PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute upper respiratory infection merupakan infeksi mikroorganisme
pada saluran nafas atas, yang terdiri dari hidung, tenggorokan, sinus, tuba
eustachii, trakhea, laryng, dan bronkus (Dorland, 2002). Virus yang menjadi
penyebab utama terjadinya Acute upper respiratory infection adalah
Rhinovirus, Coronavirus, dan Adenovirus, yang mana menyebabkan 30%-50%
kasus nasopharyngitis. Selain virus, bakteri juga dapat menyebabkan Acute
upper respiratory infection di antaranya bakteri Streptokokus -hemolitikus
Grup A yang berkontribusi sebesar 37% pada kejadian nasopharyngitis pada
anak di bawah lima tahun. Bakteri lain penyebab nasopharyngitis adalah
Streptokokus -hemolitikus Grup C (5% total kasus), C. pneumoniae (1% total
kasus), M. pneumoniae (1% total kasus) dan bakteri anaerob (1% total kasus)
(Regoli et al., 2011). Anak-anak mengalami 3-8 kali infeksi pertahun, remaja
dan orang dewasa mengalami 2-4 kali infeksi pertahun, sedangkan kelompok
usia di atas 60 tahun mengalami kurang dari 1 kali infeksi pertahun
(Meneghetti, 2014).
WHO menuturkan bahwa, ISPA merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak di negara berkembang. Infeksi saluran pernafasan
atas, termasuk di dalamnya acute nasopharyngitis, menyebabkan empat dari 15
juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada setiap
tahunnya. (WHO, 2003) Pada manusia dewasa, common cold dianggap flu
biasa dan dapat sembuh dengan sendirinya, namun pada anak usia bayi atau
balita penyakit tersebut menimbulkan penderitaan. Pada bayi dan balita
common cold menjadi sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan
makan, dan kadang hingga menimbulkan infeksi saluran nafas bawah yang
lebih akut (Assegaf, 2010)
Insidensi ISPA pada kelompok umur bawah lima tahun (balita)
diperkirakan 0,29 episode peranak/tahun di negara berkembang dan 0,05
episode per anak/tahun di negara maju. Hal ini menunjukkan bahwa di seluruh
1
dunia, terdapat 156 juta episode ISPA baru pertahun di mana 151 juta episode
(96,7%) terjadi di negara berkembang. Di Indonesia terjadi 6 juta episode ISPA
baru pertahun (Rudan et al., 2008).
Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2013, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25% dengan prevalensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Tidak ada perbedaan
prevalensi antara laki-laki dan perempuan. ISPA cenderung terjadi lebih tinggi
pada kelompok penduduk dengan kuantil indeks kepemilikan terbawah dan
menengah bawah. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%),
dan Jawa Timur (28,3%), sementara prevalensi ISPA provinsi Jawa Tengah
adalah sebesar 26,6 % (Kemenkes RI, 2013).
Untuk prevalensi kejadian Acute upper respiratory infection di
Puskesmas Sidorejo Kidul menunjukkan prevelansi penyakit Acute upper
respiratory infection menduduki peringkat ke 1 penyakit yang sering ditemui di
puskesmas tersebut pada bulan Juli-Desember 2016. Dimana kasus terbanyak
terdapat di usia 15-44 tahun, diikuti usia 5-15 tahun. Tingginya prevalensi
kejadian Acute upper respiratory infection sesuai data di atas maka perlu
dilakukan analisis Problem Solving Cycle tentang tatalaksana Acute upper
respiratory infection pada kelompok umur 15-44 tahun di Puskesmas
Karanganyar Kabupaten Karanganyar.
B. Tujuan
Menganalisis Problem Solving Cycle (PSC) tentang tatalaksana Acute upper
respiratory infection pada kelompok umur 15-44 tahun di Puskesmas
Sidorejo Kidul.
C. Manfaat
a. Dapat dijadikan bukti empiris tentang kejadian Acute upper respiratory
infection pada kelompok umur 15-44 tahun di Puskesmas Sidorejo Kidul.
b. Dapat dijadikan sumbangan informasi pada tatalaksana Acute upper
respiratory infection pada kelompok umur 15-44 tahun dalam bentuk PSC
di Puskesmas Sidorejo Kidul.
2
3
BAB II
Tabel 1 menunjukkan data penyakit yang ada di Puskesmas Sidorejo Kidul selama bulan
Juli hingga Desember 2017. Dari data tersebut didapatkan Acute upper respiratory
infection menempati urutan pertama.
4
Tabel 3. Daftar Pasien Acute upper respiratory infection berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
5
B. Pemilihan Prioritas Masalah
Setelah mengumpulkan data sekunder berupa laporan Puskesmas,
tahap selanjutnya adalah menyusun prioritas masalah. Pada tahap ini dipilih
penyakit dengan kunjungan terbesar antara bulan Juli Desember 2017 di
Puskesmas Sidorejo Kidul. Namun, tidak hanya menempatkan penyakit
dengan kunjungan terbesar sebagai prioritas utama, tetapi juga harus
dipandang dari berbagai aspek, seperti peningkatan yang signifikan jumlah
kunjungan dari bulan sebelumnya, adanya kasus berat dari suatu penyakit,
maupun kesenjangan antara jenis kelamin. Selain itu, juga harus
dipertimbangkan dampak masyarakat, perspektif masyarakat, mortalitas, dan
kemudahan penyakit tersebut ditangani.
Di puskesmas Sidorejo Kidul menunjukkan prevelansi penyakit Acute
upper respiratory infection menduduki peringkat pertama penyakit yang
sering ditemui di puskesmas tersebut dalam bulan Juli Desember. Total
kasus Acute upper respiratory infection yang terjadi pada bulan Juli-
Desember 2017 mencapai 3493 kasus,dimana kasus terbanyak terjadi di usia
15-44 tahun.
Berdasarkan tingginya prevalensi kejadian Acute upper respiratory
infection sesuai data di atas maka perlu dilakukan analisis Problem Solving
Cycle tentang tatalaksana Acute upper respiratory infection pada kelompok
umur 15-44 tahun di Puskesmas Sidorejo Kidul.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah suatu akronim dari strength (kekuatan),
weakness (kelemahan) dari lingkungan internal organisasi, serta opportunity
(kesempatan/peluang) dan threat (ancaman/rintangan) dari lingkungan
eksternal organisasi. Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan
antara faktor eksternal dengan faktor internal organisasi untuk memaksimalkan
kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan dan ancaman. Analisis ini berguna untuk menganalisis faktor-faktor
internal organisasi layanan kesehatan yang memberi andil terhadap kualitas
6
layanan kesehatan atau salah satunya komponennya dengan
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal organisasi layanan kesehatan.
Unsur-unsur dari analisis SWOT sebagai berikut (Azwar, 1996) :
1) Kekuatan
Kekuatan (Strength) adalah berbagai kelebihan yang bersifat khas yang
dimiliki oleh suatu puskesmas, yang apabila dimanfaatkan akan berperan
besar dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan
untuk mencapai tujuan yang dimiliki oleh puskesmas itu sendiri.
2) Kelemahan
Kelemahan (Weakness) adalah berbagai kelemahan yang bersifat khas,
yang dimiliki oleh suatu puskesmas, yang apabila diatasi akan berperan
besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh puskesmas tetapi juga dalam mencapai tujuan yang
dimiliki oleh puskesmas.
3) Kesempatan
Kesempatan (Opportunity) adalah peluang yang bersifat positif yang
dihadapi oleh suatu puskesmas yang apabila dapat dimanfaatkan akan
besar peranannya dalam mencapai tujuan puskesmas.
4) Hambatan
Hambatan (Threat) adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi
oleh suatu puskesmas yang apabila berhasil diatasi akan besar peranannya
dalam mencapai tujuan puskesmas.
