Anda di halaman 1dari 36

Kejahatan Seksual Pada Anak Di Bawah Umur

C7
Vonny Christy 102010030 Caroline 102010068 Anggi Aviandri Putra 102010112 Maria Valentina Sari 102010205 Christian Salim 102010168 Nur Afiqah binti Mohd Mataridi 102010373

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara/6 Jakarta Barat
1

Pendahuluan
Kejahatan seksual (sexual offences), sebagai salah satu bentuk dari kejahatan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, mempunyai kaitan yang erat dengan Ilmu Kedokteran Forensik; yaitu di dalam upaya pembuktian bahwa kejahatan tersebut memang telah terjadi. Adanya kaitan antara Ilmu Kedokteran dengan kejahatan seksual dapat dipandang sebagai konsekuensi dari pasal-pasal di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang memuat ancaman hukum serta tata cara pembuktian pada setiap kasus termasuk didalam pengertian kasus kejahatan seksual. Didalam upaya pembuktian secara kedokteran forensic faktor keterbatasan di dalam Ilmu Kedokteran itu sendiri dapat sangat berperan, demikian halnya dengan faktor waktu serta serta faktor keaslian dari barang bukti (korban), maupun faktor-faktor dari si pelaki kejahatan seksual itu sendiri. Dengan demikian upaya pembuktian secara kedokteran forensic pada setiap kasus kejahatan seksual sebenarnya terbatas didalam upaya pembuktian ada tidaknya tanda-tanda kekerasan, perkiraan umur, serta pembuktian apakah seseorang itu memang sudah pantas atau sudah mampu untuk di kawini atau tidak.

Aspek Hukum Undang-undang


Agar kesaksian seorang dokter pada perkara pidana mencapai sasarannya yaitu membantu pengadilan dengan sebaik-baiknya, dia harus mengenal Undang-undang yang bersangkutan dengan tindak pidana itu, seharusnya ia mengetahui unsur-unsur mana yang dibuktikan secara medik atau yang memeriukan pendapat medik. KUHP pasal 284 (1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1a. seorang pria yang telah kawin, yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW
2

(Burgerlyk Wetboek) berlaku baginya. 1b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW (Burgerlyk Wet-boek) berlaku baginya. 2a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin; 2b. seorang wanita yang belum kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. (2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan dilkuti dengan permintaan untuk bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga. (3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. (5) Jika bagi suami istri itu berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap. BW pasal 27 Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya. KUHP 285 Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pada tindak pidana di atas perlu dibuktikan telah terjadi persetubuhan dan telah terjadi paksaan dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan. Dokter dapat menentukan apakah persetubuhan telah terjadi atau tidak, dan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan. Tetapi ia tidak dapat menentukan apakah terdapat unsur paksaan pada tindak pidana ini.

Ditemukannya tanda kekerasan pada tubuh korban tidak selalu merupakan akibat paksaan, mungkin juga disebabkan oleh hal-hal lain yang tak ada hubungannya dengan paksaan. Demikian pula jika dokter tidak menemukan tanda kekerasan, maka hal itu belum merupakan bukti bahwa paksaan tidak terjadi. Pada hakekatnya dokter tak dapat menentukan unsur paksaan yang terdapat pada tindak pidana perkosaan; sehingga ia juga tidak mungkin menentukan apakah perkosaan telah terjadi. Yang berwenang untuk menentukan hal tersebut adalah hakim, karena perkosaan adalah pengertian hukum bukan istilah medis, sehingga dokter jangan menggunakan istilah perkosaan dalam Visum et Repertum. Dalam bagian kesimpulan Visum et Repertum hanya dituliskan (1) ada tidaknya tanda persetubuhan dan (2) ada tidaknya tanda kekerasan, serta jenis kekerasan yang menyebabkannya. KUHP pasal 286 Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pada tindak pidana di atas harus terbukti bahwa perempuan berada dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya ketika terjadi persetubuhan. Dokter harus mencatat dalam anamnesa apakah korban sadar ketika terjadi persetubuhan, adakah penyakit yang diderita korban yang sewaktu-waktu dapat mengakibatkan korban pingsan atau tidak berdaya, misalnya epilepsi, katalepsi, syncope dsb. Jika korban mengatakan ia menjadi pingsan, maka perlu diketahui bagaimana terjadinya keadaan pingsan itu, apakah terjadi setelah korban diberi minuman atau makanan. Pada pemeriksaan perlu diperhatikan apakah korban menunjukkan tanda-tanda bekas hilang kesadaran, atau tanda-tanda telah berada di bawah pengaruh alkohol, hipnotik atau narkotik. Apabila ada petunjuk bahwa alkohol, hipnotik atau narkotik telah dipergunakan, maka dokter perlu mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.

Jika terbukti bahwa si terdakwa telah sengaja membuat wanita itu pingsan atau tak berdaya, ia dapat dituntut telah melakukan tindak pidana perkosaan, karena dengan membuat wanita itu pingsan atau tidak ber daya ia telah melakukan kekerasan. KUHP pasal 89 Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. KUHP pasal 287 (1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali urnur wanita itu belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan pasal 291 dan pasal 294. Tindak pidana merupakan persetubuhan dengan wanita yang menurut Undang-undang belum cukup umur. Jika umur korban belum cukup 15 tahun tetapi sudah di atas 12 tahun penuntutan baru dilakukan bila ada pengaduan dari yang bersangkutan. Jadi dengan keadaan itu persetubuhan tersebut merupakan delik aduan, bila tidak ada pengaduan, tidak ada penuntutan. Tetapi keadaan akan berbeda jika: a. Umur korban belum cukup 12 tahun; atau b. Korban yang belum cukup 15 tahun itu menderita luka berat atau mati akibat perbuatan itu (KUHP ps. 291), atau c. Korban yang belum cukup 15 tahun itu adalah anaknya, anak tirinya, muridnya, anak yang berada di bawah pengawasannya, bujangnya atau bawahannya (ps 294). Dalam keadaan di atas, penuntutan dapat dilakukan, walaupun tidak ada pengaduan karena bukan lagi merupakan delik aduan. Pada pemeriksaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur
5

korban yang pasti tak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannya. Keadaan perkembangan payudara dan perlumbuhan rambut kemaluan perlu

dikemukakan. Ditentukan apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira 12 tahun, sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih). Juga harus ditanyakan apakah korban sudah pernah mendapat haid bila umur korban tidak diketahui, Kalau korban menyatakan belum pernah haid, maka penentuan ada tidaknya ovulasi masih diperlukan. Muller menganjurkan agar dilakukan observasi selama 8 minggu di rumah sakit untuk menen-ukan adakah selama itu ia mendapat haid. Kini untuk menentukan apakah seorang wanita sudah pernah mengalami ovulasi atau belum, dapat dilakukan pemeriksaan 'vaginal smeae'. Hal di atas perlu diperhatikan mengingat bunyi kalimat: padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa wanita itu umurnya belum lima belas tahun dan atau umurnya tidak jelas bahwa belum waktunya untuk dikawin. Perempuan yang belum pernah haid dianggap sebagai belum patut dikawin. KUHP pasal 291 (1) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 288 dan 290 itu berakibat luka berat, dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun. (2) Kalau salah satu kejahatan yang diterangkan dalam ps 285, 286, 287, 289 dan 290 itu berakibat matinya orang dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya 16 tahun. KUHP ps. 294 Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya atau anak piaraannya, anak yang di bawah pengawasannya, orang dibawah umur yang diserahkan kepadanya untuk dipelihara, dididiknya atau dijaganya, atau bujangnya atau orang yang dibawah umur, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun. Dengan itu dihukum juga:
6

1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawahnya orang yang dipercayakan/diserahkan kepadanya untuk dijaga. Pengurus, dokter, guru, pejabat, pengurus atau bujang di penjara, ditempat bekerja kepunyaan negeri, tempat pendidikan, rumah piatu, R.S. gila atau lembaga semua yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan disitu

Prosedur hukum
Hal-hal yang perlu diperhatikan: Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, tidak akan diperiksa oleh dokter dan korban akan disuruh kembali kepada polisi. Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit atau di tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum maka dokter harus menolak karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP pasal 322). Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan dalam bentuk Visum et Repertum tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan sebagai corpus dilicti (benda bukti). Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan atas permintaan

polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part dari tubuh seorang wanita. Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa korban. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan jangan ditunda terlampau lama. Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata. Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum perkara dapat cepat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari tahanan bila ternyata ia tidak bersalah. Kadang - kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan atau karena ia merasa curiga kalau-kalau telah terjadi persetubuhan pada anaknya. Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun dan jika persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara. Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahuisaja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak bersalah. Dalam keadaan demikian umunya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.2
8

Hukum Acara Pidana


Pasal 1 KUHAP (25) : Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut Hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.1 Kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli telah diatur dalam Pasal 133 KUHAP.Keterangan Ahli ini akan di jadikan sebagai alat bukti yang sah di depan siding pengadilan (Pasal 184 KUHAP).2 Pasal 133 KUHAP (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seseorang korban baik luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahlinya.2 (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.2 (3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2 Pasal 133 KUHAP (2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.2 Pasal 185 KUHAP2 (1) Alat bukti yang sah adalah a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli
9

c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Pengertian Keterangan Ahli adalah sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP: Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.Keterangan ahli ini dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (pasal 186 KUHAP), atau dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di dalam suatu surat (pasal 187 KUHAP).2 Sangsi Bagi Pelanggar Kewajiban Dokter Pasal 216 KUHP (1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana, demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau dendan paling banyak Sembilan ribu rupiah.2 (2) Disamakan dengan pajabat tersebut diatas, setiap orang yang menurut ketentuan undangundang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.2 (3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya peidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.2

10

Pasal 222 KUHP Barang siapa dengan sengaja mencegah, mengahalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.2 Pasal 224 KUHP Barang siapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannya : 1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.2 2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.2 Pasal 522 KUHP Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak datang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.2 Pihak yang Berwenang meminta Keterangan Ahli Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik.Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.2 Adapun yang termasuk dalam kategori penyidik menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal ayat (1) adalah Pejabat Polisis Negara RI yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Dua. Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua. Dalam PP yang sama disebutkan bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai sipil, maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk penyindik pembantu. Bila disuatu Kepolisian Sektor tidak ada pejabat penyidik seperti diatas, maka Kepala Kepolisian Sektor yang berpangkat Bintara dibawah Pembantu Letnan Dua dikategorikan pula sebagai penyidik karena jabatannya (PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (2).2
11

Dalam lingkup kewenangan / juridiksi peradilan militer, maka pengertian penyidik dapat dikaitkan dengan Surat Keputusan Pang-ab No : Kep/04/P/II/1983 tentang Penyelenggaraan Fungsi Kepolisian Militer. Pasal 4 huruf c ketentuan tersebut mengatur fungsi polisi Militer sebagai penyidik, sedangkan pasal 6 ayat c ketentuan diatas mengatur fungsi Provoost dalam mebantu Komandan / Ankum (Atasan yang berhak Menghukum) dalam penyidikan perkara pidana (di lingkungan yang bersangkutan), tetapi penyelesaian selanjutnya di serahkan kepada POM atau POLRI.2 Pihak yang Berwenang Membuat Keterangan Ahli Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1), yang berwenang melakukan pemeriksaan forensic yang menyangkut tubuh manusia dan membuat Keterangan Ahli adalah dokter ahli kedokteran kehakiman (forensic), dokter dan ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh selaian ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.2 Secara garis besar, semua dokter yang telah mempunyai surat penugasan atau surat izin dokter dapat membuat keterangan ahli. Namun untuk tertin administrasinya, maka sebaiknya permintaan keterangan ahli ini hanya diajukan kepada dokter yang bekerja pada suatu instansi kesehatan (Puskesmas hingga rumah sakit) atau instansi khusus untuk itu, terutaman yang milik pemerintah.2 Prosedur Permintaan Keterangan Ahli Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati.2 Jenasah harus diperlakukan dengan baik, diberi label identitas dan penyidik wajib memberitahukan dan menjelaskan kepada keluarga korban mengenai pemeriksaan yang akan dilaksanakan. Mereka yang menghalangi pemeriksaan jenasah untuk kepentingan peradilan diancam hukuman sesuai dengan pasal 222 KUHP.2 Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian identitasnya. Korban adalah juga pasien, sehingga ia masih mempunyai hak sebagai pasien pada umumnya. 2
12

Surat pemintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi tersebut.2 Penggunaan Keterangan Ahli Penggunaan Keterangan Ahli, atau dalam hal ini Visum et Repertum, adalah hanya untuk keperluan peradilan. Dengan demikian berkas Keterangan Ahli ini hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya. Keluarga korban atau pengacaranya dan pembela tersangka pelaku pidana tidak dapat meminta keterangan ahli langsung kepada dokter pemeriksa, melainkan harus melalui aparat peradilan (penyidik, jaksa, atau hakim).2 Berkas keterangan Ahli ini tidak dapat digunakan untuk penyelesaian klaim asuransi. Bila diperlukan keterangan, pihak asuransi dapat meminta kepada dokter keterangan yang khusus untuk hal tersebut, dengan memperhatikan ketentuan tentang wajib simpan rahasia jabatan.2

Yang Perlu Diperhatikan Pada Pemeriksaan


Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari penyidik yang berwenang. Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, jangan diperiksa, suruh korban kembali kepada polisi. Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter. Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit, atau di tempat praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum, maka ia harus menolak, karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelurn ada permintaan untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya (KUHP ps. 322). Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya korban dibawa kembali kepadanya dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak

13

diberikan dalam bentuk Visum et Repertum, tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan sebelum diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan sebaga corpus dilicti (benda bukti). Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakantindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan atas permintaan polisi belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan tidak menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part dari tubuh seorang wanita. Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa korban. Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin jangan ditunda terlampau lama. Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat, jangan tergantung pada ingatan semata. Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et Repertum perkara cepat dapat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan dari tahanan, bila ternyata ia tidak bersalah. Kadang-kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya, karena ia merasa sangsi apakah anaknya masih perawan, atau karena ia merasa curiga kalau-kalau atas diri anaknya baru terjadi persetubuhan. Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar ingin mengetahui saja, atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila dlmaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan penerangan pada ibu/ayah itu, bahawa jika urnur anaknya sudah 15 tahun, dan jika pesetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut
14

undang-undang, taki-laki yang bersangkutan tidak dapat dituntun. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari seorang pengacara. Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat dalam bentuk surat keterangan, karena kita tidak mengetahui untuk apa surat keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang yang tidak ber-salah. Dalam keadaan demikian umumnya anak tidak mau diperiksa, sebaliknya orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.3

Pemeriksaan Fisik
Data yang perlu dicantumkan dalam bagian pendahuluan Visurn et Repertum delik kesusilaan adalah: Instansi Polisi yang meminta pemeriksaan, nama dan pangkat polisi yang mengantar korban, nama, umur, alamat dan pekerjaan korban seperti tertulis dalam surat permintaan, nama dokter yang memeriksa, tempat, tanggal dan jam pemeriksaan dilakukan seerta nama perawat yang menyaksikan pemeriksaan. Pada umumnya anamnesis yang diberikan oleh orang sakit dapat dipercaya, sebaliknya anamnesis yang diperoleh dari korban tidak selalu benar. Terdorong oleh berbagai maksud atau perasaan, misalnya maksud untuk memeras, rasa dendam, menyesal atau karena takut pada ayah/ibu, korban mungkin mengemukakan hal-hal yang tidak benar. Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang obyektif, sehingga seharusnya tidak dimasukkan dalam Visum et Repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum dengan judul "keterangan yang diperoleh dari korban". Dalam mengambil anamnesis, dokter
15

meminta pada korban untuk menceritakan segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminya dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari bagian yang bersifat umum dan khusus. Anamnesis umum meliputi pengumpulan data tentang umur, tanggal dan tempat lahir, status perkawinan, siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit kelamin dan penyakit kandungan serta adanya penyakit lain: epilepsi, katalepsi, syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh? Persetubuhan yang terakhir? Apakah menggunakan kondom? Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian: tanggal dan jam. Bila waktu antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari/minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan peristiwa perkosaan, tetapi persetubuhan yang pada dasarnya tidak disetujui oleh wanita yang bersangkutan.3 Karena berbagal alasan, misalnya perempuan itu merasa tertipu. cernas akan menjadi hamil atau selang beberapa hari baru diketahui oleh ayah ibu dan karena ketakutan mengaku bahwa ia telah disetubuhi dengan paksa. Jika korban benar telah diperkosa biasanya akan segera melapor. Tetapi saat pelaporan yang terlambat mungkin juga disebabkan karena korban diancam untuk tidak melapor kepada polisi. Dari data ini dokter dapat mengerti mengapa ia tidak dapat menemukan lagi spermatozoa, atau tanda-tanda lain dari persetubuhan. Tanyakan pula di mana tempat terjadinya. Sebagai petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian, misalnya rumput, tanah dan sebagainya, yang mungkin melekat pada pakaian atau tubuh korban. Sebaliknya petugas pun dapat men-getahui di mana harus mencari trace evidence yang ditinggalkan oleh korban/pelaku. Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan tetapi mungkin juga korban dibuat pingsan oleh laki-laki pelaku dengan pemberian obat tidur atau obat bius. Dalam hal ini jangan lupa untuk mengambil urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.
16

Tanyakan apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi, apakah setelah kejadian, korban mencuci, mandi dan mengganti pakaian. Pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti. Pakaian diteliti helai demi helai, apakah terdapat: Robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian, Kancing terputus akibat tarikan, Bercak darah, air mani, lumpur dsb yang berasal dan ternpat kejadian. Catat apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang metekat dan pakaian yang mengandung trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan tubuh korban meliputi pemeriksaan umum: Lukiskan penampilannya (rambut dan wajah), rapi atau kusut, keadaan emosional, tenang atau sedih/gelisah dsb. Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur atau bius, apakah ada needlee marks, bila ada indikasi jangan lupa untuk ambil urin dan darah.3 Adakah tanda-tanda bekas kekerasan, memar atau luka lecet pada daerah mulut, leher, pergelangan tangan, lengan, paha bagian dalam dan pinggang. Dicatat pula tanda perkembangan alat kelamin sekunder, pupil, refleks cahaya, pupil pinpoint, tinggi dan berat hadan, tekanan darah. keadaan jantung, paru, dan abdomen. Adakah trace evidence yang melekat pada tubuh korban. Pemeriksaan bagian khusus (daerah genitalia) meliputi ada tidaknya rambut kemaluan yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering, gunting untuk pemeriksaan laboratorium. Cari pula bercak air mani di sekitar alat kelamin, kerok dengan sisi tumpul skalpel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi dengan larutan garam fisiologis. Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). introitus vagina apakah hiperemi/edema? Dengan kapas lidi diambil bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum. Periksa jenis selaput dara, adakah ruptur atau tidak. Bila ada, tentukan ruptur baru atau lama dan catat lokasi ruptur tersebut, teliti apakah sampai ke insertio atau tidak. Tentukan besar
17

orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk atau 2 jari. Sebagai gantinya boleh juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara ujung kelingking atau telunjuk dimasukkan dengan hati-hati ke dalam orifisium sampai terasa tepi selaput dara menjepit ujung jari, beri tanda pada sarung tangan dan lingkaran pada titik itu diukur. Ukuran pada seorang perawan kirakira 2,5 cm. Lingkaran yang memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm. Harus diingat bahwa persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi. Pada ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan di bawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertio, bila sudah sembuh tidak dapat dikenal lagi. Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendi dan commisurra labiorum posterior utuh atau tidak. Periksa vagina dan serviks dengan spekulum, bila keadaan alat genital mengijinkan. Adakah tanda penyakit kelamin.3

Pemeriksaan Laboratorium
Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, lakukan dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput dara utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja. Pemeriksaan terhadap kuman N. gonorrhoea: dari sekret urether (urut dengan jari) dan dipulas dengan Pewarnaan Gram. Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I, III, V dan VIl. Jika pada pemeriksaan didapatkan N. gonorrhoea berarti terbukti adanya kontak seksual dengan seseorang penderita, bila pada pria tertuduh juga ditemukan N. gonorrhoea, ini merupakan petunjuk yang cukup kuat. Jika terdapat ulkus, sekret perlu diambil untuk pemeriksaan serologik atau bakteriologik.

18

Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik terhadap urin dan darah juga dilakukan bila ada indikasi. Pemeriksaan pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah dsb. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkian berasal dari darah deflorasi. Di sini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Mungkin dapat ditemukan tanda bekas kekerasan: akibat per-lawanan oleh korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis. Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapat dilakukan dengan menekankan kaca obyek pada glans penis, daerah korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewamai lapisan pada kaca obyek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen. Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa tetapi tidak mempunyai arti apa-apa. Perlu pula dilakukan pemeriksaan sekret uretra untuk menentukan adanya penyakit kelamin. Trace Evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasititas untuk pemeriksaan adak ada, kirim ke laboratorium forensik di Kepolisian atau bagian ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel serta membuat berita acara pembungkusan dan penyegelan. Rambut dan barang bukti lain yang ditemukan diperlakukan serupa. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan wanita ia harus mengambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai bahan pembanding (matching).3

19

Beberapa catatan penting:


Ruptur selaput dara Bedakan celah bawaan dari ruptur dengan memperhatikan sampai di insertio (pangkal) selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai insertio sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan parut. Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan.3 Formulir Visum et Repertum Perkosaan Formulir Visum et Repertum luka tidak sesuai untuk kasus perkosaan. Visum et Repertum luka digunakan pada pemeriksaan terhadap korban peristiwa penganiayaan, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Pada bagian kesimpulan, dokter diminta pendapatnya tentang jenis luka, jenis kekerasan penyebab dan kualifikasi luka. Pada peristiwa persetubuhan yang merupakan tindak kejahatan, dokter diminta untuk mengemukakan pendapatnya apakah persetubuhan telah terjadi. Misalnya, pada perempuan bukan perawan, persetubuhan mungkin tidak menimbulkan luka dan tidak ada kualifikasi luka yang akan dikemukakan.3 Anamnesa Anamnesa dipisah dan dilampirkan pada Visum et Repertum, tetapi masih perlu dipikirkan apakah hal ini dapat diterima dengan gembira oleh pihak yang bersangkutan, karena mungkin keterangan yang diberikan kepada dokter berbeda dengan yang diberikan kepada polisi. Sebagai jalan tengah mungkin catatan anamnesa ini baru akan diberikan bila diminta oleh penyidik, tidak secara otomatis dilampirkan dalam visum et repertum. Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik terhadap urin dan darah jugak dilakukan bila ada indikasi. Temukan adanya kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan pemberian obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah untuk pemeriksaan toksikologik.

20

Pemeriksaan pria tersangka dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah dan sebagainya. Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan. Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari darah deflorasi. Disini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan. Mungkin dapat ditemukan tanda kekerasan akibat perlawanan oleh korban. Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya epitel vagna pada glans penis. Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapat dilakukan dengan menekan kaca obyek pada glans penis, daerah korona atau frenulum, kemudian diletakkan terbalik di atas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca obyek tersebut. Sitoplasma epitel vagina akan berwarna coklat tua karena mengandung glikogen. Warna coklat tadi cepat hilang namun dengan meletakkan kembali sediaan di atas cairan lugol maka warna coklat akan kembali lagi. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa tetapi tidak mempunyai arti apa-apa. Pemeriksaan cairan mani Cairan mani merupakan cairan agak kental, bewarna putih kekuningan, keruh, dan berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudia akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10-20menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-5 ml pada satu kali ejakulasi dengan pH 7.2-7.6. cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan beberapa enzim seperti Fofastase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 samapi 120 juta per ml. Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaanpemeriksaan laboratorium sebagai berikut: 1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis) Tujuan: Menentukan adanya sperma Bahan pemeriksaan: cairan vagina

21

Metode pemeriksaan: a. Tanpa pewarnaan Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan Cara pemeriksaan: Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan spermatozoa Hasil: Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi. 4 b. Dengan Pewarnaan Cara pemeriksaan : Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut: Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api, warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit, cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop. Hasil:
22

Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau. Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina. 2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi) Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari ditemukan cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium : c. Reaksi Fosfatase Asam Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan. Dasar reaksi (prinsip): Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal. Reagen: Larutan A Brentamin Fast Blue B 1 g (1) Natrium asetat trihidrat 20 g (2) Asam asetat glasial 10 ml (3) Askuades 100 ml (4)

23

(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut. Larutan B Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml. 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi. Cara pemeriksaan : Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur. Hasil: Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi. d. Reaksi Florence Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan. Dasar:

24

Menentukan adanya kolin. Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari : Kalium yodida 1,5 g Yodium 2,5 g Akuades 30 ml

Cara pemeriksaan: Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah mikroskop. Hasil: Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk jarum dengan ujung sering terbelah. Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani. 4 e. Reaksi Berberio Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa. Dasar reaksi: Menentukan adanya spermin dalam semen.

Reagen: Larutan asam pikrat jenuh.

Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence): Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup. Hasil:

25

Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.4

2. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina, cairan mani, dan lainlain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi. Golongan Darah Wanita O Substansi sendiri dalam sekret vagina Substansi asing berasal dari semen Table.1 Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal dari forniks posterior vagina. Hasil : Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.4 H A+H B+H A B A+B A B AB

A B B H* A+B H* A+H A H*

26

Pemeriksaan Pria Tersangka Dapat dilakukan terhadap pakaian, catat adanya bercak semen, darah dsb.Bercak semen tidak mempunyai arti dalam pembuktian sehingga tidak perlu ditentukan.Darah mempunyai nilai karena kemungkinan berasal dari daarah deflorasi.Disini penentuan golongan darah penting untuk dilakukan.Mungkin dapat ditemukan tanda bekas kekerasan, akibat perlawanan oleh korban.Untuk mengetahui apakah seorang pria baru melakukan persetubuhan, dapat dilakukan pemeriksaan ada tidaknya sel epitel vagina pada glans penis.2 Pemeriksaan terhadap sel epitel vagina pada glans penis dapat dilakukan dengan menekankan kaca objek pada glans penis daerah korona atau frenulum, kemudian diletakan terbalik diatas cawan yang berisi larutan lugol. Uap yodium akan mewarnai lapisan pada kaca objek tersebut. Sitoplasma sel epitel vagina akan berwarna cokelat tua karena mengandung glikogen. Warna cokelat tadi cepat hilang namun dengan meletakan kembali sediaan diatas cairan lugol maka warna cokelat akan kembali lagi. Pada sediaan ini dapat pula ditemukan adanya spermatozoa tetapi tidak mepunyai arti apa-apa.2 Perlu pula dilakukan pemeriksaan secret uretra untuk menetukan adanya penyakit kelamin.2 Trace Evidence pada pakaian yang dipakai ketika terjadi persetubuhan harus diperiksa. Bila fasilitas untuk pemeriksaan tidak ada, kirim ke laboratorium forensic di Kepolisian atau bagian Ilmu Kedokteran Forensik dibungkus, segel serta membuat berita acara pembungkusan dan penyegelan.2 Ramnbut dan barang bukti lain yang ditemukan diperlakukan serupa. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan wanita ia harus mengambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai bahan pembanding .

Interpretasi Kasus
Pada suatu sore hari datang seorang laki-laki berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun menyatakan bahwa anaknya tersebut baru saja dibawa lari oleh teman laki-laki yang berusia 18 tahun selama 3 hari keluar kota. Korban mengaku baru

27

saja mengenal pelaku dari facebook. Pelaku langsung mengajak ketemu dan korban mereasa seperti dihipnotis karena korban merasa tidak sadarkan diri dalam ajakan atau rayuan pelaku. Korban baru sadarkan diri saat dia akan disetubuhi. Korban mengaku melakukan perlawanan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka kekerasan benda tumpul seperti memar di daerah paha dan lengan korban, selain itu juga ada tanda bekapan pada mulutnya. Pada pemeriksaan selaput dara terdapat robekan pada arah jam 9. Pada pengambilan swab vagina, ditemukan bakteri N. Gonorrhoea, korban mengaku tidak ada riwayat terkena penyakit kelamin. Selain itu korban mengaku, pelaku mengeluarkan air mani di baju korban. Dan pada pemeriksaan visual pada baju korban terdapat bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap daripada daerah sekitar. Pada baju korban juga terdapat robekan-robekan tanda adanya perlawanan dari korban. Sang ayah yang takut apabila terjadi sesuatu pada anaknya langsung melaporkan kepada Polisi. Setelah penyidik mengirmkan surat permintaan visum pada dokter, dokter segera membuatkan laporan visum dan menjelaskan aspek hukum dan medikolegal tentang hukum yang terkait pada kejadian ini.

Visum et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Penegak hukum mengartikan Visum et Repertum sebagai laporan tertulis yang dibuat dokter berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk kepentingan peradilan tentang segala hal yang dilihat dan ditemukan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya.3 Perbedaan Visum et Repertum dengan Catatan Medis: Catatan medis adalah catatan tentang seluruh hasil pemeriksaan medis beserta tindakan pengobatan atau perawatan yang dilakukan oleh dokter. Catatan medis disimpan oleh dokter atau institusi dan bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kecuali dengan izin dari pasien atau atas
28

kesepakatan sebelumnya misalnya untuk keperluan asuransi. Catatan medis ini berkaitan dengan rahasia kedokteran dengan sanksi hukum seperti yang terdapat dalam pasal 322 KUHP.5 Contoh visum et repertum: KOP SURAT PROJUSTITIA Jakarta, 10 Desember 2013

Visum Et Repertum No: I/VeR/2012/UKRIDA Yang bertanda tangan di bawah ini, dr. Anggi Aviandri Putra, dokter ahli kedokteran forensik pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat No. Pol.: B/789/VR/XII/95/Serse tertanggal 10 Desember 2013, maka pada tanggal sepuluh desember tahun dua ribu tiga belas, pukul delapan lewat tiga puluh menit Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang praktek dokter Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan yang menurut surat permintaan tersebut adalah:---------------------------------------------------------------------------------------------Nama : M-------------------------------------------------------------------------------------

Jenis kelamin : Perempuan-----------------------------------------------------------------------Umur Kebangsaan Agama Pekerjaan Alamat : 14 tahun---------------------------------------------------------------------------: Indonesia--------------------------------------------------------------------------: Islam--------------------------------------------------------------------------------: pelajar----------------------------------------------------------------------------: Jl. Arjuna Utara No.9, Jakarta Barat---------------------------------------------

29

HASIL PEMERIKSAAN:---------------------------------------------------------------------------------1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum luka ringan. Korban mengaku diajak pergi oleh teman barunya ke luar kota pada tanggal tujuh desember tahun dua ribu tiga belas. Korban dipaksa melakukan.-------------------------------------------------2. Pada korban ditemukan:-----------------------------------------------------------------------------a. Terdapat bercak berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnya pada baju korban dan baju korban terdapat robekan.------------------------------------------------------------------b. Terdapat tanda-tanda bekas kekerasan berupa memar berwarna ungu kehijauan pada kedua lengan tangan korban sebesar empat kali empat sentimeter pada tangan kanan dan lima kali empat sentimeter pada tangan kiri. Ditemukan luka tekan pada pada mulut permukaan depan lima sentimeter dari dahi korban.---------------------------------c. Terdapat tanda-tanda bekas kekerasan berupa memar berwarna ungu kehijauan pada paha bagian dalam kanan dan kiri sebesar lima kali enam sentimeter, sepuluh sentimeter dari lipat selangkangan korban.--------------------------------------------------d. Pada daerah permukaan depan vagina ditemukan adanya luka lecet dan kemerahan.--e. Terdapat robekan pada selaput dara dan erosi pada jam sembilan.------------------------f. Terdapat peradangan jaringan vulva sisi kanan.---------------------------------------------3. Terhadap Korban Dilakukan----------------------------------------------------------------------a. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas mulut di sela-sela gigi tidak didapatkan adanya sel spermatozoa.---------------------------------------------------------b. Pemeriksaan laboratorium dengan bahan pulas lendir vagina didapatkan adanya sel spermatozoa.-------------------------------------------------------------------------------------c. Pemeriksaan Fosfatase Asam pada baju dan celana dalam korban, ditemukan danya perubahan warna menjadi violet.---------------------------------------------------------------d. Pemeriksaan Sinar Ultra Violet pada celana dalam dan baju korban dan ditemuka fluoresensi putih.-------------------------------------------------------------------------------e. Pemeriksaan Uji Pewarnaan Baecchi pada celana dalam dan baju korban, ditemukan adanya sel spermatozoa dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna merah muda.--------------------------------------------------------------------------------------------f. Pemeriksaan laboratorium pewarnaan gram negative didapatkan bakteri gram negative berbentuk diplokokus dan berada dalam sel. --------------------------------------30

g. Pembersihan luka/Wound Toilet.--------------------------------------------------------------h. Pemberian analgetika. ---------------------------------------------------------------------------4. Korban dipulangkan-----------------------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN Pada pemeriksaan korban seorang perempuan berumur 14 tahun ini ditemukan adanya robekan pada selaput dara arah jam sembilan, luka lecet pada permukaan depan vagina, sel spermatozoa pada pemeriksaan laboratorium bahan pulasan lendir vagina, luka memar pada kedua lengan tangan, luka tekan di mulut, dan adanya luka memar pada kedua paha bagian dalam yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian. ---------------------------------------------------------------------------------------------Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan megingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana--------------------------------------------------------------------------------------------------------Mengetahui, Dokter Pemeriksa

Aspek Psikososial
Kekerasan atau kejahatan terhadap wanita, khususnya kasus perkosaan semakin hari semakin meningkat. Sulit sebenarnya untuk menjawab persoalan ini karena banyak faktor yang melatarbelakangi kasusnya terutama dari sudut aspek psikososial yang mencakup sikap korban serta pandangan masyarakat terhadap korban perkosaan ini. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik. Kekerasan seksual adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap orang lain dalam lingkup msyarakat dengan menggunakan anggota tubuhnya atau alat bantu lainnya/benda yang berakibat penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis bahkan kematian. Dampak psikologis bagi korban sangat besar, korban depresi dan juga bisa berakhir bunuh diri akibat beban mental yang dialami.
31

Penyebab: Determinan sosial Frustasi Provokasi langsung dari orang lain Terpapar dengan bentuk-bentuk kekerasan yang dipertontonkan oleh media masa

Laki-laki pelaku kekerasan: mungkin berasal dari keluarga yang penuh kekerasan keperibadiannya imatur, tidak mandiri, tidak asertif dan memiliki perasaan tidak adekuat yang kuat Reaksi-reaksi yang terjadi setelah perkosaan: Korban mengalami trauma psikis yang intensif dan berat setelah kejadian dan sulit dipulihkan. Ketakutan akan reaksi keluarga maupun teman-temannya, orang lain tidak akan mempercayai keterangannya, diperiksa dokter pria, melaporkan kejadian yang menimpa dirinya, dan kalau si pemerkosa melakukan balas dendam apabila ia melaporkannya Reaksi-reaksi emosional lainnya seperti rasa tidak percaya, marah malu, menyalahkan diri sendiri, kacau bingung dan histeris Saat itu yang sangat dibutuhkan korban adalah: dukungan emosional dalam bentuk penerimaan dirinya oleh lingkungan, kepercayaan orang lain terhadap dirinya dan sentuhan-sentuhan psikis yang dapat menemteramkan hatinya. Pada minggu atau bulan berikutnya, korban akan dihinggapi ketakutan yang cukup hebat, yaitu: takut kalau ia menjadi hamil atau terkena penyakit kelamin, takut pada kekerasan fisik ataupun kematian, takut pada orang banyak takut kalau didekati dari belakang, takut pada hubungan seksual, meskipun dengan suami sendiri, takut pada sesuatu yang sukar diduga.

32

Secara fisik korban dapat mengalami: gangguan perut,memjadi mual-mual atau kehilangan nafsu makan. Setelah rasa sakit dan memar dibadannya mulai hilang, ia akan menglami sakit kepala sebagai akibat dari ketegangan emosional yang berkaitan dengan perkosaan. Emosi yang menonjol: pengingkaran dan penolakan untuk mempunyai bahwa perkosaan benar-benar telah terjadi atas dirinya, kehilangan perasaan aman. Dikejar-kejar mimpi buruk atau juga dapat menangis dalam tidurnya. Merasa diselimuti penghinaan, rasa malu, menyalahkan diri sendiri dan ada keinginan untuk membalas dendam Menjadi takut akan hal-hal yang berbau seksual dan akan mengalami kekacauan dalam kehidupannya Biasanya korban akan menunjukkan perilaku: tidak mampu memusatkan perhatian,atau mengalihkan tatapan mata sering salah ucap dalam barbicara penampilan tidak rapi/tidak terurus banyak melamun dan sulit bicara cemas,sikapnya grogi atau serba canggung tegang,nampak serba bingung dan panik,mata melihat kesana kemari memperlihatkan amarah dan kebencian depresif, sedih dan putus asa, perasaan menjadi sensitif dan mudah salah sangka cenderung merasa bersalah mudah curiga pada orang lain. 6

Lembaga Swadaya Masyarakat Peran LSM dalam penanganan masalah kejahatan seksual KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Peran (Pasal 76): Melakukan sosialisasi Perundangan, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap
33

penyelenggaraan perlindungan anak.Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak. KOMNAS ( Komisi Nasional Perlindungan Anak) Prinsip organisasi :Memiliki prinsip sebagai organisasi yang independen dan memegang teguh prinsip pertanggungjawaban publik serta mengedepankan peluang dan kesempatan pada anak dan partisipasi anak serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar anak. Menjamin hak anak untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang menyangkut dirinya dan pandangan anak selalu dipertimbangkan sesuai kematangan anak. Secara khusus akan mengupayakan dan membela hak untuk berpartisipasi dan didengar pendapatnya dalam setiap kegiatan, proses peradilan dan administrasi yang mempengaruhi hidup anak. Peran dan Fungsi (Pasal 5) 1. Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki peran : a. Pemantauan dan Pengembangan Perlindungan Anak b. Advokasi dan Pendampingan pelaksanaan Hak-Hak Anak c. Kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkut Kepentingan Terbaik Anak d. Kordinasi antar Lembaga, baik tingkat Regional, Nasional maupun Internasional 2. Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki fungsi : a. Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak anak di Indonesia. b. Melakukan kajian hukum dan Kebijakan Regional dan Nasional yang tidak memihak pada kepentingan terbaik anak. c. Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka mengintegrasikan hak-hak anak dalam setiap kebijakan. d. Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan dengan anak. e. Menyebarluaskan, publikasi dan sosialisasi informasi tentang hak-hak anak dan situasi anak di Indonesia. f. Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan, (pemajuan atau kemajuan), dan perlindungan hak-hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.
34

g. Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternative kemajuan perlindungan anak di tingkat nasional. h. Melakukan perlindungan khusus. 7

Kesimpulan
Untuk menyelesaikan permasalahan kasus kejahatan seksual, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut diambilnya langkah penanganan yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan psikososial yang secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan masyarakat. Tugas dokter tidak hanya menjalankan fungsi maksimal dalam bidang kesehatan, namun dokter tersebut dituntut untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan kedokteran seoptimal mungkin dan mematuhi tuntutan undang-undang terhadapnya terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan proses hukum.

35

Daftar Pustaka
1. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 1994. Hal 1-25 2. Sampurna Budi, et all. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2007. Hal: 49-51 3. Widiatmoko Wibisana, et all. Kejahatan seksual. Dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Forensik FKUI. 1997. Hal 147-58. 4. Widiatmoko Wibisana, et all. Pemeriksaan laboratorium sederhana. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Forensik FKUI. 1997. Hal 184-91. 5. Staf pengajar forensik FKUI. Visum et Repertum. Dalam Teknik Autopsi Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI. 2000. Hal 72-81 6. Faturochman E.S. Dampak sosial psikologis pemeriksaan. Dalam: Buletin Psikologi. Tahun ke-X, No. 1. Yogyakarta: Universitas Gajahmada. 2002. Hal 9-23.
7. Peran Lembaga Sosial Kasus Perlindungan Anak DKI Jakarta. Diunduh dari:

http://www.docstoc.com/docs/3896382. 12 Januari 2012

36

Anda mungkin juga menyukai