Anda di halaman 1dari 46

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI
Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar
mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini.
2.1.1 Pengertian Gelombang
Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti
gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan
gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan
partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa
sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika.
Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui
medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena
adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses
perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan
rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara,
maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja.
Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan
menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang
mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya
memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air,
gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan
dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar
vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan
gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan
cahaya. Contohnya sinar gamma (), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak,
infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio.
Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi
dua jenis yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang
transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah
getarnya, contohnya gelombang pada tali , gelombang permukaan air, gelombang
9
cahaya. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah
merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan
gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan
adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat.
Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama
sesaat. Rapatan dan regangan berhubungan dengan puncak dan lembah pada
gelombang transversal. Gelombang transversal dan gelombang longitudinal dapat
digambarkan secara grafis pada gambar 2.1.
Gambar 2.1a Gelombang Transversal (diambil dari Cutnell & Johnson, 1992)
Gambar 2.1b Gelombang Longitudinal (diambil dari Stanley Wolfe, 2003)
Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antara
lain panjang gelombang () adalah jarak antara dua puncak yang berurutan,
frekuensi () adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan
waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu
titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan
gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari
gelombang) bergerak. Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan
partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa
energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium
maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium
tersebut.
10
2.1.2 Pengertian Bunyi
Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar.
Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara (Sound
Research Laboratories Ltd, 1976) dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat
meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh (Egan, 1972).
Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan
bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi
bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel
yang bergerak.
Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi
mempunyai dua defenisi, yaitu:
1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam
medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyi Obyektif.
2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan
penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut
sebagai bunyi subyektif.
Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang
merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat
perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran.
Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan
partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan.
Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu
kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.
Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai
gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair
dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan
medium mekanik ini (Sutrisno, 1988). Gelombang bunyi ini merupakan
vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun
demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta
mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick
dan Halliday , 1992).
11
Berbicara, tentang substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi
mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu
sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi
direfleksikan/dipantulkan. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi,
mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut
akan pengalihan energi mekanik (Giancoli, 1998). Gambar 2.2 dan 2.3 adalah
perambatan gelombang bunyi pada kondisi medium yang berbeda.
Gambar 2.2 Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat ke medium
yang lebih rapat [18].
Gambar 2.3 Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat ke medium
yang kurang rapat [18].
Hewan menggunakan gelombang bunyi/suara untuk memperoleh
perubahan informasi dan untuk mendeteksi lokasi dari suatu objek. Misalnya ikan
lumba-lumba, kelelawar, menggunakan gelombang bunyi untuk mengemudi dan
menentukan lokasi makanan, apabila cahaya tidak cukup untuk pengamatan.
Manusia berusaha menggunakan gelombang bunyi sebagai pengganti cahaya
(Ackerman et al, 1988). Syarat terdengarnya bunyi ada tiga macam yaitu ada
sumber bunyi, ada medium (udara), dan ada penerima/pendengar.
12
Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions)
dan regangan (rarefactions) yang periodik. Pada gambar 2.4 dan 2.5, bel
meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu
dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continuaes)
hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang
bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta
oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga
kompresi dan regangan yang terjadi.
Gambar 2.4 Radiasi bunyi dari bel
Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian
(magnitude) atau amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi.
Perubahan tekanan yang membawa informasi bunyi ini bergerak pada arah
yang sama dengan muka gelombang, yaitu secara longitudinal, sehingga dapat
dikatakan bunyi merupakan gerakan gelombang mekanis yang longitudinal.
13
2.1.3 Sifat Sifat Bunyi
Pengertian mengenai sifat-sifat dasar fisik bunyi merupakan suatu hal
yang sangat penting untuk diketahui dalam mengembangkan suatu pendekatan
secara sistematis terhadap masalah kontrol kebisingan. Bunyi mempunyai
beberapa sifat seperti: asal dan perambatan bunyi, frekuensi bunyi, cepat rambat
bunyi, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel dan lain-lainya sebagai
berikut.
2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi
Semua benda yang dapat bergetar mempunyai kecenderungan untuk
menghasilkan bunyi. Bila ditinjau dari arah getarnya, bunyi termasuk gelombang
longitudinal dan bila dilihat dari medium perambatannya, bunyi termasuk
gelombang mekanik.
2.1.3.b Frekuensi Bunyi
Frekuensi merupakan gejala fisis obyektif yang dapat diukur oleh
instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per
peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi,
seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan
membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini
dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich
Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.
Frekuensi adalah banyaknya getaran per banyaknya waktu pada waktu
lampau satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya
siklus perdetik (cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut
Hertz (Hz). Satu Hertz sama dengan satu siklus perdetik. Frekuensi yang dapat
didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini
dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan
bertambahnya umur manusia (lipscomb & Taylor, 1978). Jangkauan frekuensi
audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Frekuensi bunyi
dapat didefinisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang
muncul dalam satu satuan waktu [6, Hal 7].
14
f = 1 / T (2-1)
dimana : f = Frekuensi (Hz)
T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang
sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;
gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.
Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga
periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].
T =
f
1
(s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz)
= periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang
frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan
penerima bunyi [6].
Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber
dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Pitch Music Standart 440
14
f = 1 / T (2-1)
dimana : f = Frekuensi (Hz)
T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang
sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;
gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.
Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga
periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].
T =
f
1
(s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz)
= periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang
frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan
penerima bunyi [6].
Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber
dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Pitch Music Standart 440
14
f = 1 / T (2-1)
dimana : f = Frekuensi (Hz)
T = Waktu (detik)
Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang
sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.
Gambar 2.6 Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi;
gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi.
Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga
periode berbanding terbalik dengan frekuensi [6, Hal 7].
T =
f
1
(s) (2-2)
dimana : = Frekuensi (Hz)
= periode (detik)
Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang
frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan
penerima bunyi [6].
Tabel 2.1 Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber
dan penerima bunyi.
Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)
Manusia 85 5000
Anjing 450 1080
Kucing 780 1520
Piano 30 4100
Pitch Music Standart 440
15
Terompet 190 990
Drum 95 180
Kelelawar 10.000 120.000
Jangkrik 7.000 100.000
Burung Nuri 2.000 13.000
Burung Kakak Tua 7.000 120.000
Mesin Jet 5 50.000
Mobil 15 30.000
Penerima Bunyi Rentang Frekuendi (Hz)
Manusia 20 20.000
Anjing 15 50.000
Kucing 60 65.000
Kelelawar 1000 120.000
Jangkrik 100 15.000
Burung Nuri 250 21.000
Burung Kakak Tua 150 150.000
Sumber:hhtp://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173
2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi
Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang
dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan,
suhu, dan tekanan [6, Hal 10].
= (2-3)
atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis :
= 20,05

dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)


= Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41)
P
a
= Tekanan atmosfir (Pascal)
= Kerapatan (Kg/m
3
)
T = Suhu (K)
16
Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan
pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [6, Hal 11].
= (2-4)
dimana : E = Modulus young (N/m
2
)
= Kerapatan (Kg/m
3
)
Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.
c =

K
(2-5)
dimana : K = Modulus bulk (N/m
2
)
= Kerapatan (Kg/m
3
)
Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat rambat yang
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :
1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan
partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi
merambat paling cepat pada zat padat. Tabel 2.2 disajikan beberapa
kecepatan bunyi dalam material tertentu.
Tabel 2.2 Cepat rambat bunyi pada berbagai material [Hemond, 1983]
Material Kecepatan bunyi (ft/s) Kecepatan bunyi (m/s)
Udara 1,1 335
Timah 3,7 1128
Air 4,5 1385
Beton 10,2 3109
Kayu 11,1 3417
Kaca 15,5 4771
Baja 16 4925
2. Suhu medium, semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin
cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam
17
persamaan matematis (v = v
0
+ 0,6.t) dimana v
0
adalah cepat rambat pada
suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. Besar kecilnya cepat rambat
bunyi pada suatu medium sangat tergantung pada temperatur medium
tersebut (Beranek & Lver, 1992).
2.1.3.d Panjang Gelombang
Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak yang
ditempuh oleh perambatan bunyi selama tiap siklus. Hubungan antara panjang
gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut sesuai
[6, Hal 12]
= (2-6)
dimana : = Panjang gelombang bunyi (m)
c = Cepat rambat bunyi (m/s)
f = Frekuensi (Hz)
2.1.3.e Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam
suatu daerah per satuan luas [6, Hal 15]. Intensitas bunyi dalam arah tertentu di
suatu titik adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah
tersebut melewati satu-satuan luasan yang tegak lurus arah tersebut di titik
bersangkutan. Untuk tujuan praktis dalam dalam pengendalian kebisingan
lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama dengan tingkat intensitas bunyi (Doelle,
1972).
Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan :
= (2-7)
dimana : I = Intensitas bunyi (W/m
2
)
W = Daya akustik (Watt)
A = Luas area yang ditembus tegak lurus oleh
gelombang bunyi (m
2
)
18
Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi
yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10
-6
W/cm
2
. Tingkat tekanan bunyi
beberapa macam bising dan bunyi tertentu ditunjukkan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Skala intensitas Kebisingan
Jenis Bising/Bunyi Desibel Kriteria
Jet tinggal landas, meriam,
mesin, uap, halilintar, band rock.
100-130 Menulikan
Bising lalu lintas, peluit polisi,
knalpot truk.
80-100 Sangat keras
Kantor yang bising, radio pada
umumnya, perusahaan.
60-80 Keras
Percakapan pada umumnya,
radio perlahan, rumah bising.
40-60 Sedang
Kantor pribadi, ruang tenang,
percakapan yang tenang.
20-40 Lemah
Gemirisik daun, bisikan, nafas
manusia.
S/d 20 Sangat lemah
2.1.3.f Kecepatan Partikel
Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi
udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat
dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya
partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel
pada persamaan.
= (2-8)
dimana : = Kecepatan partikel (m/s)
p = Tekanan (Pa)
= Massa jenis bahan (Kg/m
3
)
c = cepat rambat bunyi (m/s)
Dengan menggunakan kesetimbangan momentum antara momentum linear
dan impuls gaya pada gelombang longitudinal untuk permasalahan solid borne
maka dapat dianologikan menjadi persamaannya adalah :
= (2-9)
dimana : = Tegangan pada solid (N/m
2
)
19
= Massa jenis bahan (Kg/m
3
)
c = Kecepatan bunyi merambat pada batang (m/s)
v = Kecepatan partikel (m/s)
dengan asumsi bahwa :
1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang
2. Persamaan di atas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid
3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa
tekanan.
2.1.3.g Titinada
Sifat sensasi pendengaran yang memungkinkan kita menyusun bunyi
dalam suatu skala yang berkisar dari frekuensi rendah ke tinggi disebut dengan
titinada. Secara subyektif fisiologis, titinada sama dengan frekuensi. Titinada
terutama tergantung pada frekuensi bunyi perangsang, makin tinggi frekuensinya,
makin tinggi pula titinadanya.
2.1.3.h Warna Nada
Sensasi bunyi yang mempunyai titinada disebut nada. Nada murni adalah
sensasi bunyi frekuensi tunggal, ditandai dengan ketunggalan titinadanya. Bunyi
ini dapat dihasilkan dengan memukul garpu tala atau dengan memainkan nada
rendah secara lembut pada suling.
Kebanyakan bunyi musik tidak menghasilkan nada murni saja, tetapi
menghasilkan bunyi yang terdiri dari beberapa frekuensi tambahan, yang disebut
dengan nada kompleks. Nada kompleks adalah sensasi bunyi yang ditandai oleh
lebih dari satu frekuensi. Frekuensi terendah yang berada dalam suatu nada
kompleks disebut nada dasar, sedangkan komponen-komponen dengan frekuensi
lebih tinggi disebut nada atas atau parsial.
2.1.3.i Kekerasan Bunyi
Kekerasan bunyi adalah sifat sensasi pendengaran yang subyektif dan
dalam besaran kekerasan ini, bunyi dapat disusun pada skala yang berkisar dari
lemah sampai keras. Kekerasan adalah tanggapan subyektif terhadap tekanan
20
bunyi dan intensitas bunyi. Phon adalah satuan tingkat kekerasan bunyi, yang
dibentuk oleh suatu percobaan psikologis yang sangat luas. Skala phon ikut
memperhatikan kepekaan telinga yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi
yang berbeda.
2.1.4 Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi
Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan
atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi
tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum
persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai :
= sin (2 ) (2-10)
dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah :
= sin
(
2
)
(2-11)
= sin
(
2 +
)
(2-12)
dimana : = Tekanan bunyi (N/m
2
atau Pa)
= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m
2
atau Pa)
= Tekanan bunyi dipantulkan (N/m
2
atau Pa)
= Amplitudo tekanan bunyi (N/m
2
)
f = Frekuensi (Hz)
t = Waktu (detik)
k
1
,k
2
= Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 =
2
x = jarak dari sumber gelombang (m)
Penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan getaran partikel udara
karena adanya gelombang bunyi disebut tekanan bunyi.
Tingkat tekanan bunyi diukur oleh sound level meter yang terdiri atas
mikrofon, penguat, dan instrument output (keluaran) yang mengukur tingkat
tekanan bunyi dalam decibel. Nilai tingkat tekanan bunyi ini sangat bervariasi,
yaitu pada rentang 2 x 10
-5
N/m
2
hingga 600 N/m
2
. Bermacam-macam alat/ piranti
tambahan dapat disambungkan atau digabungkan pada instrumen dasar ini, sesuai
dengan kebutuhan, seperti penganalisis frekuensi atau perekam grafis. Meter
21
tingkat bunyi yang dibuat dalam berbagai ukuran oleh beberapa perusahaan, dapat
digunakan untuk sejumlah tujuan dalam akustik lingkungan. Ini merupakan
instrumen yang penting dalam menilai dan mengendalikan bunyi bising dan
getaran. Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut sesuai
dengan [6, Hal 17]:
= 10
( )
dB (2-13)
dimana : L
p
= Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL)) (dB)
p
ref
= Tekanan bunyi referensi, 10
-5
N/m
2
untuk bunyi udara.
p (t) = Tekanan bunyi ditranmisikan (Pa)
Pada umumnya, suatu instrumen sound level meter dilengkapi dengan fitur
pembobotan frekuensi A, B, C, dan flat-weighting (pembobotan datar).
1. Frekuensi Pembobotan A
A-weighted sound level (tingkat pembobotan bunyi A) ini memberikan
hubungan tingkat tekanan bunyi dengan respon manusia untuk berbagai
jenis sumber bunyi (Hemond, 1983). Akibatnya, tingkat pembobotan jenis
ini paling sering digunakan dalam keperluan pengendalian kebisingan.
Satuan tingkat pembobotan bunyi A adalah decibel dengan simbol
dB(A).
2. Frekuensi Pembobotan B
Pembobotan B ini tidak digunakan lagi dalam instrument untuk
pengukuran akustik.
3. Frekuensi Pembobotan C
Respon pembobotan C ini cukup uniform dari 50 hingga 5000 Hz. Oleh
karenanya, pembobotan jenis ini sering digunakan bila pembobotan datar
tidak terdapat dalam instrumen sound level meter. Ketika pembobotan C
digunakan, satuan yang digunakan adalah decibel dengan symbol dB(C).
4. Flat-weighting (Pembobotan datar dB)
Pembobotan jenis ini memiliki jangkauan frekuensi yang sangat luas
sehingga kadang disebut all pass respons. Pembobotan ini digunakan bila
pemakaian sound level meter dilengkapi dengan band filter.
22
Nilai tingkat tekanan bunyi yang didapat dari hasil pengukuran sound lever meter
dalam skala decibel (dB), dapat dikonversikan ke dalam satuan dB(A) melalui
suatu skala koreksi pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Skala koreksi pembobotan -A
Frekuensi (Hz) Skala Koreksi
31,5 -39,2
63 -26,1
125 -16
250 -8,6
500 -3,3
1000 0
2000 +1,4
4000 +1,8
8000 +1,9
Contohnya dalam suatu pengukuran tingkat tekanan bunyi (Lp) suatu sumber
bunyi dengan menggunakan sound level meter yang disertai dengan octave band
filter, didapat nilai tingkat tekanan bunyi sebesar 100 dB pada frekuensi
pengukuran 63 Hz. Dan bila diinginkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam satuan
dB(A), maka dengan menggunakan tabel 2.4 di atas, maka didapat:
Lp = 100 dB 26,1 = 73,9 dB(A)
2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi
Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total
yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi.
Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana
gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum
jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.
Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan
udara adalah sebagai berikut [6, Hal 15] :
= (2-14)
23
dimana : p
rms
= Akar kuadrat tekanan bunyi rata-rata (Pa)
I
max
= Intensitas maksimum (W/m
2
)
= Kerapatan udara (Kg/m
3
)
c = Cepat rambat bunyi di udara (m/s)
Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut [6, Hal 17] :
= 10 (2-15)
dimana : I = Intensitas bunyi (W/m
2
)
I
ref
= Intensitas referensi (10
-12
W/m
2
)
2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi
Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara,
dalam satuan Watts. Intensitas merupakan besaran yang setara dengan daya
gelombang yang merambat per satuan luas muka gelombang. Berbeda dengan
gelombang bidang, gelombang speris yang berpropagasi ke segala arah dengan
bidang berbentuk bola (speris) seperti yang disajikan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7 Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang
gelombang berbentuk bola.
Sebagaimana yang berlaku untuk gelombang bidang, maka intensitas
gelombang speris dapat dihitung dengan prinsip yang sama. Hanya saja karena
muka gelombang berbentuk sperik (bola) maka luasnya adalah 4 . Sehingga
hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi dapat ditulis dalam persamaan :
=
(
4
) ( )
(2-16)
dimana : W
s
= Total daya bunyi (Watts)
24
I
s
(r) = Maksimum intensitas bunyi pada jarak radius (W/m
2
)
r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke
permukaan imajiner sphere (m)
Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan :
= 10 log

