Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS PELANGGARAN UNDANG-UNDANG PRAKTEK KEDOKTERAN

Pembimbing: Dr. Wawan Mulyawan, SpBS.

Kronologi Kasus
Tn. Alfonsus seorang Dekan fakultas ekonomi sebuah universitas swasta, dengan keluhan nyeri punggung datang memeriksakan dirinya ke RS Siloam pada Oktober 2005. Atas saran dr. E, Sp. BS, dilakukan rontgen untuk mengetahui penyebab dari rasa sakit tersebut dan dilanjutkan dengan terapi dan penggunaan korset.

Pada Desember 2005, rasa sakit kembali datang dan Tn. Alfonsus pun kembali memeriksakan diri ke RS Siloam. Hasil MRI menyatakan bahwa Tn. Alfonsus menderita spondilitis TB sehingga harus dirawat di rumah sakit.

Pada saat itu dr. E, Sp. BS menyarankan agar Tn. Alfonsus menjalani tindakan injection cement pada vertebra T7 dan T8 yang terlihat lebih porosis. Menurut dr yang merawat, injeksi tersebut dapat mencegah terjadinya fraktur yang dapat mengakibatkan kelumpuhan, namun dokter tidak menjelaskan tentang adanya risiko maupun efek samping.

Awalnya Tn. Alfonsus menolak tindakan tersebut, namun setelah konsultasi berkali kali dengan dokter yang menanganinya. Akhirnya Desember 2008 os menyetujui tindakan tersebut dengan alasan dokter yang menanganinya mengatakan bahwa tidak ada resiko dari tindakan tersebut. Sesaat sebelum tindakan injeksi dilakukan, perawat meminta os menandatangani persetujuan tindakan medis.

Setelah tindakan dilakukan dan os siuman dari anestesi umum, os mengalami kelumpuhan total pada tungkai kirinya. Berdasarkan hasil scan, ditemukan adanya cement yang masuk ke bagian yang bukan tempatnya. Ternyata, setelah dikonfirmasi, yang melakukan injeksi bukan dr. E, Sp. BS, melainkan asistennya yaitu dr. J.

Keluarga os pun meminta rekam medis. Namun setelah diminta berulang kali, pihak RS Siloam menolak dengan alasan rekam medis adalah milik rumah sakit, tidak boleh dibawa keluar. Hal itu membuat os dan keluarganya mencari alternatif pengobatan di RS Mount Elizabeth Singapura.

Hasil pemeriksaan di RS Mount Elizabeth menunjukkan bahwa terdapat perubahan di sumsum tulang belakang kliennya. Hal itu disebabkan bekas peradangan akibat tindakan injeksi. Selain injeksi juga dinilai salah sasaran, kelumpuhan pada tungkai kiri disebabkan karena jarum suntik yang menyentuh sumsum tulang belakang. untuk mengatasi kelumpuhan, os harus menjalani fisioterapi.

Saat ini pria kelahiran Yogyakarta, 50 tahun yang lalu ini, sudah bisa berjalan kembali dengan memakai tongkat setelah 3 bulan menjalani pengobatan.

Tn. Alfonsus pun mensomasi pihak rumah sakit pada 1 Juli 2009 dan 14 Juli 2009. Namun tidak disambut positif. Dalam surat tanggapannya, RS Siloam Karawaci menyatakan rumah sakit itu berjanji akan memberikan pelayanan yang baik terhadap os yang merupakan pasiennya. Akhirnya, os melalui kuasa hukumnya memilih melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 15 Juli 2009.

Dalam gugatan tersebut, RS Siloam, dr. E, Sp. BS dan dr. J didudukkan sebagai tergugat I, II, dan III. Pihak yang berwenang mengawasi dokter yakni dr A (Chief Executive Officer) dan dr. T (Head of Division Anciliary Services and Medical Affairs) disebut sebagai tergugat IV dan V. Tidak hanya itu, pihak penggugat juga dalam inti gugatannya menuntut ganti rugi dengan total uang sebesar Rp 181 M.

Namun gugatan terhadap RS Siloam ditolak oleh pengadilan negeri Jakarta Utara, maka Tn. Alfonsus mengajukan banding dan melaporkan kasusnya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

Pada tanggal 3 juni 2010 Majelis memutuskan dua dokter yang menangani os yaitu dr. E, Sp. BS dan dr. J, bersalah. Dr. E, Sp. BS dijatuhi sanksi disiplin dengan direkomendasikan pencabutan surat izin praktek 3 bulan, sedangkan dr. J mendapat sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin praktek selama 2 bulan.

Analisa Kasus
Dalam kasus Tn. Alfonsus ini, dr. E, Sp. BS melanggar undangundang praktek kedokteran dengan salah memberitahu inform consent dengan jelas yaitu mengenai resiko yang mungkin terjadi terhadap pasien setelah dilakukan tindakan `injecting cement` dengan menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak ada resiko.

Tindakan `injecting cement` ternyata tidak dilakukan oleh dr E, Sp. BS tetapi dilakukan oleh asistennya yaitu dr. J. Os merasa dirugikan karena setelah dilakukan tindakan, os mengalami peradangan di tungkai kirinya akibat tindakan injeksi tersebut salah sasaran sehingga mengenai sumsum tulang dan menyebabkan pasien menjadi lumpuh total.

Sesuai UU Praktik Kedokteran, Inform cosent harus diberitahu dengan jelas kepada pasien terutama mengenai resiko yang mungkin terjadi kepada pasien setelah dilakukannya suatu tindakan medis. Menurut Undang Undang Praktek Kedokteran penyelesaian kasus ketidakpuasan os terhadap pelayanan kesehatan dilakukan di MKDKI.

MKDKI lembaga otonom di bawah Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang berwenang menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi serta mengenakan sanksi kepada pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.

Aspek Hukum
Os menuntut dr. E, Sp. BS dan dr. J agar bertanggung jawab atas kelumpuhan yang dia alami Os juga menuntut RS Siloam secara perdata dengan menuntut ganti rugi dengan total uang sebesar Rp 181 M karena merasa telah dirugikan oleh suatu tindakan medis .

UNDANG-UNDANG YANG TERKAIT

Ps. 2 Permenkes no. 585/menkes/per/IX/1989 - ayat 3 : persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta resiko yang dapat ditimbulkannya

Ps. 4 Permenkes no. 585/ menkes/per/IX/1989 - ayat 1 : informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta ataupun tidak - ayat 2 : dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi

Ps. 5 Permenkes no. 585/ menkes/per/IX/1989 - ayat 1 : informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapeutik

Ps 360 KUHP - ayat 1 : barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat, diancam dengan pidana paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

Ps 360 KUHP - ayat 2 : barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mendapat luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan selama waktu tertentu diancam pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidan kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi sebesar empat ribu lima ratus rupiah

Ps 1365 KUH PERDATA Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantinya

Ps 1366 KUH PERDATA Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kekurang hati-hatiannya

Ps 1367 KUH PERDATA Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barangbarang yang berada di bawah pengawasannya

Ps 1371 KUH PERDATA Dalam hal luka/cacat, ganti rugi : biaya penyembuhan & kerugian akibat luka/cacat tersebut.

KESIMPULAN

1. Dalam kasus Tn. Alfonsus lebih dititikberatkan pada kesalahan memberi informasi tentang resiko yang mungkin dihadapi pasien setelah dilakukan tindakan medis.

2. Didalam kasus ini tindakan medis seharusnya dilakukan oleh dr. E, Sp. BS, bukan oleh asistennya dr. J, karena yang memberikan inform consent adalah dr. E, Sp. BS

3. Dr. J bersalah karena tidak hati-hati dalam melakukan suntikan sehingga salah sasaran mengenai sumsum tulang yang mengakibatkan pasien menjadi lumpuh.

Penuntutan Tn. Alfonsus dimulai lewat jalur hukum namun ditolak, akhirnya mengadukan kasus ini ke MKDKI karena hal tersebut diatur dalam Undang Undang Praktek Kedokteran. Akhirnya MKDKI memutuskan untuk mejatuhkan sanksi disiplin kepada kedua dokter tersebut sesuai dengan peraturan undang undang praktek kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai