Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah Penyakit degeneratif adalah kemunduran fungsi sel saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal sebelumnya ke keadaan yang lebih buruk. Penyakit degeneratif baik kronis maupun tidak, sering dijumpai di masyarakat modern. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007, penyakit degeneratif meningkat dari 41,7 persen pada tahun 1995 menjadi 59,5 persen pada tahun 2007. Penyakit degeneratif disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang aktivitas fisik (olahraga), dan pola makan yang tidak sehat. Penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke, kanker, diabetes dan osteoporosis. Dari beberapa penyakit degeneratif yang ada, penyakit jantung adalah kasus yang cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian terbesar didunia. Salah satu faktor resiko yang paling besar terhadap penyakit jantung adalah hipertensi. Hipertensi bisa disebabkan oleh faktor kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak efektif (kurang berolah raga), stress, penggunaan alkohol atau garam dalam makanan. Hipertensi menyerang lebih dari 700 juta penduduk dunia dengan angka mortalitas 7 juta jiwa dan morbiditas 64 juta jiwa pertahun. Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan penyakit yang tidak menunjukkan gejala yang jelas. Hipertensi menyerang seluruh dunia, berdasarkan data WHO tahun 2000, hipertensi telah menjangkiti 26,4 % populasi dunia dengan perbandingan 26,6 % pada pria dan 26,1 % pada wanita. Dari 26,4 % populasi dunia, 2/3 populasi dari Negara berkembang dan 1/3 dari Negara maju yang menderita hipertensi (Andra, 2007). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2004, hipertensi menempati urutan ketiga sebagai penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan. Berdasarkan SKRT 2004, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14 %. Pada tahun 2006 hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan Indonesia (4,67 %) setelah ISPA (9,32

%) (Depkes, 2008). Melihat prevalensi hipertensi dari tahun ke tahun maka peneliti tertarik untuk meneliti hipertensi. Tanda dan gejala hipertensi sulit diketahui karena hipertensi muncul tanpa gejala atau biasanya ada gejala, tapi itu pun jika sudah komplikasi (Suharjono). Tercatat ada 90 persen atau lebih penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya sehingga hipertensi termasuk penyakit primer. Sisanya, 10 persen atau kurang adalah penderita hipertensi yang disebabkan penyakit lain seperti ginjal dan beberapa gangguan kelenjar endokrin tubuh, keadaan ini disebut hipertensi sekunder. Menurut badan kesehatan dunia dari 50 % penderita hipertensi yang terdeteksi, hanya 25 % yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5 % bisa diobati dengan baik. Komplikasi hipertensi diantaranya: Penyakit Jantung Koroner (PJK), Infark Miokard, Stroke dan gagal ginjal, aneurisma dan retineopati hipertensi. Pengobatan hipertensi secara farmakoterapi dapat dilakukan dengan pemberian diuretika, penyekat reseptor beta adrenergic, penyekat saluran kalsium, inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) atau penyekat reseptor alfa adrenergik. Pengobatan tersebut bergantung pada pertimbangan klien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi, penyakit penyerta, dan kualitas hidup. Pengobatan hipertensi saat ini belum efektif karena hanya menurunkan prevalensi sebesar 8%, harga obatnya relative mahal, sering terjadi kekambuhan dan menimbulkan efek samping yang lebih berbahaya (Price dan Wilson, 2005). Selain dengan mengkonsumsi obat-obatan hipertensi juga bisa ditanggulangi dengan pengobatan tradisional yaitu dengan menggunakan mentimun (cucumis Sativus) yang diolah menjadi sebuah minuman, bawang putih, buah mengkudu, daun seledri juga dapat menurunkan tekanan darah. Saat ini ditemukan tren pengobatan hipertensi, yaitu dengan menggunakan terapi alternatif dan komplementer, salah satunya yaitu terapi bekam. Pengobatan bekam juga dapat menyembuhkan beberapa penyakit diantaranya adalah stroke, kolesterol, impotensi, jantung, sinusitis, ginjal, liver.

Bekam berasal dari Timur Tengah dan saat ini bekam sudah dikenal dan di kembangkan diberbagai Negara di Dunia, seperti Inggris, Amerika, Eropa, Cina. Bekam adalah teknik pengobatan dengan menggunakan sarana gelas, tabung atau bambu yang prosesnya di awali dengan melakukan pengekopan maka terbentuklah tekanan negative di dalam cawan/kop sehingga terjadi drainase cairan tubuh berlebih (darah kotor) dan toksin, kemudian dilakukan penyayatan di permukaan kulit dengan memakai pisau bedah atau penusukan jarum bekam agar darah kotor bisa dikeluarkan sehingga dapat menghilangkan perlengketan/adhesi jaringan ikat dan akan mengalirkan darah bersih ke permukaan kulit dan jaringan otot yang mengalami stagminasi serta merangsang sistem saraf perifer. Titik pada penusukan jarum bekam mengacu pada titik akupunktur, namun yang membedakan terapi bekam dengan terapi akupunktur ialah pada terapi tusuk jarum reaksi yang dihasilkan hanyalah sebatas perangsangan, sedangkan pada terapi bekam selain proses perangsangan, juga terjadi proses pergerakan aliran darah. Dalam beberapa literature disebutkan bahwa bekam bekerja dengan cara merangsang atau mengaktifkan: sistem kekebalan tubuh, pengeluaran ankefalin, pelepasan neurotransmitter, penyempitan dan pelebaran pembuluh darah pada Sistem Saraf Pusat (CNS) yang berfungsi mengartikan sensasi rasa nyeri. Terapi bekam tidak menimbulkan efek samping yang berat hanya dapat menimbulkan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh adanya bekas pengekopan dan penyayatan dikulit namun bekas tersebut akan hilang dalam waktu 2-3 hari. Sehingga terapi bekam aman untuk dilakukan. Pada penelitian ini pembekaman dilakukan oleh dokter yang profesional dan terapis yang terlatih. Terapi bekam masih belum banyak diteliti khususnya di Indonesia salah satu penelitian yang dilakukan berdasarkan penelitian terkait oleh Wahyu Hidayat di Kabupaten Jombang. Jumlah sampel sebanyak 25 orang. Sebelum dilakukan pembekaman, tekanan darah responden diukur dan didapatkan hasil 11 responden adalah hipertensi ringan. Tekanan darah setelah

pembekaman didapatkan hasil lebih dari 14 responden termasuk hipertensi ringan. Tekanan darah sistole didapatkan nilai 0,042 sehingga ada pengaruh teknik bekam terhadap penurunan tekanan darah sistole pada pasien hipertensi. Untuk tekanan darah diastole didapatkan nilai signifikan 0,037 sehingga ada pengaruh teknik bekam terhadap tekanan darah diastole pada pasien hipertensi. Maka didapatkan hasil bahwa ada pengaruh teknik bekam terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi. Hasil tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian apakah ada pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Klinik RumahSehat AFIAT Kecamatan Limo, Depok. I.2 Perumusan Masalah Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian secara diam-diam yang disebabkan oleh komplikasi hipertensi itu sendiri. Tren pengobatan hipertensi saat ini yaitu dengan menggunakan terapi alternatif dan komplementer, salah satunya yaitu terapi bekam. Manfaat terapi bekam sudah banyak yang merasakan terutama yang memiliki penyakit hipertensi. Mengingat terapi bekam dapat menurunkan tekanan darah, maka secara spesifik penelitian ini membuktikan apakah ada pengaruh terapi bekam sebelum dan sesudah terapi pada klien hipertensi? I.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Klinik Rumah Sehat AFIAT Kecamatan Limo, Depok Tahun 2011. 2. Tujuan Khusus Penelitian a. Untuk mengetahui gambaran tentang tekanan darah pada penderita hipertensi yang mengikuti terapi bekam di Klinik Rumah Sehat AFIAT Kecamatan Limo, Depok sebelum melakukan terapi bekam.

b. Untuk mengetahui gambaran tentang tekanan darah pada penderita hipertensi yang mengikuti terapi bekam di Klinik Rumah Sehat AFIAT Kecamatan Limo, Depok setelah melakukan terapi bekam. c. Mendapatkan informasi mengenai pengaruh sebelum dan sesudah terapi bekam terhadap penurunan tekanan darah pada klien hipertensi di Klinik rumah sehat AFIAT Kecamatan Limo, Depok d. Mendapatkan informasi mengenai umur, jenis kelamin, riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga, Berat badan, merokok, Diabetes, Stroke. I.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Akademis Secara akademis penelitian ini berguna untuk menambah informasi bagi perawat tentang pengobatan hipertensi dengan terapi bekam. 2. Manfaat bagi Profesi Keperawatan Meningkatkan pengetahuan perawat tentang manfaat terapi bekam, dan dapat mnejadi bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan tentang hipertensi. 3. Manfaat bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dalam mengembangkan ilmu yang diperolehselama perkuliahan untuk diaplikaskan kepada diri sendiri dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai