Anda di halaman 1dari 25

REFERAT OSTEOKONDRITIS DISEKANS

Pembimbing dr. Tanto, Sp. OT

Mahasiswa Astrid Amanda 406118023

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah dan Anestesi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Jakarta Periode 21 Juli 2013 28 September 2013

LEMBAR PENGESAHAN
Nama NIM Fakultas Universitas Tingkat Bidang Pendidikan Periode Kepaniteraan Klinik Judul referat Diajukan Pembimbing : Astrid Amanda : 406118023 : Kedokteran Umum : Tarumanagara : Program Pendidikan Profesi Dokter : Ilmu Bedah dan Anestesi : 21 Juli 2012 28 September 2013 : Osteokondritis disekans : Juli 2013 : dr. Tanto, Sp. OT

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

Mengetahui,

Ketua SMF Ilmu Bedah BLU RSUD Kota Semarang,

dr. Tanto, Sp.OT

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Osteokondritis Disekans guna memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah dan anestesi Fakultas Kedokteran Tarumanegara di BLU RSUD Kota Semarang periode 21 Juli 2012 28 September 2013 . Disamping itu, makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu: 1. dr. Susi Herawati, M.Kes selaku direktur RSUD Kota Semarang. 2. dr. Tanto, Sp. OT, selaku Ketua SMF Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang dan Pembimbing Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah. 3. dr. Radian Tunjung Baroto, Sp. B , selaku Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu bedah RSUD Kota Semarang. 4. Ibu selaku perawat di Poliklinik di Bagian Ilmu bedah di RSUD Kota Semarang. 5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah RSUD Kota Semarang. Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar referat ini dapat menjadi lebih baik. Penulis mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri maupun pembaca umumnya.

Semarang, 13 Agustus 2013

DAFTAR ISI
Halaman Judul Lembar Pengesahan............................................................................................................................................1 Kata Pengantar....................................................................................................................................................2 Daftar Isi.............................................................................................................................................................3 BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................................4 BAB II. ANATOMI DAN FISIOLOGI....................................................................................................5 BAB III. OSTEOKONDRITIS DISEKANS.............................................................................................10 III.1. DEFINISI.....................................................................................................................10 III.2.EPIDEMIOLOGI..........................................................................................................10 III.3. ETIOLOGI...................................................................................................................10 III.4. KLASIFIKASI.............................................................................................................12 III.5. PATOFISIOLOGI........................................................................................................18 III.6. GEJALA KLINIS.........................................................................................................20 III.7. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA..........................................................................24 III.8. DIAGNOSA BANDING..............................................................................................32 III.8. PENATALAKSANAAN..............................................................................................33 III. 9. PROGNOSA.................................................................................................................

BAB IV. KESIMPULAN.........................................................................................................................54 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................55

BAB I PENDAHULUAN

Osteokondritis disekans sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun 1888, Konig meresmikan istilah ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang menyebabkan lepasnya jaringan-jaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia mempercayai bahwa reaksi peradangan tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada proses penyakit ini, karena itu dipilihlah istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada peradangan pada permukaan sendi osteokondral dan disekans, yang diambil dari kata Latin dissec berarti terpisah. Namun para peneliti tidak menemukan sel-sel radang secara histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas. Meskipun begitu, istilah ini tetap digunakan sampai sekarang. Osteokondritis disekans memiliki gambaran terpisahnya fragmen kecil osteokondral dari permukaan artikuler. Tulang asal tempat fragmen ini lepas memiliki vaskularisasi normal. Hal ini membedakan OKD dengan osteonekrosis, dimana tulang asalnya sudah avaskuler. OKD mengenai 2 kelompok populasi yang dibedakan dari status lempeng physesnya. Kelompok pasien berusia 5-15 tahun dengan lempeng fisis terbuka memiliki tipe juvenile dari penyakit ini. Sedangkan pasien yang lebih tua dari itu dan dewasa yang memiliki lempeng fisis tertutup memiliki tipe dewasa. Gejala dari OKD tergantung pada tingkat lesi yang ada. Jika dibiarkan tanpa terapi, OKD dapat menyebabkan perubahan degenerative dini disertai nyeri kronis dan kecacatan fungsi.

BAB II
ANATOMI dan FISIOLOGI SISTEM TULANG
A. Sistem Tulang Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang normal dengan unit-unit neuromuskolar yang menggerakannya. Elemen tersebut juga berinteraksi untuk mendistribusikan stress mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon, ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung dengan sempurna. Pengertian Sistem Tulang 2.1. Sistem Tulang Menurut Sweltzer S.C. Dan Bare B.G. Hubungan antara tulang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk memperoleh fungsi sistem muskuloskeletal yang optimal. 2.2 Penyusun Sistem Tulang Menurut Price S.A. Dan Wilson, L.M. (1995) sistem tulang terdiri atas : Sendi Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. Otot Sebuah jaringan dalam tubuh manusia dan hewan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif yang menggerakkan tulang. Rangka Sistem penyokong organisme Tendon Struktur dalam tubuh yang lentur tapi kuat yang menghubungkan otot ke tulang. Ligamen Jaringan berbentuk pita yang tersusun dari serabut-serabut liat yang mengikat tulang satu dengan tulang lain pada sendi. Bursae

Kantong kecil dari jaringan ikat diatas bagian yang bergerak, dibatasi membran sinovial dan mengandung cairan sinovial, yang merupakan bantalan.

2.3 Jenis-Jenis Tulang Berdasarkan bentuknya, tulang dibedakan sebagai berikut:

1).Tulang Pipa (Tulang Panjang) Tulang pipa berbentuk seperti tabung yang kedua ujungnya bulat (epifisis) dan bagian tengah silindris (diafisis). Hampir seluruh bagian terdiri-dari tulang kompak (tulang padat) dengan sedikit komponen tulang spongiosa (tulang berongga-rongga). Pada bagian dalam terdapat rongga berisi sumsum tulang. Contoh: Tulang paha, tungkai bawah, serta lengan atas dan lengan bawah.

2).Tulang Pendek Tulang pendek berbentuk seperti seperti kubus atau pendek tidak beraturan. Tulang pipih tersusun atas dua lempengan tulang kompak dan tulang spons, didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih menyusun dinding

rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai pelindung atau memperkuat. Contoh: tulang telapak tangan dan kaki, serta ruas-ruas tulang belakang.

3).Tulang Pipih Tulang pipih berbentuk gepeng memipih. Tulang pipih mempunyai dua lapisan tulang kompak yang disebut lamina eksterna dan interna ossis karnii. Kedua lapisan dipisahkan oleh satu lapisan tulang spongiosa disebut diploe. Contoh, tulang tengkorak, tulang rusuk, dan tulang belikat.

Berdasarkan jenisnya, tulang dapat dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang keras. 1). Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan terdiri-dari sel-sel tulang yang mengeluarkan matriks disebut kondrin yang dihasilkan oleh kondroblast (sel-sel pembentuk kartilago). Lama kelamaan kondroblast terkurung oleh matriksnya sendiri dalam ruang yang disebut lacuna. Kondroblast dalam lacuna bersifat tidak aktif dan disebut kondrosit (sel tulang rawan). Tulang rawan pada anak-anak berbeda dengan tulang rawan pada orang dewasa. Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa tulang rawan pada anak-anak berasal dari mesenkim dan lebih banyak mengandung sel-sel tulang rawan. Sementara itu, tulang rawan orang dewasa lebih banyak mengandung matriks dan berasal dari perikondrium (selaput tulang rawan) yang mengandung kondroblas.

Gambar 4.2. Tulang rawan pada orang dewasa hanya terdapat pada bagian bagian tertentu.

Berdasarkan susunan serabutnya, tulang rawan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.

a) Tulang rawan hialin Mempunyai serabut tersebar dalam anyaman yang halus dan rapat. Tulang rawan hialin terdapat di ujung-ujung tulang rusuk yang menempel ke tulang dada (Gambar a). b) Tulang rawan elastis Susunan sel dan matriksnya mirip tulang rawan hialin, tetapi tidak sehalus dan serapat tulang rawan hialin. Tulang rawan elastis terdapat di daun telinga, laring, dan epiglotis (Gambar b). c) Tulang rawan fibrosa Matriksnya tersusun kasar dan tidak beraturan. Tulang rawan fibrosa terdapat di cakram antartulang belakang dan simfisis pubis (pertautan tulang kemaluan) (Gambar c).

