Anda di halaman 1dari 12

1.

Pendahuluan Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eczema dan dermatitis) biasanya dalam fase akut dan biasanya ditonjolkan dalam betuk eritema dan vesikel. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1 Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergik (DKA), keduanya dapat bersifat akut maupun kronik. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, sehingga kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu alergen .1 Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Diramalkan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh masyarakat. Namun informasi mengenai prevalensi dan insidensi DKA di masyarakat sangat sedikit, sehingga berapa angka yang mendekati kebenaran belum didapat.2 Dahulu diperkirakan bahwa kejadian DKI akibat kerja sebanyak 80% dan DKA 20%, tetapi data baru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa dermatitis kontak akibat alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan 60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuensi DKA bukan akibat kerja tiga kali lebih sering dari pada DKA akibat kerja. Usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi, tetapi umumnya DKA jarang ditemui pada anak-anak. Prevalensi pada wanita dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Bangsa kaukasian lebih sering terkena DKA dari pada ras bangsa lain.3 Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi imunologis yang cenderung melibatkan kulit sekitarnya dan dapat menyebar pada area sekitarnya. Penyakit kulit ini merupakan salah satu masalah dermatologi yang paling sering dan menghabiskan biaya. Data terbaru dari Inggris dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa persentase dermatitis kontak akibat kerja karena alergi lebih tinggi, dimana akan memberi peningkatan terhadap dampak ekonomi pada dermatitis kontak alergi akibat kerja.4
1

Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya potensi sensitisasi alergen, dosis perunit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).2 Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari(misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaiman DKA sehingga dapat menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA. Salah satu upaya pencegahan dan bisa pula digunakan dalam diagnosa dermatosis adalah patch test.5

2. Definisi Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Dermatitis kontak alergi tidak berhubungan dengan atopi. DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat, atau reaksi imunologi tipe IV, dimediasi terutama oleh limfosit yang sebelumnya tersensitisasi, yang menyebabkan peradangan dan edema pada kulit.4

3. Etiologi Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, dikatakan lebih dari 3700 bahan kimia, yang juga disebut bahan kimia sederhana yang bisa memprovokasi reaksi alergi ini. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.2 Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuhtumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap
2

tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).4 4. Patofisiologi Dermatitis kontak alergi atau DKA disebabkan oleh pajanan secara berulang oleh suatu alergen tertentu secara berulang, seperti zat kimia yang sangat reaktif dan seringkali mempunyai struktur kimia yang sangat sederhana. Struktur kimia tersebut bila terkena kulit dapat menembus lapisan epidermis yang lebih dalam menembus stratum corneum dan membentuk kompleks sebagai hapten dengan protein kulit. Konjugat yang terbentuk diperkenalkan oleh sel dendrit ke sel-sel kelenjar getah bening yang mengalir dan limfosit-limfosit secara khusus dapat mengenali konjugat hapten dan terbentuk bagian protein karier yang berdekatan. Kojugasi hapten-hapten diulang pada kontak selanjutnya dan limfosit yang sudah disensitisasikan memberikan respons, menyebabkan timbulnya sitotoksisitas langsung dan terjadinya radang yang ditimbulkan oleh limfokin.2 Sebenarnya, DKA ini memiliki 2 fase yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi yang akhirnya dapat menyebabkan DKA.3,6 Fase sensitasi Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel Langerhans. Antigen akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human Leucocyte AntigenDR (HLA-DR), dan kompleks yang diekspresikan pada permukaan sel Langerhans. Sel Langerhans akan bergerak melalui jalur limfatik ke kelenjar regional, dimana akan terdapat kompleks yang spesifik terhadap sel T dengan CD4-positif. Kompleks antigen-HLA-DR ini berinteraksi dengan reseptor T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga akan mengeluarkan Interleukin-1 (IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini menyebabkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel T spesifik yang beredar di seluruh tubuh dan kembali kekulit.3,6

Tahap elisitasi Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui pembuluh darah kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit, antigen akan diproses dan dipresentasikan dengan HLA-DR pada permukaan sel Langerhans. Kompleks akan dipresentasikan kepada sel T4 spesifik dalam kulit (atau kelenjar, atau keduanya), dan elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR spesifik untuk mengaktifkan baik sel Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi sekresi IL-1 oleh sel Langerhans dan menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. Hal ini menyebabkan proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL-4, interferon-gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF).2,3 Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit yang teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan phospolipase. Hal ini melepaskan asam arakidonik untuk produksi prostaglandin (PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi aktivasi sel mast dan pelebaran pembuluh darah secara langsung dan pelepasan histamin yang melalui sel mast. Karena produk vasoaktif dan chemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan dari pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi juga mengungkapkan intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang memungkinkan interaksi seluler langsungdengansel-sel darah.3,6

5. Penegakan Diagnosis 1. Anamnesa Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun

keluarganya .Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.2,3,6 Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA. Demografi dan riwayat pekerjaan Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan, paparan berulang dari alergen yang didapat saat kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya. Riwayat penyakit dalam keluarga Riwayat penyakit sebelumnya Riwayat dermatitis yang spesifik Alergi obat, penyakit yang sedang diderita, obatobat yang digunakan, tindakan bedah Onset, lokasi, pengobatan Faktor genetik, predisposisi

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 2.2.2,4 Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebabsebab endogen.2,4 Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA.

Lokasi Tangan

Kemungkinan Penyebab Pekerjaan yang basah (Wet Work) misalnya memasak makanan (getah sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian menggunakan deterjen.

Lengan

Jam tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen, dan tanaman.

Ketiak

Deodoran, anti-perspiran, formaldehid yang ada di pakaian.

Wajah

Bahan kosmetik, spons (karet), obat topikal, alergen di udara (aero-alergen), nikel (tangkai kacamata).

Bibir Kelopak mata

Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan. Maskara, eye shadow, obat tetes mata, salep mata.

Telinga

Anting

yang terbuat

dari nikel,

tangkai

kacamata, obat topikal, gagang telepon. Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat warna pakaian. Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian. Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita, alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi. Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,

sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati beberapa ujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Ujud kelainan kulit dapat dilihat pada beberapa gambar berikut2,4 : a. Dermatitis kontak alergi pada di lengan tempat tali jam tangan karena alergi terhadap nikel menyebabkan eritema. Lesi yang timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang popular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung.2,4

b. Telinga. Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab dermatitis kontak pada telinga. Penyebab lain misalnya obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut, alat bantu dengar, gagang telepon. Alat bantu dengar dapat mengandung akrilak, bahan plastik, serta bahan kimia lainnya. Anting-anting yang menyebabkan dermatitis pada telinga umumnya yang terbuat dari nikel dan jarang pada emas. Tindikan pada telinga mungkin menjadi fase sensitisasi pada dermatitis karena nikel yang bisa mengarah pada dermatitis kontak kronik. Dermatitis kontak alergi subakut pada telinga dan sebagian leher. Akhirnya diketahui bahwa pasien alergi terhadap bahan plastik

c. Badan. Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan oleh tekstil, zat warna kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi pada karetdari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas sesuai dengan daerah yang terkena alergen.2,4

d) Paha dan tungkai bawah. Dermatitis di tempat ini dapat disebabkan oleh tekstil, dompet, kunci (nikel),kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal. Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15,bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami skuama, krusta.2,4

2. Pemeriksaan Penunjang Uji Tempel Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi.4 Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan
8

yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurangkurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan kemungkinan terkena iritasi.4,5

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel: 1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi angry back atau excited skin reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.5 2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi

negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.5 3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.5 4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.5 5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.5 Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat seperti berikut:3,5 1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+) 2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++) 3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++) 4 = meragukan : hanya makula eritematosa 5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR) 6 = reaksi negatif (-) 7 = excited skin 8 = tidak dites (NT=non tested)

10

T.R.U.E. Test (Mekos Laboratories, Hillerod, Denmark) patch-test. A. Hasil uji positif terhadap picaridin (KBR) 2,5%. B. Hasil uji positif terhadap methyl glucose diolate (MGD) 10%.

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.5 Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo).5

6. Penatalaksanaan 1. Non-Medikamentosa a) Memotong kuku kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi b) Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergi c) Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan alergen d) Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi
11

2. Medikamentosa1,6 a. Simptomatis Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 34 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatal b. Sistemik 1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari 3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari c. Topikal 1) Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

7. Prognosis Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik, dermatitis numularisatau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita2

12

Anda mungkin juga menyukai