Terkadang kita lupa mencantumkan pentingnya perasaan anak kita sendiri tentang bagaimana menjadi dirinya. Bettelheim (1987) menegaskan bahwa indikasi bahwa kita telah membesarkan anak dengan benar bukan hanya produk luar bahwa anak itu telah mencapai gelar kesarjanaan tertentu atau jumlah materi ini atau itu. Tetapi yang terutama adalah bahwa anak tersebut menjadi orang yang mampu mengatasi persoalan-persoalan hidupnya bahkan yang berat. Ia mampu melakukan hal tersebut terutama karena dia memiliki rasa aman terhadap dirinya sendiri, meskipun bukan berarti bahwa dia tidak selalu bebas dari rasa ragu terhadap dirinya sendiri (karena hanya orang-orang yang terlalu sombong yang sama sekali tak pernah ragu akan

dirinya sendiri). Ia orang yang punya inner- life yang kaya (kehidupan di dalam pribadinya) dan membahagiakan, yang membuatnya puas akan hidupnya sendiri. Mampu menjaga hubungan yang memuaskan, tahan lama, dan dekat dengan orang lain, baik orang tua, saudarasaudara, serta orang-orang yang dikasihinya. Mereka juga orang yang bisa menikmati pekerjaannya, dan puas dengan apa yang dibuatnya dalam kehidupan ini. Anak-anak yang seperti inilah yang dapat bertahan dalam arus kehidupan yang bagaimanapun juga, yang tidak mudah terpengaruh meskipun diterpa arus informasi yang mungkin saja menyesatkan seperti sekarang ini, baik melalui TV, internet, film, musik dll. Sebagai orang beriman kita tentu memiliki konsep pula bahwa anak yang berhasil adalah anak yang suatu kali akan menemukan TUHAN-nya, menerima Kristus sebagai juru selamat pribadinya dan menjadi bagian dari orang-orang yang diselamatkan. Seperti diungkapkan oleh seorang penulis bahwa tugas utama seorang ibu dalam membesarkan anak adalah mengenalkan anaknya pada sang Khalik yang telah mengirimnya ke kandungan seorang ibu, supaya bahkan sejak anak dalam kandungan sang ibu, ibu sudah mulai berdoa dan membimbing supaya si anak dapat belajar tentang Tuhannya, sehingga suatu saat si anak dapat mengenalNya dan berbicara kepada Tuhannya. Dalam hal ini, maka yang disebut membesarkan anak dengan benar bukan hanya menciptakan anak yang sekedar patuh pada perintah orang tua, dan baik dalam pandangan masyarakat saja, tapi yang penting adalah anak yang mampu mengembangkan prinsip hidupnya sendiri yang bertanggung jawab, mandiri, kreatif, dan memiliki kehidupan pribadi yang hidup, dan menikmati serta bahagia menjadi dirinya sendiri, dan yang tak kalah penting adalah mengenal Allahnya yang benar. Membesarkan Anak Sebelum kita berbicara tentang teknik membesarkan anak, ada yang perlu diperhatikan seperti yang dinyatakan oleh Bettleheim (1987) bahwa membesarkan setiap anak memiliki pengalaman yang berbeda-beda antara anak satu dan yang lain. Setiap anak begitu unik, sehingga Bettelheim (1987) pun berpendapat bahwa teori untuk membesarkan anak tidak bisa begitu saja digeneralisir untuk semua orang. Beberapa penelitian juga dicatat oleh Gray (2001) menemukan bahwa setiap anakpun mempengaruhi cara orang tua membesarkan anak-anak itu dengan cara yang berbeda. Setiap anak menimbulkan perasaan yang berbeda di dalam hati orang tuanya, setiap anak bereaksi dengan cara yang berbeda pula dalam menanggapi tindakan orang tuanya, sehingga hal ini juga rupanya membuat orang tuanya memperlakukan anak dengan cara yang khas sendiri-sendiri. Hal di atas dapat diartikan bahwa meskipun kita punya teori tentang membesarkan anak, namun kita tidak boleh terjebak, dan berpatokan mati terhadap teori-teori tersebut. Namun sebaliknya kita harus selalu tanggap terhadap sifat UNIK sang anak. Dicontohkan oleh Bettleheim (1987) bahwa seperti dalam bermain catur, kita mungkin pernah belajar tentang metode bermain catur, namun saat benar-benar bermain, kita tidak pernah tahu bagaimana langkah yang akan ditempuh lawan catur kita. Sama seperti saat kita bermain catur, kitapun tidak pernah bisa menduga bagaimana reaksi anak, dan seberapa efektif langkah yang telah kita tempuh. Sehubungan dengan hal di atas, maka hal yang diperlukan untuk menjadi ibu yang efektif bukanlah hanya sekedar teknik, tetapi yang lebih utama adalah menjadi ibu yang tanggap, dan sensitive terhadap kebutuhan dan reaksi anak. Sebagaimana Bettleheim (1987) mengggaris bawahi bahwa orang tua harus selalu bersedia mengevaluasi setiap langkah yang dibuatnya dan melihat apakah langkah mereka sudah efektif. Untuk hal ini, maka keahlian pertama yang paling penting dalam membesarkan anak adalah sikap empati terhadap anak, yaitu berusaha menyelami apa yang kira-kira dirasakan oleh anak, apa sebenarnya motif dari setiap tindakan anak, apa kebutuhan yang sedang dipenuhi oleh anak-anak sehingga mereka bersikap tertentu. Dengan kemampuan ini orang tua dapat menilai apakah tindakan yang telah dilakukannya tepat bagi anak tersebut, atau sebaliknya justru telah melukai perasaan anaknya, yang menyebabkan reaksi yang diharapkan dalam jangka panjang. Pada saat yang sama, hal lain yang perlu dimiliki adalah kemampuan menyelami perasaan kita sendiri. Hal ini sangat penting mengingat hubungan antara ibu dan anak adalah hubungan antara dua individu. Para ibu bukanlah robot yang tidak memiliki perasaan, keterbatasan-

keterbatasan dan kelelahan dalam menghadapi reaksi-reaksi anak yang mungkin jauh dari yang diinginkan. Memahami apa yang sedang sedang rasakan dan pikirkan dalam menghadapi anak akan menolong para ibu untuk dapat menempatkan porsi yang semestinya bagi perasaan dan pikirannya sehingga tidak perlu kehabisan energi dan tetap menikmati tugas sebagai ibu. Saat reaksi antara ibu dan anak begitu intens, para ibu perlu untuk berhenti sejenak untuk menempatkan pikiran dan perasaannya pada takaran yang semestinya. Pada saat yang sama para ibu perlu mengevaluasi, sebenarnya apa motif perilakunya sendiri saat menghadapi anakanaknya, niat di hatinya sendiri sehingga ia bersikap tertentu terhadap anak. Benarkah ia berniat demi kepentingan anak? Atau ia sebenarnya sedang memanipulasi anak demi kepentingan pribadi mereka sendiri? Lebih lanjut Bettleheim (1987) menyebutkan bahwa untuk menjadi orang tua yang baik, (dalam hal ini menjadi ibu yang baik), orang tua harus mampu merasa aman dan tidak cemas dalam perannya sebagai orang tua, dan hubungannya dengan anaknya. Penting pula mengenali bagaimana perasaan kita sendiri menjadi orangtua bagi anak tersebut. Menjadi orang tua yang baik hanya bisa dimulai dengan rasa nyamannya menjadi orang tua dan kegembiraannya menjalani peran sebagai orang tua. Rasa aman ini akan membuat anak juga merasa aman tentang dirinya sendiri (Bettleheim, 1987). Sebelum kita membicarakan tentang bagaimana membesarkan seorang anak, yang perlu juga kita sadari adalah bahwa kita tidak hanya sedang mengajarkan kepada anak melalui apa yang kita katakan, tetapi sebagaimana dicatat dalam banyak penelitian bahwa anak belajar dari apa yang kita lakukan (Lasswell & Lasswell (1987). Orang tua adalah model nyata bagi anak. Sehingga untuk mengajarkan anak untuk berkembang menjadi orang yang baik, kita sendiri harus telah menjadi contoh hidup dari hal-hal yang kita ajarkan kepada anak kita. Oleh karena itu, sebelum kita sibuk memikirkan teknik apa yang tepat dan mengevaluasi teknikteknik kita, sangat perlu kita juga selalu mengevaluasi kita sendiri saat ini ada di mana dalam jenjang atau tahap perkembangan hidup kita sendiri. Oleh karena itu, perlunya terus menjadi orang yang bertumbuh, berkembang bukan saja menjadi tugas bagi anak-anak kita, tetapi terutama tentu juga menjadi PR bagi diri kita sendiri. Sebagaimana tugas kita untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak kita dan mengajarkan kepada anak-anak kita cara memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, kitapun harus perduli dan mau belajar tentang bagaimana memenuhi kebutuhan kita sendiri sebagai manusia yang terus bertumbuh dan perlu untuk bertumbuh. Hanya dengan cara inilah anak-anak kita mendapat contoh hidup mengenai kehidupan yang tak pernah mandeg, proses belajar yang tak pernah berhenti, perjuangan untuk menjadi lebih baik yang tak pernah berkesudahan. Pertanyaan berikutnya: adalah bagaimana dapat mampu menyelami kebutuhan anak, maupun menyelami kebutuhan kita sendiri sebagai ibu. Untuk mampu berempati terhadap perasaan dan kebutuhan anak, dan mengevaluasi sampai di mana perkembangan hidup kita sendiri, salah satu teori perkembangan anak mungkin dapat memberikan gambaran tentang kebutuhan anak dan kebutuhan kita sendiri sesuai dengan tahap usia anak maupun usia kita sendiri. Delapan tahap perkembangan Erikson (dalam Santrock, 1995). 1. Trust vs mistrust (percaya tidak percaya): tahun pertama Pada anak usia ini, mereka membutuhkan perasaan nyaman secara fisik, bebas dari rasa takut dan cemas akan kelangsungan hidupnya. Bila kebutuhan anak dasar dipenuhi oleh pengasuh dengan kasih sayang, pengasuh tanggap dan peka terhadap kebutuhan anak, maka anak akan berkembang menjadi anak yang memiliki trust(kepercayaan) akan orang di sekitarnya. Ia akan percaya bahwa dunia dimana dia tinggal adalah dunia yang baik. Sebaliknya bila anak diasuh dengan kasar, kebutuhan fisiknya tidak dipenuhi, merasakan ketidaknyamanan fisik dan memiliki rasa cemas dan takut, maka ia akan mengembangkan mistrust (ketidakpercayaan). Dia cemas akan dunia di sekitarnya. Sehingga tugas utama ibu pada masa ini adalah memenuhi kebutuhan fisiknya, membebaskan anak-anak ini dari rasa cemas dan takut. Bettleheim (1987) menambahkahan bahwa perkembangan diri, punya dasar pada body-self (tubuh fisik) satu hal terbaik yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk membantu anak mengembangkan body-self yang positif terhadap tubuhnya adalah dengan membuatnya merasa baik mengenai tubuhnya dan apa yang bisa dilakukan tubuh bagi anak itu, dan betapa orang tua menghargai tubuh anak dan menyayanginya, sehingga anak akan melakukan hal

yang sama terhadap tubuhnya sendiri. Hal ini bisa ditunjukkan oleh ibu dengan cara merawat anak dengan lembut dan menghargainya. Penghargaan orang tua ini akan membuat anak menyadari juga untuk menghargai tubuhnya sendiri, dan punya keinginan supaya tubuhnya tidak rusak. Di masa-masa mendatang, penghargaan terhadap tubuhnya sendiri ini bisa menjadi dasar bagi terhindarnya anak dari tindakan-tindakan merusak tubuhnya baik melalui obat-obatan terlarang, rokok, seks bebas dll. 2. Otonomi vs doubt (Otonomi Rasa malu atau ragu-ragu): tahun ke-2. Pada umur ini, bayi yang memiliki rasa percaya pada lingkungannya akan berani mencoba beberapa hal, dan akhirnya tahu bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Ia mengembangkan kemampuan otonomi atau kemandirian. Apabila orang tua mendukung, memuji usahanya, dia akan semakin yakin bahwa ia mampu merasakan kemandirian mereka. Namun sebaliknya jika bayi dibatasi, dihukum terlalu keras yang tidak pada tempatnya, maka cenderung akan mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu akan kemampuan dirinya (doubt/ragu-ragu). Sehingga tugas utama ibu pada masa ini adalah mendukung anak, memuji usaha-nya untuk mandiri, memberikan pengakuan yang diperlukan anak sehingga anak meyakini bahwa ia memiliki otonomi atas hidupnya sendiri. 3. Industry vs guilty feeling (Prakarsa Rasa bersalah): usia pra-sekolah 3-5 th. Pada perkembangan berikutnya anak-anak dihadapkan pada tantangan yang lebih luas, lingkungan yang lebih luas. Anak-anak yang memiliki kemandirian, dalam masa sekolahnya semakin ingin menunjukkan bahwa ia mampu membuat sesuatu, punya prakarsa memproduksi sesuatu, memiliki keberhasilan-keberhasilan dalam hidupnya. Sebaliknya bila anak ragu-ragu, ia tidak akan dapat memproduksi terlalu banyak dalam masa sekolahnya. Hal ini akan menimbulkan perasaan bersalah dalam diri anak dan rasa cemas. Pada masa ini ibu perlu memberikan pengakuan atas keberhasilan anak sekecil apapun, meyakinkan anak bahwa dengan usahanya ia akan mampu menghasilkan sesuatu. Kritik yang berlebihan hanya akan menimbulkan perasaan bersalah dalam diri anak. Pertanyaan bagi kita semua, sejauhmana kita sudah menyatakan pengakuan kita terhadap anak kita selama ini? 4. Tekun dan rasa rendah diri (tahun 6 sampe awal pubertas).Anak-anak yang tahu bahwa ia mampu memiliki prakarsa dan menghasilkan sesuatu yang baik, menyadari bahwa pekerjaannya tidak sia-sia. Mereka akan mengembangkan sikap tekun dalam menjalani tantangan-tantangan di masa kanaknya. Sebaliknya, anak yang memiliki banyak rasa bersalah, merasa tidak mampu berprakarsa dan menghasilkan sesuatu yang berharga akan mengembangkan sikap rendah diri. Dihadapkan pada masalah bersekolah, orang tua dan anak sering dihadapkan pada konflik terutama hal-hal yang berhubungan dengan prestasi anak di sekolah. Dalam hal ini perlu dipahami bahwa tahap kemampuan berpikir seorang anak dan orang tua itu berbeda. Kemampuan orang tua untuk berpikir jangka panjang, mampu membuat orang tua begitu kawatir dengan prestasi belajar anak-anaknya yang rendah, yang mungkin bisa membuat masa depannya terasa suram. Sementara anak sendiri berpikir yang dimaksudkan dengan masa depan adalah besok pagi, karena kemampuan berpikirnya masih pada hal-hal yang terlihat dengan jelas, tampak di depan mata, yaitu hari ini, sementara bagi orang tua, esok hari adalah sangat penting. 5. Identitas dan kebingungan identitas (masa remaja 10-20th). Kemampuan berpikir anak mulai berkembang, pada masa ini anak mulai mencari jati dirinya. Anak yang sebelumnya telah mengembangkan kemandirian, industry, dan rasa tekun akan memiliki gambaran diri yang jelas tentang dirinya. Sementara yang dipenuhi rasa ragu, rasa bersalah, rasa rendah diri akan mengalami kebingungan siapakah dirinya. Pada masa ini ibu perlu menyadari sikap khas masa ini adalah bahwa anak sedang berusaha menunjukkan bahwa dirinya memiliki kemauan mereka sendiri yang mungkin berbeda dari kemauan sang ibu. Ibu perlu menunjukkan penghargaannya atas kemandirian anak dan pemahamannya atas ide-ide anak yang mungkin berbeda dari sang ibu, meskipun tanpa harus selalu setuju atas ide-ide tersebut. Komunikasi yang baik yang telah dipupuk dari masa-masa sebelumnya akan menjadi jembatan bagi dilakukannya diskusi antara kedua belah pihak. 6. Intimacy vs Isolation (Keakraban keterkucilan) masa dewasa awal 20-an, 30-an). Pada masa ini seseorang mulai menghadapi tugas perkembangan untuk membentuk relasi yang akrab dengan orang lain. Orang yang telah menemukan jati dirinya, cenderung tidak mengalami kesulitan membentuk hubungan dengan orang lain. Punya rasa percaya diri, dan