7
Tabel 3. Analisis SWOT Acute upper respiratory infection di
Puskesmas Sidorejo Kidul
S W
OT
O SO WO
1 Dana dan fasilitasi dari 1 Penyediaan dana dan fasilitas 1 Mendorong masyarakat untuk
pemerintah kurang memadai secara optimal untuk mau memeriksakan diri ke
2 Pengetahuan masyarakat menanggulangi prevalensi Puskesmas atau sarana
8
masih kurang tentang penyakit infeksi kesehatan terdekat jika ada
infeksi 2 Peningkatan penyuluhan gejala dan keluhan mengena
3 Kebersihan Lingkungan yang tentang definisi, faktor resiko, infeksi pada pernapasan
masih kurang (polusi, asap gejala, tanda bahaya, 2 Menyelenggarakan
kendaraan, asap rokok, dll) pemeriksaan, pengobatan dan penyuluhan tentang kesehatan
pencegahan infeksi terutama lingkungan dan pola hidup
kasus Acute upper respiratory dalam upaya pencegahan
infection terjadinya infeksi
3 Pendekatan personal oleh
petugas kepada keluarga
tentang infeksi yang sering
dialami
9
BAB III
etahuan
g masyarakat
disebabkan mengenai
oleh asap Kebiasaan
ISPAyang
kendaraan merokok
terutama mengenai
semakin banyakpencegahan dan penularan masih rendah
ungan yang masih kurang Pola makan yang tidak sehat (makanan instant, makanan yang dibakar, berpeng
PHBS pada masyarakat masih rendah
ISPA
10
Tabel 5. Alternatif Pemecahan Masalah
11
B. Pemilihan Alternatif Intervensi yang Terbaik
Memberikan pengetahuan
1 tentang ISPA dengan 4 4 3 4 192
penyuluhan
Memberikan Pengertian
tentang batuk dan bersin yang
3 4 4 3 4 192
benar untuk mencegah
penularan ISPA
Kriteria efektivitas :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)
I = Importancy (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensivitas jalan keluar)
Kriteria efisiensi :
C = Efficiency Cost (semakin besar biaya yang diperlukan semakin
tidak efisien)
12
demikian, keenam alternatif pemecahan di atas harus dilakukan secara
simultan agar tercapai hasil yang optimal.
Urutan prioritas pemecahan masalah berdasar matriks:
1 Memberikan pengetahuan tentang ISPA dengan penyuluhan
2 Memberikan Pengertian tentang batuk dan bersin yang benar untuk
mencegah penularan ISPA
3 Memberikan masker gratis untuk pencegahan penularan ISPA
4 Menjaga kebersihan lingkungan dan pola makan yang sehat untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
5 Deteksi dini kasus ISPA oleh masyarakat
13
BAB IV
PLAN OF ACTION
14
apakah program ini efektif, maka dilakukan pretes dan postes kepada
peserta penyuluhan.
g. Pembiayaan
- Cetak soal pretes dan postes 100x 2 x Rp500,00 Rp 100.000,00
- Bolpoin untuk peserta 3 pack x Rp10.000,00 Rp 30.000,00
- TOTAL Rp 130.000,00
2. Pembagian leaflet dan Pembagian masker gratis
a. Tujuan
- Mencegah penularan ISPA dari pasien kepada orang disekitarnya
- Menumbuhkan pengetahuan jika penularan ISPA bisa dicegah
b. Sasaran
Masyarakat (kader, masyarakat, dan penderita ISPA)
c. Pelaksana
Dokter Internsip
d. Waktu
Pertemuan warga masyarakat (Sabtu Sehat Tingkir) pada tanggal ??
e. Lokasi
Taman Tingkir
f. Mekanisme
Semua peserta sabtu sehat tingkir yg telah diberikan peyuluhan pada bulan
sebelumnya diberikan soal pretes terlebih dahulu. Kemudian diberikan
penyuluhan kembali dengan media leaflet. Kemudian dilakukan postes
serta pembagian masker untuk mencegah penularan ISPA kepada orang
sekitarnya jika kebetulan peserta sedang terkena ISPA. Peserta juga
sekaligus diajarkan etika batuk dan bersin yang benar.
g. Pembiayaan
- Cetak soal pretes dan postes 100x 2 x Rp500,00 Rp 100.000,00
- Cetak leaflet 100 x Rp500,00 Rp 50.000,00
- Biaya Masker 5 box x Rp20.000,00 Rp 100.000,00
- Plastik wadah masker 4 pack x Rp2.500,00 Rp 10.000,00
- Total Rp260.000,00
15
16
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
WHO, 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara
Berkembang. Jakarta: EGC.
18