Anda di halaman 1dari 3

Si Hitam Identitas Bangsa dan Bapaknya.

Oleh : Yuni Dwi Lestari

Si Hitam identitas bangsa mungkin sebagian orang akan bertanya apa gerangan si hitam yang saya maksud, jika benar maka saya dapat dikatakan berhasil. Berhasil dalam hal membuat satu judul yang menarik. Karena memang konsep utama dari suatu judul adalah agar menarik perhatian dan mengikat pembaca untuk terpaku menelisik kata demi kata dalam setiap uraian di bawah judul tersebut. Tema yang utama dari penulisan esai ini adalah budaya. Budaya bangsa Indonesia, sebenarnya apa itu budaya ? kali ini saya tidak ingin mengutip definisi budaya dari para ahli tapi saya akan mencoba melahirkan sendiri definisi budaya sesuai dengan apa yang saya ketahui. Budaya adalah suatu hal yang dapat berupa benda/sikap yang sering dilakukan oleh orang-orang dalam cakupan wilayah tertentu dan dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan bertahan dari generasi ke generasi. Jika pembaca mempunyai definisi lain dari kata budaya silahkan tuangkan dan patrikan dalam kepala anda masing-masing. Sekarang saya akan mencoba menjelaskan benda apakah gerangan yang merupakan inspirasi utama dari judul esai ini. Mengapa saya sebut Si Hitam ? Karena warna utama dari benda budaya ini adalah hitam, meski tak hanya terbatas pada warna hitam, tetapi warna hitam inilah yang menjadikan benda budaya ini sebagai identitas bangsa. Keberadaannya selalu dijunjung tinggi, karena memang letaknya yang selalu diatas. Beredar luas di nusantara bahkan sejak zaman penjajahan Si Hitam ini telah menjadi saksi bisu dari setiap perjuangan pahlawan. Sebagian berdarah bersama pahlawan yang gugur, sebagian menjadi bukti kemenangan bersama pahlawan yang selamat. Meskipun Si Hitam ini bukan asli lahir dari bangsa Indonesia tapi keberadaan Si Hitam ini justru berkembang baik di Nusantara. Berawal dari kebutuhan tokoh bangsa akan ciri khas tertentu yang membedakan tokoh nasionalisme dengan penjajah. Bahwa penjajah biasa memakai pakaian ala eropa sesuai dengan tradisi Negara mereka berasal, maka bangsa Indonesia membutuhkan simbol yang dapat membedakan antara penjajah dan anti-penjajah. Bukan hanya Indonesia yang memiliki benda budaya ini, beberapa Negara berpenduduk muslim juga menjadikan benda ini sebagai kebudayaan mereka dalam rangka fasilitas untuk beribadah. Sepertinya sudah hampir terkuak benda apa sebenarnya Si Hitam itu bukan ? Coba tebak. Si Hitam ini adalah peci. Dan kemudian siapa gerangan Bapak Bangsa dalam judul esai ini ? Sebagai bapak pendahulu yang menimang Si Hitam dan memperkenalkannya pada dunia, yaitu Bapak Soekarno. Beliau mengatakan bahwa peci berasal dari kata pet dan ci yang diambil langsung dari bahasa Negara yang selama 350 tahun menjajah pendahulu kita. Meski memiliki

arti mengesankan sifat kecil. Tetapi Soekarno yakin bahwa peci ini yang akan membedakan bagsa Indonesia dengan kaum penjajah. Bukan mencirikan suatu agama atau daerah tertentu. Peci dalam rangka pergerakan bangsa merupakan simbol yang dipakai bukan hanya untuk penganut agama Islam tetapi oleh siapa saja yang merasa bangsa Indonesia. Peristiwa lahirnya peci ini sungguh menggetarkan jiwa nasionalisme saya. Sebelumnya saya juga tidak tahu bahwa peci merupakan identitas kebudayaan Indonesia. Berikut bukti kelahiran peci yang dapat saya cantumkan dikutip dari Nasionalisme Peci oleh : Hendri F.Isnaeni PEMUDA itu masih berusia 20 tahun. Dia tegang. Perutnya mulas. Di belakang tukang sate, dia mengamati kawan-kawannya, yang menurutnya banyak lagak, tak mau pakai tutup kepala karena ingin seperti orang Barat. Dia harus menampakkan diri dalam rapat Jong Java itu, di Surabaya, Juni 1921. Tapi dia masih ragu. Dia berdebat dengan dirinya sendiri. Apakah engkau seorang pengekor atau pemimpin? Aku seorang pemimpin. Kalau begitu, buktikanlah, batinnya lagi. Majulah. Pakai pecimu. Tarik nafas yang dalam! Dan masuklah ke ruang rapat... Sekarang! Setiap orang ternganga melihatnya tanpa bicara. Mereka, kaum intelegensia, membenci pemakaian blangkon, sarung, dan peci karena dianggap cara berpakaian kaum lebih rendah. Dia pun memecah kesunyian dengan berbicara: Kita memerlukan sebuah simbol dari kepribadian Indonesia. Peci yang memiliki sifat khas ini, mirip yang dipakai oleh para buruh bangsa Melayu, adalah asli milik rakyat kita. Menurutku, marilah kita tegakkan kepala kita dengan memakai peci ini sebagai lambang Indonesia Merdeka. Dikutip dari http://historia.co.id/?d=851 Begitu nasionalisme sungguh, saya sendiri pun tertegun saat membaca sejarah singkat kelahiran Si Hitam ini. Apa yang saya lakukan selama 18 tahun hidup di negri ini ? Bahkan sejarah dan kebudayaan tanah air pun luput dari perhatian saya. Miris sungguh mengetahui kenyataan bersejarah ini di usia 18. Usia yang seharusnya sudah mampu melestarikan bukan hanya sekedar tahu. Di saat orang-orang di seluruh dunia bahkan sudah tahu karena Bapak Bangsa kita tak pernah melepaskan si Hitam ini dari kepalanya. Bukan hanya ingin mengenalkan Si Hitam pada dunia, tapi lebih agar seluruh dunia tahu bahwa bangsa Indonesia mempunyai ciri dan identitas yang layak di tujukan pada mata dunia. Meskipun konsep utama peci tidak murni lahir dari pemikiran Bapak Bangsa tapi sedikit terinspirasi dari penutup kepala yang biasa digunakan umat Islam untuk beribadah kaum lelakinya, bahkan Nabi Muhammad SAW juga pernah memakai penutup kepala berwarna abu-

abu semasa hidupnya. Dan pada saat ini pemakaian peci juga mencirikan suatu agama tertentu. Padahal budaya peci yang sejatinya hanya ada di Indonesia tak pernah dilahirkan dengan tujuan mencirikan suatu agama atau kultur masyarakat tertentu. Peci Hitam ini lahir sebagai media penyatu, simbol nasionalisme yang sejatinya dilahirkan untuk bangsa. Tapi melihat kenyataan adanya pergeseran makna dari penggunaan peci yang sekarang rasanya bukan lagi menjadi identitas bangsa tetapi keberadaannya seperti dipatenkan sebagai simbol dari satu agama. Masa depan tak akan pernah sama dengan masa lalu. Saat ini sejatinya adalah masa depan dari budaya pemakaian peci. Keadaan tak lagi segenting masa-masa penjajahan, musuh Indonesia saat ini tak lagi senyata dulu. Bukan lagi perang senjata tetapi hati nuranilah yang di jajakan. Karena budaya selalu dinamis, sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan tokoh-tokoh yang melahirkan budaya itu sendiri. Tak ada lagi yang lebih bangsa ini butuhkan selain oksigen dari para penjaga budaya yang menjadikan budaya ini tetap bernapas. Dan kini tiba saatnya kita keturunan bangsa ini yang lahir dan dibesarkan di negeri ini, melestarikan apa yang telah bunga bangsa masa lalu perjuangkan. Tapi pada kenyataanya kita terlelap dan terninabobokan oleh budaya asing, mengesampingkan budaya bangsa dan menyepelekannya. Kini saatnya berubah. Jadikan Indonesia membudaya dengan budaya aslinya!

Anda mungkin juga menyukai