juga kepercayaan terhadap orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, orang-orang yang masih mengalami kebingungan siapakah dirinya, memiliki persoalan-persoalan harga diri, akan mengalami kesulitan dalam membina hubungan yang akrab dengan orang lain, sehingga mengalami perasaan terkucil, kesepian, terisolasi. Bila para ibu sedang berada pada masa ini, perlu diperhatikan apakah kebutuhan intimacynya sendiri telah terpenuhi dengan baik dalam hubungannya dengan suami. Penelitian membuktikan bahwa kepuasan pernikahan dengan suami sangat menentukan kesehatan mental, tingkat stress, maupun kesehatan fisik para ibu (Ross, Mirowsky, & Goldsteen, 1990). Belsky and Fish (1991) juga menemukan bahwa ibuibu yang tidak puas terhadap perkawinannya dengan suami mempengaruhi sikapnya terhadap anak, ibu-ibu ini cenderung menjadi lebih tidak sensitive terhadap kebutuhan anak-anaknya. 7. Bangkit dan Mandeg (masa pertengahan 40-an, 50-an tahun) Pada masa ini seseorang akan mulai mengarahkan dirinya untuk orang lain. Hidupnya mulai berkembang berpikir untuk orang-orang lain di sekitarnya, untuk suaminya, untuk anakanaknya, untuk masyarakat di sekitarnya. Orang yang gagal di masa ini akan masih berkutat dengan dirinya sendiri, segala sesuatu untuk dirinya, dan tidak mau berpikir untuk kepentingan orang lain. Hal ini disebabkan akan kehausannya pada masa-masa sebelumnya bahwa ia tak pernah mendapatkan perhatian dan kasih seperti yang dia inginkan. Oleh karena ibu-ibu perlu melihat dirinya sendiri apakah dia sudah bisa mengatasi keinginannya sendiri untuk selalu menjadi pusat perhatian, pusat kasih sayang, ataukah sudah bisa berkembang menjadi orang yang bersedia memberi dan berkorban bagi orang-orang di sekitarnya. 8. Keutuhan dan keputusasaan (masa akhir dewasa 60-an tahun). Pada masa ini seseorang akan menoleh ke masa lalu dan mengevaluasi apa yang telah mereka lalukan dalam kehidupan mereka. Bila mereka melihat bahwa hidup mereka berharga dan telah mencapai hal-hal yang baik maka akan menimbulkan perasaan utuh, bahwa ia telah melampaui hidupnya dengan baik. Sebaliknya bila dia melihat tidak ada pencapaian yang berarti dalam hidupnya ia akan mengalami keputusasaan dan kehampaan dalam hidup. Fakta Penelitian mengenai Praktek Pengasuhan Anak Sehubungan dengan fakta tentang pengasuhan anak, ada beberapa hal yang mungkin perlu diingat sebagaimana dicatat oleh Laswell & Laswell (1987): 1. Tokoh di psikologi menekankan pentingnya pengalaman awal seorang anak, yang akan membentuk menjadi seperti apa anak kelak. Namun, mereka percaya kemampuan untuk berubah itu ada, namun makin tua, perubahan itu akan makin sulit untuk terjadi. Orang semakin sudah mapan, semakin sulit untuk diubah. 2. Yang terutama dalam membesarkan anak adalah adanya peraturan yang konsisten, kasih sayang, dan keterlibatan orang tua dalam pengasuhan anak-anaknya. Kenakalan anak muncul karena tidak adanya ketiga hal ini. 3. Hukuman memang diperlukan tetapi harus dilakukan dengan sangat bijaksana. Disarankan dilakukan tidak berselang terlalu lama dari saat kejadian, disertai dengan penjelasan mengapa hal tersebut tidak diharapkan, dan diberikan alternative perilaku apa yang diharapkan. 4. Para therapist keluarga percaya bahwa keluarga yang berhasil biasanya ditandai dengan orang tua yang kompak, yang bekerja sama dengan baik dalam membesarkan anak dan adanya komunikasi yang baik di antara anggota keluarga. Penutup Hal terakhir yang perlu diingat adalah fakta bahwa anak berkembang dari masa dependency ke self-sufficiency (mampu memenuhi kebutuhannya sendiri) (Lamanna & Riedman, 1994). Ini mengindikasikan bahwa mau tidak mau orang tua semestinya menyadari bahwa secara natural mereka akan mengalami bahwa kemampuan mengontrol anak-anak akan semakin menurun (Gray, 2001), dalam arti, bahwa lama kelamaan anak-anak akan semakin mandiri untuk menentukan pilihan hidupnya sendiri dan tidak lagi dibawah control kita lagi. Lebih lanjut Gray (2001) mengingatkan bahwa tugas membesarkan anak ada masanya berhenti. Anakanak suatu saat akan menjadi orang dewasa yang tahu menentukan hidupnya sendiri. Kita harus menyadari kapan saatnya kita sudah berhenti dari tugas ini dan menghargai mereka sebagai orang dewasa yang mandiri dan bukan lagi menjadi tanggung jawab kita sepenuhnya. Sebagian orangtua tidak tahu kapan berhenti bertindak membesarkan anak, sehingga saat anak-anak sudah mampu menentukan kemauannya sendiri orang tua masih ngotot mendikte

dan masih merasa dia berkuasa atas hidup anak-anaknya. Hal ini hanya akan menimbulkan konflik berkepanjangan antara orang tua dan anak yang tidak semestinya. Lepas dari segala persoalan dan peliknya tugas pengasuhan anak, satu hal yang penting untuk dikembangkan oleh orang tua adalah membangun harga diri dan keyakinan dirinya menjadi orang tua. Yang penting adalah orang tua juga belajar menyadari keterbatasannya dan mengakui bahwa sebagai manusia kita tak pernah lepas dari kesalahan. Daripada merasa bersalah dan berduka atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya, orang tua juga tetap memfokuskan pikirannya pada kenyataan bahwa ia telah juga melakukan hal yang baik bagi perkembangan anak-anaknya. Sabtu, 6 Nov 2010 ANAK-ANAK dan INTERNET PENDAHULUAN Internet adalah lingkungan yang sebenarnya sangat luas. Mereka dapat berkomunikasi dengan orang lain dari seluruh dunia, berbagi pengalaman dan kepentingan mereka saat mendobrak rintangan budaya. Mereka dapat mendengarkan musik dari seluruh dunia, menonton pengumuman pemenang penghargaan pelayanan publik, dan bermain game yang menguji ketrampilan dan koordinasi mereka. Selain itu, anak-anak rentan terhadap ajakan seksual dan predasi dan yang menggangu dan pelecehan. Kritik terhadap klaim Internet bahwa perkembangan sosial anak-anak ditangkap melalui interaksi dengan internet, bahwa anak-anak menjadi korban oleh paparan yang tidak diinginkan untuk pornografi dan kebencian, dan bahwa mereka adalah sasaran empuk bagi predator seksual dan cyber-pengganggu.APA YANG ANAK LAKUKAN DI INTERNET? Sebagian besar anak-anak di Amerika Serikat dan Kanada telah mengakses Internet; lebih dari 95% yang telah online menjelang tahun 2003 (Yayasan Keluarga Kaiser, 2004; Kelompok Riset Environics, 2001) dan dekat pada 75% memiliki akses Internet di rumah mereka (Yayasan Keluarga Kaiser, 2004; Statistik Kanada, 2003). Penggunaan Internet adalah sebanding atau sedikit lebih rendah di negara-negara maju lainnya (misalnya, Livingstone dan Bober, 2005; penilaian Nielsen). Banyak anak-anak mengakses internet setidaknya sekali seminggu dari sekolah, rumah, atau perpustakaan, survei dari beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa sampai dengan setengah dari anakanak menghabiskan lebih dari satu jam di Internet per hari (Kelompok Riset Environics 2001: Roberts dkk, 2005). Pada tahun 2001 survei Kanada untuk Jaringan Kesadaran Media (Kelompok Riset Environics , 2001), 15% pemuda di bawah usia 18 tahun ingat belajar menggunakan Internet di usia 7 tahun atau lebih muda. Dalam sebuah survei Amerika Serikat tahun 2003 dari orang tua, Rideout dkk (2003: lihat juga Calvert dkk 2005) menemukan bahwa anak-anak mulai mencari web sites tanpa pengawasan orang tua pada usia 4 tahun dan mengirim e-mail sendiri seawal usia 3 tahun.Anak-anak menggunakan Web untuk mengakses sumber informasi melalui pencarian Web dan browsing yang lebih disukai Web site: berkomunikasi menggunakan e-mail, pesan singkat, dan diskusi, dan mengakses musik, video, dan permainan/games komputer (Kelompok Riset Environics 2001; Rideout dkk, 2003; Roberts dkk 2005). Anak-anak juga menggunakan pesan instan untuk berkomunikasi dengan temanteman, seringkali paralel dengan bermain game komputer atau melakukan pekerjaan rumah (Shiu & Lenhart, 2004). Anak-anak paling sering berselancar di Web untuk permainan dan musik, tetapi mereka juga mencari informasi untuk laporan sekolah dan kepentingan pribadi (Kelompok Riset Environics, 2001; Lenhart dkk 2001). Sebagai contoh, meskipun banyak anak menggunakan Hotmail (http://hotmail.com) atau Yahoo (http://mail.yahoo.com) akun tersedia untuk semua orang, layanan e-mail khusus anak-anak seperti KidMail (http://kidmail.net) dan SurfBuddies (http://www.surfbuddies.com) memberikan bebas spam, e-mail yang aman untuk biaya yang kecil. Yahooligans (http://yahooligans.com) dan Ask Jeeves untuk anak-anak (http://www.ajkids.com/) adalah direktori pencarian yang dirancang khusus untuk anak-anak. Sejumlah perusahaan media, seperti Public Broadcasting Corporation (http://pbskids.org /), Warner Brothers (misalnya, http://harrypotter.com), dan Scholastic ( misalnya http://scholastic.com/kids/) telah mengembangkan informasi dan sumber daya permainan untuk pemirsa anak-anak mereka. Sebagian besar sumber daya ini benar-benar mandiri dan tidak mengandung hubungan situs off/salah; mereka yang termasuk dari hubungan/link situs-

off memberikan peringatan sebelum anak mengklik ke link situs off. Akhirnya, akses internet anak-anak dapat dikontrol melalui penggunaan program filtering, seperti Net Nanny (http://netnanny.com/) atau cyber sitter (http//www.Cybersitter.com/) dan browser anak-anak, seperti zExplorer (http://zxplorer.com/). Program-program komersial ini membatasi akses anak ke Internet, penyaringan spam, iklan, dan konten yang menentukan tidak pantas untuk anakanak karena sulit untuk menentukan spam dan konten yang tidak patut. PERHATIAN Secara historis orang tua, guru, pembuat kebijakan, dan pers telah prihatin tentang efek buruk pada anak-anak tentang media baru pada anak-anak (Gackenbach & Ellerman, 1998; Paik, 2001: Wartella & Jennings 2000.). Komputer dianggap sebagai merampas anak-anak dari peluang pengembangan fisik dan sosial yang penting. Karena internet dapat diakses secara bebas, kritikus juga prihatin tentang anak-anak yang terkena masalah mereka tidak bisa memahami atau mengatasi, seperti pornografi dan kebencian. Akhirnya, mengingat anonimitas Internet, kritikus sekarang menjadi semakin khawatir tentang anak-anak menjadi korban predator seksual dan pengganggu. PENGEMBANGAN SOSIAL Aspek-aspek pengembangan sosial membutuhkan anak-anak untuk berinteraksi dengan orang lain untuk membedakan diri dari orang lain, membandingkan karakteristik yang mendefinisikan diri mereka dengan orang-orang yang mendefinisikan orang lain dan mengembangkan kontrol diri. Para kritikus mengeluh bahwa penggunaan komputer mengarah ke isolasi sosial, yang sering mengakibatkan depresi dan gangguan mental lainnya. Mengingat bahwa banyak anak tertarik pada Internet di kamar tidur mereka (Yayasan Keluarga Kaiser, 2004), kekhawatiran ini mungkin berlaku.Kraut dkk (1998) melaporkan hasil survei pengguna internet pertama kali sebagai bagian dari studi HomeNet longitudinal dilakukan tahun 1995-1998 mengenai dampak internet pada interaksi sosial. Pengguna internet pertama kali ini melaporkan penurunan dalam interaksi sosial dan peningkatan gejala depresi selama bulan pertama penggunaan internet, di samping itu, korelasi antara penggunaan internet dan isolasi dan tindakan depresi sedikit lebih tinggi untuk remaja dalam sampel dari mereka untuk orang dewasa. Kraut dkk (2002) mengikuti peserta HomeNet selama periode waktu yang lebih lama (tiga tahun sebagai lawan untuk 12-18 bulan) dan dampak negatif dari penggunaan internet telah menghilang. Dalam studi kedua, Kraut dkk (2002) menemukan yang mementingkan anak-anak dan orang dewasa melaporkan peningkatan yang lebih besar pada interaksi sosial dan harga diri sebagai fungsi dari peningkatan penggunaan internet. Gross (2004) berpendapat bahwa, karena lebih banyak anak-anak lebih menggunakan Internet, lebih banyak teman-teman mereka akan juga, dan Internet akan benar-benar menjadi salah satu bentuk yang lebih untuk komunikasi dan interaksi. . Stern (2002) menganalisis Web site pribadi 'gadis remaja'. Stern berpendapat bahwa Internet memberikan kesempatan yang baik bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka berkembang secara sosial dan seksual. Pesan instant akan menjadi bentuk yang paling umum komunikasi di Internet (Kelompok Riset Environics, 2001: Ipsos-Reid, 2004, Law, 2004). Law menyurvei remaja antara usia 11 dan 19 tahun dan tidak menemukan hubungan antara konsep diri dan penggunaan pesan instant. Demikian pula Gross (2004) mensurvei remaja usia 11 sampai 16 tahun dan tidak menemukan hubungan antara jumlah waktu yang dihabiskan online dan ukuran kesepian, kecemasan sosial, depresi, atau kepuasan kehidupan sehari-hari. Gross dkk (2002) menguji hubungan antara kesejahteraan dan kedekatan mitra pesan instan pada remaja berusia 11 - 13 tahun. Ybarra dkk (2005) menemukan bahwa anakanak berusia 10-17 yang melaporkan gejala depresi yang signifikan (misalnya: pengalaman gangguan fungsional di sekolah, kebersihan pribadi, dan / atau kemanjuran diri) menghabiskan lebih banyak waktu pada internet di sekolah dan menggunakan e-mail lebih sering untuk komunikasi sosial daripada mereka yang dilaporkan lebih sedikit atau tanpa gejala depresi. Sampel mereka berasal dari suatu studi Amerika Serikat yang besar, survey Keselamatan Internet Pemuda, dilakukan pada tahun 1999 - 2000 dengan anak-anak berusia 10-17 tahun (Finkelhor dkk 2000) et. Wolak dkk (2002, 2003), dengan menggunakan sampel yang sama seperti Ybarra dkk, menemukan bahwa anak-anak yang melaporkan gejala depresi dan telah menjadi korban dalam beberapa cara mempunyai hubungan pribadi yang lebih dekat dengan

