Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang PTA (Post Traumatic Amnesia) adalah salah satu gangguan memori yang biasanya disebabkan oleh pasca trauma kapitis. Kebanyakan pasien yang mengalami trauma kapitis ringan atau sedang pulih setelah beberapa minggu sampai dengan bulan tanpa terapi spesifik. Akan tetapi, sekelompok pasien akan terus mengalami gejala kecacatan setelah periode ini, yang mengganggu pekerjaan atau aktifitas sosial. Post traumatic amnesia dipertimbangkan sebagai suatu marker yang sensitif untuk tingkat keparahan trauma kapitis, dan sebagai suatu prediktor outcome yang berguna. Russel dan Smith telah membuat suatu taksonomi keparahan trauma kapitis berdasarkan PTA sebagai berikut : trauma kapitis ringan jika PTA kurang dari 1 jam; trauma kapitis sedang jika PTA antara 1 dan 24 jam; trauma kapitis berat jika PTA 1 dan 7 hari; dan trauma kapitis sangat berat jika PTA lebih dari 7 hari. Levin dkk telah menemukan bahwa PTA yang berlangsung kurang dari 14 hari adalah prediktif dari good recovery, sedangkan PTA yang berlangsung lebih dari 14 hari adalah prediktif untuk disabilitas sedang sampai berat. Masyarakat sendiri belum sadar akan hal ini dan karen itu merupakan tugas para medis untuk melakukan pemberian materi kepada masyarakat agar masyarakat dapt mengerti tentang PTA. 1.2. Tujuan Penulisan PTA merupakan akibat dari trauma kapitis, hal ini harus cepat di tangani karena merupakan gangguan memory. PTA bisa muncul jika tingkat keparahan dari trauma sedang saja. Tingkat kesembuhan PTA bisa cepat bisa lambat tergantung dari jenis terapi yang dilakukan.

Tujuan kami membuat makalah ini adalah : 1. 2. Menjelaskan definisi mengenai kasus PTA. Menjelaskan etiologi, patologi, diagnosis, dan

penatalaksanaan dari PTA. 3. Menjelaskan diagnosa kedokteran pada penyakit PTA.

BAB II PEMBAHASAN

Tiga unsur tingkah laku manusia terhadap alam sekelilingnya ialah pengamatan, pikiran dan tindakan. Dalam bidang neurologi tiga unsur tersebut tertuang dalam fungsi sensorik, luhur, dan motorik. Dalam keadaan sakit, unsurunsur tadi dapat terganggu. Gangguan tersebut dapat berupa gejala neurologik elementer, misalnya hemiparesis, hemihipestesia, koma, kejang dan sebagainya tetapi dapat pula berupa gejala neurologik luhur, yang merupakan kelainan integratif yang kompleks dari ke tiga fungsi di atas. Yang dimaksud dengan fungsi luhur atau fungsi kortikal luhur adalah fungsi-fungsi : 1. 2. 3. 4. 5. Bahasa Persepsi Memori Emosi Kognitif

Dalam neurologi, gejala elementer dan luhur dipergunakan untuk menetapkan adanya kerusakan di otak, baik tentang lokalisasi maupun luas lesinya. Ke dua fungsi tersebut sama pentingnya dalam penetapan diagnosis. Juga keduanya menuruti prinsip organisasi lateral dan longitudinal serebral yang akan diuraikan kemudian. Karena gejala fungsi luhur ini kerap dilupakan atau diabaikan, maka penulis ingin menguraikan secara singkat peranan fungsi ini, terutama fungsi bahasa, persepsi dan memori pada kelainan otak. Kelainan otak disini dibatasi pada penyakit-penyakit yang frekuen, yaitu gangguan peredaran darah di otak (Cerebro-Vascular Disorder) dan trauma kapitis. Pada keadaan akut trauma kapitis, maka gangguan memori mempunyai peranan penting. Amnesia post- trauma kapitis dapatmeliputi kejadian sebelum trauma (retrograd amnesia) atausetelah trauma (anterograd amnesia). Lamanya amnesia tersebutdapat dipakai sebagai patokan akan luas lesi yang terjadi di

otak.Umumnya amnesia ini meliputi gangguan short-term memory saja. Apabila ternyata long-term memory juga terkena maka inimenandakan adanya kelainan otak yang difus, berat danmempunyai prognosis yang kurang baik. Juga disini perlu dicatatbahwa pasien umumnya hanya terganggu memorinya tanpa kehilangan fungsi-fungsi lain. 2.1. Trauma Kapitis 2.1.1. Definisi Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen. 2.1.2. Klasifikasi Trauma Kapitis Berdasarkan ATLS (Advanced Trauma Life Support) (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi. 1. Mekanisme Cedera Kepala Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan

kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan. 2. Beratnya Cedera Kepala Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS

total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu : Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Ringan

Kehilangan kesadaran < 20 menit Amnesia post traumatik < 24 jam GCS = 13 15

Sedang

Kehilangan kesadaran 20 menit dan 36 jam Amnesia post traumatik 24 jam dan 7 hari GCS = 9 - 12

Berat

Kehilangan kesadaran > 36 jam Amnesia post traumatik > 7 hari GCS = 3 8

2.2. Amnesia Memori adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman penyimpanan dan pemanggilan kembali. Gangguan immediate memory mudah dikenali dengan menyuruh pasien mengulangi 6 digit yang kita sebutkan. Gangguan short-term memory dapat dikenali karena pasien tidak dapat mengingat apa yang telah terjadi beberapa saat yang lalu. Ia tidak dapat menceritakan kejadian pada hari itu. Sedangkan long-term memory terganggu bila pasien tidak lagi mengenali riwayat hidupnya. Umumnya amnesia yang terjadi adalah gangguan short-term memory. Pada kelainan lobus temporalis kiri menyebabkan gangguan memori verbal (tidak ingat apa yang disebutkan) sedangkan lobus temporalis kanan menyebabkan memori visual (apa yang diperlihatkan). Gangguan memori ini merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat, yaitu: 2.2.1. Amnesia Ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh

pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di otak, misalnya; pada kontusio serebri. Namun dapat juga disebabkan faktor psikologis misalnya pada gangguan stres pasca trauma individu dapat kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis. 2.2.2. Berdasarkan waktu kejadian, amnesia dibedakan menjadi:

a.

Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya; seorang pengendara motor yang mengalami kecelakaan, tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.

b.

Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi sebelum titik waktu kejadian.

Misalnya, seorang gadis yang terjatuh dari atap dan mengalami trauma kepala, tidak mampu mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut. 2.3. Post-Traumatic Amnesia 2.3.1. Definisi dan Deskripsi Dalam istilah neuropsikologi kognitif, PTA adalah suatu gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial yang spesifik. Akan tetapi, fase penyembuhan dini setelah gangguan kesadaran juga

dikarakteristikkan oleh gangguan atensi dan perubahan behavioral yang bervariasi dari mulai letargi sampai dengan agitasi. Posttraumatic Amnesia adalah suatu gangguan mental yang dikarakteristikkan oleh disorientasi, gangguan atensi, kegagalan memori kejadian dari hari ke hari, ilusi, dan salah dalam mengenali keluarga, teman dan staf medis. 2.3.2. Patofisiologi Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding dengan diencephalic.

Memori dan new learning dipercaya melibatkan korteks serebral, proyeksi subkortikal, hippocampal formation (gyrus dentatus, hipokampus, gyrus parahippocampal), dan diensefalon, terutama bagian medial dari dorsomedial dan adjacent midline nuclei of thalamus. Sebagai tambahan, lesi pada lobus frontalis juga dapat menyebabkan perubahan pada behavior, termasuk iritabilitas, aggresiveness, dan hilangnya inhibisi dan judgment. Sekarang ini, telah didapati bukti adanya keterlibatan lobus frontalis kanan pada atensi. Trauma kapitis dapat bersifat primer maupun sekunder. Cedera primer dihasilkan oleh tekanan akselerasi dan deselerasi yang merusak kandungan intrakranial oleh karena pergerakan yang tidak seimbang dari tengkorak dan otak. Akan tetapi, faktor yang paling penting pada cedera otak traumatik adalah shearing yang berupa tekanan rotasi yang cepat dan berulang terhadap otak segera setelah trauma kapitis. Concussion mengakibatkan tekanan shearing yang singkat dan penyembuhan komplet. Jika tekanan shearing lebih banyak dan berulang, kerusakan akson pun menjadi lebih banyak, durasi hilangnya kesadaran lebih panjang dan penyembuhan melambat. Dalam praktek, gambaran klinisnya adalah koma yang diikuti dengan PTA. Oleh karena itu tingkat keparahan trauma kapitis tertutup dapat dinilai dengan durasi koma dan PTA. Sedangkan suatu contusion adalah suatu trauma yang lebih luas terhadap otak dimana robekan jaringan yang

memperlihatkan tekanan shearing dengan gangguan akson yang disebabkan oleh axonal shearing dan injury terhadap otak dengan dampak ke permukaan tulang : bagian medial, ujung dan dasar lobus frontalis dan bagian anterior dari lobus temporalis paling sering terlibat. Area yang rusak adalah berbentuk kerucut dengan dasar pada permukaan otak, terutama mengenai lapisan pertama dari korteks.

2.3.3.

Klasifikasi Posttraumatic amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Tipe yang pertama adalah retrograde, yang didefinisikan oleh Cartlidge dan Shaw, sebagai hilangnya kemampuan secara total atau parsial untuk mengingat kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu sesaat sebelum trauma kapitis. Lamanya amnesia retrograde biasanya akan menurun secara progresif. Tipe yang kedua dari PTA adalah amnesia anterograde, suatu defisit dalam membentuk memori baru setelah kecelakaan, yang menyebabkan penurunan atensi dan persepsi yang tidak akurat. Memori anterograde merupakan fungsi terakhir yang paling sering kembali setelah sembuh dari hilangnya kesadaran.

2.3.4.

Intrumen Pemeriksaan 1. Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG) Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang, TOAG adalah yang paling banyak digunakan. Penilaian ini pendek dan mudah digunakan. Penilaiannya terdiri dari sejumlah poin yang ditambahkan ketika menjawab dengan benar atau jumlah kesalahan. Skor yang mendekati angka 100 , berarti fungsi masih terjaga. Tes ini dapat diberikan beberapa kali dalam sehari, meskipun pada hari yang berturut-turut. Sehingga dapat dibuat grafik untuk menggambarkan perjalanan kapasitas dari mulai waktu tertentu sampai orientasi total tercapai. Pengarang dari test ini percaya bahwa tes ini sesuai bagi seorang pasien untuk memulai pemeriksaan kognitif ketika skor 75 atau lebih dicapai pada tes ini yang mengindikasikan pasien tidak konfusion dan disorientasi lagi. Akan tetapi validitas dan reabilitas TOAG dan statusnya sebagai gold standard

dalam

penilaian

PTA

masih

suatu

subjek

yang

Diperdebatkan. 2.3.5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan PTA (Post-Traumatik Amnesia) dengan menggunakan motode berikut yang telah kami kutip dari salah satu jurnal yang bertujuan untuk memunculkan kembali ingatan yang hilang. 1. Picture Recall (PRL) and Picture Recognition Task (PRT) Pasien di minta untuk melihat tiga gambar yang berbeda lalu pasien diminta untuk menggambarkan ketiga gambar itu. Berikut ini intruksinya : ...The examiner'sinstructions were, "I will show you some pictures and I want you to please remember them. I will ask you tomorrow to recall them."...

Jika pasien tidak bisa mengingat maka pasien diminta untuk mengulang sebanyak tiga kali dengan bantuan pemeriksa untuk sedikit menggambarkannya. Dengan di berikan perintah sebagai berikut : ...The subject was then instructed to, "Please remember the pictures because you will be asked to remember them tomorrow." 2. Word Recall Task (WRT) Pasien diminta untuk mengingat dan

menghapalkan tiga kata setelah diberikan pengarahan. Berikut ini instruksinya :


10

..Instructions were, "I will say three words and would like you to remember them." The subject was then asked to repeat the words... Jika pasien tidak dapat mengulangnnya maka pemeriksaan kan membantu mengingatnya sampai bisa.

11

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan PTA adalah suatu gangguan pada memori episodik yang digambarkan sebagai ketidakmampuan pasien untuk menyimpan informasi kejadian yang terjadi dalam konteks temporospatial yang spesifik. Dasar patologi dari PTA masih tidak jelas, meskipun korelasinya terhadap MRI terlihat mengindikasikan sesuatu yang berasal dari hemisfer dibanding dengan diencephalic. Post traumatic amnesia dapat dibagi dalam 2 tipe. Di antara beberapa penilaian PTA yang tersedia sekarang, TOAG adalah yang paling banyak digunakan. Pengobatan dilakukan dengan cara recall memory dari pasien yang terkena PTA tersebut. 3.2. Saran PTA merupakan akibat dari trauma kapitis, dengan sifat trauma yang sedang. Patofisiologi yang kami dapat masih belum mampu menjelaskan apa yang terjadi pada PTA sehingga masih harus ada yang memberikan masukan yang tepat bagi kelompok kami. Selain itu litertur yang berbahasa inggris membuat kami cukup kebingungan sehingga setidaknya universitas kedokteran lain menyiapkan jurnal-jurnal neurologi dengan bahasa indonesia, sehingga kami mampu membuat makalah yang lebih sempurna lagi.

12

DAFTAR PUSTAKA

Artiola, L., Fortuny, I., Briggs, M., Newcombe, F., Ratcliff, G. & Thomas, C. 1980. Measuring the duration of post traumatic amnesia. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry, 43, 377-379. Kusumoputro, Sidiarto., Sidiarto, Lily., 1984. Gangguan Bahsa, Persepsi, dan Pada Kelainan Otak pada Cermin Dunia Kedokteran no. 34. Jakarta : P.T. Kalbe Farina. Levin, H.S. 1997. Memory Dysfunction After Head Injury. In : Feinberg, T.E, Farah M.J. (eds). Behavioral Neurology and Neuropsychology. pp. 479-88. USA : McGraw-Hill Companies. Mary, Darcy., Potter, Robert., Graham, Scott., Seikel, Anthony., Hutchings, Donald., 1992. Predicting Post Traumatic Amnesia Patients' Performance on Specific Cognitive Tasks. Mayou, Richard A., Black John., Bryant, Bridget., 2000. Unconsciousness,

amnesia and psychiatric symptoms following road traffic accident injury. BJP 2000, 177:540-545.

13

Anda mungkin juga menyukai