2).Tulang Keras (Osteon) Tulang keras tulang yang mengeluarkan senyawa kapur dan fosfat. menyebabkan tulang pada lacuna menjadi tidak tulang). Antara lakuna satu dihubungkan kanalikuli darah osteosit. Tulang keras dibedakan menjadi dua jenis , yaitu Jenis tulang kompak dan Jenis tulang spons (tulang berongga). Pada Gambar 4.3 tampak bahwa tulang kompak (tulang padat) mempunyai matriks tulang yang rapat dan padat, misalnya pada tulang pipa. Tulang spons matriksnya berongga. Rongga-rongga pada tulang spons diisi oleh jaringan sumsum tulang. Apabila berwarna merah berarti mengandung sel-sel darah merah, misalnya pada epifisis tulang pipa. Apabila berwarna kuning berarti mengandung sel-sel lemak, misalnya pada diafisis tulang pipa. yang oleh terdapat bertugas merupakan kumpulan sel-sel matriks Kedua menjadi dengan kanalikuli. sitoplasma yang keras. lakuna Di dan mengandung ini Osteoblast lainnya dalam pembuluh senyawa

aktif dan disebut osteosit (sel

memenuhi kebutuhan nutrisi

Struktur Tulang a) Periosteum Pada lapisan pertama kita akan bertemu dengan yang namanya periosteum. Periosteum merupakaan selaput luar tulang yang tipis. Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat mlekatnya otot-otot rangka (skelet) ke tulang dn berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang. b) Tulang Kompak (Compact bone) Pada lapisan kedua ini kita akan bertemu dengan tulang kompak. Tulang ini teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phospat dan Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemui pada tulang kaki dan tulang tangan.

c) Tulang Spongiosa (Spongy bone) Pada lapisan ketiga ada yang disebut lapisan spongiosa. Sesuai dengan namanya tulang Spongiosa memiliki banyak rongga. Rongga tersebut di isi oleh sumsum tulang merah yang dapat memproduksi sel-sel darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.

d) Sumsum tulang (Bone Marrow) Lapisan terakhir yang kita temukan dan yang paling dalam adalah sumsum tulang. Sumsum tulang wujudnya seperti jelly yang kental. Sumsum tulang dilindungi oleh tulang spongiosa seperti yang telah dijelaskan di bagian tulang spongiosa. Sumsum tulang berperan penting dalam tubuh kita karena berfungsi memproduksi sel-sel darah yang ada dalam tubuh.

Fisiologi Tulang Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk pada rangka

Misal tulang tengkorak memberi bentuk pada wajah. Melindungi organ organ tubuh seperti kranium (tulang otak) melindungi otak, tulang rusuk melindungi jantung dan paru-paru Pergerakan

Misal tulang dan otot merupakan alat gerak yang berkaitan erat. Tulang tidak dapat bergerak bila tidak dapat digerakan otot. Karena tulang tidak dapat bergerak dengan sendirinya tanpa bantuan otot sehingga tulang sebagai alat gerak pasif dan otot sebagai alat gerak aktif (karena sebagai penggerak tulang). Tempat melekatnya otot untuk pergerakan tubuh Gudang menyimpannya mineral seperti kalsium dan hematopoesis.

Kalsium berfungsi untuk mencegah osteoporosis dan melancarkan peredaran darah sedangkan hematopoesis adalah pembentukan komponen sel darah diamna terjadi proliferasi, maturasi dan diferensiasi sel yang terjadi secara serentak.

Proses penulangan

Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk kondroblas. Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan (kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan

pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada sel-sel tulang rawan ini. Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk sumsum tulang. Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang disebut dengan cakram epifise. Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.

B. Sistem Persendian Rangka tubuh manusia tersusun dari tulang-tulang yang saling berhubungan. Hubungan antar-tulang ini disebut sendi. Dengan adanya sendi, kaki dan tangan akan dapat dilipat, diputar dan sebagainya. Tanpa sendi akan sulit untuk melakukan pergerakan bahkan tidak dapat bergerak sama sekali. Memang ada persendian yang sangat kaku sehingga tidak memungkinkan adanya gerakan. Namun, banyak persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Berdasarkan sifat gerak inilah, sendi dibedakan menjadi sendi mati (sinartrosis), sendi kaku (amfiartrosis), dan sendi gerak (diartrosis). a. Sendi Mati (Sinartrosis) Sendi mati merupakan hubungan antartulang yang tidak dapat digerakkan. Penghubung antartulangnya adalah serabut Jaringan ikat. Contoh sendi mati terdapat pada hubungan antartulang tengkorak disebut sutura dan hubungan antartulang pembentuk gelang panggul.

b. Sendi Kaku (Amfiartrosis) Sendi kaku merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan secara terbatas. Penghubung antartulangnya adalah jaringan tulang rawan . Contoh sendi kaku terdapat pada hubungan antarruas tulang belakang dan hubungan antara tulang rusuk dengan tulang dada. c. Sendi Gerak (Diartrosis) Sendi gerak merupakan hubungan antartulang yang dapat digerakkan dengan leluasa. Pada kedua ujung tulang yang saling berhubungan terbentuk rongga sendi yang berisi minyak sendi (cairan sinovial). Sendi gerak dibagi menjadi lima macam, yaitu sendi peluru, sendi engsel, sendi putar, sendi geser, sendi pelana. 1) Sendi peluru Sendi peluru merupakan hubungan dua tulang yang memungkinkan terjadinya gerakan ke segala arah. Pada jenis persendian ini sering terjadi lepas sendi. Contoh sendi peluru adalah hubungan antar tulang lengan atas dengan gelang bahu dan hubungan antara tulang paha dengan gelang panggul. Pada kedua ujung tulang yang berhubungan ini, ujung yang satu berbonggol, sedangkan ujung yang satunya berlekuk seperti mangkuk. 2) Sendi engsel Sendi engsel merupakan hubungan dua buah tulang yang salah satu tulangnya hanya dapat digerakkan ke satu arah. Sendi ini mirip dengan engsel pintu rumah yang dapat membuka ke satu arah saja . Sendi engsel terdapat pada lutut dan siku serta antar ruas jari. 3) Sendi putar Sendi putar merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan tulang yang satu bergerak memutarpada tulang lainnya. Sendi putar terdapat pada hubungan antara tulang atlas (merupakan ruas pertama dari

tulang leher) dengan tulang pemutar yang menyebabkan kepala dapat berputar. Sendi putar juga terdapat di antara tulang hasta dan tulang pengumpil.

4) Sendi geser Sendi geser merupakan hubungan dua buah tulang yang memungkinkan pergeseran antar tulang, misalnya sendi yang terdapat pada tulang belakang.

5) Sendi pelana Sendi pelana merupakan hubungan dua buah tulang yang permukaannya berbentuk pelana kuda. Sendi ini terdapat diantara tulang telapak tangan dengan ruas ibu jari,

lutut dan siku. Jenis persendian yang paling banyak adalah jenis diarthrosis. Ujung-ujung tulang yang bergabung pada persendian ini dilapisi oleh tulang rawan sendi (articular cartilage) dan dipisahkan oleh rongga sendi ( joint cavity) yang berisi cairan synovial. Oleh karena itu persendian ini disebut juga synovial joint. Persendian diarthroses memiliki bentuk sendi yang berbeda-beda ,meliputi : 1. Ball and socket joint, contohnya : sendi panggul dan bahu. 2. Ellipsoidal joints, contohnya : sendi pada dasar jari telunjuk. 3. Gliding joints, contohnya : sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki. 4. Hinge joints, contohnya : sendi interphalangeal dan persendian antara humerus dan ulna. 5. Saddle joints, satu-satunya adalah sendi pada ibu jari. 6. Pivot joints, contohnya : sendi leher.

Dari sekian banyak persendian yang terdapat pada tubuh manusia ada beberapa persendian yang cukup tinggi mobilitasnya sehingga kemungkinan untuk mengalami cedera juga semakin besar. Contohnya adalah persendian pada daerah siku dan lutut.

BAB III OSTEOKONDRITIS DISEKANS


III.1. Definisi
Suatu kondisi di mana suatu bagian tulang rawan sendi terlepas dari ujung tulang bersama dengan lapisan tipis tulang yang berada di bawahnya. Osteokondritis disekans sebenarnya merupakaan penamaan yang salah. Pada tahun 1888, Konig meresmikan istilah ini ketika ia ingin menggambarkan patofisiologi yang menyebabkan lepasnya jaringanjaringan atraumatik femur pada sendi panggul. Ia mempercayai bahwa reaksi peradangan tulang dan kartilago merupakan elemen penting pada proses penyakit ini, karena itu dipilihlah istilah osteokondritis, untuk menunjuk pada peradangan pada permukaan sendi osteokondral; Disekans, yang diambil dari kata Latin dissec berarti terpisah. Namun para peneliti tidak menemukan sel-sel radang secara histologis dari spesimen jaringan osteokondral yang lepas. Meskipun begitu, istilah ini tetap digunakan sampai sekarang.

III.2. Epidemiologi
Prevalensi Di Amerika Serikat, prevalensi keseluruhan osteokondritis disekans tidak diketahui. Namun pada kondilus femoralis, OKD memiliki prevalensi 6 kasus untuk setiap 10.000 pria dan 3 kasus untuk setiap 10.000

wanita. Di Indonesia, prevalensi OKD tercatat sekitar 3 4 % dari keseluruhan penyakit tulang yang melibatkan persendian.

Keterlibatan Sebanyak 75% OKD terjadi pada lutut, siku 6%, dan pergelangan kaki 4%. Pada lutut, 75% OKD mengenai kondilus femoralis medial, 10% mengenai bagian permukaan kondilus medialis yang menahan berat, 10% mengenai bagian kondilus lateralis yang menahan berat, dan 5% mengenai patella. Pada pergelangan kaki, 56% OKD mengenai bagian posteromedial talus dan 44% sisanya pada sisi anterolateral. Seks OKD memiliki dominansi pria, dimana ratio pria dengan wanita 2-3 : 1 Umur

Rerata umur yang terkena OKD juvenile lutut adalah 11,3 13,4 tahun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa lutut adalah 17-36 tahun, namun bentuk ini dapat mengenai dewasa usia berapapun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa pergelangan kaki 15-35 tahun. Rerata umur yang mengalami OKD dewasa siku adalah 12-21 tahun.

III.3. Etiologi
Penyebab yang sebenarnya dari osteokondritis disekans telah menjadi sumber perdebatan pelik kaum medis selama beberapa decade terakhir. Etiologi yang selama ini telah diajukan adalah traumatic, iskemik, idiopatik dan herediter. Perdebatan berlanjut, namun kebanyakan penulis sekarang meyakini bahwa OKD merupakan hasil dari proses multifaktorial.

Trauma
Trauma telah dianggap sebagai penyebab OKD. Pada lutut, trauma langsung dapat menyebabkan fraktur transkondral; namun, predileksi OKD pada kondilus femoralis medial sisi posterolateral menyatakan bahwa trauma tidak langsung sebagai penyebab yang lebih mungkin. Gesekan repetitive tulang tibia pada kondilus femoralis medial sisi lateral saat rotasi interna juga dianggap sebagai faktor yang berkontribusi. Pada pergelangan kaki, elemen traumatik lebih diterima secara luas sebagai etiologi OKD, meskipun tetap ada kontroversi. Subluksasi tibiotalar menyebabkan gesekan talus pada tibia atau fibula. Studi kadaver memperlihatkan bahwa lesi posteromedial talar mungkin merupakan hasil dari inverse pergelangan kaki saat plantar-fleksi jadi talus membentur dan memutar tibia posterior. Lesi talus anterolateral mungkin hasil dari benturan talus pada fibula saat inversi dengan pergelangan kaki yang dorso-fleksi. Namun adakalanya, lesi talus media tidak berhubungan dengan trauma. Banyak penulis percaya bahwa meskipun lesi lateral disebabkan oleh trauma, lesi medial cenderung diakibatkan multi faktor. Meskipun penyebab pasti OKD siku masih belum jelas, kebanyakan penulis setuju bahwa mikrotrauma berulang mempunyai peranan yang penting. Kadang-kadang, trauma tunggal pada siku dapat menjadi etiologi potensial. Gerakan mengayun di atas kepala seperti yang dilakukan pemain kasti, menghasilkan stres valgus abnormal pada siku. Regangan pada siku medial saat melempar bola menghasilkan gaya kompresif antara kaput radial dengan kapitelum, yang berpotensial menyebabkan perubahan osteokondritik. Satu tim peneliti meninjau 18 kasus OKD siku dan mendapati bahwa setiap lesi yang ada berhubungan dengan kegiatan melempar berulang atau keterlibatan berulang dengan olahraga menggunakan raket.

Iskemia

Iskemia telah diteliti sebagai penyebab potensial OKD. Enneking melaporkan bahwa vaskularisasi ke tulang subkondral memiliki kemiripan dengan vaskularisasi mesenterium, dengan anastomosa yang buruk dengan arteriol-arteriol sekitarnya. Kecenderungan menuju iskemia ini tentu akan menyebabkan tulang subkondral membentuk sekuele, yang mana menjadi rentah terhadap trauma, fraktur yang mengikutinya, dan kemungkinan pemisahan fragmen kecil tulang. Tetapi, laporan Enneking mengenai vaskularisasi kontradiktif dengan penemuan Rogers dan Gladstone, yang mempelajari vaskularisasi femur distal dan menemukan beberapa anastomosa ke tulang sponge. Hal lain yang membuktikan kesalahan teori iskemik ini, Chiroff dan Cooke tidak menemukan tandatanda nekrosis avaskular pada eksisi jaringan tulang yang terlepas.

Genetik
Beberapa penulis telah meneliti kemungkinan pengaruh genetik dengan OKD. Petrie, et al memberikan bukti dan menyatakan tidak ada pengaruh nyata genetik terhadap OKD. Meskipun begitu, setidaknya terdapat delapan penulis lain yang melaporkan pengaruh herediter terhadap OKD. Kesimpulannya, meski terdapat riwayat keluarga OKD pada pasien, pengaruh terhadap timbulnya OKD kecil jika tidak ada faktor- faktor pencetus seperti yang telah dijelaskan diatas.

Patofisiologi
Sekali saja terdapat lesi, ia akan berkembang melalui 4 tahapan kecuali bila diberikan terapi yang sesuai Tahap I : terdiri dari area kecil yang terdapat penekanan pada tulang subkondral.

Tahap II : terdiri dari fragmen osteokondral yag terlepas sebagian. Pada gambaran radiografi tulang akan tampak area sklerotik tulang subkondral yang berbatas tegas, terpisah dari bagian epifisis asalnya oleh garis radiolusen. Tahap III : lesi yang paling sering ditemukan dan merupakan gambaran fragmen yang lepas seluruhnya namun tetap berada di crater bed Tahap IV : lesi dengan gambaran fragmen yang lepas seluruhnya dan juga terpisah dari crater bed. Disebut juga badan lepas.

Gambaran Klinis Gejala


Gejala OKD bervariasi sesuai dengan tahapan lesi. Pada lutut, lesi awal akan memiliki gejala yang samar dan tidak signifikan, yaitu beragam tingkatan nyeri dan pembengkakan. Bersamaan dengan lesi yang berkembang, gejala yang lebih jelas seperti kaku dan mengunci jadi lebih nyata. Gejala-gejala ini biasanya intermiten dan dikaitkan dengan aktivitas. Pasien sebaiknya ditanyakan seberapa sering ia mengalami gejala tersebut. Gejala yang konstan dan parah merupakan karakteristik adanya fragmen lepas pada lutut. Gejala dengan frekuensi yang semakin bertambah menggambarkan progresi dari lesi. Di samping itu, pasien dengan fragmen lepas pada persendian mungkin menyadari gejala locking dan dapat memegang fragmen lepas tersebut pada bagian yang terkena. Membedakan OKD dengan osteonekrosis cukup sulit, tapi petunjuk yang paling signifikan adalah umur pasien. Pasien muda cenderung menderita OKD, sedangkan pasien tua cenderung terkena osteonekrosis.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien yang mengeluhkan masalah lutut sebaiknya dimulai dengan melihat gaya berjalan pasien. Pada pasien dengan OKD lutut, kaki yang terkena akan eksorotasi saat berjalan dalam usaha untuk menghindari gesekan tibia pada kondilus lateralis. Pasien

dengan OKD lutut juga akan memiliki kelemahan kuadriseps, bukan kelemahan pada gluteus maksimus. Selanjutnya, periksa apakah ada atrofi atau kelemahan pada otot kuadriseps. Mungkin terdapat efusi. Pada pemeriksaan range-of-motion, pasien mungkin tidak dapat melakukan ekstensi lutut penuh pada sisi yang terkena. Terdapat nyeri tekan pada palpasi. Tes Wilson mungkin berguna. Pada pemeriksaan ini, pemeriksa menekuk lutut yang terkena 90 kemudian endorotasi tibia sambil perlahan meng-ekstensikan lutut. Bersamaan dengan lutut yang di-ekstensikan hingga 30, tulang tibia akan menggesek lesi OKD pada kondilus femoralis medial dan menimbulkan nyeri. Eksorotasi mengeliminasi nyeri karena tibia akan bergerak menjauhi lesi OKD. Oleh karena itu, tes ini hanya valid untuk OKD yang mengenai kondilus femoralis medial, yang merupakan lokasi tersering OKD lutut. Pasien dengan OKD pergelangan kaki mengeluh terdapatnya bengkak dan kesulitan menapak (symptoms of catching with walking or with active ankle motion??). Kira-kira 90% pasien akan mengaku riwayat trauma sebelumnya pada pergelangan kaki tersebut. Nyeri mungkin dirasakan mungkin tidak, tergantung lesi sedang berada pada tahap mana. Pemeriksaan fisik pada pasien dengan OKD pergelangan kaki dapat terlihat efusi sendi, krepitasi, dan nyeri lokal atau sekitar. Seiring dengan lesi yang bertambah parah, gejala semakin parah dan lebih terlokalisir. Nyeri pada penekanan sendi tibiotalus dan krepitasi pada dorsofleksi atau plantarfleksi sering ditemukan. Lesi lateral mungkin lebih nyeri dibandingkan dengan lesi medial. Pasien dengan OKD siku sering mengeluhkan timbulnya nyeri sendi, bengkak dan keterbatasan gerak yang intermiten. Biasanya keluhan ini berkaitan dengan aktivitas. Pasien hampir selalu memiliki riwayat pemakaian sendi berlebih, dan beberapa pasien akan menambahkan bahwa pernah ada cedera trauma pada siku. Kebanyakan pasien memiliki riwayat aktivitas dengan banyak melempar atau menggunakan raket. Atlet SMP dan SMA rentan terkena OKD tipe ini. Penekanan kronis pada

valgus karena olahraga mereka, ditambah dengan permukaan artikuler yang belum matang, menjadi faktor predisposisi terjadinya lesi kapitelar. Patients with loose body lesions may report catching, locking and givingway.

Indikasi
Umur pasien sangat penting untuk menentukan apakah pasien dengan OKD lutut memerlukan intervensi bedah dan jika ya, maka kapan operasi sebaiknya dilakukan. Indikasi operasi pada anak dengan OKD lutut jelas, bila gejala sudah berlangsung 6-12 bulan, jika gambaran radiografik memprediksi bahwa penyembuhan tidak akan sempurna dengan terapi konservatif, jika lempeng epifisis akan menutup dalam 6 bulan, atau jika terdapat fragmen tulang yang lepas. Intervensi operatif yang lebih dini dianjurkan pada dewasa dengan OKD lutut, keputusan ini sebaiknya lebih mengandalkan riwayat dan penemuan fisik. Jika pemeriksa merasa bahwa terapi nonoperatif kecil kemungkinan berhasilnya, maka intervensi bedah sebaiknya dipertimbangkan. Indikasi bedah terdapat pada semua pasien OKD pergelengan kaki dengan lesi fragmen talus lateral yang lepas seluruhnya namun tetap berada di crater bed (tahap III). Pasien yang memiliki gejala dengan lesi talus tahap III medial membutuhkan operasi. Tahap IV medial maupun lateral membutuhkan intervensi bedah juga. Perjalanan penyakit OKD siku belum dimengerti dengan sepenuhnya, oleh karena itu indikasi untuk operasi masih controversial. Kontraktur sendi yang progresif, gejala yang tidak kunjung sembuh setelah pengobatan konservatif, dan kontraktur konstan > 10 disertai nyeri siku merupakan beberapa indikasi operasi umum. Indications for surgery include locking or catching in the elbow associated wit pain and swelling. Pain with locking is often noted. Akhirnya, Semua pasien dengan lesi simtomatis yang gagal diatasi dengan terapi konservatif sebaiknya dioperasi. Di samping itu, penemuan radiografik juga perlu disesuaikan dengan penemuan klinis lainnya. OKD lama dan asimtomatik mungkin merupakan penemuan yang tidak

disengaja pada pasien dengan keluhan serupa namun sebab yang berbeda. Selain itu, pasien asimtomatik dengan lesi pada sendi yang menahan berat sebaiknya dipertimbangkan penanganan operatif karena lesi seperti ini dapat menyebabkan penyakit sendi degeneratif dini.

Kontraindikasi
Beberapa kontraindikasi relatif untuk autograf osteokondral yaitu umur lebih dari 45 tahun, kondromalasia kartilago artikuler di sekitar defek, dan abnormal mechanical alignment atau ketidakstabilan sendi yang terkena.

Anda mungkin juga menyukai