Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

Meningitis tuberkulosa merupakan penyakit peradangan pada selaput otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosa1. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer yang muncul di paru dapat menyebar secara hematogen maupun limfogen ke berbagai bagian tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak. Kuman TB yang menyerang susunan saraf pusat ditemukan dalam tiga bentuk yaitu meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis. Ketiganya sering ditemukan pada negara endemis TB dengan kasus terbanyak berupa meningitis TB2. Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi TB yang cukup tinggi juga sering ditemukan adanya kasus meningitis TB2. Meningitis tuberkulosis merupakan masalah kesehatan terutama dalam bidang kesehatan anak dan sebagian besar terjadi pada negara negara yang sedang berkembang karena tingginya angka kematian dan angka kecacatan 3. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6 bulan 4 atau 6 tahun dan jarang ditemukan pada anak usia dibawah 6 bulan2. Meningitis TB tidak hanya dijumpai pada anak anak, tetapi juga dapat menyerang berbagai usia. Pada negara negara non endemis TB, meningitis TB sering dijumpai pada orang dewasa4. Meningitis TB paling sering menyebabkan kematian apabila dibandingkan dengan bentuk infeksi TB lain yang menyerang susunan saraf pusat3. Angka kematian akibat meningitis TB berkisar 10% 20%. Sebagian besar akan memberikan gejala sisa dan hanya 18% pasien yang akan kembali normal, baik secara neurologis maupun intelektual2.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Meningitis tuberkulosa adalah radang pada selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis primer. Secara histologis meningitis tuberkulosa merupakan meningoensefalitis (tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf3.

2.2 Klasifikasi Meningitis tuberkulosa terbagi menjadi empat jenis menurut klasifikasi patologi yaitu sebagai berikut3. 2.2.1 Tuberkulosis Milier yang menyebar Jenis ini merupakan komplikasi dari TB Milier dimana infeksi primer dari paru paru menyebar langsung ke selaput otak secara hematogen. Keadaan ini terutama terjadi pada anak dan jarang ditemukan pada dewasa. Pada selaput otak ditemukan adanya tuberkel- tuberkel yang kemudian pecah dan terjadi peradangan difus dalam ruang subarachnoid. Tuberkel ini juga terdapat pada dinding pembuluh darah kecil di hemisfer otak bagian cekung dan dasar otak. 2.2.2 Bercak bercak perkijuan fokal Ditemukan adanya bercak bercak pada sulkus dan terdiri dari perkijuan yang dikelilingi oleh sel sel raksasa dan epitel. Dari sini terjadi penyebaran ke dalam selaput otak. Kadang kadang juga terdapat bercak bercak perkijuan yang besar pada selaput otak sehingga menyebabkan peradangan yang luas. 2.2.3 Peradangan akut meningitis perkijuan Jenis ini merupakan jenis yang paling sering dijumpai. Pada jenis ini terjadi invasi langsung pada selpaut otak dari fokus fokus tuberkulosis primer sehingga terbentuk tuberkel baru pada selaput otak dan jaringan otak. Meningitis timbul karena tuberkel tersebut pecah sehingga terjadi penyebaran kuman ke ruang subarachnoid dan ventrikulus. 2.2.4 Meningitis proliferatif Perubahan proliferatif dapat terjadi pada pembuluh darah selaput otak yang mengalami peradangan berupa endarteritis dan panarteritis. Akibat penyempitan lumen vaskuler tersebut maka dapat terjadi infark otak.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Meningitis tuberkulosa tersering disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis jenis hominis dan jarang oleh jenis bovinum atau aves. Penyakit ini sering ditemukan pada penduduk dengan kondisi sosio ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang mencukupi kebutuhan sehari hari, perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal berdesakan, malnutrisi, higiene yang buruk, kurang atau tidak mendapatkan imunisasi, dan lain sebagainya. Meningitis TB dapat terjadi pada semua kelompok usia terutama pada anak usia 6 bulan 4 atau 6 tahun3.

2.4 Patofisiologi Meningitis TB merupakan kejadian sekunder dari proses tuberkulosis primer di luar otak. Fokus primer biasanya ditemukan pada paru tapi juga dapat terjadi pada kelenjar getah bening, tulang, sinus, traktus gastrointestinal, ginjal, dan lain lain. Meningitis TB ini merupakan bagian dari komplikasi akibat penyebaran TB paru. Meningitis TB terjadi bukan sebagai akibat dari peradangan langsung pada selaput otak oleh karena penyebaran hematogen, melainkan akibat pembentukan tuberkel tuberkel kecil. Tuberkel ini dapat ditemui pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang, ataupun tulang. Tuberkel tersebut kemudian melunak dan pecah, selanjutnya akan masuk ke ruang subarachnoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan difus. Secara mikroskopik tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat perkijuan sentral dan dikelilingi oleh sel raksasa, limfosit, sel plasma, dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup. Penyebaran juga dapat terjadi secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan sekitar di dekat selaput otak, seperti proses di nasofaring, pneumonia, bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, trombosis sinus kavernosus, atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang subarachnoid akan menyebabkan reaksi radang pada piamater dan arachnoid, CSS, ruang subarachnoid, dan ventrikulus. Akibatnya akan terbentuk eksudat kental, serofibrinosa, dan gelatinosa oleh kuman dan toksin yang mengandung sel mononuklear, limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa, dan fibroblas. Eksudat ini tidak hanya terkumpul pada ruang subarachnoid saja tapi juga berkumpul di dasar tengkorak. Eksudat ini juga dapat menyebar melalui pembuluh darah piamater dan menyerang jaringan otak di bawahnya, menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen magendi, formane luschka sehingga terjadi hidrosefalus, edema papil, dan peningkatan tekanan intrakranial. Kelainan juga akan terjadi pada pembuluh darah yang berjalan dalam ruang subarachnoid yang berupa 3

kongesti, peradangan, dan penyumbatan sehingga selain arteritis dan flebitis juga dapat menyebabkan infark otak terutama pada bagian korteks, medula oblongata, dan ganglia basalis3.

2.5 Manifestasi Klinik 2.5.1 Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / stadium prodromal) Stadium ini berlangsung lebih kurang 2 minggu 3 bulan. Permulaan penyakit bersifat sub akut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu yang ringan atau hanya dengan tanda infeksi umum, muntah, tidak ada nafsu makan, murung, berat badan turun, lemas, sengeng, tidur terganggu, dan gangguan kesadaran berupa apatis. Gejala tersebut lebih nyata terlihat pada anak kecil. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, tidak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah3. 2.5.2 Stadium II (stadium transisional / fase meningitik) Gejala lebih berat, terdapat kejang umum atau fokal, ditemukan adanya tanda rangsang meningeal, seluruh tubuh menjadi kaku, terdapat tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial, ubun ubun menonjol, dan muntah lebih hebat. Pada anak dijumpai meningeal cry akibat nyeri kepala yang bertambah berat dan progresif sehingga anak akan berteriak dan menangis dengan nada yang khas. Kesadaran makin menurun dan dijumpai gangguan pada nervus kranialis (II, III, IV, VI, VII, VIII). Pada stadium ini dapat terjadi defisit neurologik fokal seperti hemiparesis, hemiplegia karena infark otak, dan rigiditas deserebrasi. Pada funduskopi ditemukan atrofi N.II dan koroid tuberkel yaitu kelainan pada retina yang tampak seperti busa berwarna kuning dan ukurannya sekitar setengah diameter papil3. 2.5.3 Stadium III (koma / fase paralitik) Pada stadium ini suhu mulai tidak teratur dan semakin tinggi akibat terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernafasan dan nadi juga tidak teratur, dapat ditemukan nafas tipe kussmaul atau cheyne stokes. Gangguan miksi berupa retensi urin atau inkontinensia urin. Adanya gangguan kesadaran yang makin menurun sampai koma yang dalam3.

2.6 Diagnosis 2.6.1 Anamnesis Adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran, adanya riwayat kontak dengan penderita TB, adanya gambaran klinis yang sesuai dengan stadium meningitis TB2,4. 2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Hasil dari pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari dua tahun2,4. 2.6.3 Uji Tuberkulin Uji tuberkulin biasanya dilakukan pada bayi dan anak kecil untuk screening tuberkulosis2. 2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium - Darah : biasa ditemukan anemia ringan dan peningkatan laju endap darah2. - CSS dengan cara pungsi lumbal : secara makroskopik akan terlihat jernih dan kadang sedikit keruh atau ground glass appearance (apabila CSS didiamkan akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba- laba), jumlah sel antara 10 500/ml dan kebanyakan limfosit, kadar glukosa rendah antara 20 40mg%, dan kadar clorida dibawah 600mg%4. 2.6.5 Pemeriksaan Radiologi - Foto toraks : adanya gambaran tuberkulosis2. - EEG : ditemukan adanya kelainan yan difus atau fokal2. - CT Scan Kepala dan MRI : awalnya normal pada stadium awal, kemudian akan ditemukan enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai dengan tanda edema otak atau iskemia fokal dini, dapat juga ditemukan tuberkuloma di korteks serebri atau talamus2.

2.7 Tatalaksana Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit agar mendapatkan terapi serta perawatan yang intensif. Perawatan umum yang dapat diberikan meliputi pemberian kebutuhan cairan dan elektrolit, gizi, posisi penderita, perawatan kandung kemih dan defekasi, dan perawatan lain yang disesuaikan dengan kondisi umum pasien4. Pemberian terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien dengan meningitis TB sebagai berikut4. Rifampisin Diberikan dengan dosis 10 20 mg/kgBB/hari. Pada orang dewasa diberikan dengan dosis 600 mg/hari, dengan dosis tunggal. Isoniazid Diberikan dengan dosis 10-20 mg/kgBB/hari. Pada dewasa dengan dosis 400 mg/hari. Etambutol

Diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari selama lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika. Pirazinamid Diberikan dengan dosis 20-40 mg/ KgBB/ hari. Streptomisin Diberikan intramuskular selama lebih kurang 3 bulan. Tidak boleh digunakan terlalu lama. Dosisnya adalah 30-50 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid Biasanya dipergunakan prednison dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari (dosis normal 20 mg/hari dibagi dalam 3 dosis) selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid lebih kurang diberikan 3 bulan. Steroid diberikan untuk menghambat reaksi inflamasi, menurunkan edema serebri, dan mencegah perlengketan meningens.

2.8 Komplikasi Komplikasi yang menonjol dari meningitis tuberkulosa adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Gangguan intelektual terjadi pada 2/3 pasien yang hidup2.

2.9 Prognosis Prognosis berbanding lurus dengan tahapan klinis saat pasien didiagnosis dan diterapi. Semakin lanjut tahapan klinis maka semakin buruk prognosis. Apabila tidak diobati sama sekali penderita meningitis TB dapat meninggal dunia dalam waktu 6 8 minggu. Prognosis juga dipengaruhi oleh umur. Anak di bawah usia tiga tahun dan di atas 40 tahun memiliki prognosis yang lebih buruk2,4.

BAB III LAPORAN KASUS

Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin No. MR Umur Suku Bangsa Alamat Pekerjaan Alloanamnesis Seorang pasien, Ny. R, perempuan, umur 64 tahun dirawat di bangsal Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal Februari 2014 dengan : Keluhan Utama Penurunan kesadaran Riwayat Penyakit Sekarang Penurunan kesadaran terjadi secara berangsur angsur sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak lebih banyak tidur dan baru respon dan membuka mata jika dipanggil oleh keluarga namun tidak menyambung saat diajak berbicara Keluhan ini disertai dengan demam tidak terlalu tinggi, hilang timbul serta nyeri kepala seperti tertekan pada sebelah sisi sejak dua minggu yang lalu. Pasien hanya makan obat yang dibeli di warung untuk mengurangi keluhan demam tersebut. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Painan selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mendapatkan terapi suportif dan medikamentosa, pasien dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang setelah 2 hari perawatan. Riwayat batuk batuk lama disangkal Riwayat menderita infeksi paru atau memakan obat obatan selama enam bulan disangkal. Riwayat infeksi telinga, sinus, dan gigi disangkal. Riwayat penurunan berat badan disangkal. : Ny. R : Perempuan : 858545 : 64 tahun : Minangkabau : Koto Berapak Bayang Pesisir Selatan : Ibu Rumah Tangga

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Suami pasien pernah menderita batuk-batuk lama dan mendapat obat yang harus diminum selama 6 bulan, namun hanya dikonsumsi selama 1 bulan. Riwayat Pekerjaan, Sosial, dan Ekonomi Pasien seorang petani dengan aktivitas cukup, tidak merokok dan minum kopi. Riwayat kontak lama dengan penderita dengan batuk batuk lama ada. PEMERIKSAAN FISIK UMUM Keadaan Umum : Sedang Kesadaran Nadi Pernafasan Tekanan Darah Suhu : Komposmentis dengan GCS E4M6V4 : 80x/menit, teratur, pengisian cukup : abdominotorakal dengan frekuensi 20x/menit : 110/80mmHg : 37,80C

STATUS INTERNUS Kulit : turgor baik

Kelenjar Getah Bening Submandibula : tidak teraba pembesaran Supraclavicula : tidak teraba pembesaran Leher Ketiak Rambut Mata Leher Toraks Paru I Pa Pe Au Jantung I : Simetris kiri dan kanan pada keadaan statis dan dinamis : Fremitus kiri = kanan : Sonor : Suara nafas vesikuler, Rh -/Wheezing -/: Iktus kordis tidak terlihat 8 : tidak teraba pembesaran : tidak teraba pembesaran : hitam, tidak mudah dicabut : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+ : JVP 5 2 cmH2O

Pa Pe

: Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V : Atas Kanan Kiri RIC II LSD 1 Jari medial LMCS RIC V

Au Abdomen I Pa Pe Au Punggung Alat kelamin

: irama reguler , bising negatif : Perut tidak membuncit : Supel, Hepar dan Lien tidak teraba : Timpani : BU (+) Normal : Ny tekan (-), Ny ketok (-) : Tidak diperiksa

STATUS NEUROLOGIS 1. Tanda perangsangan selaput otak Kaku kuduk Kernig (+) (-) Budzinsky I (-)

Budzinsky II (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intra kranial Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, papil edem (-) Muntah proyektil (-) Sakit kepala progresif (-) 3. Pemeriksaan Nervus Kranialis N. I (Olfaktorius) N.II (Optikus) : dalam batas normal : refleks cahaya +/+

N.III (Okulomotorius), N.IV (Trochlearis), N.VI (Abdusent) Dolls eye movement (+), posisi mata ortho N.V (Trigeminus) N.VII (Fasialis) : refleks kornea +/+ : plica nasolabialis kiri sama dengan kanan

N.VIII (Vestibularis) : refleks okuloauditorik (+) N.IX (Glosofaring) N. X (Vagus) N.XI (Asesorius) N.XII (Hipoglosus) : refleks muntah (+) : dalam batas normal : dalam batas normal : deviasi lidah (-)

4. Motorik Gerakan Kekuatan Tonus Trofi 5. Sensorik Nyeri Sensibilitas 6. Fungsi otonom Miksi Defekasi Sekresi keringat 7. Sistem refleks Refleks fisiologis Biseps : ++/++ Triseps : ++/++ KPR APR Refleks patologis : ++/++ : ++/++ : -/: -/: -/: -/: -/: dalam batas normal : dalam batas normal : dalam batas normal : respon dengan rangsangan nyeri : eksteroseptif dan proprioseptif baik : anggota gerak respon dengan rangsangan nyeri : dengan tes jatuh tidak ada lateralisasi : eutonus : eutrofi

Babinsky Chaddock Oppenheim Schaefer Gordon

Hoffman tromner : -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah Darah Rutin : Hb 10,2 g/dL Ht 30% Leukosit 10.600/mm3 Trombosit 367.000/mm3

Kimia Klinik : Na/K/Cl 120/2,7/86 Ureum/Creatinin 10/0,7 Gula darah random 143

10

DIAGNOSA KERJA 1. Diagnosa Klinis 2. Diagnosa Topik : Suspek Meningitis Subakut : Leptomeningen

3. Diagnosa Etiologi : Infeksi Mycobacterium tuberculosis 4. Diagnosa Sekunder : Hiponatremia et hipokalemia ec low intake

PEMERIKSAAN ANJURAN Lumbal Punksi Pemeriksaan BTA Sputum Kultur sputum dan LCS Rontgen Foto Thorak Brain CT Scan

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

TERAPI Umum: Elevasi kepala 30o O2 3L/i IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf Diet ML TKTP 1700 kkal Khusus: Ceftriakson 2x2 gr iv Ranitidin 2x50mg iv Paracetamol 3x750 mg po KSR 2x600 mg po

FOLLOW UP Hari 1 (7 Februari 2014) S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-) O/ KU Sedang Kesadaran TD Komposmentis 110/80 Nd 80x/ Nf 20x/ 11 Suhu 36,8C

SI/ dalam batas normal SN/ GCS 14 E4M6V4 Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+) Peninggian tekanan intra kranial : (-) Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+ Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi Sensorik : respon dengan nyeri (+) Otonom : baik RF ++/++ RP-/-

A/ Meningitis TB Hiponatremia et hipokalemia ec low intake Laboratorium: LCS: Makroskopis Volume 2cc kekeruhan (+) warna putih kekuningan K/ meningitis TB GDR: 142 g/dl Protein total: 6,5 g/dl Albumin: 3,1 g/dl Globulin: 3,4 g/dl SGOT/SGPT: 12/11 u/L Na+: 125 mmol/L K+: 92 mmol/L Cl-: 2,7 mmol/L Ca2+: 8,6 mmol/L Mikroskopis Jumlah sel: 57/mm3 PMN 20% MN 80% Glukosa 32 g/dl

Th/ Lanjut; ditambahkan Isoniazid 1x300mg Pirazinamid 1x1000mg Rifampisin 1x450mg Etambutol 1x750mg 12

Vit B6 3x10mg Laxadin syr 3x1cth

FOLLOW UP Hari 2 (8 Februari 2014) S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+) O/ KU Sedang Kesadaran TD Komposmentis 140/80 Nd 88x/ Nf 22x/ Suhu 38,1C

SI/ dalam batas normal SN/ GCS 14 E4M6V4 Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+) Peninggian tekanan intra kranial : (-) Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+ Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi Sensorik : respon dengan nyeri (+) Otonom : baik RF ++/++ RP-/-

A/ Meningitis TB Hiponatremia et hipokalemia ec low intake

R/ konsul penyakit dalam Jawaban konsul penyakit dalam: Stase ginjal hipertensi Advise: IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf KSR 1x1 tab Laboratorium: Na: 129 mmol/L K: 2,3 mmol/L Cl: 97 mmol/L Koreksi K: (4-2,3)x55x0,3=28 drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis dalam 6 jam 13

Koreksi Na: (140-129)x55x0,6=363 lanjutkan IVFD NaCl 3% 1 kolf (12jam/kolf) R/ cek ulang elektrolit post koreksi Th/ lanjut. Ranitidin off

FOLLOW UP Hari 3 (9 Februari 2014) S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (-) O/ KU Sedang Kesadaran TD Komposmentis 140/80 Nd 84x/ Nf 20x/ Suhu 37,1C

SI/ dalam batas normal SN/ GCS 14 E4M6V4 Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+) Peninggian tekanan intra kranial : (-) Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+ Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi Sensorik : respon dengan nyeri (+) Otonom : baik RF ++/++ Laboratorium: Na: 129 K: 2,7 koreksi kalium drip KCl 1 flc (25 mEq) dalam 300cc NaCl 0,9% habis dalam 6 jam A/ Meningitis TB Hiponatremia et hipokalemia ec low intake Th/ lanjut RP-/-

FOLLOW UP Hari 4 (10 Februari 2014) S/ Pasien telah sadar, Kontak (+), Bicara tidak nyambung (+), demam (+) O/ KU Sedang Kesadaran TD Komposmentis 140/80 Nd 88x/ Nf 22x/ Suhu 38,1C

14

SI/ dalam batas normal SN/ GCS 14 E4M6V4 Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+) Peninggian tekanan intra kranial : (-) Nn. Cranialis : pupil isokor diameter 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+ Motorik : lateralisasi (-),eutonus, eutrofi Sensorik : respon dengan nyeri (+) Otonom : baik RF ++/++ RP-/-

A/ Meningitis TB Hiponatremia et hipokalemia ec low intake Th/ lanjut Follow up dari bagian penyakit dalam: Advise: EKG jika ditemukan gelombang U koreksi KCl intravena

15

BAB IV DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien perempuan berusia 64 tahun sejak tanggal 6 Februari 2014 di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keluhan utama penurunan kesadaran sejak dua minggu sebelum masuk rumah sakit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa penurunan kesadaran terjadi secara berangsur angsur sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien tampak lebih banyak tidur dan baru respon dan membuka mata jika dipanggil oleh keluarga. Keluhan ini disertai dengan demam tidak tinggi, hilang timbul serta nyeri kepala seperti tertekan di sebelah kepala sejak dua minggu yang lalu. Sebelumnya pasien telah dirawat di RSUD Painan selama 2 hari dengan keluhan penurunan kesadaran kemudian dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Riwayat batuk batuk lama disangkal. Pasien memiliki riwayat kontak erat dengan penderita batuk lama yang sudah mendapatkan obat paket 6 bulan yaitu suaminya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien komposmentis dengan GCS 14 (E4M6V4), tanda rangsang meningeal (+), peninggian tekanan intrakranial (-). Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan pupil isokor dengan diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, dolls eye manouver (+), motorik tidak ada lateralisasi, sensorik respon terhadap rangsangan nyeri, refleks fisiologis ++/++, dan refleks patologis -/-. Penatalaksanaan umum yang diberikan pada pasien ini berupa elevasi kepala, IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf, elevasi kepala 30o, O2 3L/i, IVFD NaCl 0,9% 12jam/kolf, Diet ML TKTP 1700 kkal, Ceftriakson 2x2 gr iv, Ranitidin 2x50mg iv, Paracetamol 3x750 mg po, KSR 2x600 mg po. Pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan Lumbal Punksi, BTA Sputum, Kultur sputum dan LCS, Rontgen Foto Thorak, dan Brain CT Scan. Hasil pemeriksaan laboratorium lumbal punksi menunjukkan kesan meningitis tuberkulosa dengan hasil sebagai berikut volume 2cc, kekeruhan (+), warna putih kekuningan, jumlah sel: 57/mm3, PMN 20%, MN 80%, glukosa 32 g/dl dalam gula darah random 142 g/dl. Pemeriksaan elektrolit didapatkan Na+: 125 mmol/L, K+: 92 mmol/L, Cl-: 2,7 mmol/L, Ca2+: 8,6 mmol, lalu terapi ditambahkan dengan Isoniazid 1x300mg, Pirazinamid 1x1000mg, Rifampisin 1x450mg, Etambutol 1x750mg, Vit B6 3x10mg. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta penunjang ditegakkan diagnosa klinis Suspek Meningitis Tuberkulosa, diagnosa topik Leptomeningen, diagnosa etiologi Infeksi Mycobacterium tuberculosis, dan dengan diagnosa sekunder hiponatremia et hipokalemia ec low intake.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. www.meningitis.org/disease-info/types-causes/tb-meningitis. Diakses pada Sabtu, 19 Oktober 2013 pukul 21.00 WIB. 2. www.referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-tb.html. Sabtu, 19 Oktober 2013 pukul 21.15 WIB. 3. Harsono. 2005. Meningitis Tuberkulosa. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 4. G Thwaites, TTH Chau, NTH Mai, F Drobniewski, K Mc Adam, J Farrar. 2000. Tuberculosis Meningitis. Journal Neurology Neurosurgery Psychiatry Vol. 68 : 289 299. Diakses pada

17

Anda mungkin juga menyukai