Anda di halaman 1dari 5

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI

(KAITAN DENGAN CAUSA PRIMA, EPISENTRUM, HAKEKAT, MISTERI


TUHAN, PANUNGGAL JATI, RAHASIA TUHAN, SIFAT DZAT)

WIRID PURBA JATI

Seluruh manusia, dalam benaknya memiliki rasa keingintahuan tentang wujud


Tuhan. Maka lazim lah manusia membayangkan bagaimana gambaran keadaan
Tuhan itu sebenarnya. Dalam beberapa agama samawi, menggambarkan
keadaan Tuhan adalah “ranah terlarang” atau ruang lingkup yang musti dihindari,
tidak menjadi pembahasan dengan obyek Dzat secara datail dan gamblang.

Dengan alasan bahwa Tuhan sebagai Dzat yang amat sangat sakral. Maka
menggambarkan keadaan Dzat Tuhan pun manusia dianggap tidak akan mampu
dan akan menemui kesalahan persepsi, yang dianggap beresiko dapat
membelokkan pemahaman. Hal itu wajar karena menggambarkan Tuhan secara
vulgar dapat mengakibatkan konsekuensi buruk. Tidak menutup kemungkinan
akan terjadi “pembendaan” Tuhan sebagai upaya manusia mengkonstruksi
imajinasinya secara konkrit.

Maka atas alasan tersebut terdapat asumsi bahwa upaya manusia


menggambarkan keadaan Tuhan denga cara apapun pasti salah. Namun
demikian, lain halnya dengan agama-agama “bumi” dan ajaran atau kearifan-
kearifan lokal yang berusaha menggambarkan keadaan Tuhan dengan cara arif
dan hati-hati. Manusia berusaha menjelaskan secara logic dalam asas
hierarchis, sesuai dengan kemampuan nalar, akal budi, dan hati nurani yang
dimiliki manusia. Ditempuh melalui “laku” spiritual dan olah batin yang mendalam
dan berat serta mengerahkan kemampuan akal budi (mesu budi).

PIJAKAN SASMITA

Dzat adalah mutlak, Jumenengnya Dzat Maha Wisesa kang Langgeng Ora
Owah Gingsir, dalam bahasa Timteng lazimnya disebut Qadim, yang azali abadi.
Kalimat ini mempunyai maksud berdirinya “sesuatu tanpa nama” yang ada,
mandiri dan paling berkuasa, mengatasi jagad raya sejak masih awang-uwung.

Di sebut maha kuasa artinya, Dzat yang tanpa wujud, berada merasuk ke dalam
energi hidup kita. Tetapi banyak yang tidak mengerti dan memahami, karena
keber-ada-annya lebih-lebih samar, tanpa arah tanpa papan (gigiring punglu),
tanpa teman, tanpa rupa, sepi dari bau, warna, rupa, bersifat elok, bukan laki-laki
bukan perempuan, bukan banci.

Dzat dilambangkan sebagai “kombang anganjap ing tawang” kumbang hinggap

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI 1


Pustaka Pribadi Notaris Herman Adriansyah ALT Tejabuwana
di awang-awang, hakekatnya tersebutlah “latekyun”, oleh karena keadaan yang
belum nyata. Artinya, hidup adalah sifat dari Hyang Mahasuci, menyusup,
meliputi secara komplet atas jagad raya dan isinya. Tidak ada tempat yang tanpa
pancaran Dzat. Seluruh jagad raya penuh oleh Dzat, tiada celah yang
terlewatkan oleh Dzat, baik “di luar” maupun “di dalam”. Dzat menyusup, meliputi
dan mengelilingi jagad raya seisinya. Demikianlah perumpamaan keber-ada-an
Pangeran (Tuhan) Yang Mahasuci, ialah yang terpancar di dalam hidup kita
pribadi.

Dzat merupakan sumber dari segala sumber adanya jagad raya seisinya.
Retasan dari Dzat Yang Mahasuci dalam mewujud makhluk ciptaanNya, dapat
digambarkan dalam alur yang bersifat hirarkhis sebagai berikut;

1. Dzat; Hyang Mahasuci, Maha Kuasa, Dzatullah; sumber dari segala


sumber adanya jagad raya dan seluruh isinya.

“Nalikå awang-awang – uwúng-uwung, dèrèng wóntên punåpå punåpå,


Hyang Måhå Kawåså manggèn wóntên satêngahíng kawóntênan, nyíptå
dumadósíng pasthi. Wóntên swantên ambêngúng ngêbêgi jagad kadós
swantêníng gênthå kêkêlêng. Ingriku wóntên cahyå pacihang gumêbyar
mungsêr bundêr kadós antigå (tigan) gumandhúl tanpå canthèlan. Énggal
dipún astå déníng Hyang Måhå Kawåså, dipún pujå : lalu meretaslah Kayyun.

2. Kayu/kayyun; yang hidup/atma/wasesa, menjadi perwujudan dari Dzat yang


sejati, memancarkan energi hidup. Kayun yang mewujud karena “disinari”
oleh Dzat sejati. Dilambangkan sebagai kusuma anjrah ing tawang, yakni
bunga yang tumbuh di awang-awang, dalam martabatnya disebut takyun
awal, kenyataan awal muasal. Segala yang hidup disusupi dan diliputi energi
kayu/yang hidup.

3. Cahaya dan teja, nur, nurullah; pancaran lebih konkrit dari kayun. Teja
menjadi perwujudan segala yang hidup, karena “disinari” kekuasaan atma
sejati. Dilambangkan sebagai tunjung tanpo telogo, bunga teratai yang hidup
tanpa air. Berbeda dengan api, cahaya tidak memerlukan bahan bakar.
Cahaya mewujud sebagai hakikat pancaran dari yang hidup. Di dalam
cahaya tidak ada unsur api (nafsu) maka hakikat cahaya adalah jenjem-
jinem, ketenangan sejati, suci, tidak punya rasa punya. Hakikatnya hanyalah
sujud/manembah yang digerakkan oleh energi hidup/kayun, yakni untuk
manembah kepada Dzat yang Mahasuci. Dalam martabatnya disebut
takyunsani, kenyataan mewujud yang pertama. Ruh yang mencapai
kamulyan sejati, di dalam alam ruh kembali pada hakikat cahaya. Sebagai
sifat hakekat “malaikat”.

4. Rahsa, rasa, sir, sirullah; sebagai perwujudan lebih nyata dari cahaya.

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI 2


Pustaka Pribadi Notaris Herman Adriansyah ALT Tejabuwana
Sumber rahsa berasal dari terangnya cahaya sejati. Dilambangkan isine
wuluh wungwang, artinya tidak kentara; tidak dapat dilihat tetapi dapat
dirasakan. Maka dalam martabat disebut akyansabitah. Ketetapan menitis,
menetes, dalam eksistensi sebagai sir. Yakni menetes/jatuhnya cahaya
menjadi rasa.

5. Roh, nyawa, sukma, ruh, ruhullah. Sebagai perwujudan dari hakekat rasa.
Sebab dari terpancarnya rasa sejati, diumpamakan sebagai tapaking kuntul
nglayang. Artinya, eksistensi maya yang tidak terdapat bekas, maka di dalam
martabat disebut sebagai akyankarijiyah. Rasa yang sesungguhnya, keluar
dalam bentuk kenyataan maya. Karena ruh diliputi rahsa, wujud ruh adalah
eksistensi yang mempunyai rasa dan kehendak, yakni kareping rahsa;
kehendak rasa. Tugas ruh sejati adalah mengikuti kareping rahsa atau
kehendak rasa, bukan sebaliknya mengikuti rasanya kehendak (nafsu). Ruh
sejati/roh suci/ruhul kuddus harus menundukkan nafsu.

6. Nepsu, angkara, sebagai wujud derivasi dari roh, yang terpancar dari sinar
sukma sejati. Hakikat nafsu dilambangkan sebagai latu murup ing telenging
samudra. Nafsu merupakan setitik kekuatan “nyalanya api” di dalam air
samudra yang sangat luas. Artinya, nafsu dapat menjadi sumber
keburukan/angkara (nila setitik) yang dapat “menyala” di dalam dinginnya air
samudra/sukma sejati nan suci (rusak susu sebelanga). Disebut pula sebagai
akyanmukawiyah, (nafsu) sebagai kenyataan yang “hidup” dalam
eksistensinya. Paradoks dari tugas roh, apabila nafsu lah yang menundukkan
roh, maka manusia hanya menjadi “tumpukan sampah” atau hawa nafsu
angkara. Mengikuti rasanya keinginan (rahsaning karep).

7. Akal-budi, disebut juga indera. Keberadaan nafsu menjadi wahana adanya


akal-budi. Dilambangkan sebagai kudha ngerap ing pandengan, kudha
nyander kang kakarungan. Akal-budi letaknya di dalam nafsu, diibaratkan
sebagai “orang lumpuh mengelilingi bumi”. Adalah tugas yang amat berat
bagi akal-budi; yakni menuntun hawa nafsu angkara kepada yang positif/putih
(mutmainah). Sehingga diumpamakan wong lumpuh angideri jagad; orang
lumpuh yang mengelilingi bumi. Disebut juga akyanmaknawiyah.
Kemenangan akal-budi menuntun hawa nafsu ke arah yang positif dan tidak
merusak, maka akan melahirkan nafsu baru, yakni nafsul mutmainah.

8. Jasad/badan/raga. Merupakan perwujudan paling konkrit dari ruh (mahujud),


dan retasan berasal dari derivasi terdekatnya yakni panca indera sejati.
Jasad menjadi wahana adanya sifat. Jasad menjadi bingkai sifat,
diumpamakan sebagai kodhok kinemulan ing leng. Kodhok personifikasi dari
sifat manusia yang rendah, karena cenderung mengikuti hawa nafsu
(rasaning karep), diselimuti oleh liang/rumah kodhok; liang adalah
personifikasi dari jasad. Sifat-sifat manusia yang masih tunduk oleh jasad,
merupakan gambaran Dzat sifat yang masih terhalang dan dikendalikan oleh
sifat ke-makhluk-an. Sifat-sifat Dzat Tuhan dalam diri manusia masih diliputi

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI 3


Pustaka Pribadi Notaris Herman Adriansyah ALT Tejabuwana
oleh sifat kedirian manusia. Sebaliknya, pencapaian kemuliaan hidup
manusia dilambangkan sebagai kodhok angemuli ing leng, kodok
menyelimuti liangnya, apabila jasad keberadaannya sudah “di dalam”. Artinya
hakekat manusia sudah diliputi oleh sifat Dzat Tuhan.

SISTEMATIKA MENUJU DZAT

Ketetapan jasad ditarik oleh akal

Ketetapan akal ditarik oleh nafsu

Ketetapan nafsu ditarik oleh roh

Ketetapan roh ditarik oleh sir

Ketetapan sir ditarik oleh nur

Ketetapan nur ditarik oleh kayun

Ketetapan kayu/kayun ditarik oleh Dzat

TANGGA UNTUK “BERTEMU” TUHAN (PARANING DUMADI)

Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa manusia memiliki dua kutub yang saling
bertentangan. Di satu sisi, kutub badan kasar atau jasad yang menyelimuti akal
budi sekaligus nafsu angkara. Jasad (fisik) juga merupakan tempat
bersarangnya badan halus/astral/ruh (metafisik), di lain sisi. Manusia
diumpamakan berdiri di persimpangan jalan. Tugas manusia adalah memilih
jalan mana yang akan dilalui. Tuhan menciptakan SEMUA RUMUS (kodrat)
sebagai rambu-rambu manusia dalam menata hidup sejati. Masing-masing
rumus memiliki hukum sebab-akibat. Golongan manusia yang berada dalam
kodrat Tuhan adalah mereka yang menjalankan hidup sesuai rumus-rumus
Tuhan. Setiap menjalankan rumus Tuhan akan mendapatkan “akibat” berupa
kemuliaan hidup, sebaliknya pengingkaran terhadap rumus akan mendapatkan
“akibat” buruk (dosa) sebagai konsekuensinya. Misalnya; siapa menanam;
mengetam. Rajin pangkal pandai. (lihat dalam Wirayat Laksita Jati).

Tugas manusia adalah menyelaraskan sifat-sifat kediriannya ke dalam


“gelombang” Dzat sifat Tuhan. Dalam ajaran Kejawen lazim disebut
manunggaling kawula gusti; dua menjadi satu, atau dwi tunggal. Kodrat manusia
yang lahir ke bumi adalah mensucikan jasad, jasad yang diliputi oleh Dzat sifat
Tuhan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI 4


Pustaka Pribadi Notaris Herman Adriansyah ALT Tejabuwana
“Jasad dituntun oleh keutamaan budi, budi terhirup oleh hawanya nafsu,
nafsu (rahsaning karep) diredam oleh kekuasaan sukma sejati, sukma
diserap mengikuti rasa sejati (kareping rahsa), rahsa luluh melebur
disucikan oleh cahaya, cahaya terpelihara oleh atma (energi yang hidup),
atma berpulang ke dalam Dzat, Dzat adalah qadim ajali abadi”.

MENGUNGKAP MISTERI TUHAN ZAT TERTINGGI 5


Pustaka Pribadi Notaris Herman Adriansyah ALT Tejabuwana

Anda mungkin juga menyukai