(2-17)
dimana : L
w
= Tingkatan daya bunyi (dB)
W = Daya bunyi (Watts)
W
0
= Daya bunyi referensi (10
-12
Watts)
2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat
Tekanan Bunyi
Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik
dalam daerah bebas dengan mengkombinasikan persamaan pada [6, hal 15 dan
17], maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:
= 10 = 10 = 10 +10 (2-18)
= 10
dimana : K = Konstanta = I
ref
c/p
2
ref
= c/400
Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka :
= + 10 log
Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya
bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :
W= I . A
Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi adalah :
10 = 10 + 10 (2-19)
= + 10
dimana : A = Luas permukaan daerah (m
2
)
A
0
= 1 m
2
25
2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran
Jika tekanan gelombang bunyi yang berubah mencapai telinga luar,
getaran yang diterima gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di
telinga tengah dan diteruskan melewati cairan ke ujung-ujung syaraf telinga
dalam. Syaraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, dimana proses mendengar
tahap akhir terjadi, maka sensasi bunyi tercipta. Gambar 2.8 menunjukkan
anatomi dari telinga manusia.
Gambar 2.8 Anatomi telinga manusia
Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu
penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga
sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak
dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian
beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga
merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa. Rantai dari tiga tulang rawan
pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan
mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa
memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga
kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan
membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung
kokhlea, pada helikotrema . Kemampuan telinga menghasilkan frekuensi tinggi
yang teramati berdasarkan pada pemanfaatan dari impuls saraf dalam pusat
26
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena
bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator
Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk
gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang
sesungguhnya dari gelombang bunyi.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi
pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,
1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya
bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu
keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit
disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat
perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan
didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran
terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama
26
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena
bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator
Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk
gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang
sesungguhnya dari gelombang bunyi.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi
pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,
1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya
bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu
keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit
disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat
perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan
didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran
terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama
26
pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena
bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator
Helmholtz. Pada membran basilar yang terentang di dalam perilimpa, membentuk
gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang
sesungguhnya dari gelombang bunyi.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi
pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle,
1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya
bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman.
Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu
keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit
disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat
perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan
didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran
terlihat pada gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kontur kekerasan sama
27
2.2 MATERIAL AKUSTIK
Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah
untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat
menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua
bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-
beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas,
yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk
bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat
kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat
kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur
pada bahan tersebut.
Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik, dan
dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian [19, Trihandoko], yaitu : (1) Material
berpori (porous materials), (2) Membran penyerap (panel absorbers), (3) Rongga
penyerap (cavity resonators), dan Manusia dan furnitur.
1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum
digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan
gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait
sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit
dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi
energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau
peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan
relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan
material (perhatikan gambar 2.10a, kurva 1, 2, dan 3, kemudian kurva 9, 10, 11
dari gambar 2.10b). Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan
cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan
tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar.
2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus) yang
dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air space backing).
Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta transfer energi getaran
tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama
halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu
28
merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Membran penyerap
sangat efisien pada frekuensi rendah (gambar 2.11b). Penambahan porous
absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih
jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.
3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentu
dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada
bagian leher (neck) yang terhubung dengan voulume udara dalam rongga
ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap
energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber
gaungnya (gambar 2.11c). Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen
tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan
didalamnya; bentuk lain terdiri dari panil yang berlubang-lubang dan kisi-kisi
kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika
arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan
absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada
kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur
sandwich).
4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan furnitur
kayu seperti terlihat pada gambar 2.11d. Furnitur kayu termasuk didalamnya
adalah kursi dan meja. Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan
meja dan kursi (seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang
kuliah), akan lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda
dari furnitur yang diberikan pada gambar 2.11d daripada peredaman oleh
manusia saja seperti dilihat pada kurva 1 dari gambar 2.10 dengan menentukan
jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang
kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua
lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk
merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah
dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan
berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung
optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat
dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose
29
rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya
dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.
Gambar 2.10 Sabine absorptivities of common constructional materials,
(1) occupied, audience, orchestra, chorus areas, including the floor
beneath. (2) well-upholstered, cloth-covered seat (perforated bottoms)
without audience. (3a) curtain (18 oz/yd
2
) hung to half area. (3b) Leather-
covered upholstered seats, without audience, over a reflective floor. (4)
Concrete-block wall, unpainted (approximate). (5) Wooden platform, with
air space below. (6) Wooden floor. (7) Concrete-block wall, painted
(approximate). (8a) Smooth plaster on brick (but see 14) . (8b) Poured
concrete, unpainted. (9a) 2-in fiberglass blanket on rigid backing. (9b)
Same with 9a but with 1-in. air space between blanket and backing. (10)
Heavy carpet on 40 oz (1.35 kg/m
2
) underpad. Unpainted acoustic tile.
Unpainted acoustic plaster. (11) Heavy carpet on concrete. (12) glass
window. (13) plaster on lath on studs. (14) 1-in thick, damped plaster on
concrete block, brick, or lath. 2-in thick, well-fitted wooden walls. (15)
Heavy plate glass window. (adapted from Doelle [13], Beranek, [14] and
Knudsen & Harris [16] )
30
Gambar 2.11 Absorption properties of acoustic materials. (a
1
) Glued
acoustic tile ceiling on rigid backing. (a
2
) Material a
1
after two coats of
paint (brush or roller). (b) Material a
1
suspended away from wall. (c) 2.5
cm thick fiberglass (50 kg/m
3
) on rigid backing. (d) c but 10 cm thick. (e) 6
mm plywood 75 mm from rigid backing. (f) e with sound isolation blanket .
(g) Slotted two-well concrete block, singe-cavity resonator. (h) Perforated
panerl resonator with isolation blanket, 10 percent open urea [18].
2.2.1 Gejala Penyerapan Suara Dalam Material
Energi suara datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagian oleh
bahan tersebut menjadi energi lain, seperti misalnya getar (vibrasi) atau energi
panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya
mempunyai struktur berpori atau berserat.
31
Nilai absorpsivitas suara dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:
= (2-20)
Dimana Wa dan Wi masing-masing adalah daya suara yang diserap dan daya
suara yang tiba pada permukaan bahan. Secara ilustratif, gejala penyerapan suara
oleh suatu bahan akustik dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut.
Gambar 2.12 Ilustrasi penyerapan energi suara oleh bahan akustik [19,
Trihandoko].
Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain
adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles,
resonator, dan lain-lain.
2.3 MATERIAL KOMPOSIT
Material komposit adalah penggabungan atau pencampuran bahan yang
sekurang-kurangnya teridiri dari dua bahan material yang berbeda phasa dan sifat
mikroskopisnya dengan menggunakan aturan tertentu [3, hal 129]. Contoh
material komposit yang tradisional adalah batubara, yang merupakan campuran
dari tanah liat yang dicampur dengan rumput dan konkrit yang merupakan
campuran antara semen dengan pasir atau batu kerikil. Material komposit
biasanya terdiri dari bahan penyusun dan bahan yang mengisolasi bahan lain.
32
Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu :
1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat yang kurang ductile tetapi
lebih rigid serta lebih kuat.
2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan regiditas
yang lebih rendah.
Saat ini jenis komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit
berpenguat serat. Hal ini karena serat sebagai penguat memiliki keuntungan
sebagai berikut:
1. Memiliki perbandingan panjang dengan diameter (aspect ratio) yang
besar. Hal ini menggambarkan bahwa bila digunakan sebagai penguat
dalam komposit, serat akan memiliki luas daerah kontak yang luas dengan
matriks dibanding bila menggunakan penguat lain. Dengan demikian
diharapkan akan terbentuk ikatan yang baik antara serat dengan matriks.
2. Size effect. Serat memiliki ukuran yang kecil sehingga jumlah cacat per
satuan volume serat akan lebih kecil dibandingkan material lain. Dengan
demikian serat akan memiliki sifat mekanik yang baik dan konsisten.
3. Serat memiliki densitas yang rendah sehingga memilki sifat mekanik
spesifik (sifak mekanik per satuan densitas) yang tinggi.
4. Fleksibilitas serat dan diameternya yang kecil membuat proses manufaktur
serat menjadi mudah.
2.3.1 Jenis Jenis Material Komposit
Komposit didefinisikan sebagai material yang terdiri dua atau lebih
material penyusun yang berbeda, umumnya matriks dan penguat (reinforcement).
Matriks adalah bagian komposit yang secara kontinyu melingkupi penguat dan
berfungsi mengikat penguat yang satu dengan yang lain serta meneruskan beban
yang diterima oleh komposit ke penguat. Sedangkan penguat adalah komponen
yang dimasukkan ke dalam matriks yang berfungsi sebagai penerima atau
penahan beban utama yang dialami oleh komposit.
33
Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi:
1. Material komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri
dari serat dan bahan dasar yang diprosuksi secara fabrikasi, misalnya serat
+ resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber
Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan,
yang sering disebut fiber glass.
2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari
lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang
sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.
3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari
partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat
dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin.
Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi:
1. Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakan
matriks logam.
2. Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan
matriks keramik.
3. Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan
matriks polimer.
Ditinjau dari matriks yang digunakan, komposit yang paling banyak digunakan
adalah komposit bermatriks polimer. Hal ini karena polimer memiliki proses
manufaktur yang relatif sederhana, sifat mekanik yang baik, dan membentuk
ikatan yang baik dengan sebagian besar penguat.
Polimer yang lebih banyak digunakan sebagai matriks komposit adalah
polimer termoset, walaupun polimer termoplastik juga dapat digunakan.
Penggunaan polimer termoset lebih umum karena proses manufaktur polimer
termoset lebih sederhana. Manufaktur komposit termoset biasanya tidak
memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi. Viskositas polimer termoset
yang rendah pada suhu kamar juga membuat impregnasi (kemampuan meresap)
polimer tersebut ke dalam serat lebih baik dibanding termoplastik. Namun
termoset juga memiliki kelemahan antara lain sifatnya yang pada umumnya
beracun dan kesulitan pendaur-ulangan polimer termoset.
34
2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit
Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak,
diantaranya:
1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang
mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya.
2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan
dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam
penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan
spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat
adalah suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit
seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubung dengan
penghematan bahan bakar.
3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan.
4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu
produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat
dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan
dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.
2.3.3 Kelapa Sawit
Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan
tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun
bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun
dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis
(15LU 15LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari
permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan
curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak
tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan
tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit [9].
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah
menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan
35
minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan
memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan
baku margarin.
Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap
sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa
sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi
suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah
penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk
membuktikan penyerapan energi suara yang terjadi.
2.3.4 Polyurethane
Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane
grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat
berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat
berpengaruh adalah spandex. Polyurethane dihasilkan dari
reaksi diisocyanates dengan di-alcohols. Terkadang di-alcohol digantikan dengan
suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang
memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut
polyurethane juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Polyurethane dapat
berikatan dengan baik dengan hidrogen sehingga dapat membentuk suatu kristal.
Oleh karena itu, polyurethane sering digunakan untuk co-polymer blok buatan
dengan sifat elastis yang lembut khas polimer. Co-Polymer blok ini memiliki sifat
termo-plastik elastomers (Anonim, 2007).
Komponen utama yang penting dari suatu polyurethane adalah isocyanate
yang molekulnya berisi dua isocyanate (diisocyanates). Molekul ini juga dikenal
sebagai monomers atau monomer unit. Isocyanates dapat berbau harum, seperti
diphenylmethane diisocyanate (MDI) atau toluene diisocyanat (TDI); atau
alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone
diisocyanate (IPDI).
Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatu polyurethane
polymer adalah polyol (Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols,
memiliki 3 kelompok hidroksit atau triols). Dalam prakteknya, polyols dibedakan
36
dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol
(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).
Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-
bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan
polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane
Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus
isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis
dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap
sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane
menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun
aplikasinya.
Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai
bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan
pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan
agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi
reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang
digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada
kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),
seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa
polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi
dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan
senyawa halogen.
36
dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol
(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).
Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-
bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan
polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane
Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus
isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis
dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap
sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane
menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun
aplikasinya.
Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai
bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan
pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan
agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi
reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang
digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada
kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),
seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa
polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi
dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan
senyawa halogen.
36
dari rantai yang pendek (low-molecular) seperti ethylene glycol, 1,4-butanediol
(BDO), diethylene glycol (DEG), gliserin, dan trimethylol sejenis metana (TMP).
Sampai saat ini polyurethane telah banyak diaplikasikan untuk mengganti bahan-
bahan seperti rubber, metal, wood dan plastic, persamaan reaksi pembetukan
polyurethane ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 Ikatan uretan dan reaksi pembentukan polyurethane
Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus
isosianat dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil. Dengan demikian, jenis
dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan terhadap
sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane
menjadi polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun
aplikasinya.
Saat ini, aplikasi polyurethane paling banyak (sekitar 70%) adalah sebagai
bahan busa, kemudian diikuti dengan elastomer, baru kemudian sebagai lem dan
pelapis. Pembuatan busa dari polyurethane dimungkinkan dengan menggunakan
agen pengembang (blowing agent), yang akan menghasilkan gas pada saat terjadi
reaksi sehingga polyurethane dapat membentuk busa. Jika polyurethane yang
digunakan bersifat lunak, maka yang dihasilkan adalah busa lunak seperti pada
kasur busa, alas kursi dan jok mobil. Ada juga jenis busa kaku (rigid foam),
seperti pada insulasi dinding, insulasi lemari es, atau insulasi kedap suara. Busa
polyurethane bersifat ulet dan tidak mudah putus. Dalam aplikasi sebagai insulasi
dinding, polyurethane juga dapat dibuat menjadi tahan api dengan penambahan
senyawa halogen.
37
Keunggulan polyurethane dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya
(rubber, metal, wood dan plastic):
1. Tingkat kekerasan suatu spare part sangat penting dalam penggunaan suatu
mesin. Dengan menggunakan bahan polyurethane kekerasan suatu spare part
dapat diatur sedemikian rupa dari hardness 10 shore A sampai dengan 95
shore A.
2. Mempunyai tingkat abrasi yang tinggi yang mengakibatkan spare part yang
terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah aus.
3. Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane dapat flexible terhadap
temperatur rendah (low temperature), bahan dapat dioperasikan sampai
dengan dibawah 0
o
C.
4. Spare part yang terbuat dari bahan polyurethane tidak mudah sobek,
kekuatannya lebih baik dari bahan rubber.
Pemakaian polyurethane di Indonesia sebagai bahan pendukung industri
masih sangat tergantung pada impor, walaupun beberapa industri sudah mulai
mencoba memproduksi polyurethane di dalam negeri. Banyaknya pabrik kertas,
furnitur, industri otomotif dan industri alas kaki di Indonesia membuat prospek
usaha di bidang polyurethane di masa depan cukup menjanjikan, asalkan kita mau
tekun mendalami teknik pembuatan dan pencetakannya.
2.4 KOEFISIEN SERAP BUNYI
Penyerap jenis berserat adalah penyerap yang paling banyak dijumpai,
sebagai contoh jenis selimut mineral wool (rockwool atau glasswool). Penyerap
jenis ini mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih
disukai karena tidak mudah terbakar. Namun kelemahanya terletak pada model
permukaan yang berserat sehingga harus digunakan dengan hati-hati agar lapisan
serat tidak rusak/cacat dan kemungkinan terlepasnya serat-serat halus ke udara
karena usia pemakaian.
Penyerap dari bahan berserat dipasarkan dari berbagai ketebalan dan
kerapatan sehingga yang paling sesuai dengan frekuensi bunyi yang hendak
diserap. Sebagai gambaran umum untuk menyerap bunyi frekuensi rendah
diperlukan penyerap berserat dalam ketebalan yang lebih bila dibandingkan
38
dengan untuk menyerap suara berfrekuensi tinggi. Sebagai contoh bila untuk
suara berfrekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 30 mm, maka untuk frekuensi
rendah dibutuhkan ketebalan 75 mm sampai dengan 100 mm (Mediastika, 2009).
Untuk nilai koefisien penyerapan bunyi pada berbagai material dengan ketebalan
tertentu dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Koefisien penyerapan bunyi dari Material akustik
Material
Frekwensi (Hz)
125 250 500 1000 2000 4000
Gypsum board (13 mm)
Kayu
Gelas
Tegel geocoustic (81 mm)
Beton yang dituang
Bata tidak dihaluskan
Steel deck (150 mm)
0.29
0.15
0.18
0.13
0.01
0.03
0.58
0.10
0.11
0.06
0.74
0.01
0.03
0.64
0.05
0.10
0.04
2.35
0.02
0.03
0.71
0.04
0.07
0.03
2.53
0.02
0.04
0.63
0.07
0.06
0.02
2.03
0.02
0.05
0.47
0.09
0.07
0.02
1.73
0.03
0.07
0.40
Sumber : Doelle, Leslie L, 1993.
Penggunaan material akustik untuk memagari jalur perambatan bising
merupakan salah satu cara termudah untuk dapat mengendalikan bising melalui
jalur propagasi bunyi (perhatikan gambar 2.14).
Gambar 2.14 Penggunaan material akustik pada jalur rambatan pada
dinding ruang mesin.
39
Perambatan gelombang dengan menggunakan dinding penghalang dapat juga
menurunkan kebisingan (seperti aplikasi pada gambar 2.15).
Material akustik acourete fiber
Gambar 2.15 Penggunaan material akustik untuk meredam kebisingan pada
mesin pendingin.
Konsep dari penyerapan bunyi (Acoustic Absorption) merujuk kepada
kehilangan energi yang terjadi ketika sebuah gelombang bunyi menabrak dan
dipantulkan dari suatu permukaan benda. Kata Absorpsi sering digunakan oleh
orang-orang dengan mengakaitkan aksi dari sebuah Bunga Karang ketika
terendam air. Jika suatu gelombang suara bertemu atau menumbuk suatu
permukaan bahan, maka suara tersebut akan dipantulkan, diserap, dan diteruskan
atau ditransmisikan oleh bahan tersebut. Besarnya energi suara yang yang
dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung jenis dan sifat dari bahan atau
material tersebut. Pada umumnya bahan yang berpori (porous material) akan
menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya,
karena dengan adanya pori-pori tersebut maka gelombang suara dapat masuk
kedalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan
dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, pada umumnya diubah menjadi
energi kalor [18].
40
Gelombang
Datang
Gelombang
Pantul
Gelombang
Datang
Gelombang
Pantul
Gelombang diserap/
ditransmisikan
1 1
c
2 2
c
Bila suatu gelombang bunyi datang bertemu pada suatu permukaan batas
yang memisahkan dua daerah dengan laju gelombang berbeda (seperti gambar
2.16), maka gelombang bunyi tersebut akan dipantulkan (R) dan
diserap/ditransmissikan (o) dan kemungkinan yang terjadi adalah :
1. Dipantulkan semua (R = 1), artinya ketika gelombang bunyi datang
dan dipantulkan kembali maka nilai efisiensi R = 1 atau koefesien
pantul (R) adalah 1.
2. Ditransmisikan/diserap semua (o = 1), artinya jika gelombang bunyi
datang dan gelombang tersebut diserap semua maka nilai efisiensi o =
1 atau koefesien serap (o) adalah 1.
3. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan sebagian lagi akan
ditransmisikan/diserap (0 < o < 1).
Jika pada suatu media akustik terdapat dua material dengan sifat
impedansi
,
dan
,
seperti pada gambar 2.16, dimana adalah massa jenis
material dan c adalah cepat rambat bunyi. Gelombang datang dari arah kiri
merambat tegak lurus terhadap permukaan bahan. Jika , lebih kecil dari
, , kemudian energi dari gelombang datang tidak dapat ditransmisikan
melewati dataran antar muka, setiap energi yang tersisa akan menjadi gelombang
pantul. Sedangkan jika
,
lebih besar dari
,
dan energi dari gelombang
datang dapat ditransmisikan melewati dataran antar muka, setiap energi akan
menjadi gelombang yang diserap. Jika , sama besar dengan
,
dan energi
yang ada yang dapat ditransmisikan dan ada juga yang tidak dapat ditransmisikan
maka sebagian akan menjadi gelombang pantul dan sebagian lagi akan menjadi
gelombang yang diserap.
Gambar 2.16 Pemantulan dan penyerapan bunyi dari media akustik
41
Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
1.
1
c
1
>
2
c
2
akan dipantulkan
2.
1
c
1
<
2
c
2
akan diserap
3.
1
c
1
~
2
c
2
akan diserap dan dipantulkan
Perbandingan antara energi suara yang diserap oleh suatu bahan dengan
energi suara yang datang pada permukaan bahan tersebut didefenisikan sebagai
koefesien absorbsi ().
Energy Sound Incident
energy Sound Absorbed
=
(2-21)
2
2 1 1
1 1 2
2
1 1
Z c
c Z
R
+

= =

dimana:
= impedansi pada bahan (kg/m
2
.s = rayls)

1
= Kerapatan udara (kg/m
3
)

2
= Kerapatan bahan (kg/m
3
)
c
1
= Cepat rambat bunyi di udara (m/s)
c
2
= Cepat rambat bunyi pada bahan (m/s)
Dengan R adalah koefisien refleksi suara, yang didefinisikan sebagai
perbandingan tekanan gelombang suara yang dipantulkan terhadap tekanan
gelombang suara yang datang. Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa
tidak ada suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Sehingga untuk menghitung
normal impedansinya (Z) dapat dihitung dengan persamaan (2-22) berikut.
= (2-22)
dimana : = kerapatan udara (kg/m
3
)
c = cepat rambat bunyi dalam udara (m/s)
R = koefisien pantul
Z = normal impedansi bahan uji (kg/m
2
.s = rayls)
Velocity Particle
Force Applied
c Z = =
2 2 2

42
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan
oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan (Alpha), nilai
dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu
kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil
frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan
frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan
bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu
permukaan seluas 1 ft
2
(atau 1 m
2
) yang mempunyai koefesien penyerapan =
1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m
2
dan mempunyai =
0,5, maka penyerapan permukaannya adalah S = 11 x 0,50 = 5,5 m
2
dan material
tersebut menyerap 65
0
/
0
bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian
serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,
porositas, serta orientasi perletakan bahan.
Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode
standard yang sering digunakan, antara lain:
1. Metode tabung impedansi (resonator)
Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo
tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini
digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang
kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,
jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan
untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana
pada gambar 2.17 berikut:
Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)
Keterangan :
B = Tabung utama
L = Troli untuk mengatur jarak
sumber bunyi
P = Probe tube
G = Pengukur jarak sumber
J = neck
K = Mikropon
42
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan
oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan (Alpha), nilai
dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu
kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil
frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan
frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan
bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu
permukaan seluas 1 ft
2
(atau 1 m
2
) yang mempunyai koefesien penyerapan =
1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m
2
dan mempunyai =
0,5, maka penyerapan permukaannya adalah S = 11 x 0,50 = 5,5 m
2
dan material
tersebut menyerap 65
0
/
0
bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian
serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,
porositas, serta orientasi perletakan bahan.
Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode
standard yang sering digunakan, antara lain:
1. Metode tabung impedansi (resonator)
Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo
tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini
digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang
kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,
jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan
untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana
pada gambar 2.17 berikut:
Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)
Keterangan :
B = Tabung utama
L = Troli untuk mengatur jarak
sumber bunyi
P = Probe tube
G = Pengukur jarak sumber
J = neck
K = Mikropon
42
Efisiensi penyerapan bunyi suatu bahan pada frekuensi tertentu dinyatakan
oleh koefesien absorbsi bunyi. Koefisien ini dinyatakan dengan (Alpha), nilai
dapat berada diantara 0 dan 1 pada suatu frekuensi tertentu. Adalah suatu
kebiasaan standar untuk membuat daftar nilai koefesien serap bunyi pada wakil
frekuensi standar yang meliputi bagian yang paling penting dari jangkauan
frekuensi audio, yaitu pada 125, 250, 500, 1000, 2000, dan 4000 Hz. Penyerapan
bunyi suatu permukaan diukur dalam Sabin. Satu sabin menyatakan satu
permukaan seluas 1 ft
2
(atau 1 m
2
) yang mempunyai koefesien penyerapan =
1,0. Sebagai contoh, suatu permukaan akustik seluas 11 m
2
dan mempunyai =
0,5, maka penyerapan permukaannya adalah S = 11 x 0,50 = 5,5 m
2
dan material
tersebut menyerap 65
0
/
0
bunyi yang datang padanya. Untuk kualitas pengujian
serapan bunyi suatu bahan akustik, sangat dipengaruhi oleh ketebalan, kepadatan,
porositas, serta orientasi perletakan bahan.
Dalam mengukur koefisien serapan bunyi pada material ada tiga metode
standard yang sering digunakan, antara lain:
1. Metode tabung impedansi (resonator)
Dengan metode ini, koefisien serapan ditentukan langsung dari amplitudo
tekanan dalam pola gelombang tegak yang disusun di tabung. Metode ini
digunakan untuk mengukur koefisien penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang
kecil dan gelombang bunyi yang merambat tegak lurus pada permukaan bahan,
jangkauan frekuensi sekitar 200-3000 Hz. Metode ini lebih tepat dimanfaatkan
untuk pekerjaan-pekerjaan teoritik. Tabung ini dapat digambarkan sebagaimana
pada gambar 2.17 berikut:
Gambar 2.17 Tabung impedansi (resonator)
Keterangan :
B = Tabung utama
L = Troli untuk mengatur jarak
sumber bunyi
P = Probe tube
G = Pengukur jarak sumber
J = neck
K = Mikropon
43
Diameter dalam tabung utama ditentukan melalui persamaan [12, Hal 21]:
h
f
d
20000
= cm (2-23)
dimana :
d = diameter dalam tabung
f
h
= frekuensi tertinggi pengukuran
Cepat rambat bunyi dalam tabung ditentukan dengan persamaan:
|
|
.
|

'

=
f r
c c
1
2
76 . 0
1 '

(2-24)
dimana: c = cepat rambat bunyi dalam tabung (cm/s)
c = cepat rambat bunyi diudara bebas (cm/s)
r = jari-jari tabung (cm)
f = frekuensi (Hz)
Metode ini hanya mengukur koefisien serapan normal yang terjadi, penggunaan
metode ini untuk menunjukkan macam-macam sifat dari pada serapan yang
mana dimiliki oleh sebuah bahan. Metode ini terutama digunakan di dalam
pekerjaan riset ataupun dalam pengaturan kualitas untuk pembuatan dari pada
bahan bahan penyerapan suara.
Nada-nada murni dihasilkan oleh sebuah oscillator yang digunakan
untuk menggetarkan loudspeaker yang menghasilkan gelombang. Jika
perpindahan dari gelombang yang terjadi pada sembarang waktu, maka dapat
dinyatakan sebagai berikut:
d
1
= a sin (t kx)
k = 2 /
dan perpindahan gelombang pantulan dapat dinyatakan sebagai berikut:
d
2
= fa sin (t + kx)
dimana: a = amplitudo maksimum mula mula
fa = amplitudo maksimum dari gelombang pantulan
44
Jadi sebagai akibat perpindahan pada setiap titik diberikan dengan :
d = d
1
+ d
2
= a sin (t kx) + fa sin (t + kx)
= a (1 + f) sin t cos kx + a (1 - f) cos t sin kx
Dapat terlihat bahwa masing masing nilai maksimum dan minimum
adalah a (1 + f) dan a (1 f) dan /4 terpisah, yang pertama menjadi 0, /2, 3 /2,
2 dan lain-lain. Sedangkan yang kedua menjadi /4, 3 /4 , 5 /4, 7 /4 dan
sebagainya. Jika nilai maksimum dan minimum dari amplitudo adalah A1 dan A2
maka :
A2
A1
=
f) - (1 a
f) (1 a +
atau f =
A2) (A1
A2) - (A1
+
= Amplitudo
tetapi energi dapat ditunjukkan sebagai berbanding langsung terhadap amplitudo
kwadran yaitu:
energi = r = f
2
=
2
2
A2) (A1
A2) - (A1
+
r = sebagian dari energi pantulan
= koefisien serapan
= 1- r
=
2
2
A2) (A1
A2) - (A1
1
+

=
2
2 2
A2) (A1
A2) (A1 - A2) (A1
+
+
=
2
A2) (A1
2 2 1
2
+
A x A
=
2
A2) (A1
2 1
4
+
A x A
Jika perbandingan maksimum dan minimum A1/A2 diukur maka rumus yang
sesuai dapat dituliskan sebagai berikut [3, Hal 135].
=
2
A2) / A1 (1
2 1
4
+
A x A
=
A2/A1) A2 / A1 (2
4
+ +
(2-25)
45
Dari persamaan (2-25) maka dapat dicari nilai koefisien absorbsi bunyi dari suatu
material teknik yang selanjutnya dipakai untuk mencari nilai koefisien pantul (R)
dan normal impedansinya (Z).
Pengukuran gelombang pada pengujian koefisien absorbsi dengan metode
Impedance Tube dapat dilakukan dengan melihat tampilan bentuk gelombang
pantul pada monitor Oscilloscope seperti pada gambar 2.18. Puncak gelombang
tertinggi adalah Pmax (dinotasikan A1) dan gelombang terendah adalah
Pmin(dinotasikan A2). Frekuensi yang diamati disesuaikan dengan ukuran
diameter dari Impedance Tube. Semakin besar diameter Impedance Tube yang
digunakan maka frekuensi maksimum yang dapat diukur semakin kecil.
Gambar 2.18 Gelombang pantul untuk menentukan SWR
Sehingga dari gambar dapat disimpulkan bahwa :
Standing Wave Rasio (SWR) = =
Koefisien Refleksi/pantul R(f) =
Maka: R = 1-
dimana : R = koefisien pantul bunyi
= koefisien serap bunyi
Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada energi suara
yang ditransmisikan atau diteruskan. Dalam metode tabung impedansi ini banyak
SWR
SWR

+
1
1
A1
A2
46
standarisasi yang telah ditetapkan untuk pengujian koefisien serap bunyi, salah
satunya adalah ASTM C-384.
Untuk mendapatkan suatu pembacaan standar secara umum tanpa melihat
rentang frekuensi masing-masing koefisien absorbsi bahan, maka dipakai nilai
NRC (Noise Reduction coefficient) atau koefisien reduksi bunyi. NRC atau
koefisien reduksi bising adalah angka rata-rata koefisien absorbsi material akustik
pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. NRC diperlukan untuk menunjukkan
seberapa jauh efisiensi bahan dalam mereduksi bunyi, dan ini dipakai sebagai
angka standar internasional dalam menilai efisiensi kemampuan bahan dalam
mereduksi bunyi. Nilai NRC dijadikan sebagai data dalam menilai kinerja akustik
bahan dalam pemilihan dan perancangan bahan akustik ruang pada mesin atau
bangunan secara keseluruhan.
Misalnya : karpet memiliki sebagai berikut :
a. pada frekuensi 250 = 0,20
b. pada frekuensi 500 = 0,35
c. pada frekuensi 1000 = 0,45
d. pada frekuensi 2000 = 0,55
Maka NRC karpet adalah :
, , , ,
=
,
= 0,39 = 0, 40
2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room.
Dengan metode ini, pengukuran dibuat dengan memberikan sumber bunyi
pada suatu ruangan hingga dataran bunyi mencapai tingkat uniform melalui suatu
materi dalam sekitar satu detik. Sumber kemudian dimatikan dengan cepat dan
tingkat tekanan bunyi yang ada diruangan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan
membaca slope pada kurva alat ukur. Waktu untuk Reveberation dan persamaan
Sabin dapat ketahui dengan persamaan berikut [6, Hal 52]:
Tr =
A
V 05 . 0
(s) (2-26)
Dimana :
Tr = Waktu dengung
V = Volume ruang (m
3
)
A = Total absorbsi dalam ruang ditunjukan dalam satuan Sabin
47
A = . S (Sabin.m
2
)
= koefisien Absorbsi (Sabin)
Metode ruang dengung ini menggunakan ruang kosong dengan waktu
dengung yang panjang. Bahan penyerap bunyi contoh dipasang pada ruang
kosong tersebut tersebut, sehingga dengan demikian akan mengurangi waktu
dengung yang panjang tadi. Koefisien penyerapan bunyi bahan lalu dapat dihitung
dari pengurangan waktu dengung ruang ketika kosong.
Tabel 2.6 menunjukkan harga koefisien absorbsi bunyi dari beberapa material
akustik dengan memberikan nilai NRC-nya.
Tabel 2.6 Koefisien serapan bunyi dari beberapa material akustik
Material
Koefisien Absorbsi Bahan
NRC
125
Hz
250
Hz
500
Hz
1000
Hz
2000
Hz
4000
Hz
Lembaran sabut kelapa 10 mm
0,05
0,11 0,16 0,24 0,34 0,32 0,21
Lembaran sabut kelapa 20 mm 0,27 0,3 0,41 0,49 0,55 0,37 0,44
Lembaran sabut kelapa 30 mm 0,13 0,29 0,47 0,64 0,67 0,49 0,52
Lembaran sabut kelapa 50 mm 0,41 0,58 0,74 0,76 0,62 0,37 0,68
Lembaran sabut kelapa 70 mm 0,28 0,58 0,73 0,77 0,8 0,5 0,72
Papan gypsum standar 9 mm 0,12 0,08 0,06 0,02 0,04 0,03 0,05
Papan gypsum standar 12 mm 0,14 0,05 0,07 0,08 0,08 0,05 0,07
Papan gypsum akustik 9 mm 0,02 0,02 0,04 0,09 0,14 0,13 0,07
Gabungan Papan gypsum standar 9 mm + sabut 10 mm 0,23 0,18 0,14 0,06 0,05 0,03 0,11
Gabungan Papan gypsum akustik 9 mm + sabut 10 mm 0,08 0,29 0,25 0,18 0,22 0,1 0,24
Sumber : Riset Romi Hidayat, 2001.
3. Metode steady state
Metode ini terdiri dari pengukuran tingkat tekanan bunyi dalam ruangan
dalam keadaan steady, kemudian suatu daya bunyi diberikan pada ruangan
tersebut. Sumber diletakkan tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada
permukaan yang akan diukur. Sound level meter dilengkapi dengan satu atau 1/3
octave bandwith filter.
48
2.5 TRANSMISSION LOSS
Ketika gelombang bunyi yang merambat di udara mengenai atau
menumbuk permukaan dinding, maka sebagian energi yang ada pada gelombang
bunyi tersebut akan diteruskan dan sebagian lagi akan hilang karena energi
gelombang bunyi tersebut dapat mengalami refleksi, difraksi, difusi maupun
absorbsi (dapat dilihat diskripsinya pada gambar 2.19). Energi gelombang bunyi
yang diserap oleh penghalang sebagian akan diubah menjadi energi panas maupun
bentuk energi lainnya. Bila sebagian energi gelombang bunyi diubah menjadi
energi kinetik, maka akan terjadi getaran pada penghalang yang bersangkutan, dan
hal ini akan menjadi sumber bunyi baru.
Gambar 2.19 Diskripsi Reflection, Sound Absorbtion, dan Transmission Loss
Sehingga dari gambar 2.19 tersebut dapat disimpulkan bahwa :
Energi bunyi datang (Ed) = Energi bunyi keluar (Et)
= R + A + TL
dimana : R = Energi bunyi dipantulkan (dB)
A = Energi bunyi diserap (dB)
TL = Transmission Loss (dB)
Selain nilai koefisien absorbsi bunyi, faktor yang dinilai pada karakteristik
suatu bahan akustik adalah nilai Transmission Loss (TL) material akustik, yaitu
kemampuan bahan untuk tidak meneruskan bunyi atau menginsulasi bunyi dari
suatu ruang sumber bunyi ke ruang penerima di sebelahnya. Transmission Loss
(TL) atau rugi transmisi bunyi menyatakan besarnya sebagian energi yang hilang
49
karena gelombang bunyi melewati suatu penghalang (Hemond, 1983) seperti
ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut.
85 dB
45 dB
Gambar 2.20 Proses terjadinya Transmission Loss pada material akustik
Pada gambar 2.20 terjadi pengurangan intensitas bunyi, pengurangan ini terjadi
karena karakter material akustik merubah energi bunyi menjadi bentuk energi
lainnya, apakah melalui proses konduksi, konveksi atau transmitansi. Dengan
adanya proses perubahan tersebut, maka yang tersaring dan keluar menjadi energi
bunyi lagi hanya sebagian saja. Proses inilah yang dimaksud dengan rugi tranmisi
bunyi atau transmission loss (TL).
Untuk mengetahui berapa besar intensitas bunyi sebelum dan sesudah
melalui partisi atau penghalang dapat dilakukan pengukuran dengan alat Sound
Level Meter (SLM), satuannya dalam decibel (dB). Di dalam bangunan atau ruang
mesin, kemungkinan TL dapat terjadi pada semua bahan pada elemen bangunan,
misalnya bahan lantai bertingkat, dinding ruang eksterior maupun interior, bahan
bukaan (pintu dan jendela), maupun plafond. Untuk menghindari penyimpangan
yang sangat menyesatkan dalam pengujian atau pengukuran untuk mengetahui
harga rata-rata dari sound transmission loss tersebut, maka sebaiknya mengacu
pada pengukuran standar yang telah ditetapkan. Pengukuran standar untuk
mengetahui transmission loss sangat banyak, diantaranya adalah ASTM E-90,
ASTM E-1050, ISO DIS 140-1, ISO 354 dan lainnya.
Pengukuran dengan ASTM E-1050 adalah metode pengukuran dengan
tabung impedansi untuk mendapatkan nilai transmission loss sebagaimana seperti
gambar 2.21 berikut.
50
Receiving tube
Test Sample
Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System [15]
Rugi transmisi ini berhubungan erat dengan reduksi bising (noise reduction) yang
terjadi antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima bunyi. Reduksi bising
merupakan selisih tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang sumber bunyi
dengan tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang penerima. Secara matematis
reduksi bising dinyatakan dalam persamaan berikut:
NR = L
1
L
2
(2.27)
dimana : NR = Reduksi bising (dB)
L
1
= Tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi (dB)
L
2
= Tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima (dB)
Sedangkan hubungan antara rugi transmisi (TL) dengan reduksi bising (NR)
dinyatakan dalam persamaan 2.28 berikut:
TL = NR + 10 log (2.28)
dimana : TL = Transmission Loss (dB)
NR = Noise Reduction ( dB)
S = Luas permukaan antara ruang sumber bunyi dengan ruang
penerima (m
2
)
A2 = Penyerapan total ruang penerima (sabin.m
2
)
= S
1
.
1
+ S
2
.
2
. . . + S
n.

n
51
Ada suatu pengklasifikasian nilai transmission loss ke dalam standar
tertentu, yaitu STC (Sound Transmission Class). Semakin tinggi nilai STC suatu
material maka semakin baik kemampuan kontruksi material tersebut dalam
mereduksi kebisingan. Sound Transmission Class (STC) adalah bilangan tunggal
yang digunakan untuk menilai suatu sistem akustik yaitu dengan menyatakan
kemampuan mereduksi bising dari suatu kontruksi struktur material pada nilai
frekuensi yang berbeda-beda. Penentuan nilai STC ini telah ditetapkan dalam
suatu harga standar yang mengacu pada standar ASTM E-413 Classification for
Rating Sound Insulation. Nilai STC suatu material ditentukan dengan
membandingkan grafik TL pengukuran dengan kontur acuan standar STC yaitu
dengan menggeser kontur STC secara vertikal relatif terhadap kurva TL hingga
didapat posisi kontur STC paling tinggi yang dapat dicapai terhadap kurva TL
dengan mengikuti ketentuan berikut:
1. Jumlah penyimpangan dibawah kontur STC tidak melebihi atau sama
dengan 32 dB.
2. Penyimpangan maksimum pada tiap frekuensi percobaan tunggal tidak
melebihi 8 dB.
3. Nilai STC dibaca pada frekuensi kontur STC 500 Hz.
Penentuan nilai STC tersebut sebagaimana pada gambar grafik 2.22 standar
kontur STC yang mengacu pada standar ASTM E-413 berikut ini.
Gambar 2.22 Penentuan nilai sound transmission class dengan kurva TL tertentu
52
Pada gambar grafik 2.22, kontur yang menunjukkan standar kontur STC
adalah kurva yang berwarna hitam. Sedangkan kurva berwarna biru adalah plot
dari STL (sound transmission loss) tertentu. Dari grafik tersebut maka diperoleh
nilai STC-nya adalah 50. Kontur STC ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
frekuensi rendah (125 Hz 400 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 15 dB, bagian
frekuensi menengah (400 Hz 1250 Hz) dengan kenaikan TL sebesar 5 dB dan
bagian frekuensi tinggi ( > 1250 Hz ) tanpa kenaikan dan penurunan TL.
Nilai sound transmission class sangat tergantung kepada keseluruhan
sistem kontruksi yang dipakai oleh suatu bahan. Kemampuan penghalangan bunyi
pada suatu dinding sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu massa dinding,
kekakuan bahan dinding, redaman internal serta cara pemasangan dinding atau
kontruksi dinding. Pada tabel 2.7 dan 2.8 menunjukkan nilai dari sound
transmission loss dan nilai STC-nya dari beberapa jenis material akustik.
Tabel 2.7 Nilai Transmission Loss dan STC dari material akustik
Material Akustik
Transmission Loss (dB)
STC 250
Hz
500
Hz
1000
Hz
2000
Hz
4000
Hz
Papan gypsum 9 mm, steel chanel studs ,
Ketebalan konst: 60 mm
25 33 27 31 37 31
Papan gypsum 12 mm, steel chanel studs ,
Ketebalan konst: 60 mm
31 34 30 38 41 35
Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut kelapa
steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm
33 35 32 37 40 35
Papan gypsum 12 mm, Insulasi sabut kelapa
steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm
39 40 35 41 48 41
Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut
glasswool steel chanel studs , Ketebalan
konst: 60 mm
34 36 33 40 42 37
Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan
sabut kelapa,
steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm
35 41 36 40 44 39
Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan
sabut kelapa (50 : 50 ),
steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm
37 41 35 41 43 39
Sumber: Riset Romi Hidayat, 2001.
53
Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai material akustik
Sumber: Kinsler, 2000.

Anda mungkin juga menyukai