Anda di halaman 1dari 25

DEMAM TIFOID

PENDAHULUAN5 Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa dan hanya didapatkan pada

manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sampai saat ini demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan. Hal ini disebabkan oleh karena kesehatan lingkungan yang kurang memadai, penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan masyarakat. Walaupun pengobatan demam tifoid tidak terlalu menjadi masalah namun masalah diagnostik kadang kadang menjadi masalah utama di mana tidak dapat dilakukan

pemeriksaan kuman maupun pemeriksaan laboratoriumnya. Mengingat hal tersebut di atas, maka pengenalan gejala gejala klinik menjadi sangat penting untuk membantu diagnosis. ETIOLOGI5 Penyakit ini disebabkan oleh kuman Salmonella Typhosa / Eberthella typhosa yang merupakan kuman negatif, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia

maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700 C maupun oleh antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini

hanya menyerang manusia.Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

Antigen O =

Ohne Hauch menyebar)

Somatik antigen (tidak

Antigen H = Antigen V1 =

Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil Kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap

fagositosis. Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin. Ada 3 spesies utama, yaitu : Salmonella typhosa (satu serotipe) Salmonella choleraesius (satu setotipe) Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe)

PATOGENESIS DAN PATOLOGI5,7 Kuman Salmonella masuk bersama makanan / minuman setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah

menyebabkan radang dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah (bakteremia primer) menuju organ Retikulo Endotelial Sistem (RES) terutama hati dan limpa. Di tempat ini kuman

difagosit oleh sel sel fagosit RES dan kuman yang tidak difagosit, berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5 9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limfa, kantung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin yang susunan kimianya

sama dengan somatik antigen (lipopolisakarida) yang semula diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala gejala dari demam tifoid. Pada penelitian lebih lanjut ternyata endotoksin hanya mempunyai peranan membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini

berkembang. Demam tifoid disebabkan karena Salmonella typhosa dan endotoksinnya yang merangsang sintese dan pelepasan zat porigen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang

beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan timbulnya gejala demam. Akhir akhir ini beberapa peneliti mengajukan patogenesis terjadinya manifestasi klinis sebagai berikut : Macrophage pada penderita akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines, selanjutnya monokines ini dapat menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler, depresi sumsum tulang, panas. Perubahan histopatologi pada umumnya ditemukan infiltrasi jaringan oleh macrophag yang mengandung eritrosit, kuman, limfosit yang sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel sel ini

beragregasi maka terbentuklah nodul, nodul ini sering didapatkan dalam usus halus, jaringan limfa, mesenterium, limfa, hati, sumsum tulang dan organ organ yang terinfeksi. Kelainan utama terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus di mana ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi. Gambaran

tersebut di atas tidak didapatkan pada kasus tifoid pada bayi maupun tifoid kongenital.

MANIFESTASI KLINIK5 Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi Minggu I Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut,

batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat Minggu II Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis. Pemeriksaan Laboratorium7 Pemeriksaan leukosit Gambaran laboraturium yang tifoid adalah leukopeni Biakan darah Dilakukan pada minggu pertama, biakan darah (+) memastikan demam tifoid tetapi biakan darah (-) tidak menyingkirkan demam tifoid, hal ini tergantung pada beberapa factor : Tehnik pemeriksaan laboraturium Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Vaksinasi di masa lampau Pengobatan dengan antibiotika dapat menunjang diagnosa demam

Pemeriksaan SGOT dan SGPT SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali normal setelah demam tifoid sembuh

Pemeriksaan bakteriologis Diagnosis pasti dengan ditemukannya kuman Salmonela Thyposa pada salah satu biakan darah, feces, urine, sumsum tulang maupun cairan duodenum. Waktu pengambilan ontoh sangat menentukan

keberhasilan pemeriksaan bakteriologis tersebut: darah biasanya positif pada minggu pertama perjalanan penyakit feces dan urine positif pada minggu kedua dan ketiga biakan sumsum tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan maupun pemberian antibiotik sebelumnya Hasil biakan negatif dua kali berturut-turut pemeriksaan feces dan urine digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum atau karier.

Uji Widal Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglitinin). Antigen yang digunakan adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboraturium. Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat agglutinin yaitu : Aglutinin O (tubuh kuman ) Aglutinin H (flagel kuman) Aglutinin Vi (tempat kuman)

Dari ke tiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnostik. Kriteria Diagnosis6

Demam naik secara bertangga lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore / malam hari. Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala. Kesadaran berkabut, bradikardi relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali atau splenomegali Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O-1:320 atau titer antibody H-1:640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.

Komplikasi5 Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitika Komplikasi ekstra intestinal Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumoni, rehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi karena suhu tubuh yang tinggi. Tifoid ensefalopati berupa kesadaran dan

menurun,kejang-kejang,

muntah-muntah,

demam

tinggi

pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Komplikasi kardiovaskular Renjatan sepsis, miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis Komplikasi darah Anemia hemolitik, DIC dan sindrom uremia hemolitik Komplikasi paru

Bronkopneumonia, pneumonia, empiema, dan pleuritis Komplikasi hepar dan kandung empedu Hepatitis dan kolesistitis Komplikasi ginjal Glomerulonefritis, pielonefhritis dan perinefritis Komplikasi tulang Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan arthritis Komplikasi neuropsikiatrik Delirium, meningismus, meningitis, poliartritis perifer, sindrom Guilain Barre, psikos dan sindrom ketotenia Penatalaksanaan6,7 Penatalaksanaan pada demam tifoid terdiri atas Istirahat dan perawatan professional Tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, miksi dan membuang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu divariasi untuk mencegah dekubitus dan hygiene perorangan tetap diperhatikandan dijaga. Diet dan terapi penunjang Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid. Karena ada juga pasien demam tifoid yang takut vmakan nasi, maka selain macam makanan yang diinginkan terserah pada pasien sendiri apakah mau makan bubur saring, bubur kasar atau nasi dengan lauk pauk rendah selulosa.

Pemberian antimikroba Obat-obat antimikroba yang sering digunakan ialah Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. sehari oral atau Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg sampai 7 hari bebas demam.

intravena,

Penyuntikan kloramfenikol suksinat intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat penyuntikan terasa nyeri. Dengan penggunaan kloramfenikol,

deam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari. Tiamfenikol Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan Dengan

tiamfenikol lebih jarang dari pada

kloramfenikol.

tiamfenikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari Ko-trimoksazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol) Efektivitas kloramfenikol. KO-trimoksazol kurang lebih sama dengan

Dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari,

digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan

kotrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 56 hari. Ampisilin dan Amoksisilin Dalam hal kemampuannya menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopeni.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgbb/hari, digunakan sampai 7 hari bebas

demam. Dengan ampisilin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari Sefalosporin generasi ketiga Beberapa uji klinis menunjukan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, seftrikson dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui dengan pasti. Fluorokinolon Fluorokinolonefektif untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti. yang optimal

Kombinasi Obat Antimikroba6 Pengobatan demam tifoid dengan kombinasi obat-obat antimikroba tersebut di atas tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengobatan dengan obat antimikroba tunggal, baik dalam dalam hal hal

kemampuannya menurunkan

untuk

menurunkan

demam

maupun dan

angka

kejadian

kekambuhan

angka

kejadian

penekresian kuman waktu penyembuhan. Terapi Simptomatis6 Antipiretik Antipiretik tidak perlu di berikan secara rutin pada setiap pasien demam tifoid, diberikan bila suhu >39C Kortikosteroid Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid atau parenteral dalam lisis yang menurun secara bertahap (tapering off) selama 5 hari. Hasil biasanya sangat memuaskan terutama pada pasien tifoid

ensefalopati, kesadaran pasien menjadi cepat jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps. Vitamin dan mineral Untuk mendukung keadaan umum pasien diharapkan dengan menjaga keseimbangan hemostasis system imun dan enzim akan tetap berfungsi dengan optimal.

Pencegahan6 Usaha pencegahan dapat dibagi atas : Usaha terhadap lingkungan hidup Usaha terhadap manusia Usaha terhadap lingkungan hidup : Penyediaan air minum yang memenuhi syarat Pembuangan kotoran manusia yang higienis Pemberantasan lalat Pengawasan terhadap penjual makanan

Usaha terhadap manusia : Imunisasi Menemukan dan mengobati karier Pendidikan kesehatan masyarakat

Imunisasi6 Vaksin yang digunakan ialah :

Vaksin yang dibuat dari salmonella typhosa yang dimatikan Vaksin yang dibuat dari strai salmonella yang dilemahkan. (Ty 21a) Vaksin yang terbuat dari salmonella yang dimatikan pada pemberian oral ternyata tidak memberikan perlindungan yang baik. Sedang vaksin yang terbuat dari salmonella yang dilemahkan dari strain Ty 21a pada pemberian oral memberikan perlindungan 87 95 % selama 36 bulan. Prognosa5 Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat

kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.

ILUSTRASI KASUS

No. catatan medik

: 10159 / 708514

Tn. W, seorang laki laki berusia 50 tahun, suku Jawa, bekerja sebagai petani, bertempat tingal di Panjang, agam Islam, masuk RSAM tanggal 30 Juni 2004, pukul 12:30 WIB dan dirawat di ruang IB.

ANAMNESIS

Alloanamnesis dan Autoanamnesis Riwayat penyakit


Keluhan utama Keluhan tambahan : Badan panas sejak empat hari lalu : Mual, sakit kepala, nafsu makan berkurang, rasa tidak enak di perut, menggigil, berkeringat, dan BAK seperti air teh.

Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan badan panas sejak empat hari yang lalu. Panas badan yang timbul dirasakan makin lama makin meninggi, bersifat naik turun, terutama dirasakan pada sore dan malam hari, kemudian mereda pada pagi hari. Panas badan ini juga diikuti dengan menggigil sekitar 15 menit dan berkeringat banyak sampai pakaian pasien basah, tapi tidak diserati kejang, bintik bintik perdarahan di kulit, perdarahan dari hidung, nyeri di otot betis, penurunana kesadaran dan mengigau. Keluhan ini disertai dengan sakit kepala terutama di daerah dahi, badan lemah, nafsu makan bekurang, mual tanpa muntah, serta perasaan tidak enak diseluruh lapang perut. Pasien mengaku BAB yang menjadi jarang ( penderita BAB terakhir empat hari yang lalu ), biasanya BAB setiap hari, dengan konsistensi tetap. Adanya keluhan BAB berdarah, berwarna putih seperti dempul, nyeri perut yang hebat disangkal. Pasien mengeluh BAK seperti air teh pekat sejak panas badan timbul. BAK sebelumnya tidak ada keluhan nyeri, frekwensi dan jumlahnya tidak berubah. Satu hari sebelum masuk RSAM karena keluhan yang sama pasien berobat ke Puskesma Panjang dan dirawat inap disana. Pasien mengaku sudah diberikan terapi obat yang diminum sekaligus empat tablet dan diminum enam jam kemudian dua tablet ( pasien tidak tahu nama obatnya ).

Riwayat Penyakit Dahulu Os mengaku belum pernah terserang sakit seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit kuning disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini. PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu BB Tinggi Badan Status gizi : Tampak sakit sedang : Compos mentis : 110/70 mmHg

: 84 x/menit, reguler, isi penuh. : 20 x/menit : 38,8 C : 60 kg : 170 cm : Cukup

KEPALA Rambut Mata : Hitam beruban, lurus, tidak mudah dicabut

: Kelopak mata tidak oedem, konjungtiva ananemis, sklera sedikit ikterik, kornea jernih, lensa jernih, refleks cahaya(+/+).

Telinga Hidung

: Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-) : Bentuk normal, septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung(-), sekret (-)

Mulut

: Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor dengan tepi hiperemis dan tremor, faring tidak hiperemis

LEHER Bentuk : Simetris

Trakhea KGB

: Di tengah : Tidak membesar

Kaku kuduk : (-) THORAX PARU Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris Palpasi Perkusi Auskultasi : Fremitus taktil simetris kanan kiri : Sonor pada kedua lapang paru : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapang paru, ronkhi JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas atas sela iga III parasternal kiri Batas kanan sela iga V parasternal kanan Batas kiri sela iga V midclavicula kiri Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop(-) (-/-), wheezing (-/-).

ABDOMEN

Inspeksi Palpasi

: Perut datar simetris : Nyeri tekan epigastrium (-), supel. Hepar teraba satu jari dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), lien tidak teraba, turgor kulit normal.

Perkusi

: Timpani seluruh abdomen

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

GENITALIA EXTERNA

Laki-laki, Tidak ada kelainan

EKSTREMITAS

Superior

: Oedem (-), sianosis (-), kulit tidak ikterik, Rumpleed

test (-) Inferior : Oedem (-), sianosis (-), kulit tidak ikterik.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( tanggal 1 Juli 2004 ) Darah lengkap Hb LED Leukosit Diff. count Malaria : 12,5 gr% : 13 mm/jam : 20.000/mm : 0/0/0/83/13/4 : (+) Plasmodium Falcifarum

Biokimia darah Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek SGOT SGPT Fosfatase alkali Gamma GT : : : : : : 3,8 mg / dl 3,1 mg / dl 0,7 mg/dl 79 U/L 69 U/L : 126 U/L (0,2-1,0 mg/dl) (0-0,25 mg/dl) (0,1-0,8 mg/dl) (6-8 U/L) (6-45 U/L) (80-360 U/L) (8-36 U/L)

41 U/L

Serologi

Typhi H-Ag Typhi O-Ag Tiphi A-O Ag Tiphi B-O Ag

: : : :

(+) 1/320 (+) 1/320 (-) (+) 1/320

Urine Warna Bau Reduksi Protein Bilirubin Leukosit Erytrosit Epitel : (-) : 0-1 sel / LPB : (-) : 1-2 / LPB : Kuning seperti air teh : Amonia : (-) : (-)

Diagnosa kerja Malaria Tropika dan Demam Thypoid

Diagnosa banding Hepatitis DHF

Penatalaksanaan Umum : Tirah baring Diet makanan padat dini rendah serat Simptomatik :

IVFD RL xx gtt/menit Kloroqiun 600 mg basa diikuti 6 jam kemudian 300 mg, hari ke2 dan ke-3 masing masing 300 mg

Primaquin 1 x 1 Kloramfenikol 4 x 500 mg IV Paracetamol 3 x 500 mg (KP) Pemeriksaan anjuran Gaal culture IgM anti HAV, IgM anti HBC, HBs Ag, IgM anti HCV Foto polos abdomen, foto thorak USG hepatobilier

FOLLOW UP 01 07 2004 TANGGAL Keluhan: Demam + Menggigil dan + berkeringat + Nafsu makan + berkurang + - Sakit kepala + Mual Nyeri perut + BAB BAK seperti air teh Keadaan Umum Tampak Sakit Sedang Kesadaran Kompos Mentis Vital Sign: 02 07 2004 + + + + + Tampak Sakit Sedang Kompos Mentis

TD Nadi Pernafasan Suhu Pemeriksaan Fisik : Konjungtiva anemis Skera sedikit ikterik Bibir kering Lidah kotor Nyeri tekan abdomen kanan Hepar teraba satu jari dibawah arcus costae Bising usus Therapi: Tirah baring IVFD RL xx gtt/menit Diet makanan padat dini rendah serat Kloramfenikol 4 x 500 mg IV PCT 3 x 500 mg (kp) Qloroquin 2 tablet Curcuma 3 x 1 Kesan

110/70 mmhg 88x/menit 24x/menit 38,6 + + + + + +N + + + + + + Ada perbaikan

100/60 mmhg 80x/menit 22x/menit 37,7 + + + + + +N + + + + + + Ada perbaikan

FOLLOW UP 03 07 2004 TANGGAL Keluhan: Demam Menggigil dan berkeringat Nafsu makan berkurang + - Sakit kepala Mual Nyeri perut + BAB BAK seperti air teh Keadaan Umum Tampak Sakit Sedang Kesadaran Kompos Mentis Vital Sign: TD 120/70 mmhg Nadi 76x/menit Pernafasan 24x/menit 04 07 2004 + + Tampak Sakit Sedang Kompos Mentis 120/70 mmhg 72x/menit 20x/menit

Suhu Pemeriksaan Fisik : Konjungtiva anemis Skera sedikit ikterik Bibir kering Lidah kotor Nyeri tekan abdomen kanan Hepar teraba satu jari dibawah arcus costae Bising usus Therapi: - Tirah baring IVFD RL 20 tts/menit Diet makanan padat dini rendah serat Kloramfenikol 4 x 500 mg IV PCT 3 x 500 mg (kp) Qloroquin tab Primaquin tab 1x1 Curcuma 3 x 1 Kesan

37,3 + + + +N + + + + + + Ada perbaikan

37,1 + + +N + + + + + + Pasien pulang atas permintaan sendiri

RESUME Anamnesa Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu Demam disertai mual, sakit kepala, nafsu makan berkurang, rasa tidak enak di perut, menggigil, berkeringat, dan BAK seperti air teh, belum BAB sejak empat hari yang lalu. Pasien menyangkal pernah menderita sakit seperti ini dan penyakit kuning sebelumnya Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan Darah Nadi : Tampak sakit sedang : Compos mentis : 110/70 mmHg

: 84 x/menit, reguler, isi penuh.

Respirasi Suhu BB Tinggi Badan Status gizi

: 20 x/menit : 38,8 C : 60 kg : 170 cm : Cukup

Pemeriksaan Laboratorium ( tanggal 1 Juli 2004 ) 1. Darah lengkap Hb LED Leukosit Diff. count Malaria : 12,5 gr% : 13 mm/jam : 20.000/mm : 0/0/0/83/13/4 : (+) Plasmodium Falcifarum

Biokimia darah Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek SGOT SGPT Fosfatase alkali Gamma GT : : : : : : 3,8 mg / dl 3,1 mg / dl 0,7 mg/dl 79 U/L 69 U/L : 126 U/L (0,2-1,0 mg/dl) (0-0,25 mg/dl) (0,1-0,8 mg/dl) (6-8 U/L) (6-45 U/L) (80-360 U/L) (8-36 U/L)

41 U/L

Serologi Typhi H-Ag Typhi O-Ag Tiphi A-O Ag Tiphi B-O Ag : : : : (+) 1/320 (+) 1/320 (-) (+) 1/40

Urine Warna Bau Reduksi Protein Bilirubin Leukosit Erytrosit Epitel : (-) : 0-1 sel / LPB : (-) : 1-2 / LPB : Kuning seperti air teh : Amonia : (-) : (-)

Diagnosa kerja Malaria Tropika dan Demam Thypoid

Diagnosa banding Hepatitis DHF Penatalaksanaan Umum : Tirah baring Makanan padat dini rendah serat Simptomatik :

IVFD RL xx gtt/menit Kloroqiun 600 mg basa diikuti 6 jam kemudian 300 mg, hari ke2 dan ke-3 masing masing 300 mg Primaquin 1 x 1 Kloramfenikol 4 x 500 mg IV Paracetamol 3 x 500 mg (KP) Curcuma tab 3 x 1

DISKUSI Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari, bersifat naik turun, yang meningkat terutama pada sore dan malam hari, menggigil selama 15 menit dan berkeringat banyak sampai pakaian penderita basah, yang disertai sakit kepala, sakit perut, mual,muntah dan pasien juga

mengatakan kalau BAK seperti air the dan belum BAB sejak empat hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapat adanya lidah yang kotor dengan tepi dan ujung lidah hiperemis, tremor dan hepar teraba satu jari dibawah arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (+). Pada pemeriksaan laboratorium hasil tes serologi widal dengan antigen O terhadap S.typhi sebesar 1/320 oleh karena itulah dan pada sediaan

darah tepi ditemukan parasit Plasmodium falcifarum. Pada pemeriksaan tes fungsi hati dengan kadar bilirubin total, bilirubin direk enzim SGOT dan SGPT, Gamma GT yang meningkat.

Pasien didiagnosa menderita malaria tropika dan demam thypoid berdasarkan penunjang. anamnesa, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan

Peningkatan bilirubin direk terjadi karena adanya gangguan ekskresi intra hepatic atau ekstra hepatic, pada kasus ini terjadi karena penurunan aliran darah ke hepar dan akan kembali normal pada fase penyembuhan. Mungkin ini disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikro-vaskuler.

SGOT dan SGPT meningkat dikarenakan sel sel yang kaya transaminase mengalami nekrosis atau hancur. Enzim enzim tersebut masuk ke dalam peredaran darah. Dalam kepustakaan dikatakan, nilai kurang dari 300 U sulit untuk mendiagnosa dan dapat terjadi pada penyakit terjadi yang kronik dan akut maupun ikterus yang disebabkan oleh obstruksi. Pada pasien ini diberikan pengobatan terhadap malaria falcifarum yaitu klorokuin yang bersifat skizontosida darah untuk semua jenis Plasmodium pada manusia dan diberikan juga primakuin untuk menghancurkan bentuk seksual termasuk stadium gametosit P. falcifarum, juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria didalam tubuh nyamuk Anopheles betina. Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid karena dapat menurunkan demam lebih cepat dan diberikan sampai tujuh hari bebas demam.. Curcuma diberikan untuk menjaga kesehatan hati, meningkatkan nafsu makan, mengatasi perut kembung dan sukar BAB.

Paracetamol diberikan untuk menurunkan panas badan.

Tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam mutlak dilakukan, kemudian mobilisasi bertahap sesuai kekuatan pasien. Perawatan hygiene individu dan keluarga juga diperlukan. Kedua hal tersebut diatas bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, penularan dan terjadinya kekambuhan. Diet teratur sesuai tingkat kesembuhan pasien. Pemberian vitamin dan mineral diharapkan dapat mendukung keadaan umum pasien dan menjaga keseimbangan berfungsi dengan optimal. dan homeostasis, sehingga system dapat

DAFTAR PUSTAKA P. N. Harijanto, SpPD, DR (editor): Malaria Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, dan Penanganan, Jakarta, EGC, Cetakan I: 2000, hal 12 Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI: Malaria, Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak, Jilid II, BP FKUI, Jakarta, 1985,655-660 Mansjoer Arif,Suprohaita,dkk : Kapita Selekta Kedokteran,Edisi II,Media Aesculapius,FKUI,Jakarta,2000,409-415

Gandahusada Srirasi, Prof, DR, dkk, Parasit Malaria dalam Parasitologi Kedokteran, Edisi III, Balai Penerbit FKUI, Gaya Baru, Jakarta 1998, hal: 171-206 dr. T.H.Rampengan, DSAK, dr. I.R.Laurentz, DSA, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Cetakan III 1997, Hal. 53 71. dr. T.H.Rampengan, DSAK, dr. I.R.Laurentz, DSA, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Cetakan III 1997, Hal. 185 203. Sjaifullah Noer H. M, Prof, dr, dkk, Demam Thypoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Edisi III, Jakarta 1996, hal: 435442

Anda mungkin juga menyukai