Anda di halaman 1dari 26

RSUD ARIFIN ACHMAD Fakultas Kedokteran UNRI SMF/ BAGIAN SARAF

Sekretariat : SMF Saraf Irna Medikal Lantai 3 Jl. Diponegoro No. 2 Telp. (0761) 7026225

PEKANBARU
STATUS PASIEN Rahmatul Khairiyah 0808121383 20 Juni 2013

Nama Koass : NIM/NUK : Tanggal : I. IDENTITAS PASIEN

Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Status perkawinan Pekerjaan Tanggal Masuk RS Medical Record

Tn. R 31 tahun Laki-laki Muaro Tambang, Kuantan Singingi Islam Kawin Wiraswasta 20 Juni 2013 81 59 47

II. ANAMNESIS (autoanamnesa) Keluhan Utama Kedua anggota gerak bawah mati rasa Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan, paseien mengeluhkan anggota gerak bawah mati rasa, sensasi rasa hilang mulai dari lutut sampai telapak kaki, terdapat nyeri pada tulang belakang dan panggul. 1

Sebelumnya pasien melakukan aktifitas mengangkat kayu dalam posisi membungkuk, tiba-tiba daerah panggul berbunyi dan terasa sakit. Pasien masih bisa berjalan sekitar 50 meter namun sudah mulai terasa lemas pada kaki. Kemudian kedua tungkai mati rasa sehingga tidak bisa berjalan lagi. BAK, BAB dan ereksi tidak bisa, demam tidak ada. Pasien lalu pergi ke tukang urut sebanyak 3 kali.

Pasien dibawa ke RS Taluk Kuantan dan dirawat selama 4 hari. Pasien dikatakan dokter terkena pergeseran tulang belakang. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD AA Pekanbaru.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat trauma sebelumnya tidak ada Riwayat batuk lama tidak ada Riwayat konsumsi obat selama 6 bulan tidak ada Riwayat DM tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini. RESUME ANAMNESIS Tn. R, 31 tahun, datang dengan keluhan kedua tungkai bawah mati rasa sejak 5 hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Sensasi rasa hilang mulai dari lutut sampai ke telapak kaki, nyeri pada tulang belakan dan panggul, BAK, BAB dan ereksi tidak bisa. III. PEMERIKSAAN FISIK A. KEADAAN UMUM Tekanan darah Denyut nadi Jantung Paru : : : : kanan : 120/70 mmHg, kanan : 70 x /mnt, teratur kiri HR : 70 x /mnt, teratur : 70 x /mnt, irama : teratur kiri : 120/70 mmHg

Respirasi : 20 x/mnt

Status Gizi

kesan gizi baik TB: 162cm BB: 55 kg

B. STATUS NEUROLOGIK 1) KESADARAN 2) FUNGSI LUHUR 3) KAKU KUDUK : : : Komposmentis normal tidak ada GCS : E4 M6 V5

4) SARAF KRANIAL : 1. N. I (Olfactorius ) Daya pembau 2. N.II (Opticus) Kanan N Kiri N Kiri N N N Kiri (-) Bulat 2 mm N (+) (+) Kiri N Kiri N N (+) Kiri N (-) (-) Keterangan Tidak ada kelainan Keterangan Tidak ada kelainan Keterangan Tidak ada kelainan Keterangan Tidak ada kelainan

3.

4.

5.

6.

Kanan Daya penglihatan N Lapang pandang N Pengenalan warna N N.III (Oculomotorius) Kanan Ptosis (-) Pupil Bentuk Bulat Ukuran 2 mm Gerak bola mata N Refleks pupil Langsung (+) Tidak langsung (+) N. IV (Trokhlearis) Kanan Gerak bola mata N N. V (Trigeminus) Kanan Motorik N Sensibilitas N Refleks kornea (+) N. VI (Abduscens) Kanan Gerak bola mata N Strabismus (-) Deviasi (-)

Keterangan Tidak ada kelainan

Keterangan Tidak ada kelainan

7. N. VII (Facialis) Kanan 3 Kiri Keterangan

Tic Motorik Daya perasa Tanda chvostek 8. N. VIII (Akustikus)

(-) (-) N (-)

(-) (-) N (-)

Tidak ada kelainan

Kanan Pendengaran N 9. N. IX (Glossofaringeus) Kanan Arkus farings N Daya perasa N Refleks muntah N 10. N. X (Vagus) Kanan Arkus farings N Dysfonia (-) 11. N. XI (Assesorius) Kanan Motorik N Trofi E 12. N. XII (Hipoglossus) Kanan Motorik N Trofi E Tremor (-) IV. SISTEM MOTORIK Kanan Ekstremitas atas Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter Ekstremitas bawah Kekuatan Distal Proksimal Tonus Trofi Ger.involunter

Kiri N Kiri N N N Kiri N (-) Kiri N E Kiri N E (-)

Keterangan Tidak ada kelainan Keterangan Tidak ada kelainan

Keterangan Tidak ada kelainan

Keterangan Tidak ada kelainan

Keterangan Tidak ada kelainan

Kiri

Keterangan Tidak ada kelainan

5 5 N E (-)

5 5 N E (-) Paraparese UMN

3 3 Spastic E (-) 4

3 3 Spastic E (-)

Badan Trofi Ger. involunter Ref.dinding perut Refleks kremaster V. SISTEM SENSORIK Raba Nyeri Suhu Propioseptif

Tidak ada kelainan E (-) (+) (-) E (-) (+) (-)

Gangguan fungsi otonom

Kanan -

Kiri -

Keterangan Terdapat kelainan setinggi L4-S1

VI. REFLEKS Kanan Fisiologis Biseps Triseps KPR APR Patologis Babinski Chaddock Hoffman Tromer Reflek primitif : Palmomental Snout Kiri Keterangan Reflex fisiologis meningkat pada ekstermitas bawah

(+) (+) (+) (+) meningkat meningkat meningkat meningkat (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Reflek patologis (-)

Reflek primitif (-)

VII. FUNGSI KORDINASI Test telunjuk hidung Test tumit lutut Gait Tandem Romberg VIII. SISTEM OTONOM Miksi Defekasi : (+) terpasang kateter : terganggu sejak 5 hari yang lalu Kanan N SDN SDN SDN SDN Kiri N SDN SDN SDN SDN Keterangan Pemeriksaan tumit lutut, gait, tandem dan romberg tidak dapat dilakukan.

Ereksi

: terganggu

IX. PEMERIKSAAN KHUSUS/LAIN a. Laseque b. Kernig c. Patrick e. Valsava test f. Brudzinski : terbatas : terbatas : +/+ : SDN : -/-

d. Kontrapatrick : +/+

X. RESUME PEMERIKSAAN Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Pernafasan Fungsi luhur Saraf kranial Motorik Sensorik Koordinasi Otonom Refleks Fisiologis Patologis Pemeriksaan lain (+) : meningkat pada ekstremitas bawah : : Laseque (+), Kernig (+), Patrick (+), Kontrapatrick : Komposmenstis : 120/70 mmHg : 20 x/menit, tipe thorakoabdominal : Normal : DBN : paraparese UMN : terdapat kelainan setinggi L4-S1 : SDN : terganggu

D. DIAGNOSIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS TOPIK : Mielopati lumbal : Segmen L4-S1 medulla spinalis

DIAGNOSIS ETIOLOGIK : Trauma

DIAGNOSIS BANDING

: Spondilitis TB

E. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb, Ht, Leukosit, Trombosit Pemeriksaan laboratorium kimia darah: GDS, Profil lipid (kolesterol total, LDL dan HDL), AST, ALT, Ureum-kreatinin Rontgen thorax PA Rontgen vertebrae lumbosakral AP-lateral MRI thoracolumbal

F. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah rutin (20 Juni 2013) Hb Ht Leukosit Trombosit Glu Cholesterol HDL LDL BUN : 12,9 g/dl : 38,3 % : 11.900 /l : 157.000 /l : 188 mg/dL : 140 mg/dL : 32,9 mg/dL : 80,7 mg/dL : 24,6 mg/dl 7

Pemeriksaan kimia darah (22 Juni 2013)

Ureum Creatinin S

: 52,7 mg/dl : 0,86mg/dL

Rontgen lumbosakral AP-Lateral (19 Juni 2013)

MRI thoracolumbal (21 Juni 2013)

Hasil bacaan MRI Thoracolumbal Alignment baik. Tak tampak listhesis Bone edema pada corpus thorakal 12 dengan fraktur line Schmorls nodul pada superior end-plate L2, L4 Dessicated discus L1-2, L3-4 Tak tampak bulging discus

Medulla spinalis tampak hiperintens di T2TSE/STIR pada daerah conu medullaris setinggi th.12 Pemberian kontras tak menunjukkan enhance abnormal Kesan :

Kontusio conus medullaris dengan # line & bone edema corpus th.12 Schmorls nodul pada superior end-plate L2, L4

G. PENATALAKSANAAN a. Umum - Tirah baring - Kontrol vital sign - Kontrol neurologis - Diet ML - Fisioterapi b. Khusus - IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Metilprednisolon 3x125 mg, IV - Dulcolax supp K/P

Tanggal Kamis 20/6/13

Subjective Anggota gerak bawah mati rasa, nyeri panggul (+), belum BAB sejak 5 hari yang lalu, perut terasa kembung, mual (-), muntah (-),ereksi tidak bisa

Objective -Kesadaran: komposmentis -GCS : E4 M6 V5 - Vital Sign : TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,50C - Fungsi luhur : normal - Saraf kranialis N.I-N.XII DBN - Motorik Lengan ka 5, ki 5 Tungkai ka 3, ki 3 - Sensorik Lengan ka N, ki N Tungkai ka (-), ki (-) - Otonom BAK : terpasang kateter BAB : (-), flatus (-) Ereksi : terganggu - Pemeriksaan khusus Laseque + Kernig + Petrick (+) Kontrapetrick (+) -Kesadaran: komposmentis -GCS : E4 M6 V5 - Vital Sign : TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,50C - Fungsi luhur : normal - Saraf kranialis N.I-N.XII DBN

Assessment Mielopati lumbal ec trauma

Planning - IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Metilprednisolon 3x125 mg, IV - Vit B1, B6 3x1 - Dulcolak supp K/P - Pro MRI thorakolumbal

Jumat-senin 21-24/6/13

Anggota gerak bawah mati rasa, nyeri panggul (+), belum BAB sejak 5 hari yang lalu, perut terasa kembung, mual (-), muntah (-),ereksi tidak bisa

Mielopati lumbal ec trauma

- IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Metilprednisolon 3x125 mg, IV - Vit B1, B6 3x1 - Dulcolak supp K/P

10

- Motorik Lengan ka 5, ki 5 Tungkai ka 3, ki 3 - Sensorik Lengan ka N, ki N Tungkai ka (-), ki (-) - Otonom BAK : terpasang kateter BAB : (-), flatus (-) Ereksi : terganggu - Pemeriksaan khusus Laseque + Kernig + Petrick (+) Kontrapetrick (+) Hasil MRI thorakolumbal : Kesan : - Kontusio conus medullaris dengan # line & bone edema corpus th.12 - Schmorls nodul pada superior end-plate L2, L4 Selasa 25/6/13 Anggota gerak bawah mati rasa, nyeri panggul (+), belum BAB sejak 5 hari yang lalu, perut terasa kembung, mual (-), muntah (-),ereksi tidak bisa -Kesadaran: komposmentis -GCS : E4 M6 V5 - Vital Sign : TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,50C - Fungsi luhur : normal - Saraf kranialis N.I-N.XII DBN - Motorik Lengan ka 5, ki 5 Tungkai ka 3, ki 3 - Sensorik Lengan ka N, ki N Mielopati lumbal ec trauma - IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Metilprednisolon 3x125 mg, IV - Vit B1, B6 3x1 - Dulcolak supp K/P - Konsul rehabilitasi medik

11

Rabu 26/6/13

Anggota gerak bawah mati rasa, nyeri panggul (+), belum BAB sejak 5 hari yang lalu, perut terasa kembung, mual (-), muntah (-),ereksi tidak bisa

