Anda di halaman 1dari 2

BAB III PEMBAHASAN Dalam kasus di scenario dua, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang, dokter menyarankan

untuk dilakukan operasi. Namun, pasien menolak dan pulang. Satu minggu kemudian, pasiean datang lagi dengan manifestasi klinis yang memberat. Diduga telah terjadi suatu perkembangan penyakit ke arah yang lebih buruk yang mungkin dapat dijelaskan dalam bagan dibawah ini.
Fekalit, cacing, striktur, Ca, hiperplasi folikel limfoid

Obstruksi apendiks

appendisitis

Bendungan mukus

Suhu 37C vital sign normal defans muscular (-) lekositosis ringan dll

Penekanan appendiks Aliran terganggu Edema appendiks

dinding limfe

Infeksi bakteri&ulserasi
Berisis nanah Gangguan aliran vena Peradangan peritoneum setempat Nyeri perut kanan bawah Nekrosis, gangren, dan abses Gangguan aliran arteri Suplai O2 menurun dalam appendiks

Merangsang tunika serosa peritoneal visceral Merangsang Vagus Hipersekresi gaster


Mual, muntah Volume intravaskuler menurun, intake kurang Tekanan darah turun

N.

Gangguan perfusi appendiks

Pecah, perforasi Demam tinggi, leukositosis, defens muscular (+), nyeri semua perut Distensi abdomen, tonus spinchter ani menurun, bising usus hilang peritonitis

Ileus paralitik

Kompensasi dg takikardi, takipneu, dll

Distensi lumen usus oleh cairan dan gas

Volume intravaskuler menurun

Karena sebab yang kurang begitu jelas (dapat berupa fekalit, kurang makan serat, hiperplasia limfonodi, dll) pasien dalam scenario menderita obstruksi pada daerah apendiksnya. Akibatnya mucus yang terus-menerus disekresikan oleh apendiks, tidak dapat disalurkan dengan baik. Selanjutnya, bagian yang mengalami obstruksi tersebut menjadi tempat perkembangan kuman kuman yang mungkin awalnya adalah florannormal usus, karena kondisi usus yang berubah, akhirnya berubah menjadi kuman kuman yang bersifat pathogen, misalnya Escerechia coli. Adanya invasi kuman, mngakibatkan terjadinya inflamasi pada apendiks yang pada awalnya ditandai oleh nyeri perut bagian bawah sejak 1 hari sebelum datang ke rumah sakit dan disertai mual dan muntah dan pemrriksaan laboratorium yang menunjukkan leukositosis ringan (11000/dl) dan jumlah leukosit yang bergeser ke kiri (neutrofil segmen 85%). Meskipun pemeriksaan vital sign menunjukan tekanan darah normal (120/80 mmHg), nadi normal (86 kali per menit), respirasi rate juga normal (20 kali per menit), dan suhu yang sedikit meningkat. (37.5C). diagnosis apendiksitis diperkuat oleh pemeriksaaan abdomen yang didapatkan nyeri tekan di daerah Mc Burney dan di arah 10 11 pada saat rectal thoucer. Kedua posisi tersebut menunjukan posisi apendiks dalam tubuh. Terapi yang paling tepat untuk apendiksitis adalah tindakan pembedahan, namun sayangnya pasien tidak mengikuti saran dokter tersebut. Akibatnya 1 minggu kemudian pasien datang kembali ke rumah sakit dengan gejala yang lebih berat. Seperti yang dijelaskan dalam tinjauan pustaka, komplikasi apendiks dapat dengan mudah mengalami perofrasi, baik pada peritoneum ataupun bagian pada apendiks itu sendiri. Peritonitis terjadi karena sebagian besar apendiks merupakan organ intraperitonial. Jadi ketika bagian apendiks yang mengalami nekrosis dan abses pecah, dengan mudah akan menyebar ke peritoneum. Adanya peritonitis mengakibatkan nyeri di semua bagian perut, defans muscular positif, dan lekositosis sedang (20000/dl). Selain itu, peritonitis menyebabkan terganggunya gerakan peristaltic usus (ileus paralisis) yang akan menyebabkan bising usus menjadi hilang dan tonus sphincter ani melemah (pada pemeriksaan fisik dan rectal toucher). Distensi abdomen yang terlihat pada inspeksi terjadi akibat penimbunan cairan dan gas dalam lumen usus. Penimbunan cairan tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan intralumen usus dan membuat volume intravaskuler menurun (hipovolemia) yang semakin bertambah parah dengan muntah yang dialaminya. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan tekanan darah dari 120/80 mmHg menjadi 100/70 mmHg. Keadaan tersebut menimbulkan mekanisme kompensasi oleh jantung untuk memompa darah lebih cepat sehingga terjadi takikardi (denyut nadi berubah dari 86 kali per menit menjadi 120 kali per menit), dan peningkatan respirasi rate atau takipneu( dari 20 kali permenit hingga 28 kali permenit). Gangguan defekasi dapat berupa obstipasi akibat obstruksi pada lumen usus ataupun konstipasi akibat tinja yang menjadi kering atau keras, akibat penyerapan air pada feses yang terlalu banyak karena obstruksi pada usus. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa apendisitis yang terjadi pada pasien sudah mengalami komplikasi menjadi peritonitis. Dan pengelolaan yang tepat pada keadaan tersebut adalah tindakan pembedahan yang sebelumnya perlu dilakukan perbaikan keadaan umum dengan infuse, antibiotic untuk kuman gram negative, positif, dan anaerob, dan pipa nasogastrik untuk penyedotan dekompresi saluran gastrointestinal.

Anda mungkin juga menyukai