orang yang mereka temui di internet daripada anak-anak yang tidak sebagai masalah.Turkle (1995) berpendapat bahwa game dungeon multi-user memberikan kesempatan penting bagi orang untuk bereksperimen dengan diri yang berbeda dan, dengan demikian, memperbaiki konsep diri mereka sendiri. Subramanyam dkk (2004) menganalisis-suatu transkrip 30 menit dari chat room remaja yang terdiri dari 52 peserta yang berbeda. Subrahmanyam dkk menyimpulkan bahwa internet mampu menyediakan lingkungan sosial yang aman di mana remaja dapat mendiskusikan topik memalukan dan praktik hubungan sosial. Suzuki dan Caizo berpendapat bahwa papan memungkinkan anak-anak untuk jujur membahas dan menerima dukungan sosial untuk masalah remaja yang memalukan. Peneliti lain juga berpendapat bahwa internet bisa menjadi sumber informasi yang penting dan dukungan untuk topik sosial yang tabu atau memalukan (Boies dkk 2004; Gray dkk, 2005 Longo dkk 2002). Greenfield (2004a) bagaimanapun, memperingatkan bahwa kebebasan berekspresi di chat room mungkin tidak selalu berhubungan dengan perkembangan positif. Dia mengeksplorasi penggunaan anak-anak dari berbagai bentuk komunikasi internet (misalnya, chat yang layak dan tidak layak, pesan instan) dan komunikasi banyak yang diidentifikasi mempromosikan perselingkuhan seksual, rasisme, dan prasangka.Greenfield (2004a), penelitian dalam pengembangan sosial dan Internet dilakukan sampai saat ini menunjukkan bahwa, daripada membawa anak-anak ke isolasi sosial dan kekurangan, internet dapat menyediakan lingkungan yang positif bagi perkembangan sosial. PENGUNGKAPAN YANG TIDAK DIINGINKAN PADA PORNOGRAFI DAN KEBENCIAN Pornografi adalah lazim di seluruh Internet; gambar-gambar porno yang tersedia di jutaan web site, dan melalui ratusan ribu sumber Internet. Anak-anak mengakses pornografi dalam banyak hal, beberapa disengaja dan banyak yang tidak disengaja. Anak dapat sengaja mengakses pornografi meskipun Web search (misalnya mencari seks di Google) atau mengetik URL mungkin (http://www.sex.com misalnya). Distributor pornografi dapat mengirimkan e-mail spam dengan konten pornografi atau mengundang penerima untuk mengakses pornografi.Penyedia pornografi juga memperoleh atau menggunakan domain web yang umum terdengar bernama (http://whitehouse.com digunakan untuk menjadi situs pornografi hard core - URL yang benar untuk Gedung Putih adalah http://whitehouse.gov). Pornografi juga memanipulasi ejaan URL untuk memperkenalkan anak-anak untuk pornografi (beberapa salah ejaan yang umum untuk http://Disney.com pernah membawa ke Web sites porno).Mitchell dkk (2003a) menganalisis data dari Survei Keamanan Internet Pemuda (Finkelhor dkk 2000). Seperempat anak-anak yang diwawancara menunjukkan mereka telah sengaja diekspos ke pornografi, 75% melalui web sites dan 25% melalui e-mail atau pesan instan. Meskipun beberapa anak tertekan dengan paparan mereka, kebanyakan anak hanya menolak materi pornografi. . Sebuah badan penelitian yang besar menunjukkan adanya hubungan untuk remaja dan dewasa muda antara melihat pornografi dan terlibat dalam dan/atau menyimpang perilaku berisiko (bandingkan, Greenfield, 2004b) tetapi penelitian ini adalah korelasional sifatnya.Pada akhirnya, kekhawatiran tentang konsekuensi yang merugikan dari paparan yang sengaja atau bertujuan untuk pornografi di internet mungkin hanya sebuah mitos perkotaan (Potter & Potter, 2001). Gerstenfeld dkk (2003) melakukan analisis isi situs internet yang diselenggarakan oleh nasionalis kulit putih, neo-Nazi, skinhead, Ku Klux Klan, identitas Kristen, penolakan Holocaust, dan kelompok kebencian lainnya.Meskipun Turpin-petrosino (2002) menemukan bahwa sangat sedikit siswa SMA dilaporkan kontak dengan kelompok kebencian melalui internet, Gerstenfeld dkk (2003) berpendapat bahwa kehadiran Internet dari kelompok ini terlalu halus untuk kebanyakan anak-anak dan remaja untuk dimengerti. Premis ini didukung oleh penelitian Lee dan Leet (2002) pada persuasi situs kebencian dengan remaja. Remaja berusia 13-17 tahun, web pages yang dilihat dimodifikasi dari sumber daya web yang benar-benar ekstrimis, kemudian menyelesaikan survei segera yang mengikuti setelah tinjauan pages/halaman dan dua minggu kemudian untuk menguji persuasi halaman yang berbeda.Temuan Lee dan Leet mengenai efek persuasif pesan implisit pada remaja yang naif sangat penting mengingat bahwa kelompok-kelompok ekstremis menggunakan internet untuk merekrut anggota baru (Turpin-Petrosino, 2002). Predasi dan bullying (mengganggu)Finkelhor dkk (2000; Mitchell dkk., 2000) menganalisis pertanyaan tentang ajakan seksual dari Survei Keselamatan Internet Pemuda 1999-2000. Hampir 20% dari responden berusia 10-17

melaporkan penerimaan suatu ajakan seksual yang tidak diinginkan melalui e-mail atau chatting.Anak-anak yang lebih tua, berusia 14-17 tahun, dalam Finkelhor dkk (2000; Mitchell dkk., 2001) studi melaporkan ajakan yang lebih sering daripada anak-anak muda, berusia 1013 tahun, dan dua kali banyak perempuan melaporkan ajakan dari anak laki-laki. Risiko juga lebih tinggi untuk anak-anak yang melaporkan lebih sering menggunakan internet dan terlibat dalam perilaku berisiko yang berpotensi di Internet seperti memposting informasi pribadi, menggunakan sugestif secara seksual alias di chat room, berbicara tentang seks dengan seseorang yang bertemu hanya online, dan mengunjungi web sites porno. Karakteristik keluarga bermasalah dan kehidupan pribadi dan perilaku berisiko yang Mitchell dkk temukan dalam kaitannya dengan predasi internet, juga mencirikan anak-anak dan remaja yang ditargetkan oleh predator seksual offline (lih. Downbrowski dkk 2004. Finkelhor dkk (2000; Mitchell dkk, 2001) juga menemukan bahwa kontrol seperti aturan orang tua dan perangkat lunak penyaringan tidak terkait dengan laporan ajakan seksual. Umumnya, predator internet menggunakan berbagai teknik canggih untuk mengumpulkan informasi tentang dan mendengarkan secara diam-diam pada korban potensial (Downski dkk 2004; McGrath & Casey, 2002). Semakin maju pendekatan teknologi termasuk menggunakan perangkat lunak sniffer untuk menguping komunikasi anak dan menyusup komputer anak melalui virus cacing dan Trojan. Jadi, sekalipun anak hadir untuk dan mematuhi aturan orangtua untuk tidak memberikan informasi pribadi, seorang predator internet yang cerdik mungkin dapat memperoleh informasi yang melalui alat klandestin dan jahat. Hanya setengah dari anak-anak yang melaporkan ajakan seksual dalam Finkelhor dkk (2000, Mitchell dkk, 2001) penelitian melaporkan kejadian kepada seseorang dan hanya separuh dari mereka dilaporkan kepada orangtua. Hanya 25% dari anak-anak dilaporkan menjadi marah tentang ajakan ini dan terutama anak-anak muda dalam studi tersebut. Meskipun organisasi seperti Cyber Tipline dan Cybertip.ca tidak ada pada saat Survei Keamanan Internet Pemuda, beberapa orang tua atau anak dilaporkan mengetahui bahwa mereka harus melaporkan episode Internet yang menjengkelkan untuk Penyedia Layanan Internet mereka atau ke instansi penegak hokum. Wolak dkk (2003a) menganalisis penangkapan yang dilakukan di Amerika Serikat selama 20002001 untuk kejahatan seksual internet yang melibatkan anak-anak dan menemukan 508 kasus di mana sebuah predator diduga menggunakan internet untuk memikat anak dan, selanjutnya 644 kasus menyamar di mana seorang yang diduga keras predator yang menggunakan internet untuk memikat agen penegakan hukum yang berpose sebagai seorang anak. Mitchell dkk. (2005) menyimpulkan bahwa internet telah meningkatkan kemampuan lembaga penegak hukum untuk mendeteksi dan mencegah kejahatan terhadap anak-anak. Pada tahun 2004, Gary Brolsma membuat video Flash saat lip syncing dan menari di kursinya di depan Web camnya dan mempostingnya di Web. Survei Keamanan Internet Pemuda juga menanyakan anak-anak tentang pelecehan online dan bullying (mengganggu). Finkelhor dkk (2000) melaporkan bahwa 6% dari responden mengindikasikan mereka telah dilecehkan di internet, dengan anak-anak yang lebih tua kemungkinan menjadi target dari pelecehan. Ybarra dkk (2004a) menganalisis karakter yang dikaitkan dengan korban pelecehan Internet dari Survei Keamanan Internet Pemuda. Sepertiga dari anak-anak yang dilaporkan telah dilecehkan menunjukkan mereka sangat kecewa dengan insiden pelecehan itu. Pria yang melaporkan gejala yang lebih depresif (misalnya menurunkan perasaan efikasi/kemanjuran diri, kesulitan menyelesaikan pekerjaan sekolah, kesulitan terlibat dalam kebersihan pribadi) lebih mungkin melaporkan pelecehan daripada yang laki-laki yang melaporkan beberapa gejala depresif -hubungan ini tidak ditemukan dengan perempuan yang melaporkan pelecehan. Ybarra dan Mitchell (2004b) menganalisis karakteristik anak-anak dari Survei Keamanan Internet Pemuda yang melaporkan pelecehan lain pada Internet. Ybarra dan Mitchell menemukan bahwa 15% responden untuk Survei Keamanan Internet Pemuda mengindikasikan bahwa mereka telah membuat komentar yang jahat atau kasar kepada yang lain dan 1 % menggunakan internet untuk mempermalukan atau melecehkan seseorang di tahun lalu. Ybarra dan Mitchell (2004a) menemukan bahwa saat banyak gangguan internet mungkin jadi suatu ekstensi dari gangguan di halaman sekolah, beberapa penyerang nampak mengganggu lainnya hanya pada internet. Berdasarkan hasil mereka, dan bersamaan dengan perhatian Greenfield (2004a), Ybarra dan Mitchell berpendapat bahwa anonimitas dari internet mungkin memungkinkan beberapa anak

untuk mengadopsi suatu pribadi yang lebih agresif daripada mereka mengekspresikan kehidupan yang nyata. MENJADI INTERNET-YANG BIJAK Undang-undang Online Perlindungan Anak (COPA) disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1998, melarang penyedia layanan Internet komersial dari mendistribusikan konten yang pantas untuk anak di bawah umur. Undang-undang Perlindungan Internet Anak-Anak (CIPA.), yang diluluskan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 2000, membutuhkan sekolah dan perpustakaan umum untuk menginstal perangkat lunak penyaringan pada semua komputer dalam rangka untuk ia memenuhi persyaratan untuk pendanaan federal. Meskipun sebagian CIPA telah dimatikan oleh Mahkamah Agung, berbagai negara telah memberlakukan undang-undang yang sama. Richardson dkk (2002) menemukan bahwa penyaringan perangkat lunak secara signifikan memblok akses ke topik kesehatan yang penting untuk anak-anak dan remaja, mulai dari kondom dan penyakit menular seksual sampai diet dan depresi. Demikian pula laporan konsumen (Perangkat Lunak Penyaringan. 2005) studi tentang penyaringan perangkat lunak menemukan bahwa perangkat lunak yang paling diblokir pornografi sangat baik tetapi juga pendidikan seks situs diblokir dan isu gender. Banyak organisasi keselamatan anak memberikan panduan dan sumber daya bagi orangtua dan anak. WebAware (http://www.bewebaware.ca /english/default.aspx) termasuk Checklist internet umum untuk anak-anak usia yang berbeda. Di samping itu penilaian konten, 'WebAware mendorong anakanak untuk mempertimbangkan apakah mereka menulis pesan kasar atau memberikan informasi pribadi di Internet. WebAware juga mencakup tips keamanan bagi orangtua anakanak dari berbagai usia, seperti menggunakan mesin ramah anak dengan anak berusia 5 sampai 7 tahun dan remaja mendorong untuk masuk hanya moderator chat room. SafeKids.com (http://safekids.com) dan SafetyTeens.com (http://wwwsaleteens.com) menyediakan sumber daya yang sama untuk anak-anak dan orang tua. Cyber Angels (http://www.cyherangels.org/) menyediakan berbagai sumber daya di berbagai kejahatan internet (misalnya, pornografi anak, pencurian identitas) untuk orang tua dan pendidik serta formulir online untuk melaporkan dugaan kasus pornografi anak. Beberapa organisasi termasuk permainan yang aman dan kuis untuk anak-anak. Dalam ID the Creep (http://www.idthecreep.com/), yang dikembangkan oleh Pusat Nasional untuk Anak Hilang dan Exploit, anak-anak terlibat dalam simulasi e-mail, chatting, dan instan Pesan dan mengidentifikasi situasi yang berisiko dan predator. Media Awareness Network (http://www.media-awareness.ca/english /special_ inisiatif / game / index cfm.) Telah mengembangkan sejumlah permainan yang tersedia untuk anak-anak, mulai dari Playground Privasi: Petualangan Pertama Tiga Cyberpigs Kecil, permainan untuk anak-anak, usia 8-10 tahun, tentang teknik pemasaran dan perlindungan privasi, untuk Joe Cool / Joe Fool, kuis bagi remaja tentang web surfing yang aman. NetSmartz (http://netsinartz.org), dikembangkan oleh sebuah inisiatif bersama dari Pusat Nasional untuk Anak Hilang dan Tereksploitasi dan Boys and Girls Club of America, adalah sumber pelatihan online yang mencakup daftar periksa evaluasi, tips, sumber daya orangtua, permainan , dan kuis. Dalam evaluasi sumber daya (Cabang Associates, 2002), anak-anak dari usia 6 sampai 18 meningkatkan pengetahuan mereka tentang keamanan internet melalui berinteraksi dengan sumber daya dan lebih dari tiga-perempat remaja mengindikasikan bahwa mereka akan mengubah perilaku mereka di Internet sebagai hasil dari apa yang telah mereka pelajari melalui NetSmartz. http://upinoipinimon.blogspot.com/2010/11/anak-anak-dan-internet.html 7 Cara Ajarkan Sopan Santun Pada Anak Senin, 19 November 2012 Setiap orangtua ingin melihat anak-anaknya bersopan santun. Sikap sopan anak, bagaimanapun adalah cerminan orangtuanya. Sayangnya, sopan santun terkadang sulit diajarkan pada anak. Oleh karena itu, penting mengajarkan anak-anak agar mengerti pentingnya sopan santun ketika orangtua mengajarkan sopan santun itu sendiri. Dimana sopan santun adalah sebuah kepentingan bersama yang patut dijaga agar

setiap orang dapat hidup berdampingan di dunia. Dan, sopan santun juga merfleksikan kepribadian yang penuh cinta dan tenggang rasa. 1. Hormat menghormati Percaya atau tidak, mengajarkan sopan santun perlu dimulai dari bagaimana orangtua memperlakukan anak sejak lahir. Menancapkan sopan santun dimulai dari rasa hormat kepada orang lain dan menancapkan rasa hormat dimulai dari sensitivitas terhadap orang lain termasuk anak. Anak yang sensitif akan secara alami menjadi anak yang penuh hormat karena Ia selalu peduli akan perasaan orang lain. Otomatis, anak yang sensitif juga akan menjadi anak yang sopan. Kesopanan adalah sebuah skill yang lebih kreatif dan tulus ketimbang apa yang bisa dipelajari anak dari sebuah buku etiket. Dalam beberapa tahun terakhir, sangat dianjurkan orangtua mengajarkan anak-anak untuk lebih "asertif." Menjadi akan tetap asertif sehat, asalkan tidak mengesampingkan kesopanan dan tata krama yang baik. 2. Ajarkan Kata-kata Sopan Sejak Dini Ajarkan balita berusia 2 tahun Anda untuk mengatakan minta tolong dan terima kasih sejak dini. Kendati mereka tak sepenuhnya mengerti arti kata-kata tersebut, balita akan mengartikan kata minta tolong sebagai cara tepat mendapatkan yang diinginkan. Begitu pula, kata terima kasih adalah cara mengakhiri interaksi dengan baik. Tanamkan ini sebagai kebiasaan dan jadikan kosakata yang baik bagi anak. Pada akhirnya mereka akan terbiasa dengan pemahaman, membuat orang lain merasa senang juga penting ketika mereka berinteraksi. Jangan lupa, orangtua juga harus memulai lebih dulu dengan kebiasaan baik ini. Bahkan ketika anak belum paham arti kata ini, sebaiknya mereka terbiasa mendengar mommy atau ayahnya kerap mengatakan ini. Anak-anak memang akan membeo kebiasaan ini, namun kebiasaan ini baik ditanamkan jauh-jauh hari kendati mereka belum benar-benar mengerti arti sebenarnya. 3. Teladan Sopan Santun Sejak anak berusia 2 tahun hingga 4 tahun, kerap mengulang apa yang mereka dengar. Biarkan anak-anak kerap mendengar kata-kata yang baik seperti minta tolong, terima kasih, terima kasih kembali, dan permisi. Kendati kata-kata ini ditujukan pada orang lain, anak-anak dapat belajar dari apa yang mereka dengar dan lihat dari orang dewasa. Biarkan anak menangkap kesan dan situasi dari pembicaraan yang sopan. 4. Ajarkan Memanggil Nama Cobalah membiasakan memanggil nama ketika berinteraksi dengan anak-anak. Namun tentu saja, dengan cara yang hangat. Anak-anak juga akan belajar sopan santun dengan bicara menyertakan namanya, misal, Ayah, bolehkah Ade... atau Bu, apakah ibu ijinkan Ade... Kendati sesekali permintaan anak sedikit mendesak atau memaksa, orangtua pasti akan lebih terkesan dengan kata-kata yang sopan. 5. Tetap Perhatikan Anak Sebuah pepatah lama yang mengatakan, "anak-anak sebaiknya melihat dan bukan mendengar" mungkin diciptakan oleh orang yang tak memiliki anak. Ajaklah anak-anak sesekali dalam kegiatan orang dewasa, terutama jika tak ada anak-anak lain ikut serta. Ketika anak hanya berada di antara orang dewasa, mereka akan kerap membuat masalah sebagai upaya mencari perhatian Anda. Bahkan anak yang selama ini berperilaku baik sekalipun.

Cobalah memperkenalkan dan menyertakan kehadiran sang anak, ini akan mengajarkan keterampilan sosial pada anak. Tetaplah terkoneksi dan pertimbangkan situasi anak yang dapat memperlihatkan perilaku kurang menyenangkan. Selama aktivitas Anda bersama orang dewasa lain, upayakan tetap dekat dengan anak paling kecil Anda. Jangan lupa tetap lakukan kontak mata dan berbicara padanya. Bantulah anak merasa menjadi bagian dari aktivitas sehingga dapat mengusir kebosanan dan keinginan membuat masalah. 6. Jangan Paksakan Sopan Santun Bahasa adalah kemampuan yang sebaiknya mengalir, bukan dipaksakan. Boleh saja sesekali Anda meminta anak mengatakan minta tolong atau terima kasih. Selalu mengulang (secara kaku) meminta anak mengatakan kata ajaib sebagai syarat memberikan sesuatu, akan membuat anak merasa bosan dengan kata-kata sopan sebelum mereka memahaminya. Jika Anda ingin meminta anak mengatakan minta tolong, sebaiknya sekedar katakan saja dengan cara yang baik. Dan pastikan mereka mendengar kalimat yang Anda utarakan. Kebiasaan ini akan lebih cepat ditangkap jika Anda memberikan permintaan dengan kalimatkalimat yang enak didengar sembari senyum terkembang di wajah orangtua. 7. Koreksi Secara Sopan Ketika anak membuat sebuah kebodohan atau kesalahan, jaga intonasi dan suara tetap terkontrol. Tetap upayakan kontak mata dan letakkan tangan di bahunya sembari menasihati. Gestur ini merefleksikan jika orangtua mengoreksi anak karena kepeduliannya. Dan, bukan karena marah. Kesopanan yang diperlihatkan pada anak akan menunjukkan betapa berharganya anak di mata orangtua. Dan, orangtua ingin anak belajar dari kesalahannya serta selalu mendengarkan nasihat orangtua. Kelak, anak juga akan menjadi orang dewasa yang dapat menghormati dan menghargai orang lain. Jadi, pernahkah Anda perhatikan mengapa anak-anak bisa menjadi anak yang sopan? Alasannya, karena mereka dibesarkan di lingkungan yang memberikan mereka kesopanan. Yuk Ibu, mulai ajarkan kesopanan pada anak-anak dari sekarang! Laili/ dari berbagai sumber http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Anak/7-Cara-Ajarkan-Sopan-Santun-Pada-Anak Sepuluh Tip Menjadi Orang Tua yang Menyenangkan Ada banyak cara untuk menciptakan suasana bahagia pada anak-anak Anda. Waktu yang berkualitas akan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua. Hingga mereka suatu saat harus meninggalkan Anda saat dewasa nanti. Dalam kacamata sains, ada 10 tips berbasis penelitian bagaimana menjadi orang tua yang baik. 1. Selalu bercanda Menurut penelitian yang dipresentasikan dalam Economic and Social Research Councils, Festival of Social Science 2011, bercanda dengan balita Anda akan membantu mengatur mereka dalam hal keberhasilan sosial. Ketika orang tua bercanda dan berpura-pura, ini akan memacu anak-anak untuk berpikir kreatif, menambah hubungan teman, dan mengatur tingkat stres.

2. Berpikirlah positif Orang tua yang mengekpresikan emosi negatif terhadap balita mereka atau menanganinya dengan kasar, maka itulah cerminan masa kanak-kanaknya dulu. Ini berita buruk karena agresi perilaku yang dilakukan pada anak usia 5 tahun akan terus dicontohnya hingga dewasa nanti, bahkan dengan pasangan hidupnya di masa depan. 3. Selalu wujudkan kasih sayang Penelitian menunjukkan bahwa kasih sayang adalah keterampilan hidup yang penting untuk membantu seseorang tetap ulet menghadapi tantangan. Orang tua dapat menggunakannya ketika menghadapi kesulitan dalam membesarkan anak. Dengan demikian, mereka bisa menjadi teladan bagi anak-anak mereka. 4. Biarkan mereka pergi Ketika anak Anda beranjak dewasa, biarkanlah mereka pergi. Saat-saat menjadi mahasiswa di luar kota, orang tua cenderung cemas melepas dan kurang terbuka terhadap pengalaman baru yang akan diperoleh si anak. Bersikaplah santai, biarkan mereka pergi. Mungkin sudah saatnya orang tua mulai mundur meski tetap tak melepas pengawasannya. 5. Pelihara pernikahan Anda Jangan biarkan hubungan Anda dan pasangan menjadi buruk saat kehadiran anak. Menurut penelitian dalam jurnal Child Development edisi Mei 2011, pernikahan yang bermasalah saat usia bayi 9 bulan akan memberi kontribusi anak sulit tidur pada usia 18 bulan. Mereka akan merekam bahwa rumah tersebut adalah rumah stres. Dan stres inilah yang menyebabkan masalah susah tidur itu. 6. Pelihara kesehatan mental Anda Jika Anda mencurigai bahwa diri Anda tertekan, maka segeralah meminta bantuan psikolog untuk kepentingan Anda sendiri dan anak. Ibu yang tertekan dengan gaya pengasuhan negatif dapat menyebabkan stres bagi anak-anak. Penelitian yang dilakukan pada 2011 menemukan bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh ibu-ibu depresi, akan lebih mudah tertekan pada tahun prasekolahnya. 7. Jadilah ibu yang hangat kepada anak-anaknya Hubungan pribadi yang hangat antara ibu dan anak tampaknya penting dalam mencegah masalah perilaku pada anak-anak. 8. Bersikap bijak saat anak melontarkan argumentasi Segudang argumentasi yang dilontarkan anak-anak remaja Anda mungkin terdengar menjengkelkan. Namun argumentasi mereka ternyata terkait dengan penolakan kuat dari tekanan teman sebaya di luar rumah. Dengan kata lain, otonomi di rumah akan mendorong otonomi antara teman-temannya. Bersikaplah bijak. Remaja perlu berdiri sendiri, tetapi mereka juga membutuhkan dukungan dari orang tua mereka. 9. Jangan terlalu berambisi untuk sempurna Tidak ada yang sempurna. Jadi, jangan menyiksa diri dengan target yang terlalu tinggi untuk mencapai orang tua sukses. Berusaha untuk mengabaikan tekanan itu, mungkin Anda akan menemukan diri orang tua lebih santai. 10. Kenali anak Anda dengan cermat

Semua orang berpikir mereka tahu cara terbaik untuk membesarkan anak. Tetapi ternyata cara pengasuhan itu tak bisa sama antara satu anak dengan yang lainnya. Beberapa anak yang kesulitan mengatur emosi mereka, mungkin perlu bantuan ekstra dari ayah atau ibu. Maka kata kuncinya adalah mengasuh anak berdasarkan petunjuk karakter dari anak tersebut. SUMBERNYA http://bit.ly/YCEbGU http://forum.kompas.com/love-talk/263297-sepuluh-tipmenjadi-orang-tua-yang-menyenangkan.html 5 Perilaku Anak Akibat Salah Pola Asuh Senin, 05 November 2012 Dr Jim Sears, seorang dokter anak yang juga co-host acara The Doctors mengungkapkan, ada lima perilaku akibat kesalahan pola asuh yang kerap membuat orangtua frustasi. Kendati demikian, perlu strategi dan beberapa koridor yang boleh dan tidak boleh dilakukan ketika berhadapan dengan anak: Anak Sok Bossy Pasangan Laurie dan Jim memiliki seorang anak perempuan, Haley, berusia 10 tahun. Suatu ketika Ia membobol akun Facebook ibunya dan tak menyukai yang ditemukannya di sana. Haley kemudian menjadi sangat waspada terhadap ibunya, Ia kerap membaca pesan teks sang Ibu, tak menyukai pilihan pakaian oleh Ibunya, dan kerap kecewa jika Ibunya pulang terlambat. Ini menandakan sang anak kurang percaya pada ibunya dan seolah ingin mengetahui setiap pergerakan Ibunya. Sayangnya, sebagai orangtua Anda tak bisa mengabaikan keinginan kontrol dari anak. Justru orangtua harus menyadari apa yang telah dilakukan. Anda mungkin ingin mengamankan status sebagai seorang Ibu juga otoritas sebagai orangtua. Namun jangan sekedar soal kepentingan Anda saja, pertimbangkan pula kepentingan anak. Permasalahan ini sebaiknya diwaspadai dengan pemberian password pada komputer maupun ponsel. Pelajari bagaimana menetapkan batasan yang jelas terhadap anak. Jangan mengabaikan kontrol, amankan status dan tegaskan otoritas. Tukang Pilh Makanan Seorang ibu dari anak berusia 9 tahun, Angela, mengatakan jika anaknya hanya makan makanan tertentu saja. Diantaranya, permen, kue, dan hidangan penutup, pasta, selai kacang dan sandwich jelly, Sloppy Joes, hot dog, apel dengan selai kacang, dan yoghurt. Anak tersebut menolak untuk mencoba sesuatu yang baru. Bahkan ketika menghadapi makanan rumahan, anak menolak hebat, dan sering pergi tidur tanpa makan. Angela khawatir ini akan berdampak kesehatan anak. Menurut dr. Sears, beberapa makanan yang tak bervariasi tersebut sebenarnya masih cukup bernutrisi. Menurutnya ketika anak tidak begitu menyukai apa yang disajikan padanya, sebaiknya orangtua tak mengambilnya terlalu personal. Menurutku, sebaiknya sampaikan pesan ini yang Ibu sajikan tidak ada sajian lain, dan Ibu tidak akan membuat masakan lain dengan tanpa mengeluh. Jangan ada ganjalan dalam menyajikan makanan untuk anak, ungkap Sears. Orangtua harus menghadapi pertarungan soal makan ini. Dijelaskan jika anak mengontrol 3 hal: apa yang mereka ambil, apa yang mereka singkirkan dan apa yang mereka katakan. Mereka memiliki banyak pilihan dalam hal ini dan inilah kekuatan mereka. Terkadang orangtua

harus menghadapinya, tapi jika perlu menghindari perselisihan, 3 hal di atas dapat dihindari sebagai alternatif. Anda mungkin tidak akan dapat meramalkan gangguan makan yang dilakukan anak namun jangan jadikan ini sebuah masalah besar. Ibaratnya, anak juga akan makan apa saja yang disajikan di meja pada akhirnya. Setelah anak menemukan yang disukai, dia akan melewati fase pemilih nya. Atau, ajak anak ikut serta memilih makanannya sendiri. Jika anak senang berkuasa akan makanannya sendiri, ini akan menurunkan kecemasan dan resistensi akan makanan, ungkap Sears lagi. Si Pemilih Pakaian Vicky mengungkapkan, putrinya Raelee yang berusia 7 tahun, sangat selektif terhadap pakaian dan sangat cerewet akan penampilan. Raelee kerap melempar tantrum di pagi hari karena bingung memilah pakaian dan sepatu. Apakah ini sebuah pertanda masalah? Sementara Vicky hanya ingin agar putrinya bahagia tanpa harus terlalu khawatir dengan penampilannya. Anak-anak perempuan yang demikian adalah sebagian dari anak perempuan yang sangat peduli akan penampilannya. Mereka kerap sangat memperhatikan hingga detil di pakaiannya. Sesekali orangtua perlu mempertimbangkan untuk membatasi pilihan pakaian anak. Jika orangtua ikut-ikutan cemas, Anda dapat memarahi anak dan anak menerima pesan jika dirinya tak cukup pintar memilih pakaiannya sendiri. Anak-anak akan semakin terobsesi dengan penampilannya. Sears menyarankan agar Vicky meminta saran dan opini putrinya akan fashion sehingga dapat lebih fokus akan dirinya sendiri. Fobia Binatang Susan mengatakan, putrinya yang berusia 6 tahun, takut terhadap semua hewan dan serangga. Dia menolak untuk berjalan dari mobil ke rumah jika dia melihat makhluk tersebut di halaman rumah. Fobia ini telah berlangsung selama lima tahun, dan ia khawatir putrinya tak mampu menikmati hidupa karena rasa takutnya. Fobia sebenarnya hadir karena ketakutan akan hilangnya kontrol. Sangat penting bagi orangtua untuk mengabaikan ketakutan anak dengan membekalinya kekuatan, keahlian maupun kemampuan untuk melawannya. Jika tak mampu, seorang terapis dapat membantu dengan sebuah desensitisasi sistemik. Misal, jika merasa takut, anak perlu bersantai dan tenang sembari menghadapi stimulus yang meningkat. Ketakutan ini dapat mulai muncul dari pikiran akan binatang tersebut. Lalu bisa juga muncul karena melihat gambar si binatang. Kemudian muncul karena melihat binatang yang ditakuti dalam jarak 3 hingga 12 meter. Sebuah kabar baiknya, ini bukan merupakan sebuah gangguan mental maupun penyakit jiwa. Ini akan dapat diredakan dengan beberapa terapi dalam jangka waktu yang tak panjang. Bahkan menurut sebuah penelitian, ini dapat diredakan dengan sebuah terapi dalam beberapa minggu. Penasaran Akan Ciuman Seorang ibu bernama Laura, yang memiliki anak berusia 6 tahun kerap khawatir ketika putranya kerap menyanyikan lagu I kissed a girl. Saat sekolah mengadakan pertemuan orangtua, Gurunya mengatakan sang putra pernah tertangkap basah mencium beberapa teman wanita di sekolah. Apakah ini masih bisa dikatakan normal? Dijelaskan Dr Jim Sears, orangtua tak perlu terlalu khawatir akan hal ini. Saat anak berusia 6 tahun dan mencium teman sebayanya, ini hanyalah sebuah reaksi akan sikap penasaran anak

terhadap ciuman, ungkapnya. Ini ibaratnya, anak mencium hidung teman-temannya tanpa sopan. Namun sebaiknya jangan terlalu bereaksi berlebihan. Kendati, orangtua perlu mengajarkan batas-batas perilaku yang sopan dan tidak sopan. Dan, untuk menjembatani rasa ingin tahu anak, coba diskusikan sesekali tentang makna ciuman. Anda bisa melibatkan beberapa buku sebagai referensi agar anak semakin mengerti mengenai perilaku yang dilakukannya. Anak-anak perlu tahu batasan, mana yang kurang sopan, kasar dan kurang pantas dilakukan. Namun jangan permalukan anak akan hal ini. Dan, jika mereka memiliki rasa penasaran, pastikan mereka cukup keberanian untuk mendiskusikannya dengan orangtua, ujar Sears. Laili/ dari berbagai sumber Suami-Istri: Bercerai Tapi Tetap Bersahabat Sebagai orang dewasa, mudah bagi kita memahami bahwa pernikahan tak selamanya berlangsung sesuai harapan dan rencana. Setiap orang berubah, perubahan berdampak pada penyesuaian kebutuhan; termasuk kebutuhan untuk diperhatikan dan dicintai. Kondisi ini berisiko mengubah perasaan pada pasangan, rasa cinta berkurang, atau jatuh cinta pada orang lain, hingga akhirnya berujung pada keputusan untuk berpisah. Entah apapun penyebabnya, perpisahan selalu menciptakan kesedihan bagi pihak yang merasa ditinggalkan, atau dikhianati. Akan lebih mudah kondisinya jika perpisahan hanya melibatkan pasangan. Tetapi jika sudah ada anak di antara pasangan, ceritanya tentulah menjadi lebih kompleks dan spektrumnya cenderung lebih kaya. Mengatasi perubahan. Hal inilah yang dihadapi Dina (bukan nama sebenarnya) seorang perempuan karier berusia 38 tahun. "Perpisahan adalah keputusan bersama saya dan mantan suami. Ketika itu terjadi empat tahun yang lalu, kami merasa sudah terlalu jauh berkembang sendiri-sendiri. Sudah sulit menemukan kesamaan di antara kami. Bahkan untuk hal-hal yang menyangkut kebutuhan praktis anak, kami sulit menemukan kata sepakat. Kami lebih sering bertengkar daripada berdiskusi, dan sepertinya perpisahan adalah satu-satunya yang terbaik," ungkap Dina mengenang keputusan bercerainya dulu. "Dua kesepakatan kami adalah, bercerai demi kebaikan masing-masing, dan memastikan putri tunggal kami yang ketika itu berusia 2 tahun, tidak mengalami dampak negatif akibat keputusan kami itu," tegas Dina. Tetapi kemudian Dina menceritakan bahwa saat proses perceraian berlangsung, dan mantan suami tidak lagi tinggal serumah dengannya, putri tunggalnya cenderung murung, mudah menanggis, bahkan sering mengalami mimpi buruk. "Saya membicarakan hal ini pada mantan suami, dan kami merasa perlu segera melakukan sesuatu. Kami tidak mau, keputusan yang melegakan kami justru menjadi hal yang menghantui putri kami. Suami memahaminya, dan kami bersepakat untuk suami kembali tinggal di rumah setiap akhir minggu, hingga proses selesai dan kami resmi bercerai," kata Dina menjelaskan. Benarkah langkah yang dilakukan Dina dan mantan suaminya? Menurut Judith S.

Wallerstein, Ph.D dalam bukunya What About the Kids: Raising Your Children Before, During, and After Divorce. Perceraian dan perpisahan orang tua membuat anak takut, tanpa memandang usia sang anak. Hal ini disebabkan anak berpandangan, jika orang tuanya bisa saling menyakiti dan meninggalkan, maka akan ada saatnya pula orang tua meninggalkannya. Anak membutuhkan keyakinan bahwa hal yang dipikirkannya tidak benar. Sekalipun demikian, rasa aman yang ditumbuhkan pada anak bukanlah rasa aman yang semu. Anak perlu mengetahui bahwa keberadaan ayah dan ibu bersamanya, bukan berarti meralat keputusan untuk bercerai, namun orang tua tetap ada demi dirinya, dan bahwa ia tidak akan kehilangan kasih sayang mereka, hanya karena bercerai. Menjalin hubungan baik. Sebagai seorang ibu, Dina sangat beruntung. Ia masih sepaham dengan suami, bahkan Nanta (bukan nama sebenarnya), sang mantan suami masih sangat mendukungnya dalam hal pengasuhan anak. Tidak semua pasangan seberuntung Dina dan Nanta. Umumnya sebelum, selama, dan setelah proses perceraian, pasangan mengalami konflik hebat yang membuat mereka saling menyakiti. Hal ini cenderung sulit dihindari, tetapi sebaiknya dipikirkan baik-baik terutama jika pasangan yang mengalaminya memiliki anak. Sekalipun tidak bisa berbaik-baik pada pasangan, sebaiknya Anda dan pasangan mengingat bahwa sebagaimana pernikahan adalah keputusan Anda berdua, maka semua risiko yang terjadi setelahnya adalah tanggung jawab berdua. Jangan menimpakannya pada anak. Pemikiran ini sebaiknya menjadi dasar sikap Anda ketika menghadapi perceraian. Agar dampak proses perceraian dapat diminimalisasi pada anak, pastikanlah Anda dan pasangan melakukan langkah-langkah berikut ini: Sampaikan baik-baik. Anak mengingat saat-saat orang tua menyampaikan berita perceraian dalam waktu yang sangat panjang. Karena berita ini membuatnya panik, menguncang rasa aman dirinya. Idealnya berita ini disampaikan bersama-sama pada anak oleh Anda dan pasangan. Sampaikan bahwa keputusan itu diambil untuk kebaikan bersama. Jelaskan juga bahwa pernikahan ini diawali oleh cinta, dan sebenarnya Anda mengharapkan untuk selalu bersama. Tetapi setelah dijalani hal tersebut tidak terlaksana. Ungkapkan juga bahwa Anda sebenarnya sedih dan kecewa. Pastikan pula bahwa perpisahan ini bukan salah anak, Anda dan pasangan tetap akan mencintai mereka dan selalu menemani mereka sekalipun berpisah. Jangan saling menjelekkan. Sekalipun tergolong sulit, sebaiknya Anda tidak mengungkapkan hal-hal buruk tentang pasangan. Jika Anda butuh bercerita atau ingin curhat tentang pasangan, pastikan anak tidak mendengar apapun. Tidak mengabaikan. Hal yang menjadi masalah pada anak-anak korban perceraian adalah mereka selalu menduga-duga tentang kepastian mendapat perhatian dari orang tua. Karenanya sebaiknya Anda dan pasangan selalu menepati janji dan jadwal yang berhubungan dengan anak. Masa transisi. Kondisi yang paling menegangkan bagi anak adalah ketika dia pergi meninggalkan orang tua yang satu ke orang tua yang lain. Hal ini disebabkan karena anak merasakan ketegangan di antara kedua orang tuanya. Atasi kondisi ini dengan memberi penguatan positif bahwa Anda dan pasangan mencintai mereka, dan sangat ingin mereka menikmati suasana yang gembira ketika berada bersama Anda ataupun pasangan.

Tenggang rasa. Umumnya orang tua berpikiran bahwa agar semuanya berjalan lancar, peraturan yang diterapkan ketika anak bersama ibu haruslah konsisten diterapkan saat ia ada bersama ayah. Sebenarnya tak perlu demikian, tak perlu membuat perdebatan baru dengan mantan. Anak yang paling kecil sekalipun bisa menemukan dan memahami bahwa ayah dan ibunya berbeda, demikian pula aturan ketika dia bersama ayah atau ibunya. Kepentingan bersama. Jika Anda adalah orang tua yang mendapatkan mandat perwalian anak, pastikan bahwa mantan pasangan tahu bahwa Anda sangat menginginkan keterlibatannya dalam kehidupan anak. Hal ini akan membuat mantan pasangan merasa lebih nyaman ketika ia akan bertemu dengan anak. Menikmati hubungan baru. Sekalipun semula tidak terpikirkan, sebaiknya sejak awal dipahami bahwa Anda ataupun pasangan memiliki kemungkinan menjalin hubungan baru. Pastikan Anda siap menghadapi situasi ini. Hal yang penting untuk diingat bahwa reaksi dan dampak perceraian terhadap anak sebenarnya dapat diatasi jika Anda dan pasangan memberi dukungan yang positif pada anak sejak awal. Tetapi jika perceraian Anda sudah terlanjur mengarah ke situasi yang negatif, tidak pernah ada kata terlambat untuk memperbaikinya, karena anak-anak Anda membutuhkannya, berapa pun usia mereka! Reaksi Anak Menghadapi Perceraian?

0 - 3 tahun. Anak yang masih sangat muda sepertinya tidak terlalu mengalami imbas perceraian, tetapi bayi sejak berusia 2 bulan, sebenarnya sudah bisa merasakan ketegangan yang terjadi di antara orang tuanya. Jika proses perceraian terjadi, upayakanlah agar aktivitas rutin bersama anak tidak berubah. Penuhi segala kebutuhan dan kelengkapan yang bisa membuatnya merasa nyaman. 3 - 5 tahun. Anak berusia pra-sekolah cenderung paling berat mengalami dampak perceraian, karena mereka sedang memupuk rasa aman. Perubahan sikap yang terjadi bisa berupa; cengeng, mudah marah, serta berbagai sikap negatif lain. Anak di usia ini cenderung berpikir bahwa merekalah penyebab perceraian orang tuanya, sehingga membutuhkan sangat banyak penguatan.

Psikolog, Dra. Sugiarti Musabiq, M.Kes, mengungkap pentingnya ayah dan ibu yang telah berpisah untuk mengnyampingkan kepentingan diri sendiri. "Perceraian, bagaimanapun prosesnya, memang tetap mengandung konflik dan mempengaruhi emosi pasangan maupun anak. Senantiasa ada masa transisi yang relatif berat. Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan keadaan yang semula tenang menjadi bergejolak karena ketidaksepahaman maupun konflik antara pasangan, yang mau tidak mau berefek pada sikap, tingkah laku dan perkataan, baik yang disadari maupun tidak". Menurutnya lagi, warna, intensitas konflik, serta ketegangan yang terjadi sangat tergantung pada penyebab perceraian. Seperti latar belakang perceraian Dina-Ananta, yang bebas dari masalah orang ketiga tetap berdampak pada mimpi buruk dan kesedihan putrinya. Apalagi jika latar belakang perceraian diperburuk oleh perselingkuhan, disertai cemburu, marah, kecewa; maka akan sangat keruh atmosfer yang terasa sepanjang masa menjelang hingga proses perceraian secara legal berlangsung.

Kondisi inilah, menurut Sugiarti, seringkali tidak terpikirkan oleh pasangan yang menjalani proses perceraian. Hal ini sebenarnya tidak mudah, karena pada pasangan yang akan bercerai, umumya mereka sudah lelah dengan beban perasaan-perasaan negatif selama konflik terjadi. Padahal, status anak, tidak berubah. Sekalipun orang tua berpisah, mendidik anak adalah tanggung jawab bersama. Agar hubungan tetap baik setelah perceraian, sebaiknya ayah dan ibu membuat kesepakatan jadwal rutin kegiatan bersama anak, agar anak tetap merasakan bahwa kedua orang tua tetap menyayangi dirinya. (Foto/Dok.Femina Group) http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/keluarga/Psikologi/suamiistri.bercerai.tapi.tetap.bersahabat /001/007/194/1/1 Perceraian selalu menjadi pilihan terbaik bagi pasangan menikah ketika sudah tidak ada lagi kecocokan. Namun sebaik apapun prosesnya, perceraian selalu berdampak negatif bagi anak. Anak pasti selalu akan menderita dan mengalami trauma. Para peneliti mengatakan temuan mereka bertentangan dengan keyakinan publik bahwa perceraian bisa jadi jalan terbaik bagi setiap anggota keluarga termasuk anak dan takkan menjadi sebuah pengalaman traumatis pada anak di kemudian hari. Padahal, orang tua bercerai harus berusaha lebih keras untuk melindungi anaknya dari trauma tersebut. Penelitian dimulai dengan membandingkan kesejahteraan anak dari orang tua bercerai dengan anak dari pernikahan yang kuat. Hal ini dapat terlihat dari 944 keluarga bercerai. Orang tua bercerai yang masih kooperatif dalam mengasuh anak (yang diyakini sebagai perceraian yang baik), orang tua bercerai yang membagi waktu pengasuhan namun sudah tidak lagi bertegur sapa, dan single parent karena salah satu orang tua tidak lagi ikut serta mengasuh anak. Ketiga kelompok keluarga tersebut menjalani sesi wawancara ketika anak mereka remaja. Sedangkan, anak mereka menjalani sesi wawancara ketika mereka tumbuh dewasa. Ketiga kelompok memiliki jawaban yang serupa. Seperti diterbitkan dalam jurnal Family Relations, anak yang memiliki orang tua kooperatif lebih sedikit memiliki masalah perilaku dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang sudah berpisah. Mereka tidak lebih baik jika dilihat dari kepercayaan diri yang mereka miliki, kepuasan terhadap kehidupan dan sekolah, atau pengalaman dengan rokok, obat-obatan, dan alkohol. Nilai sekolah mereka lebih buruk dibandingkan mereka yang memiliki orang tua yang sudah tidak lagi bertegur sapa. Ketika dewasa, anak dari perceraian yang baik cenderung mengalami hubungan seks dini dan memiliki kehidupan yang kacau sama seperti mereka yang hidup dari keluarga terpisah. Hasil yang sama juga didapatkan dari mereka yang hidup dalam keluarga yang terpecah. Para peneliti dari Universitas Pennsylvania State mengatakan bahwa hasil yang ditemukan hanya sedikit mendukung keyakinan masyarakat bahwa masih terdapat perceraian yang baik. Oang tua bercerai harus lebih pintar untuk membantu anak mereka beradaptasi dengan perubahan dalam keluarga. Ia juga mengatakan bahwa perceraian hanyalah jalan terakhir ketika segala usaha sudah dilakukan untuk menyelamatkan pernikahan.Tidak semua anak dari keluarga bercerai mengalami masalah jangka panjang. Tapi, persahabatan setelah bercerai masih jauh lebih tidak stabil dibandingkan pernikahan yang utuh, apalagi jika anak ikut terlibat. Pentingnya pernikahan orang tua bagi anak tidak dapat anggap berlebihan. http://www.kainsutera.com/info-remaja/perceraian-selalu-berdampak-negatif-bagi-anak.html http://www.tabloidnova.com/layout/set/print/Nova/Keluarga/Anak/5-Perilaku-Anak-Akibat-SalahPola-Asuh Mewaspadai Tayangan TV Selasa, 16 Desember 2008

Tak semua tayangan boleh dan aman ditonton anak-anak. Sejumlah tayangan bahkan perlu diwaspadai para orangtua, antara lain: 1. Tayangan Non Anak-anak Sinetron, infotainmen, komedi situasi, bahkan kuis interaktif yang tak mewakili kepentingan anak, berpeluang memberi contoh tidak baik bagi anak. 2. Tayangan Romantis Tayangan yang menampilkan tema percintaan atau adegan percintaan tentu tak layak ditonton anak-anak, karena sangat berpeluang ditiru tanpa bekal pemahaman yang benar. 3. Adegan Kekerasan Tak semua film kartun baik ditonton anak. Meski sifatnya menghibur, tetapi film kartun yang menampilkan adegan kekerasan dan berbahaya, sering salah ditirukan anak-anak. 4. Menampilkan Banci Akhir-akhir ini banyak teve menaayangkan pemeran banci untuk menambah suasana lucu. Sayangnya, bagi anak-anak tayangan itu justru berpotensi menimbulkan kebingungan atas gender identity. Laili Damayanti http://www.tabloidnova.com/Nova/Tips/Mewaspadai-Tayangan-TV Anak Ibu Begini, Nenek Begitu Rabu, 21 November 2012 Tak perlu khawatir jika pola asuh Anda dan kakek nenek Si Kecil cenderung berbeda. Hal ini justru dapat menjadi stimulasi emosi yang berguna untuk perkembangan buah hati. Kania bimbang ketika mendapati Arika, anak semata wayangnya, ternyata diberi banyak sekali mainan baru oleh Sang Eyang. Pasalnya, Kania beserta suami telah membuat kesepakatan dengan Arika bahwa ia hanya bisa membeli satu mainan baru dalam satu bulan dengan syarat Arika tak malas mengerjakan tugas sekolah. Duh, gimana jika nanti Arika malah malas-malasan lagi mengerjakan PR-nya? ucap Kania dalam hati. Sebenarnya Kania bisa saja mengungkapkan keberatannya kepada Sang Ibu. Akan tetapi, Kania khawatir ibunya akan tersinggung. Lagi pula, sepertinya tak adil jika ia menyalahkan niat baik ibunya. Masalah perbedaan cara asuh memang lumrah terjadi. Ada kalanya, orangtua yang mencoba mendidik anak untuk disiplin harus berkompromi dengan sikap Sang Nenek yang justru ingin memanjakan cucunya. Atau, bisa juga sebaliknya. Anda memanjakan anak sementara orangtua Anda sangat keras dan disiplin kepada cucunya. Bahkan, tak jarang Anda ditegur karena pola asuh yang dinilainya salah. Menurut psikolog keluarga Anna Surti Ariani, Psi., perbedaan pola asuh memang mungkin saja terjadi. Setiap orang memiliki kecenderungan yang berbeda saat memperlakukan cucu atau buah hatinya. Bahkan bukan tak mungkin jika seorang nenek menerapkan pola pengasuhan yang disiplin kepada anaknya, namun justru bersikap sangat memanjakan pada cucunya, ujar psikolog yang akrab disapa Nina ini. Hangat & Dekat Jika ditarik dari sejarah, meski setiap individu memilik cara yang berbeda, namun kecenderungan pola asuh zaman dahulu kental dengan gaya disiplin yang kaku. Dalam artian, anak tidak memiliki banyak pilihan dan hukuman yang diberikan pada setiap kesalahannya seolah dianggap lumrah.

Sampai aliran behaviorisme ditemukan dan dipopulerkan di masyarakat, terbentuklah pemikiran bahwa pengasuhan yang baik itu bukan selalu menghukum, melainkan juga memberikan pujian. Jadi lebih ke reward dan punishment , terangnya. Nina lantas menambahkan, penemuan di dunia parenting yang menyebutkan bahwa attachment orangtua dan anak sangat penting. Di atas segala jenis pola asuh, yang terpenting adalah kehangatan, kedekatan, dan rasa sayang antara ibu dan anak, yang disertai dengan batasan-batasan yang jelas. Jika pola attachment orangtua dan anak sudah kuat, Si Kecil tak akan terpengaruh dengan pola asuh yang diberlakukan orang lain kepadanya, tambah Nina. Harus Konsisten Terkadang, sikap orangtua yang mencampuri cara Anda membesarkan buah hati terasa mengganggu. Anda pun terjebak dalam dilema. Di satu sisi, keakraban Sang Nenek dengan cucunya adalah hal yang begitu Anda harapkan. Di sisi lain, Anda juga khawatir Si Kecil akan bingung dengan perlakuan atau peraturan yang berbeda. Menurut Nina, rasa khawatir semacam ini justru tidak perlu. Perbedaan pola asuh Anda dan orangtua Anda yang diberlakukan pada Si Kecil justru dapat menstimulasi aspek sosial buah hati. Dia akan mendapat pelajaran mengenai cara membedakan perilaku orang dan berperilaku yang pantas pada orang yang berbeda. Maka, itu membantu dia belajar mengenai perkembangan sosial, tutur Nina. Hal ini juga akan berguna untuk buah hati di kemudian hari. Satu hal yang penting dan seringkali dilupakan adalah menjaga konsistensi. Anda harus konsisten pada pola asuh yang telah diberlakukan sehingga dapat menetap di pikiran anak. Jangan sampai hari ini mengizinkan, besok melarang. Jika Anda memberlakukan pola asuh disiplin dengan konsisten, lambat laun anak akan tahu bahwa itu yang diharapkan Anda dan ia akan berusaha mematuhinya, papar Nina. Dan tak masalah jika Anda yang melarang namun Sang Nenek atau Sang Kakek mengizinkan karena akan menguntungkan anak. Ia akan kaya dengan nuansa perbedaan individual, ungkap Nina. Jangan Berjarak Semakin sering terjadi interaksi antara nenek dan cucu memang memperbesar terjadinya perbedaan pola asuh yang diterima buah hati. Sebagai orangtua, Anda tetap paling berhak menentukan apa yang sebaiknya diterapkan pada Si Kecil. Maka jika eyang, orangtua, dan anak tinggal dalam satu atap, Anda dan buah hati harus memanfaatkan area privat semaksimal mungkin, ujar Nina. Sebut saja jika buah hati sedang tantrum. Nenek atau kakek bersikeras untuk menggendong buah hati dan mengabulkan keinginannya. Sementara Anda memiliki cara sendiri untuk meredakan tantrumnya. Sebelum orangtua Anda turun tangan, bawa buah hati ke kamar dan ajak ia bicara hingga tangisnya mereda. Setelah urusan Anda dan buah hati usai, baru keluar dari kamar. Pasalnya, pada siapa pun Anda memercayakan pengasuhan, baik pada eyang atau pada pengasuh, namun tetap saja ibu dan anak membutuhkan waktu khusus untuk menebalkan ikatan tadi, paparnya. Sementara ketika Anda mulai merasa orangtua terlalu banyak turun tangan dalam menangani Si Kecil, Anda tak perlu menciptakan jarak antara orangtua Anda dan buah hati. Dekati orangtua, bukan justru memberi jarak. Pasalnya, jika Anda dekat dengan orangtua dan orangtua melihat perlakuan Anda yang tegas namun penuh kasih sayang pada buah hati,

misalnya, pada akhirnya orangtua akan respek pada Anda dan mempercayakan pola pengasuhan yang Anda terapkan, ujar Nina penuh keyakinan. Nina tak menampik bahwa proses membuat orangtua Anda percaya memang membutuhkan waktu dan kesabaran. Namun pada akhirnya, jika pola asuh yang Anda yakini terbukti membawa hasil menyenangkan pada buah hati, orangtua Anda pun akan percaya dan menghargai Anda. 3 Pola Asuh Tiga jenis pola asuh yang dikategorikan oleh Diana Baumrind, ahli psikologi perkembangan dari New York, dikutip oleh Nina. Menurut Nina, secara umum pola asuh memiliki tiga jenis, yaitu 1. Otoriter: Tipe pengasuhan ini umumnya bersifat parent center. Jadi, memberi hukuman pada anak lumrah saja karena semua dilakukan atas kehendak orangtua. 2. Permisif: Tipe pengasuhan ini bersifat child center, orangtua cenderung sangat memanjakan anak dan mengikuti apa saja yang diinginkan anaknya. 3. Otoritatif: Tipe pengasuhan yang menyeimbangkan sisi otoriter dan permisif, yaitu tidak melulu menghukum atau memanjakan, namun bisa mengatur dan menghargai dengan disesuaikan pada konteksnya. Menurut Nina, tipe otoritatif dianggap paling ideal karena hubungan orang tua dan anak akan hangat namun anak juga mengenal batasan. Namun, masih sulit untuk menanamkan pola ini pada orangtua. Karena yang banyak terjadi justru otoriter sekalian atau permisif sekalian. Jarang ada yang dapat menyeimbangkan keduanya, tegas Nina. Tantangan Baru Nina memaparkan sebuah fenomena yang bisa dikatakan baru yaitu bertambahnya orangtua yang justru takut kepada anaknya. Takut membuat anak sedih, kecewa, atau marah. Akhirnya segala keinginan anak dituruti saja. Itu termasuk pada pola permisif, ujarnya. Nina juga memaparkan bahwa kini, baik orangtua maupun anak memiliki tantangan baru. Tantangan itu utamanya dilihat dari dunia yang kian mengglobal. Perkembangan internet dan teknologi tak dapat dibantah sangat memengaruhi perubahan sikap seseorang menjadi lebih menuntut kecepatan dan kemudahan, ujar Nina. Akibatnya, seseorang menjadi lebih tidak sabar dalam mencapai tujuan, termasuk dalam pola pengasuhan. Padahal, dalam membentuk sikap yang menetap pada buah hati tentu tidak dapat diraih dengan instan, kan? Di lain sisi, jika dilihat dari perkembangan kognitif dan emosional anak, tingkatan perkembangan anak zaman dahulu dan sekarang sebenarnya sama saja. Misalnya usia anak belajar berjalan, mulai berbicara, itu dari dulu hingga sekarang, kan, sama. Perkembangan kognitif dan emosional anak memang akan tetap sama, hanya dengan tantangan yang berbeda, tegasnya. Annelis Brilian

Psikologi remaja ( sarlito ) Psikologi Remaja Rangkuman

Judul : Psikologi Remaja Pengarang : Dr. Sarlito Wirawan Sarwono BAB I DEFINISI REMAJA I. DEFINISI MENURUT HUKUM INDONESIA Konsep remaja tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku . Contoh data : Hukum Perdata Usia 21 tahun (atau kurang tapi sdh menikah) dewasa Usia < 21 tahun (dan belum menikah) masih butuh wali untuk melakukan tindakan hukum perdata (mis. Mendirikan perusahaan atau membuat perjanjian di hadapan pejabat hukum) Hukum Pidana Usia 18 tahun (atau kurang tapi sdh menikah) dewasa Usia < 18 tahun (blm menikah) anak-anak (msh mjd tgjwb orang tua), contoh: jika melakukan pencurian tdk disebut tindakan kejahatan (kriminal) tapi disebut kenakalan, jika tindakan tersebut patut dijatuhi hukuman negara dan orang tuanya ternyata tidak mempu mendidik anak itu lebih lanjut maka mjd tgjwb negara dan dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan khusus anak-anak (di bawah Departemen Kehakiman) Undang-undang Kesejahteraan Anak (UU No.4 / 1979) Usia < 21 tahun anak-anak, berhak mendapat perlakuan dan kemudahan-kemudahan yang diperuntukkan bagi anak (misal : pendidikan, perlindungan dari orang tua, dll.) UU Lalu Lintas Usia 18 tahun SIM A (SIM kendaraan roda 4 berbobot < 2 ton) Usia 21 tahun SIM B I ke atas (SIM kendaraan roda 4 > 2 ton) Usia 16 tahun SIM C (kendaraan roda 2) UU tidak mengecualikan mereka yang sudah menikah di bawah usia tersebut dan memperlakukan semua di bawah usia tsb sebagai belum cukup umur atau belum dewasa. Hanya UU Perkawian saja yang mengenal konsep remaja walau tidak terbuka. UU Perkawinan Pasal 7 UU no.1 1974 ttg Perkawinan Usia 16 tahun (wanita) & 19 tahun (pria) usia minimal suatu perkawinan

Usia < 21 tahun masih dibutuhkan izin orang tua untuk menikahkan Usia 21 tahun sudah tidah dibutuhkan izin orang tua untuk menikahkan Jadi usia 16/19 s/d 21 tahun dianggap belum dewasa penuh disejajarkan dengan pengertian-pengertian remaja dalam ilmu sosial II. REMAJA DITINJAU DARI SUDUT PERKEMBANGAN FISIK Remaja adalah : masa pematangan fisik ( 2 tahun) : PUBERTAS wanita dihitung mulai haid pertama laki-laki dihitung mulai mimpi basahnya Istilah : Inggris Puberty Latin (1) The Age of Manhord (Usia Kedewasaan), (2) Pubescere (pertumbuhan rambut di daerah tulang pusic / di bawah kemaluan) Note : Sulit menentukan batas umur remaja, karena proses biologis tersebut dipengaruhi keadaan lingkungan, khususnya keadaan gizi yang lebih baik yang mempercepat pertumbuhan organisme seksual manusia . Usia menarche (awal haid) dipengaruhi oleh hubungan antar jenis yang serba boleh (permisif), sehingga mempercepat kematangan tubuh. III. REMAJA MENURUT WHO Remaja adalah seuatu masa dimana : 1. individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual 2. individu mengelami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa 3. terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang lebih mandiri (Muangman, 1980, hal. 9) WHO menetapkan usia 10-20 tahun Remaja Karena kehamilan dalam usia-usia tersebut mempunyai resiko yang lebih tinggi daripada kehamilan dalam usia-usia di atasnya. (Sanderowitz dan Paxman, 1985) Penetapan umur tersebut diberlakukan juga pada laki-laki. WHO membagi 2 tahap remaja :

1. Remaja awal : 10-14 tahun 2. Remaja akhir : 15-20 tahun Usia pemuda berdasarkan :

PBB 15-24 tahun Sensus penduduk 1980 (di Indonesia) 14-24 tahun

IV. DEFINISI SOSIAL-PSIKOLOGIK Csikszentimilhalyi & Larson (1984, hal 19): Menyatakan bahwa puncak perkembangan jiwa itu ditandai dengan adanya proses perubahan dari kondisi Entropy (isi banyak tapi belum terkait dengan baik) ke kondisi Negentropy (isi kesadaran tersusun dengan rapi, pengetahuan yang satu terkait dengan pengetahuan yang lain dan pengetahuan jelas hubungannya dengan sikap atau perasaan. V. DEFINISI REMAJA UNTUK MASYARAKAT INDONESIA Pedoman umum usia 11-24 tahun dan belum menikah BAB II TINJAUAN TEORI Awal mula konsep tentang remaja *Konsep anak sudah dikenanl sejak abad ke-13 *Remaja baru dikenal secara meluas dan mendalam pada awal abad ke-20 namun tulisantulisan klasik yang menunjukkan indikasi tetantang remaja suda ada sejak jaman filsuf Aristoteles (384-322 SM) dan J.J. Rousseau dalam bukunya Emile (1762) Tahap perkembangan jiwa menurut Aristoteles sbb : 1. 0-7 thn : masa kanak-kanak (infancy) 2. 7-14 th : masa anak-anak (boyhood) 3. 14-21 th : masa dewasa muda (young manhood) (R.E. Muss, 1968, hal 15) Batas usia 21 tahun tetap digunakan dalam kitab-kitab hukum bbbg negara, sebagai batas usia dewasa. Empat tahap perkembangan Rousseau : 1. 0-4/5 thn masa kanak-kanak (infancy) 2. 5-12 thn masa bandel (savage state) 3. 12-15 thn bangkitnya akal (ratio), nalar (reason) dan kesadaran diri (self conciosness)

4. 15-20 thn masa kesempurnaan remaja (adolescene proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi. (R.E. Muss, 1968, hal 27-30) Teori Rousseau yang merekapitulasi (meringkas) perkembangan evolusi umat manusia pada perkembangan individu manusia mempunyai pengikut di awal abad ke 20 yaitu G.S Hall (18441924) sarjana psikologi Amerika Serikat yang oleh beberapa buku teks disebut sebagai Bapak Psikologi Remaja. Petro Bloss (1962) Proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja : 1. Remaja Awal (Early Adolescene) - masih heran pada diri sendiri - mengembangkan fikiran baru - cepat tertarik pada lawan jenis - kurang kendali thd ego (sulit mengerti dan dimengerti orang lain) 1. Remaja Madya (Midle Adolescene) - membutuhkan kawan-kawan - cenderung narcistic (mencintai dirinya sendiri, suka dengan teman-teman yang memiliki sifat yang sama / mirip dengan dia) - labil 1. Remaja Akhir (Late Adolescene) Masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal berikut : a. minat terhadap fungsi-fungsi intelektual b. egonya mencari kesempatan bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru c. identitas seksual tidak brubah lagi d. egosentrisme diganti dengan keseimbangan anatara kepentingan sendiri dengan orang lai e. tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya dan maayarakat umum John Amos Comenius (1592-1670) Teori pendidikan yang berwawasan perkembangan jiwa yang didasarkan pada teori Psikologis Fakultas

Pembagian tersebut adalah dalam 4 tahap, @ lamanya 6 tahun : 1. 0-6 tahun pendidikan oleh ibu sendiri (mother school) untuk mengembangkan bagian dari jiwa (=fakultas) penginderaan dan pengamatan 2. 6-12 tahun pendidikan dasar (elementary education) sesuai dengan berkembangnya fakultas ingatan (memory) dan diberikanlah dalam tahap ini pelajaran-pelajaran bahasa, kebiasaan-kebiasaan sosial dan agama. 3. 12-18 tahun sekolah lanjutan (latin school) sesuai dengan berkembangnya fakultas penalaran (reasoning). Pada tahap ini anak-anak dilatih untuk mengerti prinsip-primsip kausalitas (hub. Sebab akibat) melalui pelajaran tata bahasa, ilmu alam, matematika, etika, dialektika dan retorika. 4. 18-24 tahun pendidikan tinggi (universitas) dan pengembangan(travel) untuk mengembangkan fakultas kehendak (faculty of will) (R.E. Muss, 1968, hal.21-23) Kurt Lewin Tingkah laku yang menurut pendapatnya akan selalu tdpt pada remaja : 1. Pemalu dan perasa, tetapi cepat marah dan agresif sehubungan belum jelasnya batasbatas antara berbagai sektor di lapangan psikologik remaja. 2. Ketidakjelasan batas-batas ini menyebabkan pula remaja terus-menerus merasakan pertentangan antara sikap, nilai, ideologi, dan gaya hidup 3. Konflik sikap, nilai dan ideologi tersebut di atas muncul dalam bentuk ketegangan emosi yang meningkat. 4. Ada kecenderungan pada remaja untuk mengambil posisi yang sangat ekstrim dan mengubah kelakuannya secara drastis, akibatnya sering muncul tingkah laku radikal dan memberontak di kalangan remaja. 5. Bentuk-bentuk khusus dari tingkah laku remaja pada berbagai individu yang berbeda akan sangat ditentukan oleh sifat dan kekuatan dorongan-dorongan yang saling berkonflik di atas (Muss, 1968, hal. 95) BAB IV PERKEMBANGAN PSIKOLOGIK REMAJA Pembentukan Konsep Diri Remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Secara psikologik kedewasaan adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologik teretentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologik itu menurut G.W. Allpoert (1961, Bab VII) adalah : 1. Pemekaran diri sendiri (extention of the self) : - egoisme berkurang

- rasa memilliki meningkat - mencintai orang lain dan alam sekitar - kemampuan tenggang rasa 1. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (sel objectivication) : - kemampuan mempunyai wawasan tentang diri sendiri (self insight) - kemampuan untuk menangkap humor (sese of humor) - tidak marah jika dikritik - dapat mengevaluasi dir 1. Memiliki filsafat hidup tertentu (unifying philosophy of life) : - tidak mudah terpengaruh - pendapat-pendapatnya dan sikapnya cukup jelas dan tegas Menurut Richmond dan Slansky (1984, hlm.110-111) inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja awal dan menengah adalah memperjuangkan kebebasan. Sedangkan menemukan bentuk kepribadian yang khas (yang oleh Allport dinamakan unifying philosophy of life) dalam periode itu belum menjadi sasaran utama. Perkembangan Intelegensi Intelegensi adalah -David Wechsler (1958)- : Keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Intelegensi memang mengandung unsur fikiran atau ratio. Makin banyak unsur ratio yang digunakan dalam suatu tindakan atau tingkah laku, makin berintelegensi tingkah laku tersebut. Ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ (Intelligence Quotient). Perhitungan : Orang Dewasa Dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagai soal (hitungan, kata-kata, gambar-gambar dan lain-lain) dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar dan membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelitian yang terpercaya) maka didapatkanlah nilai IQ yang bersangkutan. Anak-anak Dengan menyuruh mereka melakukan pekerjaan tetentu dan menjawab pertanyaan tertentu (misalnya: menghitung sampai 10 atau 100, menyebut nama-nama hari atau bulan, membuka pintu dan menutupnya kembali, dan lain-lain). Jumlah pekerjaan yang bisa

dilakukan anak kemudian dicocokkan dengan membuat daftar untuk mengetahui usia mental (mental age = MA) anak. Makin banyak yang bisa dijawab atau dikerjakan anak, makin tinggi usia mentalnya. Usia mental ini kemudian dibagi dengan usia kalender (callender age = CA) dan dikalikan 100, maka didapatkan IQ anak. Rumus : IQ = MA/CA x 100 Teori intelegensi yang meninjaunya dari sudut perkembangan dikemukakan oleh Jean Piaget (1896-1980). Piaget berpendapat bahwa setiap orang mempunyai sistem pengaturan dari dalam pada sistem kognisinya. Sistem pengaturan ini terdapat sepanjang hidup sesorang dan berkembang sesuai dengan perkembangan aspek-aspek kognitif yaitu : 1. Kematangan, merupakan perkembangan susunan syaraf shg misalnya fungsi-fungsi indera menjadi lebih sempurna. 2. Pengalaman, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungannya. 3. Transmisi sosial, yaitu hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial antara lain melalui pengasuhan dan pendidikan dari orang lain. 4. Ekuilibrasi, yaitu sistem pengaturan dalam diri anak itu sendiri yang mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya. (Gunarsa, 1982, hlm.140-141) Sistem pengaturan mempunyai 2 faktor : 1. Skema Adalah pola yang teratur yang melatarbelakangi suatu tingkah laku. 1. Adaptif Adalah penyesuaian terhadap lingkungan yang bersangkut-paut dengan tujuan dan perjuangan hidup. Tahap-tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah sebagai berikut (Gunarsa, 1982, hlm.146-161; Piaget, 1959, hlm.123) 1. Tahap I : Masa sensori-motor (0-2.5 tahun) Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk mengenal lingkungannya. 1. Tahap II : Masa praoperasional (2.0-7.0 tahun) Ciri khasnya adalah kemampuan menggunakan simbol, yaitu mewakili sesuatu yang tidak ada. 1. Tahap III : Masa konkrit-operasional (7.0-11.0 tahun) Sudah bisa melakukan berbagai macam tugas yang konkrit. Ia mulai mengembangkan 3 macam operasi berfikir, yaitu : a. Identitas : mengenali sesuatu b. Negasi : mengingkari sesuatu

c. Resiprokasi : mencari hubungan timbal baik antara beberapa hal 1. Tahap IV : Masa formal-operasional (11.0-dewasa) Dalam usia remaja dan seterusnya sesorang sudah mampu berfikir abstrak dan hipotetis. Masa remaja adalah masa yang penuh emosi. Salah satu ciri periode topan dan badai dalam perkembangan jiwa manusia ini adalah emosi yang meledak-ledak, sulit untuk dikendalikan. Plato menyamakan emosi remaja ini dengan api. Di satu pihak emosi yang memnggebu-gebu ini memang menyulitkan, terutama untuk orang lain (termasuk orang tua dan guru) dalam mengerti jiwa si Remaja. Tetapi di lain pihak, emosi yang menggebu ini bermanfaat untuk remaja itu terus mencari identitas dirinya. Perkembangan Peran Sosial Gejolak emosi remaja dan masalah remaja lain pada umumnya disebakan antara lain oleh adanya konflik peran sosial. Di satu pihak ia sudah ingin mandiri sebagai orang dewasa, di lain pihak ia masih harus terus mengikuti kemauan orang tuanya. Konflik peran yang dapat menimbulkan gejolak emosi dan kesulitan-kesulitan lain pada masa remaja dapat dikurangi dengan memberi latihan-latihan agar anak dapat mandiri sedini mungkin. Dengan kemandiriannya anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Oleh karena ia tahu dengan tepat saat-saat yang berbahaya di mana ia harus kembali berkonsultasi dengan orang tuanya atau dengan orang dewasa lain yang lebih tahu dari dirinya sendiri. Perkembangan Peran Seksual Ada 4 macam manusia ditinjau dari peran seksualnya, yaitu : 1. Tipe maskulin, yaitu yang sifat kelaki-lakiannya di atas rata-rata, sifat kewanitaannya kurang dari rata-rata. 2. Tipe feminin, yaitu yang sifat kewanitaannya di atas rata-rata, sifat kelaki-lakiannya kurang dari rata-rata. 3. Tipe androgin, yaitu yang sifat kelaki-lakian maupun kewanitaannya di atas rata-rata. 4. Tipe tidak tergolongkan (undiferentiated), yaitu yang sifat kelaki-lakiannya maupun kewanitaannya di bawah rata-rata. (Wrightsman, 1981, hlm.445) Perkembangan Moral dan Religi Religi yaitu kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat yang mengatur alam semesta ini adalah sebagian dari moral, sebab dalam moral sebenarnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan suatu perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu dihindari. Agama, oleh karena mengatur juga tingkah laku baik-buruk, secara psikologik termasuk dalam moral. Hal lain yang termasuk dalam moral adalah sopan-santun, tata krama, dan norma-norma masyarakat lain. Kohlberg membagi perkembangan moral dalam 3 tahap yang masing-masing dibagi lagi dalam 2 tingkatan :

1. Tahap I (tingkat 1 dan 2) : Tahap Prakonvensional Tingkat 1 pedoman mereka hanyalah hindari hukuman Tingkat 2 sudah ada pengertian bahwa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, seseorang juga harus memikirkan kepentingan orang lain. 1. Tahap II (tingkat 3 dan 4) : Tahap Konvensional Setuju pada aturan dan harapan masyarakat dan penguasa, hanya karena memang sudah demikianlah keadaannya. Terjadi pada remaja dan sebagian besar orang dewasa. 1. Tahap III (tingkat 5 dan 6) : Tahap Pasca Konvensional Terjadi pada sebagian orang dewasa. Tahap ini mendasarkan penilaian mreka terhadap aturan dan harapan masyarakat pada prinsip-prinsip moral umum. Tingkat 1 kontak sosial atau hak individu Tingkat 2 prinsip etika universal (Lickona, 1975, hlm. 32-33) BAB V REMAJA SEBAGAI SUBKULTUR Masyarakat Transisi Masyarakat transisi dalam istilah J. Useem dan R.H. Useem dinamakan modernizing society. Masyarakat ini adalah masyarakat yang sedang mencoba untuk membebaskan diri dari nilai-nilai masa lalu dan menggapai masa depan dengan terus menerus membuat nialinilai baru atau hal-hal baru. Menurut Emile Durkheim, keadaan masyarakat transisi akan membawa individu anggota masyarakat kepada keadaan anomie. Anomie menurut Durkheim adalah normlessness yaitu suatu sistem sosial dimana tidak ada petunjuk atau pedoman buat tingkah laku. Jadi adalah keadaan ekternal seperti dalam keadaan hukum rimba yang terdapat dalam masyarakat yang tiba-tiba dilanda perang. Kebiasaan-kebiasaan dan aturan-aturan yang biasa berlaku tiba-tiba tidak berlaku lagi. Akibatnya adalah individulaisme dimana individu-individu bertindak hanya menurut kepentingannya masing-masing (Durkheim, 1951) Kondisi anomie ini tentu saja tidak hanya berlaku terhadap anggota masyarakat dewasa, melainkan juga terhadap para remaja. Merton selanjutnya menyatakan bahwa anomie juga menunjuk pada manusia yang ambivalent (tidak jelas nilai yang dianutnya) dan ambigous (tidak jelas bentuk kelakuannya) dalam masyarakat yang juga tidak konsisten (Merton,1957). Akibatnya memang ada manusia-manusia yang bertingkah laku konform, yaitu menerima nilai (oleh Merton diartikan sebagai tujuan umum dari suatu kebudayaan) dan norma (artinya aturan-aturan khusus dari lembaga masayarakat tertentu). Remaja-remaja yang menerima apa saja yang dikatakan orang tua mereka untuk mencapai gelar sarjana adalah contoh dari jenis konform ini.