Tungkai ka (-), ki (-) - Saddle anestesi (+) - Otonom BAK : terpasang kateter BAB : (-), flatus (-) Ereksi : terganggu - Pemeriksaan khusus Laseque + Kernig + Petrick (+) Kontrapetrick (+) -Kesadaran: komposmentis -GCS : E4 M6 V5 - Vital Sign : TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit RR : 20 x/menit T : 36,50C - Fungsi luhur : normal - Saraf kranialis N.I-N.XII DBN - Motorik Lengan ka 5, ki 5 Tungkai ka 3, ki 3 - Sensorik Lengan ka N, ki N Tungkai ka (-), ki (-) - Saddle anestesi (+) - Otonom BAK : terpasang kateter BAB : (-), flatus (-) Ereksi : terganggu - Pemeriksaan khusus Laseque + Kernig + Petrick (+) Kontrapetrick (+)

Mielopati lumbal ec trauma

- IVFD RL 20 gtt/menit - Inj. Metilprednisolon 3x125 mg, IV - Vit B1, B6 3x1 - Dulcolak supp K/P - Konsul rehabilitasi medic - Konsul SpOT

12

PEMBAHASAN

I. Paraparese spastic a. Definisi Paraparese adalah kelemahan otot kedua ekstremitas bawah pada fungsi motorik dan sensorik pada segmen torakal, lumbal, atau sacral medulla spinalis. b. Klasifikasi Paraparese spastik paraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertonus. Paraparese flaksid Paraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus otot atau hipotonus. c. Patogeneis Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai miotoma C8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua ekstremitas. Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif. Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior medula 13

spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi gangguan motorik berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal terputus. Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas dibawah lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis. Gangguan fungsi autonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi. Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua tungkai secara lengkap. Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat terjadi melalui emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk proses peradangan pada medulla spinalis namun juga digunakan apabila lesinya menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai hubungan dengan infeksi, adanya tumor baik tumor ekstramedular maupun intramedular serta trauma yang menyebabkan cedera medulla spinalis. d. Manifestasi klinis Hipertonus Hiperfleksi Reflek patologis (+) Klonus Atrofi otot tidak ada Refleks automatisme spinal e. Diagnosis Ray-spine

14

Dilakukan X-Ray spine dengan permintaan lateral dan oblique. Tanda degenerasi dari spine adalah : Reduksi dari ruang intevertebralis Penyempitan foramen intevertebralis Formasi osteofit Pelebaran jarak antar pedunkular ditemukan pada lesi intradural Mielogram CT Scan Analisis CSF Pemeriksaan penunjang lainnya : X-Ray Toraks yang akan memperlihatkan suatu keganasan. Tes serologi untuk mendeteksi adanya sifilis IgA atau IgG albumin untuk mendiagnosa dari sklerosis multiple Tes darah rutin Pemeriksaan urin

f. Komplikasi Luka dekubitus Kontraktur Infeksi traktus urinarius Emboli paru Deep vein thrombosis Paralisis otot-otot pernapasan g. Penatalaksanaan Terapi utama didasarkan dan disesuaikan dengan penyakit penyebab paraparese spastik. Penanganan spastisitas

15

Fisioterapi terdiri dari : Prolonged passive stretching Hydrotherapy Refl ex inhibiting postures Standing and walking Ice therapy

Farmakologi Antispasmodik Inj intratechal baclofen / morphine Blok saraf lokal sementara dgn toksin botulinum pada otot yang spesifik. II. Trauma medulla spinalis a. Definisi Trauma spinal adalah injuri/cedera/trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma berupa jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. Trauma spinalis menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra) atau injuri saraf yang aktual maupun potensial (kerusakan akar-akar saraf yang berada sepanjang medula spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi).

