Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Perdarahan pervaginam dapat terjadi setiap saat pada kehamilan dan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum . Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar uterus. Perdarahan pada trimester ketiga dapat menyebabkan komplikasi yang serius terhadap ibu dan kehamilannya. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta biasanya tidak berbahaya. Pada kasus perdarahan antepartum, pikirkan kemungkinan yang lebih berbahaya lebih dahulu, yaitu perdarahan dari plasenta, karena merupakan kemungkinan dengan prognosis terburuk atau terberat, dan memerlukan penatalaksanaan gawat darurat segera.

BAB II PEMBAHASAN

II. 1. Anatomi Plasenta Plasenta merupakan organ yang bertanggung jawab dalam hal pemberian nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme antara ibu dan fetus. Plasenta juga merupakan kelejar endokrin; plasenta mensekresi sejumlah estrogen dan progesteron, juga sejumlah hormon protein dan hormon polipeptida yang mirip dengan dengan beberapa hormon yang disekresikan hipofisis anterior. Hormon terakhir ini meliputi human chorionic gonadotrophin (hCG) yang mirip dengan LH, dan somatomammotropin yang memiliki aksi mirip hormon pertumbuhan dan prolaktin. Deteksi hCG dalam urin adalah indikasi kehamilan dan merupakan dasar tes kehamilan yang sering dilakukan di rumah. Seluruh fungsi pernafasan, ekskresi, dan keperluan nutrisi fetus disediakan dengan difusi melalui plasenta, bukan melalui paru-paru, ginjal, atau saluran gastrointestinal fetus. Sirkulasi fetal beradaptasi terhadap hal ini. Chorda umbilikus atau tali pusat merupakan penghubung antara plasenta dan umbilikus fetus. Chorda umbilikus mencakup satu vena umbilical dan dua arteri umbilical, yang diliputi oleh suatu substansi gelatin. Darah teroksigenasi dan kaya nutrisi mengalir melalui vena ke permukaan bawah hati. Pada keadaan ini, vena umbilikus dibagi menjadi dua cabang. Satu cabang bergabung dengan vena porta, sementara cabang lainnya, yang disebut dengan ductus venosus memasuki vena cava inferior. Dengan demikian, darah teroksigenasi bercampur dengan darah vena yang kembali dari ekstremitas bawah fetus sebelum darah itu memasuki hati. Vena umbilikalis merupakan satu-satunya pembuluh darah fetus yang membawa darah penuh teroksigenasi. Selama tiga hari morula hasil pembelahan ovum yang sudah dibuahi mengapung dengan bebas di kavitas uterina. Pada saat itu, tengah morula diisi cairan yang masuk dari kavitas uterina. Ketika ruangan yang berisi cairan itu berkembang di dalam morula, dua kelompok sel berbeda dibentuk, dan selanjutnya struktur ini dikenal dengan blastokista. Bagian tengah blastokista dan berlubang dan berisi cairan itu disebut dengan kavitas blastokista. Blastokista tersusun atas suatu lapisan luar sel yang dikenal dengan trofoblas dan suatu aggregasi sel di dalam yang disebut embrioblas. Dengan perkembangan selanjutnya,

