Anda di halaman 1dari 3

1.Tangiang Ni Dainangi.. Naparorot Tondingki.. Manang Di di a pe au Manang Di di a pe au Tongtong do diramoti 2.

Nang Sipata Sala au Tartutuk Au Di Langkakki Di Boan Ho Dia Tangiang Mu Di Boan Ho Dia Tangiang Mu Inang Hu Na Burju Reff : Hudai Na Tonggi Diparngoluanon. Upani Loja Mi.. Humokkop Geleng Mon Mauliate Ma Inang Di Sude Pambahenanmi Penggeng Saur Matua Penggeng Saur Matua Paihut ihut Hami.. (Kembali ke ayat dua)

Halak hita, Oleh Aristo Panjaitan Nasib gendang tradisional batak (Gondang Tataganing-red), era modernisasi semakin terkesampingkan, bahkan akan bermuara di museum sebagai salah satu sejarah musikal batak. Berbagai irama gondang, sudah dapat deprogram, melalui computer yang diaplikasikan melalui elektronik musik, semisal, keyboard, tanpa harus di demostrasikan langsung (live). Demikian pula para pande (Pemain-red) gondang yang semakin langka, belum lagi pengerajinnya yang hamper punah. Pengerajin musik tradisional batak, St.Jonas Rajagukguk (65), warga hutaginjang, desa Huta Ginjang, Kecamatan Muara, Taput, ketika ditemui Halak hita dikediamannya, kamis(2/4) mengatakan, dampat dinamisasi zaman, keberadaan musik tradisional batak secara gamlang sudah digeser oleh musik Import. Jagankan untuk membuat dan mereperasi, mengoperasikan musik tradisional batak pun sekarang sudah langka, ujarnya. Dia mengakui bahwa membuat alat musik tradisional seperti, gondang tataganing, kecapi, garantung, sarune, seruling dan lainnya dipelajari dari seorang bermarga manik samosir pada tahun 60 an. Jadi bukan hanya membuat dan mereperasi, memainkan semua alat musik tradisional batak, saya kuasai, ujar gaek yang mempersunting Remsia br. Manullang ini. Sementara peralatan yang digunakan untuk membuat karya besar tersebut cukup sederhana seperti bor, bellu, gergaji, martil, ketam biasa, ketam gros, dan clamer. semua peralatan disini masih manual dan tak satu pun menggunakan mesin, Ujarnya lagi. Untuk membuat seperangkat gondang tataganing, menurut dia, dibutuhkan waktu 3 hingga 4 bulan. Tergantung ketersediaan bahan, sedangkan bahan yang paling sulit didapatkan adalah kulit lembu untuk dijadikan gendang, ujar kakek yang kerap dipanggil Op. Aman ini. Sementara itu, bahan kayu yang digunakan adalah jenis kayu lembek seperti kayu antuang dan ingul, atau kayu yang biasa digunakan untuk perabot yang didapatkan dari sekitar desa. Untuk mengikat kulit pada tabung kayu serta menyetel tinggi rendahnya suara digunakan rotan. Diinformasikannya, bahwa kulit satu ekor lembu dewasa, bisa dijadikan dua set gondang tataganing. Sementara di daerah Dolok Sanggul kulit lembu digunakan sebagai alas penjemuran haminjon (Kemenyan-red), dan pada daerah lain kulit lembu kerap dijadikan bahan makanan seperti dangket-dangket. (kikil-red) dan kerupuk. Guna melestarikan gondang batak, Jonas mengisahkan, pada tahun 2001 pihak SMAN 1 Siborongborong yang kala itu di kepalai oleh, Drs. Alpa Simanjuntak mengandeng dirinya menjadi instruktur pelatih bagi guru dan siswa disekolah tersebut selama 3 tahun. Dan atas keberhasilan pelatihan tersebut, dilakukanlah tour, yang tujuannya untuk melestarikan budaya musik tradisional batak, melalui study banding pada beberapa sekolah SMA di Bandung dan Jakarta dengan bantuan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara.

Masih menurut St. Jonas Rajagukguk, karena kapiawaiaannya merakit serta mengoperasikan musik tradisional batak tersebut, pada masa pemerintahan Bupati RE. Nainggolan dengan bantuan SAE Nababan, tour juga dilakukan ke Jerman di tahun 2002. Kala itu Bupati Tobasa, Sahala Tampubolon dan Bupati Dairi, Tumanggor juga ikut dalam rombongan tersebut, ujar Kakek dari 30 cucu itu. Tahun 2004, pelatihan yang sama juga dilakukan pada SMA Plus Balige selama 2 Tahun. Disinggung tentang kehidupan, dianya mengakui, meskipun sudah melalang buana ke berbagai kota, domestic dan manca Negara, guna melestarikan budaya musik tradisional batak, namun sumber pendapatan utama untuk menghidupi keluaraga masih mengandalkan pola bertani tradisional. Kalau pengalaman untuk melestarikan budaya musik tradisional batak sudah cukup lumayan, tapi untuk mempertahankan ekonomi keluarga masih mengandalkan hasil pertanian, katanya. Minimnya pesanan terhadapap gondang tataganing sangat berpengaruh kepada harga jual. Hal ini diakui Jonas, dengan harga jual satu set gondang tataganing jenderung fluktuatif. Tidak ada harga standart persetnya, jadi kalau harga, mau sama mau lah. Imbuhnya. Diinformasikannya, bahwa rata rata perset dijual seharga Rp. 3-4 Juta untuk tataganing yang polos. Berbeda halnya tataganing yang diukir dengan gorga batak lebih mahal, karena gorga memiliki makna tersendiri, imbuhnya lagi.

Anda mungkin juga menyukai