Anda di halaman 1dari 10

SYOK HIPOVOLEMIK

A. Pendahuluan Syok merupakan gejala dan tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat. Setelah mengetahui gejala dan tanda dari syok, Langkah selanjutnya adalah mencari penyebab dari syok. Sebagian besar penderita trauma akan mengalami syok hipovolemik dan sebagian kecil mengalami syok kardiogenik, neurogenik dan bahkan kadang-kadang syok septik. Perdarahan merupakan penyebab syok yang paling sering ditemukan pada penderita trauma. 1 Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan, penurunan nutrisi vaskuler, peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang kembali ke jantung dan akhirnya akan lebih memperberat curah jantung. Perdarahan merupakan keadaan darurat medis yang sering dihadapi oleh dokter di ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif. Tindakan utama dari syok hipovolemik adalah mengontrol sumber perdarahan

secepat mungkin dan pengganti cairan. Pada syok hipovolemik terkontrol dimana sumber perdarahan telah dihentikan, maka penggantian cairan bertujuan untuk menormalkan parameter hemodinamik. Pada syok hipovolemik tak terkendali di mana perdarahan itu berhenti sementara karena hipotensi, vasokonstriksi, dan pembentukan pembekuan, terapi cairan bertujuan untuk pemulihan denyut nadi radial, atau pemulihan kesadaran.2

B. Syok Syok adalah suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan. Hal ini didefinisikan sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh hipoperfusi akut, sehingga terjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Syok membutuhkan penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat cepat. Syok dapat diklasifikasikan antara lain 1. Syok Kardiogenik 2. Syok Obstruktif 3. Syok Distributif 4. Syok Hipovolemik

C. Syok Hipovolemik Syok hipovolemik adalah kondisi dari berkurangnya perfusi ke jaringan, yang menyebabkan ketidakmampuan pengangkutan oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk sel akibat perdarahan. 3 Syok hipovolemik disebabkan oleh perdarahan yang tampak maupun yang tidak tampak. Perdarahan yang terlihat misalnya perdarahan dari luka dan hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak tampak misalnya perdarahan dari saluran cerna seperti perdarahan perdarahan pada tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk. 4 Umumnya syok hipovolemik disebabkan kehilangan cairan yang bisa diakibatkan trauma misalnya luka yang diakibatkan benda tajam, tumpul atau kecelakaan lalu lintas. Telah diketahui dengan baik respons tubuh saat kehilangan volume sirkulasi. Tubuh secara logis akan segera memindahkan volum sirkulasinya dari organ non vital dan dengan demikian fungsi organ vital terjaga karena cukup menerima aliran darah. Saat terjadi perdarahan akut, curah jantung dan denyut nadi akan turun akibat rangsang baroreseptor di aortik arch dan atrium. Volume sirkulasi turun, yang mengakibatkan teraktivasinya saraf simpatis di jantung dan organ lain. Akibatnya, denyut jantung meningkat, terjadi vasokonstriksi dan redistribusi darah dari organ-organ nonvital, seperti di kulit, saluran cerna, dan ginjal. Secara bersamaan sistem hormonal juga teraktivasi akibat perdarahan akut ini, dimana akan terjadi pelepasan hormon kortikotropin, yang akan merangsang pelepasan glukokortikoid dan beta-endorphin. Kelenjar pituitary posterior akan melepas vasopressin, yang akan meretensi air di tubulus distalis ginjal. Kompleks Jukstamedula akan melepas renin, menurunkan Mean Arterial Pressure (MAP), dan meningkatkan pelepasan aldosteron dimana air dan natrium akan direabsorpsi kembali. Hiperglikemia sering terjadi saat perdarahan akut, karena proses glukoneogenesis dan glikogenolisis yang meningkat akibat pelepasan aldosteron dan growth hormone. Katekolamin dilepas ke sirkulasi yang akan menghambat aktifitas dan produksi insulin sehingga gula darah meningkat. Secara keseluruhan bagian tubuh yang lain juga akan melakukan perubahan spesifik mengikuti kondisi tersebut. Terjadi proses autoregulasi yang luar biasa di otak dimana pasokan aliran darah akan dipertahankan secara konstan melalui Mean Arterial Pressure (MAP). Ginjal juga mentoleransi penurunan aliran darah sampai 90% dalam waktu yang cepat dan pasokan aliran darah pada saluran cerna akan turun karena mekanisme vasokonstriksi dari splanknik. Pada kondisi tubuh seperti ini pemberian resusitasi awal dan tepat waktu bisa mencegah kerusakan organ tubuh tertentu akibat kompensasinya dalam pertahanan tubuh.1,3-5 2

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama antara dua kompatemen: cairan intrasel dan ekstrasel. Cairan ekstrasel dibagi menjadi cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Ada pula kompartemen cairan lainnya yang kecil yang disebut sebagai cairan intraseluler. Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardium dan intraokuler serta cairan serebrospinal; cairan-cairan tersebut biasanya dianggap sebagai jenis cairan ekstrasel khusus, walaupun dalam beberapa kasus, komposisi dapat sangat berbeda dengan komposisi plasma atau cairan interstisial. Cairan transeluler seluruhnya berjumlah sekitar 1-2 liter.6 Rata-rata orang dengan berat 70 kg, memiliki total cairan tubuh sebesar 60 persen berat badan, atau sekitar 42 liter. Presentase ini dapat berubah, tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, presentase total cairan tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal tersebut sebagai akibat dari penuaan yang biasanya berhubungan dengan peningkatan presentase lemak tubuh, sehingga mengurangi cairan dalam tubuh. Karena wanita pada normalnya memiliki lemak tubuh lebih banyak dari pria, wanita mempunyai lebih sedikit cairan daripada pria dengan berat badan yang sebanding. Jadi bila kita membahas kompartemen cairan tubuh rata-rata, kita harus menyadari adanya variasi umur, jenis kelamin, dan presentasi lemak tubuh.6

CAIRAN TUBUH (60%)

INTRASELULER (40%)

EKSTRASELULER (20%)

INTERSTISIAL (15%)

INTRAVASKULER (5%)

Gambar 1. Distribusi Cairan Tubuh

Cairan intraselular Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada dalam 75 triliun sel dan secara keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi cairan intrasel merupakan 40% dari berat badan total pada orang rata-rata. Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai zat, namun konsentrasi zat-zat mirip antara satu sel dengan sel lainnya. Sebenarnya, komposisi cairan sel sangat mirip. Oleh sebab itu cairan intrasel dari seluruh sel yang berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.6

Cairan ekstraselular Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan ekstrasel. Cairan ini merupakan 20 persen dari berat badan, atau sekitar 14 liter pada orang dewasa normal dengan berat badan 70kg. Dua kompartemen terbesar dari dari cairan ekstrasel adalah cairan interstisial, yang berjumlah lebih dari tiga perempat bagian cairan ekstrasel, dan plasma, yang berjumlah hampir seperempat cairan ekstrasel, atau sekitar 3 liter. Plasma adalah bagian darah yang tak mengandung sel; plasma terusmenerus menukar zat dengan cairan interstisial melalui pori-pori kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstrasel kecuali protein. Oleh karena itu, cairan ekstrasel secara konstan terus becampur, sehingga plasma dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang hampir sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma.6 Volume kompartemen cairan sangat dipengaruhi oleh Natrium dan protein plasma.

Natrium paling banyak terdapat di cairan ekstraselular, di cairan intravaskular (plasma) dan interstisial kadarnya sekitar 140 mEq/L.6,7 Pergerakan cairan antar kompartemen terjadi secara osmosis melalui membran selektif permeabel, yang terjadi apabila kadar total cairan di kedua sisi membran berbeda. Air akan berdifusi melalui membran untuk menyamakan osmolalitas. Pergerakan air ini dilawan oleh tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik koloid atau tekanan onkotik sangat dipengaruhi oleh albumin. Apabila kadar albumin rendah, maka tekanan onkotik rendah sehingga tekanan hidrostatik dominan mengakibatkan ekstravasasi dan terjadi edema. 6,7 Cairan ekstraselular adalah tempat distribusi Na+, sedangkan cairan intravaskular adalah tempat distribusi protein plasma dan koloid; juga tempat distribusi K+, PO4 . Elektrolit terpenting di dalam cairan intraselular: K+ dan PO4- dan di cairan ekstraselular: Na+ dan Cl.6,7

Osmolaritas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol per liter larutan (osm/L). Osmolalitas adalah konsentrasi osmolar suatu larutan bila dinyatakan sebagai osmol per kilogram air (osm/kg). Tonisitas merupakan osmolalitas relatif suatu larutan. Osmolaritas total setiap kompartemen adalah 280 300 mOsm/L. Larutan dikatakan isotonik, jika tonisitasnya sama dengan tonisitas serum darah yaitu 275 295 mOsm/kg. 6,7 Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran selektif permeabel dari larutan dengan kadar rendah menuju larutan dengan kadar tinggi sampai kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh kompartemen sama. Membran semipermeabel dapat dilalui air (pelarut), tetapi tidak dapat dilalui zat terlarut. 3,6 Difusi adalah peristiwa bergeraknya molekul melalui pori-pori. Larutan akan bergerak dari yang berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah.Tekanan hidrostatik di dalam pembuluh darah akan mendorong air secara difusi masuk melalui pori-pori. Difusi tergantung kepada tekanan hidrostatik dan perbedaan konsentrasi. 6,7 Perpindahan air dan zat terlarut di bagian tubuh menggunakan mekanisme transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi; mekanisme transpor aktif membutuhkan energi berkaitan dengan Na-K Pump yang membutuhkan energi ATP. 6,7 Pompa Natrium-Kalium adalah pompa yang memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat yang bersamaan memompa ion kalium ke dalam sel. Bekerja untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam sel. 6,7

D. Gejala Klinis Syok Hipovolemik Gejala klinis tunggal jarang saat diagnosa syok ditegakkan. Pasien bisa mengeluh lelah, kelemahan umum, atau nyeri punggung belakang (gejala pecahnya aneurisma aorta abdominal). Penting diperoleh data rinci tentang tipe, jumlah dan lama pendarahan, karena pengambilan keputusan untuk tes diagnostik dan tatalaksana selanjutnya tergantung jumlah darah yang hilang dan lamanya pendarahan. Bila pendarahan terjadi di rumah atau di lapangan, maka harus ditaksir jumlah darah yang hilang. 1,3-5 Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir jumlahnya. Karena rongga pleura, kavum abdominalis, mediastinum dan retroperitoneum bisa menampung darah dalam jumlah yang sangat besar dan bisa menjadi penyebab kematian. Perdarahan trauma eksternal bisa ditaksir secara baik, tapi bisa juga kurang diawasi oleh petugas emergensi medis. Laserasi

kulit kepala bisa menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar. Fraktur multipel terbuka, juga bisa mengakibatkan kehilangan darah yang cukup besar. 1,3-5 Pemeriksaan klinis pasien syok hipovolemik dapat segera langsung berhubungan dengan penyebabnya. Asal sumber perdarahan dan perkiraan berat ringannya darah yang hilang bisa terlihat langsung. Bisa dibedakan perdarahan pada pasien penyakit dalam dan pasien trauma. Dimana kedua tipe perdarahan ini biasanya ditegakkan dan ditangani secara bersamaan. 1,3-5 Syok umumnya memberi gejala klinis ke arah turunnya tanda vital tubuh, seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tersebut merupakan mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan. 1,3-5 Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi bingung, agitasi dan tidak sadar. Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi. Konjungtiva pucat, seperti yang terdapat pada anemia kronik. Lakukan inspeksi pada hidung dan faring untuk melihat kemungkinan adanya darah. Auskultasi dan perkusi dada juga dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat gejala hematothoraks, dimana suara nafas akan turun, serta suara perkusi redup di area dekat perdarahan. 1,3-5 Periksa pasien lebih lanjut dengan teliti dari ujung kepala sampai ujung kaki, yang dapat mengarahkan kita terhadap kemungkinan adanya luka. Periksa adakah perdarahan di kulit kepala, apabila dijumpai perdarahan aktif harus segera diatasi bahkan sebelum pemeriksaan lainnya. Periksa juga apakah ada darah pada mulut dan faring. 1,3-5 Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal: distensi, nyeri palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal. Palpasi pula kestabilan tulang pelvis, bila ada krepitasi atau instabilitas mengindikasikan terjadinya fraktus pelvis dan ini dapat mengancam jiwa karena perdarahan terjadi pada rongga retroperitoneum. Kejadian yang sering dalam klinis adalah pecahnya aneurisma aorta yang bisa menyebabkan syok tak terdeteksi. Tanda klinis yang bisa mengarahkan kita adalah terabanya masa abdomen yang berdenyut, pembesaran 6

skrotum karena terperangkapnya darah retroperitoneal, kelumpuhan ekstremitas bawah dan lemahnya nadi femoralis. 1,3-5 Fraktur pada tulang panjang ditandai nyeri dan krepitasi saat palpasi di dekat fraktur. Semua fraktur tulang panjang harus segera direposisi dan digips untuk mencegah perdarahan di
sisi fraktur. Yang perlu diperhatikan terutama fraktur femur, karena dapat mengakibatkan

hilangnya darah dalam jumlah banyak, sehingga harus segera diimobilisasi dan ditraksi
secepatnya. Tes diagnostik lebih jauh perlu dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang

mungkin terjadi di intratorakal, intra-abdominal,atau retroperitoneal. 1,3-5 Jangan lupa pula untuk melakukan pemeriksaan rektum / rectal toucher. Bila ada darah segar curiga hemoroid interna atau externa. Pada kondisi yang sangat jarang curigai perdarahan yang signifikan terutama pada pasien dengan hipertensi portal. Pasien dengan riwayat perdarahan vagina lakukan pemeriksaan pelvis lengkap, dan lakukan tes kehamilan untuk menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik. 1,3-5 Lakukan pemeriksaan sistematik pada pasien trauma termasuk pemeriksaan penunjang primer dan sekunder. Luka multipel bisa terjadi dan harus mendapat perhatian khusus, hati-hati perdarahan bisa menjadi pencetus syok lainnya, seperti syok neurogenik. 1,3-5 Tabel 3. Perdarahan & tanda-tandanya KELAS I Perdarahan Kehilangan darah Nadi Tek. sistolik Nafas Kesadaran < 100 Normal 14-20 Sedikit cemas > 100 Normal 20-30 x/m Agak cemas > 120 Menurun > 30-40 x/m Cemas, bingung > 140 Menurun >35 x/m Bingung, lesu < 750 ml Sampai 15% KELAS II 750-1500 ml 15-30% KELAS III 1500-2000 ml 30-40% KELAS IV >2000 ml >40%

Penderita yang mengalami perdarahan, menghadapi dua masalah yaitu berapakah sisa volume darah yang beredar dan berapakah sisa eritrosit yang tersedia untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Bila volume darah hilang 1/3, penderita akan meninggal dalam waktu beberapa jam. Penyebab kematian adalah syok progresif yang menyebabkan hipoksia jaringan. 1,3-5 7

Dalam keadaan normal, jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan adalah: (cardiac output x saturasi O2 x kadar Hb x 1,34) + (cardiac output x pO2 x 0,003) Unsur cardiac output x pO2 x 0,003 karena hasilnya kecil dapat diabaikan, maka tampak bahwa persediaan oksigen untuk jaringan tergantung pada curah jantung / cardiac output, saturasi O2 dan kadar Hb. Karena kebutuhan oksigen tubuh tidak dapat dikurangi kecuali dengan hipotermia atau anestesi dalam, maka jika eritrosit hilang, total Hb berkurang, curah jantung harus naik agar penyediaan oksigen jaringan tidak terganggu. Pada orang normal dapat menaikkan curah jantung hingga 3 x normal dengan cepat, asalkan volume sirkulasi cukup (normovolemia). Faktor Hb dan saturasi O2 jelas tidak dapat naik. Hipovolemia yang terjadi akan mematahkan kompensasi dari curah jantung. Dengan mengembalikan volume darah yang telah hilang dengan apa saja asal segera normovolemia, maka curah jantung akan mampu berkompensasi. Jika Hb turun sampai tinggal 1/3, tetapi curah jantung dapat naik sampai 3 x, maka penyediaan oksigen ke jaringan masih tetap normal. Pengembalian volume mutlak diprioritaskan daripada pengembalian eritrosit. 3-5 Perkiraan hidup seseorang dapat didasarkan dengan banyaknya darah yang hilang, seorang dapat bertahan dengan kehilangan sepertiga dari volume darahnya sebelum mengalami syok hipovolemik. Setiap orang memiliki toleransi tubuh yang berbeda-beda, tubuh akan mentoleransi syok hipovolemik secara berbeda sesuai derajatnya dan pada keadaan tertentu sesuai dengan usia pasien. Pasien bayi dan usia lanjut akan sangat rentan terjadi gagal kompensasi saat tubuh kehilangan volume sirkulasi.3, 8 Pasien anak yang memiliki volume darah yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa sehingga secara proporsional persentase kehilangan darah dan volume sirkulasi juga akan jauh lebih besar. Anak dibawah 2 tahun pun fungsi ginjalnya belum sempurna, sehingga produksi konsentrat urin belum baik. Anak usia muda dalam mempertahankan volume sirkulasinya belum seefektif anak besar. berhati-hatilah akan bahaya koagulopati karena proporsi luas permukaan tubuh akan meningkat sesuai berat badannya dan membuat mudah kehilangan air lewat panas serta terjadinya hipotermia dini. 3 Usia lanjut memiliki penurunan kondisi fisik dan kesehatan dalam mempertahankan kehilangan volume sirkulasi. Penyakit arterosklerosis dan penurunan elastin menyebabkan fungsi dinding arteri menurun, yang akan menurunkan kemampuan kompensasi kehilangan volume sirkulasi. Menurunnya aliran arteriolar pada jantung karena vasodilatasi dan penyakit angina atau infark akan membutuhkan oksigenasi tinggi otot jantung. Pada usia lanjut mekanisme takikardi untuk respons peningkatan curah jantung melemah karena turunnya rangsang beta-adrenergik dalam memacu sel miosit di nodul 8