Akan tetapi selanjutnya Merton mengatakan bahwa disamping mereka yang bersikap konform terhadap nilai dan norma, ada orang-orang yang menentang (bertingkah laku deviant atau menyimpang) nilai atau norma itu atau kedua-duanya. Tingkah laku menentang digolongkan ke dalam 4 jenis (Merton) : 1. innovation Yaitu tingkah laku yang menyetujui nilai tetapi menentang norma. Akibatnya bisa negatif dan positif. 1. Ritualism Yaitu tingkah laku yang menolak nilai-nilai tetapi menerima norma. 1. Retreatism Yaitu pengingkaran terhadap nilai maupun norma. Bentuk reaksinya adalah pelarianpelarian dari nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku. 1. Rebellion Yaitu pemberontakan, menolak nilai-nilai dan norma-norma yang ada tapi mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma yang lain yang berasal dari luar masyarakatnya. Remaja Sebagai Anggota Keluarga WAR (World of Abnormal Rearing) Definisi : kondisi dimana lingkungan tidak memungkinkan anak untuk mempelajari kemampuan-kemampuan yang paling dasar dalam hubungan antar manusia (Kempe & Helfer, 1980, hal.38). Ciri-ciri WAR (diantaranya) : 1. Anak dipukuli (pada sebagian keluarga WAR) 2. Anak disalahgunakan secara seksual (misalnya dijadikan korban incest atau dipaksakan kawin pada usia masih kanak-kanak, ini pun hanya pada sebagian keluarga WAR) 3. Anak tidak dperdulikan (ini lebih banyak terjadi) 4. Anak dianggap seperti anak kecil terus atau dianggap tidak berarti (paling banyak terjadi) Akibat WAR : anak-anak menjadi terkekang sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik di luar rumah sendiri. Secara sosiologis, faktor-faktor yang ada kaitannya dengan penelantaran dan penyalahgunaan anak ini menurut Wolf (1981) adalah sebagai berikut : 1. Tidak terpantau tetangga, karena cenderung terisolasi (dalam masyarakat modern). 2. Kepentingan bersama anak dan orang tua makin lama makin melemah sehingga makin banyak pasangan suami-istri yang tidak ingin mempunyai anak dan kalau ada anak di rumah mudah timbul sikap negatif pada anak-anak.

3. Anggota-anggota keluarga makin jarang di rumah. 4. Anak menjadi objek dari ambisi-ambisi pendidikan. 5. Tekanan ekonomi dan mereka tidak dapat keluar dari sana. Remaja di Sekolah Faktor yang berpengaruh di sekolah bukan hanya guru dan sarana pendidikan saja, tetapi lingkungan pergaulan antar teman pun besar pengaruhnya. Remaja dalam Masyarakat Masyarakat sebagai lingkungan tertier (ketiga) adalah lingkungan yang terluas bagi remaja dan sekaligus paling banyak menawarkan pilihan. Terutama dengan maju pesatnya teknologi komunikasi massa maka hampir-hampir tidak ada batas-batas geografis, etnis, politis, maupun sosial antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Istilah, gaya hidup, nilai dan perilaku dimasyarakatkan melalui media massa ini, pada gilirannya remaja akan dihadapkan kepada berbagai pilihan yang tidak jarang menimbulkan pertentangan batin di dalam remaja itu sendiri. Pertentangan batin itu bisa berupa konflik (menurut istilah Kurt Lewin) yang ada beberapa macam jenisnya (Sarlito, 1986), yaitu : 1. Konflik mendekat-mendekat : dimana ada dua hal yang sama kuat nilai positifnya, tapi saling bertentangan. 2. Konflik menjauh-menjauh : dimana ada dua hal yang harus dihindari akan tetapi tidak mungkin keduanya dihindari sekaligus. 3. Konflik mendekat-menjauh : yaitu jika suatu hal tertentu sekaligus mengandung nilai posistif dan negatif. http://mentoringku.wordpress.com/2/ Tanda Anda Belum Move On Senin, 20 Mei 2013 Masa lalu, biarlah berlalu. Untuk beberapa orang, mengamini kalimat Masa lalu, biarlah berlalu tak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi bila perpisahan yang terjadi adalah dengan dengan sosok yang masih dicintai dan telah membina hubungan bersama sekian lama. Setiap orang memang pasti memiliki masa lalu. Namun, repot juga jika ingatan akan masa lalu justru hanya membatasi hidup Anda ke depan. Berikut adalah tanda bahwa masa lalu sedikitbanyak masih mengikat Anda! 1. Sering Membandingkan

Dulu pasanganku pasti mau menjemput sesibuk apapun dia. Kalimat-kalimat bernada membandingan seperti ini jelas menunjukkan bahwa masa lalu masih saja membelenggu Anda. Padahal diam-diam Anda juga mengakui bahwa pasangan yang kini bersama Anda dan sosok sebelumnya masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Ingat, kini Anda membina hubungan baru dengan orang yang baru pula. Jangan pikir upaya membandingkan ini akan membuat pasangan terpecut untuk melakukan apa yang Anda harapkan. Bisa-bisa, ia malah sebal dan merasa Anda tak mencintainya karena masih menaruh hati pada sosok di masa lalu. 2. Beda Porsi

Apakah Anda memberikan usaha dan pengorbanan yang sama dengan yang Anda lakukan pada hubungan sebelumnya? Misalnya, dengan sosok sebelum ini Anda sering sekali mengalah sementara di hubungan sekarang Anda selalu menuntu keinginan dipenuhi. Bila Anda tak melakukan hal yang sama dengan hubungan sebelumnya, sudah pasti ada alasan di balik itu, bukan? 3. Menutup Diri

Sejak perpisahan terakhir, wajar jika beberapa bulan pertama Anda memilih untuk sendiri dulu. Akan tetapi jika hingga tahun-tahun berikutnya Anda benar-benar tak ingin membuka celah atau mencari yang baru karena yakin tak ada yang sebaik pasan gan terdahulu, tandanya Anda memang masih tersangkut di hubungan yang lalu. Siapa yang tahu, kebahagiaan baru sebenarnya sudah menghampiri namun Anda selalu menepisnya 4. Selalu Dihubungkan

Jika setiap hal selalu Anda sambungkan dengan memori dengan mantan, ini adalah tanda jelas bahwa perhatian Anda belum bisa beralih darinya. Misalnya, mendengar lagu ini ingat pasangan terdahulu, pergi ke suatu tempat makan ingat dulu pernah mendatanginya dengan mantan pasangan, lalu Anda pun masih suka mencari tahu perkembangan hidupnya. Jika demikian, Anda memang yang masih menyerahkan diri untuk tetap mengikatkan pikiran dan hati pada pasangan terdahulu dan menepis kebahagiaan baru yang mungkin hadir. 5. Perlakuan Sama

Anda telah memiliki pasangan baru, namun tetap memperlakukan dia sama dengan cara Anda memperlakukan pasangan terdahulu. Kemudian, Anda sebal sendiri jika respon dari pasangan tak sama dengan yang biasa dilakukan pasangan terdahulu. Tahukah Anda bahwa ini sama seklai tidak adil untuk pasangan Anda sekarang? Toh, semua orang berbeda. Coba bayangkan jika Anda berada di posisi demikian. Pada akhirnya, hal-hal ini akan memberikan percikan masalah antara Anda dan pasnagan terdahulu. Annelis Brilian

11 Sayuran Terbaik untuk Dipanggang Rabu, 05 Juni 2013 Patut Anda ketahui, Anda dapat memanggang hampir semua jenis sayuran, lo. Berikut ini 11 jenis sayuran yang bisa diolah dengan cara dipanggang. 1. Jagung Siapa yang tak suka jagung bakar? Cara membuatnya mudah sekali. Cukup Anda buka kulitnya, lalu "lemparkan" ke atas panggangan. Tunggu sekitar 15 - 20 menit sambil membalikbalikkannya atau sampai kulitnya berwarna kecokelatan. 2. Zucchini Potong zucchini atau timun jepang memanjang menjadi potongan setengah inci. Olesi dengan minyak, panggang langsung di atas api sambil sesekali dibalikkan hingga kecoklatan. 3. Asparagus

Pangkas bagain bonggolnya dan olesi dengan minyak sebelum diletakkan di atas panggangan. Panggang selama 6 - 12 menit atau tergantung pada ketebalan. Untuk mengetahui asparagus sudah matang atau belum, tusuk dengan ujung pisau. 4. Jamur Ketika memanggang jamur, jamur kecil harus ditusuk dengan tusuk sate. Sedangkan untuk jamur besar, seperti portobello, Anda dapat mengaturnya langsung di atas panggangan (hanya jangan lupa mengolesinya dengan minyak). Panggang sekitar 15 - 20 menit, atau sampai jamur berwarna kecokelatan dan lembut. 5. Peppers Peppers atau paprika mampu membuat kabobs (sate daging dan sayur) meriah. Potong paprika menjadi setengah bagian lalu buang biji dan bagian dalamnya. Panggang selama 10 15 menit hingga coklat gelap dan kulitnya melepuh. 6. Bawang Bombai Kupaslah bawang dan olesi dengan minyak. Lalu, panggang selama 15 menit cukup dengan satu putaran saja. 7. Tomat Pilih tomat yang tidak terlalu matang agar ketika dipanggang tomat tidak lekas hancur. Anda juga dapat mengiris tomat dan menyajikannya pada tusuk sate. 8. Kentang Sebelum memanggang kentang, Anda harus merebusnya terlebih dahulu. Sebentar saja dan ditambahkan sedikit garam. Setelah kentang empuk, potong dan olesi dengan minyak, lalu panggang. Anda bisa memanggang kentang di atas api langsung (15 - 20 menit) atau tidak langsung (20 25 menit). 9. Artichoke Bersihkan dan rendam artichoke dengan air garam sebelum dipanggang. Tusuk pada tusukan sate, olesi minyak, dan panggang sekitar 10 menit. 10. Labu Apapun jenis labunya, Anda bisa memanggang sayur ini. Setelah mengeluarkan bijinya, iris bentuk dadu, dan taruh di atas panggangan sambil sesekali diangkat-angkat selama 20 - 25 menit. 11. Terong Iris bentuk dadu terung sebelum mengolesinya dengan minyak. Lalu panggang selama 5 - 20 menit untuk mencapai kelembutan yang Anda inginkan. Anda bisa mengupas kulitnya ataupun tidak. Ester Sondang 7 Trik Teknik Memanggang Rabu, 05 Juni 2013 Grilling atau memanggang merupakan salah satu tradisi memasak yang paling terkenal di Amerika. Untuk mendapatkan hidangan panggang yang lezat, tidak

dibutuhkan waktu dan pengalaman. Anda dapat memelajarinya dalam waktu singkat dengan memperhatikan 7 trik berikut ini: 1. Warna Coklat yang Cantik Setiap pemanggang selalu berusaha untuk "menciptakan" bakaran yang indah. Kata Todd Simon, wakil presiden senior dan generasi kelima pemilik usaha keluarga Omaha Steaks, "Untuk membakar sempurna, alat panggangan harus dipanaskan di suhu tinggi 500-600 derajat celcius. Ini cukup untuk membuat permukaan bakaran coklat. Setelah itu kurangi panas saat proses memanggang berlangsung dan gunakan pencepit yang kokoh untuk membalikkan daging." 2. Metode 60/40 Apapun yang Anda panggang, masaklah dengan metode kematangan masing-masing sisi 60 dan 40 persen. 3. "Mengunci" Rasa Saat memasak, seringkali kita tergoda untuk memeriksa panggangan berulang-ulang. Padahal itu sebenarnya bisa berdampak kurang baik bagi masakan. "Tutup panggangan selama mungkin selama proses memanggang untuk membantu mengunci rasa," saran Simon. 4. Beradu dengan Arang Masakan Anda terselip di antara abu arang? Jorok, ya. Biasanya kalau sudah begitu makanan jadi tidak bisa dimakan lagi. Untuk mencegah hal ini terjadi, gunakanlah alas khusus grill. 5. Beri Bumbu Bagaimana mendapatkan hasil panggangan yang kaya rasa? jawabannya, gunakan bumbu. Tapi yang lebih penting lagi adalah, beri garam secukupnya sebelum makanan dipanggang. Apakah itu pada daging, sayur, tahu, ikan, dan lain sebagainya. Untuk mengoleskan bumbu, gunakan kuas makanan. 6. Perhatikan Suhu Bahkan para koki berpengalaman saja menggunakan termometer saat memanggang, begitu juga seharusnya dengan Anda. Ini untuk memastikan panggangan dimasak sempurna, terutama untuk potongan daging yang sangat tebal. 7. Istirahatkan Sebelum Disajikan Untuk menghindari daging kenyal, biarkan makanan beristirahat 3-5 menit sebelum disajikan. Ester Sondang Tips Melenyapkan Bau Sepatu Selasa, 28 Mei 2013 Sepatu yang tertutup rapat di bagian depan tak jarang menimbulkan bau tak sedap, terutama bila dipakai dalam jangka waktu lama. Nah, agar sepatu Anda kembali segar dan bebas bau tak sedap, simak tips berikut. 1. Untuk sepatu yang dapat dicuci, gunakan campuran deterjen dan baking soda untuk mencucinya.

2. Jika sepatu tidak dapat dicuci, taburi bedak bayi di bagian dalam sepatu, biarkan selama 24 jam sebelum dipakai kembali. Ini berguna untuk menghilangkan bau sepatu. 3. Untuk mencegah bau kembali timbul, usahakan bagian dalam sepatu terhindar dari kelembaban. Letakkan silica gel saat menyimpan sepatu agar bagian dalamnya tetap kering. 4. Semprotkan pewangi setelah digunakan, agar sepatu tidak menimbulkan bau. 5. Simpanlah sepatu di tempat yang dingin selama semalam, gunakan koran untuk membungkusnya hingga memadati ruang dalam sepatu. Koran berguna untuk menyerap bau yang ada di dalam sepatu. 6. Atau, saat hendak menyimpan sepatu, masukkan kopi yang sudah dibungkus tisu ke dalam sepatu. Hasuna

Anda mungkin juga menyukai