Anda di halaman 1dari 33

3. ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT ______________________________________________________________________ 1. PERKEMBANGAN DAN ANOMALI SSP Patogenesis malformasi SSP belum sepenuhnya diketahui.

Perlu untuk mengerti tahap perkembangan SSP saat dimana anomali mungkin berkembang. Karena tahap perkembangan SSP memakan waktu panjang, sejak tahap awal pembentukan tabung neural hingga perinatal, kelainan organogenesis akan menyebabkan malformasi serebral yang sangat berragam. Kebanyakan anomali morfologis terjadi selama 8 minggu tahap embrionik. Secara umum semakin dini kelainan terjadi, makin berat malformasinya. Perkembangan normal diklasifikasikan kedalam empat tingkat, dan malformasi mungkin terjadi pada setiap tahap. Proses Induktif Primer (Tahap Pertama) Perubahan berikut hingga keenam: terjadi pada minggu gestasi kedua

1. Minggu kedua: Mesoderm menginduksi ektoderm sekitarnya membentuk pelat neural. 2. Minggu ketiga: Mesoderm menginduksi pelat neural untuk membentuk forebrain, dan entoderm foregut membentuk muka. Tepi lateral pelat neural membentuk lipatan neural yang bersatu kearah dorsal membentuk tabung neural. Kegagalan lipatan neural bersatu kearah dorsal berakibat disrafia dan menyebabkan anensefali, ensefalomeningosel dan meningosel, malformasi Arnold-Chiari dengan rakhiskhisis spinal, serta keadaan lain. 3. Minggu keempat: Gelembung prosensefalik, metensefalik, dan rombensefalik berkembang dari tabung neural. 4. Minggu kelima: Telensefalon dan diensefalon berkembang dari garis fusi dorsal dari prosensefalon. Telensefalon meluas kelateral membentuk hemisfer serebral. Kegagalan mesoderm berinteraksi dengan entoderm dan ektoderm mencegah ekspansi bilateral telensefalon serta formasi normal diensefalon. Konsekuensinya terbentuk holoprosensefali dan anomali fasial seperti siklopia, ethmosefali, sebosefali, bibir bercelah dan langit-langit bercelah. 5. Minggu keenam: Pelat komisural dibentuk sebelah medial dari telensefalon sebagai bentuk primitif dari korpus kalosum. Gangguan pembentukan pelat komisural berakibat agenesis korpus kalosum.

PERKEMBANGAN VENTRIKULOSISTERNAL (TAHAP KEDUA) Selama masa gestasi minggu ketujuh dan kedelapan terjadi: dapat

1. Minggu ketujuh: Pleksus khoroid tampak dan mulai mensekresikan CSS. Gangguan perkembangan rongga subarakhnoid pada tahap ini menimbulkan sista arakhnoid dan hidrosefalus komunikans. 2. Minggu kedelapan: Akhir kaudal ventrikel keempat bolong, dan CSS mempenetrasi leptomening primitif (entomening) untuk membentuk rongga subarakhnoid. Gangguan perkembangan pada tahap ini menyebabkan hidrosefalus dengan malformasi Arnold-Chiari dan hidrosefalus akibat stenosis akuaduktus. PROLIFERASI SEL (TAHAP KETIGA) Pada tahap ini sel yang tidak berdeferensiasi pada zona ependimal primitif yang membatasi sistem ventrikuler embrionik berproliferasi dan menjadi neuroblas. Gangguan proliferasi sel menimbulkan hipoplasia serebelar atau sista Dandy-Walker, dan proliferasi belebihan menimbulkan neurofibromatosis dari fibroblas perineural, sklerosis tuberosa dari astrosit, dan penyakit SturgeWeber dari sel endotelial. MIGRASI NEURONAL (TAHAP KEEMPAT) Pada tahap ini neuroblas bermigrasi kelateral untuk membentuk zona mantel, yang adalah bentuk primitif dari ganglia basalis. Neuron mengirim prosesusnya keluar untuk membentuk zona marginal miskin sel, yang adalah bentuk primitif substansi putih. 1. Minggu ketujuh: Neuroblas menjalani migrasi kedua melintas zona marginal membentuk pelat kortikal, yang adalah bentuk primitif substansi kelabu. Kegagalan migrasi sel simetris berakibat terjadinya hidransefali dan skhizensefali, atau porensefali. Kegagalan neuroblas mencapai lokasi terakhirnya menimbulkan heterotopia substansi kelabu. 2. Minggu keduapuluh: Pelat kortikal menebal membentuk sulsi primer. Gangguan membentuk sulsi menimbulkan lissensefali (tak adanya sulsi), mikrogiria (banyak sulsi kecil), dan makrogiria (berkurangnya jumlah sulsi). 3. Minggu keduapuluh empat hingga keempatpuluh: Berkembangnya sulsi sekunder. 4. Minggu ketigapuluh enam: Berkembangnya sulsi tertier.

Tabel 1-1. Perkembangan dan anomali SSP -------------------------------------------------------Minggu Normal Anomali -------------------------------------------------------Proses Induktif Primer 2 Pelat neural Anensefali 3 Tabung neural Disrafia: ensefalosel, mielomeningosel; malformasi Arnold-Chiari 4 3 gelembung sefalik: prosensefalik metensefalik rombensefalik 5 5 gelembung sefalik: Holoprosensefali; prosensefalon --? anomali fasial telensefalon diensefalon 6 Pelat komisural Agenesis korpus kallosum 7-8 Perkembangan Ventrikulosisternal Pleksus khoroid; Sista arakhnoid; perforasi ventrikel hidrosefalus keempat; komunikating; rongga subarakhnoid hidrosefalus akibat stenosis akuaduktus; hidrosefalus pada malformasi Arnold-Chiari Proliferasi Sel Proliferasi sel yang Hipoplasia serebeler atau tidak berdeferensisista Dandy-Walker; asi pada zona epenfakomatosis dimal primitif --? neuroblas

3-6

Migrasi Neural Zona mantel (bentuk Hidranensefali; primitif ganglia skhizensefali; basal); migrasi seporensefali; kunder neuroblas --? heterotopia substansi pelat kortikal kelabu (bentuk primitif substansi kelabu) 20 Sulsi primer Lissensefali; mikrogiria; makrogiria 24-40 Sulsi sekunder 36-60 Sulsi tertier 6-7

3. UKURAN KEPALA ABNORMAL Indikasi klinis pertama pada beberapa anomali SSP kongenital adalah ukuran kepala yang abnormal yang dijumpai saat periode neonatal atau bayi. Makrosefali adalah istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan ukuran kepala yang berlebihan, dan konvensi ini kita ikuti. Lebih tepat, makrokrania adalah istilah yang lebih umum untuk kelainan pertambahan ukuran tengkorak. Makrosefali biasanya dibatasi sebagai lingkaran kepala yang melebihi dua deviasi standar diatas rata-rata; mikrosefali bila lingkaran kepala lebih dari dua deviasi standar dibawah rata-rata. PATOGENESIS MIKROSEFALI Mikrosefali diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, sesuai penyebabnya: 1. Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor genetik. Mikrosefali genetik ini termasuk mikrosefali familial dan mikrosefali akibat aberasi khromosom. 2. Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur (kraniosinostosis). Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk kepala abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada anomali serebral yang jelas. 3. Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mikrosefali sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intrauterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella, sifilis, toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi, hipotensi sistemik maternal, insufisiensi plasental; anoksia; penyakit sistemik maternal seperti diabetes mellitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria; dan kelainan perinatal serta pascanatal seperti asfiksia, infeksi, trauma, kelainan jantung kronik, serta kelainan paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini berhubungan dengan retardasi mental dalam berbagai tingkat. PATOGENESIS MAKROSEFALI Kebanyakan pembesaran kepala disebabkan oleh peninggian TIK, konsekuensinya makrosefali mungkin memerlukan tindakan. Makrosefali diklasifikasikan berdasar etiologi kedalam: 1. Kelainan aliran CSS dan kelainan rongga CSS. Akumulasi CSS abnormal akibat kelainan aliran CSS mungkin menimbulkan peninggian TIK. Hidrosefalus adalah contoh khas kelainan aliran CSS. Disgenesis parenkhim otak atau hilangnya parenkhim otak yang telah berkembang sebelumnya bisa mengakibatkan terbentuknya rongga CSS yang abnormal. Bila keadaan ini bersamaan dengan gangguan sirkulasi CSS dan sebagai akibat pembesaran rongga tersebut, terjadi makrosefali. 2. Lesi massa intrakranial. Sesuai lokasinya, lesi ini

diklasifikasikan sebagai ekstraserebral atau intraserebral. Pada yang pertama, lesi ditemukan paling sering sebagai penimbunan cairan subdural, seperti hematoma subdural, efusi subdural, higroma subdural dan hidroma subdural, serta sista arakhnoid. Lesi massa intraserebral termasuk tumor otak dan abses otak. 3. Penambahan volume otak. Penambahan volume parenkhim otak disebut megalensefali. Lesi ini berbeda dari edema otak, dimana yang bertambah adalah volume air otak. Megalensefali biasanya tidak merupakan kandidat untuk operasi bedah saraf. Ada dua jenis: megalensefali anatomik, disebabkan pertambahan ukuran dan jumlah neuron, serta megalensefali metabolik, disebabkan akumulasi metabolit abnormal sekitar neuron akibat kelainan otak intrinsik. Kebanyakan megalensefali metabolik adalah dominan autosom dan ditemukan pada akhondroplasia, neurofibromatosis, sklerosis tuberosa, serta keadaan lain yang serupa. Biasanya normotensif dan memperlihatkan perkembangan yang normal. Pada keadaan yang jarang mungkin bersamaan dengan gigantisme, dwarfisme, pseudohermafroditisme pria, dan hipoparatiroidisme-hipoadrenokortisisme. Megalensefali metabolik disebabkan oleh kelainan penimbunan seperti gangliosidosis, mukopolisakharidosis, sulfatidosis, sindroma Hurler, dan sindroma Hunter. Kebanyakan hipertensif dan memperlihatkan perjalanan perkembangan yang retrogresif. Edema otak dapat disebabkan oleh intoksikasi, kelainan endokrin, galaktosemia, dan keadaan lainnya. Pseudotumor serebri, atau hipertensi intrakranial jinak, terhindar dari edema otak dengan sebab yang tak diketahui. Sistema ventrikel kolaps akibat peninggian volume air parenkhim otak. Keadaan ini kadang-kadang memerlukan operasi dekompresi. 4. Penebalan abnormal tengkorak. Pada keadaan yang jarang, pembesaran kepala mungkin disebabkan penebalan kranium akibat anemia, displasia kranioskeletal dan sejenisnya. PEMERIKSAAN PASIEN DENGAN MAKROSEFALI Pembesaran kepala pertanda lesi intrakranial. Hidrosefalus dan penumpukan cairan subdural adalah kelainan penyebab utama. Jarang keadaan ini disebabkan megalensefali, yang tampak pada fakomatosis dan terutama pada neurofibromatosis. Inspeksi Pengukuran Lingkar Kepala Serial. Aspek terpenting dari pemeriksaan kasus yang diduga makrosefali. Bila diduga suatu megalensefali familial, bila perlu lingkar kepala keluarga diukur. Bila lingkar kepala lebih dari dua deviasi standar diatas rata-rata, anomali kongenital intrakranial dapat diketahui secara dini dengan bantuan CT scan sebelum