sinoatrial. Penggunaan obat-obat jantung juga akan mengurangi respons normal tubuh dalam mengkompensasi syok, terutama penggunaan obat golongan beta-blocker, nitrogliserin, ca-blocker, dan obat anti aritmia.3 Penurunan fungsi ginjal juga berkorelasi dengan bertambahnya usia serta kemampuan bersihan kreatinin (Creatinine Clearance) turun pada usia lanjut dibanding nilai kreatin normalnya. Kemampuan mengkonsentrat urin pun menurun karena sensitifitas terhadap ADH menurun. Semua gangguan pada jantung, pembuluh darah dan ginjal ini secara keseluruhan membuat tubuh gagal menjalankan mekanisme kompensasinya di saat kehilangan darah. Faktor komorbid lainnya pun perlu dipertimbangkan saat melakukan tatalaksana perdarahan pada usia lanjut. 3

E. Pada Otopsi Hal yang Dapat Ditemukan Pada Syok Hipovolemik Pada pasien dengan syok hipovolemik terjadi karena kehilangan cairan tubuh, umumnya hal ini disebabkan oleh trauma yang dapat menyebabkan pasien kehilangan cairan tubuh yang tidak dapat di toleransi oleh tubuh. Pada pemeriksaan dalam korban dapat ditemukan putus atau robeknya arteri carotis atau pada trauma dada yang mengenai jantung dapat ditemukan robeknya jantung yang mengakibatkan perdarahan sedangkan pada pemeriksaan luar dapat ditemukan trauma misalnya yang diakibatkan benda tajam yang mengenai tempat-tempat vital, misalnya luka tajam pada tenggorokan, pergelangan tangan atau kaki. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeons, editor. Advanced Trauma Life Support. Diterjemahkan oleh Komisi Trauma Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Edisi Ketujuh. 2004. hal 73-92. 2. Krausz, Michael M; 2006; Initial Resuscitation of Hemorrhagic Shock; Israel: Department of Surgery A, Rambam Medical Center, and the Technion-Israel Institute of Technology, P.O.B 9602, Haifa 31096; Diunduh dari:

http://www.wjes.org/content/1/1/14 3. Undeani John, Hemorrhagic Shock.[online] feb 3, 2011, [cited Des 30 2011]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/432650-overview 4. Sjamsuhidajat R. Syok. Dalam: Sjamsuhidajat R., Jong Wim de, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edis 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. h. 118-29 5. Andrew Pope, Geoffrey French, and David E. Longnecker, Editors. Pathophysiology of Acute Hemorrhagic Shock. Fluid Resuscitation: State of the Science for Treating Combat Casualties and Civilian Injuries. US: National Academy Press. 1999. Page 19-43 6. Guyton, Arthur, editor. Kompartemen Cairan Tubuh: cairan ekstrasel dan intrasel; cairan interstisial dan edema. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. 2007. Hal 307-23 7. Leksana, Ery; 2010; Terapi Cairan dan Darah; Semarang; SMF/Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, RSUP Dr. Kariadi / Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Diunduh dari : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/27_177Terapicairandandarah.pdf/27_177Terapicai randandarah.pdf 8. Dix J, Calaluce R, editor. Forensic Pathology. Guide to Forensic Medicine. CRC Press: Boca Raton London New York. 1998. h. 63 9. Axelrod A., Antinozzi G. House Call, editor. Idiot Guide to Forensic. Edis 2. USA: Penerbit Alpha; 2007. h. 133-34.

10

Anda mungkin juga menyukai