Anda di halaman 1dari 43

TUGAS LAPORAN KASUS PRE-EKLAMPSIA BERAT DENGAN HELLP SYNDROME

Pembimbing:

Dr. Neza Puspita, Sp.OG

Oleh :

Atika Prissilia 030.07.038

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT OTORITA BATAM PERIODE 8 OKTOBER 15 DESEMBER 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
1

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus dengan judul: Pre-eklampsia berat dengan HELLP Syndrome

Telah diterima dan disahkan oleh :

Dr. Neza Puspita, Sp.OG

Pada Tanggal 28 November 2012 Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kebidanan & Kandungan Di Rumah Sakit Otorita Batam Periode 8 Oktober 15 Desember 2012

Batam, 28 November 2012 Pembimbing:

( Dr. Neza Puspita, Sp.OG)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala nikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus yang berjudul Preeklampsia berat dengan HELLP Syndrome ini. Adapun penulisan referat ini dibuat dengan tujuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai pre-eklampsia pada kehamilan beserta komplikasinya dan juga menjadi salah satu tugas kepaniteraan Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Otorita Batam periode 8 Oktober 15 Desember 2012. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Neza Puspita,Sp.OG selaku pembimbing yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang turut serta membantu penyusunan referat ini yang tidak mungkin diselesaikan tepat waktu jika tidak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Demikian kata pengantar ini penulis buat. Untuk segala kekurangan dalam referat ini, penulis memohon maaf dan juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif bagi perbaikan referat ini. Terimakasih.

Jakarta, November 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan .................................................................................................2 Kata pengantar..............................................................................................3 Daftar Isi ...................................................................................................................4 Status Pasien .............................................................................................................5 Follow up...................................................................................................................18 Analisa Kasus ...........................................................................................................12 Tinjauan pustaka .....................................................................................................20 Daftar Pustaka .........................................................................................................41

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Suku/bangsa Alamat Tgl. Masuk RS MR IDENTITAS SUAMI Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat : Tn. A : 39 tahun : SD : PT. Pioneer bagian launching kapal : Katolik : Puri taroka No. 24 RT/RW 4/15 Tj. Uncang : Ny. A N : Perempuan : 40 tahun : SD : Ibu rumah tangga : Katolik : Flores/ Indonesia : Puri taroka No. 24 RT/RW 4/15 Tj. Uncang : 29 Oktober 2012 : 31-94-04

II. ANAMNESIS ( autoanamnesis tanggal 4 November 2012 pukul 11.00 WIB) Keluhan Utama Pusing-pusing sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan Tambahan Mual dan muntah-muntah sebanyak 2 kali dalam sehari sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang Os, hamil anak ketiga, datang ke IGD RSOB dengan keluhan pusing-pusing sejak 2 hari SMRS. Pusing terasa seperti berdenyut dan timbul terus-menerus walaupun saat istirahat. Os juga merasakan mual dan muntah sebanyak 2 kali dalam sehari. Muntah berisikan sisa makanan. Keluhan mata kabur, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas disangkal oleh os. Os tidak mengeluh adanya rasa mules. Tidak ada lendir darah ataupun air-air yang keluar dari vagina. Os memiliki riwayat darah tinggi selama melakukan pemeriksaan kehamilan. Os melakukan pemeriksaan kehamilan di Klinik Casa Famindo. Pemeriksaan kehamilan sebanyak 3 kali selama masa kehamilan ini. Os melahirkan anak ketiga dengan cara SC a/i eklampsia. USG terakhir dilakukan pada tanggal 13/10/2012 di Taman Cipta, dikatakan posisi janin baik. Os menggunakan KB suntik selama 3 bulan. Berhenti menggunakan KB pada bulan Maret dan os langsung hamil.

Riwayat Menstruasi Haid pertama kali umur Siklus haid Lamanya Banyaknya Dismenorea : 13 tahun : teratur : 7 hari : 3-4 X ganti pembalut/ hari : (-)

Os mengalami menstruasi teratur setiap bulan, 4 minggu sekali, durasi 7 hari dengan perdarahan banyak 3-4 hari. Dapat mengganti 3 - 4 x pembalut setiap harinya, tidak nyeri, dan tidak menjadi lebih lama. HPHT : os tidak ingat.

Riwayat ANC Selama hamil, pemeriksaan kehamilan tidak teratur di Klinik Casa Famindo. Pemeriksaan kehamilan dilakukan sebanyak 3 kali selama kehamilan ini. Os melakukan USG terakhir pada tanggal 13/10/2012 di Taman Cipta, dikatakan posisi janin baik.

Riwayat Menikah Os menikah 1 kali pada tahun 2002. 6

Riwayat Kehamilan G3P2A0 1. Persalinan secara partus normal di rumah ditolong oleh ibu OS di Flores. Bayi berjenis kelamin perempuan dengan berat badan lahir 3100 gram, saat ini berumur 20 tahun, hidup sehat. 2. Persalinan secara sectio caesaria atas indikasi eklampsia di RSUD daerah Flores. Bayi berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan lahir 3200 gram, saat ini berumur 9 tahun, hidup sehat. 3. Hamil ini

Riwayat KB Os menggunakan KB Suntik selama 3 bulan. Stop pada bulan Maret 2012 dan langsung hamil.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asthma (-), alergi obat dan makanan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat hipertensi (+) ibu OS, diabetes mellitus (-), asthma (-), alergi obat dan makanan (-). Riwayat keturunan kembar (+) ibu OS.

Riwayat Operasi Sectio caesaria a/i eklampsia pada tahun 2003.

Riwayat Kebiasaan Merokok (-), minum alkohol (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Tampak sakit sedang 7

Kesadaran Tanda Vital

: Compos mentis : TD N RR S : 190/120 mmHg : 112 x/menit : 24 x/menit : 38,3 0C

Status Gizi

: BB : 92 TB : 168 BMI : 88/ (1,84)2 = 26 (Overweight)

Kepala Mata THT Leher Thoraks :

: Normocephali, rambut hitam, tidak mudah dicabut. : Konjungtiva pucat -/-, sklera tidak kuning, miopia, papil edem(-) : Sekret tidak ada, mukosa tidak hiperemis : Perabaan kelenjar tiroid tidak teraba, perabaan kelenjar getah bening tidak teraba.

o Cor o Pulmo Genitalia

: BJI-BJII reguler, cepat, tidak terdapat murmur dan tidak : Suara nafas vesikuler, ronchi tidak ada, wheezing tidak ada

terdapat gallop. Ekstremitas : Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/: o Pemeriksaan luar : tidak ada tanda-tanda peradangan o Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan Status Obstetrikus : o Mammae : sepasang, simetris kanan dan kiri, areola berwarna gelap, bengkak -/-, tanda radang -/- dan retraksi puting -/-. ASI (-) nyeri tekan (-) o Abdomen : - Inspeksi : buncit, dilatasi vena (-), striae gravidarum (+), - Palpasi : TFU 36 cm, kontraksi (-) nyeri tekan (-) - Auskultasi : DJJ (+) 138 x/i via doppler, bising usus (+). o Vulva dan vagina : tenang, tidak hiperemis, tidak oedem, distribusi rambut pubis merata, warna hitam, flour albus (-), lendir darah (-), labia mayor dan labia minor dalam batas normal, klitoris dan kelenjar bartholini dalam batas normal. 8

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium tanggal 29 Oktober 2012 Darah Rutin Golongan darah Hb Leukosit Hematokrit Trombosit Eritrosit Masa Perdarahan Masa Pembekuan Kimia Darah Ureum Creatinin Bilirubin Total Bilirubin Direct Bilirubin Indirect SGOT SGPT Total Protein Albumin Globulin : 28,6 mg/dl : 0,86 mg/dl : 2,60 mg/dl : 2,37 mg/dl : 0,23 mg/dl : 316 U/I : 166 U/I : 5,1 g/dl : 3,0 g/dl : 2,1 g/dl :O : 12,4 g/dL : 12.600 /mm3 : 38,4 % : 82.000 /mm3 : 4,36 juta/mm3 : > 10 menit : 8 menit

Gula darah sewaktu : 98 mg/dl Serologi VDRL HBsAg : non-reaktif : negatif

Tubex TF (IgM Salmonela) : 2 (negatif) Urine Berat jenis PH Protein : 1,020 : 6,5 : ++++ Sedimen urin Leukosit Eritrosit : 5-7/LPB : penuh / LPB 9

Reduksi

:-

Epithel Hyalin Granular

:+ : +/LPK : +/LPK

Benda keton : Bilirubin :-

Urobilinogen : Urobilin Dengue Blood IgG : -/negatif IgM : -/negatif USG :-

Darah samar : +++++

Interpretasi USG : hasil USG tidak begitu jelas

V. RESUME Seorang wanita, hamil anak ketiga, berusia 40 tahun datang dengan keluhan utama pusing-pusing sejaks 2 hari SMRS. Pusing terasa seperti berdenyut dan timbul terus-menerus. Os mual dan muntah sebanyak 2 kali dalam sehari. Mules (-) keluar lendir darah/ air-air melalui vagina. Penglihatan kabur, nyeri epigastrium, nyeri abdomen kuadran kanan atas disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan K.U : sakit sedang, compos mentis. TD : 190/120 mmHg. N: 112 x/menit. P: 24 x/menit. S: 10

38.3 0C. CA -/-, Thorax: BJI-BJII reguler. VT : tidak dilakukan. Laboratorium (29/10/2012) : trombosit 82.000 /mm3; bilirubin total 2,60 mg/dl: bilirubin direct 2,37 mg/dl ; bilirubin indirect 0,23 mg/dl ; SGOT/PT 316/166 U/I.

VI. DIAGNOSIS G3P2A0 hamil 34 minggu dengan PEB, belum inpartu, janin tunggal hidup, presentasi kepala. Proteinuria Trombositopenia Peningkatan SGOT/SGPT Subfebris Susp. Impending eklampsia (pusing, mual dan muntah) Riwayat SC 1x (a/i eklampsia)

VII. PENATALAKSANAAN Rencana diagnostik Observasi tanda vital Observasi DJJ & His CTG 1x24 jam Konsul dokter spesialis jantung dan penyakit dalam. USG Rencana Terapi Tirah baring IFVD Dextrose 5% 500 cc + drip MgSO4 6gr/6jam

IFVD Dextrose 5% 100cc + perdipine drip 0.5 mg drip (start awal) 1 tetes per menit, perdipine berikutnya 0.1 mg 27 tetes. Inj. Dexamethasone 3 ampul/12 jam Lesichol 1x600 mg caps p.o

Rencana terminasi kehamilan dengan persiapan 20 kolf WB & 10 kolf trombosit. Rencana edukatif diet rendah garam dan lemak 11

psikoedukatif agar tidak stress teratur minum obat teratur makan istirahat yang cukup

VIII. PROGNOSIS Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam Ad sanasionam : dubia ad bonam

12

FOLLOW UP

Tanggal

Subjektf

Objektif T: 190/120, N: 112 x/menit, S: 38,3 oC, P: 24 x/menit Kesadaran : compos mentis

Assesment G3P2A0 hamil 34 minggu dengan PEB dengan HELLP

Penatalaksanaan - Tirah baring - Observasi tanda vital - Observasi DJJ & His - CTG 1x24 jam - Pasang foley catether urine - IFVD Dextrose 5% 500 cc + drip MgSO4 6gr/6jam - IFVD Dextrose 5% 100cc + perdipin drip 0.5 mg drip (start awal) 1 tetes per menit, perdipine berikutnya 0.1 mg 27 tetes. - Inj. Dexamethasone 3

31/11/12 - G3P2A0 dengan PEB belum inpartu - keluhan lain (-)

Konjungtiva pucat -/Jantung: BJ1-BJII reguler, Abdomen : - I : buncit, Striae (+) - P : TFU 26 cm. ___ kontraksi (-) nyeri tekan (+) - A : DJJ (+)/ via doppler, B.U (+) normal

Syndrome, belum inpartu, janin tunggal hidup, presentasi kepala. Riwayat SC 1x

VT : tidak dilakukan Lab : protein +4

ampul/12 jam - Lesichol 1x600 mg caps p.o

Ekstremitas : Akral hangat +/+,

- Rencana terminasi kehamilan dengan persiapan 2 kolf WB & 10 kolf trombosit.

oedema tungkai pitting -/-

01/11/12 - Pusing (+) sedikit - os mual (+) - urin keruh spt teh

T: 180/120, N: 72 x/menit, G3P2A0 hamil S: 36,5C, P: 18 x/menit. Kesadaran : compos mentis 34 minggu dengan PEB dengan HELLP Syndrome, Konjungtiva pucat -/belum inpartu,

- Tirah baring - Observasi tanda vital - Observasi DJJ & His - CTG 1x24 jam - IFVD Dextrose 5%

500 cc + drip MgSO4

13

Jantung: BJ1-BJII reguler, Abdomen : - I : buncit, Striae (+)

janin tunggal

6gr/6jam Dextrose 5%

hidup, presentasi - IFVD kepala.

100cc + perdipin drip 0.5 mg drip (start

- P : TFU 26 cm, ____ , Riwayat SC 1x kontraksi (-) nyeri tekan (-) - A : DJJ 138x/m via doppler, bising usus positif

awal) 1 tetes per menit, perdipine berikutnya

0.1 mg 27 tetes. - Inj. Dexamethasone 3 ampul/12 jam - Lesichol 1x600 mg

VT : tidak dilakukan

caps p.o - Jika perdipine drip

Ekstremitas : - Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-

habis ganti Kaptopril 2x25 gr -R/ SC hari ini

02/11/12 - NH1 P3A0 post SC hari ke 1 - Bayi IUFD - Pusing (+)

T: 110/80, N: 80 x/menit, S: afebris, P: 20 x/menit.

- NH1 P3A0 post-SC dengan PEB+HELLP

- Observasi tanda vital; perdarahan pervaginam - Mobilisasi bertahap - Diet TKTP - IVFD asering + sjinto 20 UI/ drip - Inj. Ceftriaxone 1 gr - Trichodazole drip 500 mg - Nifedipine 3x10mg/hari - Kaltrofen supp

Konjungtiva pucat -/Jantung: BJ1-BJII reguler Abdomen : - I : datar, Striae (+) - P : TFU setinggi umbilicus, kontraksi (+), nyeri tekan (+) - A : bising usus positif Vulva-vagina : - lochiae rubra (+) - catether urine sudah dilepas

Syndrome - Bayi lahir dengan IUFD

Lab: trombosit

14

124.000/mm3 Ekstremitas : - Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-

03/11/12 - NH2 P3A0 post SC hari ke 2 - Bayi IUFD - Pusing (-)

T: 130/80, N: 98 x/menit, S: afebris, P: 20 x/menit.

- NH2 P3A0 post-SC dengan PEB+HELLP

- Observasi tanda vital; perdarahan pervaginam - Mobilisasi bertahap - Diet TKTP - Inj. Ceftriaxone 1 gr - Trichodazole drip 500 mg - Nifedipine 3x10mg/hari - Kaltrofen supp - Jika tx. injeksi habis, ganti tx. Oral

Konjungtiva pucat -/Jantung: BJ1-BJII reguler Abdomen : - I : datar, Striae (+) - P : TFU 2 jari dibawah umbilicus, kontraksi (+), nyeri tekan (+) - A : bising usus positif Vulva-vagina : - lochiae rubra (+) - BAK normal

Syndrome - Bayi lahir dengan IUFD

Ekstremitas : - Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-

5/11/12

- NH4 P3A0 post SC hari ke4 - Masih pusing sedikit

T: 170/100, N: 84 x/menit, - NH4 P3A0 S: afebris, P: 20 x/menit. post-SC dengan PEB+HELLP Konjungtiva pucat -/Jantung: BJ1-BJII reguler Abdomen : - I : datar, Striae (+) - P : TFU 3 jari dibawah umbilicus, kontraksi (-), Syndrome - Bayi lahir dengan IUFD

- Observasi tanda vital; perdarahan pervaginam - Mobilisasi bertahap - Diet TKTP - Cefadroxil 3x1 - Ferovort 2x1 - Asam mefenamat 3x500mg

15

nyeri tekan (-) - A : bising usus positif Vulva-vagina : - lochiae rubra (-) - BAK normal

- Lenoral 3x1 - Captopril 2x25mg - Amlodipin 2x5mg - Imunvit 1x1 tab - Lesichol 1x600mg caps

Ekstremitas : - Akral hangat +/+, oedema tungkai pitting -/-

- Os boleh pulang - Rawat jalan

16

ANALISA KASUS Pada kasus ini Ny. A N 28 Tahun dengan G3P2A0 hamil 34 minggu, PEB dengan HELLP Syndrome, belum inpartu, janin tunggal hidup, presentasi kepala. Riwayat SC 1x. PEB dengan HELLP Syndrome berdasarkan gejala-gejala klinis yaitu dari: 1. Anamnesa Dari anamnesa pasien mengaku mengalami tekanan darah tinggi sejak kehamilan anak kedua. Pasien mengaku tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi diluar kehamilan. Pasien juga sempat mengalami kejang saat hamil anak keduanya. Pasien mengaku merasakan kepala pusing yang timbul terus-menerus. Os juga kadang merasakan mual bahkan muntah. Tidak terdapat adanya nyeri epigastrium. Namun belum dapat disingkirkan adanya gejala pusing, mual dan muntah yang mengarah ke impending eklampsia.

2. Pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis tekanan darah 190/120, nadi 112 x/menit. Telah terdapat krisis hipertensi berupa hipertensi urgency pada os, karena sudah mengenai target organ seperti hepar dan ginjal, dimana terdapat peningkatan enzim SGOT/PT dan juga terdapat adanya proteinuria +4 pada pasien ini, namun tidak didapatkan adanya pitting oedem pada kedua ekstremitas bawah. Didapatkan juga tinggi fundus uteri 37 cm yang dapat memperkirakan usia kehamilan pasien secara kasar yaitu sekitar 24 minggu mengingat pasien lupa HPHT-nya dan hasil USG terakhir juga tidak dapat menentukan usia kehamilannya saat ini. Tidak terdapat kontraksi preterm karena dari perabaan fundus tidak terdeteksi adanya his atau kontraksi. DJJ masih (+) via doppler sebelum masuk ke ruang OK. Pemeriksaan vaginal toucher tidak dilakukan.

3. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium, darah rutin didapatkan trombosit yang menurun : 82.000/mm3. Masa Perdarahan memanjang : > 10 menit. Pada urinalisa juga terdapat protein urine +4. Bilirubin total 2,60 mg/dl: bilirubin direct 2,37 mg/dl ; bilirubin indirect 0,23 mg/dl ; SGOT/PT 316/166 U/I.

17

Penatalaksaanan pasien ini sesuai dengan prosedur pentalaksanaan pre-eklamsia berat pada unit gawat darurat adalah: Perdipine drip 2 ampul dalam dextrose 5% 100 cc mulai 5 mEq sampai TD 130-140/80 mmHg Infus Dextrose 5% 500 CC+drip MgSO4 6gr/6jam

Pemberian magensium sulfat disini adalah untuk anti kejang, menurut penelitian dalam studi kasus yang melibatkan 897 penderita magnesium sulfat lebih efektif dibandingkan fenitoin. Di indonesia juga untuk penatalaksanaan kejang lebih banyak dipakai magnesium sulfat. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium sehingga aliran rangsangan tidak tejadi (jadi terjadi inhibhisi kompetitif terhadap kalsium dari magnesium), sehingga dapat menurunkan tekanan darah dengan cara memblokir calcium. Perlu diperhatikan harus ada antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium. Magnesium sulfat dihentikan jika: ada tanda intoksikasi (kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu dan depresi pernafasan) dan setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang terkahir. Efek sampingnya adalah efek flushes. Dextrose 5% Diberikan untuk maintenance cairan. Karena kesadaran pasien dan pasien yang butuh akan cairan mengingat kelemahan yang dialami pasien. Dan merupakan pilihan cairan yang harus digunakan pada pemberian dengan MgSO4 dan perdipine drip. Penatalaksanaan diatas juga yang sama dilakukan oleh dokter spesialis kebidanan dengan kolaborasi dengan spesialis penyakit dalam didapatkan penatalaksanaan. Infus dextrose 5% 100cc +perdipine drip 0.5 mg drip(start awal) 14 tetes per menit, perdipine berikutnya mulai 5 mEq sampai TD sekitar 140/80

18

Perdipine drip

Perdipine adalah golongan calcium channel blocker dengan isinya adlah nicardipine. Efeknya adalah vasodilatasi dengan mneghambat influks calcium kedalam otot polos pembuluh darah. Obat nicardipine lebih ampuh daripada obat antagonis calcium lain. Pada pasien ini diberikan karena tekanan darah pasien yang sangat tinggi yang mencapai tingkat hipertensi emergency saat di IGD. Perdipine adalah obat dengan indikasi hipertensi emergensi yang teradi pada pasien ini. Diberikan sampai tekanan darah pasien 140/80. Pada pasien ini tetap diberikan karena tekanan darah pasien masih berkisar 180 sampai beberapa hari stelah perawatan. Ceftriaxone 3x1 gr i.v Ceftriaxone adalah antibiotik spektrum luas golongan sefalosporin generasi ke3. Ini dapat melawan antibiotik gram negatif dan gram positif. Diberikan ceftriaxone selama 2 hari pada pasien ini adalah untuk antibiotik post- SC, dimana dibuat luka steril pada bagian perut pasien dan juga untuk mencegah terjadinya infeksi yang tidak diinginkan pasca tindakan operasi atau tindakan a dan antiseptik yang kurang baik.

Oksigenasi nasal Tidak ada indikasi diberikannya oksigen.

Monitoring urin Monitoring output dan input cairan perlu dilakukan.

Pasien juga harus dirujuk ke spesialis dalam atau jantung untuk hipertensinya.

19

Tambahan : Pada pre-eklampsia, oedem bida terjadi oleh karena akibat tidak langsung dari adanya disfungsi endotel dan juga hipoalbuminuria yang disebabkan oleh proteinuria karena perubahan sel endotel kapiler glomerulus. Disfungsi ednotel menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler, menurunkan tekanan onkotik sehingga terjadi perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitium akibatnya terjadilah oedem. Namun oedem dapat tidak ditemukan pada kasus preeklampsia kering, dimana derajat kerusakan ginjal belum terlampau berat. Diuretika tidak perlu diberikan untuk pengobatan oedema pada PEB, karena dapat memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat hipovolemia serta menignkatkan hemokonsentrasi. Diuretika hanya diberikan bila terdapat adanya edema paru, CHF ataupun oedema anasarka. Indikasi dilakukannya terminasi pada PEB dengan HELLP syndrome : Terminasi kehamilan adalah terapi defintif pada kehamilan > 36 minggu atau bila terbukti sudah adanya maturasi paru atau terdapat gawat janin. Pertimbangan untuk melakukan terminasi kehamilan pada PEB pada kehamilan 32 34 minggu setelah diberikan glukokortikoid untuk pematangan paru.

20

21

BAB I TINJAUAN PUSTAKA


Hipertensi dalam kehamilan adalah hal yang sering ditemukan dan merupakan penyebab kematian ketiga setelah perdarahan dan infeksi. Pada tahun 2001, menurut the National Center for Health Statistics, hipertensi gestasional ditemukan pada 150,000 wanita, atau 3.7% dari kehamilan (Martin and colleagues, 2002). Berg and colleagues (2003) melaporkan bahwa 16% dari 3201 kematian pada kehamilan di Amerika Serikat dari tahun 1991 sampai 1997 merupakan komplikasi dari hipertensi selama masa kehamilan. Peneliti juga menemukan bahwa wanita kulit hitam 3.1 kali berisiko meninggal karena preeclampsia dibanding dengan wanita kulit putih. Klasifikasi dari hypertensive disorders complicating pregnancy oleh Working Group of the NHBPEP (2000), terdapat lima jenis penyakit hipertensi antara lain: 1. Gestational hypertension (transcient hypertension): desakan Darah 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, proteniuria (-) dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan. 2. Preeclampsia. Preeclampsia ringan: Desakan Darah 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu, proteniuria 300mg/24jam atau dipstick 1+. Preeclampsia berat: Desakan Darah 140/90 mmHg setelah usia kehamilan 20 minggu, proteniuria 300mg/24jam atau dipstick 1+, dengan salah satu tanda preeclampsia berat. 3. Eclampsia. 4. Preeclampsia superimposed on chronic hypertension: timbulnya proteinuria 300mg/24jam setelah kehamilan 20 minggu pada wanita hamil yang sudah mengalami hypertensi sebelumnya. 5. Chronic hypertension: desakan Darah 140/90 mmHg, proteniuria-, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan

22

Pertimbangan penting dalam klasifikasi ini adalah membedakan gangguan hipertensi yang mendahului kehamilan dari preeclampsia yang secara potensial lebih merugikan. Bagaimana kehamilan memicu atau memperparah hipertensi masih belum terpecahkan walaupun sudah dilakukan riset intensif selama beberapa dekade. Hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga dimaksudkan untuk hipertensi yang timbul tanpa proteinuria, termasuk pada wanita nulipara. Pada wanita nulipara, hipertensi yang dipicu oleh kehamilan juga merupakan prekursor, potensial untuk preeclampsia atau eklampsia, yang salah satu kriteria diagnosisnya adalah proteinuria. Hipertensi didiagnosis ketika terjadi peningkatan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Dahulu penentuan diagnosis hipertensi pada wanita hamil adalah peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg or 15 mmHg tekanan diastolik, walaupun ketika nilai absolut masih dibawah 140/90 mmHg. Kriteria ini sudah lama tidak digunakan lagi karena bukti memperlihatkan bahwa wanita dalam kelompok ini kecil kemungkinannya mengalami peningkatan gangguan hasil kehamilan (Levine and coworkers, 2000; North and colleagues, 1999). Namun wanita dalam kondisi seperti ini tetap harus mendapat pengawasan ketat. Edema sudah tidak digunakan lagi sebagai kriteria diagnosis karena bisa terjadi pada setiap kehamilan normal.

23

BAB II PRE-EKLAMPSIA BERAT

I.

Definisi Preeklampsia (PE) merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Bila seorang wanita memenuhi kriteria preeklampsia dan disertai kejang yang bukan disebabkan oleh penyakit neurologis dan atau koma maka ia dikatakan mengalami eklampsia. Umumnya wanita hamil tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskular atau hipertensi sebelumnya. Kumpulan gejala itu berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi vaskuler tersebut mengenai berbagai sistem organ, termasuk plasenta. Selain itu, sering pula dijumpai peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sistem koagulasi.

II.

Etiologi Etiologi preeklampsia sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.

Banyak teori dikemukakan, tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban yang memuaskan. Oleh karena itu, preeklampsia sering disebut sebagai the disease of theory. Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal berikut : a) Peningkatan angka kejadian preeklampsia pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa b) Peningkatan angka kejadian preeklampsia seiring bertambahnya usia kehamilan c) Perbaikan keadaan pasien dengan kematian janin dalam uterus d) Penurunan angka kejadian preeklampsia pada kehamilan-kehamilan berikutnya e) Mekanisme terjadinya tanda-tanda preeklampsia, seperti edema, proteinuria, kejang dan koma hipertensi,

24

Sedikitnya terdapat empat hipotesis mengenai etiologi preeklampsia hingga saat ini, yaitu: 1. Iskemia plasenta, yaitu invasi trofoblas yang tidak normal terhadap arteri spiralis sehingga menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.

Implantasi plasenta pada kehamilan normal dan PE Implantasi plasenta normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti diikuti oleh pembesaran pembuluh darah. 2. Peningkatan toksisitas very low density lipoprotein (VLDL). 3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri spiralis oleh sel-sel sinsitiotrofoblas dan disfungsi sel endotel yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim proteolitik dan radikal bebas.

25

4. Genetik. Teori yang paling diterima saat ini adalah teori iskemia plasenta. Namun, banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia dan di antara faktor-

faktor yang ditemukan tersebut seringkali sukar ditentukan apakah faktor penyebab atau merupakan akibat.

III.

Klasifikasi Pre-Eklampsia Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia ringan dan preeklampsia berat (PEB) : 1. Preeklampsia ringan Dikatakan preeklampsia ringan bila : a. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg dan tekanan darah b. Diastolik 90-110 mmHg c. Proteinuria minimal (< 2g/L/24 jam) d. Tidak disertai gangguan fungsi organ 2. Preeklampsia berat Dikatakan preeklampsia berat bila : a. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan kuantitatif c. Bisa disertai dengan : - Oliguria (urine 400 mL/24jam) - Keluhan serebral, gangguan penglihatan - Nyeri abdomen pada kuadran kanan atas/ daerah epigastrium - Gangguan fungsi hati dengan hiperbilirubinemia - Edema pulmonum, sianosis - Gangguan perkembangan intrauterine - Microangiopathic hemolytic anemia, trombositopenia 3. Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.

26

Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu: a. PEB tanpa impending eclampsia b. PEB dengan impending eclampsia dengan gejala-gejala impending di antaranya nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah, nyeri epigastrium, dan nyeri abdomen kuadran kanan atas IV. Epidemiologi dan Faktor Resiko Pre-Eklampsia Preeklampsia dapat di temui pada sekitar 5-10% kehamilan, terutama kehamilan pertama pada wanita berusia di atas 35 tahun. Frekuensi preeklampsia pada primigravida lebih tinggi bila dibandingkan dengan multigravida, terutama pada primigravida muda. Diabetes mellitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, usia > 35 tahun, dan obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia. Penelitian berbagai faktor risiko terhadap hipertensi pada kehamilan/ preeklampsia /eklampsia.4 Usia Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten. Paritas Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko lebih tinggi untuk pre-eklampsia berat. Ras/golongan etnik Mungkin ada perbedaan perlakuan/akses terhadap berbagai etnik di banyak Negara Faktor keturunan Jika ada riwayat pre-eklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko meningkat sampai + 25% Faktor genetik Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin.

27

Diet/gizi Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.

Hiperplasentosis Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.

Diabetes mellitus Angka kejadian yang ada kemungkinan patofisiologinya bukan pre-eklampsia murni, melainkan disertai kelainan ginjal/vaskular primer akibat diabetesnya.

Mola hidatidosa Diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan pre-eklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklampsia.

Riwayat pre-eklampsia. Kehamilan pertama Usia lebih dari 40 tahun dan remaja Obesitas Kehamilan multiple Diabetes gestasional Riwayat diabetes, penyakit ginjal, lupus, atau rheumatoid arthritis. 4

V.

Patofisiologi Pre-Eklampsia Belum diketahui dengan pasti, secara umum pada Preeklampsia terjadi perubahan dan gangguan vaskuler dan hemostatis. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang.9

28

Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.9 Teori vasospasme dan respons vasopresor yang meningkat menyatakan prostaglandin berperan sebagai mediator poten reaktivitas vaskuler. Penurunan sintesis prostaglandin dan peningkatan pemecahannya akan meningkatkan kepekaan vaskuler terhadap Angiotensin II. Angiotensin II mempengaruhi langsung sel endotel yang resistensinya terhadap efek vasopresor berkurang, sehingga terjadi vasospasme. Penyempitan vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan hambatan aliran darah yang menyebabkan tejadinya hipertensi arterial yang membahayakan pembuluh darah karena gangguan aliran darah vasavasorum, sehingga terjadi hipoksia dan kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan dilepasnya Endothelin 1 yang merupakan vasokonstriktor kuat. Semua ini menyebabkan kebocoran antar sel endotel, sehingga unsur-unsur pembentukan darah seperti thrombosit dan fibrinogen tertimbun pada lapisan subendotel yang menyebabkan gangguan ke berbagai sistem organ. 9

Fungsi organ-organ lain Otak Pada hamil normal, perfusi serebral tidak berubah, namun pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah otak, penurunan perfusi dan suplai oksigen otak sampai 20%. Spasme menyebabkan hipertensi serebral, faktor penting terjadinya perdarahan otak dan kejang / eklampsia.4 Hati Terjadi peningkatan aktifitas enzim-enzim hati pada pre-eklampsia, yang berhubungan dengan beratnya penyakit.4

29

Ginjal Pada pre-eklampsia, arus darah efektif ginjal berkurang + 20%, filtrasi glomerulus berkurang + 30%. Pada kasus berat terjadi oligouria, uremia, sampai nekrosis tubular akut dan nekrosis korteks renalis. Ureum-kreatinin meningkat jauh di atas normal. Terjadi juga peningkatan pengeluaran protein (sindroma nefrotik pada kehamilan).4 Sirkulasi uterus , koriodesidua Perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada pre-eklampsia, dan merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. 1. Terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. 2. Hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. 3. Karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya bervariasi dari gangguan pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.4 VI. Penatalaksanaan Tujuan dasar dari penatalaksanaan preeklampsia adalah : 1. Terminasi kehamilan dengan kemungkinan setidaknya terdapat trauma pada ibu maupun janin 2. Kelahiran bayi yang dapat bertahan 3. Pemulihan kesehatan lengkap pada ibu Persalinan merupakan pengobatan untuk preeklampsia. Jika diketahui atau diperkirakan janin memiliki usia gestasi preterm, kecenderungannya adalah mempertahankan sementara janin di dalam uterus selama beberapa minggu untuk menurunkan risiko kematian neonatus. Khusus pada 30

penatalaksanaan

preeklampsia

berat

(PEB),

penanganan

terdiri

dari

penanganan aktif dan penanganan ekspektatif. Wanita hamil dengan PEB umumnya dilakukan persalinan tanpa ada penundaan. Pada beberapa tahun terakhir, sebuah pendekatan yang berbeda pada wanita dengan PEB mulai berubah. Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB antara lain adalah : - tirah baring - oksigen - kateter menetap - cairan intravena. Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun koloid dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis, insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini harus selalu diawasi. - Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan dosis 20 cc MgSO4 20% secara intravena loading dose dalam 4-5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 30 cc dalam 500 cc ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Magnesium sulfat ini diberikan dengan beberapa syarat, yaitu: - refleks patella normal - frekuensi respirasi >16x per menit - produksi urin dalam 4 jam sebelumnya >100cc atau 0.5 cc/kgBB/jam - disiapkannya kalsium glukonas 10% dalam 10 cc sebagai antidotum. Bila nantinya ditemukan gejala dan tanda intoksikasi maka kalsium glukonas tersebut diberikan dalam tiga menit.

31

- Antihipertensi Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastolik >110 mmHg. Pilihan antihipertensi yang dapat diberikan adalah nifedipin 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 10 mg dengan interval satu jam, dua jam, atau tiga jam sesuai kebutuhan. Penurunan tekanan darah pada PEB tidak boleh terlalu agresif yaitu tekanan darah diastol tidak kurang dari 90 mmHg atau maksimal 30%. Penggunaan nifedipin ini sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat, dan mudah mengatur dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik. - Kortikosteroid Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab 15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga mengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia.

32

BAB III HELLP SYNDROME

PENDAHULUAN Hemolisis, kelainan tes fungsi hati dan jumlah trombosit yang rendah sudah sejak lama dikenal sebagai komplikasi dari preeklampsi-eklampsi. Godlin menamakan sindrom ini EPH Gestosis tipe II. Singkatan HELLP pertama kali diperkenalkan oleh Weinsteint (1982) yang menjelaskan, bahwa mengalami : H EL LP : hemolisis, : elevated liver enzyme : tanda adanya disfungsi hepar : low patelet count : throbositopenia Sindroma HELLP, berarti preeclampsia - eclampsia yang

Permasalahan yang sering timbul pada sindroma ini baik pada diagnosis maupun dalam hal penatalaksanaan. Karena gejala dan tanda sindroma HELLP sangat bervariasi sehingga seringkali diagnosis ditegakkan saat penyakit sudah berada dalam stadium lanjut. Akibatnya morbiditas ibu lebih tinggi lagi. Morbiditas yang paling sering terjadi adalah penggunaan transfusi darah atau produk-produk darah. Disamping itu resiko terjadinya edema paru, consumptive coagulopathy , gagal ginjal, infark dan ruptur hepar serta gagal jantung paru sangat tinggi.

EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat. Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi (Tabel 1).

33

Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara. Penulis lain juga mempunyai observasi serupa (Mc Kenna, Dover dan Brame 1983, Thiagarajah dkk 1984, Weinstein 1985). Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ketiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu; di masa antepartum pada sekitar 69% pasien dan di masa postpartum pada sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum. Tabel 1. Faktor risiko Sindroma HELLP Multipara Usia ibu > 25 tahun Ras kulit putih Riwayat keluaran kehamilan yang jelek Preeklampsi Nullipara Usia ibu < 20 tahun atau > 40 tahun Riwayat keluarga preeklampsi Antenatal (ANC) yang minimal Diabetes Melitus Hipertensi Kronik Kehamilan multiple

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS Patogenesis Hellp syndrome masih belum jelas. Normalnya pada kehamilan terutama pada trimester III akan terjadi penurunan tekanan darah, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin dan volume darah meningkat. Pada PEB terjadi tekanan darah yang meningkat, sedang renin, angiotensin II, prostasiklin menurun. Prostasiklin menyebabkan penurunan vasokonstriksi, platelet agregation, uterine activity dan peningkatan utero-plasental blood flow. Sedang Tromboksan bekerja sebaliknya. Perubahan material-material diatas dianggap berperan untuk terjadinya Hellp sindrome. 34

Hemolisis mikroangiopati pertama kali dikemukakan tahun 1962 dan didefinisikan sebagai kelompok gangguan klinik dengan fragmentasi sel-sel darah merah dalam sirkulasi. Oleh Weinstein (1982) mengemukakan bahwa pada preeklampsia hemolisis terjadi akibat vasospasme pembuluh darah dan interaksi sel darah merah dengan sel endotel pembuluh darah yang abnormal atau mungkin juga oleh karena proses imun. Terjadinya reaksi peroksidase pada membran sel darah merah menyebabkan ketidakstabilan membran eritrosit dan perubahan ini menyebabkan eritrosit rentan untuk mengalami hemolisis. Kelainan membran ini terutama didapatkan pada penderita yang disertai kelainan hepar. Ada beberapa parameter laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya hemolisis mikroangiopati antara lain haptoglobin, LDH, bilirubin (semen dan urine), hemoglobin bebas, apusan darah tepi. Meskipun demikian pemeriksaan yang di anggap Gold standar belum ada. Diantara beberapa parameter ini, haptoglobin merupakan pemeriksaan yang paling sensitif untuk mengetahui secara dini adanya hemolisis mikroangiopati. Peningkatan enzim hati (alanin aminotrasferase, aspartat aminotransferase dan laktat dehidrogenase) terjadi karena adanya nekrosis parenkim dan perdarahan dalam sinusoid hepar. Terjadinya nekrosis dan perdarahan ini akibat tumpukan bahan yang menyerupai fibrin dalam sinusoid hepar sehingga terjadi obstruksi aliran darah. Jika perdarahan dan nekrosis dan nekrosis cukup berat akan terjadi infark atau pembentukan hematoma subkapsuler. Berapa nilai yang dianggap abnormal juga berbeda-beda. Weinstein yang pertama kali mempopulerkan istilah ini tidak menyebutkan kadar berapa yang dianggap abnormal. Menurut Goodlin dan Thiagarah, kadar SGOT yang dianggap abnormal bila nilai > 50 IU/L. Vandam dkk menggunakan nilai > 16 IU/L, Brazy dkk menggunakan nilai 50 IU/L dan sibai dan Aarnnoudse menggunakan nilai 72 IU/L sedangkan Martin dkk menggunakan kadar SGOT 40 IU/L dan SGPT 40 IU/L. Kadar LDH yang dianggap abnormal bervariasi antara 195 600 IU/L . Trombositopenia. Meskipun jarang berat, merupakan kelainan hematologis yang paling sering ditemukan pada penderita preeklampsia.. Disebut trombositopenia bila jumlah trombosit 150.000. Dan jika didapatkan trombositopenia 100.000 maka lambat atau cepat dapat masuk kedalam fulminant HELLP. Angka kejadian trombositopenia pada PEB sebesar 20%. Pathofisiologi terjadinya penurunan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia: 35

1. Meningkatnya pemakaian dan agregasi/aglutinasi diperifer 2. Aktivasi trombosit meningkat 3. Waktu hidup trombosit lebih pendek 4. Dan penurunan kadar prostasiklin (prostasiklin merupakan penghambat agregasi trombosit yang kuat). Oleh sebab itu beratnya trombositopenia menggambarkan derajat kerusakan sel endotel, agregasi trombosit, pemecahan/destruksi trombosit dan penumpukan mikrotrombus. Jumlah trombosit pada penderita preeklampsia merupakan indikator yang paling baik untuk melihat adanya komplikasi pada ibu, janin maupun neonatus. Jumlah trombosit yang < 150.000/ul merupakan periode transisi dan jumlah trombosit < 100.000/uL merupakan tanda bahwa penyakit cukup berat sehingga bila persalinan ditunda trombosit akan menurun menilai lebih rendah lagi. Penderita dengan jumlah trombosit 50.000/ul mempunyai risiko tinggi untuk mengalami perdarahan post partum, komplikasi perdarahan dari luka operasi atau luka episiotomi juga ada hubungannya dengan jumlah trombosit. Pemberian trannsfusi trombosit untuk tindakan profilaksis tidak menjamin bahwa komplikasi perdarahan post partum atau dari luka operasi akan menurun. Oleh karena itu adalah penting untuk untuk melakukan pengamatan jumlah trombosit pada penderita preeklampsia khususnya preeklampsia berat khususnya yang mendapatkan perawatan konservatif.

MANIFESTASI KLINIS Pasien sindrom HELLP dapat mempunyai gejala dan tanda yang sangat bervariasi, dari yang bernilai diagnostik sampai semua gejala dan tanda pada pasien preeklampsieklampsi yang tidak menderita sindrom HELLP. Sibai (1990) menyatakan bahwa pasien biasanya muncul dengan keluhan nyeri epigastrium atau nyeri perut kanan atas (90%), beberapa mengeluh mual dan muntah (50%), yang lain bergejala seperti infeksi virus. Sebagian besar pasien (90%) mempunyai riwayat malaise selama beberapa hari sebelum timbul tanda lain.

36

Dalam laporan Weinstein, mual dan/atau muntah dan nyeri epigastrium diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin intravaskuler. Pasien sindrom HELLP biasanya menunjukkan peningkatan berat badan yang bermakna dengan udem menyeluruh. Hal yang penting adalah bahwa hipertensi berat (sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg) tidak selalu ditemukan. Walaupun 66% dari 112 pasien pada penelitian Sibai dkk (1986) mempunyai tekanan darah diastolik 110 mmHg, 14,5% bertekanan darah diastolik 90 mmHg. Dalam laporan awal Weinstein (1952) atas 29 pasien, kurang dari setengah (13 pasien) mempunyai tekanan darah saat masuk rumah sakit 160/110 mmHg. Jadi sindrom HELLP dapat timbul dengan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnosis, dan dapat diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan seperti apendisitis, gastroenteritis, glomerulonefritis, pielonefritis dan hepatitis virus. Perlemakan hati akut (AFLP) jarang terjadi tapi potensial menjadi komplikasi yang fatal pada kehamilan trimester ketiga. Pada awalnya, perlemakan hati akut dalam kehamilan sukar dibedakan dari sindrom HELLP. Pasien AFLP mempunyai gejala khas berupa: mual, muntah, nyeri abdomen, dan ikterus. Sindrom HELLP dan AFLP keduanya ditandai dengan peningkatan tes fungsi hati, tapi pada sindrom HELLP peningkatannya cenderung lebih besar. PT dan PTT biasanya memanjang pada AFLP tapi normal pada sindrom HELLP (Tabel 2). Pemeriksaan mikroskopik hati merupakan tes diagnosis untuk menentukan AFLP. Panlobular microvesicular fatty change (steatosis) difus derajat rendah merupakan gambaran patognomonik AFLP. Penanganan AFLP meliputi pengakhiran kehamilan segera, atasi hiperglikemi atau koagulopati bila timbul. Tabel 2. Perbedaan hasil laboratorium AFLP dan sindrom HELLP AFLP Glukosa Asam urat Kreatinin Trombcsit Rendah Tinggi Tinggi Rendah atau normal HELLP Normal Tinggi Tinggi Rendah atau normal

37

Fibrinogen Waktu Prothrombin (PT) Waktu Parsial

Rendah Memanjang

Normal sampai meningkat Normal

Thromboplastin (PTT)

Memanjang

Normal

DIAGNOSIS Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. Di University of Tennessee, Memphis, digunakan nilai potong > 3 SD. (Tabel 3). Tabel 3. Kriteria diagnosis sindrom HELLP (University of Tennessee, Memphis) Hemolisis - Kelainan apusan darah tepi - Total bilirubin > 1,2 mg/dl - Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L Peningkatan fungsi hati - Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L - Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L Jumlah trombosit yang rendah - Hitung trombosit < 100.000/mm

38

WORK UP DAN EVALUASI Laboratorium. Pemeriksaan darah lengkap, faal homeostasis dan fungsi hati. Pencitraan : Thorax foto jika dicurigai edema paru, USG jika dicurigai ruptura hepar. Test khusus. a. Dopler USG dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hellp sindrome dengan cara mengukur pulsatil indeks (PI) dari a.hepatika komunis. PI kehamilan normal (24 36 mgg) adalah 1,17; pada preeklamsia PI : 1,63; sedang pada PE yang disertai hellp syndrome terjadi peningkatan berarti PI : 1,83. b. Haptoglobin. Merupakan protein plasma ( famili alfa 2 glikoprotein) yang dibuat dihepar. Molekulnya berbentuk tetramareik terdiri dari 2 alfa ringan dan 2 rantai beta berat dimana kedua rantai ini diikat oleh ikatan disulfida. Berfungsi untuk mencegah kehilangan hemoglobin melalui ginjal dan mempertahankan kadar besi dalam tubuh. Pada saat pemecahan eritrosit haptoglobin dalam plasma akan berikatan dengan hemoglobin bebas ( pada rantai alfa dan beta) sebagai suatu ikatan non kovalen yang irreversibel. Kemudian makrofag akan membawa ikatan hemoglobin-heptaglobin ke hepar untuk selanjutnya diuraikan dan besi (Fe) akan didaur ulang. Pemeriksaan secara serial haptoglobin dapat digunakan untuk mendeteksi dan memantau keadaan hemolisis. Bila didapatkan hasil yang menurun biasanya menunjukkan adanya anemia hemolitik. Konsentrasi yang rendah ditemukan pada keadaan-keadaan yang menyebabkan destruksi sel eritrosit seperti reaksi transfusi, penggunaan katup jantung, talasemia dan anemia sikle sel, penyakit hati yang berat dan kelainan kongenital (haptoglobinemia) kehamilan yang disertai hemolisis. Konsentrasi yang meningkat dapat terjadi pada fase akut suatu infeksi dan keganasan. Konsentrasi haptoglobin yang tinggi dapat menyingkirkan adanya hemolisis.

39

Temuan pathologis Erythrocyte : Terjadi kerusakan erythrocyte, mengalami fragmentasi dapat dilihat pada darah tepi. Thrombosit o Umur thrombosit normal : 8 10 hari. Pada preeclmpasia umur thrombosit menjadi : 5 8 hari. o Pada sindroma HELLP, umur thrombosit makin memendek, disertai peningkatan kerusakan thrombosit dan agregasi thrombosit pada lapisan sel endothel. o Kerusakan thrombosit akan, menghasilkan thromboxane,

vasokonstriktor kuat. Gangguan ginjal : o Sindroma HELLP dapat menimbulkan gangguan ginjal Kerusakan ginjal bervariasi dari sekedar kenaikan kreatinine serum sampai terjadi gagal ginjal akut yang reversible (acute tubular necrosis) maupun yang ireversibel (cortical necrosis) o Perubahan ginjal pada HELLP Syndrome adalah pembesaran glomerulus, pembengkakan adanya butir2 fibrin pada lapisan epithel, dan sel endothel, sehingga terjadi penyempitan

kapiler.glomenrulus DIAGNOSIS BANDING Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnostik pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi: - Perlemakan hati akut dalam kehamilan - Apendistis

40

- Gastroenteritis - Kolesistitis - Batu ginjal - Pielonefritis - Ulkus peptikum - Glomerulonefritis trombositopeni idiopatik - Trombositipeni purpura trombotik - Sindrom hemolitik uremia - Ensefalopati dengan berbagai etiologi - Sistemik lupus eritematosus (SLE)

Klasifikasi sindroma HELLP Berdasar kadar thrombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasi, menjadi : Klas 1 : thrombositopenia : 50.000/cc Klas 2 : > 50.000 100.000/cc Klas 3 : > 100.000 150.000/cc Disertai : hemolisis dan disfungsi hepar yaitu : LDH 600 IU/L, AST dan/atau ALT 40 IU/L PENATALAKSANAAN Pasien sindrom HELLP harus dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan tersier dan pada penanganan awal harus diterapi sama seperti pasien preeklampsi. Prioritas pertama adalah menilai dan menstabilkan kondisi ibu, khususnya kelainan pembekuan darah (Tabel 4).

41

Tabel 4. Penatalaksanaan sindrom HELLP pada umur kehamilan < 35 minggu (stabilisasi kondisi ibu) (Akhiri persalinan pada pasien sindrorn HELLP dengan umur kehamilan 35 minggu) 1. Menilai dan menstabilkan kondisi ibu a. Jika ada DIC, atasi koagulopati b. Profilaksis anti kejang dengan MgSO4 c. Terapi hipertensi berat d. Rujuk ke pusat kesehatan tersier e. Computerised tomography (CT scan) atau Ultrasonografi (USG) abdomen bila diduga hematoma subkapsular hati

2. Evaluasi kesejahteraan janin a. Non stress test/tes tanpa kontraksi (NST) b. Profil biofisik c. USG

3. Evaluasi kematangan paru janin jika umur kehamilan < 35 minggu a. Jika matur, segera akhiri kehamilan b. Jika immatur, beri kortikosteroid, lalu akhiri kehamilan

42

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan, edisi 3, Cetakan Kelima, J a k a r t a , Y a ya s a n B i n a P u s t a k a S a r w o n o P r a w i r o h a r d j o , 1999 : 281 300 2. Sudhaberata, Ketut. Penanganan Preeklampsia Berat dan E k l a m p s i a . U P F . I l m u K e b i d a n a n d a n P e n ya k i t K a n d u n g a n , Rumah Sakit Umum Tarakan Kalimantan Timur. Di unduh dari: http://www.sidenreng.com/2008/06/penanganan preeklampsia-berat-dan-eklampsia/. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010. 3. Cunningham FG, Gant F.G, et all, William Manual of Obstetrics, 21st Edition Boston, McGraw Hill, 2003 : 339 47. 4. Anonim. Preeklampsia Berat / Eklampsia. Di unduh dari : http://idmgarut.wordpress.com/2009/01/24/preeklampsia berateklamsia/. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010. 5. Subianto, Teguh. Prosedur Penatalaksanaan Pre -Eklampsia Berat. Di unduh dari: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/07/prosedur penatalaksanaan-pre-eklampsia.html Di akses pada tanggal 18 Mei 2010. 6. Anonim. Preeklampsia. Di unduh dari: http://www.klikdokter.com/illness/detail/24 . Di akses pada tanggal 18 Mei 2010. 7 . Anonim. Penanganan Preeklampsia Berat. Di unduh dari: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenangananPreeklampsiaBerat.pdf/1 0_PenangananPreeklampsiaBerat.html. Di akses pada tanggal 18 Mei 2010. 8 . Mochtar, Rustam, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, Jakarta, EGC, 2004 : 198 - 203.

43

Anda mungkin juga menyukai