Gambar 1. Medulla spinalis b. Klasifikasi 16

Klasifikasi cedera medulla spinalis berdasarkan lokasi cedera antara lain: Cedera Cervikal Lesi C1-C4 Pada lesi C1-C4, otot trapezius, sternomastoideus, dan otot platisma masih berfungsi. Otot diafragma dan interkostal mengalami paralisis dan tidak ada gerakan volunter (baik secara fisik maupun fungsional). Di bawah transeksi spinal tersebut. Kehilangan sensori pada tingkat C1-C3 meliputi oksipital, telinga dan beberapa daerah wajah. Pasien pada quadriplegia C1, C2 dan C3 membutuhkan perhatian penuh karena ketergantungan terhadap ventilator mekanis. Orang ini juga tergantung semua aktivitas kebutuhan sehari-harinya. Quadriplegia pada C4 mungkin juga membutuhkan ventilator mekanis tetapi dapat dilepas. Jadi penggunaannya secara intermitten saja. Lesi C5 Bila segmenC5 medulla spinalis mengalami kerusakan, fungsi diafragma rusak sekunder terhadap edema pascatrauma akut. Paralisis intestinal dan dilatasi lambung dapat disertai dengan depresi pernafasan. Quadriplegia pada C5 biasanya mengalami ketergantungan dalam melakukan aktivitas seperti mandi, menyisir rambut, mencukur, tetapi pasien mempunyai koordinasi tangan dan mulut yang lebih baik. Lesi C6 Pada lesi segmen C6, distress pernafasan dapat terjadi karena paralisis intestinal dan edema asenden dari medulla spinalis. Biasanya akan terjadi gangguan pada otot bisep, triep, deltoid dan pemulihannya tergantung pada perbaikan posisi lengan. Umumnya pasien masih dapat melakukan aktivitas higiene secara mandiri, bahkan masih dapat memakai dan melepaskan baju. Lesi C7 Lesi medulla pada tingkat C7 memungkinkan otot diafragma dan aksesoris untuk mengkompensasi otot abdomen dan interkostal. Fleksi jari tangan biasanya berlebihan 17 ketika kerja refleks kembali.

Quadriplegia C7 mempunyai potensi hidup mandiri tanpa perawatan dan perhatian khusus. Pemindahan mandiri, seperti berpakaian dan melepas pakaian melalui ekstrimitas atas dan bawah, makan, mandi, pekerjaan rumah yang ringan dan memasak. Lesi C8 Hipotensi postural bisa terjadi bila pasien ditinggikan pada posisi duduk karena kehilangan control vasomotor. Hipotensi postural dapat diminimalkan dengan pasien berubah secara bertahap dari berbaring ke posisi duduk. Jari tangan pasien biasanya mencengkram. Quadriplegia C8 harus mampu hidup mandiri, mandiri dalam berpakaian, melepaskan pakaian, mengemudikan mobil, merawat rumah, dan perawatan diri. Cedera Torakal Lesi T1-T5 Lesi pada region T1-T5 dapat menyebabkan pernafasan dengan diafragmatik. Fungsi inspirasi paru meningkat sesuai tingkat penurunan lesi pada toraks. Hipotensi postural biasanya muncul. Timbul paralisis parsial dari otot adductor pollici, interoseus, dan otot lumrikal tangan, seperti kehilangan sensori sentuhan, nyeri, dan suhu. Lesi T6-T12 Lesi pada tingkat T6 menghilangkan semua refleks adomen. Dari tingkat T6 ke bawah, segmen-segmen individual berfungsi, dan pada tingkat 12, semua refleks abdominal ada. Ada paralisis spastik pada tubuh bagian bawah. Pasien dengan lesi pada tingkat torakal harus befungsi secara mandiri. Batas atas kehilangan sensori pada lesi torakal adalah: T2 Seluruh tubuh sampai sisi dalam dari lengan atas T3 Aksilla T5 Putting susu T6 Prosesus xifoid T7, T8 Margin kostal bawah T10 Umbilikus 18

T12 Lipat paha Cedera Lumbal Lesi L1-L5 Kehilangan sensori lesi pada L1-l5 yaitu: L1 Semua area ekstrimitas bawah, menyebar ke lipat paha & bagian belakang paha L3 Ekstrimitas bagian bawah dan daerah sadel. L4 Sama dengan L3, kecuali aspek anterior paha L5 Aspek luar kaki dan pergelangan kaki serta ekstrimitas bawah dan area sadel. Cedera Sakral Lesi S1-S6 Pada lesi yang mengenai S1-S5, mungkin terdapat beberapa perubahan posisi dari telapak kaki. Dari S3-S5, tidak terdapat paralisis dari otot kaki. Kehilangan sensasi meliputi area sadel, skrotum, dan glans penis, perineum, area anal, dan sepertiga aspek posterior paha. Klasifikasi berdasarkan keparahan Klasifikasi Frankel : Grade A : motoris (-), sensoris (-) Grade B : motoris (-), sensoris (+) Grade C : motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+) Grade D : motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+) Grade E : motoris (+) normal, sensoris (+) Klasifikasi ASIA (American Spinal Injury Association) Grade A : motoris (-), sensoris (-) termasuk pada segmen sacral Grade B : hanya sensoris (+) Grade C : motoris (+) dengan kekuatan otot < 3 Grade D : Motoris (+) dengan kekuatan otot > 3 Grade E : motoris dan sensoris normal 19 dari bokong. L2 Ekstrimitas bagian bawah kecuali sepertiga atas aspek anterior

Klasifikasi berdasarkan bentuk lesi Karakteristik Motorik Protopatik (nyeri, suhu) Propioseptik(joint position, vibrasi) Sacral sparing Ro. Vertebra Lesi Komplet Hilang di bawah lesi Hilang di bawah lesi Hilang di bawah lesi negatif positif Sering fraktur, luksasi, atau listesis Sering normal Lesi Inkomplet Sering (+) Sering (+) Sering (+)

c. Etiologi Kecelakaan lalu lintas/jalan raya adalah penyebab terbesar. Injuri atau jatuh dari ketinggian. Kecelakaan karena olah raga. Di bidang olahraga, tersering karena menyelam pada air yang sangat dangkal Luka jejas, tajam, tembak pada daerah vertebra. Pergerakan yang berlebih: hiperfleksi, hiperekstensi, rotasi berlebih, stress lateral, distraksi (stretching berlebih), penekanan. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar; mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun noninfeksi; osteoporosis yang disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebrata; siringmielia; tumor infiltrasi maupun kompresi; dan penyakit vaskuler. III.Pemberian steroid berdasarkan National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) National Acute Spinal Cord Injury Studies (NASCIS) dibagi 3, yaitu : NASCIS I

20

NASCIS II Pemberian steroid harus sesegera mungkin. Bila cedera terjadi sebelum 8 jam, diberikan metilprednisolon dosis tinggi 30 mg/kgBB intravena perlahan selama 15 menit. Disusul 45 menit kemudian infus 5,4 mg/kgBB/jam selama 23 jam. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. Trial klinik menunjukkan hasil statistik yang bermakna terhadap perbaikan neurologis jangka panjang. Metilprednisolon bekerja menghambat peroksidase dan sekunder akan meningkatkan asam arakidonat. NASCIS III dosis metilprednisolon yang diberikan sama dengan protockol NASCIS II namun diberikan selama 24 jam jika terapi diberikan < 3 jam setelah kejadian. Tetapi jika terapinya diberikan 3-8 jam setelah cedera, infus dianjurkan berakhir sampai 48 jam. IV. Spondilitis TB a. Definisi Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat kronis destruktif yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Dikenal juga dengan istilah Vertebral Osteomyelitis. b. Gambaran Umum Spondilitis tuberkulosa (TB) merupakan infeksi granulomatosis dan bersifat kronis destruktif yang di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu Mycobacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Di beberapa negara berkembang, TB spinal masih menjadi manifestasi pada kasus TB anak maupun dewasa, dan merupakan perhatian cukup serius karena dapat menimbulkan komplikasi yang berat berupa gangguan neurologis berupa paraplegi. Hal ini disebabkan karena penderita spondilitis TB biasanya datang terlambat untuk mendapatkan pengobatan dan pada pemeriksaan klinis serta radiologis sudah ditemukan adanya kerusakan tulang belakang yang sudah lanjut dan disertai gangguan neurologis. Tuberkulosa sebagai suatu penyakit sistemik dapat menyerang berbagai organ termasuk tulang dan sendi. Lesi pada

21

tulang dan sendi disebabkan oleh penyebaran hematogen dari lesi primer pada bagian tubuh yang lain. Pada spondilitis TB, vertebra torakalis bagian bawah lebih sering terkena dan biasanya akan melibatkan struktur diskus intervertebralis dan menyebar ke korpus vertebra. Manifestasi klinis yang terjadi merupakan gejala dan tanda TB secara umum, disertai dengan gejala dan tanda neurologis sesuai dengan level radiks spinal yang terkena. A. Dasar diagnosis a. Dasar diagnosis klinis Mielopati lumbalis Mielopati lumbalis ditegakkan karena dari anamnesis didapatkan adanya nyeri pada punggung pasien yang mendahului adanya gangguan motorik dan otonom. Kemudian didapatkan adanya rasa lemah dan berat pada tungkai yang secara progresif menyebabkan tidak dapat digerakkannya kedua anggota gerak bawah pasien. Dari pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya paraparese UMN Juga didapatkan adanya ganguan sensorik setinggi L4-S1 medulla spinalis. b. Dasar diagnosis topik Segmen L4-S1 medulla spinalis Pada pasien ditemukan paraparese UMN yang dibuktikan dengan adanya hipereflek pada patella dan Achilles, hipertonus dan tidak adanya atrofi otot. Juga terdapat gangguan sensorik setinggi L4-S1 medulla spinalis. c. Dasar diagnosis etiologik Trauma medulla spinalis Pada anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma pada daerah panggul yaitu saat pasien mengangkat kayu dalam posisi membungkuk dan tiba-tiba panggul berbunyi dan terasa sakit. Pasien masih bisa berjalan, namun sudah mulai terasa lemas pada kaki. Kemudian kedua tungkai mati rasa dan pasien tidak bisa berjalan lagi. BAK, BAB dan ereksi juga tidak bisa. d. Dasar diagnosis banding: Spondilitis TB Manifestasi klinis nyeri pada punggung, adanya paraparese akibat kompresi medulla spinalis juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. adanya paraplegia akibat kompresi medulla spinalis juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. e. Diagnosis akhir Mielopati lumbal ec trauma medulla spinalis

22

B. Dasar anjuran pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium darah rutin : untuk mengetahui tandatanda infeksi yaitu berupa kenaikan jumla leukosit serta keadan umum pasien b. Pemeriksaan laboratorium kimia darah : untuk menilai fungsi organorgan lain. c. Rontgen thoraks PA : untuk mendukung kecurigaan etiologik d. Rontgen thoracolumbal AP-lateral : mendukung kecurigaan etiologik pada segmen thoracolumbal termasuk menilai struktur tulang. e. MRI thoracolumbal (bila perlu dengan kontras): untuk mendukung kecurigaan etiologi penyakit pada pasien.

23

DAFTAR PUSTAKA 1. Bromley, I. (2006). Tetraplegia and Paraplegia, A Guide for Physiotherapists. China : Elsevier. 2. Chussid, J. G. (1990). Korelasi Neuroanatomi dan Neurologi Fungsional, Bagian Kedua. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 4. Guirguis, A. R. (1967). Pott Paraplegia. Cairo : The Journal of Bone and Joint Surgery. 5. Paramarta, G. E., Purniti, P. S., Subanada, I. B., & Astawa, P. (2008). Spondilitis Tuberkulosis. Denpasar : FK UNUD. 6. Ropper, A. H., & Brown, R. H. (2005). Adams and Victor Principles of Neurology, Eight Edition. New York : Mc Graw Hill.

24

Laporan kasus

MIELOPATI LUMBAL

Oleh: RAHMATUL KHAIRIYAH, S.Ked NIM. 0808121383

Pembimbing:

dr. AGUS TRI JOKO, Sp.S

25

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD ARIFIN ACHMAD FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 2013

26

Anda mungkin juga menyukai