lesi menyebabkan perubahan otak yang irreversibel. Jangan sampai melakukan misdiagnosis pertumbuhan kepala yang "catch-up" pada bayi prematur sebagai hidrosefalus. Lingkar kepala harus diinterpretasikan bersama dengan pengukuran lingkar dada, berat badan, tinggi, dll. Lingkar kepala mendekati lingkar dada pada bayi. Tabel 3-1. Lingkar Kepala Standar Anak Laki-laki* -----------------------------------------------------Usia Lingkar Kepala (sm) ------------------------------- *LK anak perempuan usia Saat lahir 35 lebih dari 3 bulan le3 bulan 40 bih kecil 1 sm dari a9 bulan 45 nak laki-laki. 4 tahun 50 2 SD = 1 inci (2.5 sm) ------------------------------------------------------Tabel 3-2. Jenis Makrokrania ------------------------------------------------------Kepala besar dengan fontanel menonjol Hidrosefalus Penimbunan cairan subdural Tumor intrakranial Edema otak Megalensefali metabolik Kepala membesar dengan fontanel cekung Penimbunan cairan subdural Hidrosefalus tekanan normal Porensefali Tumor basal Megalensefali anatomik -------------------------------------------------------Bentuk Tengkorak. Kelainan bentuk tengkorak adalah temuan penting akan kemungkinan lesi intrakranial. Lesi massa mungkin terletak dekat pembengkakan lokal tengkorak. Sista arakhnoid fossa media menyebabkan penonjolan skuama temporal. Penonjolan sering ditemukan pada lesi sistik fossa posterior. Penonjolan parietal bisa tampak pada porensefali dan penumpukan cairan subdural. Penonjolan frontal biasa tampak pada hidrosefalus. Pada stenosis akuaduktal, fossa posterior cenderung menjadi kecil. Tegangan scalp. Scalp menjadi berkilau bila TIK meninggi serta vena scalp berdilatasi. Strabismus. Salah satu tanda dari peninggian TIK. Fenomena Setting Sun. Sering tampak pada hidrosefalus. Disangka akibat tekanan pada pelat kuadrigeminal oleh resesus suprapineal ventrikel ketiga yang mengalami dilatasi. Postur Opistotonik. Bayi dengan hipertensi intrakranial yang nyata sering memperlihatkan postur ini, dan sering dengan tangisan serebral ('high-pitched'). Kegagalan Untuk Tumbuh. Bayi dengan peninggian TIK tak

dapat makan dengan baik dan tidak tumbuh, karena tah dan malnutrisi. Palpasi

mun-

Fontanel Menonjol. Diagnosis klinik kepala yang membesar diarahkan kepada apakah terdapat peninggian TIK. Karena penonjolan fontanel adalah pertanda peninggian TIK pada bayi, pemeriksaan fontanel anterior sangat penting pada neonatus dan bayi. Kepala yang besar dengan penonjolan fontanel, atau makrosefali hipertensif, adalah indikasi untuk dekompresi dengan shunting pada kebanyakan kasus. Hematoma subdural kronis, hidrosefalus tekanan normal, tumor basal, dan sejenisnya tak selalu menyebabkan penonjolan fontanel. Fontanel bayi normal adalah datar atau sedikit cekung dan berdenyut, namun bayi normal dapat memperlihatkan penonjolan fontanel saat menangis atau berbaring. Karenanya fontanel harus dipalpasi saat bayi duduk dan tenang. Sutura Melebar ('Split'). Sutura bayi mudah berpisah pada peninggian TIK. Setelah operasi pintas, sutura menjadi tumpang-tindih dan fontanel anterior menjadi cekung. Auskultasi. Anak normal dan hidrosefalus, bruit yang lemah normalnya dapat didengar. Pada aneurisma vena Galen, bruit kranial yang jelas sering terdengar. Perkusi. Pada kasus penimbunan abnormal cairan, perkusi kepala mengakibatkan suara resonan abnormal (tanda MacEwen). Transiluminasi. Kepala bayi normal memperlihatkan halo kurang dari satu jari. Halo lebih jelas pada regio frontal dan pada bayi prematur. Lesi intrakranial dan ekstrakranial yang menyebabkan transiluminasi positif bisa dilihat pada tabel. Setiap temuan transiluminasi dapat dilihat pada semua regio pada hidranensefali dan secara lokal pada porensefali. Pada sista Dandy-Walker, fossa poterior mungkin memperlihatkan efek transiluminasi. Walau tidak setiap efek terjadi pada hidrosefalus, ia mungkin tampak pada kasus hidrosefalus yang berat dimana terbentuk mantel setipis kertas. Tabel 3-3. Lesi dengan Transiluminasi Positif -------------------------------------------------------Lesi Ekstrakranial Edema Scalp Koleksi cairan subgaleal Lesi intrakranial Lesi ekstraserebral Koleksi cairan subdural Sista arakhnoid Lesi intraserebral Hidranensefali Porensefali Hidrosefalus berat Sista Dandy-Walker --------------------------------------------------------

TINDAKAN DIAGNOSTIK PADA PEMBESARAN KEPALA Rontgenografi Tengkorak Bahkan pada era CT scan, foto tengkorak polos sering memberikan informasi penting. Rontgenografi dapat menampilkan: (1) bentuk tengkorak, penonjolan serta penipisan lokal, serta ukuran fossa posterior; (2) peninggian TIK; dan (3) kalsifikasi abnormal serta dugaan fraktura tengkorak. Tap Subdural Mungkin dilakukan untuk diagnostik dan terapeutik. Biasanya dilakukan pada sudut lateral fontanel anterior pada garis sutura koronal. Hati-hati untuk tidak memutar jarum setelah insersi keruang subdural, dan tidak untuk mengisap cairan. Volume cairan yang diambil melalui satu tap ditentukan oleh tegangan fontanel anterior. Aspirasi dilakukan hingga fontanel menjadi lembut dan datar. Aspirasi volume besar cairan bisa mengakibatkan anemia dan hipoproteinemia. Pemeriksaan Dengan Udara Invasif dan tak dapat dilakukan tanpa menyebabkan perubahan mendadak keseimbangan tekanan CSS. Karenanya CT scan menggantikannya, dan sangat jarang dilakukan. Angiografi Serebral CT scan mempunyai keterbatasan kegunaan dalam mendiagnosis anomali serebrovaskuler. Diagnosis pasti didapat dengan angiografi serebral. Angiografi karotid dilakukan untuk lesi pada kompartemen supratentorial, dan angiografi vertebral untuk lesi dikompartemen infratentorial. Pemeriksaan empat pembuluh bisa dilakukan dengan satu kateter cara Seldinger. Tabel 3-4. Diagnosis CT dari Ukuran Kepala Abnormal ------------------------------------------------------Makrokrania Pembesaran kepala dengan dilatasi ruang CSS Hidrosefalus Sista arakhnoid Porensefali Hidranensefali Sista Dandy-walker Holoprosensefali Agenesis korpus kallosum

Sista diensefalik Malformasi Arnold-Chiari Malformasi vena Galen Koleksi cairan subdural Pembesaran kepala tanpa dilatasi ruang CSS Lesi intrakranial Lesi massa ekstraserebral Lesi massa intraserebral Penambahan volume otak Megalensefali Edema otak Lesi kranial Lesi ekstrakranial Mikrosefali Kepala kecil dengan dilatasi ruang CSS Atrofi serebral Kepala kecil tanpa dilatasi ruang CSS Mikrosefali primer ------------------------------------------------------DIAGNOSIS CT DARI UKURAN KEPALA YANG ABNORMAL CT scan harus dilakukan pada penilaian ukuran kepala abnormal. Ruang CSS mudah diperiksa dari CT scan. Diagnosis CT makrosefali berdasar pada dilatasi, deformasi, atau deviasi rongga CSS. Pembesaran kepala mungkin diklasifikasikan kedalam dua kelompok berdasar ukuran ventrikel (Tabel). Klasifikasi pertama adalah pembesaran kepala dengan dilatasi ventrikuler disebabkan gangguan sirkulasi CSS. Bentuk dilatasi ventrikel bermacam tergantung tempat obstruksi dan karenanya memberikan kriteria untuk diagnosis indirek dari lokasi. Kategori kedua adalah pembesaran kepala tanpa dilatasi ventrikuler. Pada megalensefali, CT scan biasanya tidak memperlihatkan dilatasi ventrikel walau makrosefali. Pada leukodistrofi, substansi putih densitas rendah yang simetris dan luas dapat dilihat pada hemisfer serebral. Megalensefali atau hidrosefalus mungkin tampak pada akhondroplasia dan khas dengan stenosis yang jelas dari foramina jugular dan bulbus jugular dengan akibat peninggian tekanan vena intrakranial. Dalam mendiagnosis lesi massa, perhatian harus diberikan tidak saja terhadap temuan langsung pada lesi massa, namun juga perubahan pada tengkorak, edema fokal, obstruksi ruang CSS sekitarnya, dan pergeseran struktur garis tengah. Bila mikrosefali bersamaan dengan dilatasi ventrikel, barangkali atrofi serebral. Pada tiadanya dilatasi ruang CSS, kraniosinostosis mungkin ditemui dan tengkorak serta sutura harus diperiksa. Dilatasi ventrikel tidak selalu tampak pada mikrosefali primer.

4. HIDROSEFALUS KONGENITAL Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan ruang subarakhnoid. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sistema ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal. Peninggian TIK harus dibedakan dari peninggian tekanan intraventrikuler. Beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian TIK, namun tidak perlu menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Juga, dilatasi ventrikuler tidak selalu berarti hidrosefalus dan juga tampak pada atrofi serebral. Hidrosefalus adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh tiga faktor: (1) peninggian tekanan intraventrikuler, (2) penambahan volume CSS, dan (3) dilatasi rongga CSS. Hidrosefalus internal menyebabkan peninggian tekanan intraventrikuler dan pembesaran sistem ventrikuler. Mantel serebral terregang dan menipis. Sentrum oval, talamus dan ganglia basal tertekan. Akson kortikospinal dan kortikotalamik tertekan dan terregang, serta mielinasinya terganggu. Giri hemisfer serebral mendatar, dan vaskulatur serebral terregang. Septum pelusidum menjadi tipis, seperti juga vault dan dasar tengkorak. Rongga subarakhnoid serta sisterna diluar hemisfer serebral berdilatasi, umumnya dengan tidak mengindahkan jenis dari hidrosefalus. Nekrosis subependimal serta edema akibat pendataran dan robeknya lapisan ependimal, serta pembesaran ruang ekstraseluler, dapat dilihat pada mikroskop elektron. Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler, volume CSS, dan ukuran ventrikel menimbulkan kelainan berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel, separasi sutura, tanda MacEwen positif, fenomena setting sun, scalp yang mengkilap, dilatasi vena scalp, strabismus konvergen atau divergen, tangis yang high pitched, postur opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang. Gejala klinik ini biasanya tampak pada hidrosefalus progresif cepat. Mereka dapat terjadi bersamaan atau bergantian. Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ringan, hanya perubahan ringan pada sutura, fontanel, scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada hidrosefalus yang berkembang lambat, gejala mungkin tidak tampil hingga pasien mulai berjalan, dimana keadaan ini dibuktikan dengan langkah berdasar-lebar, para paresis, hemianopia bitemporal, dan retardasi mental. Pada hidrosefalus infantil, hidrosefalus primer atau idiopatik sangat lebih banyak dari hidrosefalus sekunder. Gejala mungkin tampak dini pada kehidupan intrauterin atau terlambat, beberapa bulan setelah lahir. Gejala mungkin tampak tiba-tiba (hidrosefalus akuta), atau perlahan-lahan (hidrosefalus kronika). Insidens hidrosefalus kongenital sekitar delapan per 10.000 ke-

lahiran. Hidrosefalus terjadi pada tiga per 100 anak yang lahir dari orangtua yang memiliki anak mielomeningosel. Penyebab hidrosefalus kongenital pada kebanyakan kasus tidak diketahui (hidrosefalus idiopatik). Kekecualian hanya pada hidrosefalus herediter yang sex linked, disebabkan oleh stenosis akuaduktal. Jenis hidrosefalus ini merupakan kurang dari tiga persen dari hidrosefalus kongenital. Bila anak pertama diperkirakan memiliki hidrosefalus primer, diperlukan konseling genetika. Bila anak kedua dipastikan laki-laki dari amniosentesis, aborsi harus dipikirkan. Hidrosefalus mungkin disebabkan oleh satu dari tiga faktor: (1) produksi CSS yang berlebihan, (2) obstruksi jalur CSS, dan (3) gangguan absorpsi CSS. Hidrosefalus sekunder sering disebabkan oleh kelainan berikut: (1) hematoma subdural, (2) tumor intraventrikuler, (3) tumor para sellar, (4) tumor fossa posterior, (5) cedera kranioserebral, (6) infeksi leptomeningeal, (7) perdarahan subarakhnoid, (8) karsinomatosis atau sarkomatosis mening, dan (9) toksoplasmosis. DIAGNOSIS HIDROSEFALUS Penyebab obstruksi Kebanyakan hidrosefalus kongenital adalah hidrosefalus primer atau idiopatik. Hidrosefalus mungkin disebabkan lesi massa yang tak terperkirakan, seperti tumor dan sista. Karenanya harus hati-hati untuk tidak saja menentukan tempat obstruksi, namun juga untuk menentukan penyebab obstruksi dalam mendiagnosis hidrosefalus. Hipersekresi CSS diketahui sebagai penyebab hidrosefalus pada papiloma pleksus khoroid, namun perdarahan perlahan berkala juga dipikir sebagai kemungkinan mekanisme obstruksi daerah absorpsi. Menetapkan Tempat Obstruksi Jalur CSS CT scan secara tepat menggambarkan struktur intrakranial, terutama ruang CSS, dan tak mungkin dihindarkan untuk mendiagnosis hidrosefalus. Penilaian tempat obstruksi dengan CT scan berdasar pada titik transisi dari ruang CSS yang berdilatasi dan yang tidak. Kebanyakan kasus hidrosefalus disebabkan oleh obstruksi jalur CSS (hidrosefalus obstruktiva). Ada dua jenis obstruksi jalur CSS: obstruksi intraventrikuler (hidrosefalus obstruktif intraventrikuler atau nonkomunikans) dan obstruksi ekstraventrikuler (hidrosefalus obstruktif intraventrikuler atau komunikans). Secara umum dilatasi ventrikuler lebih jelas pada obstruksi intraventrikuler dibanding obstruksi ekstraventrikuler. Kebanyakan keadaan berikut adalah didapat dibanding kongenital, namun pengetahuan mengenainya diperlu-

kan untuk mengerti sepenuhnya tentang hidrosefalus dan untuk diagnosis diferensial. Pada banyak kasus bentuk didapat dapat dikenal dan bentuk kongenital karenanya tersingkirkan. Hidrosefalus Obstruktiva Intraventrikuler Pada dilatasi monoventrikuler, obstruksi foramina Monro (atresia satu foramina Monro) berakibat dilatasi unilateral dari ventrikel lateral pada sisi yang obstruksi dan menyebabkan hidrosefalus unilateral atau asimetrikal. Bila terjadi dilatasi biventrikuler, obstruksi kedua foramina Monro atau ventrikel ketiga menyebabkan hidrosefalus simetrikal. Pada dilatasi triventrikuler, obstruksi akuaduktus (stenosis akuaduktus) menyebabkan dilatasi ventrikel lateral dan ventrikel ketiga. Ventrikel keempat biasanya normal dalam ukuran dan lokasinya. Pada dilatasi tetraventrikuler, atau panventrikuler, obstruksi outlet ventrikel keempat (atresia foramina Luschka dan Magendie) menyebabkan dilatasi semua bagian sistema ventrikuler, terutama ventrikel keempat (transformasi sistik ventrikel keempat, atau sista Dandy-Walker). Hidrosefalus Obstruktiva Ekstraventrikuler Obstruksi ekstraventrikuler biasanya menyebabkan dilatasi sistem ventrikuler dan rongga subarakhnoid proksimal dari daerah obstruksi. Jenis umum obstruksi ini adalah blok insisural, blok sisterna basal, blok konveksitas, dan blok ruang CSS distal. Blok granulasi arakhnoid mungkin berakibat dilatasi semua rongga CSS. Hidrosefalus Konstriktiva Pada malformasi Chiari jenis II, yang tampak pada pasien dengan mielomeningosel, hindbrain yang tergeser kebawah mungkin tertambat pada sambungan kraniovertebral dan fossa posterior yang kecil mungkin mengalami obstruksi secara anatomi. Konsekuensinya, hidrosefalus mungkin terjadi karena gangguan sirkulasi CSS sekitar hindbrain. Pada keadaan ini ventrikel keempat memperlihatkan pergeseran kebawah dan tak dapat diidentifikasi pada posisi normal. Ventrikel keempat sering ditemukan dalam kanal servikal. Prognosis Hidrosefalus Kongenital Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan oleh ada atau tidaknya anomali yang menyertai. Hidrosefalus simpel, dimana tidak ada malformasi lain yang menyertai, mempunyai prognosis lebih

baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus komplikata). Prognosis hidrosefalus komplikata ditentukan oleh jenis dan derajat anomali yang menyertai. Diagnosis spesifik anomali tertentu yang bersamaan dengan hidrosefalus diperlukan untuk menentukan prognosis. Anomali yang biasa bersamaan dengan hidrosefalus diantaranya porensefali, agenesis korpus kalosum, displasia lobar, hidranensefali, displasia tentorial, malformasi Chiari, sista Dandy-Walker, holoprosensefali, sista arakhnoid, dan aneurisma vena Galen. Anak dengan hidrosefalus simpel diharap dapat berkembang normal bila operasi pintas dilakukan dalam tiga bulan pertama kehidupan. Diagnosis Diferensial Tampilan CT scan dari hidrosefalus simpel yang berat serupa dengan hidranensefali, porensefali berat, hematoma subdural bilateral berat, holoprosensefali, dan keadaan serupa lainnya. Hidrosefalus simpel adalah kelainan yang dapat ditindak, bahkan bila berat dan mempunyai mantel serebral setipis kertas. Sebaliknya temuan CT scan serupa dengan hidrosefalus ini tak dapat ditindak, dan biasanya bukan kandidat untuk tindakan bedah. Karenanya diagnosis diferensial sangat penting untuk prognosis dan terapeutik. Untuk diagnosis pasti hidrosefalus, dan untuk membedakan dari hidranensefali dan higroma subdural bilateral masif, diperlukan angiografi serebral, bahkan setelah adanya CT scan. STENOSIS AKUADUKTAL Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; stenosis kongenital sejati adalah sangat jarang. Russell mengklasifikasikan stenosis akuaduktal kedalam empat kelompok berdasar temuan histologis: (1) gliosis, (2) forking, (3) stenosis simpel, dan (4) pembentukan septum. Stenosis atau penyempitan akuaduktal terjadi pada duapertiga kasus hidrosefalus kongenital dan sepertiganya malformasi Chiari jenis II, dan dianggap sebagai penyebab utama hidrosefalus. Akhir-akhir ini diduga bahwa stenosis akuaduktal bukan penyebab, tapi akibat dari hidrosefalus. Saat hidrosefalus berkembang, ventrikel lateral berdilatasi dan terjadi edema substansi putih periventrikuler. Akibatnya tekanan akan mengenai pelat kuadrigeminal dan bisa terjadi obstruksi akuaduktus. Menurut teori ini stenosis akuaduktus adalah obstruksi fungsional, bukan anatomis. Pada kasus dimana hidrosefalus komunikans berkembang menjadi stenosis akuaduktal, dilatasi ringan hingga sedang dari ventrikel keempat mungkin tampak sebagai tambahan terhadap dilatasi triventrikuler. Oklusi baik akuaduktus maupun jalan keluar ventrikel keempat akibat infeksi

bisa menyebabkan dilatasi triventrikuler dan obstruksi ventrikel keempat ('hidrosefalus kompartemen ganda'). Stenosis akuaduktus harus dibedakan dari glioma periakuaduktal. Pada kejadian yang jarang, diagnosis diferensial masing-masing kelainan bisa tidak mungkin bahkan dengan CT scan. Secara klinis perbaikan klinis yang nyata sebagai akibat shunting biasanya tak dapat diharapkan pada stenosis tumoral, berbeda dengan stenosis non tumoral. DILATASI VENTRIKULER PADA HIDROSEFALUS Tekanan Denyut CSS Endoventrikuler Pada hidrosefalus sistem ventrikuler berdilatasi progresif sebagai akibat akumulasi berlebihan dari CSS pada ventrikel dan menambah hipertensi intraventrikuler. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa dilatasi ventrikuler dapat disebabkan oleh tekanan denyut CSS beramplituda tinggi, bahkan disaat tekanan CSS ratarata normal. Tekanan denyut CSS biasanya dibangkitkan oleh pleksus khoroid dan diredam oleh struktur sekitar ventrikel dan drainase vena. Karenanya pada oklusi sinus vena utama, dilatasi ventrikel mungkin disebabkan oleh gangguan absorpsi CSS yang tergantung-tekanan pada villi arakhnoid dan oleh peninggian tekanan denyut CSS endoventrikuler. Pada keadaan ini ventrikel bisa berdilatasi tanpa obstruksi anatomis dari jalur CSS. Hidrosefalus infantil dengan sutura melebar dan penonjolan fontanel biasanya berakibat pembesaran ventrikel yang lebih hebat dibanding hidrosefalus dewasa, temuan yang dijelaskan oleh distensibilitas yang lebih besar dari dinding ventrikuler. Setelah penutupan sutura, struktur kranioserebral sekitar ventrikel menjadi kaku. Pada pasien dengan sinostosis sutura multipel, ventrikel mungkin tidak berdilatasi walau terdapat peninggian TIK. Ekspansi Diferensial Ventrikel Lateral Seperti telah dijelaskan, jenis dilatasi ventrikel terbukti tergantung pada daerah obstruksi. Umumnya derajat dilatasi ventrikel lateral lebih besar pada stenosis akuaduktus dibanding hidrosefalus komunikan. Ventrikel lateral tidak biasanya berdilatasi secara uniform pada hidrosefalus. Tanduk oksipital cenderung berdilatasi melebihi tanduk frontal. Ekspansi yang tidak seimbang ini terutama akibat terbatasnya ekspansi substansi kelabu ganglia basal dan talami sekitar tanduk dan badan frontal, dimana struktur yang membatasi atria dan tanduk oksipital adalah substansi putih dan mungkin membesar lebih luas. Pada beberapa kasus ventrikel lateral membesar seimbang, atau tanduk frontal lebih dari tanduk oksipital. Perbedaan dilatasi ventri-

kel tergantung perbedaan distensibilitas bagian dinding ventrikuler. Bila kerusakan otak fokal terjadi pada lobus frontal, tanduk frontal mungkin berdilatasi sangat melebihi tanduk oksipital. Pembesaran Ventrikel pada Hidrosefalus dan Atrofi Serebral Walau hidrosefalus dapat didiferensiasi dari atrofi serebral dengan perbedaan tekanan ventrikuler, atrofi serebral mungkin memperlihatkan dilatasi ventrikuler pada CT scan serupa hidrosefalus. Pada hidrosefalus dapat dilihat penumpulan atau pembundaran sudut lateral tanduk frontal, ventrikel lateral bertambah ukurannya secara simetris, dan tanduk temporal berdilatasi sesuai. Pembesaran tidak simetris ventrikel lateral dan secara lebih jarang dilatasi tanduk temporal biasa ditemukan pada atrofi serebral. Ventrikulosubarakhnoidostomi Spontan Pada hidrosefalus berat akibat stenosis akuaduktal, tanduk oksipital ventrikel lateral berdilatasi hebat dan membentuk divertikulum atau sista porensefalik. Titik lemah ventrikel ini akhirnya ruptur dan berhubungan dengan ruang subarakhnoid (ventrikulosubarakhnoidostomi spontan atau ventrikulosisternostomi). Hidrosefalus mungkin dikompensasi oleh hubungan tersebut. Tempat yang umum untuk ruptur adalah titik yang lemah secara kongenital seperti dinding arterial inferomedial, resesus suprapineal, dan lamina terminalis. Rekonstruksi Pasca Operasi Pintas terhadap Mantel Serebral Ventrikel biasanya menjadi normal ukurannya sesuai dengan waktu setelah operasi pintas, bahkan disaat ventrikel jelas berdilatasi dan mantel serebralnya setipis kertas. Rekonstruksi mantel serebral dikira sebagai akibat pengurangan edema substansi putih serta astrositosis reaktif. Perbaikan klinis setelah shunting bukan karena regenerasi neuron, namun oleh perbaikan fungsional neuron yang tersisa. Asimetri Ventrikel Lateral Pasca Operasi Pintas Asimetri ventrikel lateral biasa ditemukan pada hidrosefalus pasca shunting, dimana satu ventrikel lebih kecil dari lainnya. Pada keadaan ini sistema shunt CSS dalam satu ventrikel lateral meredam amplituda tekanan denyut CSS endoventrikuler, berakibat ketidaksetangkupan.

Lusensi Periventrikuler Lusensi periventrikuler (PVL) tampak pada CT scan hidrosefalus sekunder dan kongenital. Edema periventrikuler jauh lebih jarang pada hidrosefalus kongenital dibanding yang sekunder. PVL dikira akibat edema periventrikuler dan hilang segera setelah operasi pintas, bersama dengan pengurangan ukuran ventrikuler. PVL biasanya paling berat didekat sudut superolateral tanduk frontal. Secara klinis, PVL paling sering berhubungan dengan hidrosefalus akuta dan subakuta dengan tekanan intraventrikuler yang tinggi. Pada hidrosefalus kronik kompensata, PVL minimal. Sebagai patokan, PVL hanya ditemukan pada pembesaran ventrikel yang sedang, dan pada kasus pembesaran asimetris ia cenderung terjadi pada sisi dengan ventrikel yang lebih besar. Jarang PVL ditemukan pada kasus tanpa pembesaran ventrikel, seperti pada epilepsi infantil. Tampilan densitas linear normal pada CT scan menunjukkan densitas sesuai dengan dinding ventrikel lateral, diikuti densitas yang relatif uniform yang menunjukkan substansi putih periventrikuler. Pada tahap akut hidrosefalus primer atau sekunder, terjadi penurunan derajat CT didalam substansi putih periventrikuler didekat dinding ventrikel dan dinding ventrikel tak dapat dikenal. Baru-baru ini DiChiro melaporkan tampilan densitas untuk hidrosefalus dan leukoensefalopati. Ia mengklasifikasikan pola tampilan kedalam empat kelompok. Perbedaan pada kemungkinan PVL pada tampilan densitas linear mungkin dijelaskan oleh perbedaan mekanisme peninggian kandung air pada hidrosefalus akuta dan kronika. Karena rekonstruksi lapisan ependimal mungkin terjadi serta air pada substansi putih mungkin akhirnya diabsorpsi kealiran darah melalui pembuluh kecil, PVL mungkin minimal pada hidrosefalus kronika. Pada tahap akut hidrosefalus, akumulasi cairan yang berlebihan disubstansi putih periventrikuler, disebabkan perubahan jelas permeabilitas ependimal sekunder terhadap peninggian tekanan intraventrikuler. Perubahan ini biasanya paling jelas pada sudut superolateral tanduk frontal ventrikel lateral. Pemeriksaan mikroskop cahaya pada daerah ini menunjukkan perubahan seperti bunga-karang serta edema distruktur subependimal pada anjing dengan hidrosefalus akuta. Pada mikroskop elektron, perubahan ini diidentifikasi sebagai peninggian ruang ekstraseluler dalam struktura subependimal, dan tampaknya sesuai dengan temuan PVL pada CT scan eksperimental. Dari ventrikulografi metrizamida pada anjing dengan hidrosefalus, dijumpai juga blushing serebral pada CT scan. Fenomena ini menunjukkan tempat keluarnya CSS transependimal. Ia lebih jelas pada area periventrikuler tanduk frontal dibanding substansi putih periventrikuler lainnya. Pada pemeriksaan dengan penguatan

kontras, substansi putih yang memiliki PVL cenderung tidak berubah. Ini mungkin akibat perfusi darah yang rendah pada substansi putih periventrikuler karena kandung air yang tinggi pada ruang ekstraseluler, atau oleh tekanan jaringan yang tinggi akibat dari peninggian tekanan pada ventrikel dan perubahan vaskuler disubstansia putih periventrikuler. Selain itu daerah didekat sudut superolateral tanduk frontal memperlihatkan predileksi untuk infarksi serebral. Pada beberapa kasus hidrosefalus, terutama pada hidrosefalus infantil, PVL tak teramati, mungkin karena peninggian tekanan intrakranial dikompensasi oleh pelebaran sutura. Pada dewasa dengan hidrosefalus, PVL mungkin juga tidak ada bila tekanan intrakranial dikompensasi oleh mekanisme tertentu. PVL pada hidrosefalus hipertensif atau tekanan normal adalah tanda peninggian tekanan intraventrikuler yang terjadi atau telah terjadi. PVL pada hidrosefalus mungkin suatu temuan CT scan yang berguna untuk menentukan keberhasilan yang baik dari operasi pintas. Hal yang jarang terjadi, PVL ditemukan pada kasus tanpa dilatasi ventrikuler, seperti pada kelainan bangkitan neonatal atau infantil. Ini dipercaya diakibatkan oleh lesi substansia putih periventrikuler akibat asfiksia intrauterin atau perinatal, kelainan perfusi substansia putih karena hipotensi maternal atau insufisiensi plasental, atau sebab lain. Leukomalasia infantil periventrikuler dipikirkian sebagai ensefalopati hipoksik-iskemik, dan patogenesisnya berhubungan dengan kelainan perfusi substansia putih pada zona perbatasan arterial. Jadi penelitian patogenesis menunjukkan bahwa ada dua mekanisme utama yang berperan untuk menampilkan PVL pada CT scan. Pertama adalah pergeseran air dari ventrikel karena disrupsi ependimal pada sudut superolateral tanduk frontal, yang terancam terhadap tekanan. PVL dikira sebagai tanda hipertensi intraventrikuler yang sedang atau telah berlangsung serta reversibel. Mekanisme kedua adalah leukoensefalopatia pada zona perbatasan arterial dekat tanduk frontal, yang terancam atas keadaan hipoksik-iskemik. Dua jenis PVL ini harus didiferensiasi. HIDROSEFALUS TEKANAN - NORMAL Sesuai konvensi, sindroma hidrosefalik termasuk tanda dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang besar dengan penonjolan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan peninggian TIK. Diketahui bahwa kavum veli interpositi atau kavum vergae bisa menyebabkan hidrosefalus. Hubungan hidrosefalus nonhipertensif dengan kavum veli interpositi belum pernah dilaporkan. Secara klinis pasien biasanya tampil dengan kepala yang membesar dengan fontanel cekung, gagal untuk tumbuh serta terlambat untuk berkembang. Pemeriksaan neororadiologis memperli-

hatkan pembesaran ventrikel bersamaan dengan kavum veli interpositi pada kebanyakan kasus. Sisterna basal mungkin berdilatasi, namun tak ada atrofi kortikal. HIDROSEFALUS DAN EFUSI SUBDURAL Tak biasa ditemukan kasus dimana hematoma (efusi) subdural bersamaan dengan hidrosefalus internal serta biasanya progresif. Sering bila kedua kelainan bersamaan, keadaan patologi yang satu menjadi penyulit bagi yang lainnya. Setiap kasus diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama, tergantung kelainan yang mana yang muncul pertama: (1) kasus dimana hidrosefalus mengikuti hematoma subdural dan (2) kasus dimana hidrosefalus mendahului, dan kemudian dipersulit oleh hematoma subdural yang sebabnya tidak diketahui. Pada kasus jenis pertama, hematoma subdural atau efusi subdural mengobstruksi jalur CSS subarakhnoid dan menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gangguan absorpsi leptomening berperan kausatif yang nyata pada hidrosefalus komunikans sekunder. Kelainan diatas termasuk hematoma subdural, perdarahan subarakhnoid, meningitis, dan inflamasi leptomeningeal akibat operasi intrakranial, cedera kranioserebral, dan karsinomatosis atau sarkomatosis mening. Lesi ini tak hanya mengobstruksi jalur subarakhnoid, menimbulkan hidrosefalus komunikans, namun juga sering bertanggung-jawab atas efusi subdural. Inflamasi akut pada daerah yang luas dari leptomening, menyebabkan fibrosis atau gliosis, yang akhirnya mengganggu absorpsi CSS leptomeningovaskuller dan pada saat yang sama menyebabkan pakhimeningitis yang hemoragik, yang akan menimbulkan efusi subdural. Keadaan ini sering setelah pengangkatan hematoma, dan dikira terjadi bila hematomanya sudah terinfeksi. Tak ada regimen yang dapat diterima untuk mengatasi hematoma (efusi) subdural dan hidrosefalus yang terjadi bersamaan, namun perlu menindak kedua kelainan ini secara bersamaan pada beberapa kasus. Dengan kata lain, kombinasi drainase ventrikuler dan cairan subdural mungkin diperlukan. Pada beberapa kasus yang diikuti operasi pintas, shunt mungkin ditutup transien atau bahkan diangkat untuk mengatasi hematoma (efusi) subdural, selanjutnya shunt direkonstruksi. Bila infeksi belum diobati atau berulang, terapi antibiotik dan drainase ventrikuler eksternal diperlukan. Perlu untuk menghilangkan tekanan yang berasal dari cairan subdural dan hipertensi intraventrikuler terhadap parenkhima otak. Tabel 4-1. Klasifikasi Hematoma (Efusi) Subdural dan Hidrosefalus ------------------------------------------------------Hidrosefalus mengikuti hematoma (efusi) subdural Hidrosefalus mengikuti hematoma subdural Hidrosefalus mengikuti efusi subdural Hematoma (efusi) subdural mengikuti hidrosefalus

Hematoma (efusi) subdural pasca pintas akibat disproporsi kranioserebral Efusi subdural meningitik primer atau pasca pintas Efusi subdural sebagai komplikasi ensefalografi udara untuk hematoma atau cedera kepala Fistula ventrikulosubdural spontan ------------------------------------------------------OPERASI PINTAS UNTUK HIDROSEFALUS Hidrosefalus internal ditindak dengan tiga cara: (1) menurunkan produksi CSS, (2) memintas obstruksi CSS didalam ventrikel, dan (3) mengalirkan CSS dari sistema ventrikulosubarakhnoid keruang tubuh lain, dimana CSS dapat diabsorpsi. Berbagai jenis shunt digunakan, namun hanya dua, ventrikulovenosa dan ventrikuloperitoneal yang dipakai saat ini. Pada pintas ventrikulovenosa, komplikasi vaskuler seperti trombosis vena kava asenden dan vena jugular internal, sepsis, dan endokarditis bakterial, sering dijumpai. Pada pintas ventrikuloperitoneal, komplikasi abdominal seperti peritonitis tahap ringan mekanikal atau bakterial, ileus paralitik, dan sista yang lokuler, sering terjadi. Karena pintas ventrikuloperitoneal tak mengharuskan untuk menginsersikan ujung distal shunt ke sistema vena, maka tindakan ini sangat sederhana, dan revisinya mudah, maka ia menjadi sangat populer dikalangan ahli bedah-saraf. Penelitian histologis terhadap hidrosefalus eksperimental memperlihatkan bahwa disrupsi lembar ependimal dan edema periventrikuler terjadi segera, diikuti degenerasi aksonal dan disintegrasi atau disrupsi mielin sekunder terhadap degenerasi aksonal. Perubahan ini akhirnya menjadi gliosis. Pada tahap ini, kerusakan otak biasanya irreversibel. Karenanya operasi pintas untuk hidrosefalus harus dilakukan segera, sebelum terjadi kerusakan otak yang irreversibel. Operasi pintas harus dilakukan dalam tiga bulan sejak lahir. Kandidat yang terbaik untuk operrasi pintas adalah hidrosefalus simpel, dimana tidak berhubungan dengan defek anatomis dan tidak ditemukan kerusakan otak. KOMPLIKASI PASCA OPERASI PINTAS PADA HIDROSEFALUS Ada beberapa komplikasi pasca operasi pintas pada rosefalus. Disfungsi Shunt Adalah komplikasi utama operasi pintas pada hidrosefalus. CT scan adalah paling dapat dipercaya untuk menilai fungsi shunt. Ventrikel yang berkurang ukurannya setelah operasi pintas biasanya berdilatasi lagi bila shunt gagal berfungsi. Perubahan yang tidak jelas dari hid-

ukuran ventrikel menyulitkan dalam menilai tanpa CT scan ulang, terutama bila malfungsi shunt terjadi pada kasus surgically arrested hydrocephalus yang telah berlangsung lama. Malfungsi shunt harus didiagnosa baik dengan CT scan maupun gejala klinis. Walau gejala malfungsi shunt bermacam, namun cenderung untuk stereotip pada setiap pasien. Contohnya pasien tertentu bisa menunjukkan tanda Parinaud disaat kegagalan shunt, bahkan bila CT scan tidak menunjukkan bukti disfungsi shunt. Keadaan yang jarang, pasien dengan hidrosefalus pasca operasi pintas tidak memperlihatkan gejala peninggian TIK karena malfungsi shunt dan dilatasi ringan hingga sedang tampak pada CT scan. Hidrosefalus mungkin dikompensasi pada keadaan ini (shunt-independent arrested hydrocephalus). Revisi shunt harus dipikirkan betul-betul pada setiap kasus. Infeksi Shunt Adalah komplikasi utama yang terjadi setelah operasi pintas pada hidrosefalus dan penyebab tersering dari kegagalan shunt. Pengontrolan TIK adalah masalah serius saat shunt terinfeksi. Insidens infeksi shunt adalah delapan persen. Ventrikulitis atau meningitis karena infeksi shunt yang terjadi segera atau kemudian menunjukkan prognosis yang buruk untuk fungsi otak. Stafilokokus epidermidis adalah paling sering dapat diisolasi dari kulit saat operasi yang mempunyai potensi patogen. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh S. epidermidis dan S. aureus. Saat ini tidak ada cara khusus yang memuaskan terhadap shunt yang terinfeksi. Kebanyakan ahli bedah-saraf menganggap pentingnya pengangkatan sistema shunt yang terinfeksi. Dua cara yang umum diterima untuk tindakan adalah: (1) pengangkatan shunt yang terinfeksi dan insersi segera shunt yang baru dan (2) pengangkatan shunt yang terinfeksi dan memulai drainase ventrikuler eksternal, diikuti reinsersi shunt yang baru setelah infeksi teratasi. Pembentukan septum didalam ventrikel akibat ependimitis adalah komplikasi yang serius. Drainase CSS yang sempurna menjadi sangat sulit karena ventrikel yang menjadi multilokuler. Disproporsi Kranioserebral Pengurangan ukuran ventrikel pasca pintas menyebabkan pembentukan ruang mati antara kalvarium yang meluas dan permukaan konveksitas serebral, yang biasanya diisi CSS. Ruang ini dibentuk oleh disproporsi kranioserebral, akan berkurang dengan waktu, karena penutupan sutura dan fontanel serta pertumbuhan otak yang progresif. Bila shunting dilakukan setelah pertumbuhan otak hampir maksimal dan ukuran kepala tidak berkurang de-

ngan penyempitan sutura dan fontanel, hematoma subdural masif bisa terjadi setelah operasi pintas. Hematomaoma subdural pasca pintas biasanya kecil dan biasanya hilang tanpa tindakan. Pada keadaan yang jarang, ia bisa meluas. Hematoma subdural yang dipacu oleh shunting bisa mengalami kalsifikasi. Ventrikel yang Slitlike Seraya jumlah revisi shunt akan berkurang dengan waktu, ventrikel menjadi kecil secara abnormal dan pasien menjadi mudah mengalami dekompensasi atas peninggian TIK yang ringan saat terjadi malfungsi shunt (shunt dependency). Malfungsi shunt pada anak dengan ketergantungan terhadap shunt dengan ventrikel yang slitlike adalah komplikasi yang serius dan mungkin menjadi keadaan yang berbahaya. Ventrikel yang slitlike tidak menunjukkan pembesaran yang nyata, karena pengurangan distensibilitas dinding ventrikel disebabkan oleh fibrosis subependimal. CT scan biasanya tidak membantu dalam mendiagnosis malfungsi shunt pada kasus ini. Reinsersi ujung proksimal dari shunt pada posisi yang tepat menjadi sangat sulit. Perdarahan intraventrikuler akibat pengangkatan ujung proksimal yang tersumbat dan tap berulang mungkin menyebabkan hemiplegia, letargi, dan keadaan lainnya. Tak ada pengelolaan yang memuaskan saat ini terhadap ventrikel yang slitlike. Konversi katup shunt dari tekanan medium ke tinggi saat revisi elektif dan dekompresi subtemporal pada saat malfungsi mungkin sangat bermanfaat. Ventrikel Keempat yang Terisolasi Ventrikel keempat biasanya tetap berdilatasi, dengan sistema ventrikuler proksimal dari akuaduktus menjadi kolaps. Isolasi ventrikel keempat ini dikira akibat obstruksi inflamatori akuaduktus dan saluran keluar ventrikel keempat. Drainase CSS hanya dari kompartemen supratentorial, yang mana terjadi pada hidrosefalus kompartemen ganda, mungkin mengandung risiko herniasi keatas yang mendadak dari vermis sebelah atas melalui insisura tentorii. Pada keadaan ini dekompresi ventrikel keempat yang terisolasi, baik oleh insersi shunt yang lain keventrikel keempat (shunt ganda) atau dengan membuka ventrikel keempat yang terjebak, diutamakan. Kraniosinostosis Pasca Operasi Pintas Setelah shunting, lingkar kepala biasanya berkurang untuk beberapa bulan, hingga pertumbuhan otak mengisi ruang mati akibat disproporsi kranioserebral. Bila shunting dilakukan sebelum pertumbuhan otak maksimal, penutupan sutura prematur, terutama sinostosis sagittal dan penebalan kalvarium, bisa terjadi, namun sangat jarang.

12. TUMOR OTAK KONGENITAL Tumor kongenital SSP sering terjadi, bersama dengan tumor ovarium dan mediastinum. Walau banyak tumor otak kongenital menampilkan gejala hanya pada akhir kehidupan, ia berkembang dari kesalahan peletakan kongenital atau perkembangan jaringan yang abnormal. Tumor otak kongenital tumbuh perlahan dan relatif jinak pada kebanyakan kasus. Namun bisa mengancam hidup, bila tumbuh dilokasi tertentu. Kata kongenital berasal dari istilah lati congenitus ('lahir bersama') dan berarti "hadir pada saat lahir dan biasanya sudah ada sejak sebelum lahir". Diagnosis klinis tumor otak kongenital tidak selalu sederhana. Tiga kelompok berikut secara umum dimasukkan pada klasifikasi tumor otak kongenital: 1. Tumor yang menghadirkan gejala saat lahir atau selama periode neonatal (tumor kongenital yang 'verified'). 2. Tumor yang menghadirkan gejala dan didiagnosis saat kehamilan (tumor kongenital yang 'probable'). 3. Tumor yang didiagnosis setelah bayi dengan onset gejala selama bayi (tumor kongenital yang 'possible'). Beberapa peneliti menekankan usia saat diagnosis, lainnya onset gejala, sebagai kriteria mendiagnosis tumor otak kongenital. Mekanisme perkembangannya belum jelas pada beberapa tumor yang berasal prenatal. Konsekuensinya ahli neuropatologi berbeda mengklasifikasikan tumor otak kongenital secara berbeda. Epidermoid, dermoid, dan teratoma secara luas dianggap sebagai tumor otak kongenital. Klasifikasi berdasar karakteristiknya dapat dilihat pada tabel. TUMOR EMBRIONIK Tumor embrionik berasal dari sel yang dipindahkan secara embriologi dan terdiri dari epidermoid, dermoid, dan teratoma. Tumor ini memiliki hubungan histologis yang erat satu dengan lainnya. Epidermoid tidak mengandung rambut. Teratoma mungkin mengandung berbagai jaringan dan sisa organ. Epidermoid dan Dermoid Epidermoid merupakan lima persen tumor SSP dan umumnya tampak pada usia antara 20 dan 60 tahun. Istilah pearly tumor dan kholesteatoma adalah sinonim dengan epidermoid. Daerah predileksi adalah aksis serebrospinal. Epidermoid intrakranial sering terjadi disudut serebelopontin, regio supraseller, dan lobus temporal. Ia bisa juga terjadi diregio pineal, ventrikel keempat, dan ka-

nal spinal. Karena tingkat pertumbuhannya hampir sama seperti sel normal, epidermoid mungkin bukan neoplasma sejati. Dermoid tidak sesering epidermoid dan terjadi insidentil pada inklusi elemen epitelial. Ditemukan lebih sering pada pria. Tak ada daerah predileksi spesifik. Dermoid pada diploe tengkorak lebih sering pada anakanak. Dermoid bisa mengandung kelenjar keringat, sebasea, dan apokrin sebagai tambahan terhadap rambut. Epidermoid dan dermoid dibedakan secara histologis namun sulit secara rontgenologis. Foto polos tengkorak epidermoid supraseller sering memperlihatkan pembesaran sella dalam berbagai tingkat. Kalsifikasi kapsul mungkin tampak diregio supraseller. Tomogram sella bernilai dalam mendeteksi jumlah yang sedikit dari kalsifikasi. Angiografi memperlihatkan massa avaskuler dengan tanpa ada gambaran yang karakteristik. Pemeriksaan dengan udara memperlihatkan massa multilobuler dengan permukaan licin. Tumor intraventrikuler mempunyai tampilan klasik 'filigree', 'cauliflower'. Tumor intraventrikuler lainnya mungkin memiliki penampilan serupa. CT scan biasanya memperlihatkan massa densitas rendah, namun massa tersebut mungkin berdensitas tinggi, terutama bila difossa posterior. Epidermoid tidak diperkuat oleh kontras, namun dermoid mungkin diperkuat oleh media kontras. Epidermoid dan dermoid mungkin mengalami kalsifikasi. Ini diperlihatkan sebagai massa yang padat pada kejadian yang jarang. Tabel 12-1. Klasifikasi Tumor Otak Kongenital ------------------------------------------------------1. Tumor embrionik a. Epidermoid b. Dermoid c. Teratoma 2. Tumor germinal a. Germinoma b. Karsinoma embrional c. Khoriokarsinoma d. Teratoma 3. Tumor neuroblastik a. Medulloblastoma b. Neuroblastoma c. Retinoblastoma 4. Tumor berhubungan dengan jaringan sisa embrional a. Kraniofaringioma b. Khordoma 5. Tumor dipengaruhi faktor genetik a. Sklerosis tuberosa (penyakit Bourneville) b. Neurofibromatosis (penyakit von Recklinghausen) c. Angiomatosis sistemik SSP dan mata (penyakit von Hippel-Lindau) d. Angiomatosis ensefalotrigeminal (penyakit Sturge-Weber)

6. Sista koloid ventrikel ketiga 7. Heterotopia dan hamartoma 8. Lipoma 9. Tumor vaskuler: hemangioblastoma -----------------------------------------------------Epidermoid supraseller harus dibedakan dengan kraniofaringioma sistika. Epidermoid sudut serebelopontin harus dibedakan dengan neurinoma akustik, meningioma, aneurisma, dan malformasi arteriovenosa difossa posterior. Meningitis berulang karena sebab yang tidak diketahui pada anak-anak mencurigakan adanya epidermoid disudut serebelopontin. Epidermoid dan dermoid kebanyakan dapat diangkat intrakapsuler. Teratoma Teratoma SSP jarang dan merupakan setengah persen dari tumor intrakranial. Kebanyakan teratoma intrakranial terjadi diregio pineal, dan sisanya diregio supraseller atau ventrikel keempat. Mungkin terjadi di cord spinal. Teratoma tampak pada semua kelompok usia, dari neonatal hingga usia lanjut. Mungkin berhubungan dengan malformasi lainnya. Pembentukan sista sering terlihat. Konsistensi tumor tergantung isinya, seperti tulang, kartilago, rambut, dan gigi. Gejala klinis yamg khas teratoma supraseller dan germinoma adalah (1) diabetes insipidus, (2) hipofungsi lobus inferior hipofisis, dan (3) defek lapang pandang. Atrofi optik primer tampak kadang-kadang pada teratoma supraseller. Tumor pineal memperlihatkan separasi sutura akibat hidrrosefalus pada foto tengkorak pada sekitar setengah kasus, kalsifikasi pada sepertiga, dan perubahan seller pada 15 persen. Bila kalsifikasi regio pineal tampak pada anak dibawah usia 10, kemungkinan tumor pineal, paling mungkin teratoma atau germinoma, harus diingat. Teratoma supraseller sering memperlihatkan perubahan seller pada foto polos tengkorak. Tanda peninggian TIK akibat hidrosefalus lebih sering dari pada germinoma supraseller. Temuan ini mungkin berkaitan dengan perbedaan histologis antara kedua tumor: teratoma padat, sedang germinoma infiltratif. Teratoma supraseller mungkin berkalsifikasi. Teratoma dari angiografi memperlihatkan massa avaskuler. Blush vaskuler halus mungkin tampak pada fase arterial. Teratoma pada ventrikel lateral mungkin vaskuler, sering infiltratif dan mungkin mengandung tulang. Ventrikulografi biasanya memperlihatkan defek pengisian pada bagian posterior ventrikel ketiga pada tumor pineal. Pneumoensefalografi memperlihatkan defek pengisian pada lantai ventrikel ketiga pada teratoma supraseller dan germinoma. Sisterna supraseller dan interpedunkuler terobstruksi pada kebanyakan teratoma,

namun obstruksi tak lengkap ditemukan pada germinoma. CT scan sering memperlihatkan massa dengan densitas rendah atau heterogen. Membedakan teratoma dari germinoma relatif sederhana berdasarkan temuan CT scan. Pengangkatan tumor adalah tindakan terpilih untuk teratoma. Terapi radiasi setelah operasi dilakukan bila jaringan karsinoma, khriokarsinoma, dan germinoma ditemukan pada tumor. TOMOR GERMINAL Germinoma Germinoma adalah tumor sel germinal berasal dari sel totipotensial. Germinoma disebut teratoma "atipikal" untuk membedakannya dari teratoma. Germinoma secara histologis memperlihatkan pola dua-sel dan radiosensitif. Cenderung untuk menyebar melalui CSS. Germinoma predominan terjadi pada regio pineal dan supraseller dan sering terjadi pada orang Jepang. Germinoma pineal sering pada pria dan menampilkan gejala sampai usia 30 tahun. Gejala disebabkan kompresi tumor pada akuaduktus, dan infiltrasi atau kompresi pelat kuadrigeminal. Pubertas prekoks jarang tampak. Mekanisme perkembangannya belum pasti, namun menghilangnya melatonin dan penekanan hipotalamus secara luas diterima sebagai hipotesis. Germinoma supraseller atau 'pinealoma ektopik' memberikan gejala khas terdiri dari diabetes insipidus, gangguan visual, dan hopopituitarisme. Tak ada perbedaan seks dijumpai pada germinoma supraseller. Foto polos tengkorak biasanya memperlihatkan tidak adanya perubahan. Angiografi serebral tidak berguna dalam mendiagnosis germinoma. Pemeriksaan udara serta ventrikulografi memperlihatkan defek pengisian irreguler pada lantai atau setengah belakang ventrikel ketiga. Bila germinoma meluas dari regio pineal ke regio hipotalamik, tumor garis tengah ganda bisa tampak pada pemeriksaan udara. Pemeriksaan sitologis CSS serta radioimmunoassay dari antigen spesifik-tumor membantu dalam mendiagnosis germinoma. Bila kadar alfa feto protein tinggi pada CSS, teratoma, terutama teratoma maligna, harus sangat diduga. Tabel 12-2. Diagnosis Tumor Sel Germinal Dengan Antigen Spesifik Tumor ------------------------------------------------------AFP HCG CEA ------------------------------------------------------Germinoma (-) (+) (-) Khorioepitelioma (-) (++) (-) Tumor kantung yolk (++) (+) (-) Karsinoma embrional (+) (+) (-)

Teratoma matur (-) (-) (+) ------------------------------------------------------Angiografi serebral memperlihatkan massa avaskuler. CT scan umumnya massa homogen berdensitas tinggi yang menguat dengan injeksi kontras. Penyebaran periventrikuler kadang-kadang disaksikan. Germinoma supraseller harus dibedakan dari kraniofaringioma, glioma saraf optik, glioma hipotalamik, dan teratoma. Germinoma pineal harus dibedakan dari teratoma, pineositoma, hemangioperisitoma, epidermoid, dan karsinoma embrional. Diagnosis diferensial germinoma dan teratoma jinak penting sebagai pegangan terapeutik. Germinoma radiosensitif, dan densitas tumor biasanya tak tampak lagi pada CT scan setelah iradiasi 1.000 rad. Pintas CSS dan radioterapi merupakan tindakan terpilih pada germinoma. Teratoma jinak harus ditindak secara bedah, dan kemungkinan penyembuhannya sangat besar setelah pengangkatan total. /-------- sel germinal ---------/ | | ! ! germinoma sel totipotensial (seminoma atau | disgerminoma) ! * karsinoma embrional | | | ! | ! * khorioepitelioma | * tumor kantung (khoriokarsinoma) | yolk | (tumor sinus | endodermal) | /-------!--------/ | | | ! ! ! endodermal mesodermal ektodermal | | | ! ! ! teratoma matur (teratoma berdiferensiasi baik) Skema 12-1. Klasifikasi Tumor Sel Germinal (asteris menunjukkan teratoma ganas) TUMOR NEUROBLASTIK Medulloblastoma Medulloblastoma terjadi semata-mata pada serebelum. Pengenalan sel primitifnya tak terlalu jelas. Lapisan

granuler eksternal serebelum dikira sebagai asal tumor. Medulloblastoma terjadi hingga usia 20 tahun dan jarang terjadi pada dewasa. Kejadian pada neonatus pernah dilaporkan. Kejadian pada laki-laki sedikit lebih sering. Gejala klinis terdiri dari peninggian TIK dan gangguan fungsi serebeler. Temuan histologis khas adalah nuklei hiperkromatik, angular dan bentuk wortel. Roset Homer-Wright jarang tampak, menunjukkan genotip neuroblastik. Tumor yang mengandung elemen mesenkhimal seperti kolagen atau retikulin bisa tampak pada permukaan hemisfer serebeler pada anak yang lebih besar. Tumor demikian bisa disebut sebagai sarkoma serebeler arakhnoidal berbatas tegas atau medulloblastoma desmoplastik. Prognosis biasanya lebih baik dari jenis klasik. Diseminasi tumor ketulang dan nodus limfe servikal terkadang terjadi, juga penyebaran keruang subarakhnoid spinal. Karenanya temuan sitologis CSS membantu dalam mendiagnosis medulloblastoma. Metastase sistemik telah dilaporkan. Foto polos tengkorak memperlihatkan separasi tengkorak akibat hidrosefalus. Ukuran dan perluasan tumor sulit ditentukan melalui angiografi vertebral saja, karena arteria serebeler anterior inferior dan posterior bervariasi perjalanannya. Medulloblastoma didiagnosis melalui kombinasi angiografi vertebral serta ventrikulografi sebelum diperkenalkannya CT scan. CT scan memperlihatkan massa homogen dengan densitas tinggi sedang yang menguat dengan injeksi kontras. Biasanya terletak keluar dari garis tengah dan biasanya sistik. Biasanya disertai hidrosefalus, karena ventrikel keempat terobstruksi oleh tumor. Kalsifikasi pada tumor jarang. Medulloblastoma pada anak harus didiferensiasi dari ependimoma dan astrositoma padat. Medulloblastoma pada dewasa harus didiferensiasi dengan hemangioblastoma dan metastasis. Ependimoma cenderung untuk berkalsifikasi lebih sering dibanding medulloblastoma. Medulloblastoma adalah radiosensitif, dan radioterapi adalah efektif. Eksisi radikal tumor diikuti radioterapi adalah tindakan terpilih untuk medulloblastoma. Dilaporkan 5-year survival ratenya 56 persen dan 10year survival ratenya 42 persen. Retardasi pertumbuhan adalah komplikasi dari iradiasi spinal. Metastasis melalui pintas ventrikuloperitoneal mungkin terjadi. Terapi multimodalitas diperlukan untuk medulloblastoma. CT scan kontrol pasca bedah berguna mendeteksi rekurensi lokal tumor dan penyebaran melalui jalur CSS. Hukum Collin bisa diterapkan untuk periode dengan risiko rekurensi dari tumor. Terdapat kemungkinan perubahan distrofik mengikuti kalsifikasi. TUMOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN JARINGAN SISA EMBRIONAL

Kraniofaringioma Kraniofaringioma adalah tumor yang berkembang dari inklusi duktus kraniofaringeal dan merupakan lima persen dari tumor intrakranial. Lebih dari setengah tumor terjadi pada anak dan remaja. Jarang, terjadi pada neonatus. Kraniofaringioma adalah tumor supretentorial tersering pada anak-anak. Kebanyakan tomor adalah sistik dan berisi berbagai kandungan dari kristal kolesterol. Dinding tumor mengandung berbagai kandungan kalsium. Tumor biasanya berbatas tegas namun terkadang juga terjadi infiltrasi kejaringan otak sekitar atau pembentukan gliosis padat. Jarang terjadi perluasan kelateral atau inferior. Telah dilaporkan perbedaan klinis dan patologis antara anak-anak dan dewasa. Sista celah Rathke adalah tumor yang jarang dan sulit didiferensiasikan dengan kraniofaringioma. Temuan histologis yang khas pada sista celah Rathke adalah bahwa sista dibatasi lapisan tunggal epitel bersilia dan sel goblet. Namun epitel skuamosa berlapis terkadang dijumpai pada tumor ini, yang menyerupai jenis sel skuamosa kraniofaringioma. Ini mungkin merupakan jenis transisional antara kraniofaringioma dan sista celah Rathke. Temuan yang umum pada foto polos tengkorak pada kraniofaringioma adalah splitting sutura (30 %), perubahan seller (80 %), dan kalsifikasi (80 %). Pneumoensefalografi sekarang jarang dilakukan, namun mungkin berguna dalam mendiagnosis tumor kecil disisterna supraseller yang tidak menggeser ventrikel dan pembuluh. Angiografi serebral bernilai dalam menilai perluasan tumor. Angiogram karotid dan vertebral bilateral diperlukan prabedah bila pengangkatan total tumor direncanakan. CT scan dapat memperlihatkan kalsifikasi tumor yang tak dapat disaksikan pada foto polos dan memungkinkan diferensiasi kraniofaringioma solid dan sistik. Kalsium terkandung pada tumor solid atau dinding sista dan diperlihatkan sebagai bagian tumor yang dense pada CT scan. Tumor sistik tampil sebagai massa densitas rendah, dan dinding sista biasanya diperkuat oleh injeksi kontras. Tampilan yang tak biasa terkadang dijumpai. Tindakan ideal untuk kraniofaringioma adalah ekstirpasi total tumor. Bila ekstirpasi total berdasar ukuran, lokasi, dan perluasan tumor, serta korelasinya dengan jaringan sekitar, tidak mungkin untuk dilakukan, tindakan operatif dibatasi pada pengangkatan tumor subtotal, diikuti radioterapi untuk mencegah rekurensi tumor. Bila tumornya sistik, pengaliran cairan sista diikuti insersi selang kedalam sista untuk mengalirkan cairan yang mengalami reakumulasi kereservoar subkutan diregio temporal, sepanjang dengan radioterapi, mungkin merupakan tindakan terpilih. Tube yang menuju sista bila perlu dapat digunakan untuk menyuntikkan medium kontras, radioisotop, atau agen khemoterapeutik. Pada ke-

banyakan kasus interval drainase memanjang secara progresif dan secara simultan terjadi penurunan jumlah pengaliran pada tiap kalinya. Bahkan adakalanya pengaliran dari reservoar akhirnya menjadi tidak perlu. Bila eksisi radikal tidak mungkin, radioterapi menunjukkan keuntungan tambahan dalam mencegah rekurensi tumor. Radioterapi tetap kontroversial, namun mungkin mengurangi ukuran tumor. Efek radioterapi adalah dengan tidak adanya penggantian dengan bahaya yang potensial seperti nekrosis radiasi, vaskulopati yang diinduksi radiasi, dan tumor otak yang diinduksi radiasi. Radioterapi dipercaya efektif dalam mengurangi reakumulasi cairan sista dan memperbaiki prognosis. Bila pengangkatan tumor tidak lengkap, rekurensi terjadi lebih cepat pada pasien yang lebih muda. Retardasi pertumbuhan pada kasus pediatrik tetap merupakan masalah yang harus dipecahkan. Khordoma Sering terjadi sepanjang skeleton aksial, karena berasal dari notokhord. Tumor pada sinkhondrosis sfeno-oksipital klivus merupakan 40 persen dari khordoma, sisanya terjadi sepanjang tulang belakang servikal, toraks, lumbar, dan sakral dengan rasio 5:1:1:20. Tumor jarang didiagnosis selama usia kanak-kanak dan sering tampak antara usia 30 dan 70 tahun, dengan rasio pria:wanita adalah 2:1. Tumor biasanya menginfiltrasi secara lokal, namun bisa bermetastasis. Temuan histologis terdiri dari sel fisaliforosa yang bervakuola dan lobularitas. Karena sel mempruduksi musin, tumor berpenampilan serupa dengan adenokarsinoma. Foto polos tengkorak khordoma klivus sering memperlihatkan kalsifikasi padat pada regio prepontin dan destruksi klivus serta sfenoid. Angiogram serebral, pneumoensefalogram, dan ventrikulogram memperlihatkan adanya massa postklival ekstradural. Tumor mungkin ditampilkan sebagai massa vaskuler, namun vaskularitas tumor jarang tampak. CT scan mungkin tidak memperlihatkan abnormalitas. Tumor biasanya diperkuat oleh injeksi kontras. Walau khordoma klivus secara histologisnya jinak, tumor ini sulit dicapai secara bedah. Tumor ini tidak terlalu radiosensitif. Karenanya prognosis biasanya jelek. TUMOR YANG DIPENGARUHI FAKTOR GENETIK ATAU HEREDITER Hamartoma dan hamartomatosis (fakomatosis) termasuk kelompok ini. Mengenai sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis sistemik dari SSP dan mata, dan angiomatosis ensefalotrigeminal, jelasnya lihat No. 10.

SISTA KOLOID VENTRIKEL KETIGA Sista koloid relatif jarang dan merupakan dua persen dari glioma intrakranial. Sangat jarang pada anak-anak dan biasanya terjadi pada dewasa antara usia 20 hingga 50 tahun, tanpa perbedaan seks. Asal tumor belum terlalu jelas, dan berbagai nama diberikan pada tumor ini: sista atau tumor neuroepitelial, sista koloid, sista parafisial, dan sista foramen Monro. Umumnya diterima bahwa sista berasal dari neuroepitelium primitif yang membentuk pelat atap telakhoroidea. Terdapat perbedaan antara sista yang berasal dari pleksus khoroid ventrikel lateral dan sista koloid ventrikel ketiga. Sista koloid terjadi terbatas pada bagian anterior ventrikel ketiga, dimana resesus parafisis dan diensefalik ditemukan pada tahap fetal. Gejala klinis terdiri dari peninggian TIK, dan demensia. Nyeri kepala posisional bukan gejala khas. Akhir-akhir ini dilaporkan kasus dengan gejala klinis yang tak lazim. Ventrikulografi memperlihatkan massa bundar tepat dibelakang foramen Monro yang melekat pada atap ventrikel ketiga. Bila sista mengobstruksi kedua foramina Monro, terjadi hidrosefalus simetris. Angiografi serebral memperlihatkan deformitas seperti tekukan dianterior vena serebral internal, deformitas blush khoroid, dan pergeseran vena khoroid yang hipertrofi. CT scan memperlihatkan massa dense diposterior foramen Monro yang diperkuat injeksi kontras. Pendekatan transkalosal lebih disukai pada penderita dengan dilatasi sedang ventrikuler. Sejumlah pasien memerlukan operasi pintas karena obstruksi akuaduktal, mungkin akibat perubahan inflamatori. HETEROTOPIA DAN HAMARTOMA Pergeseran jaringan saraf pada SSP dapat terjadi dalam selubung otak, substansia putih serebral dan serebeler, dan dibawah selaput ependima dinding ventrikel. Glioma nasal adalah pergeseran anterior jaringan neuroglia nonneoplastik dan serupa dengan ensefalosel. Fosi substansia kelabu ektopik dapat tampak diregio tuber sinereum atau badan mamillari. Hamartoma hipotalamik biasanya menampilkan gejala pada bayi atau kanak-kanak dini. Tampilan klinis termasuk pubertas prekoks, bangkitan dan laughing spells. CT scan menunjukkan lesi massa pada sisterna supraseller dan interpedunkuler dengan densitas serupa otak normal sekitarnya. Massa tidak diperkuat injeksi material kontras. Dalam usaha mengotrol laughing spells dan abnormalitas endokrinologis, pengangkatan total hamartoma hipotalamik kecil harus dipertimbangkan. LIPOMA

Lipoma intrakranial jarang. Kebanyakan lipoma ditemukan pada pemeriksaan postmortem. Daerah predileksi adalah dasar otak antara regio infundibulotuberal dan badan mamillari, pelat kuadrigeminal, vellum medullari anterior aspek dorsal korpus kalosum, batang otak, dan ventrikel keempat. Tumor sering ditemukan pada cord spinal. Lipoma dapat diklasifikasikan kedalam empat kelompok: 1. Hiperplasia lemak yang normal tampak pada pia. 2. Transformasi lipomatosa jaringan ikat. 3. Pergeseran atau inklusi sel embrionik selama pembentukan SSP. 4. Pertumbuhan aberan yang berhubungan dengan perkembangan lapisan primitif mening yang berasal dari mesenkhima embrionik. Walau belum jelas apakah lipoma suatu malformasi atau neoplasma, progresi gejala klinis menunjukkan terjadinya pertumbuhan. Karena tumor sering tampak pada garis tengah dan kadang-kadang berhubungan dengan anomali tak adanya korpus kalosum, aberasi embrionik adalah mekanisme patogenetis yang paling mungkin. Lipoma secara histologis tak bisa dibedakan dari lemak normal. Diagnosis lipoma dibuat berdasarkan gejala klinis dan temuan operatif. Lipoma mungkin mengandung pembuluh berlebihan, jaringan saraf, kalsifikasi, tulang atau kartilago, dan jaringan hematopoietik, namun elemen ektodermal jarang tampak. CT scan memastikan diagnosis lipoma intrakranial berdasar densitas yang khas serta lokasinya. Hanya sista dermoid serta teratoma dapat memperlihatkan tampilan CT scan serupa. Tindakan bedah jarang diperlukan. Operasi pintas diperlukan untuk lipoma yang membendung jalur CSS. Lipoma korpus kalosum bisa dilihat pada No. 5, pada agenesis korpus kalosum. TUMOR VASKULER Hemangioblastoma Adalah neoplasma vaskuler dengan asal yang belum diketahui. Terjadi antara usia 30 dan 50 tahun, dengan pria lebih sering dikenai. Serebelum dan ujung kaudal ventrikel keempat pada medulla posterior adalah daerah predileksi. Tumor bisa terjadi pada cord spinal dan kompartemen supratentorial. Kebanyakan tumor adalah sistik, namun sepertiganya solid. Hemangioblastoma multipel bisa terjadi. Hemangioblastoma supratentorial harus dibedakan dari meningioma angioblastik. Meningioma angioblastik biasanya melekat pada dura. Hemangioblastoma spinal harus dibedakan dengan malformasi arteriovenosa. Tumor

mungkin berkaitan dengan anomali diluar SSP seperti sista renal, karsinoma sel renal, sistaadenoma papillari epididimal, dan feokhromositoma. Tumor secara histologis mengandung sel endotelial dan perisitial, dan sel interstisial atau stromal, dan mengandung lemak. Karena tumor memiliki gliosis peritumoral yang jelas dengan prosesus glial yang panjang seta serabut Rosenthal, maka serupa dengan tampilan astrositoma serebeler. Gambaran histologis juga serupa dengan karsinoma sel renal metastatik. Angiografi serebral memperlihatkan pewarnaan vaskuler yang padat. Pewarnaan tumor sering bersamaan dengan lusensi sentral. Pada fase dini, berkas vaskulatur sering tampak. Tumor sangat diperkuat oleh injeksi kontras pada CT scan dan sering sistik. Ia harus dibedakan dari astrositoma serebeler. Hemangioblastoma adalah tumor jinak, dan tindakan bedah diharapkan dapat mengangkat tumor secara total. Untuk kelainan von Hippel-Lindau,lihat No.10, sindroma neurokutanosa.

Adenoid cystic, Arteriovenous malformation venous, Astroblastoma, Astrocytic, Astrocytoma grade I and II grade III and IV Fibrilary Protoplasmic Gemistocytic Pilocytic giant cell tuberous sclerosis anaplastic, Capilary telangiectasis, Cavernous hemangioma angioma, Chordoma, Chondroma, Chondrosarcoma, Chorio, Choroid plexus papiloma, Choroid plexus carcinoma, Chorstoma, Colloid cyst, Craniopharyngioma, Dermoid, Desmoplastic, Embryonal, Enterogenous cyst, Ependymoma myxopapilary subependymoma, Ependymoblastoma, Epidermoid, Gangliocytoma, Ganglioglioma, Ganglioneuroblastoma, Ganglioneuroma, Germinoma, Giant cell tumor, Glial heterotopia, Glioblastoma multiforme sarcomatous, Gliomatosis, Hamartoma, Glomus jugulare, Hemangioblastoma, Leptomeningeal melanoma, Lipoma, Medulloblastoma, Medullomyoblastoma, Meningioma, Melanotic, Mesenchymoma, Metastatic, Mixed glioma, Monstrocellular, Neurilemmoma, Neuroastrocytoma grade I grade III to IV, Neuroblastoma

olfactory, Neurofibroma, Oligodendroglioma grade I to IV, Papiloma, Pinealoma, Pineoblastoma, Pineocytoma, Pituitary adenoma adenocarcinoma, Primitive neuroectodermal tumor, Primitive polar spongioblastoma, Rathke's cleft, Sarcoma, Schwannoma, Sturge Weber, Sympathicoblastoma, Teratoma Benign malignant, Unclassified, Unverified, Xanthomatous,

Anda mungkin juga menyukai