trofoblas berdiferensiasi menjadi struktur yang disebut korion yang nantinya akan menjadi bagian plasenta. Plasenta merupakan struktur vaskular yang dengannya anak di dalam kandungan menempel pada dinding rahim ibunya dan melaluinya pertukaran gas respirasi dan hasil metabolisme terjadi Plasenta dibentuk sebagai bagian dari jaringan maternal dan sebagai bagian jaringan embrionik. Bagian embrionik plasenta terdiri dari frondosum korion, sementara bagian maternal tersusun atas bagian dinding rahim yang disebut lamina basalis, yang kepadanya vili korionik akan berpenetrasi. Darah tidak mengalir langsung diantara kedua bagian ini, tetapi karena membran keduanya berada dekat satu sama lain, suatu substansi tertentu berdifusi dengan mudah. Ketika telah penuh terbentuk, plasenta merupakan lempengan oval coklat kemerahan dengan diameter 15 20 cm dan ketebalannya sekitar 2,5 cm. Beratnya antara 500 600 g, sekitar seper-enam berat fetus. Pada saat yang sama dengan pembentukan organ interna embryo, suatu sistem membran ekstraembryonic yang complex juga berkembang. Membran extraembryonic itu adalah amnion, yolk sac, allantois, dan korion. Membran-membran ini bertanggung jawab dalam proteksi, respirasi, ekskresi, dan nutrisi embrio dan selanjutnya fetus. Pada saat melahirkan, plasenta, chorda umbilikus, dan membran ekstraembrionik terpisah dari fetus dan dikeluarkan dari uterus setelah kelahiran. Jenis plasenta manusia adalah haemocorealis. Dilihat dari bentuknya, ada yang seperti satelit (succenturiate), besar dan tebal (blattledore), tebal dan bulat (circumvallate), serta bentukan di luar dagingnya (velamentous insertion of cord). II.2. Implantasi Plasenta Setelah terjadinya fertilisasi ovum oleh sperma maka sel yang dihasilkan disebut sebagai zigot. Kemudian terjadi pembelahan pada zygot sehingga menghasilkan apa yang disebut sebagai blastomer, kemudian morula dan blastokist. Pada tahap-tahap perkembangan ini, zona pellusida masih mengelilingi. Sebelum terjadinya implantasi, zona pellusida menghilang sehingga blastokist menempel pada permukaan endometrium. Dengan menempelnya blastokist pada permukaan endometrium maka blastosit menyatu dengan epitel endometrium. Setelah terjadi erosi pada sel epitel endometrium, trofoblas masuk lebih dalam ke dalam endometrium dan segera blastokist terkurung di dalam endometrium. Implantasi ini terjadi pada daerah endometrium atas terutama pada dinding posterior dari uterus. Endometrium sendiri sebelum terjadinya proses di atas terjadi perubahan untuk

menyiapkan diri sebagai tempat implantasi dan memberi makan kepada blastokist yang disebut sebagai desidua. Setelah terjadi implantasi desidua akan dibedakan menjadi: 1. Desidua basalis : desidua yang terletak antara blastokist dan miometrioum

2. Desidua kapsularis: desidua yang terletak antara blastokist dan kavum uteri 3. Desidua vera : desidua sisa yang tidak mengandung blastokist

Bersamaan dengan hal ini pada daerah desidua basalis terjadi suatu degenerasi fibrinoid, yang terletak diantara desidua dan trofoblas untuk menghalangi serbuan trofoblas lebih dalam lagi. Lapisan dengan degenerasi fibrinoid ini disebut sebagai lapisan Nitabuch. Pada perkembangan selanjutnya, saat terjadi persalinan, plasenta akan terlepas dari endometrium pada lapisan Nitabuch tersebut. II.3. DEFINISI Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada plasenta previa, jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internum servisis, tetapi terletak sangat dekat atau pada ostium internum tersebut. II.4. KLASIFIKASI Plasenta previa digolongkan menurut hubungan plasenta terhadap pembukaan serviks bagian dalam. Ada empat derajat abnormalitas yang diketahui : 1. Plasenta previa totalis. Ostium internum servisis tertutup sama sekali oleh jaringan plasenta.

2. plasenta.

Plasenta previa parsialis. Ostium internum tertutup sebagian oleh jaringan

3.

Plasenta previa marginalis. Tepi plasenta terletak pada bagian pinggir ostium internum .

4.

Plasenta letak rendah. Plasenta tertanam dalam segmen bawah uterus, sehingga tepi plasenta sebenarnya tidak mencapai ostium internum tetapi terletak sangat berdekatan dengan ostium tersebut.

Derajat plasenta previa akan tergantung pada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan, karena klasifikasi ini tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologik, maka klasifikasinya akan berubah setiap waktu. Baik pada jenis total 5

maupun parsial pelepasan spontan plasenta dengan derajat tertentu merupakan konsekuensi yang tak dapat dielakan dari pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi serviks. Pelepasan plasenta akan disertai dengan perdarahan akibat pembuluh darah yang lepas. II.5. FREKUENSI Insidensi plasenta previa adalah 0,5%. Perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira kira 20% dari semua kasus perdarahan antepartum. Di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo, antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa di antara 4781 persalinan yang terdaftar, atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar. Plasenta previa terjadi pada kira-kira 5 diantara1000 persalinan di Amerika serikat dan merupakan penyebab kematian sebesar 0,03%. Iyasu dan rekan (1993), dalam suatu analisis terhadap the National Hospital Discharge Survey dari tahun 1979 sampai 1987, menemukan bahwa plasenta previa menjadi penyulit pada 0,5 persen (1 dari 200) persalinan. Di Prentice Women's Hospital, Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa 0,55 persen (1 dari 180) dari hampir 93.500 pelahiran mengalami penyulit plasenta previa. Crane dan rekan (1999) mendapatkan insidensi 0,33 persen (1 dari 300) pada hampir 93.000 persalinan di provinsi Nova Scotia. Di Parkland Hospital, insidensinya adalah 0,26 persen (1 dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan selama 12 tahun. II.6. ETIOLOGI Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti. Salah satu teori mengatakan bahwa proses perkembangan plasenta previa terjadi akibat gangguan vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik atau inflamatorik. Faktor lainnya adalah plasenta yang ukurannya besar sehingga membentang dan meliputi daerah uterus yang luas sebagaimana terlihat pada eritroblastosis fetalis dan pada janin yang lebih dari satu. Pada perentangan semacam itu, bagian bawah placenta kadang-kadang mencapai daerah ostium internum , dan secara lengkap (total) atau sebagian (parsial) saling bertumpuk dengan ostium tersebut. Terjadinya plasenta previa juga dihubungkan dengan banyak hal, diantaranya yaitu: 1. Usia ibu Usia ibu yang lanjut meningkatkan risiko plasenta previa, pada lebih dari 169.000 pelahiran di Parkland Hospital dari tahun 1988 sampai 1999, insidensi plasenta previa meningkat secara bermakna di setiap kelompok usia. Pada kedua ekstrim, insidensinya adalah 1 dari 1500 untuk wanita berusia 19 tahun atau kurang dan 1 dari 100 untuk wanita berusia lebih dari 35 tahun. Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta 6

previa meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1976 menjadi 0,7 persen pada tahun 1997. Mereka memperkirakan bahwa hal ini disebabkan oleh bergesernya usia populasi obstetris ke arah yang lebih tua. Pada primigravida, umur >35 tahun lebih sering daripada umur < 25 tahun 2. Paritas Multiparitas dilaporkan berkaitan dengan plasenta previa. Dalam sebuah studi terhadap 314 wanita para 5 atau lebih, Babinszki dan rekan (1999) melaporkan bahwa insidensi plasenta previa adalah 2,2 persen dan meningkat drastis dibandingkan dengan insidensi pada wanita dengan para yang lebih rendah. Pada lebih dari 169.000 wanita di Parkland Hospital, insidensinya untuk wanita dengan para 3 atau lebih adalah 1 dari 175 3. Endometrium cacat pada bekas persalinan berulang-ulang, bekas operasi ( seksio sesaria atau miomektomi ), kuretase, dan manual plasenta. Riwayat seksio sesarea meningkatkan kemungkinan terjadinya plasenta previa. Nielsen dan rekan (1989) mendapatkan peningkatan insidensi plasenta previa lima kali lipat pada wanita Swedia dengan riwayat seksio sesarea. Di Parkland, insidensi meningkat dua kali lipat dari 1 dalam 400 menjadi 1 dalam 200 pada riwayat seksio sesarea minimal satu kali. Miller dan rekan (1996), dari 150.000 lebih pelahiran di Los Angeles County Women's Hospital, menyebutkan peningkatan tiga kali lipat plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Insidensi meningkat seiring dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani angkanya 1,9 persen pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio tiga kali atau lebih. Jelaslah, riwayat seksio sesarea disertai plasenta previa meningkatkan kemungkinan histerektomi. Frederiksen dan rekan (1999) melaporkan angka histerektomi 25 persen pada wanita dengan seksio sesarea berulang atas indikasi plasenta previa dibandingkan dengan hanya 6 persen pada mereka yang menjalani seksio sesarea primer atas indikasi plasenta previa. 4. riwayat plasenta previa 5. perokok Williams dan rekan (1991) mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua kali lipat berkaitan dengan merokok. Mereka berteori bahwa hipoksemia akibat karbon monoksida menyebabkan hipertrofi plasenta kompensatorik. Temuan-temuan ini dikonfirmasi oleh Handler dan rekan (1994). Mungkin terdapat kaitan antara gangguan vaskularisasi desiduayang mungkin disebabkan oleh peradangan atau atrofidengan terjadinya plasenta previa.

II.7.

GAMBARAN KLINIK Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri, yang

biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya. Namun, beberapa jenis abortus dapat terjadi akibat lokasi plasenta abnormal yang sedang berkembang tersebut. Perdarahan dari plasenta previa sering muncul tanpa peringatan, terjadi tanpa disertai nyeri pada wanita yang riwayat pranatalnya tampak normal. Darah berwarna merah segar. Untungnya, perdarahan awal jarang sedemikian deras sehingga menimbulkan kematian. Perdarahan ini biasanya berhenti spontan namun kemudian kambuh. Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tetapi tidak menutupi os serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai; perdarahan ini dapat bervariasi dari ringan sampai berat dan secara klinis dapat menyerupai solusio plasenta. Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas os interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan menyebabkan robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat-serat miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluhpembuluh yang robek. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus dapat berlanjut setelah plasenta dilahirkan, karena segmen bawah uterus lebih rentan mengalami gangguan kontraksi daripada korpus uterus. Perdarahan juga dapat terjadi akibat laserasi serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh, terutama setelah pengeluaran plasenta yang agak melekat secara manual. Gejala dan tanda utama - Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi >20 minggu. - Darah segar atau - Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Faktor predisposisi - Grande multipara - riwayat previa - gemelli - umur ibu tua Penyulit lain - Syok - Perdarahan setelah koitus - Tidak ada kontraksi uterus - Bagian terendah janin tidak masuk ke pintu atas panggul 8 Diagnosis - Plasenta Previa

kehitaman dengan bekuan. plasenta

braxton Hicks atau koitus.

- Kondisi janin normal atau terjadi gawat janin

II.8.

DIAGNOSIS Pada wanita dengan perdarahan uterus selama paruh terakhir kehamilan, plasenta

previa atau solusio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan plasenta previa tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG, jelas membuktikan ketiadaannya. Anamnesis Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu, tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, berulang dengan volume lebih banyak daripada sebelumnya, terutama pada multigravida dan berwarna merah segar. Banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan luar Inspeksi Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah beku Bila berdarah banyak ibu tampak pucat/ anemis Palpasi Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul, apabila presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung diatas pintu atas panggul atau mengolak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul. Tidak jarang terdapat kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang. Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah. Pemeriksaan Inspekulo Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui asal perdarahan apakah dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa dapat dicurigai. Pemeriksaan letak plasenta tidak langsung ditinggalkan Pemeriksaan radiografi dan radioisotope yang sudah

Pemeriksaan ultrasonografi merupakan cara yang sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin. Metode paling sederhana, tepat, dan aman untuk mengetahui lokasi plasenta adalah

dengan USG transabdominal. Menurut Laing (1996), rata-rata tingkat akurasinya adalah sekitar 96 persen, dan angka setinggi 98 persen pernah dicapai. Hasil positif-palsu sering disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu, pemindaian ultrasonografi pada kasus yang tampaknya positif harus diulang setelah kandung kemih dikosongkan . Sumber kesalahan yang jarang adalah identifikasi plasenta yang sebagian besar berimplantasi di fundus tetapi tidak disadari bahwa plasenta tersebut besar dan meluas ke bawah sampai ke os serviks interna. Pemakaian ultrasonografi transvaginal telah secara nyata menyempurnakan tingkat akurasi diagnostik plasenta previa. Farine dan rekan (1988) mampu memvisualisasi os servikalis interna pada semua kasus dengan teknik transvaginal, berbeda dengan hanya 70 persen pada penggunaan alat transabdominal. Leerentveld dan rekan (1990) mempelajari 100 wanita yang dicurigai mengalami plasenta previa. Mereka melaporkan nilai prediksi positif sebesar 93 persen dan nilai prediksi negatif 98 persen untuk ultrasonografi transvaginal. Tan dan rekan (1995) melaporkan akurasi yang lebih rendah dengan teknik ini. Dalam studi-studi yang membandingkan ultrasonografi abdominal dengan pencitraan transvaginal, Smith dan rekan (1997) serta Taipale dan rekan (1998) mendapatkan bahwa teknik transvaginal lebih superior. Sekarang sebagian besar setuju bahwa apabila pada USG transabdominal plasenta terletak rendah atau tampak menutupi os servikalis maka diperlukan konfirmasi dengan ultrasonografi transvaginal. Hertzberg dan rekan (1992) membuktikan bahwa USG transperineal memungkinkan kita melihat os interna pada semua dari 164 kasus yang diteliti karena USG transabdominal memperlihatkan adanya plasenta previa atau tidak konklusif. Plasenta previa dengan tepat disingkirkan pada 154 wanita, dan pada 10 yang semula didiagnosis secara sonografis, sembilan mengalami plasenta previa yang terbukti saat persalinan. Nilai prediksi positif adalah 90 persen dan nilai prediksi negatif 100 persen.

10

Dikutip dari Saifuddin AB

Pemeriksaan letak plasenta secara langsung Diagnosis plasenta jarang ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, kecuali jari tangan pemeriksa dimasukkan lewat serviks dan jaringan plasenta teraba. Pemeriksaan serviks semacam ini tidak pernah diperbolehkan kecuali bila wanita tersebut sudah berada di kamar operasi dengan segala persiapan untuk pembedahan seksio sesarea segera, karena pemeriksaan serviks yang paling hati-hati pun dapat menimbulkan perdarahan hebat. Selain itu, pemeriksaan ini jangan dilakukan kecuali apabila memang telah direncanakan pelahiran, karena dapat terjadi perdarahan yang sedemikian rupa sehingga janin perlu segera dilahirkan walaupun masih imatur. Pemeriksaan " double set-up" semacam ini jarang diperlukan karena lokasi plasenta hampir selalu dapat diketahui dengan USG. Pemeriksaan dalam diatas meja operasi (PDMO) dapat dilakukan bila semua syarat terpenuhi, yaitu :

11

Infus/ transfusi telah terpasang, kamar dan Tim Operasi telah siap Kehamilan > 37 minggu ( berat badan > 2500 g) dan in partu. Janin telah meninggal atau terdapat anomaly congenital mayor (misal ansefali) Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar) II.9. PENANGANAN Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non invasif. - Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotik profilaksis - Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, letak, dan presentasi janin. - Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg selama 1 bulan. - Berikan tokolitik bila ada kontraksi : MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam Nifedipin 3 x 20 mg/hari Betametason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru. - Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi - Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan. Syarat terapi ekspektatif : Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti Belum ada tanda inpartu Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal) Janin masih hidup Kriteria pasien yang dapat diberlakukan rawat jalan : 1. Pasien yang telah diobservasi selama 72 jam tanpa adanya perdarahan 2. Stabil serial hematokrit 3. Telepon tersedia 24 jam dan juga transportasi antara rumah dengan rumah sakit 12

Terapi Ekspektatif

4. Dapat melakukan bed rest dirumah 5. Pasien dan keluarga telah mengerti tentang potesi-potensi komplikasi yang mungkin timbul. 6. Kontrol tiap minggu sampai usia kehamilan aterm dengan serial level Hb dan USG.

Terapi Aktif (tindakan segera) Wanita hamil diatas 28 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin. JUMLAH PERDARAHAN4 : 1. Ringan (kehilangan darah < 15% dari total volume darah tubuh) Manifestasi klinis : Tanda vital normal Tidak ada postural hipotesi Tidak ada defisit sirkulasi perifer Urin out put normal

2. Sedang (kehilangan darah 15%-30% dari total volume darah tubuh) Manifestasi Klinis : Perubahan frekuensi nadi terhadap posisi badan (meningkat 10-20 bpm ketika berubah dari posisi terleentang ke duduk atau berdiri dan diastolik menurun 10 mmHg atau lebih) Terdapat tanda-tanda inadekuat sirkulasi (sesak, haus, pucat, takikardi) perubahan status mental dapat juga terjadi (apatis atau agitasi) Terapi : Terminasi pada kehamilan yang aterm Expectan jika paru janin belum mature atau pada usia gestasi 32-36 minggu Hospitalisasi

3. Berat (kehilangan darah 30%-40% dari total volume darah tubuh) Manifestasi : - Syok - Kehilangan darah yang terus-menerus pervaginam - Fetus dapat meninggal atau menunjukkan tanda-tanda stress - Oligouri atau anuria Terapi : 13

- Intensive observasi dan monitoring - Pasang cairan IV - Siapkan transfusi - Asesment fungsi ginjal - Terminasi kehamilan SC Cara menyelesaikan persalinan pada plasenta previa Persalinan pervaginam; bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Cara ini tidak dapat dilakukan pada plasenta previa totalis. Seksio sesaria; bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahnnya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam. II.10. KOMPLIKASI Pada Ibu : Perdarahan dan syok akibat perdarahan, sampai kematian dapat menyertai perdarahan antepartum berat yang berasal dari plasenta previa. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain Anemia karena perdarahan, Plasentitis, Endometritis pasca persalinan, Robekanrobekan jalan lahir akibat tindakan, Prolaps tali pusat, Prolaps plasenta, Plasenta melekat, sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau perlu dibersihkan dengan kerokan. Pada Janin : Persalinan prematur adalah kausa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Sebagian kematian pada kasus ini merupakan akibat dari asfiksia intrauterin atau trauma pada persalinan. Dalam studi mereka terhadap hampir 93.000 pelahiran, Crane dan rekan (1999) melaporkan angka persalinan prematur sebesar 47 persen. Namun, angka kematian akibat penyulit persalinan prematur tidak lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bayi dengan usia gestasi setara yang lahir dari wanita tanpa plasenta previa. Walaupun sebagian penulis sebelumnya sudah memperkirakan bahwa malformasi kongenital meningkat pada plasenta previa, namun

14

Crane dan rekan (1999) -lah yang pertama kali memastikan hal ini dan mengendalikan faktor usia ibu. Atas alasan-alasan yang belum jelas, anomali janin meningkat 2,5 kali lipat. Tidak jelas apakah pada plasenta previa juga terjadi hambatan pertumbuhan janin. Brar dan rekan (1988) melaporkan bahwa insidensi kelainan ini hampir 20 persen. Sebaliknya, Crane dan rekan (1999) tidak mendapatkan peningkatan insidensi setelah faktor usia gestasi dikendalikan. Wolf dan rekan (1991), dalam sebuah studi kasus-kelola terhadap 179 wanita dengan plasenta previa, mendapatkan insidensi hambatan pertumbuhan sebesar 5 persen di kedua kelompok. II.11. PROGNOSIS Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif, maka mortalitas dan morbiditas ibu dan bayi tinggi, mortalitas ibu mencapai 8-10% dan mortalitas janin 5080% Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun. Kematian maternal menjadi < 1% terutama disebabkan perdarahan, infeksi, emboli udara, dan trauma karena tindakan. Kematian perinatal juga turun menjadi 10 %, terutama disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli, dan persalinan buatan (tindakan). Prognosis ibu Pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir semua rumah sakit kabupaten. Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami penurunan, namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio cesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan

15

BAB III PENUTUP


III.1. Kesimpulan Plasenta previa dapat terjadi pada setiap kehamilan, walaupun insidennya meningkat pada usia lanjut, multiparitas, riwayat oprasi, riwayat plasenta previa dan perokok. Diagnosis dini sangatlah penting untuk menentukan prognosis dan merencanakan terapi. Setiap pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester dua dan tiga, plasenta previa dan solutio plasenta harus selalu dicurigai. Kemungkinan ini tidak boleh disingkirkan sampai pemeriksaan yang sesuai, termasuk USG jelas membuktikan ketiadaannya. Pemeriksaan dalam tidak boleh dilakukan karena akan memperberat perdarahan yang sudah terjadi. Komplikasi terbesar untuk ibu adalah perdarahan dan syok akibat perdarahan, sampai kematian. Komplikasi lainnya yang dapat terjadi antara lain Anemia karena perdarahan. Untuk itu keadaan umum dan tanda vital adalah yang paling penting untuk diketahui pada pasien dengan perdarahan pervaginam. Jika terjadi keadaan

16

tersebut, syok harus segara ditangani dan terminasi kehamilan diperlukan walaupun janin imatur. Kehamilan pada plasenta previa dapat diakhiri melalui persalinan pervaginam ataupun perabdominal. Tetapi persalinan pervaginam hanya dapat dilakukan jika plasenta hanya menutupi sebagian dari jalan lahir. Satu - satunya cara untuk mengakhiri kehamilan pada plasenta previa totalis adalah perabdominal. Persalinan prematur adalah causa utama kematian perinatal walaupun sudah dilakukan penatalaksanaan menunggu pada plasenta previa. Untuk kasus ini, perencanaan mencakup pencegahan kelahiran preterm dengan tokolisis, dan pematangan paru guna mempersiapkan bayi lebih viabel untuk hidup diluar uterus. Untuk memperkecil kematian perinatal maka bayi prematur harus dirawat secara intensif setelah lahir.

III.2. Saran Wanita hamil sebaiknya memeriksakan kehamilannya secara teratur di RS kelahiran dapat

agar diagnosis dini plasenta previa dapat dideteksi, sehingga direncanakan dengan baik.

Edukasi mengenai pengenalan tanda-tanda terjadinya perdarahan karena

plasenta previa harus diberikan pada waktu perawatan antenatal. Plasenta previa sering terjadi pada usia lanjut dan multiparitas. Edukasi plasenta previa setelah melahirkan diperlukan untuk

tentang faktor predisposisi kehamilan selanjutnya.

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kebidanan Edisi 4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawirojardjo. 2009. 2. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi 2, Jakarta. EGC. 1998 3. Cherney, Allan et all. Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment 9th ed. McGraw Hill companies. USA. 2006. 4. Cunningham, F. Garry et all. Williams Obstetrics 21st ed. McGraw Hill companies. USA.2001 5. Saju Joy, IND. Placenta praevia. http://www.emedicine.com/med/topics3721.htm. 6. Gaufberg. V Slava. Abruptio Placenta. http ://www,emedicine.com/med/topic. 7. Greg Marrinan, MD, Plasenta Previa, Article Last Updated: Nov 6, 2008. http:/www.emedicine.com/med/topic3425.htm 18

8. Patrick Ko, MD, Plasenta Previa, Article Last Updated: Aug 23, 2007. http:/www.emedicine.com/med/topic5467.htm 9. Implantasi Plasenta Normal dan Abnormal, Article Last Updated: 2012. http:/www.digilib.unsri.ac.id/download/implantasi plasenta normal dan abnormal.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai