Anda di halaman 1dari 15

Mata Tenang dan Penglihatan Kabur seperti Tertutup Awan pada Katarak

Pendahuluan Katarak merupakan salah satu penyakit mata penyebab kebutaan yang paling banyak dialami. Penyakit ini ditandai dengan lensa mata menjadi kabur dan keruh sehingga cahaya terhalang masuk ke retina. Berdasarkan penyebabnya, katarak dibedakan menjadi empat macam, yaitu katarak kongenital, katarak komplikata, katarak senilis, dan katarak traumatik.1 Katarak senilis terjadi akibat proses degenerasi penuaan, jumlahnya hingga 90 persen dari seluruh kasus katarak. Proses degenerasi bisa dimulai di usia 35 tahun namun gejala awal umumnya muncul pada orang-orang setengah baya berupa pandangan yang mulai kabur.

Anamnesis Katarak dapat terdiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan. Pada anamnesis, yang perlu ditanyakan adalah: Keluhan utama yang biasanya berupa penglihatan yang kabur seperti tertutup tirai dan berapa lama keluhan tersebut telah dialami Progresivitas turunnya penglihatan yang dialami Apakah mata terasa lengket, kering, atau perih Apakah terdapat gejala sistemik (seperti demam, malaise, muntah, artralgia, atau ruam) Apakah penglihatan kabur yang dialami hilang timbul atau terus menerus Apakah terdapat fotofobia atau tidak

Apakah memiliki penyakit yang sudah lama diderita (seperti glaukoma kronik, diabetes, miopi tinggi)

Riwayat penyakit dahulu Adakah riwayat masalah mata sebelumnya Apakah pasien menggunakan lensa kontak Adakah riwayat penyakit yang diketahui sebelumnya (misalnya sarkoid, imunosupresan) Riwayat keluarga Adakah riwayat galukoma dalam keluarga.2

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi fungsi nervus II, yaitu: 1. Pemeriksaan visus Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter. Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur dari barisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/.3

2. Pemeriksaan refleks pupil Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah

mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya. 3 3. Pemeriksaan lapang pandang Dua jenis cara pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan i ak sama k s mua u usan misa nya k a i ik iksasi k m ia 0 k a as 0 0 a ki a a a m i a awa 0 . 0 100 ai an k

Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandag. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax. Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral. 3

4. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama papil dan retina nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk bulat, warna merah kekuningan, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur serta terdapat lekukan fisiologis (cup fisiologis). Pembuluh darah keluar dari cup disk danbercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok.3

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang jarang dilakukan pada kelainan katarak. Pemeriksaan perlu dilakukan jika terdapat dugaan penyakit sistemik yang harus dieksklusi atau katarak terjadi sejak muda. Sebenarnya, pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi letak opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak di daerah nukleus, korteks, atau subskapular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subskapular posterior. Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, sebagai contoh deposisi pigmen pada lensa menunjukan inflamasi sebelumnya atau kkerusakan iris menandakan trauma mata sebelumnya.4

Diagnosis Utama Katarak senilis dapat didefinisikan sebagai semua kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebab nya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun banyak kasus katarak senilis yang ditemukan berkaitan dengan faktor keturunan, maka riwayat penyakit keluarga perlu di tanyakan. Berdasarkan lokasi, katarak senilis dapat dibagi menjadi :

1. Nuclear sclerosis, merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita juga mengalami kesulitan membedakan warna, terutama warna biru 2. Kortikal, terjadi bila serat-serat lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior

Posterior subcapsular, merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma.

Diagnosis Pembanding Presbiopia Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat: Kelemahan otot akomodasi Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.

Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa lelah, berair, dan sering terasa pedas. Pada pasien presbiopia, kacamata atau adisi diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatn tertentu, biasanya: +1.0 D untuk usia 40 tahun

+1.5 D untuk usia 45 tahun +2.0 D untuk usia 50 tahun +1.5 D untuk usia 55 tahun +3.0 D untuk usia 60 tahun Karena jarak bacabiasanya 33cm, maka adisi +3.0 dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +3.00 dioptiri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Pemeriksaan adisi untuk membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu membaca. Pemeriksaan sangat subjektig sehingga angkaangka di atas tidak merupakan angka yang tetap.1

Neuritis optik Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai macam penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7 tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel. Etiologi neuritis optikus termasuk: 1. Inflamasi lokal a. Uveitis dan retinitis b. Oftalmia simpatika c. Meningitis

d. Penyakit sinus dan infeksi orbita 2. Inflamasi general yaitu: Infeksi syaraf pusat Multiplel sklerosis Diberbagai kelompok populasi diseluruh dunia, neuritis retrobulbar berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien (Chavis dan Hoyt, 2000). Data dari Mayo clinic pada tahun 1933 didapatkan dari 255 kasus sebanyak 155 disebabkan oleh sklerosis multipel. Acute disseminated encephalomyelitis Neuromyelitis optic (Devic disease) Merupakan suatu proses demielinisasi yang mengenai saraf optik. Penyakit ini sering salah didiagnosis dengan dibedakan berdasarkan derajat keparahan, optikus, medulla spinalis) dan (polymorphonuclear pleocytosis). Syphilis Tuberkulosis 3. Leber's disease Merupakan suatu penyakit herediter pada laki-laki muda, manifestasinya sebagai perubahan mendadak pada penglihatan sentral, pertama kali mengenai satu mata dan selanjutnya kedua mata. Karakteristiknya terdapat skotoma sentral dengan dercce central nucleus. Pada beberapa kasus inflamasi mengenai nervus di dalam bola mata sehingga menyebabkan papilitis ringan. Pada kasus yang lain mengenai nervus di belakang mata. 4. Toksin endogen Penyakit infeksi akut, seperti influenza, malaria, measles, mumps, pneumonia Fokus septik pada gigi, tonsil, infeksi fokal Penyakit metabolik: diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

5. Intoksikasi racun eksogen seperti tobacco, etil alcohol, metil alkohol.

Faktor resiko neuritis optikus termasuk: 1. Usia Neuritis optikus sering mengenai dewasa muda usia 20 sampai 40 tahun; usia rata-rata terkena sekitar 30 tahun. Usia lebih tua atau anak-anak dapat terkena juga tetapi frekuensinya lebih sedikit. 2. Jenis kelamin Wanita lebih mudah terkena neuritis optikus dua kali daripada laki-laki. 3. Ras Neuritis optikus lebih sering terjadi pada orang kulit putih dari pada ras yang lain

Patogenesis Nervus optikus mengandung serabut-serabut syaraf yang mengantarkan informasi visual dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel fotoreseptor, merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel retina lain disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson ke dalam otak. Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi yang terjadi pada neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan pandangan menjadi lemah.1

Gejala dan Tanda Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta. Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadangkadang disertai demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran napas bagian atas. Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering dijumpai dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn. Cara pemerikasaan, mata

pasien secara bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah membesar. Kelainan ini menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut. Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang kabur, pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat bergaris-garis disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang. Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit secara konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.

Etiologi Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senil, juvenil, herediter) atau kelainan kongenital mata.1 Katarak disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : Penyebab sistemik :

Faktor keturunan. Masalah kesehatan, misalnya diabetes. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid dan klorpromazin. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama. Operasi mata sebelumnya. Sindrome sistemik (down, lowe) Dermatitis atopik Trauma (kecelakaan) pada mata. Kadar kalsium yang rendah.

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa ini dapat : 1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme dasar lensa.

2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa. 3. Komplikasi penyakit lokal ataupun umum.5

Epidemiologi Sampai saat ini katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling banyak ditemukan, sampai 90% dari seluruh kasus katarak. Katarak senil ini terus

berkembang menjadi salah satu penyebab utama dari gangguan visual serta kebutaan di dunia. Umur merupakan faktor risiko yang penting untuk terjadinya katarak senil. Penelitian-penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% orang Amerika Serikat, dan prevalensi ini meningkat sampai dengan sekitar 50% untuk mereka yang berusia antara 65 dan 74 tahun dan sampai sekitar 70% untuk mereka yang beru sia lebih dari 75 tahun. Sama halnya di Indonesia, katarak juga merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan. Diketahui ba hwa prevalensi kebutaan di Indonesia berkisar 1,2 % dari jumlah penduduk dan katarak menduduki peringkat pertama dengan persentase terbanyak yaitu 0,7 %. Berdasarkan beberapa penelitian katarak lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria dengan ras kulit hitam paling banyak.1

Patofisiologi Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu: 1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien

Katarak intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi 2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder 3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imaturtidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif. 4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.

Manifestasi Klinik Tanda dan gejala yang mungkin terdapat pada katarak meliputi: Penglihatan yang kabur dan penurunan daya penglihatan yagn terjadi secara berangsur-angsur tanpa rasa nyeri sebagai akibat kekeruhan lensa Pupil yang bewarna putih seperti susu akibat kekeruhan lensa Penurunan penglihatan akibat bayangan pada retina yang kurang jelas Penglihatan yang lebih baik pada cahaya redup daripada cahaya terang bagi pasien yang mengalami opasitas sentral; ketika pupil berdilatasi, pasien dapat melihat objek sekitar di opasitas.6

Penatalaksanaan Medika mentosa Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau

menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak. Pengobatan katarak senil yang pernah digunakan antara lain: - Iodium tetes, salep, injeksim dan iontoforesis, tidak jelas efektif, sedang beberapa pasien puas - Kalsium sistein - Imunisasi dengan yang memperbaiki cacat metabolisme lensa - Dipakai lentokalin dan kataraktolisin dari lensa ikan - Vitamin dosis tinggi

Non medika mentosa Terapi dapat berupa eksisi seluruh lensa dan penggantian dengan lensa buatan atau fragmentasi lensa dengan ultrasound atau laser, yang diikuti oleh aspirasi fragmen dan penggantian lensa. Pembedahan katarak dapat dilakukan dengan cara ECCE Lensa (Extra Capsular Cataract Extraction) meninggalkan atau EKEK

diangkat

dengan

kapsulnya.

Untuk memperlunak lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi). Termasuk kedalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK: ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.7

Pencegahan Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya

katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapatdijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan:

Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah

Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur

Prognosis Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata Menjaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya.

Komplikasi Komplikasi pada katarak meliputi: Kebutaan Glaukoma

Komplikasi pembedahan dapat meliputi: Kehilangan himor vitreus Hiphaema yang merupakan pendarahan kamera okuli anterior Ablasio retina Glaukoma karena penyumbatan vitreus Infeksi.6

Prognosis Katarak senil jika diatasi pada waktu yang tepat maka akan memiliki prognosis yang baik. Karena jika diterapi dengan tepat pada waktu yang tepat pula, maka penglihatan dapat kembali normal.

Kesimpulan Katarak senile merupakan jenis katarak yang lazim timbul pada orang lanjut usia (> 60 tahun). Katarak senile disebabkan adanya proses degenerasi pada lensa sehingga terjadi kekeruhan. Gejala yang menonjol adalah pandangan menjadi kabur seperti ditutup tirai. Penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah dengan operasi penggantian lensa sebelum timbulnya komplikasi.

Daftar Pustaka 1. Ilyas S. Penuntun ilmu Penyakit Mata. Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2005. hal. 128-36. 2. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga. 2007. hal. 94. 3. Lumbantobing S. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2006. Hall 25-46. 4. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: ophtalmology. Jakarta: Erlangga, 2006. hal. 77. 5. James B . Lecture notes oftalmology. Edisi IX. Jakarta : Erlangga, 2006. hal. 76-79. 6. Kowalak JP. Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC, 2011. Hal.592-600. 7. Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Jakarta: EGC, 2009. hal. 382.

Anda mungkin juga menyukai