Anda di halaman 1dari 331

PROGRAM PELATIHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU


DALAM MENERAPKAN PENGAJARAN
DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI KELAS INKLUSI
Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengajaran
Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada Kelas
Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia
Oleh:
Aisya Yuhanida Noor
190420080008
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian
Guna memperoleh Gelar Magister Psikologi
Program Pendidikan Magister Profesi Psikologi
Bidang Kajian Utama Psikologi Pendidikan
KONSENTRASI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2010
Surat Pernyataan
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1.
Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di
Universitas Padjadjaran maupun perguruan tinggi lain.
2.
Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.
3.
Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka
4.
Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di perguruan tinggi ini.
Bandung, Agustus 2010
Yang membuat pernyataan,
Aisya Yuhanida Noor
190420080008
PROGRAM PELATIHAN
PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU
DALAM MENERAPKAN PENGAJARAN
DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI KELAS INKLUSI
Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengajaran
Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada Kelas
Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia
Oleh :
Aisya Yuhanida Noor
190420080008
TESIS
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian
Guna memperoleh Gelar Magister Psikologi
Program Pendidikan Magster Profesi Psikologi
Bidang Kajian Utama Pendidikan
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tangggal
seperti tertera di bawah ini
Bandung, Agustus 2010
Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing
Dr. Hendriati Agustiani, M.Si Dra. Indun L. Setyono, M.Psi
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
BANDUNG
LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI)
TESIS
Nama Mahasiswa : Aisya Yuhanida Noor
NPM : 190420080008
Tanggal Ujian : 27 Agustus 2010
Program Studi : Psikologi
Bidang Kajian Utama : Profesi Psikologi Pendidikan
Judul :
PROGRAM PELATIHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM
MENERAPKAN PENGAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI
KELAS INKLUSI (Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pengajaran Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada
Kelas Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia).
Telah direvisi, disetujui oleh Tim Penguji dan Tim Pembimbing dan
diperkenankan untuk diperbanyak/dicetak
No. Nama Penguji Tanda Tangan
1. Prof. Dr. Samsunuwijati Marat
2. Prof. Dr. Nitya Wismaningsih, M.Pd
3. Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si
4. Dra. Lenny Kendhawati, M.Si
Bandung, Agustus 2010
Mengetahui,
Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing
Dr. Hendriati Agustiani, M.Si Dra. Indun L. Setyono, M.Psi
v
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbil aalamiin, Segala puji dan syukur kepada Allah SWT
atas berkah yang senantiasa diberikan kepada peneliti selama melakukan
penelitian ini. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah, peneliti dapat terus berikhti
ar
menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian gelar
Magister Psikologi di Program Pendidikan Magister Psikologi Universitas
Padjadjaran.
Segenap energi peneliti curahkan dalam mewujudkan hal ini. Semoga
penelitian ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menjadi kebanggaan
bagi orang-orang yang sudah memberikan banyak bantuan kepada peneliti dan
senantiasa mendampingi peneliti melalui proses yang dijalani.
Segenap ketulusan hati, peneliti menghaturkan terima kasih kepada :
1.
Ibu Dr. Hendriati Agustiani, M.Si, sebagai pembimbing utama atas arahan
yang mencerahkan berupa ilmu pengetahuan dan dukungan yang sangat
memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan studi.
2.
Ibu Dra. Indun L. Setyono, M.Psi, sebagai pembimbing atas waktu yang selalu
diberikan kepada peneliti, serta arahan dan dukungan penuh yang diberikan
dalam peneliti menjalani program studi S2 dan menyelesaikan tesis.
3.
Ibu Prof. DR. Hj. Nitya Wismaningsih, Ibu Prof. DR. Samsunuwijati Marat,
Bapak Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si, dan Ibu Dra. Lenny Kendhawati, M. Si.,
sebagai dosen pembahas, atas masukkan dan saran dalam sidang tesis.
4.
Ibu Prof. DR. Hj. Nitya Wismaningsih, Ibu Prof. DR. Samsunuwijati Marat,
dan Bapak Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si, sebagai dosen pembahas, atas
masukkan dan saran dalam seminar usulan penelitian.
5.
Ketua Program Magister, Wakil Ketua Program Magister, seluruh dosen dan
seluruh karyawan Magister Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, atas
pengajaran, bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada peneliti selama
menempuh pendidikan di Magister Psikologi Universitas Padjadjaran.
6.
Ibu Fisianty Harahap dan Ibu Rika Melinda Fitri sebagai Kepala Sekolah dan
Koordinator Tim Learning Support Unit SD Gagas Ceria atas kepercayaan,
kekeluargaan, dukungan dan ilmu yang diberikan dalam menyelesaikan
penelitian ini.
7.
Seluruh Guru SD Gagas Ceria Bandung, khususnya yang terlibat langsung di
dalam penelitian ini, atas kesediaan bekerjasama dan meluangkan waktu di
sela-sela kesibukan yang padat.
8.
Bapak, Ibu, Ashov, dan Fajrur, Mamah dan seluruh keluarga Logam atas
dukungan yang telah diberikan.
9.
Roni Sadrah, Keira dan Naya yang selalu menemani setiap langkah peneliti
dan menjadi sumber motivasi terbesar dalam peneliti menyelesaikan studi.
10. Teteh Prita,
yang selalu menularkan semangat dan selalu bersedia menjadi
teman diskusi yang mencerahkan dan menyenangkan.
11. Whisnu, Airin, Maya, Heri, Hesty, Rachel, Sisy, Gita, Pak Yono, dan Mba
Sarah, atas kebersamaan dan semangat selama menjalani studi.
12. Teh Santi, Braja, Dee, Mia dan Uwieng yang selalu menemani peneliti dalam
menjalani masa-masa sulit yang ditemui.
13. Mba Yati, Adim, Endah, Teh Inggrid, Teh Iya, Mba Dian H, Mba Dian S,
Kakak El, dan seluruh keluarga besar BKP Dwipayana atas keceriaan,
semangat, dan dukungan yang selalu diberikan.
14. Tiya, Yovie, Santi, Via, Uut, Lai, dan Tiwul yang telah membantu peneliti
dalam mengambil data penelitian dan menyempurnakan tesis ini.
Semoga tesis ini dapat berguna bagi peneliti, psikolog, dan praktisi yang
bergerak di dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan inklusi. Peneliti
mengharapkan masukan dan saran untuk sempurnanya tesis ini.
Bandung, Agustus 2010
Aisya Yuhanida Noor
190420080008
Abstract
This research intended to find an appropriate training module to increase
the skill for teachers of Gagas Ceria elementary school Bandung, so they could
teach students with different study needs in inclusive class. A few researches
which had been conducted said that differentiated instruction is the most
appropriate teaching method to achieve the study objective on Gagas Ceria
Elementary School for inclusive class students.
The differentiated instruction teaching ability can be trained and improved.
One type of learning is through the form of training. Learning outcome addressed

in this research is to reach the application stage of cognitive stage. Training
materials are prepared based on the needs assessment relating to the conditions
that need to be improved on the basic principles of differentiated instruction
research subject, and delivered through Gagne stages of instructional activities
.
This study include experimental field research, i.e. research study in real
situations by manipulating one free variable and carefully controlling the
conditions that might arise in a situation. The research design for this study w
as
Single Group Pre-Test-Post-Test Design (Before-After), by performing
measurements twice before and twice after the administration of treatment in the

form of training. The statistical test used was the Paired Sample T-Test and who

became the subject of research is the target population, namely the teacher who
has the differentiated instruction ability at level 1 (beginners/below basic) an
d 2
(basic).
Statistical analysis showed there are significant differences between the
level of differentiated instruction teaching subjects before and after the train
ing is
given (with a 95% level of significance). The increase occurred in the five basi
c
principles of differentiated instruction, namely: learning community, curriculum
,
formative assessment, iinstructional arrangement, respectful tasks. This indicat
es
that the subject of research is better able to conduct effective teaching for st
udents
with diverse learning needs can achieve the same learning goals through creating

a positive learning environment, setting specific learning goals and continuing
instruction for students to achieve the learning objectives, conduct continuous
assessment of students learning needs, conducting a variety of teaching methods
to develop students thinking abilities, and provides tasks that provide optimal
challenges for students.
At the end of the study there were some suggestions put forward, either in
the form of both theoretical and practical, relating to further research and thi
ngs
that support the development of teaching and learning for inclusive class.
Keywords: Inclusive, Teacher, Teaching, Differentiated instruction
Abstrak
Penelitian ini bermaksud untuk menemukan modul pelatihan yang sesuai
untuk meningkatkan kemampuan guru SD Gagas Ceria Bandung mengajar siswa
dengan kebutuhan belajar beragam yang terdapat di kelas inklusi. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa differentiated
instruction adalah pengajaran yang paling sesuai untuk siswa di kelas inklusi
dapat mencapai tujuan belajar yang sama seperti yang diharapkan oleh SD Gagas
Ceria Bandung.
Kemampuan pengajaran differentiated instruction merupakan hal yang dapat
dilatih dan ditingkatkan. Salah satu tipe pembelajaran adalah melalui bentuk
pelatihan. Hasil akhir pembelajaran yang ditujukan dalam penelitian ini adalah
sampai tahap kognitif level aplikasi. Materi pelatihan disusun berdasarkan hasil

analisa kebutuhan berkaitan dengan kondisi yang perlu ditingkatkan pada prinsipp
rinsip
dasar differentiated instruction subjek penelitian, dan disampaikan melalui
tahapan aktivitas instruksional Gagne. Penelitian ini termasuk penelitian field
experimental, yaitu kajian penelitian dalam situasi nyata dengan memanipulasi
satu variabel bebas dan dengan mengontrol secara cermat kondisi yang mungkin
timbul dalam suatu situasi. Rancangan penelitian adalah Single Group Pre-Test
Post-Test Design (Before-After), dengan melakukan pengukuran dua kali sebelum
dan dua kali sesudah pemberian treatment berupa pelatihan. Uji statistik yang
digunakan adalah uji Paired Sample T-Test dan yang menjadi subjek penelitian
adalah target populasi, yaitu guru yang memiliki kemampuan differentiated
instruction pada tingkat 1(pemula/below basic) dan 2(dasar/basic).
Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara
tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan (dengan taraf signifikasi 95%). Peningkatan terjadi
pada kelima prinsip dasar differentiated instruction, yaitu: learning community,

curriculum, formative assessment, iinstructional arrangement, respectful tasks.
Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian sudah lebih mampu untuk
melakukan pengajaran yang efektif untuk siswa di kelas inklusi dapat mencapai
tujuan belajar yang sama melalui menciptakan lingkungan belajar yang positif,
menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan pengajaran yang berkesinambungan
untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar, melakukan penilaian secara terus
menerus mengenai kebutuhan belajar siswa, melakukan metode pengajaran yang
variatif untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, serta memberikan
tugas yang memberikan tantangan optimal bagi siswa.
Di akhir penelitian ada beberapa saran yang diajukan, baik dalam bentuk
teoritis maupun praktis, berkaitan dengan penelitian selanjutnya dan hal-hal yan
g
mendukung pengembangan pengajaran dan pembelajaran bagi kelas inklusi.
Kata kunci: Inklusi, Guru, Pengajaran, Differentiated instruction.
Daftar Isi
Surat Pernyataan................................................................
...................................... ii
Kata Pengantar .................................................................
...................................... vi
Abstract .......................................................................
........................................... ix
Abstrak ........................................................................
............................................ x
Daftar Isi......................................................................
........................................... xi
Daftar Lampiran ................................................................
.................................... xv
Daftar Tabel....................................................................
...................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................
..........................1
1.1. Latar Belakang Masalah.....................................................
...............................1
1.2. Identifikasi Masalah ......................................................
..................................13
1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian....................................
.................15
1.3.1. Maksud Penelitian........................................................
....................... 15
1.3.2. Tujuan Penelitian .......................................................
......................... 15
1.3.3. Kegunaan Penelitian......................................................
...................... 15
1.3.3.1. Kegunaan Teoritis .....................................................
.............15
1.3.3.2. Kegunaan Praktis.......................................................
.............16
BAB II LANDASAN TEORITIS .......................................................
...................17
2.1 Pendidikan Inklusi..........................................................
..................................17
2.1.1. Sejarah Pendidikan Inklusi...............................................
................... 17
2.1.2. Landasan Pendidikan Inklusi .............................................
................. 21
2.1.2.1. Landasan Filosofis.....................................................
.............21
2.1.2.2. Landasan Yuridis.......................................................
.............22
2.1.2.3. Landasan Empiris.......................................................
............22
2.2. Anak Berkebutuhan Khusus...................................................
.........................23
2.2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus......................................
........ 23
2.2.2. Kebutuhan Akademik Anak Berkebutuhan Khusus ........................... 2
5
2.2.2. Kebutuhan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus ...............................
... 27
2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Gifted.......................................
............... 27
2.2.4. Karakteristik Belajar Siswa Disleksia....................................
............. 28
2.2.5. Karakteristik Belajar Siswa Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD).................................................................
............. 29
2.3. Karakteristik Siswa Kelas 4, 5 dan 6 SD ...................................
.....................30
2.4. Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusi........................................
....................30
2.5. Pengajaran Differentiated instruction .....................................
........................31
2.6. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi ....................................
...................34
2.7. Pendidikan Orang Dewasa (Knowles, 1990) ...................................
...............36
2.8. Teori Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan Pelatihan...........................
.........36
2.8.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan .............................................
................ 36
2.8.2. Taksonomi Tujuan ........................................................
...................... 37
2.8.3. Fasilitator..............................................................
............................... 42
2.9. Teori Pemrosesan Informasi (Gagne, 1985) ..................................
.................46
2.9.1. Proses Kognitif dalam Belajar ...........................................
................. 47
2.9.2. Fase Belajar menurut Gagne ..............................................
................. 47
2.9.3. Sembilan Tahapan Aktivitas Instruksional ................................
......... 48
2.9.3.1. Gain attention.........................................................
................48
2.9.3.2. Inform learners of objectives..........................................
........48
2.9.3.3. Stimulate recall of prior learning.....................................
......49
2.9.3.4. Present the content ...................................................
..............49
2.9.3.5. Provide "learning guidance"............................................
......49
2.9.3.6. Elicit performance (practice) .........................................
........50
2.9.3.7. Provide feedback ......................................................
..............50
2.9.3.8. Assess performance ....................................................
............50
2.9.3.9. Enhance retention and transfer to the job..............................
51
2.10. Kerangka Pemikiran........................................................
..............................51
2.10. Hipotesis.................................................................
.......................................71
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................
..................72
3.1. Metode Penelitian..........................................................
..................................72
3.2. Variabel Penelitian .......................................................
...................................74
3.2.1. Definisi Konseptual......................................................
....................... 74
3.2.2. Definisi Operasional.....................................................
................................75
3.3. Validitas dan Kontrol Extraneous Variable Penelitian.......................
............76
3.4. Subjek Penelitian..........................................................
...................................79
3.4.1. Populasi Penelitian......................................................
........................ 79
3.4.2. Subjek Penelitian........................................................
......................... 79
3.4.3. Pengambilan Data Penelitian .............................................
................. 80
3.5. Tahapan Penelitian ........................................................
..................................81
3.5.1. Tahap Persiapan .........................................................
......................... 81
3.5.1.1. Eksplorasi Topik Penelitian............................................
........81
3.5.1.2. Pendalaman Topik Penelitian yang Dipilih............................81
3.5.1.3. Menentukan Kerangka Teori yang Sesuai..............................82
3.5.1.4. Analisa Kebutuhan .....................................................
............82
3.5.1.5. Penyusunan Program Pelatihan...........................................
...85
3.5.2. Tahap Eksperimen.........................................................
...................... 87
3.5.2.1. Tahap Pre-Treatment....................................................
..........87
3.5.2.2. Tahap Treatment........................................................
.............88
3.5.2.3. Tahap Post-Treatment ..................................................
..........89
3.5.3. Tahap Akhir .............................................................
........................... 89
3.5.3.1. Analisa Statistika.....................................................
...............89
3.5.3.2. Pengolahan Data........................................................
.............90
3.6. Lokasi Penelitian..........................................................
...................................90
3.7. Alat Ukur Penelitian.......................................................
.................................91
3.7.1. Alat Ukur Pre dan Post Treatment ........................................
.............. 91
3.7.2. Form Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dalam Mencapai
Tujuan Instruksional Khusus Pelatihan...........................................
.. 92
3.8. Modul Pelatihan ...........................................................
...................................93
3.8.1 Tujuan Pelatihan Differentiated instruction...............................
.......... 94
3.8.1.1. Tujuan Instruksional Umum..............................................
.....94
3.8.1.2. Tujuan Instruksional Khusus............................................
......95
3.8.2 Materi Pelatihan Differentiated instruction ..............................
........... 95
3.9. Kekuatan dan Keterbatasan Modul Pelatihan Differentiated instruction.......
.97
3.10. Waktu Kegiatan Penelitian.................................................
...........................98
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................99

4.1 Hasil Penelitian ...........................................................
.....................................99
4.3. Hasil Pelatihan Subjek Penelitian Secara Individual .......................
.............105
4.2.1. Subjek Penelitian DD.....................................................
................... 105
4.2.1.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................105
4.2.1.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
DD di Kelas.....................................................................
.....106
4.2.1.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....109
4.2.2. Subjek Penelitian I .....................................................
..................... 110
4.2.2.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................110
4.2.2.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
I di Kelas .....................................................................
.........111
4.2.2.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....113
4.2.3. Subjek Penelitian LR.....................................................
.................... 114
4.2.3.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................114
4.2.3.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
LR di Kelas ....................................................................
......115
4.2.3.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....117
4.2.4. Subjek Penelitian F .....................................................
.................... 118
4.2.4.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................118
4.2.4.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
F di Kelas .....................................................................
........119
4.2.4.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....121
4.2.5. Subjek Penelitian DN.....................................................
................. 122
4.2.5.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................122
4.2.5.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
DN di Kelas.....................................................................
.....122
4.2.5.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....125
4.2.6. Subjek Penelitian EO ....................................................
.................... 126
4.2.6.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................126
4.2.6.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
EO di Kelas ....................................................................
......127
4.2.6.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....129
4.2.7. Subjek Penelitian SR.....................................................
.................. 130
4.2.7.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction
Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................130
4.2.7.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek
SR di Kelas.....................................................................
......130
4.2.7.3. Hasil Observasi dan Penilaian..........................................
....132
4.3. Hasil Proses Pelatihan ....................................................
...............................133
4.3.1. Kontrak Belajar .........................................................
........................ 134
4.3.2. Ice Breaking ............................................................
.......................... 135
4.3.3. Sesi 1 Langkah Perencanaan Pengajaran ...................................
.... 135
4.3.3.1. Dasar Pemikiran .......................................................
............135
4.3.3.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................
...136
4.3.3.3 Hasil Belajar Subjek Penelitian.........................................
....142
4.3.3.4. Kesimpulan.............................................................
..............143
4.3.4. Sesi 2 Differentiated instruction Sebagai Pengajaran untuk
Kelas Inklusi...................................................................
................. 144
4.3.4.1. Dasar Pemikiran .......................................................
............144
4.3.4.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................
...144
4.3.4.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................
....149
4.3.4.4. Kesimpulan.............................................................
..............150
4.3.5. Energizer ...............................................................
............................ 150
4.3.6. Sesi 3 Rencana Program Pengajaran (RPP)..................................
. 151
4.3.6.1. Dasar Pemikiran .......................................................
............151
4.3.6.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................
...152
4.3.6.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................
....154
4.3.6.4. Kesimpulan.............................................................
..............155
4.3.7. Sesi 4 Simulasi Pengajaran Differentiated instruction...................
156
4.3.7.1. Dasar Pemikiran .......................................................
............156
4.3.7.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................
...156
4.3.7.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................
....160
4.3.7.4. Kesimpulan.............................................................
..............165
4.3.8 Penutup...................................................................
............................ 166
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
.........167
5.1. Kesimpulan.................................................................
...................................167
5.2. Saran......................................................................
........................................167
Daftar Pustaka .................................................................
.....................................169
Daftar Lampiran
Lampiran Classroom Practices Inventory
Lampiran Alat Ukur Sikap Guru Terhadap Inklusi
Lampiran DI-Look-Fors
Lampiran DI-Look Fors Translate
Lampiran Kisi-kisi Panduan Observasi Differentiated instruction
Lampiran Form Observasi Penerapan Differentiated instruction
Lampiran Form Inter Rater Observer
Lampiran Form Psikogram Penerapan Differentiated instruction
Lampiran Rancangan Modul Pelatihan Differentiated instruction
Lampiran Form Observasi Aktivitas Pelatihan
Lampiran Kisi-kisi Penilaian dan Observasi
Lampiran Surat Pernyataan Kesediaan
Lampiran Kasus Differentiated instruction
Lampiran Format Rancangan Program Pengajaran Differentiated instruction
Lampiran Hasil Pre-Test Indikator 1
Lampiran Hasil Pre-Test Indikator 2
Lampiran Hasil Post-Test Indikator 1
Lampiran Hasil Post-Test Indikator 2
Lampiran Hasil Pre-Test dan Post-Test Prinsip Dasar
Lampiran Penilaian Proses Pelatihan
Lampiran Slide Materi Pelatihan
Lampiran Slide Animal School
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Data kesulitan dalam proses pembelajaran ............................
.................6
Tabel 2.1. Perbedaan Pendidikan Inklusi dan Pendidikan Integrasi ...............
.......20
Tabel 3.1 Kemampuan pengajaran prinsip dasar differentiated instruction ........
.83
Tabel 3.2 Profil kemampuan pengajaran aspek-aspek prinsip differentiated
instruction.....................................................................
...................83
Tabel 3.3 Materi Pelatihan Differentiated instruction ..........................
.................96
Tabel 3.4 Kekuatan dan Keterbatasan Modul Differentiated instruction ...........
...97
Tabel 3.5 Waktu Penelitian .....................................................
...............................98
Tabel 4.1 Hasil Uji Paired Samples T-Test, Skor Total Pengajaran
Differentiated instruction Pre dan Post Treatment .......................100
Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Paired Samples T-Test Berdasarkan Pola Umum
Tingkat Pre-Test Post-Test Prinsip Dasar Pengajaran
Differentiated instruction Seluruh Subjek Penelitian....................102
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran...................................................
........................53
Gambar 4.1 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Pra-dan Pasca-Pelatihan ........................................................
.......101
Gambar 4.2.a Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip
Learning community..............................................................
........103
Gambar 4.2.b Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip
Curriculum .....................................................................
...............103
Gambar 4.2.c Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip
Formative assessment............................................................
........103
Gambar 4.2.d Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip
Iinstructional arrangement......................................................
......104
Gambar 4.2.e Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip
Respectful Task.................................................................
.............104
Gambar 4.3 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian DD ...........................................................
.........105
Gambar 4.4 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian I.............................................................
............111
Gambar 4.5 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian LR............................................................
.........114
Gambar 4.6. Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated
instruction Subjek Penelitian F.................................................
....118
Gambar 4.7 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian DN ...........................................................
.........122
Gambar 4.8 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian EO............................................................
.........126
Gambar 4.9 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian SR ...........................................................
..........130
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun 1989
telah mendeklarasikan hak-hak anak dan ditegaskan bahwa semua anak berhak
memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Deklarasi
tersebut dilanjutkan dengan The Salamanca Statement and Framework for Action
on Special Needs Education (UNESCO, 1994)1 yang memberikan kewajiban bagi
sekolah untuk mengakomodasi semua anak termasuk anak-anak berkebutuhan
khusus yang memiliki kelainan fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik
maupun kelainan lainnya. Di Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional 2 Pasal 5 ayat 1 juga telah mengatur hal
tersebut dengan menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa
setiap anak apapun karakteristik dan kebutuhan belajarnya berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Menurut pernyataan Salamanca anak berkebutuhan khusus adalah semua anak
yang memiliki kebutuhan belajar yang berbeda dengan anak pada umumnya
dimana kebutuhan tersebut muncul akibat kesulitan belajar yang dialami, baik
kesulitan belajar karena fisik, emosional, maupun sosial.
Sejalan dengan hal tersebut, dalam dua puluh tahun terakhir telah terjadi
perubahan yang sangat signifikan dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Saat ini pendidikan inklusi menjadi pendekatan yang paling banyak
dilakukan dalam memberikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus.
Menurut Wood (1998) 3 , pendidikan inklusi berarti pendidikan dimana siswa
berkebutuhan khusus menerima materi di dalam kelas reguler. Di dalam kelas
inklusi semua siswa bagaimanapun karakteristik belajarnya diterima dan belajar
bersama-sama (Andrews & Lupart, 1993)4. Lain halnya dengan UNESCO (2003)5
yang mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai pendidikan yang mendukung dan
terbuka terhadap keberagaman seluruh siswa dengan memenuhi kebutuhan belajar
seluruh siswa terlepas dari kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, bahas
a, dan
kondisi-kondisi lainnya. Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu
siswa tanpa diskriminasi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulk
an
bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di kelas reguler.
Dengan kata lain, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang
menampung siswa dengan karakteristik belajar yang beragam di kelas yang sama
dengan siswa reguler.
Kebijakan-kebijakan mengenai pendidikan inklusi dan perkembangan
pendidikan inklusi pada akhirnya membuat isu tentang pendidikan inklusi menjadi
tantangan besar untuk sistem sekolah di seluruh dunia (Ainscow, 2004)6. Hal ini
terjadi karena pendidikan inklusi yang merupakan strategi untuk menciptakan
sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan belajar siswa tidak cukup
hanya dengan sekedar memasukkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah
umum, namun harus bisa menciptakan sekolah yang bisa memberikan pendidikan
yang berkualitas pada setiap siswa, yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa tanpa terkecuali (Stubbs, 2002)7. Hal ini berarti bahwa sekolahsek
olah
di Indonesia pun menghadapi tantangan dalam melaksanakan pendidikan
inklusi ini.
Pada kenyataannya tidak semua sekolah inklusi di Indonesia siap
memberikan pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Menurut Dyah (2005)8
dalam penelitiannya mengenai pengkajian pendidikan inklusi di Indonesia
ditemukan bahwa tidak adanya pedoman pembelajaran bagi guru-guru di sekolah
inklusi menyebabkan guru inklusi menggantungkan diri pada guru pendidikan luar
biasa (PLB) yang tidak selalu dimiliki oleh setiap sekolah. Hal ini membuat guru
-
guru inklusi pada akhirnya mengajar berdasarkan nalurinya saja yang
menyebabkan layanan pendidikan di sekolah inklusi menjadi tidak optimal. Hal
ini memungkinkan anak berkebutuhan khusus tidak bisa mencapai prestasi atau
ketuntasan belajar yang sama dengan siswa reguler. Di Indonesia ketuntasan
belajar tersebut ditandai dengan pencapaian nilai Ujian Nasional (UN) dan Ujian
Akhir Sekolah (UAS) yang tidak dibedakan antara siswa reguler dengan siswa
berkebutuhan khusus.
Menurut Lei (2006)9, anak berkebutuhan khusus membutuhkan beberapa hal
dalam proses belajarnya, yaitu: kesempatan untuk mengembangkan diri dengan
menunjukkan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki, kesempatan
meningkatkan keaktifan belajar dengan belajar beragam kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan belajar, serta kesempatan untuk mengembangkan identitas
positif dengan merubah prasangka dari anak-anak normal mengenai
ketidakmampuan mereka. Hal inilah yang harus bisa dipenuhi dalam proses
pembelajaran di sekolah inklusi.
Miles (2005)10 menyebutkan bahwa untuk menciptakan pendidikan inklusi
yang berhasil memenuhi kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus tersebut
guru memiliki peranan yang sangat penting. Tujuan pendidikan inklusi untuk
menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar setiap siswa
membuat guru yang mengajar kelas inklusi harus bisa melakukan pengajaran
untuk setiap siswa dapat belajar dan dapat mencapai hasil belajar yang sama.
(Shevin, 2006)11. Penelitian menunjukkan bahwa ada keterbatasan nilai akademik
bagi siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler kecuali guru melakukan
modifikasi pada proses pengajaran yang dilakukan. Tanpa modifikasi ini tidak ada

jaminan bahwa siswa berkebutuhan khusus dapat berhasil dalam bidang akademik
(Artiles, 2003, dalam Mapsea, 2006)12 .
Di kota Bandung, SD Gagas Ceria adalah salah satu sekolah yang
mengembangkan pendidikan inklusi dan memiliki prinsip menciptakan
pendidikan untuk semua siswa apapun kebutuhan belajar khusus yang dimiliki.
Terdapat beberapa siswa berkebutuhan khusus pada setiap tingkatan kelasnya,
seperti siswa PDD Noss, ADHD, gifted, dan kesulitan belajar (disleksia,
diskalkuli, gangguan konsentrasi, dll), dimana siswa berkebutuhan khusus yang
terbanyak pada setiap kelasnya adalah siswa gifted. Siswa berkebutuhan khusus
yang diterima adalah siswa yang memiliki taraf kecerdasan minimal rata-rata
teman seusianya, sehingga hambatan belajar yang dimiliki bukan karena
keterbatasan taraf kecerdasan mereka melainkan karena kebutuhan belajar yang
berbeda dengan siswa reguler.
Berbeda dengan sekolah inklusi lain yang umumnya secara dominan
menerapkan sistem pull-out (siswa berkebutuhan khusus ditarik keluar kelas untuk

belajar dengan guru pendamping atau belajar di dalam kelas dengan didampingi
oleh guru khusus), SD Gagas Ceria menerapkan sistem dimana siswa
berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas bersama-sama dengan siswa reguler
lainnya dengan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru kelas. Hal ini berart
i
bahwa tanggungjawab utama proses belajar setiap siswa, termasuk siswa
berkebutuhan khusus dipegang oleh guru kelas. Selain itu, SD Gagas Ceria juga
tidak membedakan tujuan akhir belajar antara siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus yang berarti bahwa siswa berkebutuhan khusus dituntut
untuk mencapai tujuan akhir belajar yang sama dengan siswa reguler.
Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah, sejauh ini hasil belajar
siswa berkebutuhan khusus di SD Gagas Ceria Bandung sangat bervariasi. Tidak
semua siswa berkebutuhan khusus berhasil mencapai standar yang sama dengan
siswa reguler, yang membuat sekolah terkadang perlu menetapkan standar yang
berbeda bagi siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan pada dasarnya sekolah tidak
mengharapkan standar hasil yang berbeda bagi siswa reguler maupun siswa
berkebutuhan khusus. Rencananya di Tahun 2011 nanti sekolah akan
mengeluarkan lulusan pertama dan akan menerapkan standar nilai yang sama bagi
seluruh siswanya, termasuk yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu penelitian
ini kemudian difokuskan pada guru kelas 4, 5 dan 6 sebagai guru yang lebih dekat

dalam mempersiapkan siswanya menghadapi ujian akhir sekolah.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan
koordinator LSU, guru dinilai belum sepenuhnya melakukan proses pembelajaran
yang efektif untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam terutama
untuk siswa berkebutuhan khusus. Menurut hasil penilaian sekolah, proses
pembelajaran yang dilakukan guru masih fokus untuk memenuhi kebutuhan
belajar siswa reguler pada umumnya. Terdapat beberapa hal yang disampaikan
sekolah mengenai hasil evaluasi tersebut, yaitu: Pertama, penyampaian materi
pelajaran terkadang dilakukan guru dengan metode yang sulit untuk dipahami
siswa berkebutuhan khusus, misalnya tanpa disertai adaptasi untuk siswa
berkebutuhan khusus. Kedua, guru masih belum bisa mengontrol emosi dalam
mengelola proses pembelajaran sehingga terkadang kesal ketika ada materi yang
tidak bisa disampaikan secara utuh karena ada siswa berkebutuhan khusus yang
dinilai menghambat. Ketiga, guru terkadang masih sulit memutuskan tindakan
yang harus dilakukan dalam merespon kebutuhan belajar siswa yang berbeda,
misalnya ketika ada siswa berkebutuhan khusus yang tidak memahami instruksi
yang dijelaskan guru secara klasikal.
Peneliti kemudian menyebarkan kuesioner mengenai kesulitan yang dialami
guru dalam proses pembelajaran di kelas inklusi terhadap 11 (sebelas) orang guru

kelas 4, 5 dan 6. Berdasarkan kuesioner tersebut diperoleh data kesulitan yang
ditemui oleh guru seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1.1. Data kesulitan dalam proses pembelajaran
Memenuhi perbedaan kemampuan anak dalam memahami pelajaran 4 orang
Memenuhi minat belajar anak yang beragam 2 orang
Memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda 2 orang
Mengadakan kegiatan belajar yang efektif untuk ABK 1 orang
Membedakan media/materi/evaluasi untuk keberagaman anak 1 orang
Menghadapi emosi ABK yang labil 1 orang
Berdasarkan data tersebut tampak bahwa seluruh guru menemui kesulitan
dalam melakukan pengajaran dengan adanya keberagaman kebutuhan belajar
siswa. Selain itu, 100 % guru tersebut menyatakan bahwa kesulitan tersebut
mereka alami karena mereka tidak tahu cara atau metode pengajaran yang bisa
dilakukan untuk secara klasikal memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam.
Akhirnya guru memilih untuk fokus memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler
yang jumlahnya lebih banyak di kelas, dan hanya jika memungkinkan melakukan
pendampingan individual bagi siswa berkebutuhan khusus.
Berdasarkan data hasil evaluasi kepala sekolah dan koordinator LSU serta
data hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh guru kelas 4, 5 dan
6
menemui kesulitan dalam melakukan proses pengajaran klasikal untuk memenuhi
kebutuhan belajar siswa yang beragam. Proses pembelajaran yang dilakukan guru
belum sepenuhnya efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang
beragam.
Menurut Mastropieri&Scruggs (2010)13, ada pengajaran yang sangat penting
dilakukan guru untuk mencapai kesuksesan pembelajaran di kelas inklusi, yaitu
pengajaran differentiated instruction. Melalui pengajaran differentiated instruc
tion
guru dapat fokus pada pencapaian tujuan yang sama untuk semua siswa namun
melalui proses pengajaran dan kecepatan pencapaian tujuan belajar yang
14 15
bervariasi (McAdamis, 2001; Tuttle, 2000) . Menurut Tomlinson (2001) ,
differentiated instruction adalah suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan
proses pembelajaran bagi seluruh siswa yang berbeda kemampuan dan latar
belakang. Sedangkan menurut Hall, Strangman & Meyer (2003)16 , differentiated
instruction adalah proses pengajaran dan pembelajaran bagi siswa yang berbeda
kemampuan dalam kelas yang sama dengan memenuhi kebutuhan belajar siswa
yang berbeda, baik dalam latar belakang pengetahuan maupun dalam kesiapan
belajar.
Peneliti kemudian menyebarkan kuesioner pengajaran differentiated
instruction dan pengajaran non-differentiated instruction untuk mengetahui
pengajaran yang telah dilakukan guru kelas 4, 5, dan 6 SD Gagas Ceria dalam
memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Guru diminta menentukan
angka yang paling menggambarkan dirinya diantara pasangan pernyataan yang
menggambarkan pengajaran non differentiated instruction dan pengajaran
differentiated instruction. Berdasarkan teknik analisis statistik deskriptif ter
hadap
data kuesioner tersebut diperoleh data bahwa dari 100 % guru (N=11) terdapat
16,21 % (N < 2) guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria yang sudah melaksanakan
differentiated instruction (Menjawab pada skala 5 dan 6). Sedangkan sisanya
masih belum konsisten dalam menerapkan differentiated instruction dalam proses
pengajaran yang dilakukan. Menurut Tomlinson (2001)15, ada lima prinsip dasar
yang harus selalu dilakukan guru dalam pengajaran differentiated instruction
yaitu: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat
memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan
tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment
(melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa
disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan
metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang
memberikan tantangan optimal bagi individu siswa).
Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap pelaksanaan prinsip
differentiated instruction pada pengajaran yang dilakukan oleh 6 (orang) guru,
ditemukan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, guru belum melakukan prinsip
dasar formative assessment sebagai dasar dalam menentukan strategi
differentiated instruction. Hal ini terlihat dengan guru sudah mengajarkan konse
p
yang lebih tinggi sedangkan pada kenyataannya masih ada siswa (reguler maupun
berkebutuhan khusus) yang belum memahami konsep dasar dari materi tersebut.
Misalnya: Guru memberikan pengajaran mengenai cara menentukan besarnya
sudut suatu bangun datar dengan berdasarkan ciri-ciri/aturan bangun datar,
padahal ada beberapa siswa yang terlihat masih belum menguasai konsep
mengenai ciri-ciri/aturan bangun datar tersebut. Hal ini membuat siswa yang
belum paham terlihat tidak bisa mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan.
Hasil observasi yang juga muncul adalah bahwa assessment yang dilakukan guru
di tengah pelajaran mengenai pemahaman siswa terbatas hanya untuk mengecek
pemahaman siswa, bukan sebagai dasar untuk dilakukannya diferensiasi. Guru
tetap meneruskan materi dan dengan menggunakan metode yang sama, padahal
hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang belum memahami
materi yang disampaikan dan tidak bisa fokus dengan metode dan bahan ajar yang
digunakan.
Kedua, guru belum melakukan prinsip dasar instructional arrangements,
dimana guru tidak menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan materi dengan

membacakan sebuah cerita, semua siswa hanya duduk mendengarkan tanpa
membaca teks yang dibacakan, bahkan bagi siswa dengan hambatan konsentrasi.
Hal ini membuat ada beberapa siswa, terutama siswa berkebutuhan khusus yang
terkadang tidak fokus dan tidak terlalu terlibat dalam proses belajar yang ada.
Beberapa guru juga cenderung dominan melakukan pengelompokan siswa sesuai
dengan hari piket yang sama untuk mencapai tujuan belajar yang sangat variatif.
Ketiga, guru juga belum melakukan prinsip dasar respectful tasks, dimana
tugas yang diberikan pada setiap siswa sama untuk siswa yang satu dengan siswa
yang lain, sehingga memungkinkan tugas tersebut kurang menantang bagi siswa
tertentu. Siswa gifted yang berhasil menyelesaikan persoalan yang diberikan
dengan lebih cepat dibandingkan teman yang lain, tidak diberikan pilihan untuk
mengerjakan soal yang lain dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Bahkan
siswa yang sudah selesai mengerjakan worksheet yang lebih banyak dibandingkan
teman sekelasnya, diminta untuk menghapus kembali jawabannya pada worksheet
tersebut untuk selanjutnya mengerjakan worksheet itu kembali sebagai PR, agar
sama dengan PR kelas.
Untuk prinsip dasar learning community, guru terlihat sudah lebih konsisten
dalam melakukannya. Hal ini terlihat dari siswa leluasa menyampaikan pendapat
dan pertanyaannya, siswa terlihat paham aturan-aturan yang diberlakukan di kelas

(cara bertanya, cara mengerjakan tugas, cara meminta ijin ke kamar mandi,
pengaturan perpindahan posisi duduk, dll). Guru juga terlihat melakukan beberapa

upaya untuk meningkatkan motivasi siswa dalam mengerjakan tugas dengan
memberikan pujian bagi siswa yang sudah selesai, dan memberikan semangat bagi
siswa yang tertinggal.
Untuk melihat pelaksanaan prinsip dasar curriculum, peneliti mencoba
melakukan analisa terhadap beberapa Rancangan Program Pengajaran (RPP) yang
dibuat oleh guru. Berdasarkan analisa tersebut ditemukan bahwa guru belum
melakukan prinsip dasar curriculum dengan melakukan penentuan tujuan
pembelajaran yang kurang spesifik, sehingga kurang jelas apa yang harus
dipahami, dikuasai dan dilakukan oleh siswa. Misalnya: Tujuan pembelajaran
bahasa Indonesia adalah Menggunakan kata depan. Tujuan ini kurang
menjelaskan apakah yang diharapkan adalah siswa mengetahui bagaimana
menggunakan kata depan atau sampai bisa menggunakan kata depan dalam
menjelaskan sesuatu. Selain itu, tujuan pembelajaran yang tidak dikaitkan dengan

kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam pelajaran tersebut membuat
kurang jelasnya tahapan tujuan pembelajaran dalam mencapai kompetensi dasar
tersebut. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai juga belum diturunkan ke dalam
tujuan-tujuan kecil setiap pertemuan, sehingga tujuan beberapa pertemuan samasam
a
agar siswa dapat membuat sesuatu, padahal kegiatan di pertemuan pertama
baru dirancang agar siswa mengetahui cara memproduksi sesuatu tersebut. Hal ini
pada akhirnya memungkinkan guru akan menjadi kurang terarah dalam
menentukan materi, proses, cara mengevaluasi dan menciptakan lingkungan
belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut.
Data hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya
melakukan kelima prinsip dasar differentiated instruction sebagai hal yang harus

dilakukan dalam pengajaran untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai
tujuan belajar yang sama.
Menurut Chow & Winzer, 1992 dalam Hull, 200517 , penelitian selama
beberapa dekade menyimpulkan bahwa tidak mungkin seorang guru inklusi
melakukan pengajaran yang efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa
yang beragam ketika guru tersebut tidak memiliki sikap yang positif terhadap
adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas mereka. Oleh karena itu peneliti
mencari tahu sikap guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria tentang adanya siswa
berkebutuhan khusus di kelas yang mereka ajar untuk memastikan bahwa
kesulitan yang guru alami dalam melakukan pengajaran di kelas inklusi bukan
disebabkan sikap negatif mereka terhadap adanya siswa berkebutuhan khusus di
kelas.
Berdasarkan data hasil kuesioner mengenai sikap guru terhadap inklusi
diperoleh data bahwa 100% guru memiliki sikap yang positif dengan memiliki
pandangan dan perasaan bahwa keberadaan siswa berkebutuhan khusus di sekolah
inklusi merupakan yang terbaik bagi siswa, juga kesediaan untuk menyesuaikan
pengajaran dengan pembelajaran siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas
Ceria dalam melakukan pengajaran di kelas inklusi bukan disebabkan sikap
negatif mereka terhadap adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas.
Berdasarkan data awal dari guru SD Gagas Ceria tersebut dapat disimpulkan
bahwa hanya terdapat 16, 21% dari 100% guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria
Bandung yang sudah melakukan differentiated instruction sebagai pengajaran
yang efektif untuk siswa di kelas inklusi. Hal ini memungkinkan tujuan SD Gagas
Ceria untuk siswa berkebutuhan khusus mencapai standar hasil belajar yang sama
dengan siswa reguler tidak akan tercapai. Diperlukan intervensi bagi pengajaran
yang dilakukan oleh guru untuk bisa lebih efektif memenuhi kebutuhan belajar
siswa di kelas inklusi. Hal ini penting dilakukan agar tujuan SD Gagas Ceria dap
at
tercapai, yaitu untuk mengembangkan kemampuan belajar setiap siswa baik siswa
reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Untuk memastikan intevensi yang
dirancang sudah sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, yaitu meningkatkan
kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria dalam memberikan pengajaran
di kelas inklusi maka dilakukan penelitian dengan merancang suatu program
intervensi berbentuk program pelatihan peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
1.2. Identifikasi Masalah
Sekolah inklusi yang menerima siswa dengan karakteristik dan kebutuhan
belajar yang beragam membuat guru dituntut mampu merancang dan
melaksanakan proses pembelajaran agar semua siswa dapat mencapai hasil belajar
yang sama. Menurut Tomlinson (2001)15 , differentiated instruction adalah
pengajaran yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Seorang guru dikatakan mampu melakukan pengajaran differentiated instruction
ketika melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip differentiated
instruction sebagai berikut: learning community (menciptakan lingkungan belajar
yang dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum
(menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative
assessment (melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar
siswa disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan
metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang
memberikan tantangan optimal bagi individu siswa).
Berdasarkan penjaringan data awal terhadap guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas
Ceria diperoleh data bahwa secara proporsional terdapat 16,21% dari 100% guru
yang sudah melakukan pengajaran differentiated instruction sebagai pengajaran
yang efektif bagi siswa di kelas inklusi. Dengan kondisi ini dikhwatirkan tujuan

SD Gagas Ceria untuk siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler mencapai
hasil belajar dengan standar yang sama menjadi tidak tercapai.
Menghadapi kondisi tersebut, kemampuan mengajar guru kelas 4, 5 dan 6
SD Gagas Ceria ini masih bisa ditingkatkan karena 100% guru memiliki sikap
yang positif terhadap keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas. Oleh
karena itu, dalam rangka mencari treatment yang tepat bagi guru untuk melakukan
pengajaran differentiated instruction sebagai pengajaran yang dapat memfasilitas
i
seluruh siswa mencapai tujuan belajar yang sama, maka peneliti tertarik untuk
merancang program pelatihan pengajaran differentiated instruction yang dapat
berperan dalam meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction
guru di kelas inklusi.
Perancangan program pelatihan pada penelitian ini akan terdiri dari 2 tahap,
yaitu tahap persiapan (analisa kebutuhan dan perancangan program pelatihan) dan
tahap treatment (uji coba pelaksanaan program pelatihan dan pengukuran peran
pelaksanaan program pelatihan).
Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab
adalah:
Apakah rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction
dapat meningkatkan kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria dalam
menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi?
1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
1.
Merancang program pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru
dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
2.
Melakukan uji coba terhadap rancangan program pelatihan differentiated
instruction yang telah dibuat.
1.3.2. Tujuan Penelitian
1.
Melakukan pengukuran secara empiris terhadap tingkat pengajaran
differentiated instruction guru di kelas inklusi.
2.
Menetapkan modul pelatihan yang sesuai bagi guru untuk meningkatkan
kemampuan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
1.3.3. Kegunaan Penelitian
1.3.3.1. Kegunaan Teoritis
1.
Diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai konsep differentiated
instruction dalam pengajaran kelas inklusi.
2.
Diharapkan dapat menambah modul pelatihan pengajaran differentiated
instruction bagi guru inklusi.
3.
Diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menambah pemahaman sekolahsekolah
yang sedang mengembangkan sistem pendidikan inklusi mengenai
pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
1.3.3.2. Kegunaan Praktis
1.
Diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
2.
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk
dilanjutkan secara berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan
pengajaran differentiated instruction guru.
3.
Diharapkan modul pelatihan yang telah disusun ini dapat diterapkan pada guru
dari sekolah inklusi yang lain, dengan tetap mengikuti tahapan yang dilakukan
dalam penelitian ini.
4.
Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian
selanjutnya, pada topik mengenai pengajaran differentiated instruction atau
mengenai pengajaran di kelas inklusi.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Pendidikan Inklusi
2.1.1. Sejarah Pendidikan Inklusi
Gerakan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus dimulai di
tahun 1960-an (Foreman, 2005)18. Banyak orangtua anak-anak penyandang cacat,
guru pendidikan khusus dan ahli percaya bahwa memisahkan anak-anak
berkebutuhan khusus ke dalam sekolah yang terpisah telah membatasi pencapaian
kemampuan intelektual mereka secara akademis dan dalam mengembangkan
hubungan sosial yang positif. Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak anakanak

berkebutuhan khusus belum menerima pendidikan yang sesuai di sekolah
khusus (Smith et al., 2005)19 . Selain itu, pengaturan ini dapat mengakibatkan
kurangnya interaksi sosial antara anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak
tidak berkebutuhan khusus.
Pada akhir 1970-an, konsep integrasi dikembangkan untuk memenuhi minat
anak-anak berkebutuhan khusus (Smith et al., 2005)19. Pengintegrasian anak-anak
berkebutuhan khusus ke sekolah reguler adalah untuk mengatasi hambatan anakanak
penyandang cacat yang biasanya dipisahkan, dan memberi mereka lebih
banyak kebebasan dan kesempatan yang sama untuk berinteraksi dengan anak
normal lain (Inclusion International, 1998) 20 . Dengan integrasi, anak-anak
berkebutuhan khusus mampu mengikuti sekolah reguler tetapi biasanya diajarkan
dalam unit atau kelas khusus yang terpisah. Mereka dapat berpartisipasi dalam
pelajaran tertentu dengan anak-anak lain setiap hari sehingga setiap anak dapat
belajar dan berinteraksi sosial bersama-sama (Foreman, 2005)18 . Ini bertujuan
untuk membangun kepercayaan akademik dan sosial anak. Awalnya pendekatan
integrasi dipandang sebagai pilihan terbaik bagi anak-anak berkebutuhan khusus
untuk belajar secara positif. Namun dalam pelaksanaannya, pendekatan integrasi
menuai beberapa kritik. Pertama, ada kekhawatiran bahwa guru sekolah reguler
sering tidak memiliki kepercayaan diri dan persiapan untuk mengajar anak-anak
berkebutuhan khusus di kelas mereka. Seringkali mereka menganggap bahwa
mengajar anak-anak berkebutuhan khusus bukan tanggung jawab mereka dan
hanya untuk guru pendidikan khusus (Inclusion International, 1998)20 . Kedua,
guru kelas biasanya juga merasa bahwa ada tambahan beban kerja dan tekanan
yang terkait dengan memiliki anak berkebutuhan khusus di kelas mereka
(Westwood, 2003) 21 . Ketiga, guru merasa bahwa mereka tidak memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus
(Westwood, 2003)21 . Penelitian juga mengungkapkan bahwa guru kelas reguler
lebih suka mengajar anak-anak berkebutuhan khusus ringan dan menolak atau
mengabaikan anak berkebutuhan khusus lain yang memiliki beberapa cacat atau
cacat yang mendalam (Stangvik, 1997, dalam Mapsea, 2006)12. Oleh karena itu,
pendekatan integrasi tidak memenuhi semua kebutuhan anak-anak penyandang
cacat dan pendekatan baru dibutuhkan. Oleh karena berbagai sebab itulah
pendekatan inklusi mulai berkembang.
Konsep pendidikan inklusi dimulai pada pertengahan 1980-an, dan berbeda
secara signifikan dari metode integrasi. Penekanan utama pada pendidikan inklusi

adalah bahwa anak-anak berkebutuhan khusus harus disertakan dalam semua
program sekolah dan kegiatan, tidak seperti pendekatan integrasi yang memberi
kesempatan terbatas bagi siswa berkebutuhan khusus. (Smith et al, 2005)19. Dalam

konsep pendidikan inklusi, pemisahan kelas dan unit dinilai tidak pantas. Ruang
kelas harus menjadi sebuah tempat dimana semua anak-anak, meskipun mereka
memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, memiliki hak milik dan bicara, bekerja
dan berbagi bersama. Argumen mendasar untuk menuju pendidikan inklusi tidak
hanya didasarkan pada isu pendidikan, tetapi juga pada faktor-faktor sosial dan
moral yang berkaitan dengan anak-anak berkebutuhan khusus (Inclusion
International, 1998)20 . Faktor sosial yang mendasari adalah bahwa pendidikan
yang memisahkan siswa berkebutuhan khusus di sekolah khusus membuat siswa
berkebutuhan khusus tidak memiliki pengalaman untuk berinteraksi dengan
masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dianggap bertentangan dengan tuntutan
yang diberikan kepada mereka di luar konteks pendidikan, dimana mereka
diharapkan dapat bergabung dengan masyarakat. Sedangkan faktor moral yang
mendasari pendidikan inklusi adalah pesan moral bahwa setiap individu memiliki
hak yang sama atas pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini, pendidikan yang
memisahkan anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus dianggap tidak sesuai
dengan pesan moral tersebut, karena tidak memberikan kesempatan pendidikan
yang sama antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler.
Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk menilai semua orang setara,
sehingga mereka lebih berpartisipasi penuh dalam masyarakat dalam kehidupan
dewasa (Thomas & Vaughan, 2004, dalam Mapsea, 2006)12 . Inklusi
memungkinkan anak-anak penyandang cacat untuk masuk sekolah biasa dengan
anak-anak tidak berkebutuhan khusus dan berpartisipasi dalam semua kegiatan
pendidikan yang tepat dan mencari pekerjaan dan terlibat dalam pengambilan
keputusan yang lebih luas tentang kehidupan mereka. Pada tahun 1994, kebijakan
pendidikan inklusi itu disahkan dan dinyatakan sebagai sebuah kebijakan oleh
UNESCO dan diakui oleh banyak negara, misalnya, negara-negara seperti
Selandia Baru, Australia, dan Papua Nugini.
Berikut adalah perbedaan antara pendidikan inklusi dan pendidikan
integrasi:
Tabel 2.1. Perbedaan Pendidikan Inklusi dan Pendidikan Integrasi
No Aspek Integrasi Inklusi
1. Guru yang
bertanggung
jawab
Guru khusus Guru kelas umum (reguler)
dan dapat dibantu oleh
guru khusus pada waktuwaktu
tertentu (part-time) /
GPK (Guru Pembimbing
Khusus)
2. Peserta didik
berkebutuhan
khusus
Peserta didik berkebutuhan
khusus belajar utama di
dalam kelas khusus dan
baru diintegrasikan ke
dalam kelas umum
(reguler) pada waktuwaktu
tertentu. Saat
integrasi guru khusus akan
bekerja sama dengan guru
umum (reguler).
Peserta didik berkebutuhan
khusus mengikuti semua
kegiatan kelas umum
(reguler) dan menjadi
bagian anggota kelas
tersebut.
3. Penilaian
tugas
Penilaian secara individual
disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan
siswa berkebutuhan khusus
serta dilihat bagaimana
siswa berkebutuhan khusus
tersebut mampu
menyesuaikan diri dengan
kelas regular.
Mendapat tugas yang sama
dengan siswa reguler
dengan modifikasi sesuai
dengan kebutuhan siswa.
2.1.2. Landasan Pendidikan Inklusi
Penerapan pendidikan inklusi mempunyai landasan fiolosifis, yuridis, dan
empiris.
2.1.2.1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah
Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas
fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini

sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun
horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi.
Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik,
kemampuan finansial, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, dsb.
Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan
keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku,
ras, bahasa budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapa
t
ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu
berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak hanya makhluk di
bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan
siswa satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau
agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan
harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang
beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan
semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.1.2.2. Landasan Yuridis
Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah
Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994)1 oleh para menteri pendidikan se-dunia.
Deklarasi ini sebenarnya penagasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM
tahun 1948 dan berbagai deklarasi lajutan yang berujung pada Peraturan Standar
PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan
memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan. Deklarasi
Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya
belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang
mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai
tata pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan
deklarasi UNESCO tersebut di atas.
Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dijamin oleh Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional2, yang dalam
penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk subjek
penelitian didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan

secara inklusi atau berupa sekolah khusus.
2.1.2.3. Landasan Empiris
Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat
sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National

Academy of Sciences Amerika Serikat (Mapsea, 2006)12. Hasilnya menunjukkan
bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat
khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar
pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil
identifikasi yang tepat. Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit
untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat,
karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg,
1994/1995)22 .
Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas
banyak hasil penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan

23 24
Kavale (1980)terhadap 50 buah penelitian, dan Baker (1994)terhadap 13 buah
penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik
terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman
sebayanya.
2.2. Anak Berkebutuhan Khusus
2.2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Istilah maupun penjelasan mengenai anak berkebutuhan khusus mengalami
perkembangan seiring dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan kesadaran serta
budaya masyarakat. Istilah anak berkebutuhan khusus tersebut bukan berarti
menggantikan istilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa tetapi memiliki
cara pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang
memiliki kebutuhan yang beragam. Kebutuhan khusus yang dimaksud dalam hal
ini adalah kebutuhan yang ada kaitannya dengan pendidikan (Sunanto, 2003)25 .
Dalam tataran pendidikan inklusi, setiap anak (termasuk dalam kategori
anak berkebutuhan khusus ataupun bukan) dipandang mempunyai kebutuhankebutuhan
khusus baik bersifat permanen maupun temporer. Kebutuhan permanen
adalah kebutuhan yang secara menetap dan terus menerus ada dan tidak akan
hilang misalnya ketunanetraan, ketunarunguan, keterbelakangan mental, kelainan
emosi, dan sosial. Sedangkan kebutuhan temporer adalah kebutuhan yang muncul
akibat kondisi tertentu yang tidak menetap, misal: kebutuhan akibat bencana alam
,
masalah keluarga, dll. Sementara James, Lynch dalam Astati (2003) 26
mengemukakan bahwa anak-anak yang termasuk kategori anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa (anak berkekurangan atau anak berkemampuan luar
biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak ya
ng
drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim piatu dan
anak jalanan. Oleh karena itu merupakan hal yang penting untuk guru mengetahui
karakteristik siswa (kompetensi yang belum dimiliki untuk mempelajari suatu
materi) sebagai dasar dalam melakukan pengajaran baik bagi siswa berkebutuhan
khusus permanen maupun temporer.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara sementara atau
permanen dan atau kecacatan sehingga membutuhkan penyesuaian layanan
pendidikan. Kebutuhan mungkin disebabkan kelainan secara bawaan atau dimiliki
kemudian, masalah ekonomi, kondisi sosial emosi, kondisi politik dan bencana
alam. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma
kerusuhan, kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar atau
tidak bisa membaca, karena kekeliruan guru mengajar, dikategorikan sebagai anak
berkebutuhan khusus temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila
tidak mendapatkan intervensi yang tepat bisa menjadi permanen.
Setiap anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat permanen maupun
temporer, memiliki hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda.
Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal yaitu (
1)
faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara
faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Oleh karena itu layanan pendidikan

didasarkan atas hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak (Alimin,
2005)27 .
2.2.2. Kebutuhan Akademik Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam hal manfaat akademis, anak-anak berkebutuhan khusus harus
memiliki kesempatan yang sama untuk belajar bersama rekan-rekan mereka.
Kegiatan yang disediakan oleh guru kelas harus dilakukan oleh semua siswa
sesuai dengan kemampuan intelektual mereka (Gerschel, 1998, dalam Mapsea,
2006)12 . Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan
khusus mendapatkan manfaat secara akademis dengan menjadi bagian dari suatu
kelas reguler. Anak-anak ini seringkali mampu bersaing secara akademis dengan
anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. Beberapa anak bisa belajar dari satu
sama lain sementara yang lainnya mampu melakukan sendiri dengan baik
sehingga kinerja akademis mereka diakui. Beberapa siswa berkebutuhan khusus
mampu mempertahankan peningkatan di beberapa mata pelajaran, meskipun tidak
selalu semua mata pelajaran.
Ketika para siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep,
pembelajaran dapat meningkat ketika guru dan teman-temannya meluangkan
waktu dengan memberikan bantuan. Sebaliknya, ada bukti bahwa tidak semua
siswa berkebutuhan khusus telah mencapai nilai akademis yang setara di kelas
reguler. Mungkin ada banyak alasan berkaitan dengan hal ini. Namun penelitian
yang berfokus pada prestasi belajar siswa berkebutuhan khusus telah
menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi para siswa saat belajar
di kelas reguler. Alasan yang berhubungan dengan kurangnya prestasi akademis
bisa berarti bahwa guru tidak menghabiskan cukup waktu membantu siswa
berkebutuhan khusus atau bahwa topik untuk setiap mata pelajaran yang
ditawarkan tidak disesuaikan dengan kebutuhan siswa-siswa berkebutuhan
khusus. Penelitian menunjukkan bahwa ada keterbatasan nilai akademik bagi
siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler kecuali pengajaran/proses
pembelajaran dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan siswa dan tanpa
modifikasi ini tidak ada jaminan bahwa siswa berkebutuhan khusus yang
berpartisipasi dapat berhasil dalam bidang akademik (Artiles, 2003, dalam
Mapsea, 2006)12 .
Jika dibandingkan manfaat akademis anak-anak di sekolah umum dan di
sekolah khusus, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus
mempelajari konten pendidikan lebih banyak dalam setting reguler daripada di
sekolah khusus. Mereka dapat belajar banyak hal baru yang berbeda di mata
pelajaran yang diajarkan ketika guru mendorong mereka untuk belajar dengan
serius dan bersaing dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus.
2.2.2. Kebutuhan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
Hal penting lainnya dalam pendidikan inklusi adalah membuat semua anak
bersosialisasi bersama-sama tanpa memandang kemampuan mereka. Konsep
inklusi adalah untuk mengembangkan kompetensi sosial di antara anak
berkebutuhan khusus dan rekan-rekan tidak berkebutuhan khusus dalam
lingkungan sekolah (Andrews & Lupart, 1993)28. Di dalam kelas anak-anak bisa
berbincang, berbagi ide bersama dan saling membantu di sekolah sedangkan di
luar rumah mereka dapat berinteraksi bersama-sama dan memiliki kesempatan
untuk mengundang orang lain untuk bergabung dalam bermain mereka (Conway,
2005) 29 . Oleh karena itu, guru harus mengambil setiap kesempatan untuk
mendorong interaksi sosial antara anak-anak berkebutuhan khusus dan rekanrekan
tidak berkebutuhan khusus.
2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Gifted
Siswa berkebutuhan khusus yang paling banyak terdapat di SD Gagas Ceria
adalah siswa gifted. Karakteristik belajar siswa gifted menurut Blum (1985)30
adalah sebagai berikut:
1.
Memiliki kelebihan observasi dan memiliki pandangan yang lebih mengenai
detail yang penting.
2.
Memiliki minat baca yang tinggi, lebih menyukai buku dan majalah untuk
anak usia diatasnya.
3.
Menikmati aktivitas-aktivitas intelektual.
4.
Memiliki kekuatan abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang sudah sangat
berkembang.
5.
Sudah mampu melihat hubungan sebab-akibat.
6.
Seringkali memperlihatkan sikap mempertanyakan, dan mencari informasi
sendiri.
7.
Seringkali skeptis, kritis, evaluatif. Sangat cepat menemukan suatu
inkonsistensi.
8.
Biasanya memiliki kapasitas penyimpanan informasi yang sangat besar
mengenai bermacam topik, yang dapat mereka ingat dengat cepat.
9.
Sudah siap memahami prinsip-prinsip dasar dan sering kali mampu membuat
generalisasi tentang kejadian, orang, atau obyek dengan tepat.
10. Mampu dengan cepat menangkap kesamaan, perbedaan, dan anomali.
11. Sering
kali mampu mengurai materi yang rumit dengan memisahmisahkannya
menjadi komponen-komponen dan menganalisanya dengan
sistematis.
2.2.4. Karakteristik Belajar Siswa Disleksia
Karaakteristik belajar siswa disleksia menurut Cardiff University31 adalah
sebagai berikut :
1.
Sulit membedakan huruf yang berbalik seperti b dan d, baik ketika membaca
ataupun menulis
2.
Melewatkan satu atau lebih huruf ketika membaca atau menulis, misalnya
menulis buda untuk bunda
3.
Membaca dengan lambat, kata per kata, dan seringkali melompat-lompat
kalimatnya
4.
Mampu mengeja huruf per huruf, tapi salah dalam pengucapannya
5.
Mampu membaca, tapi tidak atau hanya sedikit memahami apa yang
dibacanya
6.
Seringkali tertukar kosakata baik ketika menulis maupun membaca, misalnya
menata menjadi metana
2.2.5. Karakteristik Belajar Siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD)
Menurut National Institute of Mental Health (NIMH) (2008)32 karakteristik
belajar siswa Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah sebagai
berikut :
1.
Mudah teralihkan dan sering kali lupa sesuatu
2.
Berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dengan cepat
3.
Banyak menghayal
4.
Kesulitan mengerjakan tugas-tugas seperti pekerjaan rumah
5.
Sering kali kehilangan mainan, buku, perlengkapan sekolah
6.
Gelisah dan banyak menggeliat
7.
Tidak berhenti bicara dan sering memotong pembicaraan orang lain
8.
Berlarian kesana kemari
9.
Memegang dan memainkan apapun yang dilihatnya
10. Tidak bisa menunggu (tidak sabaran)
11. Mudah memberikan komentar yang tidak pantas
12. Kesulitan mengontrol emosi
2.3. Karakteristik Siswa Kelas 4, 5 dan 6 SD
Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi SD kelas rendah
dan SD kelas atas. SD kelas rendah terdiri dari kelas 1, 2, dan 3, sedangkan SD
kelas tinggi terdiri dari kelas 4, 5, dan 6 (Supandi, 1992)33 .
Nasution (1992) 34 mengatakan bahwa siswa kelas 4, 5 dan 6 SD
mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut:
1.
Memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit,
2.
Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar,
3.
Telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus,
4.
Menghadapi tugas dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri,
5.
Memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
sekolah,
6.
Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama.
2.4. Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusi
Guru memiliki peran utama dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi
pengajaran dan pembelajaran untuk semua siswa di kelas inklusi, terlepas dari
kebutuhan belajar siswa tersebut. Gurulah yang memastikan siswa berkebutuhan
khusus memiliki hak yang sama atas kualitas pendidikan siswa tidak berkebutuhan
khusus (Spedding, 2005) 35 , yaitu dengan melakukan pengajaran dan strategi
pembelajaran yang tepat. Dengan melakukan pengajaran yang tepat sesuai dengan
kebutuhan belajar setiap siswa maka guru dapat berperan dalam memfasilitasi
semua siswa yang berbeda kebutuhan belajar dapat mencapai hasil belajar yang
sama.
2.5. Pengajaran Differentiated instruction
Differentiated instruction adalah pengajaran yang sangat penting untuk
dilakukan oleh guru di dalam kelas inklusi (Mastropieri& Scruggs, 2010)13 .
Dengan differentiated instruction, guru dapat mengatasi keberagaman kebutuhan
belajar siswa di kelas inklusi agar siswa berkebutuhan khusus dapat
mengembangkan kompetensi akademik dan sosial yang sama dengan siswa
reguler.
Tomlinson (2001)15 menyebutkan bahwa differentiated instruction adalah
suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan proses pembelajaran bagi seluruh
siswa, terlepas dari kemampuan dan latar belakang mereka. Terdapat 4 elemen
yang dapat dibedakan dalam differentiated instruction, yaitu:
1.
Content (konten), adalah apa yang harus siswa ketahui, pahami, dan mampu
lakukan. Diferensiasi konten berarti guru melakukan modifikasi dalam materi
yang dipelajari oleh siswa.
2.
Process (proses), adalah apa yang harus siswa lakukan untuk mempelajari
konten. Modifikasi pada proses berarti modifikasi pada cara siswa dalam
mempelajari suatu materi.
3.
Product (produk), adalah apa yang dipelajari siswa. Diferensiasi produk
mengacu pada bagaimana guru memberikan siswa kesempatan untuk memilih
dan menjelaskan sesuatu dalam menunjukkan hasil belajar mereka,
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
4.
Learning environment (lingkungan belajar) adalah ruang kelas yang bebas dari
segala hal yang mungkin mengganggu proses pembelajaran dan memastikan
terdapat tempat untuk siswa dapat melakukan kerjasama. Diferensiasi
lingkungan belajar berarti guru menyiapkan beragam material, memberikan
aturan dan rutinitas yang jelas, juga membantu siswa untuk memahami
kebutuhan belajar siswa yang lain.
Tujuan dari differentiated instruction adalah untuk memberikan siswa akses
ke beberapa jalur untuk menuju tujuan yang sama. Maka merupakan hal yang
penting bagi guru dalam merancang dan melakukan differentiated instruction
untuk memastikan bahwa modifikasi yang dilakukan dapat memfasilitasi setiap
siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang harus dicapai, disesuaikan
dengan kebutuhan belajar siswa. Oleh karena itu, terdapat beberapa prinsip dasar

yang harus terlebih dahulu dilakukan oleh guru untuk dapat melakukan modifikasi
pada elemen pengalaman belajar siswa (Tomlinson, 2003)15 .
Prinsip dasar yang harus dilakukan tersebut adalah:
1.
Learning community, yaitu guru menciptakan lingkungan kelas yang
memberikan nuansa positif bagi proses belajar, mendorong terbentuknya rasa
hormat atas perbedaan dan pilihan individu, serta dengan berbagi
tanggungjawab antara guru dan siswa.
2.
Curriculum, yaitu guru menggunakan kurikulum yang membuat siswa dapat
mencapai kemampuan yang optimal dan berkesinambungan, dengan
menempatkan materi dan konsep penting di awal pembelajaran dengan
menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk membantu siswa mengerti
materi dan konsep tersebut, menggunakan kurikulum sebagai pengikat
motivasi belajar siswa, dan memastikan kurikulum merupakan cerminan
otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari.
3.
Formative assessment, yaitu guru menggunakan penilaian yang terus menerus
(sebelum, selama, dan sesudah pengajaran) terhadap kebutuhan belajar siswa,
dengan melakukan formative assessment berarti guru memasukkan penilaian
berkelanjutan sebagai aspek penting dalam proses belajar di kelas dengan
melakukan penilaian terus menerus mengenai kebutuhan belajar siswa dan
menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap konten, proses,
produk, maupun lingkungan belajar.
4.
Instructional arrangements, yaitu guru menggunakan metode pengajaran yang
terencana dan fleksibel, dengan menggunakan metode pengajaran untuk
memenuhi kebutuhan belajar siswa, membuat keputusan mengenai bagaimana
dan kapan menggunakan berbagai macam metode pengajaran berdasarkan
pada tujuan kurikulum dan data penilaian formatif, serta membuat kegiatan
dan struktur untuk memastikan pergerakan di dalam kelas terencana dan siswa
dapat mandiri
5.
Respectful task, yaitu guru menyediakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa, sehingga memberikan tantangan yang optimal, baik bagi
individu siswa maupun untuk kelompok siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan
guru memberikan tugas yang beragam sesuai dengan kesiapan, minat dan cara
belajar siswa sehingga tugas akan tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut
pandang siswa. Selain itu, untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai
tujuan pembelajaran yang sama, guru dapat membantu pelaksanaan tugas
dengan berbagai cara namun dengan tetap mempertimbangkan kemandirian
belajar siswa.
2.6. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi
Sikap adalah bagian besar dari cerminan keyakinan dan nilai dasar
seseorang. Ini mempengaruhi cara orang berpikir dan berperilaku. Untuk mengerti
dan menghargai sikap seseorang, kita sering perlu untuk memahami keyakinannya.
Banyak masalah sosial dan diskriminasi terjadi karena sikap orang. Banyak
penulis, peneliti dan praktisi mengatakan sikap memiliki dampak besar pada
perkembangan kebijakan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus
(Frost, 2002 dalam Hull, 2005)17. Ini berarti sikap guru, juga teman-teman sekel
as,
kepala sekolah dan orang tua sangat penting karena menentukan kemajuan
program pendidikan inklusi.
Sikap guru memainkan peran penting pada apakah pendidikan inklusi dapat
sepenuhnya dilaksanakan di sekolah biasa atau tidak. Guru yang memiliki sikap
yang positif tentang pendidikan inklusi menerima anak berkebutuhan khusus ke
dalam kelas mereka dan melibatkan mereka dalam semua proses belajar akademik
dan interaksi sosial dengan anak lain (Frost, 2002, dalam Hull, 2005)17 . Untuk
memahami sikap guru terhadap penerapan kebijakan inklusi, sejumlah besar
penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki fenomena ini. Studi yang dilakukan
oleh LeRoy & Simpson (1996, dalam Mapsea, 2006)12 menunjukkan bahwa para
guru mendukung program inklusi dan memberikan pengajaran yang efektif dan
strategi belajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka mengembangkan
sikap positif dengan mengenal anak-anak berkebutuhan khusus dan dengan
demikian memberikan pendidikan yang tepat bagi mereka. Sebaliknya, ada guru
yang telah mengembangkan sikap negatif terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi.
Guru tidak suka mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di kelas mereka atau
tidak bersedia mengambil peran dan tanggung jawab guru pendidikan khusus. Hal
ini ditunjukkan dalam studi oleh Whiting & Young (1996, dalam Mapsea, 2006)12 ,
yang mengungkapkan bahwa guru umumnya tidak mendukung inklusi dan tidak
ingin memasukkan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam kelas mereka karena
mengalami kesulitan dan stres untuk melakukan proses pembelajaran bagi anakanak
ini.
Guru-guru umum lainnya yang mendukung program inklusi, selektif dalam
jenis dan tingkat kecacatan yang mereka rasakan bisa mereka akomodasi. Menurut
penelitian Bailey dan Plessis (1998, dalam Mapsea, 2006)12, sebagian besar guru-
guru umum mengajar siswa merasa nyaman dengan disabilitas belajar, sensorik
dan fisik yang ringan atau sedang,. Namun, mereka tidak akan memasukkan siswa
dengan kesulitan emosi dan perilaku karena mereka merasa para siswa ini tidak
mudah diajar atau berinteraksi. Sebuah studi oleh Cook (2001, dalam Mapsea,
2006)12 menunjukkan bahwa guru memiliki sikap dimana mereka akan lebih suka
memilih-milih siswa berkebutuhan khusus untuk dimasukkan ke dalam di kelas.
Guru tidak ingin mengajar siswa dengan masalah perilaku tetapi bersedia untuk
mengajar siswa dengan kebutuhan belajar yang jelas.
Banyak guru tampaknya memiliki sikap bahwa guru khusus bertanggung
jawab dalam memberikan dukungan akademik bagi anak-anak berkebutuhan
khusus dan karena itu mereka tidak perlu menghabiskan banyak waktu membantu
anak-anak ini. Sebuah studi di Selandia Baru menunjukkan bahwa kebanyakan
guru kelas umum terlalu banyak bergantung pada guru bantu untuk menyediakan
pekerjaan akademik bagi anak-anak berkebutuhan khusus. (MacArthur, et al.,
2005, dalam Mapsea, 2006)12 .
2.7. Pendidikan Orang Dewasa (Knowles, 1990)36
Subjek penelitian dalam program pelatihan ini merupakan orang dewasa.
Menurut knowles, orang dewasa dapat belajar dengan baik bila terlibat aktif dala
m
menentukan apa, bagaimana, dan kapan mereka belajar.
Berdasarkan pandangan teori pembelajaran orang dewasa maka dalam
perancangan suatu pelatihan yang berhubungan dengan orang dewasa, ada
beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1.
Orang dewasa harus mengenali kebutuhan untuk belajar
2.
Orang dewasa ingin mengaplikasikan hal yang baru dipelajari dalam
pekerjaannya.
3.
Orang dewasa butuh mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan
materi baru
4.
Orang dewasa lebih senang hal yang bersifat kongkrit daripada abstrak
5.
Orang dewasa ingin metode pelatihan yang bervariasi
6.
Orang dewasa belajar lebih baik dalam lingkungan yang informal dan nyaman
7.
Orang dewasa ingin memecahkan masalah-masalah yang realistis
8.
Orang dewasa lebih suka metode belajar yang terkuasai.
2.8. Teori Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan Pelatihan
2.8.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan merupakan deskripsi harapan dari pelatihan bagi subjek
penelitian yang dilakukan secara jelas dan tidak ambigu. Penulisan tujuan terdir
i
atas tiga komponen, yaitu perilaku subjek penelitian, kondisi performance dan
kriterianya. Sasaran atau tujuan behavioral berbicara tentang kurikulum bukan
instruksi. Tujuan behavioral adalah tujuan pembelajaran; menetapkan perilaku
partisipan yang seharusnya ditampilkan atau ditunjukkan sehingga pengajar dapat
menyimpulkan sejauh mana proses belajar telah berperan. Tujuan (sasaran)
behavioral, pembelajaran, instruksional, ataupun performa semuanya mengacu
pada deskripsi perilaku atau performa siswa yang teramati, yang digunakan untuk
menilai proses pembelajaran.
Penyusunan tujuan behavioral yang baik terdiri atas tiga bagian. Bila hilang
salah satu, maka tujuan atau sasaran tidak dapat dikomunikasikan dengan tepat.
1.
Kondisi tampilan, dalam lingkungan apa perilaku ditampilkan, pernyataan
yang mendeskripsikan kondisi dimana perilaku dimunculkan.
2.
Perilaku subjek penelitian, keterampilan atau pengetahuan yang akan
diperoleh, suatu perilaku yang dapat diamati.
3.
Kriteria tampilan, seberapa baik perilaku dilakukan, bagaimana jika
dibandingkan dengan standard, pernyataan mengenai seberapa baik subjek
penelitian harus menampilkan perilaku.
2.8.2. Taksonomi Tujuan
Penetapan tujuan pelatihan dalam penelitian ini mengacu pada taksonomi
Bloom (1956, revisi Anderson 2001)37 . Bloom membagi aktivitas pembelajaran
dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimana awalnya
,
pada ranah kognitif, terdapat level pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa,
sintesa, dan penilaian. Pada taksonomi Bloom revisi, terdapat perbedaan pada
ranah kognitif ini. Dimensi pengetahuan menjadi terpisah dari dimensi proses
kognitif, sehingga level pada dimensi kognitif menjadi mengingat (remember),
memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze),
mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create). Berdasarkan hal tersebut terlihat

bahwa dimensi pengetahuan merupakan kata benda, sedangkan dimensi proses
kognitif merupakan kata kerja yang menunjukkan berbagai kemungkinan
bagaimana kata benda tersebut dipergunakan. Tujuan pelatihan dalam pelatihan
ini berada pada dimensi proses kognitif level ke-3, yaitu menerapkan (apply). Ja
di,
mengacu pada penerapan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki subjek
penelitian.
Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum
juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses
kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi
yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognit
if
yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih

rendah.
Penjenjangan taksonomi pada dimensi proses kognitif adalah:
1.
Menghafal (Remember), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan
dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang
paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa
menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan
dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas
dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali
(recognizing) dan mengingat (recalling):
a.
Mengenali (Recognizing): mencakup proses kognitif untuk menarik
kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang agar
dapat membandingkan dengan informasi yang baru. Contoh:
Menyebutkan langkah-langkah perencanaan pengajaran yang biasanya
dilakukan.
b.
Mengingat (Recalling): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada. Contoh
: Menyebutkan definisi kebutuhan belajar siswa.
2. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan
pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke
dalam skema yang telah ada dalam pemikiran individu. Kategori memahami
mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh
(exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing),
menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan
(explaining).
a.
Menafsirkan (interpreting): mengubah dari satu bentuk informasi ke
bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari film/gambar ke dalam
bentuk kata-kata.
b.
Memberikan contoh (exemplifying): memberikan contoh dari suatu
konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntuk
kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya
menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Contoh: Prinsip
learning community adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang
positif, sehingga tingkah laku pengajaran guru yang menunjukkan prinsip
tersebut adalah A.
c.
Mengklasifikasikan (classifying): Mengenali bahwa sesuatu (benda atau
fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan
mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda
atau fenomena. Contoh: pada saat diberikan kasus mengenai perilaku
mengajar, subjek penelitian dapat mengklasifikasikan tingkah taku
tersebut ke dalam setiap prinsip dasar differentiated instruction.
d.
Meringkas (summarising): membuat suatu pernyataan yang mewakili
seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan.
Meringkas menuntut individu untuk memilih inti dari suatu informasi dan
meringkasnya.
e.
Menarik inferensi (inferring): menemukan suatu pola dari sederetan
contoh atau fakta.
f.
Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan perbedaan
yang dimiliki dua obyek atau lebih.
g.
Menjelaskan (explaining): mengkonstruk dan menggunakan model sebabakibat
dalam suatu system. Contoh: menjelaskan mengapa suatu tingkah
laku pengajaran tepat dalam memfasilitasi kebutuhan belajar siswa yang
beragam.
3.
Mengaplikasikan (Applying): mencakup penggunaan suatu prosedur guna
menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua
macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan
(implementing).
a.
Menjalankan (executing): menjalankan suatu prosedur rutin yang telah
dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu
dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar,
maka hasilnya sudah tertentu pula.
b.
Mengimplementasikan (implementing): memilih dan menggunakan
prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Contoh:
Setelah melakukan aplikasi prinisp differentiated instruction pada
simulasi pengajaran, subjek penelitian melakukan hal yang serupa pada
kelas yang sebenarnya.
4.
Menganalisis (Analyzing): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke
unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsurunsur
tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam
menganalisis: menguraikan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan
menemukan pesan tersirat (attributting).
a.
Menguraikan (differentiating): menguraikan suatu struktur dalam bagianbagian
berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya.
b.
Mengorganisir (organizing): mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan
dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain
untuk membentuk suatu struktur yang padu.
c.
Menemukan pesan tersirat (attributting): menemukan sudut pandang,
bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.
5.
Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar
yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini:
memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing).
a.
Memeriksa (Checking): Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya
berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk
tersebut).
b.
Mengkritisi (Critiquing/criticize): menilai suatu karya baik kelebihan
maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal.
6.
Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk
kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini,
yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi
(producing).
a.
Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga dapat
dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada
pemecahan masalah tersebut.
b.
Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi untuk
memecahkan masalah.
c.
Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau menjalankan
suatu rencana untuk memecahkan masalah.
2.8.3. Fasilitator
Fasilitator adalah seorang profesional yang berperan sebagai pemimpin bagi
suatu kelompok tertentu untuk memperoleh pengalaman pada subjek atau materi
tertentu atau individu yang mengajarkan atau menanamkan pengetahuan kepada
orang lain dengan cara yang sistematis. Tujuan utama fasilitator adalah menjamin

berlangsungnya transfer tanggung jawab dan keterampilan pada sebuah kelompok
untuk mengatur dirinya sendiri. Berikut ini dipaparkan beberapa kompetensi yang
sebaiknya dimiliki oleh fasilitator (Noe, 1998)38 :
1.
Menguasai dan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa pada saat
memfasilitasi suatu pelatihan.
2.
Mampu berkomunikasi secara efektif.
3.
Memiliki keterampilan dalam memberikan feedback pada subjek penelitian
pelatihan.
4.
Bila dibutuhkan, mampu melakukan coaching pada subjek penelitian
pelatihan.
5.
Memiliki keterampilan untuk melakukan proses kelompok dalam setiap materi
yang dibawakannya.
6.
Mampu menciptakan iklim kondusif bagi subjek penelitian, yang mendukung
berlangsungnya proses belajar selama pelatihan.
7.
Membantu subjek penelitian melepaskan emosi yang dirasakan dan
menyelesaikan konflik yang terjadi selama pelatihan berlangsung.
8.
Membantu terjadinya proses belajar bagi subjek penelitian, baik secara
kelompok maupun individu.
Dapat dikatakan bahwa fasilitator memiliki sejumlah peran :
1.
Sebagai pelatih, fasilitator membantu learner mengembangkan persetujuan
terhadap pembelajaran dan merencanakan proses pembelajaran, mengawasi
pelaksanaan rencana yang disusun, menawarkan sarana perbaikan, memimpin
demonstrasi, membantu learner mengidentifikasi kesempatan yang dapat
diraih melalui pembelajaran, memantau kemajuan para learner, memberikan
saran yang mampu menyempurnakan pendekatan yang digunakan, dll.
2.
Sebagai pemandu, fasilitator mengarahkan learner pada arah pembelajaran
yang benar dan membantu menyusun alur tujuan yang dimiliki.
3.
sebagai pendisain lingkungan pembelajaran, fasilitator membantu learner
membentuk lingkungan pembelajaran sesuai kebutuhan.
4.
Idealnya, fasilitator juga berperan sebagai model perilaku atau mentor. Tentu
saja tidak semua fasilitator mampu memenuhi semua peran ini, tetapi mereka
diharapkan memenuhi peran tersebut.
5.
Sebagai evaluator, fasilitator menunjukkan tujuan yang dicapai atau
setidaknya kemajuan yang diraih oleh learner.
Leach39 mencoba melakukan penelitian yang berkaitan dengan kompetensi
dan karakteristik fasilitator handal, dengan hasil sebagai berikut ;
1.
Kompetensi, fasilitator sebaiknya mampu :
a.
Memberikan masukan dan saran kepada subjek penelitian.
b.
Memberikan reinforcement positif.
c.
Memadukan sejumlah teknik pelatihan yang berbeda.
d.
Menggunakan pertanyaan untuk menarik subjek penelitian berpartisipasi.
e.
Memfasilitasi aktivitas pembelajaran kelompok.
f.
Menjelaskan konsep yang digunakan dengan baik dan dipahami.
g.
Menyajikan pelatihan dalam sebuah sekuensial yang logis.
h.
Mengenali, menyadari dan memperhatikan perbedaan individual subjek
penelitian.
i.
Menjelaskan ide-ide kompleks menjadi sesuatu yang mudah dipahami.
2.
Karakteristik yang menunjang kompetensi
a.
Responsiveness, dimunculkan dalam bentuk pengekspresian minat pada
subjek penelitian dengan mendengarkan, mengakomodasi perbedaan
individu, mempertahankan rapport dengan subjek penelitian dan dengan
menggunakan perilaku yang rileks dan wajar selama pelatihan.
b.
Enthusiasm/high energy, dimunculkan dalam ekspresi wajah, suara dan
gerak tubuh guna menyampaikan semangat bahwa fasilitator memiliki
sesuatu yang menarik yang akan memberikan kesenangan dan manfaat
bagi subjek penelitian.
c.
Humor, membuat pelatihan berlangsung dalam keadaan yang
menyenangkan. Hindari humor yang dapat memojokkan atau
mempermalukan subjek penelitian pelatihan.
d.
Sincerity/honesty, menjelaskan alasan dan tindakan yang menggambarkan
minat individu yang sebenarnya melalui penampilan terbaik ketika
membawakan pelatihan. Kejujuran perasaan yang dipertahankan selama
pelatihan akan mengurangi kecemasan subjek penelitian.
e.
Flexibility, tidak jarang fasilitator berhadapan dengan situasi tak terduga
ketika pelatihan. Situasi tersebut kadang menuntut fasilitator mengurangi
sejumlah materi karena waktu yang kurang memadai sehingga harus
memilah dengan tepat dalam waktu singkat. Kadang fasilitator dituntut
mengadaptasi, mengubah atau menghilangkan sejumlah materi pelatihan,
berdasarkan kebutuhan unik yang dimiliki subjek penelitian atau
memaksa fasilitator mengeksplorasi materi lain diluar area materi yang
telah disiapkan. Pada intinya fasilitator seringkali dituntut untuk
menampilkan hal yang berbeda dari materi yang telah ditentukan,
setidaknya sekali ketika menjalankan pelatihan.
f.
Tolerance, penting untuk memelihara sikap positif dan toleransi terhadap
gangguan yang muncul selama pelatihan. Harus mampu menerima kritik
dari subjek penelitian tanpa menganggapnya sebagai serangan terhadap
pribadi fasilitator. Kondisi pelatihan menuntut fasilitator mampu
memecahkan konflik dalam cara positif dan profesional. Fasilitator juga
harus mampu membawakan gaya pembelajaran yang berbeda-beda.
2.9. Teori Pemrosesan Informasi (Gagne, 1985)40
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan, dan perkembangan merupakan
hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan
output dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
2.9.1. Proses Kognitif dalam Belajar
Menurut Gagne ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang
terjadi dalam belajar yang kemudian disebut fase-fase belajar. Kesembilan fase
tersebut masing-masing: reception expectancy retrieval selective perception
semantic encoding responding reinforcement retrieval transfer.
Kesembilan tahapan atau fase belajar ini harus dilakukan secara berurutan
dan setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran terten
tu
agar pada setiap fase belajar menghasilkan suatu aktivitas (proses belajar) yang

maksimal dalam diri pelajar.
2.9.2. Fase Belajar menurut Gagne
Satu tindakan belajar merupakan satu seri kejadian yang meliputi sembilan
fase tersebut. Proses yang terjadi pada kesembilan fase tersebut dapat dijelaska
n
sebagai berikut.
Belajar diawali dengan penerimaan terhadap informasi yang akan diberikan
(reception). Agar belajar dapat berlangsung, biasanya diperlukan adanya suatu
informasi yang dapat membangkitkan harapan (expectancy), ini dilakukan dengan
memberitahukan tujuan pembelajaran. Selanjutnya pelajaran dimulai dengan
menstimulasi ingatan siswa terhadap bagian-bagian pelajaran yang terkait dengan
pengetahuan sebelumnya (retrieval). Pada saat pelajaran berlangsung individu
biasanya akan memperhatikan bagian-bagian yang relevan dari seluruh situasi
stimulus dan melakukan persepsi selektif dari bagian-bagian yang relevan itu
(selective perception). Setelah itu informasi diberi kode (semantic encoding) da
n
disimpan dalam memori jangka panjang. Selanjutnya, dengan memberikan
respons (responding) individu itu mendapatkan kesempatan untuk memperoleh
umpan balik yang disebut proses penguatan (reinforcement). Apa yang telah
disimpan itu harus dimungkinkan untuk dipanggil kembali atau diingat (retrieval)

dan dapat digeneralisasikan atau diterapkan (transfer) pada situasi baru.
2.9.3. Sembilan Tahapan Aktivitas Instruksional
Menurut Gagne, mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu
yang menurut terkenal dengan Nine instructional events yang dapat diuraikan
sebagai berikut :
2.9.3.1. Gain attention
Agar proses pembelajaran bisa dimulai, instruktur harus mendapatkan
perhatian dari subjek. Sebuah program multimedia yang dimulai dengan animasi
urutan tampilan judul yang diiringan efek suara atau musik akan mengaktivasi
indera dengan stimulus audio dan visual. Cara yang lebih baik menarik perhatian
subjek adalah dengan memulai pelajaran dengan pertanyaan yang memprovokasi
pikiran mereka, atau fakta yang menarik. Keingintahuan akan memotivasi subjek
untuk belajar.
2.9.3.2. Inform learners of objectives
Di setiap awal pelajaran, subjek sebaiknya mengetahui tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Hal ini akan menginisiasi proses internal expectancy dan
membantu memotivasi subjek untuk menyelesaikan pelajaran. Tujuan-tujuan ini
harus membentuk dasar penilaian yang terukur. Biasanya tujuan belajar
diinformasikan dalam bentuk kalimat Setelah mengikuti pelajaran ini, anda akan
dapat ... .
2.9.3.3. Stimulate recall of prior learning
Mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah diketahui dapat
membantu proses pembelajaran. Subjek akan lebih mudah meng-encode
(membungkus) dan menyimpan informasi tersebut dalam memori jangkapanjangnya
ketika informasi tersebut terhubung dengan pengalaman dan
pengetahuan personal yang dimiliki. Cara sederhana untuk menstimulasi
pemanggilan ingatan adalah dengan bertanya tentang pengalaman sebelumnya,
pemahaman tentang konsep sebelumnya, atau suatu konten.
2.9.3.4. Present the content
Aktivitas instruksi ini adalah aktivitas dimana konten atau informasi baru
sebenarnya disampaikan kepada subjek. Konten sebaiknya disusun agar lebih
memiliki arti, dan secara khusus diterangkan. Untuk meningkatkan penerimaan
materi oleh subjek, berbagai media sebaiknya digunakan bila memungkinkan,
termasuk teks, gambar, narasi audio dan video.
2.9.3.5. Provide "learning guidance"
Untuk membantu subjek meng-encode (membungkus) informasi untuk
memori jangka panjang, bimbingan tambahan hendaknya diberikan bersama-sama
dengan penyampaian konten baru yang diajarkan. Strategi bimbingan meliputi
penggunaan contoh-contoh, studi kasus, penampilan grafis, analogi, dan
mnemonics, atau memberikan pertanyaan spesifik yang mengarahkan subjek
mendalami aspek tertentu dari materi.
2.9.3.6. Elicit performance (practice)
Pada aktivitas ini, subjek mempraktekkan keterampilan dan behavior baru
yang diajarkan. Aktivitas mempraktekkan akan memberikan kesempatan bagi
subjek untuk memastikan pemahaman mereka sudah benar.
2.9.3.7. Provide feedback
Selama subjek mempraktekkan behavior baru, sangatlah penting untuk
memberikan feedback secara spesifik dan segera mengenai performa mereka.
Tidak seperti pertanyaan dalam post-test, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dalam tahap ini lebih digunakan untuk membantu subjek lebih memahami materi,
bukan untuk penilaian formal. Bimbingan dan jawaban tambahan yang diberikan
pada tahap ini disebut formative feedback.
2.9.3.8. Assess performance
Dalam menyelesaikan modul-modul instruksi, subjek sebaiknya diberikan
kesempatan untuk mengambil (atau diharuskan mengambil) post-test atau ujian
akhir. Penilaian ini sebaiknya dilakukan tanpa diberikan kesempatan tambahan
latihan, feedback, atau petunjuk. Pemahaman materi biasanya ditentukan bila
mencapai suatu nilai tertentu atau persentasi jawaban yang benar.
2.9.3.9. Enhance retention and transfer to the job
Suatu program pelatihan yang efektif mempunyai suatu tujuan yang spesifik
dan berkesinambungan dengan aktivitas untuk trasfer pemahaman. Generalisasi
dapat dilakukan dengan mengulang kembali konsep yang sudah diajarkan disertai
keterkaitannya dengan situasi nyata, sehingga subjek dapat memanfaatkan
pelajarannya dalam situasi yang baru.
2.10. Kerangka Pemikiran
Kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini telah terjadi perubahan yang
sangat signifikan dalam pendidikan siwa berkebutuhan khusus. Kelas inklusi yang
menggabungkan siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler pada kelas
yang sama menjadi pendekatan yang banyak dilakukan dalam pendidikan siswa
berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusi siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus dituntut untuk mencapai hasil belajar yang sama. Hal ini
membuat guru inklusi mendapatkan tantangan yang lebih besar untuk
menciptakan proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap
siswa.
Guru merupakan orang yang memiliki peran utama untuk mengoptimalkan
proses belajar setiap siswa di kelas inklusi, karena gurulah yang memastikan sis
wa
berkebutuhan khusus memiliki hak atas kualitas pendidikan yang sama dengan
siswa reguler (Spedding, 2005)35 . Di sisi lain, kewajiban guru untuk mengatasi
tantangan tersebut tidak disertai dengan adanya pedoman pembelajaran bagi guru-
guru di sekolah inklusi. Kondisinya, saat ini tidak semua guru sekolah inklusi
merupakan lulusan sekolah pendidikan luar biasa yang mempelajari pengajaran
dan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Bahkan yang umum terjadi
adalah tidak semua guru merupakan lulusan dari sekolah pendidikan keguruan,
yang mempelajari tentang pembelajaran dan pengajaran.
Differentiated instruction adalah pengajaran yang sangat penting untuk
dilakukan oleh guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran di kelas
inklusi untuk siswa dengan karakteristik beragam dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang sama (Mastropieri & Scruggs, 2010)13 . Menurut Tomlinson
(2001)15 , Differentiated instruction adalah suatu proses pembelajaran bagi selu
ruh
siswa yang memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda. Melalui pengajaran
differentiated instruction, guru dapat fokus pada pencapaian tujuan yang sama
untuk semua siswa namun melalui proses pengajaran, kecepatan dan tingkat
pemahaman terhadap tujuan yang bervariasi. Melakukan pengajaran differentiated
instruction berarti guru melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip
dasar sebagai berikut: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang
dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan

tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment
(melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa
disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan
metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang
memberikan tantangan optimal bagi individu siswa).
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan gambar 2.1. terlihat bahwa di dalam kelas inklusi terdapat
siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus yang memiliki kebutuhan belajar
berbeda. Kebutuhan belajar yang berbeda tersebut harus difasilitasi guru dengan
melakukan pengajaran secara klasikal agar semua siswa dapat mencapai hasil
belajar (kompetensi) yang sama. Dalam hal ini, pengajaran klasikal yang dapat
dilakukan guru adalah pengajaran differentiated instruction dengan melakukan
lima prinsip dasar sebagai berikut: menciptakan lingkungan belajar yang positif
(learning community), menentukan tujuan belajar yang jelas dan
berkesinambungan (curriculum), melakukan penilaian berkelanjutan mengenai
kebutuhan belajar siswa (formative assessment), melakukan metode pengajaran
yang sesuai kebutuhan siswa (iinstructional arrangements), dan memberikan
53
tugas dengan tantangan optimal bagi seluruh siswa (respectful tasks). Ketika gur
u
inklusi tidak melakukan lima prinsip pengajaran differentiated instruction terse
but
maka tujuan pendidikan inklusi untuk siswa berkebutuhan khusus memperoleh
hasil belajar yang sama dengan siswa reguler dikhawatirkan tidak akan tercapai.
Oleh karena itu, pelatihan mengenai pengajaran differentiated instruction
dirancang sesuai dengan kebutuhan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria
Bandung untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction di
kelas inklusi.
Salah satu prinsip pengajaran differentiated instruction yang harus
dilakukan guru inklusi adalah menciptakan lingkungan kelas yang membuat siswa
dapat saling menghargai dan saling membantu agar semua siswa dapat belajar
dengan optimal. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk upaya untuk
memfasilitasi setiap siswa dapat mencapai tujuan belajar yang sama, seperti yang

dikatakan sebagai prinsip dasar learning community. Menurut Tomlinson
(2001)15, prinsip ini dapat tercapai dengan guru menciptakan lingkungan fisik da
n
afektif kelas yang memberikan nuansa positif bagi proses belajar, mendorong
terbentuknya rasa hormat atas perbedaan dan pilihan individu, serta dengan
berbagi tanggungjawab antara guru dan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara guru membantu siswa mengenal kebutuhan belajar satu sama lain dengan
baik, mendorong kreativitas siswa dalam pemikiran dan ekspresi dan meminta
masukan siswa dalam membuat keputusan untuk kepentingan kelas, seperti
menentukan pemimpin kelas.
Salah satu hal yang juga harus diperhatikan guru dalam melakukan
diferensiasi terhadap pengalaman belajar siswa adalah curriculum atau tujuan
belajar spesifik tentang kemampuan berpikir siswa yang ditentukan secara
berkesinambungan agar siswa dapat mencapai pemahaman yang mendalam.
Kurikulum inilah yang akan menjadi arahan guru dalam melakukan diferensiasi
terhadap pengalaman belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Kaufeld (2008)41

menyebutkan bahwa standar-standar pembelajaran hendaknya menjadi acuan dari
perancangan proses pembelajaran, karena standar-standar tersebut memberikan
penjabaran dan harapan dari apa yang seharusnya semua siswa ketahui dan
lakukan. Pengetahuan guru mengenai tujuan pembelajaran menjadi aspek sangat
penting karena akan menentukan materi dan aktivitas belajar yang akan dilakukan.

Saat menetapkan tujuan belajar guru harus memiliki pengetahuan mengenai
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang harus terlebih dahulu dimiliki
siswa sebelum mempelajari materi tertentu sehingga guru dapat mempersiapkan
pengajaran sedemikian rupa agar materi dan konsep penting disampaikan di awal
pembelajaran, dan menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk membantu
siswa mengerti materi dan konsep tersebut, (Tomlinson, 2001)15. Hal ini sejalan
dengan teori learning hierarchies (hirarki belajar) dari Gagne (1985)40 bahwa
pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa terlebih dahulu
dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih
rumit.
Berdasarkan hal tersebut maka guru perlu menguasai materi yang akan
diajarkan serta memahami kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam mencapai
tujuan belajar yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berpikir siswa.
Pemahaman guru mengenai perkembangan berpikir siswa menjadi hal yang sangat
penting karena menurut Kaufeld (2008)41 bila konsep-konsep yang diajarkan pada
tingkat kelas tertentu tidak sesuai dengan kemampuan berpikir siswa maka siswa
tetap tidak mungkin mampu memahami sepenuhnya konsep tersebut
bagaimanapun kreatifnya pengajaran yang dilakukan guru. Secara umum terdapat
perbedaan tujuan kemampuan berpikir bagi siswa kelas 1-3 SD yang umum
dikatakan sebagai SD tingkat rendah dengan siswa kelas 4-6 SD yang umum
dikatakan sebagai SD tingkat tinggi, dimana pembelajaran bagi siswa kelas 1-3
SD ditujukan untuk pemahaman konsp-konsep dasar sedangkan untuk siswa kelas
4-6 SD pembelajaran ditujukan untuk penggunaan konsep dasar tersebut dalam
pemecahan masalah. Jika dipandang berdasarkan teori perkembangan kognitif
Piaget, siswa SD yang berusia antara 7-12 tahun berada pada tahap konkrit
operasional, sehingga pemahaman konsep dan pemecahan masalah masih harus
didasarkan pada sesuatu yang konkrit. Sedangkan siswa kelas 4-6 SD meskipun
masih berada pada tahap konkrit operasional namun sudah mulai beranjak menuju
tahap formal operasional, sehingga sudah bisa dihadapkan pada persoalan
identifikasi dan penyelesaian masalah meskipun masih berdasarkan sesuatu yang
sifatnya abstrak sederhana. Oleh karena itu akan diperlukan pengetahuan yang
berbeda mengenai karakteristik siswa bagi guru kelas 1-3 SD dengan guru kelas 46

SD.
Instructional arrangements adalah prinsip differentiated instruction ketika
guru menggunakan metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel
untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Misalnya guru
menyampaikan materi dengan beberapa cara untuk siswa dapat menentukan
tempat suatu daerah di peta. Dalam menyampaikan materi ini guru memberikan
berbagai contoh jenis media dengan menunjukkan peta dinding atau globe,
proyeksi peta, dan menjelaskannya melalui kalimat dengan menampilkan berbagai
tingkat kesulitan peta. Ketika guru menyampaikan materi siswa yang kebutuhan
belajarnya masih lebih konkrit bisa berdiri di depan kelas untuk memegang globe
dengan permukaan yang timbul, sedangkan siswa lain cukup duduk di kursi
masing-masing mendengarkan penjelasan guru atau sambil masing-masing
melihat peta dengan tingkat kesulitan peta yang beragam, sesuai dengan
kemampuan siswa tersebut.
Formative assessment adalah guru menggunakan penilaian yang
berkelanjutan terhadap kebutuhan belajar siswa sebagai dasar dalam menentukan
strategi differentiated instruction yang mungkin dilakukan. Dengan melakukan
formative assessment berarti guru melakukan penilaian terus menerus mengenai
kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk dapat
mencapai tujuan belajar) dan menggunakan hasilnya untuk melakukan
penyesuaian terhadap pembelajaran yang akan dilakukan secara klasikal di kelas.
Menurut Tomlinson (2001) 15, penilaian formatif ini dapat dilakukan guru melalui

penilaian awal jauh sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan dan penilaian
berkelanjutan secara menyeluruh selama kegiatan pembelajaran.
Prinsip terakhir adalah respectful tasks. Prinsip ini merupakan prinsip
differentiated instruction yang dilakukan dengan guru menyediakan tugas yang
memberikan tantangan yang optimal bagi siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan
guru memberikan tugas yang beragam sesuai dengan kebutuhan belajar siswa
sehingga tugas akan tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa.
Selain itu, untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang sama, guru dapat membantu pelaksanaan tugas siswa dengan berbagai cara
namun dengan tetap mempertimbangkan kemandirian belajar dan tugas guru
untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung adalah guru yang
dihadapkan pada tuntutan melakukan proses pengajaran yang dapat memenuhi
kebutuhan belajar siswa yang beragam. Hal ini terjadi karena sebagai sekolah
inklusi SD Gagas Ceria Bandung menetapkan tujuan akhir belajar dengan standar
yang sama bagi siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler yang harus
difasilitasi melalui pengajaran di kelas. Meskipun di SD Gagas Ceria terdapat ti
m
learning suppor unit (LSU) yang berperan untuk memfasilitasi proses belajar
siswa berkebutuhan khusus, namun tanggungjawab utama pengajaran tetap
dipegang oleh guru kelas. Guru LSU hanya mendampingi siswa berkebutuhan
khusus ketika berdasarkan hasil penilaian siswa tersebut belum mencapai
kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam suatu materi. Hal ini berarti guru
LSU hanya akan mendampingi beberapa siswa berkebutuhan khusus, sementara
siswa berkebutuhan khusus yang lain tetap sepenuhnya dipegang oleh guru kelas.
Bahkan pada umumnya guru kelas melakukan pengajaran tanpa didampingi guru
LSU karena meskipun siswa berkebutuhan khusus belum memiliki kompetensi
belajar seperti yang sudah dimiliki oleh siswa reguler pada umumnya, mereka
dianggap telah menguasai kompetensi dasar yang diperlukan dalam mempelajari
materi. Bahkan ketika guru LSU memberikan pendampingan bagi siswa
berkebutuhan khusus di kelas, pengajaran tetap dilakukan oleh guru kelas yang
saat itu sedang mengajar.
Dalam menghadap kondisi tersebut, menurut data awal kesulitan yang
ditemui guru dalam proses pembelajaran di kelas adalah untuk secara klasikal
memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam sehingga guru cenderung fokus
untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler yang lebih dominan.
Berdasarkan penuturan guru yang diobeservasi, mereka tidak tahu cara yang tepat
untuk secara klasikal memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus. Hanya terdapat 16,21% (N < 2) dari 100% (N=11) guru
kelas 4, 5 dan 6 yang melakukan differentiated instruction dalam proses
pembelajarannya, dan berdasarkan hasil observasi guru belum sepenuhnya
melakukan prinsip dasar differentiated instruction. Meskipun demikian 100%
guru tersebut sudah memiliki sikap yang positif tentang keberadaan siswa
berkebutuhan khusus di kelas sehingga kesulitan pengajaran yang mereka alami
bukan karena sikap negatif mereka terhadap siswa berkebutuhan khusus di kelas.
Menurut kepala sekolah, Guru sebagai ujung tombak pendidikan di SD
Gagas Ceria adalah guru-guru terpilih yang telah mengikuti rangkaian seleksi
yang sangat ketat yang terdiri dari beberapa tahap. Oleh karena itu, guru yang
diterima adalah guru yang dinilai sudah memiliki kemampuan dasar mengajar dan
menguasai mata pelajaran yang akan mereka ajarkan. Meski pada umumnya guru
yang berhasil lolos seleksi adalah guru yang bukan berasal dari latar belakang
pendidikan seorang guru. Pemahaman guru mengenai siswa berkebutuhan khusus
pun sudah berusaha dipenuhi dengan melakukan pelatihan selama dua minggu
sebelum mereka mulai mengajar penuh. Diadakan pula seminar mengenai
karakteristik dan kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus ataupun case
conference (pembahasan kasus tentang anak berkebutuhan khusus yang ada di SD
Gagas Ceria) secara berkala.
Banyak hal yang harus dipahami dan dipersiapkan oleh guru dalam
melakukan proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap
siswa. Seperti langkah-langkah penting dalam membuat perencanaan pengajaran,
kebutuhan belajar siswa, perbedaan kebutuhan belajar siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus, metode pembelajaran klasikal bagi siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus. Hal tersebut membuat pengajaran differentiated instruction
tidak mudah dilakukan. Tomlinson (2001) 15 mengatakan bahwa awalnya guru
merasa tidak aman akan keharusan merubah peran mereka dari menyampaikan
materi satu untuk seluruh siswa dengan menyesuaikan cara menyampaikan materi
untuk mengembangkan kemampuan berpikir setiap siswa. Kebanyakan guru
dinyatakan frustrasi saat mencoba menangani siswa yang beragam dengan
menuntut siswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan
daripada menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan siswa yang beragam
(Tomlinson, 2003)15 . Oleh karena itu untuk membantu guru dalam melakukan
proses pengajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam,
diperlukan pelatihan yang lebih terarah untuk meningkatkan kemampuan guru SD
Gagas Ceria dalam menerapkan differentiated instruction dalam proses pengajaran
di kelas inklusi.
Bentuk pelatihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
guru menerapkan differentiated instruction adalah dengan membuat program
terstruktur yang sesuai dengan seluruh prinsip dasar differentiated instruction.

Oleh karena itu materi yang diberikan dalam pelatihan ini mencakup kelima
prinsip dasar differentiated instruction. Untuk memastikan bahwa rancangan
modul yang disusun sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh subjek
penelitian maka bobot materi yang disampaikan akan disesuaikan dengan masalah
yang terjadi pada guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang menjadi
subjek penelitian. Sebelum menyusun rancangan modul untuk meningkatkan
kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian, terlebih
dahulu dilakukan analisa kebutuhan mengenai kemampuan pengajaran setiap
prinsip differentiated instruction yang belum dilakukan oleh subjek penelitian
dalam pengajaran di kelas. Proses analisa kebutuhan ini dilakukan bersamaan
dengan proses pengukuran kemampuan differentiated instruction subjek penelitian
sebelum diberikan modul pelatihan (pre-test).
Hasil analisa kebutuhan diperoleh dengan melakukan observasi terhadap
pengajaran yang dilakukan subjek penelitian di kelas. Subjek penelitian akan
diobservasi selama dua kali pengajaran, pada hari dan kelas yang berbeda.
Observasi akan dilakukan oleh tiga orang observer yang telah dibriefing
sebelumnya dengan menggunakan form observasi yang telah diturunkan peneliti
berdasarkan instrumen DI-Look For. Berdasarkan hasil observasi tersebut
kemudian observer akan menentukan tingkat kemampuan pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian pada setiap prinsip dasarnya.
Proses penelitian yang berlangsung pada dua tahun ajaran yang berbeda
membuat komposisi guru di kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas ceria sebagai populasi
penelitian mengalami perubahan. Dari 11 orang guru yang datanya digunakan
dalam pengambilan data awal, hanya terdapat 7 orang guru yang selanjutnya akan
tetap mengajar di kelas 4, 5 dan 6. Oleh karena itu, subjek penelitian selanjutn
ya
adalah ketujuh orang guru tersebut. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat
lima orang guru yang memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction
pada tingkat 1(below basic/dasar) dan 2 (basic/pemula), dan terdapat 2 orang gur
u
yang memiliki kemampuan menerapkan beberapa aspek penerapan differentiated
instruction pada tingkat 2 (basic/pemula) meskipun secara keseluruhan
kemampuannya sudah berada pada tingkat 3 (proficient/mahir). Berdasarkan hal
itu, ketujuh orang guru tersebutlah yang akan dilibatkan sebagai subjek peneliti
an.
Diharapkan dengan dilibatkannya guru dengan kemampuan menerapkan
differentiated instruction pada tingkat 3 (mahir/proficient) sebagai subjek
penelitian, dapat membagi pengalaman dan ilmu yang dimiliki kepada subjek
penelitian yang kemampuan pengajaran differentiated instruction masih berada
pada tingkat 1 (pemula/below basic) dan 2 (dasar/basic).
Hasil analisa kebutuhan berdasarkan instrumen DI-Look For diperoleh
data bahwa kemampuan differentiated instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas
Ceria yang menjadi subjek penelitian tersebut masih dominan berada pada tingkat
1(below basic/pemula) dan 2 (basic/dasar) untuk setiap prinsip dasarnya. Oleh
karenanya modul pelatihan yang dirancang memiliki tujuan untuk subjek
penelitian mampu menerapkan kelima prinsip dasar differentiated instruction pada

pembelajaran di kelas inklusi. Dalam modul pelatihan yang dirancang, kelima
aspek prinsip dasar differentiated instruction akan disampaikan sebagai materi
dengan pendalaman yang sesuai kondisi kelas yang dialami subjek penelitian
sehari-hari (terdapat siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted,
disleksia, dan ADHD pada kelas yang sama).
Tujuan pelatihan yang akan dicapai, jika dipandang berdasarkan
taksonomi Bloom (1956, Revisi Anderson 2001)37 , berada pada tingkat ketiga
ranah kognitif, yaitu tingkat aplikasi. Oleh karena itu, tujuan instruksional kh
usus
juga berada pada ranah kognitif Bloom, yaitu pada tingkat memahami dan
mengaplikasikan. Karena menurut Bloom, untuk subjek penelitian dapat mencapai
tingkat kemampuan tertentu maka ia harus terlebih dahulu menguasai kemampuan
pada tingkat sebelumnya.
Penentuan materi-materi yang akan disampaikan kepada subjek penelitian
mengacu kepada kebutuhan untuk mencapai tujuan di atas. Sesuai dengan
taksonomi Bloom (1956, Revisi Anderson 2001)37 maka agar subjek penelitian
dapat mengaplikasikan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi,
materi yang diberikan pertama kali adalah untuk subjek penelitian terlebih dahul
u
memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai differentiated instruction.
Diharapkan dengan dilakukannya hal tersebut maka subjek penelitian dapat lebih
memahami materi yang akan disampaikan pada tahap berikutnya. Ditunjang
dengan tidak terlepasnya materi yang terdapat pada aktivitas kedua dari materi
pada aktivitas pertama, hanya dengan proses berpikir yang lebih mendalam
dibandingkan aktivitas sebelumnya.
Pelatihan dimulai dengan sesi pembukaan melalui penciptaan iklim
keinginan belajar untuk memenuhi salah satu prinsip dalam pendidikan orang
dewasa, yaitu orang dewasa harus mengenali kebutuhan belajar. Sasaran yang
ingin dicapai pada sesi ini adalah setiap individu yang menjadi subjek penelitia
n
akan memperoleh gambaran umum mengenai proses yang akan dilalui serta
proses pembelajaran yang akan didapatkan. Setelah subjek penelitian
mendapatkan gambaran umum mengenai proses yang akan dijalani maka akan
ditentukan kontrak belajar bagi setiap orang yang terlibat dalam pelatihan ini,
mencakup hak, tanggungjawab dan peran yang harus dilakukan selama pelatihan
ini berlangsung agar tujuan dan proses yang akan dilalui dapat berjalan dengan
lancar. Setelah melalui tahap ini, subjek penelitian diminta untuk mengisi surat

pernyataan kesediaan yang telah disediakan peneliti sebagai bagian dari etika
penelitian.
Setelah melalui tahap kontrak belajar, materi yang akan pertama kali
disampaikan adalah materi mengenai langkah dalam membuat perencanaan
pengajaran bagi kelas inklusi. Materi ini dipilih karena berdasarkan hasil anali
sa
kebutuhan tampak bahwa guru belum melakukan perencanaan pengajaran yang
tepat dengan menyoroti hal yang kurang penting dari karakteristik siswa dan
belum menetapkan tujuan belajar yang spesifik sebagai dasar dalam melakukan
perencanaan pengajaran. Materi ini disampaikan untuk mencapai tujuan guru
memahami langkah dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di kelas
inklusi. Fokus utama dari penyampaian materi ini adalah untuk guru memahami
karakteristik belajar siswa berkebutuhan khusus dikaitkan dengan kompetensi
belajar yang belum dimiliki untuk mempelajari suatu materi, sebagai pemahaman
dasar yang harus dimiliki guru untuk melakukan pengajaran bagi siswa
berkebutuhan khusus tersebut. Metode yang akan dilakukan dalam menyampaikan
materi ini adalah melalui film animal school, yaitu film mengenai beberapa jenis

hewan yang bersekolah di sekolah yang sama dan diharuskan mempelajari materi
yang sama dengan cara yang sama, tanpa mempertimbangkan kompetensi belajar
yang sudah dan belum mereka miliki. Hal ini pada akhirnya membuat hewanhewan
tersebut menemui kesulitan dalam proses belajarnya. Metode ini dipilih
karena dengan menonton film diharapkan muncul suatu ketergugahan perasaan
dan pemikiran dari subjek penelitian akan pentingnya melakukan suatu
perencanaan pengajaran yang tepat dengan mempertimbangkan karakteristik dan
kebutuhan belajar yang utama dari siswa inklusi, yaitu kompetensi yang belum
siswa miliki untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan dan karakterist
ik
siswa terkait perkembangan kemampuan berpikirnya.
Materi kedua mengenai pengertian dan tujuan differentiated instruction,
serta perbedaan antara pengajaran differentiated instruction dengan pengajaran
non differentiated instruction dan tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan
guru dalam melakukan differentiated instruction diberikan untuk mencapai tujuan
subjek penelitian memahami differentiated instruction sebagai pengajaran bagi
siswa inklusi dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Materi ini disampaikan
karena berdasarkan hasil analisa kebutuhan terlihat bahwa guru masih berusaha
melakukan pengajaran secara individual bagi siswa berkebutuhan khusus,
sehingga mengalami kesulitan ketika harus mengajar siswa reguler dan siswa
berkebutuhan khusus secara klasikal. Pemahaman mengenai differentiated
instruction dalam materi ini akan diperdalam melalui metode diskusi kelompok
mengenai studi kasus yang diberikan agar subjek penelitian mampu memahami
strategi/tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan guru dalam pengajaran
differentiated instruction. Hal-hal yang akan menjadi pembahasan di dalam kasus
mengenai setiap prinsip differentiated instruction akan dikaitkan dengan adanya
siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan ADHD, seperti yang terdapat di
kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria.
Setelah guru memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai
strategi/tingkah dalam melakukan pengajaran differentiated instruction, aktivita
s
selanjutnya dilakukan untuk mencapai tujuan guru mampu mengaplikasikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai differentiated instruction. Pertama, guru
akan dilatih untuk mengaplikasikan pengetahuannya dalam bentuk pembuatan
Rencana Program Pengajaran (RPP) bagi kelas inklusi yang biasa mereka ajar
dengan adanya siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan

ADHD. Kedua, guru dilatih untuk mengaplikasikan pengetahuan mengenai
differentiated instruction dengan melakukan simulasi pengajaran dengan
menerapkan prinsip dasar differentiated instruction pada kondisi kelas dengan
adanya siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan
ADHD.
Setiap materi tersebut akan disampaikan melalui sembilan rangkaian
aktivitas instruksional menurut Gagne (1985)40 . Rangkaian tersebut diawali
dengan menarik perhatian subjek penelitian agar lebih siap menerima materi yang
akan disampaikan, menyampaikan tujuan yang akan dicapai setelah subjek
penelitian mempelajari materi yang akan disampaikan, merangsang ingatan subjek
penelitian tentang pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang berkaitan
dengan materi yang akan disampaikan, menyampaikan materi pelatihan,
menyediakan bantuan atau arahan untuk subjek penelitian dapat mempelajari
materi dengan lebih baik, memberikan subjek penelitian kesempatan untuk
mempraktekkan hasil belajar, memberikan umpan balik terhadap hasil belajar
subjek penelitian, dan menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh
terhadap pekerjaan subjek penelitian sehari-hari. Teknik dalam melakukan
kesembilan tahapan aktivitas instruksional Gagne ini akan disesuaikan dengan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai untuk setiap materinya. Hal ini sesuai
dengan teori Gagne (1985)40 yang memberikan ketentuan pelaksanaan yang
berbeda untuk mencapai tujuan belajar yang berbeda. Kesembilan rangkaian
aktivitas Gagne (1985)40 tersebut dilakukan untuk mengarahkan penyampaian
setiap materi agar dapat diterima secara optimal oleh subjek penelitian.
Tahap instruksional pertama dalam menyampaikan setiap materi adalah
tahap gaining attention (menarik perhatian). Tujuan dari tahapan ini adalah untu
k
meningkatkan kesiapan subjek penelitian dalam menerima materi. Aktivitas
menarik perhatian yang dilakukan dalam pelatihan ini adalah dengan
menunjukkan slide/gambar yang menarik dan dengan memberikan pertanyaan
yang menumbuhkan rasa ingin tahu subjek penelitian mengenai materi yang akan
disampaikan.
Tahap instruksional kedua adalah tahap informing learners of the objectives.
Dalam tahapan instruksional ini fasilitator menyampaikan kepada subjek
penelitian apa yang menjadi tujuan dari materi yang akan disampaikan. Tujuan
dari tahap instruksional ini adalah untuk meningkatkan ekspektasi subjek
penelitian, yang menurut Gagne dapat diasosiasikan dengan motivasi subjek
penelitian dalam mencapai tujuan belajar yang disampaikan. Untuk materi kesatu
dan kedua tentang langkah perencaan pengajaran dan konsep differentiated
instruction, penjelasan mengenai tujuan pelatihan dilakukan dengan menjelaskan
apa yang diharapkan dapat dicapai oleh subjek penelitian, karena tujuan yang
ingin dicapai pada sesi tersebut adalah subjek penelitian dapat memahami.
Sedangkan untuk sesi ketiga dan keempat yang memiliki tujuan subjek mampu
mengaplikasikan konsep differentiated instruction yang sudah diperoleh, maka
penyampaian tujuan pelatihan dilakukan dengan memberikan subjek penelitian
penjelasan mengenai aktivitas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu
konsep yang akan disampaikan.
Tahap instruksional ketiga adalah tahap stimulating recall of prior
knowledge. Dalam tahapan instruksional ini, fasilitator merangsang ingatan subje
k
penelitian mengenai konsep, aturan atau keterampilan yang merupakan prasyarat
agar subjek penelitian dapat memahami materi yang akan disampaikan. Sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai, maka pada sesi 1 dan sesi 2, teknik yang
dilakukan adalah dengan meminta subjek penelitian mengingat kembali
pengetahuan yang sudah dimiliki secara menyeluruh. Sedangkan pada sesi 3 dan
sesi 4 yang memiliki tujuan mampu mengaplikasikan, teknik yang dilakukan
adalah dengan meminta subjek penelitian untuk mengingat kembali aturan dan
konsep yang sudah dimiliki. Pelaksanaan tahap ini akan mempermudah subjek
penelitian sebagai orang dewasa yang memiliki karakteristik memiliki kebutuhan
untuk mengintegrasikan materi baru dengan pengalaman masa lalunya.
Tahap instruksional keempat adalah tahap presenting the stimulus, yaitu
dengan menyajikan stimulus yang berkaitan dengan materi sehingga subjek
penelitian dapat lebih siap menerima materi. Untuk sesi 1 dan sesi 2 dilakukan
dengan menyampaikan materi secara verbal dan tertulis dengan tampilan slide
materi yang terstruktur. Sedangkan untuk sesi 3 dan sesi 4, materi disampaikan
dengan memberikan gambaran mengenai pelaksanaan konsep pengajaran
differentiated instruction.
Tahapan aktivitas instruksional yang kelima adalah tahap providing learning
guidance. Tahap ini dilakukan untuk membantu subjek penelitian menjadikan
materi yang disampaikan menjadi bermakna. Ada beberapa cara yang dilakukan
dalam pelatihan ini, yaitu melalui penggunaan contoh konkrit dari suatu konsep
untuk sesi 3 dan sesi 4 yang memiliki tujuan belajar mampu mengaplikasikan,
serta dengan mengelaborasi materi dengan konsep pengetahuan yang sesuai untuk
sesi 1 dan sesi 2 yang memiliki tujuan belajar mampu memahami.
Tahap aktivitas instruksional yang keenam adalah eliciting performance
untuk memastikan subjek penelitian telah memahami materi yang disampaikan.
Pada sesi 1 dan sesi 2, tahap ini dilakukan dengan meminta subjek penelitian
memberikan penjelasan mengenai materi yang diperoleh. Sedangkan untuk sesi 3
dan sei 4 dengan meminta subjek penelitian mendemonstrasikan pelaksanaan
konsep differentiated instruction.
Tahap aktivitas instruksional yang ketujuh adalah providing feedback, yaitu
menyampaikan kepada subjek penelitian tentang tingkat keakuratan performance
yang ditampilkan. Dalam pelatihan ini, pemberian umpan balik dilakukan dengan
cara diskusi antara fasilitator dan seluruh subjek penelitian mengenai ketepatan

penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Sedangkan
tahap aktivitas instruksional selanjutnya adalah assessing performance. Tahap in
i
dilakukan dengan memberikan subjek penelitian tes tertulis seperti memberikan
penjelasan tertulis mengenai langkah perencanaan pengajaran dan penjelasan
pembahasan kasus, maupun memberikan subjek penelitian tugas yang harus
dilakukan, seperti membuat Rencana Program Pengajaran (RPP) dan Simulasi
Pengajaran.
Rangkaian terakhir dari aktivitas instruksional pelatihan yaitu enhancing
retention and transfer dengan menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh
terhadap pekerjaan subjek penelitian sehari-hari. Dalam proses ini, fasilitator
akan
membantu subjek penelitian untuk memperoleh pemaknaan belajar melalui setiap
aktivitas dengan mengkaitkan pengalaman belajar subjek penelitian di dalam
pelatihan ini dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, pembahasan diskusi akan
dihubungkan dengan pengalaman mengajar subjek penelitian. Melalui cara ini,
subjek penelitian pelatihan diharapkan dapat lebih mudah mengaplikasikan
pemahaman konsep yang diperoleh ke dalam tugas mereka sehari-hari.
Aktivitas yang paling banyak dilakukan dalam pelatihan ini adalah aktivitas
diskusi kelompok kecil, sehingga sejak awal subjek penelitian akan
dikelompokkan dengan membagi rata subjek penelitian sesuai dengan kemampuan
pengajaran differentiated instruction yang diperoleh berdasarkan hasil pre-test.

Hal ini dirancang agar di dalam diskusi kelompok subjek penelitian dapat saling
berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai pembelajaran yang sudah
dimiliki, sehingga diharapkan akan muncul insight berdasarkan hasil diskusi
kelompok kecil. Selain itu, adanya permintaan pihak sekolah untuk peneliti
berbagi ilmu dengan guru lain yang bukan merupakan subjek penelitian maka di
dalam setiap kelompok selain terdapat guru yang menjadi subjek penelitian juga
terdapat 2 peserta lain yang bukan merupakan subjek penelitian. Mereka adalah
para koordinator level (koordinator kelas 1-6) dan koordinator learning support
unit.
2.10. Hipotesis
Dari paparan diatas, maka hipotesis yang diturunkan adalah :
Program pelatihan differentiated instruction dapat meningkatkan
kemampuan guru menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas
inklusi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian berbentuk implementasi modul pelatihan ini termasuk penelitian
field experimental (eksperimental lapangan), yaitu kajian penelitian dalam situa
si
nyata (realitas) dengan memanipulasi satu variabel bebas atau lebih dalam kondis
i
yang dikontrol dengan cermat, sejauh yang dimungkinkan oleh situasi (Kerlinger,
1986)42 . Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment, yaitu suatu
rancangan penelitian yang digunakan untuk melihat pengaruh dari pemberian
suatu perlakuan (treatment) terhadap permasalahan. Quasi experiment dikatakan
sebagai pseudo experiment atau desain yang menyerupai true experiment.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Group Pre-Test
Post-Test Design (Before-After). Desain ini digunakan untuk melihat perbedaan
tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitan antara
sebelum dan setelah diberikan pelatihan (treatment).
Penjelasan bagaimana penelitian ini berlangsung dengan menggunakan
Single Group Pre-Test Post-Test Design (Before-After) dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Pre1 Pre2X Post1 Post2
Keterangan :
Pre1 dan Pre2:
Pre-treatment. Pengukuran tingkat pengajaran differentiated
instruction subjek penelitian di kelas yang sesungguhnya sebelum
perlakuan (treatment) berupa pelatihan differentiated instruction
diberikan.
X
: Perlakuan (treatment). Pelaksanaan pelatihan differentiated
instruction pada subjek penelitian.
Post1 dan Post2:
Post-treatment. Pengukuran tingkat pengajaran differentiated
instruction subjek penelitian di kelas yang sesungguhnya setelah
perlakuan (treatment) berupa pelatihan differentiated instruction
diberikan.
Pengukuran differentiated instruction dilakukan dua kali sebelum dan dua
kali sesudah treatment untuk melihat konsistensi subjek penelitian dalam
menerapkan differentiated instruction. Keterbatasan dalam melakukan dua kali
pengukuran diatasi dengan menggunakan 3 observer yang berbeda untuk setiap
kali pengukuran pengajaran seorang subjek penelitian. Selain itu, kemampuan
pengajaran differentiated instruction akan diukur pada pengajaran yang dilakukan

subjek penelitian pada hari dan kelas yang berbeda antara pengukuran pre-1 dan
pengukuran pre-2 serta antara pengukuran post-1 dan pengukuran post-2.
Pengukuran pre-1 dan pre-2 serta pengukuran post-1 dan post-2 dilakukan
di dalam satu minggu yang sama untuk semua subjek penelitian. Sedangkan jarak
antara pengukuran pre-2 dengan pelaksanaan pelatihan serta jarak antara
pelaksanaan pelatihan dengan pengukuran post-1 adalah 2 minggu karena
disesuaikan dengan jadwal akademik sekolah.
Intervening variable yang mungkin muncul karena jarak antara pengukuran
pre dengan pelatihan serta jarak antara pelatihan dengan pengukuran post,
dilakukan dengan melakukan pengukuran proses pelatihan. Pengukuran proses
pelatihan dilakukan selama subjek penelitian mengikuti pelatihan dengan melihat
pemahaman subjek penelitian sebelum dan setelah menerima materi, terkait
dengan pengajaran differentiated instruction yang ditujukan pada setiap aktivita
s
pelatihan. Melalui pengukuran proses pelatihan ini dapat dilihat perbedaan antar
a
pemahaman subjek penelitian sebelum dan setelah diberikan pelatihan.
3.2. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. Variabel
bebas (independent variable) adalah perlakuan (treatment) berupa program
pelatihan penerapan differentiated instruction, sedangkan variabel terikat
(dependent variable) adalah pelaksanaan differentiated instruction pada proses
pembelajaran di kelas inklusi.
3.2.1. Definisi Konseptual
Pengertian differentiated instruction berorientasi pada Tomlinson (2001)15
yaitu suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan proses pembelajaran bagi
seluruh siswa yang berbeda kemampuan dan latar belakang, dengan melakukan
lima prinsip pengajaran differentiated instruction sebagai berikut: learning
community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi proses
belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan tujuan belajar yang
spesifik dan berkesinambungan), formative assessment (melakukan penilaian
secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa disesuaikan dengan tujuan
belajar), instructional arrangements (melakukan metode pengajaran yang
terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang memberikan tantangan
optimal bagi individu siswa).
3.2.2. Definisi Operasional
Differentiated instruction secara operasional ini akan dijabarkan
berdasarkan kelima prinsip dasar yang menjadi prasyaratnya, yaitu :
1.
Learning community, yaitu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang
positif saat melakukan pengajaran di kelas dengan menciptakan karakteristik
fisik dan afektif kelas yang memberikan nuansa positif bagi pembelajaran,
mendorong terbentuknya rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual,
serta berbagi tanggungjawab dengan siswa.
2.
Curriculum, yaitu guru menggunakan kurikulum yang berkesinambungan dan
mengarahkan siswa untuk mencapai kemampuan optimal saat melakukan
pegajaran di kelas melalui menempatkan materi dan konsep penting di awal
pembelajaran dengan menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk
membantu siswa mengerti materi dan konsep tersebut, menggunakan materi
sebagai pengikat motivasi belajar siswa, dan memastikan materi merupakan
cerminan otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari.
3.
Formative assessment, yaitu guru melakukan penilaian sebelum dan selama
pengajaran mengenai kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasil
penilaian untuk melakukan penyesuaian terhadap pengalaman belajar, dan
memasukkan penilaian berkelanjutan sebagai aspek penting dalam proses
pembelajaran di kelas.
4.
Instructional arrangements, yaitu guru melakukan pengajaran di kelas dengan
menggunakan metode pengajaran yang terencana dan fleksibel melalui
penggunaan metode pengajaran yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan
belajar siswa, membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan
menggunakan berbagai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan
kurikulum dan data penilaian formatif, serta membuat kegiatan dan struktur
untuk memastikan pergerakan di dalam kelas terencana dan siswa dapat
mandiri.
5.
Respectful tasks, yaitu guru menyediakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa sehingga menyediakan tantangan optimal bagi individu maupun
kelompok siswa dengan menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa, merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi
pengajaran, dan merencanakan tugas untuk meningkatkan kemampuan siswa.
3.3. Validitas dan Kontrol Extraneous Variable Penelitian
Tujuan peneliti dalam suatu eksperimen adalah untuk memperoleh validitas
internal, yaitu kepastian bahwa efek yang diobservasi adalah hanya disebabkan
oleh kondisi perlakuan eksperimental saja (Christensen, 198843). Perlu dilakukan

kontrol terhadap extraneous variabel, yaitu variabel di luar variabel bebas yang

ikut mempengaruhi variabel terikat untuk mencapai validitas internal.
Extraneous variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Maturation, yaitu perubahan kondisi internal guru yang terjadi sebagai akibat
adanya perubahan waktu. Perubahan yang terjadi bisa karena proses biologis
maupun psikologis, seperti usia, proses belajar, rasa bosan, lapar, yang tidak
ada kaitannya dengan kejadian eksternal tetapi cukup mempengaruhi subjek
penelitian. Perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi respon subjek selama
proses pelatihan dan akan mempengaruhi validitas internal (Christensen,
1988)43 . Hal yang dilakukan untuk mengendalikan efek maturation adalah:
a.
Penjaringan subjek penelitian dengan mempertimbangkan kesamaan
tingkat kelas yang diajar (4, 5 dan 6 SD), serta memiliki pengalaman
mengajar di Gagas Ceria dalam waktu yang sama (2-3 tahun), dan
memiliki tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction yang
sama (tingkat 1/below basic dan tingkat 2/basic)
b.
Pengukuran tingkat pengajaran differentiated instruction pada kurun
waktu yang sama untuk seluruh subjek penelitian.
2.
Testing Threat, yaitu perubahan terjadi karena individu tersadarkan oleh
masalah penelitian yang diujikan. Untuk mengendalikan efek testing threat,
maka dilakukan :
a.
Pembuatan panduan observasi Penilaian Perilaku yang akan digunakan
untuk mengobservasi subjek penelitian selama pelatihan berlangsung.
b.
Uji beda berdasarkan perhitungan statistik untuk memastikan bahwa
perubahan terjadi karena pelatihan, bukan karena efek yang lain.
c.
Pengukuran melalui observasi pengajaran guru di kelas selama dua kali
sebelum dan sesudah pelatihan.
3.
Instrumentation, yaitu perubahan terjadi karena ketidaksamaan atau
ketidaksetaraan instrumen atau alat yang digunakan. Perubahan terjadi karena
proses pengukuran, bukan pada subjek penelitian. Efek instrumentation
dikendalikan dengan cara:
a.
Penggunaan alat ukur yang sama saat pre-maupun post-test (form
observasi differentiated instruction)
b.
Penyetaraan kemampuan observer (melakukan penyamaan frame of
reference mengenai konsep teori differentiated instruction dan item-item
dalam form observasi dan rubrik yang digunakan dalam menentukan
rating kemampuan differentiated instruction subjek penelitian).
c.
Penggunaan 3 observer untuk setiap subjek penelitian dalam upaya
meminimalisir subjektivitas penilaian.
4.
Mortality Threat, yaitu adanya perubahan jumlah individu antara pre-dan
post-test. Perubahan terjadi karena jumlah individu yang tidak sama antara
pre-dan post-test. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengendalikan efek
mortality threat adalah:
a.
Pembuatan kontrak untuk mengikuti pelatihan secara menyeluruh.
b.
Tidak adanya penggunaan data error dalam perhitungan statistik, yaitu
data yang hanya ada di salah satu test (baik data pre-ataupun data post-)
dan data individu yang tidak mengikuti pelatihan secara menyeluruh.
3.4. Subjek Penelitian
3.4.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria
Bandung yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh
Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran
differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2
(basic/dasar), atau guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan
differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan
beberapa prinsip differentiated instruction yang masih berada pada tingkat 1
ataupun 2.
Penjaringan populasi penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur
form observasi differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan instrumen
DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket.
Melalui proses assesment kebutuhan, diperoleh 2 (dua) orang guru dengan
kemampuan menerapkan differentiated instruction pada tingkat 1 (below
basic/pemula) dan 3 orang guru dengan kemampuan differentiated instruction
pada tingkat 2 (basic/dasar). Sedangkan 2 (dua) orang guru lainnya memiliki
kemampuan menerapkan prinsip differentiated instruction pada tingkat 3
(proficient/mahir) dan tingkat 2 (basic/dasar).
3.4.2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung
yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann
Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran differentiated
instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2 (basic/dasar), ata
u
guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan differentiated instruction
pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan beberapa prinsip differentiated
instruction yang masih berada pada tingkat 1 ataupun 2. Dengan kata lain target
populasi dijadikan sebagai subjek penelitian.
3.4.3. Pengambilan Data Penelitian
Dilakukan dua kali proses pengambilan data untuk memperoleh subjek
penelitian dengan karakteristik di atas dengan menggunakan alat ukur form
observasi penerapan differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan
instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson dan
Jessica Hockett.
Penentuan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction guru
dilakukan secara bersama-sama oleh tiga orang observer berdasarkan hasil
observasi menggunakan form observasi tersebut. Adapun tingkat kemampuan
pengajaran differentiated instruction guru dibagi kedalam 4 kategori, yaitu belo
w
basic (tingkat 1), basic (tingkat 2), proficient (tingkat 3), dan advanced (ting
kat
4), sesuai dengan rubrik penilaian yang terdapat pada instrumen DI-Look For
3.5. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini terbagi kedalam tiga tahapan sebagai berikut :
3.5.1. Tahap Persiapan
3.5.1.1. Eksplorasi Topik Penelitian
Sebelum memfokuskan penelitian pada pengajaran differentiated
instruction, peneliti terlebih dahulu mencari topik yang sesuai untuk diteliti.
Hal
ini dilakukan dengan membaca litelatur, berdiskusi, dan mencari tahu tentang
topik yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat. Hasil akhir dari tahap ini
adalah peneliti memfokuskan topik penelitian pada guru inklusi.
3.5.1.2. Pendalaman Topik Penelitian yang Dipilih
Setelah memfokuskan topik penelitian pada guru inklusi, kemudian peneliti
mencari sekolah-sekolah inklusi yang memiliki kebutuhan untuk pengembangan
guru. Dari beberapa sekolah inklusi yang peneliti jajaki, kemudian dipilihlah SD

Gagas Ceria Bandung karena menetapkan tujuan belajar dengan standar yang
sama antara siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus, seperti tujuan
pendidikan inklusi. Setelah menentukan tempat penelitian, kemudian peneliti
mencoba melakukan pendalaman terhadap tugas dan permasalahan yang ditemui
oleh guru SD Gagas Ceria dengan melakukan interview terhadap kepala sekolah
dan koordinator learning support unit, dan beberapa guru. Selain itu juga
dilakukan observasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh beberapa orang
guru di kelas.
3.5.1.3. Menentukan Kerangka Teori yang Sesuai
Setelah mengetahui area masalah yang ditemui oleh guru SD Gagas Ceria,
kemudian peneliti melakukan telaah literatur untuk menentukan kerangka teori
yang paling sesuai dalam penelitian yang akan dilakukan. Dari beberapa teori
tentang pembelajaran di kelas inklusi, ditentukanlah konsep teori pengajaran
differentiated instruction sebagai teori yang akan digunakan karena dianggap
sebagai konsep teori yang paling komprehensif dan sesuai dengan area masalah
yang ditemui oleh guru SD Gagas Ceria.
3.5.1.4. Analisa Kebutuhan
1.
Menentukan alat ukur yang akan digunakan dalam melakukan analisa
kebutuhan terhadap Guru SD Gagas Ceria, disesuaikan dengan teori
pengajaran differentiated instruction yang akan digunakan dalam
penelitian. Diperoleh form observasi pengajaran differentiated instruction.
2.
Pengambilan data analisa kebutuhan melalui observasi terhadap
pengajaran yang dilakukan guru SD Gagas Ceria di kelas inklusi dengan
menggunakan alat ukur yang ditetapkan.
3.
Disusun sesuai dengan instrumen DI-Look For yang dijadikan acuan
dalam menurunkan form observasi penilaian penerapan differentiated
instruction, terdapat 4 kategori penerapan differentiated instruction pada
setiap aspeknya, yaitu kategori below basic, basic, proficient dan advanced
4.
Kemampuan guru kelas 4 dan 5 SD Gagas Ceria dalam menerapkan
differentiated instruction yang merupakan data awal penentuan materi
pelatihan, dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Kemampuan pengajaran prinsip dasar differentiated instruction
DIMENSI KATEGORI
Below
Basic
Basic Proficient Advanced
Learning community 1 4 2 -
Formative assessment 2 3 2 -
Curriculum 2 4 1 -
Instructional arrangements 3 3 1 -
Respectful tasks 3 1 3 -
5.
Pembuatan profil dari tujuh guru subjek penelitian berdasar aspek
differentiated instruction sebagai bahan acuan dalam menetapkan materi
yang akan diberikan. Profil dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2 Profil kemampuan pengajaran aspek-aspek prinsip differentiated instruc
tion
Prinsip Uraian Pemula Dasar Mahir Lanjut
Differentiated
instruction
1 2 3 4
1. Karakteristik fisik
dan afektif kelas
memberi nuansa
positif bagi
pembelajaran.
1 3 3 -
LEARNING
COMMUNITY
2. Mendorong rasa
hormat atas pilihan
dan perbedaan
individual.
1 4 2 -
3. Guru dan siswa
berbagi
tanggungjawab di
kelas.
1 4 2 -
CURRICULUM
4. Hubungan
kurikulum dengan
konsep penting
dan
pengembangan
keahlian siswa.
2 1 4 -
83
5. Kurikulum fokus
pada apa yang
harus diketahui,
dipahami dan
mampu dilakukan
siswa.
2 3 2 -
6. Kurikulum sebagai
pengikat motivasi
siswa untuk
memahami konsep
penting.
3 3 1 -
7. Relevansi
kurikulum dengan
pengalaman siswa.
2 3 2 -
FORMATIVE
ASSESSMENT
8. Waktu
pelaksanaan
penilaian formatif.
2 4 1 -
9. Penggunaan hasil
penilaian formatif
untuk melakukan
penyesuaian
pengajaran.
3 3 1 -
10. Metode penilaian
formatif beragam.
2 1 4 -
11. Pemahaman siswa
tentang penilaian
formatif.
2 4 1 -
IINSTRUCTIONAL
ARRANGEMENTS
12. Metode pengajaran
beragam.
3 3 1 -
13. Pengelompokan
siswa sesuai tujuan
pembelajaran.
3 3 1 -
14. Membuat kegiatan
dan struktur untuk
memastikan
kelancaran
pembelajaran dan
siswa dapat
mengatur dirinya
sendiri.
3 3 1 -
RESPECTFUL
TASK
15. Tugas fokus pada
tujuan
pembelajaran yang
ingin dicapai.
3 0 4 -
84
16. Kriteria penilaian
tugas jelas dan
memberikan
bantuan yang
sesuai dengan
kebutuhan siswa.
3 1 3 -
17. Tugas sesuai
dengan kebutuhan
belajar siswa.
3 3 1 -
Data tersebut menunjukkan bahwa belum banyak guru yang sudah memiliki
kemampuan menerapkan aspek prinsip dasar pada tingkat mahir, kecuali pada
aspek (1) Hubungan kurikulum dengan konsep penting, (2) Penilaian formatif
beragam, (3) Tugas fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan aspek
prinsip dasar yang lain masih harus dikembangkan. Selanjutnya dilakukan
penyusunan silabus program pelatihan berdasarkan profil subjek penelitian
3.5.1.5. Penyusunan Program Pelatihan
Tahapan dalam menyusun rancangan program pelatihan adalah sebagai
berikut:
1.
Menentukan tujuan pelatihan yang disusun berdasarkan assessment kebutuhan
yang telah dilakukan pada guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung.
2.
Merancang aktivitas yang sesuai dengan berdasarkan pada sembilan tahapan
instruksional menurut Gagne (1985)40, yaitu:
a.
Menentukan aktivitas untuk dapat menarik perhatian subjek penelitian
b.
Menginformasikan tujuan aktivitas kepada subjek penelitian.
c.
Merangsang ingatan subjek penelitian tentang pengetahuan dan
pengalman sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan
disampaikan.
85
d.
Menyampaikan materi pelatihan.
e.
Menyediakan bantuan atau arahan untuk subjek penelitian dapat
mempelajari materi dengan lebih baik.
f.
Memberikan subjek penelitian kesempatan untuk mempraktekkan hasil
belajar
g.
Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar subjek penelitian
h.
Menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh terhadap pekerjaan
subjek penelitian sehari-hari.
3.
Membuat run-down acara pelatihan yang bertujuan agar fasilitator dan cofasilitat
or
memiliki panduan tertulis dalam menjalankan pelatihan sehingga
tidak ada waktu serta logistik yang terlewat.
4.
Memperbanyak run-down pelatihan yang bertujuan agar fasilitator dan cofasilitato
r
memiliki panduan yang sama untuk menjalankan pelatihan.
5.
Pelatihan Co-Fasilitator :
a.
Personil

Untuk memperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat (reliable),
maka dalam penelitian ini dilibatkan 3 orang observer untuk setiap
kelompok peserta.

Tugas dari setiap co-fasilitator adalah terlibat aktif selama
kegiatan pelatihan dan melakukan observasi tingkah laku.
b.
Kegiatan Pelatihan Co-Fasilitator, yang bertujuan agar co-fasilitator
memiliki kesamaan pemahaman mengenai tujuan, materi yang akan
disampaikan, teknis kegiatan serta cara memberikan penilaian pada
perilaku guru. Langkah-langkah pelatihan co-fasilitator adalah sebagai
berikut:

Mendiskusikan materi pengajaran differentiated instruction yang
akan disampaikan kepada subjek penelitian agar semua personil
yang terlibat di dalam penelitian memiliki pemahaman yang sama
mengenai materi yang akan disampaikan.

Memberikan pengenalan pelatihan pada setiap co-fasilitator agar
memiliki gambaran mengenai tujuan, metode yang akan dilakukan
beserta latar belakang pemilihan metode tersebut, serta teknis
kegiatan pelatihan differentiated instruction.

Memberikan silabus pelatihan yang telah disusun.

Mendiskusikan aktivitas pelatihan.

Mendiskusikan rancangan kisi-kisi observasi penilaian tingkah
laku subjek penelitian.
3.5.2. Tahap Eksperimen
3.5.2.1. Tahap Pre-Treatment
Tahap pre-treatment dilakukan ketika mengambil data awal, yaitu dengan
melakukan 2 (dua) kali observasi terhadap pengajaran yang dilakukan subjek
penelitian di kelas, pada hari dan kelas yang berbeda. Masing-masing pengukuran
dilakukan oleh 3 (tiga) orang observer dan dilakukan dalam kurun waktu 1 (satu)
minggu.
3.5.2.2. Tahap Treatment
1.
Program pelatihan differentiated instruction dilakukan selama 14 (empat
belas) jam efektif yang terbagi menjadi dua hari pertemuan.
2.
Program pelatihan differentiated instruction dirancang untuk meningkatkan
kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian dengan
tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1
(below basic) dan tingkat 2 (basic) menjadi tingkat 3 (proficient).
3.
Program pelatihan differentiated instruction dirancang untuk meningkatkan
kemampuan pengajaran differentiated instruction pada kelas inklusi dengan
adanya siswa berkebutuhan khusus gifted, ADHD dan disleksia.
4.
Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam pelatihan.
5.
Membagi subjek penelitian ke dalam kelompok, sehingga di dalam setiap
kelompok terdapat subjek penelitian dengan kemampuan differentiated
instruction yang beragam (dalam satu kelompok terdapat subjek penelitian
dengan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1/below
basic, 2/basic dan 3/proficient).
6.
Membuat kondisi sedemikian rupa (menyampaikan pesan kepada peserta
pelatihan yang bukan merupakan subjek penelitian) sehingga peserta pelatihan
yang merupakan subjek penelitian ini tetap memperoleh kesempatan yang
lebih banyak dalam mengekspresikan pendapatnya agar peneliti dapat
memperoleh data observasi terhadap pencapaian tujuan belajar subjek
penelitian pada setiap aktivitas pelatihan yang dilakukan.
7.
Melaksanakan program pelatihan sesuai dengan modul yang telah disusun
8.
Melakukan penilaian terhadap pencapaian tujuan setiap subjek penelitian pada
setiap sesi pelatihan yang diikuti, dilakukan oleh 3 (tiga) orang observer untuk

setiap subjek penelitiannya.
3.5.2.3. Tahap Post-Treatment
Pengukuran pengajaran differentiated instruction dilakukan 2 (dua) minggu
setelah pelatihan diberikan. Dilakukan 2 (dua) kali observasi terhadap pengajara
n
yang dilakukan subjek penelitian di kelas, pada hari dan kelas yang berbeda.
Masing-masing pengukuran dilakukan oleh 3 (tiga) observer yang berbeda dalam
kurun waktu 1 (satu) minggu.
3.5.3. Tahap Akhir
3.5.3.1. Analisa Statistika
Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Uji
beda Paired Samples T Test dengan menggunakan software SPSS versi 16.0. Uji
ini dipilih karena data yang diperoleh mengenai tingkat kemampuan pengajaran
differentiated instruction guru merupakan data interval yang berpasangan, yaitu
diperoleh dari subjek penelitian yang sama namun berdasarkan dua perlakukan
yang berbeda (sebelum diberikan treatment dan setelah diberikan treatment), dan
berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov
diperoleh kesimpulan bahwa data berdistribusi normal.
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum
pelatihan.
H1 :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum
pelatihan.
Kriteria penolakan Ho adalah jika hasil uji (p value) < nilai derajat
kepercayaan yang diinginkan yaitu 95 % (a
= 0.05)
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh modul pelatihan pengembangan
guru yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan
differentiated instruction terhadap pembelajaran di kelas inklusi, sehingga
performance modul pelatihan yang telah dibuat dapat dilihat dengan
membandingkan kondisi differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan
sesudah diberikan treatment (pelatihan).
3.5.3.2. Pengolahan Data
Pengolahan data observasi dilakukan secara kualitatif untuk memperkuat
hasil analisa statistik.
3.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Gagas Ceria, Jl. Malabar No. 61 Bandung.
3.7. Alat Ukur Penelitian
Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1.
Alat ukur pre dan post treatment (Form observasi pengajaran differentiated
instruction)
2.
Alat ukur yang digunakan selama proses pelatihan berlangsung (Form
observasi tingkah laku guru dalam mencapai tujuan instruksional khusus
pelatihan).
3.7.1. Alat Ukur Pre dan Post Treatment
Alat ukur yang akan digunakan adalah form observasi penilaian pengajaran
differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan instrumen DI-Look For
yang dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson dan Jessica Hockett. Form
observasi ini digunakan untuk menilai tingkah laku pengajaran guru di kelas dan
berisikan item-item tingkah laku pengajaran guru di kelas.
Proses pembuatan alat ukur ini diawali dengan melakukan translate
terhadap instrumen DI-Look For yang dilakukan oleh rekan peneliti, seorang
sarjana psikologi yang bekerja sebagai guru SD. Berdasarkan hasil translate
tersebut kemudian diturunkan item-item tingkah laku pengajaran guru untuk
setiap indikator yang tedapat pada prinsip differentiated instruction yang terda
pat
pada instrumen DI-Look For. Kemudian dilakukan validasi terhadap item-item
tingkah laku guru dalam alat ukur yang telah dibuat dengan metode expert
judgement oleh pembimbing.
Cara mengisi form observasi tersebut adalah dengan memberi tanda
checklist () untuk tingkah laku pengajaran yang muncul, tanda silang (X) jika
tingkah laku pengajaran yang muncul adalah tingkah laku yang sebaliknya dari
item yang telah ditentukan, dan menuliskan NE untuk tingkah laku pengajaran
yang tidak muncul. Berdasarkan pada data hasil observasi menggunakan form
observasi differentiated instruction tersebut maka secara bersama-sama 3 (tiga)
orang observer akan menentukan tingkat kemampuan pengajaran differentiated
instruction guru dengan berdasarkan pada rubrik yang terdapat pada instrumen
DI-Look For yang telah ditranslate.
3.7.2. Form Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dalam Mencapai
Tujuan Instruksional Khusus Pelatihan
Penyusunan lembar Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dilakukan
berdasarkan teori differentiated instruction yang dikemukakan oleh Tomlinson
(2001) dan disesuaikan dengan tujuan pelatihan.
Lembar observasi ini diisi oleh peneliti yang dibantu oleh beberapa
observer, yaitu penilaian mengenai reaksi subjek penelitian pada saat menjalani
aktivitas pelatihan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan panduan penilaian
yang diturunkan berdasarkan teori differentiated instruction (Tomlinson, 2003)15
.
Penilaian dilakukan dengan skala angka 1 sampai 4. Angka 1 menunjukkan
perilaku yang menunjukkan differentiated instruction pada taraf paling rendah da
n
angka 4 menunjukkan differentiated instruction pada taraf paling tinggi. Penilai
an
dilakukan dengan membubuhkan tanda silang (X) pada angka yang sesuai.
Penentuan nilai yang akan diberikan mengenai reaksi subjek penelitian pada saat
menjalani aktivitas pelatihan mengacu pada kisi-kisi penilaian yang disusun
berdasarkan teori differentiated instruction (Tomlinson, 2003)15 yang disesuaika
n
dengan tujuan pelatihan.
Setiap observer secara berkelompok akan menentukan nilai dari subek
penelitian dengan terlebih dahulu dilakukan inter rater agreement antara penelit
i,
fasilitator dan observer pelatihan. Inter rater agreement ini dilakukan dengan
membahas kesesuaian antara indikator dan rubrik penilaian yang telah dibuat
peneliti sebelum pelatihan berlangsung, dengan hasil observasi yang diperoleh.
Hasil dari intre rater agreement salah satunya adalah revisi dari rubrik penilai
an
yang sudah ada. Melalui inter rater agreement ini diharapkan setiap observer di
dalam kelompok yang berbeda memiliki standar yang sama dalam menetapkan
nilai dari subjek penelitian.
3.8. Modul Pelatihan
Program pelatihan differentiated instruction ini disusun berdasarkan teori
differentiated instruction yang dikemukakan oleh Tomlinson (2001)15 dengan
penyampaian materi sesuai dengan urutan tahapan instruksional menurut Gagne
(1985)40 . Differentiated instruction terdiri dari 5 (lima) prinsip dasar yang
digunakan sebagai dasar dalam penetapan tujuan program pelatihan.
Program pelatihan dirancang untuk Guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria
Bandung yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh
Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran
differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2
(basic/dasar), atau guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan
differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan
beberapa prinsip differentiated instruction yang masih berada pada tingkat 1
ataupun 2.
Materi pelatihan disusun dengan melihat profil differentiated instruction
dari subjek penelitian melalui penerapan aspek-aspek setiap prinsip dasarnya
sehingga dapat ditentukan pembobotan materi untuk digunakan dalam melatih
subjek penelitian. Berikut akan dipaparkan mengenai tujuan pelatihan dan materi
pelatihan differentiated instruction.
3.8.1 Tujuan Pelatihan Differentiated instruction
Tujuan pelatihan ditentukan sebelum menyusun modul pelatihan. Penetapan
tujuan dilakukan, selain dengan menggunakan teori differentiated instruction
(Tomlinson, 2003)15 juga dengan menggunakan hierarchy of thinking skills
(Bloom, 1956)37 . Tujuan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Tujuan Instruksional

Umum dan Tujuan Instruksional Khusus.
3.8.1.1. Tujuan Instruksional Umum
Tujuan instruksional umum adalah subjek penelitian setelah mengikuti
pelatihan dapat melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip dasar
differentiated instruction melalui menciptakan lingkungan pembelajaran yang
positif, menggunakan kurikulum berkesinambungan yang mengarahkan siswa
untuk mencapai kemampuan optimal, melakukan penilaian secara berkala
terhadap kebutuhan belajar siswa, menggunakan metode pengajaran yang
terencana dan fleksibel, dan menyediakan tugas yang menyediakan tantangan
optimal bagi siswa.
3.8.1.2. Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus adalah, subjek penelitian setelah mengikuti
pelatihan ini diharapkan:
1.
Memahami langkah dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di
kelas inklusi.
2.
Memahami differentiated instruction sebagai pengajaran bagi siswa di kelas
inklusi, meliputi: tujuan pengajaran differentiated instruction, perbedaan
pengajaran differentiated instruction dengan pengajaran non differentiated
instruction, serta tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan guru dalam
melakukan pengajaran differentiated instruction.
3.
Mampu mengaplikasikan prinsip differentiated instruction, melalui
menciptakan lingkungan kelas yang positif, melakukan penilaian siswa secara
berkala, menentukan tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan,
melakukan pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, serta
memnberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi siswa.
3.8.2 Materi Pelatihan Differentiated instruction
Materi pelatihan kemudian disusun untuk mencapai tujuan yang telah
dibuat. Materi diberikan melalui aktivitas-aktivitas yang memiliki tujuan terten
tu,
sesuai dengan sembilan aktivitas instruksional menurut Gagne (1985)40 . Untuk
lebih jelasnya akan dipaparkan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Materi Pelatihan Differentiated instruction
NO TUJUAN MATERI
1 Memahami langkah dalam
melakukan persiapan
pengajaran bagi siswa di kelas
inklusi.

Film animal school (bahwa setiap
siswa memiliki kebutuhan belajar
yang berbeda sehingga tidak
mungkin difasilitasi dengan
memaksakan satu pelaksanaan
kurikulum bagi semua siswa)

Langkah-langkah perencanaan
pengajaran kelas inklusi.
2 Memahami differentiated
instruction sebagai pengajaran
bagi siswa di kelas inklusi.

Pengertian differentiated instruction

Perbedaan differentiated instruction
dengan pembelajaran tradisional.

Lima prinsip dasar differentiated
insrtuction yang harus dilakukan
dalam menerapkan differentiated
instruction (Pengertian dan
indikatornya)
3 Mampu mengaplikasikan
prinsip dasar DI, yaitu
lingkungan kelas yang positif,
penilaian siswa secara berkala,
tujuan belajar yang jelas dan
berkesinambungan,
pengelompokan yang fleksibel
dan sesuai tujuan belajar, serta
tugas yang memberikan
tantangan optimal.

Aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan dan dituliskan
dalam membuat Rencana Program
Pengajaran (RPP)

Tingkah laku pengajaran yang harus
diperhatikan dalam menerapkan
setiap prinsip dasar differentiated
instruction.
3.9. Kekuatan dan Keterbatasan Modul Pelatihan Differentiated instruction
Berikut pemaparan mengenai kekuatan dan keterbatasan modul pelatihan
yang disusun :
Tabel 3.4 Kekuatan dan Keterbatasan Modul Differentiated instruction
KEKUATAN KETERBATASAN
Aktivitas yang digunakan dalam
penelitian ini saling berkesinambungan
sehingga materi yang diberikan pertama
dapat menjadi bahan pembelajaran bagi
materi yang diberikan berikutnya.
Aktivitas tidak dapat begitu saja
diberikan secara acak karena telah
disusun secara berkesinambungan.
Penyampaian materi dengan Dimungkinkan terdapat perbedaan
menggunakan sembilan rangkaian yang sangat jelas antara materi baru
aktivitas instruksional Gagne dengan dengan materi yang selama ini
merangsang pengetahuan subjek subjek penelitian pahami sehingga
penelitian sebelumnya mengenai materi diperlukan waktu pengendapan yang
yang akan disampaikan mungkinkan lebih lama untuk menerima materi
materi akan lebih mudah dipahami dan baru tersebut.
diintegrasikan oleh subjek penelitian.
Subjek penelitian mampu menghayati
materi karena memperoleh pengetahuan
yang diangkat berdasarkan pengalaman
pribadi.
Pemaknaan materi akan sangat
bergantung pada keinginan untuk
belajar. Tidak adanya keinginan atau
ketertarikan subjek penelitian
pelatihan dapat membuat materi
tidak terserap secara tepat.
Pendalaman materi banyak dilakukan Pendalaman materi bergantung pada
melalui aktivitas diskusi kelompok, maka keaktifan kelompok dan tingkat
subjek penelitian pelatihan memperoleh pemahaman subjek penelitian di
materi pembelajaran tidak hanya dalam kelompok mengenai materi
berdasarkan pengalaman pribadi yang disampaikan.
melainkan juga dari pengalaman orang
lain.
Penyampaian materi dikaitkan dengan
kondisi aktual yang subjek penelitian
hadapi dalam proses pembalajaran seharihari
sehingga akan lebih mudah dipahami
oleh subjek penelitian.
3.10. Waktu Kegiatan Penelitian
Waktu kegiatan penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 3.5 Waktu Penelitian
WAKTU KEGIATAN
Agustus-Oktober 2009 Eksplorasi tema penelitian
November-Desember 2009 Melakukan studi awal terhadap beberapa sekolah
inklusi
Januari 2010 Melakukan interviu terhadap kepala sekolah dan
koordinator Learning Suport Unit SD Gagas Ceria
Februari-Maret 2010 Melakukan interview dan observasi kepada beberapa
orang guru SD Gagas Ceria
April-Mei 2010 Menyusun alat ukur untuk menjaring sampel
penelitian
Mei 2010 Mengambil data awal terhadap 11 orang guru kelas 4
dan 5 SD Gagas Ceria Bandung.
30 Mei 210 Seminar usulan penelitian
Mei-Juli 2010 Penyusunan silabus pelatihan dilakukan setelah data
awal terkumpul dan dianalisa.
9 dan 16 Juli 2010 Pelaksanaan Pelatihan
Juli 2010 Pengambilan data post-test
Agustus 2010 Pengolahan Data
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian antara sebelum dan sesudah pelatiha
n
seperti yang dipaparkan melalui hipotesis penelitian: Modul pelatihan
differentiated instruction dapat meningkatkan kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6
SD Gagas Ceria Bandung dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction
pada proses pembelajaran di kelas inklusi.
Untuk mengetahui perubahan tingkat pengajaran differentiated instruction
subjek penelitian antara sebelum dan setelah diberikan treatment (pelatihan)
dilakukan uji statistik dengan melakukan uji beda terhadap rata-rata tingkat
pengajaran differentiated instruction sebelum pelatihan dengan rata-rata tingkat

pengajaran differentiated instruction setelah pelatihan. Uji beda yang digunakan

mempersyaratkan data berdistribusi normal, sehingga terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov, dengan
hipotesis sebagai berikut:
Ho : data berdistribusi normal
H1 : data tidak berdistribusi normal
Dengan kriteria uji tolak Ho jika p < 0,05. berdasarkan hasil uji normalitas
didapatkan nilai p pretest 1,000 dan p posttest 0,948, dengan kata lain p > 0,05
.
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaran data berdistribusi
normal sehingga pengujian selanjutnya menggunakan uji paired t test dengan
hipotesis sebagai berikut
Ho :
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum
pelatihan.
H1 :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum
pelatihan.
Berdasarkan uji beda Paired Samples T-Test dengan kriteria signifikasi
Tolak Ho jika nilai p value < a
= 0.05, hasilnya adalah :
Tabel 4.1 Hasil Uji Paired Samples T-Test, Skor Total Pengajaran Differentiated
instruction Pre dan Post Treatment
Hasil Uji Beda Kesimpulan
0.011 H0 ditolak
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan sete
lah
pelatihan dengan tingkat kepercayaan 95%.
Gambar 4.1 menjelaskan secara lebih rinci mengenai tingkat pengajaran
differentiated instruction subjek penelitian pra-dan pasca-pelatihan berdasarkan

tingkat pengajaran differentiated instruction secara keseluruhan.
Gambar 4.1 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-dan
Pasca-Pelatihan
Tingkat Differentiated Instruction
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Gambar 4.1 menggambarkan bahwa sebelum mengikuti pelatihan, terdapat
2 subjek penelitian yang memiliki kemampuan differentiated instruction pada
tingkat 1 yaitu (DD dan DN), 3 orang pada tingkat 2 ( I, LR dan F) dan 2 orang
pada tingkat 3 (EO, SR). Setelah mengikuti pelatihan, terdapat 4 subjek peneliti
an
yang mengalami perbedaan kemampuan differentiated instruction secara
signifikan, yaitu DD, LR, F, dan DN (memiliki kemampuan differentiated
instruction pada tingkat yang lebih tinggi). Subjek I dan EO sebenarnya
mengalami perubahan namun tidak signifikan (hanya mengalami peningkatan
skor, namun tetap pada tingkat yang sama). Sedangkan subjek SR tidak
mengalami perbedaan (tetap pada tingkat yang sama dan dengan skor yang sama).
Peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction ini dapat
diuraikan berdasarkan lima prinsip dasar pengajaran differentiated instruction,
yaitu learning community, curriculum, formative assessment, instructional
arrangements, dan respectful task. Pengujian statistik dilakukan dengan
menggunakan uji beda Paired Samples T-Test pada pola umum tingkat pengajaran
differentiated instruction seluruh subjek penelitian untuk masing-masing prinsip

pengajaran differentiated instruction. Uji beda dilakukan terhadap rata-rata tin
gkat
pengajaran differentiated instruction subjek penelitian secara umum sebelum
pelatihan dengan rata-rata tingkat pengajaran differentiated instruction subjek
penelitian secara umum setelah pelatihan. Hasil rekapitulasi dari uji beda yang
dilakukan tampak pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Paired Samples T-Test
Berdasarkan Pola Umum Tingkat Pre-Test Post-Test Prinsip Dasar Pengajaran
Differentiated instruction Seluruh Subjek Penelitian
Prinsip Normalitas p-value Kesimpulan
Learning community Normal 0.047 Ho Ditolak
Curriculum Normal 0.015 Ho Ditolak
Formative assessment Normal 0.022 Ho Ditolak
Iinstructional arrangements Normal 0.005 Ho Ditolak
Respectful tasks Normal 0.038 Ho Ditolak
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
pola umum tingkat pengajaran differentiated instruction seluruh subjek penelitia
n
sebelum dan setelah pelatihan pada kelima prinsip differentiated instruction.
Kondisi ini sesuai dengan tujuan pelatihan yang memberikan penekanan yang
sama pada kelima prinsip dasar tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan
subjek penelitian.
Gambar di bawah ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai
kondisi pengajaran differentiated instruction berdasarkan lima prinsip dasarnya:

Gambar 4.2.a Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-&
Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Learning community
Learning Community
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Gambar 4.2.b Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-&
Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Curriculum
Curriculum
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Gambar 4.2.c Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-&
Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Formative assessment
Formative Assessment
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Gambar 4.2.d Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-&
Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Iinstructional arrangement
Instructional Arrangements
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Gambar 4.2.e Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-&
Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Respectful Task
Respectful Tasks
0
1
2
3
4
DD I LR F DN EO SR
Subjek Penelitian
TingkatPre
Post
Dari Gambar 4.2 tampak bahwa pada prinsip dasar instructional
arrangements seluruh subjek penelitian mengalami peningkatan kemampuan
penerapan differentiated instruction. Sementara pada prinsip curriculum terdapat

6 subjek penelitian yang mengalami peningkatan, sedangkan 1 subjek penelitian
tetap berada pada tingkat yang sama (SR). Terdapat 5 subjek penelitian yang
mengalami peningkatan (DD, LR, F, DN, EO) pada prinsip dasar formative
assessment sedangkan 2 subjek penelitian lainnya masih berada pada kategori
yang sama. Pada prinsip respectful tasks terdapat 5 subjek penelitian yang
mengalami peningkatan (DD, I, F, DN, EO), sedangkan 2 subjek penelitian
lainnya masih berada pada tingkat yang sama. Sementara pada prinsip learning
community, terdapat 5 subjek penelitian yang mengalami peningkatan (DD, LR, F,
DN, EO), 1 subjek penelitian masih berada pada kategori yang sama (I), dan satu
subjek penelitian mengalami penurunan (SR).
4.3. Hasil Pelatihan Subjek Penelitian Secara Individual
4.2.1. Subjek Penelitian DD
4.2.1.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek DD dapat
dilihat dalam Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian DD
Subjek Penelitian DD
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Berdasarkan Gambar di atas terlihat bahwa setelah mengikuti pelatihan,
subjek penelitian DD mengalami peningkatan kemampuan pengajaran
differentiated instruction secara signifikan pada setiap prinsip dasar. Awalnya,

tingkat pengajaran differentiated instruction subjek DD berada pada tingkat
1(below basic/pemula), dan menjadi berada pada tingkat 2(basic/dasar) dan
3(proficient/mahir) setelah diberikan pelatihan. Namun, berdasarkan dua kali
pengukuran kemampuan pengajaran differentiated instruction setelah pelatihan
diberikan, tampak bahwa peningkatan kemampuan pengajaran differentiated
instruction subjek DD belum konsisten kecuali untuk prinsip curriculum.. Dalam
prinsip yang lain subjek DD menunjukkan peningkatan kemampuan pengajaran
secara signifikan jika menghadapi kelas dengan jumlah siswa yang tidak penuh
(hanya setengah dari jumlah siswa yang sebenarnya/15 dari 30 siswa). Sedangkan
untuk kelas dengan jumlah siswa yang penuh, peningkatan kemampuan
pengajaran tampak tidak signifikan.
4.2.1.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DD di Kelas
Pada prinsip learning community, sebelum diberikan pelatihan subjek DD
tampak otoriter memaksakan aturan dan mengabaikan masukan siswa tentang
aturan yang berlaku. Hal ini membuat siswa terlihat tidak puas dan suasana
pembelajaran pun menjadi tegang. Selain itu tidak konsistennya aturan yang
diberikan membuat siswa menjadi kurang terkendali. Setelah pelatihan, dalam
pengajaran di kelas yang siswanya terbagi dua, tampak bahwa subjek DD dapat
menciptakan lingkungan kelas yang lebih positif dengan memberikan aturan yang
jelas dan diterapkan secara konsisten, serta memberikan siswa kesempatan untuk
memberikan masukan tentang aktivitas belajar yang akan dilakukan. Sedangkan di
kelas dengan jumlah siswa secara penuh, upaya subjek DD untuk menyampaikan
instruksi kepada siswa tidak berhasil membuat siswa menjadi fokus dalam proses
belajar karena instruksi tidak disampaikan dengan sistematis. Selain itu aturan
belajar yang kurang tersampaikan dengan jelas membuat aktivitas belajar menjadi
kurang terstruktur.
Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek DD belum menetapkan
tujuan belajar secara spesifik sehingga pengajaran tidak fokus pada konsep
penting yang harus dikuasai siswa. Subjek DD hanya menyampaikan materi
sesuai dengan buku tanpa berupaya mengembangkan logika berpikir siswa terkait
materi yang disampaikan. Setelah pelatihan tampak bahwa subjek DD sudah
menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait perkembangan berpikir siswa dan
melakukan pembahasan materi secara mendalam sehingga memungkinkan siswa
dapat memiliki pemahaman mengenai konsep penting yang ingin dicapai.
Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek DD tidak
tampak melakukan penilaian formatif. Selain itu, tidak jelasnya aktivitas untuk
mencari tahu pemahaman siswa memungkinkan siswa tidak menunjukkan
pemahaman yang sebenarnya dimiliki. Setelah pelatihan, dalam pengajaran di
kelas dengan jumlah siswa yang tidak penuh subjek DD tampak melakukan
beberapa aktivitas untuk melakukan penilaian formatif dan melakukan
penyesuaian penilaian formatif bagi siswa berkebutuhan khusus dengan
memberikan pertanyaan yang lebih tinggi untuk siswa gifted, dan menyesuaikan
form worksheet bagi siswa disleksia. Sedangkan di kelas dengan jumlah siswa
penuh, pengajaran yang kurang terorganisir membuat subjek DD tidak tampak
melakukan upaya melakukan penilaian formatif mengenai pemahaman siswa.
Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek DD
menjelaskan materi dengan berdiri di depan kelas dan hanya berinteraksi dengan
siswa yang duduk di depan sehingga kelas menjadi tidak fokus dan siswa terlihat
tidak menikmati proses pembelajaran. Lebih banyak siswa yang terlihat tidak
paham dan diberikan penjelasan secara individual, sementara siswa lain pada
akhirnya melakukan aktivitas masing-masing. Tampak subjek DD belum
menghayati apa yang ingin dituju dalam proses pembelajaran, sehingga proses
belajar menjadi kurang terarah. Sudah ada upaya untuk memberikan aktivitas
untuk siswa yang menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dibandingkan siswa
lain, namun aktivitas yang diberikan tidak ada kaitannya dengan proses belajar.
Setelah mengikuti pelatihan, dalam pengajaran di kelas dengan jumlah siswa tidak

penuh subjek DD tampak melakukan aktivitas belajar yang beragam untuk semua
siswa dapat memahami materi dan mengarahkan siswa untuk dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri. Namun di kelas dengan
jumlah siswa penuh, pengajaran yang dilakukan subjek DD masih fokus kepada
guru sehingga meskipun melakukan aktivitas percobaan siswa hanya menonton
apa yang dilakukan guru.
Pada prinsip respectful task, sebelum pelatihan tujuan pemberian tugas tidak
jelas sehingga aturan tugas pun sangat fleksibel dan tidak terarah yang
memungkinkan siswa tidak dapat mencapai apa yang seharusnya diketahui dari
materi tersebut. Tidak terlihat upaya untuk membuat siswa paham apa yang
sebenarnya diharapkan dari tugas yang diberikan dan hanya mengawasi dan
memberikan bantuan bagi siswa yang duduk di depan, bukan memberikan bantuan
yang sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan siswa. Selain itu, tidak semua
siswa terlihat tertarik dan tertantang, hanya siswa yang duduk di depan. Setelah

pelatihan, dalam pengajaran di kelas dengan jumlah siswa tidak penuh subjek DD
memberikan tugas yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir
siswa, dan semua siswa terlihat tertantang karena ada penyesuaian untuk siswa
berkebutuhan khusus. Namun dalam pengajaran untuk jumlah kelas yang penuh,
tugas yang diberikan tampak kurang terorganisir sehingga membuat tugas yang
sebenarnya menarik dan menantang untuk semua siswa menjadi tidak
memfasilitasi pengembangan kemampuan berpikir siswa.
4.2.1.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi selama pelatihan tampak bahwa subjek DD
cenderung pasif mengekspresikan pendapat sehingga kurang dapat diketahui
pemahamannya mengenai materi yang disampaikan oleh fasilitator. Ia akan
menyampaikan pendapat jika diminta secara langsung oleh fasilitator, namun saat
memberikan penjelasan tampak pemahaman mengenai materi yang disampaikan
belum mendalam, baru sebatas mengulang apa yang disampaikan oleh fasilitator.
Meskipun demikian, subjek DD tampak memiliki keinginan yang besar untuk
belajar. Terlihat meskipun pasif menyampaikan pendapat, ia tetap terlihat fokus
ke
dalam proses pelatihan yang sedang berlangsung dan sesekali mencatat apa yang
disampaikan fasilitator dan apa yang dihasilkan dari proses diskusi, termasuk
umpan balik yang diberikan fasilitator terhadap RPP dan simulasi pengajaran yang

dilakukan.
Tampaknya perbedaan kemampuan pengajaran differentiated instruction di
kelas dengan jumlah siswa secara penuh dibandingkan kelas dengan jumlah siswa
yang hanya setengahnya disebabkan oleh subjek DD belum menjadikan tujuan
belajar sebagai dasar dari perencanaan pengajaran dan belum memikirkan
kompetensi yang belum dimiliki siswa yang harus difasilitasi dalam proses
pengajaran yang ia lakukan. Akibatnya, aktivitas belajar yang dilakukan belum
fokus untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan banyak
melakukan intervensi yang kurang tepat dalam proses belajar siswa. Selain itu,
berdasarkan hasil observasi secara keseluruhan di saat mengajar kelas yang
sesungguhnya, subjek DD tampak kurang melakukan antisipasi terhadap proses
pembelajaran yang akan terjadi di kelas. Hal ini membuat ia terlihat sibuk
mempersiapkan alat bantu pengajaran sehingga menjadi tidak fokus pada siswa,
dan kurang sigap dalam memberikan respon. Akibatnya untuk kelas dengan
jumlah siswa yang cukup banyak dimana lebih banyak kebutuhan siswa yang
harus direspon oleh guru, proses belajar menjadi kurang terkendali. Hal ini sesu
ai
dengan hasil penilaian saat pelatihan, dimana saat melakukan perencanaan
pengajaran subjek DD belum memikirkan hambatan belajar yang mungkin
ditemui dan strategi untuk mengatasinya.
4.2.2. Subjek Penelitian I
4.2.2.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek I dapat dilihat
dalam Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian I
Subjek Penelitian I
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Subjek penelitian I terlihat mengalami perubahan kemampuan pengajaran
differentiated instruction, namun tidak secara signifikan. Kemampuan pengajaran
differentiated instruction antara sebelum dan setelah pelatihan cenderung masih
pada tingkat yang sama, meskipun dengan skor yang berbeda. Perubahan pada
tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction terlihat pada prinsip
curriculum, instructional arrangements, dan respectful tasks, namun perubahan
yang terjadi tidak signifikan karena masih berada di antara tingkat pengajaran
sebelum (2/basic) dengan tingkat pengajaran yang lebih tinggi (3/proficient)
4.2.2.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek I di Kelas
Pada prinsip learning community baik sebelum maupun setelah pelatihan,
proses belajar yang terjadi di kelas cenderung monoton dan lebih banyak berfokus

pada guru. Di awal pengajaran sebenarnya subjek I sudah memberikan penjelasan
mengenai apa yang harus siswa lakukan selama proses belajar dan menyampaikan
ekspektasi yang tinggi mengenai apa yang harus dikuasai siswa, hanya saja
penyampaian yang kurang lengkap dan kurang sistematis membuat siswa banyak
memberikan pertanyaan yang tidak semuanya ia jawab. Perubahan yang terlihat
setelah pelatihan adalah subjek I menjadi lebih berupaya untuk memperhatikan
siswa dengan memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan yang
disampaikan siswa.
Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek I belum menentukan
tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir siswa. Akibatnya
pengajaran yang dilakukan fokus untuk siswa menjalani aktivitas belajar yang
sudah direncanakan, bukan mengarahkan siswa mencapai tujuan belajar yang
sebenarnya ingin dicapai. Setelah pelatihan tujuan belajar sudah ditetapkan seca
ra
spesifik terkait kemampuan berpikir siswa, sehingga meskipun belum konsisten
sudah berupaya mengarahkan siswa memahami konsep dasar sebelum
mempelajari konsep yang lebih tinggi.
Pada prinsip formative assessment, baik sebelum maupun setelah pelatihan
subjek I tampak melakukan aktivitas yang beragam untuk mencari tahu
pemahaman siswa mengenai materi yang disampaikan, hanya saja belum
melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil penilaian formatif yang
diperoleh. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan metode
pengajaran yang dilakukan belum disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa.
Sebenarnya sudah ada upaya untuk melakukan pengelompokan siswa sesuai
dengan tujuan belajar yang ingin dicapai, namun kurang melakukan kontrol saat
pelaksanaan sehingga tujuan pembagian kelompok menjadi tidak tercapai. Setelah
pelatihan, metode penyampaian materi secara beragam memungkinkan siswa
dapat memahami materi lebih dalam, namun masih tampak fokus pada handout
yang akan disampaikan sehingga kurang melakukan kontak dengan siswa.
Pada prinsip respectful task, baik sebelum maupun setelah pelatihan subjek
I sudah merencanakan tugas yang sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai
oleh siswa. Hanya saja pada proses pelaksanaannya bantuan yang diberikan
memungkinkan siswa tidak akan mencapai kemampuan berpikir yang diharapkan.
Perbedaan yang terlihat setelah pelatihan adalah adanya tugas yang memfasilitasi

perkembangan kemampuan berpikir siswa gifted.
4.2.2.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi dan penilaian selama proses pelatihan, subjek I
terlihat cukup aktif di dalam proses diskusi. Bahkan jika dilihat berdasarkan ni
lai
pencapaian tujuan instruksional khusus pelatihan yang diperoleh, subjek
termasuk subjek penelitian yang memperoleh nilai baik terkait pemahaman
konsep pengajaran differentiated instruction. Subjek I sudah menjadikan
kompetensi yang belum dimiliki siswa dalam mempelajari materi sebagai
karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam merancang pengajaran, dan
dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai tingkah laku
pengajaran differentiated instruction yang terdapat dalam studi kasus yang
dibahas. Hanya saja berdasarkan RPP dan simulasi pengajaran yang dilakukan
saat pelatihan, terlihat bahwa subjek I belum mampu mengaplikasikan konsep
pengajaran differentiated instruction yang ia miliki tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun subjek I memiliki pemahaman
mengenai pengajaran differentiated instruction, terdapat hambatan dalam
mengaplikasikan pemahamannya tersebut. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh
pengalaman mengajar cukup lama di sekolah lain yang memiliki pendekatan
pengajaran konvensional (tugas guru adalah melakukan pengajaran untuk
menyampaikan materi, tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan siswa), sehingga
masih sulit baginya untuk mempraktekkan strategi pengajaran yang baru.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak sekolah, subjek I memang dinilai masih
belum sepenuhnya berhasil beradaptasi dengan konsep pendidikan yang
diterapkan oleh SD Gagas Ceria (tugas guru adalah melakukan pengajaran yang
sesuai dengan kebutuhan belajar siswa).
4.2.3. Subjek Penelitian LR
4.2.3.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek LR dapat
dilihat dalam Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian LR
Subjek Penelitian LR
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Setelah pelatihan subjek penelitian LR mengalami peningkatan kemampuan
pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsip dasar, dari tingkat
2(basic/dasar) menjadi tingkat 3(proficient/mahir), kecuali untuk prinsip
respectful tasks belum sampai pada tingkat mahir.
4.2.3.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek LR di Kelas
Pada prinsip dasar learning community, sebelum pelatihan subjek LR
menciptakan lingkungan belajar yang tertib dan membuat siswa dapat mencapai
hasil yang diharapkan atas dasar ketakutan siswa terhadap guru, bukan karena
siswa memahami aturan yang ditetapkan. Setelah pelatihan, subjek LR terlihat
menyampaikan aturan secara jelas dan bertahap dengan disertai alasannya. Hal ini

membuat siswa mengikuti aturan belajar bukan hanya karena takut terhadap guru
namun juga didasarkan pemahaman siswa mengenai aturan tersebut.
Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek LR sudah mengarahkan
pengajaran untuk siswa mencapai konsep penting yang diajarkan, hanya saja lebih
fokus untuk siswa dapat memperoleh nilai baik bukan untuk siswa menguasai
kompetensi yang diharapkan. Setelah pelatihan, subjek LR terlihat lebih fokus
mengarahkan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan dengan menjelaskan
tahapan dalam melakukan gerakan, membandingkan gerakan yang betul dan
salah, serta menjelaskan alasan dari ketepatan gerakan yang harus dilakukan.
Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek LR melakukan
penilaian formatif dengan aktivitas beragam namun tidak digunakan untuk
menyesuaikan pengajaran. Penyesuaian pengajaran dilakukan berdasarkan hasil
evaluasi terhadap kelas lain sebelumnya, bukan terhadap kelas yang bersangkutan.

Setelah pelatihan, subjek LR terlihat melakukan penilaian formatif pada kelas
yang bersangkutan dengan terlebih dahulu mencari tahu pemahaman siswa
mengenai gerakan yang akan diajarkan, dan memberikan beberapa pilihan untuk
siswa menunjukkan penguasaan gerakan yang diajarkan.
Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek LR
melakukan sudah metode pengajaran yang bervariasi namun membuat siswa
tergantung sepenuhnya pada arahan yang diberikan guru. Setelah pelatihan subjek
LR menggunakan metode yang beragam untuk siswa dapat menguasai gerakan
tertentu dengan mengajarkan siswa untuk melakukan gerakan secara bertahap
mulai dari gerakan mudah sampai dengan gerakan sulit, dan membagi siswa yang
sudah mampu melakukan gerakan ke dalam kelompok yang berbeda untuk
mempercepat aktivitas instruksional yang akan dilakukan. Siswa juga lebih
diarahkan untuk mandiri di dalam melakukan gerakan yang diajarkan.
Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek LR memberikan
tugas untuk siswa dapat menguasai gerakan tertentu dan memiliki kriteria yang
jelas mengenai pelaksanaan tugas tersebut. Hanya saja belum secara konsiten
melakukan kontrol terhadap ketepatan gerakan yang dilakukan siswa. Selain itu
juga memungkinkan tugas dianggap kurang menantang oleh beberapa siswa.
Setelah pelatihan, subjek LR tetap memberikan tugas dengan kriteria yang jelas,
serta memberikan tugas yang menantang untuk setiap siswa dengan memberikan
pilihan gerakan berdasarkan tingkat kesulitan. Hanya saja, kontrol gerakan yang
masih bersifat klasikal memungkinkan tidak seluruh siswa mendapatkan umpan
balik mengenai ketepatan gerakan yang dilakukan.
4.2.3.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi tampak bahwa subjek LR terlihat cukup aktif di
awal pelatihan dengan mengambil peran untuk mempresentasikan hasil kelompok.
Namun setelah sesi 2 selesai keaktifan subjek LR terlihat berkurang, kemungkinan

karena saat itu ia tidak berada pada kondisi fit (sakit flu cukup berat dan mema
kai
masker). Saat mempresentasikan hasil kelompok tampak bahwa ia hanya
membacakan apa yang telah dituliskan kelompok di dalam flipchart dan
beberapakali meminta teman lain untuk memberikan penjelasan mengenai poinpoin
tertentu yang disampaikan.
Berdasarkan hasil penilaian, terlihat bahwa subjek LR memperoleh nilai
yang kurang untuk pemahaman konsep differentiated instruction namun
memperoleh nilai baik untuk aplikasi konsep differentiated instruction. Ia tidak

memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai langkah melakukan
perencanaan pengajaran dan strategi pengajaran differentiated instruction
berdasarkan studi kasus yang dibahas, namun membuat RPP dan melakukan
simulasi pengajaran yang mencakup keseluruhan prinsip pengajaran differentiated
instruction. Hal ini kemungkinan disebabkan karakteristik subjek LR sebagai
guru olah raga yang tidak terbiasa menjelaskan pemahaman yang dimiliki dalam
bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan yang dijadikan dasar dalam peneliti
memberikan penilaian selama proses pelatihan. Saat pelatihan pun subjek LR
sempat menyampaikan bahwa ia terkadang mengalami kesulitan untuk
menyampaikan pemahaman secara lisan dan tulisan karena terbiasa
mempraktekkan apa yang dipahami secara langsung.
4.2.4. Subjek Penelitian F
4.2.4.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek F dapat dilihat
dalam Gambar 4.6. di bawah ini.
Gambar 4.6. Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian F
Subjek Penelitian F
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Setelah mengikuti pelatihan, subjek penelitian F mengalami peningkatan
kemampuan pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsip dasar,
dengan memiliki tingkat pengajaran satu tingkat lebih tinggi dibandingkan
sebelumnya, kecuali untuk prinsip formative assessment belum sepenuhnya
mencapai tingkat yang lebih tinggi.
4.2.4.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek F di Kelas
Pada prinsip learning community, sebelum pelatihan subjek F belum
merancang aktivitas yang sesuai untuk seluruh siswa melakukan proses belajar
yang terarah. Proses belajar fokus pada siswa mendengarkan penjelasan guru yang
membuat siswa menjadi bosan dan situasi kelas menjadi kurang terkendali.
Banyak siswa yang mengobrol dan tidak fokus terhadap proses belajar. Aturan
mengenai apa yang harus dilakukan siswa tidak disampaikan dengan jelas
sehingga aktivitas belajar siswa menjadi kurang terarah. Setelah pelatihan subje
k
F tampak mengawali pengajaran dengan menyampaikan aturan dan aktivitas
belajar secara jelas sehingga siswa tahu apa yang harus dilakukan. Proses belaja
r
tidak lagi fokus kepada siswa mendengarkan penjelasan guru namun memberikan
siswa cukup banyak kesempatan untuk menyampaikan pemahaman mengenai
materi yang disampaikan.
Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek F terlihat berupaya
mengajarkan siswa logika berpikir dari materi yang disampaikan, namun karena
siswa hanya duduk mendengarkan guru menjelaskan, upaya tersebut menjadi tidak
terarah. Selain itu, subjek F terlihat tetap mengajarkan konsep yang lebih tingg
i
ketika ada siswa yang belum paham konsep dasar dari materi yang diajakan.
Setelah pelatihan, subjek F lebih konsisten dalam mengarahkan siswa menguasai
logika berpikir dari materi yang disampaikan dengan melakukan pembahasan
secara mendalam mengenai persoalan yang diberikan. Hanya saja, penjelasan
yang diberikan secara detail dan perlahan memungkinkan siswa gifted menjadi
bosan.
Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek F sudah
melakukan penilaian formatif secara berkala dan dengan cara yang bervariasi,
namun tidak melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil penilaian
tersebut. Terkesan melakukan generalisasi dalam melakukan penyesuaian
pengajaran dengan hanya mendampingi siswa berkebutuhan khusus, namun tidak
bagi siswa lain yang mungkin mengalami kesulitan dalam materi tertentu. Setelah
pelatihan, subjek F terlihat berupaya melakukan penyesuaian pengajaran dengan
kembali memberikan penjelasan tentang konsep dasar ketika ada siswa yang tidak
berhasil menjawab persoalan yang diberikan.
Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek F tidak
melakukan metode pengajaran yang bervariasi, hanya siswa mendengarkan materi
yang disampaikan guru. Aturan dalam aktivitas belajar kurang jelas sehingga
siswa kurang terkontrol dan tidak memiliki peluang untuk melakukan aktivitas
belajar secara mandiri. Setelah pelatihan, subjek F melakukan metode pengajaran
yang lebih bervariasi sehingga memungkinkan siswa dapat memahami materi
secara lebih mendalam, namun pengontrolan aktivitas belajar kelas masih terbatas

pada siswa yang duduk di barisan depan.
Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek F hanya diam di
depan sehingga siswa yang membutuhkan bantuan harus mendatangi guru.
Akibatnya, hampir seluruh siswa mendatangi guru untuk meminta bantuan
ataupun hanya sekedar meminta penegasan. Kriteria atau aturan dari suatu tugas
juga tidak jelas sehingga terkadang tidak fokus pada konsep penting yang harus
dikuasai siswa. Akibatnya banyak siswa yang melakukan kegiatan lain di luar
mengerjakan tugas yang harusnya diselesaikan. Setelah pelatihan, tugas lebih
fokus untuk siswa mencapai konsep penting dari suatu materi dan mengarahkan
siswa untuk tidak bergantung sepenuhnya pada guru dengan meminta siswa saling
mengkoreksi jawaban. Hanya saja, kurang dilakukan penyesuaian tugas bagi
siswa gifted yang terlihat kurang tertantang dengan tugas yang diberikan.
4.2.4.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi tampak bahwa subjek F terlibat secara aktif
dalam seluruh proses pelatihan dengan beberapa kali menyampaikan pertanyaan
dan pendapat tanpa diminta. Subjek F juga beberapa kali memperoleh insight
lebih cepat dibandingkan subjek penelitian lain. Salah satu contohnya adalah saa
t
sesi diskusi mengenai karakteristik belajar utama yang harus diperhatikan dari
siswa. Saat itu, subjek F berhasil memperoleh insight mengenai kemampuan siswa
dalam memahami materi sebagai karakteristik utama yang harus diperhatikan,
disaat subjek penelitian yang lain masih memperhatikan karakteristik lain yang
kurang penting. Pada sesi satu, hanya subjek F yang mengkaitkan tujuan belajar
dengan perkembangan kemampuan berpikir siswa. Selain itu, saat pembuatan RPP
dan simulasi pengajaran, subjek F dapat menerapkan pengajaran differentiated
instruction secara efektif, kecuali untuk prinsip formative assessment yang masi
h
belum konsisten dilakukan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
subjek F dapat memahami dan mengaplikasikan konsep pengajaran differentiated
instruction yang diberikan dan dilatihkan dalam pelatihan.
4.2.5. Subjek Penelitian DN
4.2.5.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek DN dapat
dilihat dalam Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian DN
Subjek Penelitian DN
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Setelah mengikuti pelatihan, subjek penelitian DN mengalami peningkatan
kemampuan pengajaran differentiated instruction secara signifikan pada setiap
prinsip dasar. Tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction umumnya
berubah menjadi pada tingkat 3(proficient/mahir), dari sebelumnya berada pada
tingkat 1(below basic/pemula).
4.2.5.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DN di Kelas
Pada prinsip learning community, sebelum pelatihan subjek DN tidak
memberikan aturan dan arahan yang jelas sehingga aktivitas belajar siswa kurang
terarah. Subjek DN kurang melakukan antisipasi dalam merencanakan pengajaran
sehingga banyak pelaksanaan antivitas yang melebihi waktu yang telah
ditetapkan. Setelah pelatihan, subjek DN memberikan arahan yang jelas mengenai
aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dengan memberikan siswa
kesempatan untuk saling berbagi pemahaman mengenai konsep yang diajarkan.
Selain itu, pengalokasian waktu sesuai dengan tahapan aktivitas yang dilakukan
siswa.
Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek DN belum menetapkan
tujuan belajar secara spesifik terkait kemampuan berpikir siswa sehingga aktivit
as
belajar menjadi kurang terarah untuk siswa dapat memahami konsep yang
diajarkan. Ada beberapa aktivitas yang sudah direncanakan untuk siswa dapat
menguasai konsep tertentu menjadi tidak dilaksanakan pada pertemuan tersebut
dan juga pada pertemuan selanjutnya, dan tidak diganti dengan aktivitas lain unt
uk
tetap mencapai tujuan belajar yang ditentukan. Setelah pelatihan subjek DN
menetapkan tujuan belajar secara spesifik pada kemampuan berpikir yang harus
dikuasai siswa dan menghubungkan pengajaran dengan kehidupan sehari-hari
siswa sehingga materi yang diajarkan dapat lebih bermakna bagi siswa.
Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek DN melakukan
penilaian formatif untuk melengkapi nilai siswa. Siswa ditekankan untuk
mendapatkan nilai yang bagus dan beberapa kali siswa dibandingkan dengan
siswa lain, tanpa disertai arahan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Terkadang memberikan komentar negatif bagi siswa yang melakukan kesalahan.
Setelah pelatihan, subjek DN terlihat melakukan penilaian formatif dan
melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil yang diperoleh dengan
terlebih dahulu menjelaskan konsep yang belum dikuasai siswa. Secara konsisten
subjek DN juga berupaya untuk selalu memberikan komentar yang positif
terhadap setiap siswa.
Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan aktivitas belajar
tidak terencana dengan baik sehingga kurang terarah. Aturan belajar kurang
konsisten dan tidak terdapat penjelasan mengenai aktivitas dan tujuan belajar
membuat siswa tidak dapat mengelola pengerjaan tugasnya secara mandiri..
Pengelompokan siswa kurang sesuai sehingga terdapat kelompok yang berhasil
dan mendapat pujian sementara kelompok lain pasif mendapatkan komentar
negatif dari guru karena tidak berhasil menyelesaikan tugas. Setelah pelatihan
subjek DN melakukan metode pengajaran yaang beragam dan memungkinkan
siswa untuk secara mandiri mengeksplorasi informasi dan membuat kesimpulan
mengenai proses belajar yang dilakukan. Selain itu juga dilakukan kontrol
terhadap aktivitas belajar kelompok sehingga setiap kelompok dapat
menyelesaikan tugas dengan baik dan saling melengkapi.
Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek DN terlihat banyak
memberikan respon negatif terhadap proses penyelesaian tugas siswa. Siswa
dibandingkan dengan teman lain sebagai upaya memotivasi siswa mengerjakan
tugas dengan lebih baik, namun tidak memberikan bantuan untuk penyelesaian
tugas. Tugas yang diberikan tidak didasarkan untuk siswa menguasai konsep
tertentu sehingga siswa yang belum paham tidak menjadi lebih paham, dan siswa
yang sudah paham menjadi bosan dan tidak tertarik. Setelah pelatihan, subjek DN
memberikan tugas yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa, dan
tingkat kesulitan maupun cara mengerjakan tugas dapat memberikan tantangan
untuk setiap siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus.
4.2.5.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Selama menjalani pelatihan, peran yang paling banyak dilakukan subjek DN
adalah mencatat pendapat kelompok ke dalam flipchart yang akan
dipresentasikan. Pada performance test pada sesi 1 subjek DN belum memberikan
penjelasan yang sesuai mengenai perencanaan pengajaran dengan tidak
menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dalam perencanaan pengajaran dan masih
mempertimbangkan karakteristik siswa yang kurang penting dalam merancang
pengajaran. Sedangkan berdasarkan hasil pembahasan studi kasus pada sesi 2,
subjek DN juga belum memberikan penjelasan yang tepat mengenai strategi
pengajaran differentiated instruction yang bisa dilakukan guru di kelas inklusi.

Namun, saat diminta menyampaikan vocabulary baru yang diperoleh ketika sesi
energizer, subjek DN dapat memberikan penjelasan yang cukup komprehensif
mengenai strategi pengajaran differentiated instruction. Jika dilihat pada sesi
pengaplikasian pengajaran differentiated instruction terlihat bahwa subjek DN
sudah melakukan upaya untuk mengaplikasikan prinsip differentiated instruction
dalam RPP dan simulasi pengajaran yang dilakukan namun belum menetapkan
tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami dan belum fokus melaksanakan
aktivitas belajar pada tujuan yang ingin dicapai oleh siswa.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan yang dialami
subjek DN dalam melakukan pengajaran differentiated instruction adalah belum
jelasnya tujuan belajar yang ingin dicapai. Oleh karena itu, umpan balik yang
disampaikan fasilitator kepada subjek DN terkait RPP dan simulasi pengajaran
yang dilakukan adalah mengenai tugas guru untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa. Dimana dalam menjalankan tugas tersebut guru harus menentukan
tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir yang akan dicapai siswa
dan konsisten untuk mencapai hal tersebut dalam pengajaran yang dilakukan.
Pada saat itu subjek DN tampak mendapatkan insight dengan tanpa diminta
langsung mengkoreksi tujuan belajar yang ditentukan ke dalam bahasa yang lebih
mudah dipahami. Pemahaman mengenai tugas guru itulah yang kemungkinan
membuat pengajaran yang dilakukan subjek DN menjadi lebih terarah. Selain itu,
perubahan yang signifikan dapat juga disebabkan karena subjek DN memerlukan
waktu yang lebih lama untuk mengendapkan materi yang diperoleh sehingga
dapat memahami dan mengaplikasikan konsep differentiated instruction setelah
pengukuran proses pelatihan selesai dilaksanakan.
4.2.6. Subjek Penelitian EO
4.2.6.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek EO dapat
dilihat dalam Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian EO
Subjek Penelitian EO
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Setelah mengikuti pelatihan, subjek EO mengalami peningkatan
kemampuan pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsipnya. Namun,
perubahan yang terjadi tidak signifikan. Tingkat kemampuan pengajaran
differentiated instruction yang awalnya berada pada tingkat 3 (proficient/mahir)

meskipun menjadi lebih tinggi namun belum mencapai tingkat 4 (advance/tingkat
lanjut).
4.2.6.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek EO di Kelas
Pada prinsip learning community sebelum maupun setelah pelatihan, subjek
EO dapat menciptakan situasi kelas yang membuat siswa dapat optimal mencapai
hasil belajar dan seluruh siswa tampak aktif dan fokus. Terjadi kerjasama yang
efektif antara guru dan siswa dengan siswa tahu dengan jelas apa tujuan dan dasa
r
dari setiap aktivitas yang dilakukan. Guru juga memberikan feedback kepada
siswa dikaitkan dengan hasil terakhir siswa tersebut. Perubahan yang terlihat
setelah pelatihan adalah subjek EO memberikan kepercayaan untuk siswa dapat
mandiri merencanakan dan mengatur aktivitas belajarnya dan memberikan setiap
siswa kesempatan melakukan aktivitas belajar yang berbeda untuk mencapai hasil
belajar yang telah ditentukan.
Pada prinsip curriculum sebelum maupun setelah pelatihan, subjek EO
telah menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir yang
harus dikuasai siswa serta menginformasikan tujuan belajar kepada siswa. Selain
itu, pengajaran dilakukan untuk siswa dapat menguasai konsep tertentu secara
optimal dengan terlebih dahulu menjelaskan konsep dasar yang harus dikuasai
siswa. Perubahan yang terjadi setelah pelatihan adalah subjek EO
mengasosiasikan konsep materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa seharihari
sehingga memungkinkan kurikulum menjadi lebih bermakna bagi siswa.
Pada prinsip formative assessment sebelum dan setelah pelatihan subjek
EO sudah melakukan penilaian formatif secara berkala yang hasilnya digunakan
untuk melakukan penyesuaian terhadap materi yang akan didalami dan cara siswa
untuk mendalami materi tersebut. Selain itu, hasil penilaian formatif disampaika
n
kepada siswa dengan cara yang membuat siswa paham tentang posisinya dalam
mencapai tujuan dan termotivasi untuk berusaha lebih baik. Perubahan yang
terjadi setelah pelatihan adalah dengan melakukan penilaian formatif mengenai
konsep yang lebih tinggi bagi siswa yang sudah berhasil menguasai konsep yang
diajarkan.
Pada prinsip instructional arrangements sebelum dan setelah pelatihan
subjek EO menyampaikan struktur yang jelas dalam aktivitas pengerjaan tugas
dan bagaimana kelas akan berlangsung, sehingga siswa dapat mengelola aktivitas
belajarnya secara mandiri. Sudah ada upaya untuk menyesuaikan metode
mengajar dengan kebutuhan siswa, meskipun terkadang tidak melakukan
penyesuaian untuk siswa yang belum paham konsep dasar. Misalnya dengan tetap
membuat mindmap padahal di awal pelajaran banyak siswa yang belum bisa
menjawab pertanyaan tetang materi tersebut. Perubahan yang terlihat setelah
pelatihan adalah menyampaikan materi secara bertahap dengan memastikan
pemahaman siswa terkait setiap tahapan materi yang disampaikan.
Pada prinsip respectful tasks sebelum dan setelah pelatihan subjek EO
memberikan tugas yang sesuai untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar secara
optimal dengan memiliki dan menyampaikan kriteria penyelesaian tugas yang
jelas dalam bentuk rubrik. Memberikan motivasi dan bantuan yang sesuai bagi
siswa yang belum bisa memenuhi standar penyelesaian tugas, namun terkadang
ada siswa yang terlihat kurang tertantang dengan tugas yang diberikan. Perubahan

yang terlihat setelah pelatihan adalah setiap siswa terlihat tertarik mengerjaka
n
tugas dengan memberikan tantangan tambahan bagi siswa yang sudah selesai
mengerjakan tugas yang diberikan.
4.2.6.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi subjek EO terlihat aktif menjalani seluruh
proses pelatihan. Ia terlihat cukup antusias dan beberapa kali menyampaikan
pengalaman pengajaran yang biasanya ia lakukan di kelas. Secara umum, subjek
EO dapat memberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai perencanaan
pengajaran kelas inklusi, strategi pengajaran differentiated instruction dan dap
at
mengaplikasikan pengajaran differentiated instruction di dalam RPP maupun
simulasi pengajaran yang dilakukan.
Perubahan yang tidak signifikan pada tingkat pengajaran differentiated
instruction subjek EO antara sebelum dan setelah pelatihan dapat terjadi karena
fokus pelatihan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kemampuan
pengajaran differentiated instruction subjek penelitian yang berada pada tingkat

1/below basic dan tingkat 2/basic, sedangkan sebelum pelatihan diberikan subjek
EO memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat
3/proficient, kecuali untuk prinsip formative assessment. Secara keseluruhan,
tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek EO tetap berada
pada tingkat 3/proficient, namun dengan peningkatan skor pengajaran
differentiated instruction.
4.2.7. Subjek Penelitian SR
4.2.7.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum
dan Setelah Diberikan Pelatihan
Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek SR dapat
dilihat dalam Gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.9 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction
Subjek Penelitian SR
Subjek Penelitian SR
0
1
2
3
4
TOTAL LC C FA IA RT
Differentiated Instruction
TingkatPre
Post
Secara umum subjek penelitian SR tidak mengalami peningkatan
kemampuan pengajaran differentiated instruction. Peningkatan kemampuan
terjadi pada prinsip instructional arrangements dan penurunan kemampuan untuk
prinsip learning community.
4.2.7.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek SR di Kelas
Setelah pelatihan, learning community yang diciptakan subjek SR terasa
kurang positif dibandingkan sebelum pelatihan dimana subjek SR dapat
menguasai kelas dan menciptakan lingkungan kelas dimana semua siswa fokus
dan aktif dalam belajar. Siswa juga diberi kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan dan diapresiasi untuk menyampaikan pendapat yang berbeda. Setelah
pelatihan subjek SR terlihat kurang fokus kepada siswa, sehingga siswa pun
menjadi kurang fokus dan kurang terarah dalam belajar.
Pada prinsip curriculum baik sebelum maupun setelah pelatihan subjek SR
terlihat mengarahkan kurikulum untuk siswa dapat memahami konsep penting dan
materi secara bertahap dengan selalu memastikan pemahaman siswa dan
memberikan contoh konkrit dengan persoalan yang dekat dengan kehidupan
siswa. Namun subjek SR belum mengarahkan siswa untuk memahami pentingnya
materi yang disampaikan untuk kehidupan sehari-hari, baru terbatas pada
mendapatkan poin dari guru.
Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek SR
melakukan penilaian formatif secara berkala dan dengan cara yang bervariasi,
namun menginformasikan kepada siswa seakan-akan penilaian tersebut hanya
sebagai cara siswa untuk mendapatkan nilai baik. Meskipun demikian, hasil
penilaian formatif sudah digunakan untuk membuat penyesuaian pengajaran,
seperti lebih mendalami soal yang belum dijawab siswa dengan tepat dan
mendalami lagi materi terkait soal tersebut. Hanya saja terkadang subjek SR
menggunakan penilaian formatif kelas lain untuk melakukan penyesuaian
pengajaran pada kelas tertentu. Setelah pelatihan tampak bahwa subjek SR sudah
melakukan penilaian formatif jauh sebelum pengajaran dilakukan, sehingga dapat
merencanakan penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi terbaru siswa.
Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek SR
menyampaikan materi dengan sangat konkrit dan terstruktur dari yang mudah ke
sulit membuat siswa dengan kemampuan di bawah mudah memahami. Hanya saja
hal tersebut memungkinkan siswa gifted menjadi tidak sabar. Selain itu,
pembahasan soal membuat siswa bergantung pada guru, tidak diarahkan untuk
siswa dapat saling membantu. Setelah pelatihan, subjek SR terlihat berupaya
memenuhi kebutuhan belajar siswa gifted dengan memberikan pertanyaan
mengenai konsep yang lebih tinggi dan mengarahkan siswa gifted untuk mencari
penjelasan mengenai pertanyaan yang diberikan untuk kemudian memberikan
penjelasan kepada siswa yang lain.
Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek SR memberikan
tugas yang membuat siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan,
dan memberikan bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar setiap siswa.
Selain itu juga menentukan tahapan aktivitas pengerjaan tugas sehingga siswa
dapat terus fokus pada konsep penting yang harus dikuasai. Hanya saja, tugas
yang diberikan masih fokus pada siswa dengan kemampuan rendah, belum
memberikan tantangan bagi siswa dengan kemampuan lebih, dan terkadang
mengabaikan pertanyaan mengenai konsep yang lebih tinggi dari siswa gifted.
Perubahan yang terlihat setelah pelatihan adalah lebih memperhatikan siswa gifte
d
dengan memfasilitasi pertanyaan yang diberikan.
4.2.7.3. Hasil Observasi dan Penilaian
Berdasarkan hasil observasi dan penilaian selama proses pelatihan tampak
bahwa subjek SR sebenarnya sudah memiliki pemahaman mengenai konsep
differentiated instruction dan pengaplikasiannya. Ia dapat memberikan penjelasan

mengenai karakteristik utama yang harus diperhatikan dari siswa dalam membuat
perencanaan pengajaran, dan sudah mempertimbangkan hambatan dan strategi
yang mungkin ditemui dalam pengajaran di kelas. Selama menjalani proses
pelatihan, subjek SR terlibat cukup aktif dan terlihat berupaya memahami materi
yang disampaikan fasilitator dengan menganalogikannya kepada pengalaman
pribadinya, dengan menyampaikan pertanyaan mengenai kesesuaian antara
pengalaman dengan materi yang disampaikan. Namun selama proses pelatihan
tampak bahwa subjek SR sangat tegang dan takut terhadap penilaian yang
diberikan oleh fasilitator. Ia tampak tegang dan ragu dalam menyampaikan
pendapat. Hal ini memungkinkan pemahaman dan kemampuan yang dimiliki tidak
dapat diekspresikan dengan tepat. Saat dilakukan pengukuran setelah pelatihan,
subjek SR terlihat belum berhasil mengatasi ketegangannya dan sempat menolak
untuk diobservasi. Akibatnya, subjek SR terlihat kurang fokus dalam
melaksanakan pengajaran di kelas.
4.3. Hasil Proses Pelatihan
Sebelum diberikan perlakuan (treatment) diperoleh data bahwa subjek
penelitian memerlukan peningkatan kemampuan penerapan differentiated
instruction pada setiap prinsipnya. Oleh karena itu perlakuan (pelatihan) diberi
kan
pada seluruh subjek penelitian berkaitan dengan kelima prinsip dasar
differentiated instruction dengan metode penyampaian materi berdasarkan
sembilan tahapan instruksional Gagne (1985)40 . Melalui pelatihan ini subjek
penelitian akan mempelajari materi differentiated instruction melalui aktivitas
aktivitas yang saling berkesinambungan satu sama lain dan pembahasannya
dikaitkan dengan kondisi kelas yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari
sehingga diharapkan dapat memenuhi prinsip subjek penelitian sebagai orang
dewasa yang lebih menyenangi hal yang bersifat konkrit daripada abstrak, perlu
mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan materi baru, dan ingin
mengaplikasikan hal yang baru dipelajari dalam pekerjaannya.
Dalam pelatihan differentiated instruction ini materi disampaikan melalui
empat sesi yang berbeda. Dimana selain keempat sesi penyampaian materi
tersebut terdapat beberapa sesi lain untuk memantapkan proses belajar yang
dialami oleh subjek penelitian, yaitu: sesi pembukaan, kontrak belajar, ice
breaking, energizer dan penutup.
4.3.1. Kontrak Belajar
Kontrak belajar dilakukan dengan menginformasikan gambaran umum
pelatihan yang akan dilakukan mencakup: tujuan, keterkaitan materi pelatihan
dengan tugas subjek penelitian sebagai guru inklusi, aktivitas yang akan
dilakukan, peran subjek penelitian dan fasilitator dalam mencapai tujuan belajar
,
serta iklim belajar yang ingin dibangun. Hal ini penting dilakukan karena subjek

penelitian sebagai orang dewasa akan lebih efektif belajar ketika mengenali
kebutuhan untuk belajar, dan lebih senang mempelajari hal yang bersifat konkrit
daripada abstrak.
4.3.2. Ice Breaking
Ice breaking dilakukan untuk menciptakan iklim belajar yang positif,
sehingga subjek penelitian akan lebih siap mempelajari materi yang akan
diberikan. Ice breaking dilakukan dengan subjek penelitian melakukan
penghitungan secara berurutan dimana untuk angka tertentu penghitungan
dilakukan dengan merubah angka dengan ucapan yang telah ditentukan. Aktivitas
ini dipilih sebagai ice breaking karena selain bisa menciptakan lingkungan yang
informal yang diperlukan subjek penelitian sebagai orang dewasa, juga bisa
mengantarkan fasilitator untuk melakukan pembahasan mengenai kemungkinan
materi yang diberikan dalam pelatihan akan merubah beberapa kebiasaan dan
jalan berpikir subjek penelitian mengenai pengajaran kelas inklusi.
4.3.3. Sesi 1 Langkah Perencanaan Pengajaran
4.3.3.1. Dasar Pemikiran
Materi pertama yang diberikan berkaitan dengan langkah perencanaan
pengajaran sebagai hal yang penting dalam kesuksesan pengajaran di kelas
inklusi. Materi ini penting untuk disampaikan pertama kali karena differentiated

instruction untuk subjek penelitian bisa menerapkan differentiated instruction
secara efektif diperlukan perencanaan yang komprehensif mengenai proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Tujuan yang ingin dicapai melalui materi ini
adalah subjek penelitian paham aspek-aspek penting yang harus dilakukan dan
dipertimbangkan dalam mempersiapkan pengajaran bagi kelas inklusi.
Sesuai dengan hasil analisa kebutuhan yang diperoleh bahwa subjek
penelitian belum menetapkan tujuan belajar yang spesifik terkait dengan
kemampuan berpikir siswa yang ingin dicapai serta bahwa subjek penelitian masih
berupaya memenuhi kebutuhan siswa secara individual, maka fokus utama
penyampaian materi adalah pada langkah perencanaan tujuan pembelajaran untuk
mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan langkah melakukan
pertimbangan kompetensi yang belum dimiliki siswa dalam mempelajari materi
sebagai kebutuhan belajar utama siswa yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan pengajaran.
4.3.3.2. Tahapan Aktivitas Instruksional
Sesi pertama ini diawali dengan menarik perhatian subjek penelitian kepada
materi yang akan disampaikan dengan menampilkan sebuah slide gambar
seseorang yang memakai sepatu dan baju dengan ukuran yang terlalu besar
disertai tulisan one size does not fit all. Fasilitator kemudian meminta subjek
penelitian untuk menyebutkan apa yang mereka pikirkan saat melihat slide
tersebut sebagai upaya untuk memfokuskan subjek penelitian akan pentingnya
materi yang akan disampaikan. Melalui slide ini disampaikan bahwa setiap siswa
memiliki kebutuhan belajar yang berbeda sehingga tidak bisa dipenuhi dengan
satu pengajaran yang seragam untuk semua tanpa didahului pembuatan rencana
pengajaran yang tepat sesuai kebutuhan belajar siswa.
Setelah seluruh subjek penelitian terlihat fokus ke dalam diskusi yang
dilakukan, kemudian fasilitator menyampaikan tujuan dari sesi ini yaitu untuk
subjek penelitian memahami langkah perencanaan pengajaran bagi kelas inklusi.
Dengan mengetahui tujuan belajar yang ingin dicapai diharapkan subjek
penelitian akan lebih termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Aktivitas instruksional yang selanjutnya adalah merangsang pengetahuan
sebelum yang dimiliki subjek penelitian. Aktivitas ini dilakukan dengan secara
berkelompok seluruh subjek penelitian diminta untuk mendiskusikan langkahlangkah

perencanaan pengajaran yang biasanya mereka lakukan. Hal ini dilakukan
agar sebelum diberikan materi mengenai langkah perencanaan pengajaran bagi
kelas inklusi subjek penelitian terlebih dahulu mengingat (recalling) pengetahua
n
yang sudah mereka miliki berkenaan dengan hal tersebut. Hal ini menjadi penting
karena subjek penelitian merupakan orang dewasa yang memiliki kebutuhan
untuk mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan materi baru.
Hal yang terlihat berdasarkan hasil presentasi setiap kelompok adalah bahwa
tidak semua subjek penelitian menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dalam
melakukan perencanaan pengajaran. Beberapa subjek penelitian tampak memulai
perencanaan pengajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa melalui
gaya belajar, kemampuan sosial, multiple intelligence, dan lain-lain yang bukan
merupakan aspek utama dari karakteristik yang harus dijadikan pertimbangan
dalam merancang proses pembelajaran. Selain itu tampak bahwa pemahaman
subjek penelitian mengenai gaya belajar tidak sesuai dengan seharusnya, yang
menyebabkan penerapannya dalam proses pembelajaran menjadi tidak tepat.
Misalnya dalam pelajaran IPA mengenai peredaran darah guru mengartikan gaya
belajar kinestetik sebagai pergerakan siswa karena perintah yang diberikan
untuk siswa bergerak mengitari jalur aliran darah membuat mereka lebih
memahami materi yang diajarkan. Kondisi ini memungkinkan subjek penelitian
pada akhirnya lebih banyak memperhatikan keunikan dari masing-masing siswa
yang dihadapi sehingga tujuan pembelajaran menjadi tidak sesuai dengan
karakteristik berpikir siswa yang harus dicapai melalui proses pengajaran yang
diberikan. Hal ini juga memungkinkan subjek penelitian menjadi tidak fokus
dalam mengelola proses belajar akibat kelelahan yang akan dirasakan dalam
upaya memenuhi gaya belajar individual siswa yang sangat beragam.
Berdasarkan hasil recall ini secara keseluruhan tampak bahwa pemahaman
subjek penelitian mengenai tugas guru adalah menyampaikan materi dengan
metode yang sesuai dengan gaya belajar siswa (audio, visual, kinsetetik) yang
membuat subjek penelitian pada akhirnya menemui kesulitan dalam proses
pengajaran secara klasikal karena lebih banyak memperhatikan keunikan dari
masing-masing siswa. Subjek penelitian belum mempertimbangkan bahwa
pengajaran secara visual dan auditori memang harus dilakukan untuk
memperbesar penerimaan siswa terhadap materi yang disampaikan, bukan sebagai
upaya untuk memenuhi gaya belajar visual dan auditori. Hal ini menunjukkan
bahwa sebelum diberikan materi, pemahaman subjek penelitian mengenai tugas
guru dan gaya belajar siswa belum menyeluruh. Subjek penelitian belum paham
bahwa tugas guru adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dan
bahwa terdapat perbedaan antara gaya belajar dan perkembangan kemampuan
berpikir siswa (kinsetetik .
sensori motor).
Setelah subjek penelitian mengingat kembali dan menyampaikan apa yang
selama ini mereka pahami tentang langkah-langkah persiapan pengajaran,
kemudian dengan menggunakan infocus ditayangkan materi dalam bentuk film
animal school. Film animal school bercerita tentang sekolah binatang dimana
beberapa jenis binatang bersekolah di tempat yang sama dan diharuskan
mempelajari 4 materi dengan cara dan tingkat kesulitan yang sama. Akibatnya,
beberapa binatang mengalami masalah dan bahkan beberapa binatang tidak
berhasil melanjutkan sekolah. Film ini disampaikan sebagai materi untuk memberi
subjek penelitian insight bahwa setiap siswa di kelas inklusi yang mereka ajar
memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda sehingga ketika setiap siswa
diharuskan mempelajari materi dengan tingkat kesulitan yang sama dan dengan
cara yang sama, akan ada siswa yang pada akhirnya tidak berhasil mencapai
tujuan belajar yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil observasi saat penayangan dan saat mendiskusikan film
tampak bahwa tujuan pemutaran film untuk menggugah kesadaran subjek
penelitian tentang keberagaman kebutuhan belajar siswa berhasil (semua subjek
penelitian fokus menonton, beberapa subjek penelitian menonton sambil
menganggukkan kepala, dan beberapa subjek penelitian lain menonton sambil
menggumam iya, betul). Saat mendiskusikan film, subjek I dan DD
menyampaikan maksud yang tersirat dalam film dengan mengulang kata-kata
yang terdapat di dalam film tersebut tanpa dikaitkan dengan kondisi yang ia
hadapi di kelas. Setelah diperdalam melalui proses diskusi tampak bahwa
pemahaman subjek penelitian mengenai kebutuhan belajar siswa yang beragam
memang masih terbatas pada pemahaman subjek penelitian mengenai karakteristik
siswa (IQ, gaya belajar, kemampuan sosial, multiple intelligence, dll), yang buk
an
merupakan karakteristik utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan
pengajaran
Diskusi mengenai film dilakukan sebagai tahap instruksional eliciting
performance/practice untuk subjek penelitian dapat memperdalam pemahaman
mengenai film tersebut terkait dengan perencanaan pengajaran kelas inklusi.
Proses diskusi yang berlangsung juga membuat subjek penelitian dapat langsung
memperoleh umpan balik mengenai ketepatan konsep perencanaan pengajaran
yang mereka pahami. Berdasarkan hasil ini tampak bahwa pengetahuan sebelum
yang dimiliki subjek penelitian mengenai tugas guru untuk memenuhi kebutuhan
individual siswa, dan karakteristik siswa yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan pengajaran (IQ, kemampuan sosial, gaya belajar, multiple
intelligence, dll) membuat subjek penelitian mengalami kesulitan untuk dengan
cepat menerima materi baru yang disampaikan bahwa tugas guru adalah untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan bahwa karakteristik siswa yang harus
dipertimbangkan dalam melakukan pengajaran secara klasikal di kelas inklusi
adalah kompetensi apa yang saat ini belum dimiliki siswa untuk bisa memahami
suatu materi. Hal ini terlihat dari ekspresi subjek penelitian selama sesi
pembahasan berlangsung dimana subjek penelitian tampak bingung (dahi
berkerut, suasana menjadi lebih serius, dan secara keseluruhan subjek penelitian

menjadi lebih pasif). Hanya ada 1 subjek penelitian (F) yang pada akhirnya
menyebutkan kecepatan pemahaman konsep sebagai karakteristik siswa yang
harus diperhatikan.
Setelah sesi ini selesai tampak bahwa subjek penelitian mencoba
menghayati materi dengan menganalogikan pengalamannya dikaitkan dengan
konsep yang diberikan fasilitator. Beberapa subjek penelitian mencoba
menghubungkan konsep mengenai akomodasi terhadap gaya belajar siswa dengan
pengajaran yang selama ini mereka lakukan, sedangkan beberapa subjek
penelitian yang lain mencoba menghubungkan konsep intervensi yang berlebih
dengan bentuk adaptasi yang selama ini mereka lakukan bagi siswa berkebutuhan
khusus. Salah satunya adalah subjek penelitian (SR) yang ketika sesi coffee brea
k
(setelah sesi ini selesai) bertanya kepada fasilitator apakah yang mereka lakuka
n
selama ini (memindahkan siswa yang sulit konsentrasi ke ruangan yang lebih sepi,

menginstruksikan siswa disleksia untuk menutupi bagian tulisan yang tidak
sedang dibaca, dll) merupakan hal yang salah (tidak mengembangkan kemampuan
berpikir siswa).
Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mengendapkan materi yang baru saja diperoleh karena materi tersebut
tidak sesuai dengan pemahaman yang sudah mereka miliki selama ini. Hal ini
sesuai dengan hasil diskusi peneliti dengan koordinator learning support unit
bahwa pada umumnya subjek penelitian pelatihan merupakan individu yang agak
sulit untuk menerima sesuatu yang berbeda dan berdasarkan pengalaman pelatihan
sebelumnya, memerlukan pengendapan yang cukup lama untuk bisa memahami
suatu materi.
Setelah subjek penelitian memperoleh umpan balik mengenai ketepatan
konsep yang dipahami, kemudian dilakukan penilaian terhadap hasil belajar
dengan meminta setiap subjek penelitian untuk memberikan penjelasan secara
tertulis mengenai definisi kebutuhan belajar siswa dan menjelaskan langkahlangka
h
yang harus dilakukan dan direncanakan dalam membuat perencanaan
pengajaran. Data mengenai hasil belajar subjek penelitian merupakan hal yang
penting karena penyampaian materi secara berkesinambungan dalam pelatihan ini
membuat fasilitator harus memastikan pemahaman subjek penelitian terhadap
suatu konsep dasar sebelum memulai penyampaian materi mengenai konsep yang
lebih tinggi di sesi selanjutnya.
Sesi ini kemudian ditutup dengan fasilitator mengusahakan transfer antara
materi yang disampaikan dengan tugas subjek penelitian sebagai guru kelas
inklusi. Dalam tahapan instruksional ini fasilitator menegaskan kembali mengenai

pentingnya lagkah yang tepat dalam melakukan perencanaan pengajaran bagi
kelas inklusi.
4.3.3.3 Hasil Belajar Subjek Penelitian
Berdasarkan proses yang dilakukan sejak tahap instruksional pertama
disertai hasil tertulis subjek penelitian, tampak bahwa hanya 1 orang subjek
penelitian (F) yang menyatakan pentingnya tujuan belajar dikaitkan dengan
perkembangan kemampuan berpikir siswa, 3 subjek penelitian (I, EO, SR) baru
sebatas mengkaitkan penentuan tujuan dengan kurikulum yang ditentukan, dan 3
orang subjek penelitian (DD, LR, DN) belum menjadikan tujuan belajar sebagai
dasar dalam merancang pembelajaran. Sedangkan untuk analisa kebutuhan siswa,
terdapat 4 subjek penelitian (I, F, EO, SR) yang sudah mengkaitkan kebutuhan
belajar siswa dengan kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa memahami
materi tertentu, sedangkan 3 subjek penelitian lainnya (DD, LR, DN) masih
menyoroti aspek yang kurang penting dari karakteristik siswa.
Secara keseluruhan terdapat 4 subjek penelitian (I, F, EO, SR) yang sudah
dapat memberikan penjelasan yang sesuai mengenai langkah-langkah perencanaan
yang harus dilakukan, sedangkan 3 subjek penelitian lain (DD, LR, DN) belum
memberikan penjelasan yang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil
observasi selama proses diskusi kelompok dan pembahasan di kelas besar, tampak
bahwa subjek penelitian DD sejak awal cenderung pasif dan harus selalu didorong
untuk mengajukan pendapat sehingga hasil belajar hanya bisa terlihat berdasarkan

apa yang ia tuliskan, sedangkan subjek penelitian DN dan subjek penelitian LR
berada di kelompok yang cenderung pasif, sehinga tidak banyak mendiskusikan
permasalahan yang disampaikan failitator.
Selain itu, dari keseluruhan subjek penelitian, baru 2 subjek penelitian (I,
SR) yang memberikan penjelasan mengenai langkah mempertimbangkan
hambatan yang mungkin muncul saat melaksanakan pengajaran yang
direncanakan, serta mempersiapkan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut.
Namun, hambatan yang disampaikan masih terbatas pada hambatan dari internal
guru yang bersangkutan, bukan hambatan yang mungkin ditemui siswa. Hal ini
kemungkinan besar terjadi karena pembahasan yang dilakukan oleh fasilitator
lebih fokus pada langkah penentuan tujuan belajar dan langkah
mempertimbangkan karakteristik siswa, sehingga langkah mempertimbangkan
hambatan dan strategi tidak banyak dibahas dan disampaikan kepada subjek
penelitian.
4.3.3.4. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, secara umum tampak bahwa materi yang
diberikan pada sesi pertama differentiated instruction dapat mengembangkan
pemahaman subjek penelitian mengenai langkah-langkah persiapan pembelajaran
yang harus dilakukan, terutama dikaitkan dengan tugas guru dalam
mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dan untuk mempertimbangkan
kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk mempelajari materi tertentu. Hal ini
terlihat dari terdapat 4 orang subjek penelitian yang setelah mengikuti pelatiha
n
dapat memberikan penjelasan mengenai kedua hal tersebut, dibandingkan
sebelumnya dimana berdasarkan hasil diskusi kelompok dan hasil presentasi
kelompok tampak bahwa pemahaman seluruh subjek penelitian mengenai tugas
guru dan karakteristik siswa belum mencakup hal yang esensial tersebut.
4.3.4. Sesi 2 Differentiated instruction Sebagai Pengajaran untuk Kelas
Inklusi
4.3.4.1. Dasar Pemikiran
Materi yang disampaikan kedua adalah materi mengenai differentiated
instruction sebagai pengajaran untuk kelas inklusi. Materi ini disampaikan karen
a
sesuai dengan tujuan pelatihan untuk subjek penelitian mampu mengaplikasikan
pengajaran differentiated instruction maka subjek penelitian terlebih dahulu
diberikan pemahaman mengenai pengajaran differentiated instruction itu sendiri
yang menurut Taksonomi Bloom harus terlebih dahulu dikuasai subjek penelitian
sebelum dapat mencapai tujuan belajar mampu mengaplikasikan.
4.3.4.2. Tahapan Aktivitas Instruksional
Tahap instruksional yang pertama dilakukan adalah menunjukkan dan
mendiskusikan slide yang berisi gambar para pemain baseball bersama pelatih
mereka dengan tulisan Baseball Camp: Sebuah Metafora Diferensiasi. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk menarik perhatian dan mengecek pemahaman
subjek penelitian mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya. Melalui
aktivitas ini subjek penelitian diminta untuk menginterprestasikan (interpreting
)
ke dalam bentuk kata-kata, gambar yang menyiratkan terdapat perbedaan
kebutuhan belajar siswa dan pentingnya perencanaan dalam melakukan
pengajaran agar semua siswa dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Selain itu,

maksud lain dari gambar tersebut adalah bahwa pelatih baseball bisa
mengantarkan timnya untuk mencapai juara meskipun setiap anggota tim
memiliki peran yang berbeda karena melakukan pengajaran yang tepat bagi
kebutuhan belajar setiap anggotanya, dimana pengajaran yang dilakukan tersebut
merupakan differentiated instruction.
Dalam menjawab pertanyaan fasilitator tentang maksud dari gambar, subjek
penelitian DN dan F menyampaikan asosiasi antara baseball camp dengan kelas
inklusi yang mereka ajar. Subjek penelitian DN mengasosiasikan setiap peran
dalam tim baseball dengan siswa yang terdapat di kelas inklusi, sedangkan subjek

penelitian F selain mengasosiasikan hal tersebut juga mengasosiasikan pelatih
baseball dengan guru inklusi. Bahwa dengan pelatih yang melakukan proses
latihan dengan tepat maka tim dapat mencapai tujuan belajar yang sama, yaitu
menang di dalam pertandingan. Menurutnya hal ini sama dengan guru inklusi
dimana dengan guru melakukan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap
siswa maka setiap siswa dapat mencapai standar yang sama. Berdasarkan jawaban
yang diberikan tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian sudah
memiliki pemahaman mengenai perbedaan kebutuhan belajar siswa yang harus
difasilitasi oleh guru dengan melakukan pengajaran yang tepat.
Tahap stumulate recall of prior knowledge dalam sesi ini dilakukan dengan
meminta subjek penelitian berdiskusi di dalam kelompok mengenai pengajaran
yang biasanya mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang
beragam. Melalui tahap ini diharapkan subjek penelitian akan lebih mudah
mengintegrasikan materi yang akan disampaikan dengan pengalaman yang sudah
dimiliki. Berdasarkan hasil presentasi diperoleh data bahwa subjek penelitian
sudah berupaya melakukan adaptasi terhadap proses belajar siswa berkebutuhan
khusus namun lebih untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa secara individual
bukan untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa melalui pengajaran yang tepat
secara klasikal.
Setelah itu fasilitator kemudian menyampaikan materi differentiated
instruction yaitu definisi, tujuan, perbedaan pengajaran differentiated instruct
ion
dan pengajaran non-differentiated instruction, serta lima prinsip dasar yang har
us
dilakukan guru dalam melakukan differentiated instruction di kelas inklusi. Mate
ri
disampaikan dengan slide yang ditayangkan melalui infocus dan handout yang
dipegang oleh setiap subjek penelitian. Saat penyampaian materi tersebut subjek
penelitian EO bertanya apakah konsep peer teaching (siswa yang pandai
mendampingi siswa yang kurang pandai) yang selama ini mereka lakukan tidak
sesuai dengan differentiated instruction, karena berdasarkan materi yang mereka
terima differentiated instruction bukan merupakan instruksi individual. Untuk
menjawab pertanyaan tersebut fasilitator menyampaikan kembali pembahasan
materi sesi sebelumnya yang tampak belum dipahami subjek penelitian, yaitu
mengenai penentuan suatu intervensi dikatakan berlebihan dikaitkan dengan tugas
guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.
Pembahasan mengenai hal ini disampaikan saat fasilitator memberikan
penjelasan mengenai prinsip respectful tasks, yaitu bahwa ketika siswa gifted
masih memiliki waktu karena berhasil menyelesaikan tugas individualnya lebih
cepat, itu bisa menandakan bahwa tugas yang diberikan guru masih berada di
bawah kemampuannya. Siswa gifted boleh diminta bantuan untuk mendampingi
temannya selama tugas individual yang diberikan guru memang sudah
mengembangkan kemampuan berpikirnya yang lebih tinggi dibandingkan ratarata
teman sekelasnya. Saat fasilitator memberikan penjelasan tersebut, tampak
beberapa subjek penelitian mengangguk-anggukkan kepala yang menandakan
pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan, disertai ekspresi wajah
lega bahwa yang selama ini mereka lakukan bukanlah sesuatu yang salah.
Setelah materi disampaikan kemudian fasilitator memberi learning
guidance dengan memberikan arahan pertanyaan yang harus didiskusikan subjek
penelitian di dalam kelompok, berkaitan dengan contoh kasus yang disampaikan.
Proses diskusi dilakukan sebagai sarana untuk subjek penelitian dapat
memantapkan kembali materi yang telah diperoleh. Sebelum melakukan
pembahasan kasus secara kelompok, subjek penelitian diminta untuk terlebih
dahulu membahas kasus secara individual. Pada saat pembahasan kasus secara
berkelompok tampak seluruh kelompok hanya menggunakan waktu diskusi untuk
menuliskan hasil pembahasan dari setiap anggota kelompok tanpa disertai diskusi
mengenai hasil individual tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan hasil diskusi
tidak banyak yang bisa diperoleh tentang pemahaman subjek penelitian mengenai
strategi dalam melakukan prinsip differentuated instruction sebagai pengajaran
bagi siswa dengan karakteristik beragam sebagai tujuan yang ingin dicapai
melalui penyampaian materi di sesi ini.
Sesi pemberian umpan balik pada hasil belajar subjek penelitian berjalan
dengan kurang lancar. Saat fasilitator memberikan umpan balik mengenai hasil
presentasi pembahasan kasus, lingkungan belajar terasa sangat tegang dimana
subjek penelitian tampak semakin pasif dan secara halus memberikan penolakan
untuk menyatakan pendapatnya. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh
keberadaan fasilitator yang dirasakan sebagai sosok otoritas disertai overloadny
a
materi yang harus diolah oleh subjek penelitian. Subjek penelitian menjadi
memerlukan waktu lebih lama untuk melakukan penyesuaian terhadap materi
yang diperoleh dengan frame berpikir yang selama ini sudah mereka miliki
mengenai pengajaran dan pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian terhadap
pemahaman subjek penelitian pada sesi ini hanya bisa diperoleh melalui hasil
pembahasan individual subjek penelitian secara tertulis.
Setelah semua tahapan aktivitas instruksional sebelumnya sudah dilakukan
kemudian fasilitator menutup sesi ini dengan mengusahakan transfer antara materi

yang sudah dibahas dengan tugas pengajaran yang dilakukan subjek penelitian
sehari-hari. Bahwa untuk mengajar kelas inklusi dengan adanya siswa
berkebutuhan khusus gifted, ADHD dan disleksia, guru dapat melakukan
pengajaran differentiated instruction dengan menampilkan tingkah laku
pengajaran yang sesuai dengan kelima prinsip dasar differentiated instruction.
4.3.4.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian
Berdasarkan hasil pembahasan kasus individual diperoleh bahwa hanya
terdapat 2 subjek penelitian (I, SR) yang memperoleh skor cukup baik untuk
pemahaman seluruh prinsip differentiated instruction. Prinsip yang paling
dipahami subjek penelitian (hanya terdapat 2 subjek penelitian yang memperoleh
nilai rendah LR, DN) adalah prinsip learning community, sedangkan prinsip
yang belum dipahami oleh banyak subjek penelitian adalah prinsip instructional
arrangements (Hanya terdapat 2 subjek penelitian yang memperoleh nilai baik I,
SR) dan prinsip respectful task (Hanya terdapat 1 subjek penelitian yang
memperoleh nilai baik DN).
Terdapat kemungkinan bahwa rendahnya nilai pembahasan kasus yang
didapatkan subjek penelitian tidak sepenuhnya menunjukkan pemahaman yang
rendah terhadap prinsip differentiated instruction. Hal tersebut dapat saja
disebabkan oleh form penulisan jawaban yang tidak terlalu luas sehingga subjek
penelitian kurang leluasa menuliskan penjelasan mengenai pembahasannya.
Akibatnya banyak subjek penelitian memperoleh nilai kurang baik karena hanya
sekedar menyebutkan perilaku dan mengklasifikasikannya dalam prinsip
differentiated instruction tanpa memberikan penjelasan tentang jawabannya
tersebut, yang menjadi tuntutan pada sesi ini. Sedangkan aktivitas diskusi
kelompok yang kurang terarah membuat penilaian pemahaman subjek penelitian
mengenai differentiated instruction tidak dapat dilengkapi dengan hasil proses
diskusi kelompok yang terjadi. Oleh karena itu, pada sesi ini tidak dapat
dipastikan sepenuhnya apakah proses berpikir subjek penelitian terhadap materi
baru sampai level memperoleh pengetahuan, atau sudah sampai ke level
memahami namun tidak menuliskan penjelasan mengenai pemahamannya
tersebut.
Namun pada sesi energizer setelah sesi ini, fasilitator meminta setiap subjek
penelitian untuk menuliskan vocabulary yang diperoleh sejak sesi pertama dan
semua subjek penelitian menuliskan salah satu prinsip differentiated instruction

sebagai vocabulary baru yang mereka peroleh melalui pelatihan ini. Beberapa
subjek penelitian (I, F, DN, EO, SR) sudah dapat memberikan penjelasan yang
menyeluruh mengenai prinsip tersebut, sedangkan beberapa subjek penelitian
yang lain hanya sekedar mengulang penjelasan yang diberikan oleh fasilitator
mengenai prinsip tersebut (DD, LR).
4.3.4.4. Kesimpulan
Secara umum tampak bahwa materi yang diberikan pada sesi kedua
differentiated instruction dapat mengembangkan pemahaman subjek penelitian
mengenai differentiated instruction, namun untuk selanjutnya observer kelompok
dapat memandu proses diskusi kelompok agar setiap subjek penelitian dapat
menyampaikan pembahasannya mengenai kasus, sehingga penilaian mengenai
pemahaman subjek penelitian mengenai materi yang disampaikan tidak hanya
berdasarkan hasil pembahasan kasus secara tertulis.
4.3.5. Energizer
Energizer dilakukan untuk kembali mengkondisikan subjek penelitian ke
dalam proses belajar setelah beristirahat makan siang. Aktivitas energizer yang
direncanakan sebelumnya adalah dengan melakukan permainan yang menuntut
subjek penelitian untuk bergerak dengan bersemangat dan menuntut konsentrasi.
Namun berdasarkan hasil evaluasi fasilitator terhadap proses pelatihan yang tela
h
berlangsung bahwa subjek penelitian memerlukan aktivitas untuk menstrukturkan
materi yang sudah diperoleh, maka aktivitas energizer diubah menjadi subjek
penelitian secara bergiliran menuliskan dan menceritakan vocabulary baru yang
mereka peroleh melalui pelatihan ini.
4.3.6. Sesi 3 Rencana Program Pengajaran (RPP)
4.3.6.1. Dasar Pemikiran
Materi yang disampaikan di sesi ketiga adalah materi mengenai pembuatan
Rencana Program Pembelajaran (RPP) dalam mengaplikasikan differentiated
instruction. Pembuatan RPP dipilih sebagai sarana subjek penelitian untuk
mengaplikasikan pemahaman differentiated instruction yang sudah diperoleh
karena RPP merupakan suatu dokumen tertulis yang harus dipersiapkan oleh
subjek penelitian sebelum melakukan pembelajaran. RPP yang dibuat harus
mencakup tujuan belajar dan proses pembelajaran yang direncanakan untuk siswa
dapat mencapai tujuan tersebut.
RPP juga dijadikan sebagai materi yang disampaikan melalui pelatihan
karena berdasarkan hasil data awal mengenai RPP yang dibuat subjek penelitian,
tampak bahwa baru 3 subjek penelitian (LR, EO, SR) yang telah menuliskan
tujuan belajar yang spesifik mengenai kemampuan berpikir yang harus dicapai
siswa dan baru 2 subjek penelitian (EO, SR) yang merancang aktivitas belajar
secara spesifik dan terarah untuk siswa dapat memahami konsep dasar dari materi
yang disampaikan. Sedangkan secara umum, belum ada RPP subjek penelitian
yang mencantumkan dan menggambarkan konsep kunci yang harus dipahami oleh
siswa.
4.3.6.2. Tahapan Aktivitas Instruksional
Tahap aktivitas instruksional gain attention dilakukan dengan menampilkan
slide bergambar yang bertuliskan guru saya tidak memperhatikan halaman 51,
seperti yang dia lakukan pada saya. Maksud dari slide tersebut adalah bahwa
terkadang guru mengabaikan materi tertentu karena dianggap tidak penting untuk
siswa, padahal sebenarnya materi itulah yang sesuai dengan kebutuhan belajar
siswa. Setelah semua subjek penelitian terlihat fokus melihat slide, fasilitator

kemudian menginformasikan tujuan belajar pada sesi ini, yaitu melakukan
aktivitas diskusi kelompok untuk merancang Rencana Program Pembelajaran
(RPP) yang sesuai untuk menerapkan pengajaran differentiated instruction.
Tahap stimulate recall of prior knowledge dilakukan dengan subjek
penelitian membahas kelebihan dan kelemahan beberapa RPP yang pernah
mereka buat sebelumnya, dikaitkan dengan penerapan prinsip differentiated
instruction pada RPP tersebut. Hal ini dilakukan agar subjek penelitian dapat le
bih
mudah mengintegrasikan materi mengenai aspek-aspek penting RPP dalam
menerapkan differentiated instruction dengan aplikasi yang selama ini sudah
mereka lakukan. Saat setiap kelompok mempresentasikan hasil pembahasan
mengenai RPP yang diperoleh, tampak bahwa sebenarnya subjek penelitian sudah
memiliki pemahaman mengenai penerapan differentiated instruction dalam RPP,
dengan dapat menyebutkan aspek RPP yang sesuai dan yang kurang sesuai dalam
menerapkan differentiated instruction. Hanya saja, subjek penelitian tampak ragu
ragu dalam mengekspresikan pendapatnya. Tampaknya hal ini terjadi karena
persepsi subjek penelitian mengenai fasilitator sebagai figur otoritas membuat
kurang terciptanya iklim yang kondusif bagi proses belajar subjek penelitian. Ol
eh
karena itu pada sesi ini fasilitator utama mundur dan digantikan tugasnya oleh
fasilitator yang lain. Selain itu juga dilakukan apresiasi terhadap apa yang sud
ah
subjek penelitian lakukan selama ini, dengan menunjukkan bahwa sebenarnya
sebelum mengikuti pelatihan ini pun terdapat beberapa aspek differentiated
instruction yang sudah subjek penelitian lakukan dalam pengajaran di kelas. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan kembali rasa percaya diri dan mengilangkan
rasa takut disalahkan yang dirasakan subjek penelitian.
Berdasarkan ativitas stimulate recall of prior knowledge ini tampak
beberapa subjek penelitian terinsight bahwa penulisan tujuan belajar yang selama

ini mereka tuliskan dalam RPP belum menunjukkan secara spesifik kemampuan
berpikir apa yang harus dicapai oleh siswa, yang menyebabkan aktivitas belajar
yang mereka rancang menjadi kurang terarah untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa. Pada akhir sesi ini, subjek penelitian I menanyakan cara
menuliskan tujuan belajar yang tepat. Namun, karena hal tersebut bukan
merupakan tujuan belajar yang ditetapkan dalam pelatihan ini, maka fasilitator
hanya memberikan pengantar singkat mengenai penetapan tujuan belajar dan
kemudian mengarahkan subjek penelitian untuk secara mandiri mendalami
kembali taksonomi Bloom yang sudah pernah mereka dapatkan sebelumnya.
Iklim belajar yang dirasakan sudah tidak kondusif membuat aktivitas pada
sesi ini tidak dilaksanakan secara tuntas. Ada beberapa rencana aktivitas
instruksional yang ditangguhkan untuk dilanjutkan di pertemuan selanjutnya.
Penyampaian materi mengenai Rancangan Program Pembelajaran (RPP) tidak
memungkinkan untuk disampaikan saat itu karena subjek penelitian tampak belum
berhasil mengatasi emosi negatif yang dirasakan berkaitan dengan konflik yang
terjadi dalam pelatihan (perbedaan frame berpikir tentang pengajaran dengan
materi yang disampaikan). Pada akhirnya sesi ini ditutup dengan memberi subjek
penelitian tugas individual untuk membuat Rancangan Program Pembelajaran
(RPP) differentiated instruction. Materi mengenai RPP ini sediri disampaikan
melalui handout yang dipegang oleh masing-masing subjek penelitian.
Pekerjaan rumah yang harus dibuat oleh subjek penelitian untuk dibahas
pada pertemuan selanjutnya adalah membuat Rencana Program Pengajaran (RPP)
beserta penjelasan secara tertulis mengenai penerapan differentiated instruction

yang sudah direncanakan dalam Rancangan Program Pembelajaran (RPP) yang
dibuat. Hal ini dilakukan untuk mengecek pemahaman subjek penelitian mengenai
prinsip differentiated instruction yang sudah diberikan pada sesi-sesi sebelumny
a,
sehingga fasilitator dapat memastikan bahwa subjek penelitian sudah memiliki
pemahaman yang tepat sebagai dasar dalam melakukan aplikasi yang sesuai
dengan yang ditujukan dalam pelatihan.
4.3.6.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian
Pada pertemuan selanjutnya, berdasarkan RPP yang telah dibuat di rumah
terdapat 2 subjek penelitian (LR, EO) yang sudah dapat mengaplikasikan seluruh
prinsip differentiated instruction dalam RPP yang dibuat dengan menetapkan
tujuan belajar yang jelas dan spesifik, merancang aktivitas belajar yang terarah

dan berkesinambungan untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan
menekankan pada penguasaan siswa terhadap konsep kunci dari materi yang
disampaikan, serta merancang aktivitas untuk melakukan penilaian formatif
terhadap siswa. 2 subjek penelitian lain (F, SR) sudah dapat mengaplikasikan
prinsip differentiated instruction dengan menetapkan tujuan belajar yang jelas d
an
spesifik, serta merancang aktivitas belajar yang terarah dan berkesinambungan
untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan menekankan pada penguasaan
siswa terhadap konsep kunci dari materi yang disampaikan, namun belum
menerapkan prinsip formative assessment dengan belum merancang aktivitas
penilaian formatif yang jelas untuk menilai kesiapan siswa dalam mempelajari
materi yang disampaikan. Sedangkan 3 subjek penelitian lain (DD, I, DN) sudah
berupaya menerapkan prinsip curriculum dengan menetapkan tujuan belajar yang
spesifik namun belum dituliskan dalam bahasa yang sistematis dan mudah
dipahami dan belum menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa.
4.3.6.4. Kesimpulan
Secara umum tampak bahwa materi yang diberikan pada sesi ketiga
differentiated instruction mengenai penerapan differentiated instruction dalam
RPP dapat meningkatkan kemampuan subjek penelitian dalam membuat RPP
berdasarkan prinsip differentiated instruction. Hal ini dapat ditunjukkan dengan

terdapat 4 subjek penelitian yang sudah menuliskan tujuan belajar secara jelas d
an
spesifik mengenai kemampuan berpikir yang harus dicapai oleh siswa, dan 3
orang subjek penelitian yang sudah menetapkan secara spesifik namun belum
dalam bahasa yang sistematis dan mudah dipahami, dibandingkan sebelum
pelatihan dimana hanya 3 subjek penelitian yang sudah menuliskan tujuan belajar
secara spesifik. Hal ini juga terlihat dari terdapat 4 subjek penelitian yang su
dah
mencantumkan konsep kunci yang harus dipahami siswa dibandingkan sebelum
pelatihan dimana hanya terdapat 1 subjek penelitian yang mencantumkan konsep
kunci tersebut.
4.3.7. Sesi 4 Simulasi Pengajaran Differentiated instruction
4.3.7.1. Dasar Pemikiran
Materi yang disampaikan pada sesi keempat adalah mengenai penerapan
differentiated instruction dalam proses pembelajaran di kelas. Melalui sesi ini
subjek penelitian diharapkan dapat memperoleh umpan balik mengenai aplikasi
seluruh prinsip differentiated instruction yang sudah diperoleh pada sesi-sesi
sebelumnya dalam simulasi proses pembelajaran. Berdasarkan hasil umpan balik
tersebut diharapkan subjek penelitian akan dapat melaksanakan pengajaran yang
lebih tepat dalam menerapkan differentiated instruction di kelas yang
sesungguhnya.
4.3.7.2. Tahapan Aktivitas Instruksional
Ada beberapa aktivitas yang dilakukan sebelum sesi ini dilangsungkan,
karena sesi keempat ini dilaksanakan seminggu setelah pertemuan pertama
pelatihan berlangsung. Jeda waktu seminggu dipilih agar subjek penelitian
memiliki waktu untuk mengendapkan materi yang diperoleh pada pertemuan
pertama. Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan koordinator learning support
unit (LSU) mengenai reaksi subjek penelitian, diperoleh data bahwa pada
umumnya setelah mengikuti sesi 1-3, subjek penelitian terinsight tentang tugas
guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan tentang differentiated
instruction sebagai pengajaran yang dapat membantu mereka untuk memenuhi
kebutuhan siswa tanpa melalui pengajaran secara individual. Namun reaksi emosi
yang dominan dirasakan oleh subjek penelitian adalah emosi takut, yang membuat
mereka merasa tegang dalam menjalani proses pelatihan. Akibatnya, mereka
memilih untuk tidak banyak mengekspresikan pendapatnya karena takut
mendapatkan respon negatif dari fasilitator. Beberapa diantara mereka juga
merasa kesulitan untuk menyimpulkan materi yang diberikan oleh beberapa orang
fasilitator. Mereka menemui kesulitan dalam menghubungkan materi yang
disampaikan oleh setiap fasilitator tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa secara emosional subjek pelatihan berada pada kondisi kurang siap untuk
melanjutkan pelatihan sesi keempat.
Berdasarkan data tersebut, maka sesi keempat dibuka dengan meminta
setiap subjek penelitian untuk menuliskan perasaan dan pikirannya saat itu. Dala
m
kesempatan ini seluruh subjek penelitian menuliskan emosi dan pikiran negatif
(tegang, takut, cemas, tidak tahu apa yang akan terjadi, tidak jelas, tidak foku
s,
lelah, dan lain-lain). Fasilitator mencoba membantu subjek penelitian melepaskan

emosi yang dirasakan dengan membahas satu per satu pikiran dan perasaan yang
dituliskan tersebut dan pada akhirnya kembali melakukan kontrak belajar untuk
membantu terjadinya proses belajar yang lebih baik bagi subjek penelitian.
Penekanan kontrak belajar adalah pada peran fasilitator dan observer, yaitu bahw
a
fasilitator dan observer bukan sebagai orang yang memberikan penilaian
baik/buruk bagi subjek penelitian namun untuk membantu mengembangkan
pemahaman dan kemampuan subjek penelitian agar nantinya bisa lebih efektif
melaksanakan tugas sebagai guru.
Setelah itu, dilakukan sesi ice breaking dimana subjek penelitian diminta
untuk menyanyikan lagi burung kakak tua sambil melakukan gerakan topi saya
bundar. Aktivitas itu diulang beberapa kali sehingga di akhir aktivitas ini
fasilitator melakukan pembahasan dengan mengarahkan subjek penelitian bahwa
perubahan atau sesuatu yang baru pasti akan terasa sulit ketika dilakukan pertam
a
kali, namun akan semakin terasa mudah ketika hal baru tersebut semakin sering
dilakukan. Hal ini dianalogikan dengan kesulitan yang mereka rasakan saat
mencoba memahami dan mengaplikasikan differentiated instruction yang sudah
diperoleh sebelumnya.
Setelah subjek penelitian dinilai sudah lebih siap (tidak tegang) barulah sesi
keempat ini dimulai, diawali dengan menginformasikan tujuan sesi dan gambaran
aktivitas yang akan dilakukan. Awalnya direncanakan untuk setiap subjek
penelitian memperoleh umpan balik segera setelah ia selesai mensimulasikan
pengajarannya. Namun, berdasarkan masukan dari seluruh subjek penelitian,
maka umpan balik baru diberikan ketika seluruh subjek penelitian sudah selesai
mensimulasikan pengajarannya.
Aktivitas instruksional present the content dilakukan dengan fasilitator
mereview kembali prinsip differentiated instruction. Kemudian, untuk
memantapkan apa yang sudah subjek penelitian pahami mengenai pelaksanaan
pengajaran differentiated instruction, setiap subjek penelitian secara bergilira
n
diminta untuk mensimulasikan Rancangan Program Pembelajaran (RPP) yang
telah dibuat, dengan subjek penelitian lain berperan sebagai siswa bersama denga
n
observer. Pada subjek penelitian ditekankan untuk melakukan simulasi dengan
sungguh-sungguh seakan-akan ini adalah kelas yang biasa mereka hadapi dengan
adanya beberapa siswa berkebutuhan khusus seperti gifted, ADHD dan disleksia.
Untuk mendukung kesesuaian kondisi tersebut maka observer diminta untuk
berperan sebagai anak berkebutuhan khusus (gifted, ADHD, dan disleksia).
Setelah semua subjek penelitian selesai mensimulasikan pengajaran,
kemudian dilakukan aktivitas umpan balik dengan meminta subjek penelitian
saling memberikan umpan balik mengenai pengajaran yang dilakukan dikaitkan
dengan penerapan differentiated instruction. Aktivitas umpan balik dari sesama
subjek penelitian dilakukan untuk membiasakan subjek penelitian terhadap
aktivitas umpan balik sebagai sarana mengembangkan diri dengan lebih optimal.
Berdasarkan hasil umpan balik tersebut, subjek EO dinilai sebagai guru yang
paling banyak menerapkan differentiated instruction dalam pengajaran yang
dilakukan, diikuti oleh subjek SR dimana penilaian tersebut sesuai dengan hasil
penilaian fasilitator dan observer.
Arah dari aktivitas umpan balik pada sesi ini adalah untuk subjek penelitian
dapat menghayati efek dari pengajaran yang mereka lakukan terhadap
keberhasilan belajar siswa di kelas, dikaitkan dengan penerapan differentiated
instruction. Oleh karena itu umpan balik diarahkan untuk subjek penelitian
menganalisa keberhasilan proses belajar siswa ketika mengikuti proses
pembelajaran yang mereka lakukan. Dalam aktivitas ini setiap peserta
direncanakan untuk memperoleh umpan balik secara individual, sehingga
diharapkan dapat lebih mengintegrasikan pemahaman yang dimiliki dengan
aplikasi yang biasa dilakukan. Umpan balik yang disampaikan berkaitan dengan
penerapan differentiated instruction dan efeknya bagi keberhasilan belajar siswa

yang beragam untuk mencapai tujuan belajar yang sama.
Dalam aktivitas simulasi sebagai tahapan aktiviats instruksional eliciting
performance/practice ini tampak bahwa terdapat 3 subjek penelitian (EO, F, LR)
yang sudah menerapkan empat dari lima prinsip differentiated instruction secara
efektif, 1 subjek (SR) yang sudah mencoba menerapkan seluruh prinsip
differentiated instruction namun masih ada yang kurang efektif karena kecemasan
yang dirasakan membuat ia masih sibuk dengan dirinya sendiri dan kurang fokus
pada siswa, 1 subjek (DN) sudah berupaya menerapkan seluruh prinsip
differentiated instruction namun kurang efektif, dan 2 subjek (I, DD) yang belum

menerapkan prinsip differentiated instruction kecuali untuk satu prinsip.
Penilaian hasil belajar (assess performance) mengenai sesi ini dilakukan
dengan melihat pengajaran differentiated instruction yang dilakukan subjek
penelitian pada aktivitas pengajaran di kelas yang sesungguhnya, bersamaan
dengan pengukuran post treatment.
4.3.7.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian
Berdasarkan hasil simulasi, Subjek EO dan LR efektif menerapkan semua
prinsip differentiated instruction kecuali untuk formative assessment belum
terlihat pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari penguasaan kelas yang efektif den
gan
adanya aturan dan tahapan aktivitas yang jelas dan disampaikan pada siswa, fokus

aktivitas untuk siswa memahami konsep penting dari materi, dan metode yang
menarik, rinci, dan bertahap sesuai dengan perkembangan berpikir siswa. Namun
khusus untuk subjek LR sebagai guru olah raga, dalam pelaksanaan
pengajarannya masih dirasakan kurang fokus dalam mengontrol gerakan siswa.
Sedangkan pada saat pengukuran pengajaran differentiated instruction di kelas
yang sesungguhnya tampak bahwa subjek EO dan LR tetap menerapkan seluruh
prinsip differentiated instruction yang sudah diterapkan saat simulasi, dan
melakukan tindak lanjut terhadap umpan balik yang saat itu diberikan, yaitu
dengan melakukan penerapan prinsip formative asssessment. Hal ini terlihat
dengan subjek penelitian terlebih dahulu mencari tahu pengetahuan siswa
mengenai materi yang akan disampaikan dan terlebih dahulu menjelaskan konsep
dasar yang belum dipahami siswa tersebut, sebelum menyampaikan materi yang
direncanakan. Sedangkan subjek LR sudah berupaya melakukan kontrol terhadap
gerakan siswa meskipun belum dilakukan secara individual yaitu dengan secara
klasikal menyampaikan kesalahan yang banyaknya dilakukan siswa, dan apa yang
seharusnya dilakukan siswa agar kesalahan tersebut tidak berulang.
Berdasarkan hasil simulasi tampak bahwa subjek F terlihat sudah efektif
menerapkan semua prinsip differentiated instruction kecuali untuk respectful tas
ks
karena belum terlihat tindak lanjut yang dilakukan terhadap tugas yang diberikan

pada siswa. Kurang terlihat respon yang jelas terhadap jawaban yang disampaikan
siswa sehingga memungkinkan siswa tidak paham betul atau tidaknya jawaban
yang telah ia berikan. Sedangkan berdasarkan pengukuran pengajaran
differentiated instruction di kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek F
sudah melakukan upaya untuk menindaklanjuti tugas yang diberikan kepada siswa
dengan melakukan pembahasan terhadap tugas meskipun pembahasan yang
dilakukan belum secara konsisten meminta siswa menyampaikan alasan dari
jawaban, sehingga masih kurang konsisten dalam mengarahkan siswa untuk dapat
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Selain itu, ia juga sudah melakukan
upaya untuk memberikan respon yang jelas terhadap jawaban yang disampaikan
siswa, meskipun kemampuan penguasaan kelas yang kurang membuat respon
yang diberikan belum mencakup keseluruhan kelas, baru terbatas pada siswa yang
duduk di barisan depan.
Berdasarkan hasil simulasi, subjek SR sebenarnya sudah memiliki
kemampuan dalam menerapkan differentiated instruction, namun fokus pada
emosinya sendiri (takut penilaian) membuat dalam pelaksanaannya terlihat sibuk
sendiri dan kurang fokus pada siswa. Sedangkan pada saat pengukuran pengajaran
differentiated instruction pada kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek SR
masih belum berhasil meredakan ketegangan yang ada pada dirinya. Pada awalnya
SR sempat menolak untuk diobservasi dengan mengatakan tidak dalam kondisi
pengajaran yang baik. Saat diobservasi pun SR terlihat sangat tegang sehingga
pengajaran yang dilakukan menjadi kurang sistematis dan terorganisir. Hal ini
terlihat sangat mempengaruhi penerapan prinsip learning community, dimana SR
tampak sibuk dengan diri sendiri sehingga kurang memberikan perhatian dan
respon yang positif terhadap siswa. Meskipun demikian, SR tampak sudah
melakukan upaya untuk menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction
yang lain dengan menyampaikan tujuan belajar yang jelas pada siswa dan
melakukan aktivitas pembelajaran yang bertahap untuk siswa dapat lebih
memahami materi yang disampaikan yaitu menyampaikan materi dari konkrit ke
abstrak dan dari aturan dasar ke penerapan aturan tersebut. Tugas yang diberikan

kepada siswa pun bertingkat, mulai dari soal yang mudah ke soal yang sulit.
Namun, ketegangan yang subjek penelitian rasakan membuat pembahasan tugas
yang dilakukan kurang ditekankan pada perkembangan kemampuan berpikir
siswa, masih terbatas pada kebenaran jawaban yang disampaikan siswa.
Berdasarkan hasil simulasi, subjek DN sudah berupaya menerapkan seluruh
prinsip differentiated instruction namun dalam pelaksanaannya masih dirasa
kurang efektif karena proses pembelajaran yang dilakukan kurang fokus pada
konsep penting yang harus dikuasai siswa. Sedangkan berdasarkan pengukuran
pengajaran differentiated instruction pada kelas yang sesungguhnya tampak
bahwa subjek DN sudah dapat mengaplikasikan prinsip curriculum secara efektif
dengan menuliskan tujuan belajar secara spesifik dan mudah dipahami, juga
menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa. Subjek DN juga sudah
menerapkan prinsip learning community secara efektif dengan mengarahkan siswa
secara leluasa menyampaikan pendapatnya tentang materi yang memungkinkan
setiap siswa belajar dari pendapat yang disampaikan siswa lain. Dalam
menerapkan prinsip instructional arrangements dan respectful tasks, tampak
bahwa subjek DN sudah menerapkannya secara efektif dengan melakukan
pengajaran yang menarik dan memberikan tugas untuk mengarahkan siswa dapat
mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri, dimana siswa diminta
mengeksplorasi tema tertentu dan kemudian membuat kesimpulan atas hasil
eksplorasinya tersebut. Sedangkan untuk prinsip formative assessment, subjek DN
tampak sudah melakukan upaya untuk mencari tahu hasil belajar siswa tentang
materi yang disampaikan namun belum tampak melakukan penyesuaian
berdasarkan hasil yang diperoleh.
Berdasarkan hasil simulasi, subjek I masih kurang dalam menerapkan
differentiated instruction kecuali untuk instructional arrangements dengan
menyampaikan materi secara bertahap, dari level mudah ke level sulit. Penerapan
prinsip yang lain dirasakan masih kurang efektif, salah satunya dapat dilihat
berdasarkan pendekatan yang masih individual pada siswa tertentu belum
memperhatikan kelas secara keseluruhan. Sedangkan berdasarkan hasil
pengukuran pada pengajaran differentiated instruction di kelas yang
sesungguhnya tampak bahwa subjek I sudah dapat mengaplikasikan prinsip
curriculum secara efektif dengan menuliskan tujuan belajar secara spesifik dan
mudah dipahami, juga menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa.
Namun, subjek I masih belum efektif menerapkan prinsip learning community
dengan melakukan pengajaran yang masih berfokus kepada guru sehingga banyak
siswa yang kurang mendapatkan respon yang sesuai yang membuat siswa tersebut
pada akhirnya mengurungkan niatnya untuk menyampaikan pendapat dan saran
atas kegiatan kelas. Subjek I juga masih belum efektif dalam menerapkan prinsip
instructional arrangemnet dan respectful tasks dengan melakukan metode
mengajar secara satu arah (siswa hanya mendengarkan guru), dan menyampaikan
instruksi secara ambigu yang membuat siswa tidak memperoleh pemahaman
menyeluruh mengenai materi dan instruksi yang ia sampaikan. Tugas yang
diberikan pada siswa sebenarnya sudah sesuai dengan tujuan belajar, namun
instruksi dan kriteria penilaian yang kurang jelas memungkinkan siswa tidak dapa
t
menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan yang diharapkan.
Berdasarkan hasil simulasi, subjek DD sudah efektif menerapkan prinsip
curriculum dengan melakukan pengajaran yang fokus memberikan siswa
pengalaman untuk bisa memahami konsep penting secara mendalam namun
kurangnya penguasaan kelas dan antisipasi mengenai hambatan yang mungkin
dialami siswa membuat penerapan prinsip yang lain dirasakan masih kurang
efektif, karena terkesan menyampaikan materi secara prosedural sesuai dengan
rancangan yang sudah dibuat, tanpa melakukan penyesuaian terhadap kondisi
siswa yang ditemui saat melaksanakan rancangan tersebut. Sedangkan
berdasarkan hasil pengukuran pengajaran differentiated instruction pada kelas
yang sesungguhnya tampak bahwa subjek DD sudah dapat mengaplikasikan
prinsip curriculum secara efektif dengan menuliskan tujuan belajar secara spesif
ik
dan mudah dipahami, juga menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa.
Selain itu, subjek DD sebenarnya sudah menerapkan prinsip instructional
arrangements dan respectful tasks dengan merancang kegiatan yang menarik dan
memberikan tugas yang menantang dengan mengarahkan siswa melakukan
percobaan, namun tampak bahwa penguasaan kelas yang masih kurang membuat
ia dapat menerapkan prinsip ini secara efektif apabila menghadapi setengah
jumlah siswa (15 siswa), dan belum bisa mengarahkan aktivitas belajar untuk
jumlah siswa secara penuh (30 siswa).
4.3.7.4. Kesimpulan
Secara umum tampak bahwa aktivitas simulasi pengajaran yang dilakukan
pada sesi keempat ini dapat meningkatkan kemampuan subjek penelitian dalam
menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. Hal ini terli
hat
dari penerapan pengajaran differentiated instruction secara lebih baik pada
pengajaran di kelas yang sesungguhnya dibandingkan setelah subjek penelitian
memperoleh umpan balik berdasarkan simulasi pengajaran yang dilakukan dalam
pelatihan.
4.3.8 Penutup
Pelatihan ditutup dengan reviu mengenai aktivitas dan materi yang telah
dipelajari sejak pertemuan pertama. Melalui aktivitas ini juga fasilitator
menyampaikan apresiasi terhadap proses yang telah dilalui oleh subjek penelitian

dan harapan manfaat pelatihan terhadap tugas subjek penelitian sebagai guru
inklusi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisa hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1.
Rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction secara
signifikan dapat meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated
instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria yang menjadi subjek
penelitian.
2.
Rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction dapat
digunakan sebagai program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
pengajaran differentiated instruction guru inklusi dengan terlebih dahulu
mengikuti tahapan perancangan program pelatihan dalam penelitian ini.
3.
Sembilan tahap aktivitas instruksional Gagne dapat digunakan dalam proses
pelatihan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta terkait
pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi.
4.
Program pelatihan pengajaran differentiated instruction dapat mempermudah
guru inklusi dalam menjalankan tugas pengajaran yang dilakukan.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah :
1.
Program pelatihan ini merupakan modul pelatihan awal untuk meningkatkan
kemampuan pengajaran differentiated instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD
Gagas Ceria. Untuk guru yang menjadi subjek penelitian dapat dibuat program
pelatihan baru yang merupakan lanjutan dari program pelatihan ini, yaitu
dengan cara melakukan kembali assessment kebutuhan untuk menentukan
materi pelatihan yang baru dalam rangka meningkatkan kemampuan
pengajaran differentiated instruction pada proses pembelajaran di kelas
inklusi.
2.
Program pelatihan dapat disetai pemberian feedback secara individual
mengenai pengajaran yang dilakukan subjek penelitian di kelas untuk lebih
meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction.
3.
Program pelatihan dapat dilakukan kembali pada guru lain namun dengan
tetap melakukan tahapan-tahapan seperti yang dilakukan di penelitian ini,
yaitu dimulai dari assessment kebutuhan untuk menentukan titik berat dari
program yang akan diberikan.
Daftar Pustaka
1 UNESCO. 1994. The Salamanca World Conference on Special Needs
Education: Access and Quality, UNESCO and the Ministry of Education,
Spain. Paris. UNESCO.
2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Diakses dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf
3 Wood J.W. 1998. Adapting Instruction to Accommodate Students in Inclusive
Settings. New Jersey. Prentice Hal.
4 Andrews, J., & Lupart, J. 1993. Inclusive Classroom: Educating Exceptional
Children. Scarborough. Nelson Canada.
5 UNESCO. 2003. Overcoming Exclusion through Inclusive Approaches in
Education: A Challenge, A Vision-Conceptual Paper, Spain, Paris.
UNESCO
6 Ainscow. 2004. Developing Inclusive Education Systems: What Are The Levers
For Change. Diakses dari
http://www.springerlink.com/index/T0Q53T9V24N76015.pdf
7 Stubbs, S. 2002. Inclusive Education: Where There are Few Resources. London.
Atlas Alliance.
8 Dyah. 2005. Pengkajian Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus
pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses dari
http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_undangan/DYAH%2
0S_Pengkajian%20Pendidikan%20Inklusif.pdf
9 Lei, Philippa. 2006. Teachers and inclusion A disability perspective. Word
Vision. Diakses dari
http://www.eprints.qut.edu.au/view/types/article/2006.html
10 Miles, S. 2005. Inclusive Education, in Leonard Cheshire International 2005
Inclusive Development pp 59-94.
11 Shevin. 2006. Ability Differences in The Classroom:Teaching and Learning in
Inclusive Classrooms. Diakses dari http://www.sig2.hawaii.edu
12 Mapsea, J .2006. Teachers Views on Providing For Children With Special
Needs in Inclusive Classrooms. A Papua New Guinea Study. A thesis.
University of Waikato
13 Mastropieri&Scruggs. 2010. The Inclusive Classroom: Strategies For Effective
Differentiated instruction. Pearson. New Jersey.
14 Tuttle, J. 2000. Differentiated Classroom (report) Woodbury. Cedar Mountain
Academy.
15 Tomlinson. 2001. How to Differentiated instruction in Mixed-Ability
Classroom 2nd ed. Alexandria. VA: ASCD.
16 Hall, T., Strangman, N., Meyer, A. 2003. Differentiated instruction and
Implications for UDL Implementation. Effective Classroom Practice
Report. NCAC (National center on accesing the general curiculum)
17 Hull, Jennifer. 2005. General Classroom and Special Education Teachers
Attitudes Toward and Perceptions of Inclusion in Relation to Student
Outcomes. Disertation. University of West Florida.
18 Foreman, P. 2005. Disability and Inclusive: Concepts and Principles. In P.
Foreman (Ed.), Inclusion in Action (pp.2-32) . Victoria. Nelson Thomson.
19 Smith, T., Polloway, E., Patton, J., & Dowdy, C. 2005. Teaching Students with

Special Needs in Inclusive Settings (4th ed.) . Boston. Pearson Education.
20 Inclusion International, 1998. The Journey to Inclusive Schools. Paris.
REMAprint. Author.
21 Westwood, P. S. 2003. Commonsense Methods for Children with Special
Educational Needs: Strategies for The Regular Classroom (4th ed.) .
London. Routledge Falmer.
22 Baker, E.T., Wang, M.C. & Walberg, H.J.1994/1995. The Effects of Inclusion
on Learning. Educational Leadership. 52 (4) 33-35.
23 Kavale, K. 1980. The Efficacy of Special Class vs Regular Class Placement for

Exceptional Children: A Metaanalysis. The Journal of Special Education.
14, 295-305.
24 Baker, E.T..1994. Metaanalysis Evidence for Non-inclusive Educational
Practices. Disertation. Temple University.
25 Sunanto, Juang. 2003. Konsep Pendidikan Untuk Semua. Bandung. FIP-
Pendidikan Luar Biasa UPI.
26 Astati. 2003. Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum (pengantar). Bandung.
CV Pendawa.
27 Alimin, Z. 2005. Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak
Berkebutuhan Khusus. Diakses dari http://www.concern.net
28 Andrews, J., & Lupart, J. 1993. Inclusive Classroom: Educating Exceptional
Children. Scarborough. Nelson Canada.
29 Conway, R. 2005. Adapting Curriculum, Teaching and Learning Strategies.
South Bank, Victoria. Thomson Publishing.
30 Blum, Marlene W. 1985. Parents of Gifted Children. Digest [and] A
Minibibliography on Readings for Parents and Teachers of Gifted
Children. ERIC Clearinghouse on Handicapped and Gifted Children.
31 Cardiff University. Diakses dari
http://www.cardiff.ac.uk/dyslx/infoforstaff/dyslx/index.html
32 National Institute of Mental Health (NIMH). 2008. Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD). U.S. Department of Health and Human
Services
33 Supandi.1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
Jakarta. Depdikbud Ditjen Dikti PPTK
34 Nasution, S. 1992. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar-Mengajar.
Bandung. Bumi Aksara.
35 Spedding, S. 2005. The Role of Teachers in Successful Inclusion. In P. Forema
n
(Eds.), Inclusion in Action (pp. 404-490) . Victoria. Thomas Nelson.
36 Knowles, M. S. 1980. The Modern Practice of Adult Education: From
Pedagogy to Andragogi 2nd Edition. New York. Cambridge Book.
37 Anderson, et al. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A
Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York.
Longman.
38 Noe, R.A. 1998. Employee Training & Development. New York. Irwin
McGraw-Hill.
39 Leach, J.A. Characteristics of Trainers. Diakses dari
http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JVTE/v12n2/leach.html
40 Gagne, Robert. 1985. The Conditions of Learning and Theory of Instruction 4th

ed. Japan. Holt-Saunders International Editions.
41 Kaufeld, M. 2008. Perintah Pengajaran yang Berbeda-beda dan Sesuai dengan
Otak. Jakarta. Indeks.
42 Kerlinger, F.N. 1986. Foundation of Behavioral Research, 3rd edition. Winston
,
Inc.
43 Christensen, L.B., 1988. Experimental Methodology, Fourth Edition. Toronto.
Allyn and Bacon, Inc.
Lampiran 1 Classroom Practices Inventory
CLASSROOM PRACTICES INVENTORY
Tujuan : Menilai apakah guru sudah melakukan differentiated instruction
Diadaptasi berdasarkan classroom practice inventory From Differentiating Instruc
tion in the Regular
Classroom: How to Reach and Teach All Learners, Grades 312 by Diane Heacox, Ed.D.
, copyright
2002.
Cara mengisi: Dalam kuesioner ini, terdapat pasangan pernyataan. Lingkarilah ang
ka yang sesuai
yang paling menggambarkan pengajaran yang biasanya anda lakukan. Angka 1-3 menun
jukkan
pengajaran yang biasanya anda lakukan lebih sesuai dengan pernyataan di sebelah
kiri. Sedangkan
angka 4-6 menunjukkan pengajaran yang biasanya anda lakukan lebih sesuai dengan
pernyataan di
sebelah kanan.
Traditional classroom: Differentiated classroom
Memenuhi kurikulum dan
menentukan materi pelajaran
merupakan prioritas utama
saya
1 2 3 4 5 6 Saya menjadikan kebutuhan
siswa sebagai dasar materi
pelajaran yang disesuaikan
dengan kurikulum
Tujuan pelajaran sama untuk
semua siswa.
1 2 3 4 5 6 Tujuan pelajaran disesuaikan
dengan kebutuhan siswa
Saya menitikberatkan proses
pembelajaran pada
penguasaan materi dan
kemampuan
1 2 3 4 5 6 Saya menitikberatkan proses
pembelajaran pada cara
berpikir kritis dan kreatif, dan
penerapan pelajaran
Siswa menggunakan sumber
informasi yang sama (buku,
artikel, website)
1 2 3 4 5 6 Saya memberikan siswa
sumber informasi tertentu
berdasarkan kebutuhan
belajar dan kemampuan
mereka
Saya mengelompokkan 1 2 3 4 5 6 Bila memungkinkan, saya
siswa secara heterogen mengelompokkan siswa
berdasarkan kebutuhan
pelajaran mereka
Seluruh siswa menjalani
kurikulum bersama-sama
dengan kecepatan yang
sama.
1 2 3 4 5 6 Kecepatan pengajaran dapat
berbeda-beda, berdasarkan
kebutuhan pelajaran siswa.
Seluruh siswa
menyelesaikan aktifitasaktifitas
yang sama.
1 2 3 4 5 6 Bila memungkinkan, saya
memberi siswa kesempatan
untuk memilih aktifitas
berdasarkan minat mereka.
Saya menggunakan strategi
pengajaran yang sama setiap
hari
1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan beberapa
strategi pengajaran (misalnya
mengajar, memanipulasi, role
play, simulasi, membaca)
Seluruh siswa
menyelesaikan seluruh
aktifitas yang ada
1 2 3 4 5 6 Siswa menyelesaikan aktifitas
yang berbeda-beda
berdasarkan kebutuhan dan
ketertarikan pelajaran mereka
Seluruh siswa terlibat dalam 1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan metodeseluruh
intruksi aktifitas metode untuk melihat hasil
tugas siswa dan untuk
meningkatkan (mempercepat,
mengurangi, mengganti)
tugas, bila memungkinkan.
Pengayaan pekerjaan saya
menghasilkan materi
pelajaran dan penerapan
kemampuan yang lebih
banyak.
1 2 3 4 5 6 Pengayaan pekerjaan saya
membutuhkan pemikiran
yang kritis dan kreatif dan
membutuhkan ide, pemikiran,
dan perspektif yang baru.
Dalam pelajaran ulang, saya 1 2 3 4 5 6 Dalam pelajaran ulang, saya
memberikan lebih banyak menggunakan metode
praktek menggunakan instruksi yang yang sudah
metode instruksi yang sama. digunakan untuk mengajar
materi pertama kali.
Aktifitas mengajar ulang
biasanya melibatkan
pemikiran, pengetahuan, dan
komprehensi dengan tingkat
yang lebih rendah untuk
memperkuat skill dan konten
dasar.
1 2 3 4 5 6 Aktifitas mengajar ulang
membutuhkan pemikiran
dengan tingkat yang lebih
tinggi sambil memperkuat
skill dan konten dasar.
Saya mengasumsikan bahwa
siswa sedikit atau bahkan
tidak memiliki pengetahuan
tentang isi kurikulum
1 2 3 4 5 6 Sebelum memulai suatu unit
pelajaran, saya menggunakan
strategi-strategi
preassessment untuk melihat
apa saja yang sudah diketahui
oleh siswa.
Saya selalu menilai
pelajaran siswa pada akhir
pengajaran
1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan penilaian
yang terus menerus untuk
mengecek pelajaran siswa
selama pengajaran
Saya biasanya menggunakan 1 2 3 4 5 6 Saya memperkenankan
perangkat, produk, atau perbedaan kemampuan
proyek assessment yang belajar dengan memberikan
sama untuk semua siswa. berbagai cara untuk
memperlihatkan pemahaman.
Lampiran 2 -Alat Ukur Sikap Guru Terhadap Inklusi
ALAT UKUR SIKAP GURU TERHADAP INKLUSI
Diadaptasikan berdasarkan Teachers Multidimensional Attitudes Towards Inclusive E
ducation
(Marian Mahat, International Journal of Special Education, Vol 23 No 1 2008)
Cara mengisi: Berilah tanda silang (X) pada kolom yang paling sesuai pada setiap
pernyataannya.
STS untuk Sangat Tidak Sesuai S untuk Sesuai
TS untuk Tidak Sesuai SS untuk Sangat Sesuai
KS untuk Kurang Sesuai
No Pernyataan STS TS KS S SS
1. Saya percaya bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang
memungkinkan perkembangan akademis seluruh siswa
bagaimanapun tingkat kemampuannya
2. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus seharusnya
disekolahkan di sekolah luar biasa
3. Saya percaya bahwa inklusi membantu perilaku sosial yang pantas
diantara para siswa
4. Saya percaya bahwa siswa manapun dapat belajar dalam
kurikulum reguler sekolah apabila kurikulum tersebut disesuaikan
agar sesuai dengan kebutuhan individu
5. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus sebaiknya
dipisahkan karena biaya untuk merubah lingkungan fisik sekolah
sangatlah mahal
6. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus sebaiknya di
sekolah luar biasa sehingga mereka tidak mengalami penolakan di
sekolah biasa
7. Saya menjadi frustasi jika mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi dengan siswa berkebutuhan khusus
8. Saya menjadi marah jika siswa berkebutuhan khusus tidak mampu
mengikuti kurikulum sehari-hari di kelas
9. Saya menjadi kesal jika saya tidak mampu memahami siswa
berkebutuhan khusus
10. Saya merasa tidak nyaman menyertakan siswa berkebutuhan
khusus dalam kelas reguler bersama siswa lain yang tidak
berkebutuhan khusus
11. Saya risau bahwa siswa siswa berkebutuhan khusus disertakan
dalam kelas reguler, bagaimanapun tingkat keberbutuhannya
12. Saya menjadi frustasi ketika saya harus menyesuaikan kurikulum
agar sesuai dengan kebutuhan individu dari semua siswa
13. Saya bersedia menyemangati siswa berkebutuhan khusus untuk
berpartisipasi dalam seluruh aktifitas sosial di dalam kelas reguler
14. Saya bersedia untuk menyesuaikan kurikulum agar sesuai dengan
kebutuhan individu dari semua siswa bagaimanapun
kemampuannya
15. Saya bersedia menyertakan siswa yang berkebutuhan khusus
sekali dalam kelas reguler dengan diikuti dukungan yang
dibutuhkan
16. Saya bersedia untuk merubah lingkungan fisik dalam rangka
menyertakan siswa berkebutuhan khusus dalam kelas reguler
17. Saya bersedia untuk menyesuaikan teknik komunikasi saya untuk
memastikan bahwa seluruh siswa dengan kelainan emosi dan
perilaku dapat disertakan dalam kelas reguler dengan baik
18. Saya bersedia menyesuaikan penilaian individu siswa dengan
tujuan keberhasilan pendidikan inklusif
Lampiran 3 DI Look-For
Look-Fors in an Effectively Differentiated Classroom
This instrument was developed by Carol Ann Tomlinson & Jessica Hockett.
Background
(No teacher should be expected to display all these attributes at a given time.
Rather
these are elements toward which strong teachers persistently work and many of
which strong teachers regularly demonstrate in their teaching. Guiding questions

in this document are useful in conversations with teachers as catalysts for furt
her
thinking.)
Differentiated Instruction is a proactively planned, interdependent system marke
d
by a positive community of learners; focused, high-quality curriculum; frequent
formative assessment; flexible instructional arrangements; and respectful tasks.


Student needs are the motivation for differentiated instruction.

Building a sense community among students and the teacher in a positive
learning environment is the foundation for differentiated instruction.

Focused, high-quality provides the compass for differentiated instruction.
(High-quality differentiation is necessary for high-quality differentiation.)

Frequent formative assessment is the primary tool for gathering information
about how and why to differentiate instruction.

Well-managed, flexible grouping provides a mechanism for differentiated
instruction.

A variety of low-prep and high-prep strategies can be used to design and
deliver respectful tasks that adjust content, process, and products for students
readiness, interests, and learning profiles.
CATEGORIES, LOOK-FORS, RUBRICS & GUIDING QUESTIONS
Look for 1: Classroom Environment
Category: The teacher builds a foundation for differentiated instructed on a sol
id
classroom community and a positive learning environment.
Indicators:

The physical and affective characteristics of the classroom set a positive tone
for learning.

The teacher fosters respect for individual differences and preferences.

The teacher and students share ownership of and responsibility for the
classroom.
Evidence:

The teacher communicates explicitly and implicitly to students that they are
multi-faceted individuals whose needs, preferences, and strengths are
dynamic.

The teacher communicates implicitly and explicitly to students that they and
their contributions are valuable and necessary in order for the classroom to
function well.

The teacher helps students get to know one another well.

The teacher encourages creativity of thought and expression.

The teacher structures activities so that students see one another in varied
contexts and in varied roles.

The teacher assists students in setting their own personal and class goals for
learning and behavior.

The teacher solicits student input in making decisions that will affect the
whole class.

The teacher frequently asks students for feedback on how the class is
working for them, and for suggestions about how they and the teacher could
work together toward improvement.

The teacher designs and assigns roles for students to assume in making the
routines and systems flow smoothly.
Rubric:
Classroom Environment
Advanced a. The affective and physical attributes of the classroom environment
4 inspire students to achieve their personal best and to take initiative in
learning.
b. The teacher empowers students to view their and each others
differences as assets to the classroom community such that students
view one another as equals.
c. The teacher and students are equal partners in sharing responsibility for
the classroom.
Proficient a. The affective and physical attributes of the classroom environment

3 equip students to succeed in achieving the teachers high expectations.
b. The teacher honors student differences, nurtures student strengths and
preferences, and provides opportunities for students to compensate for
their weaknesses.
c. The teacher shares his/her roles and responsibilities with students,
allowing them to control many aspects of classroom routines
Basic a. The affective and physical attributes of the classroom environment
2 convey ambiguous messages about how the teacher views the
students role in the learning process.
b. The teacher recognizes student differences, but does not build on them to
foster a positive classroom environment.
c. The teacher allows students to share some of his/her roles and
responsibilities.
Below a. The affective and physical attributes of the classroom environment
Basic
alienate students and quench their desire to learn.
b. The teacher ignores or is hostile toward student differences.
1 c. The teacher does not share any of his/her roles and responsibilities with
students.
Look for 2: Curriculum
Category: The teacher uses high-quality, coherent curriculum as a compass for
differentiated instruction.
Indicators:

The teacher plans curriculum so that important conceptual ideas are at the
forefront of a unit of study. Essential facts and skills are used to help
students make sense of these ideas.

The teacher uses the curriculum as a point of engagement, of motivation,
and of access to powerful ideas.

The teacher ensures that the curriculum is an authentic reflection of the
discipline being studied.
Evidence:

The teacher frames learning goals in terms of what students should know,
understand, and be able to do as a result of the lesson/unit.

The teacher clearly communicates the learning goals to students.

The teacher connects the knowledge and skills students are learning to an
essential question, big idea, important principle, and/or overarching concept.

The teacher connects the curriculum to students collective and individual
experiences and interests.

The teacher engages students in activities that help them see how what they
are learning is used in the real world (e.g., by real historians, scientists)
Rubric:
Curriculum
Advanced
4
a.
b.
c.
d.
The curriculum is a conduit for developing expertise.
The teacher plans a curriculum focused on what students should know,
understand, and be able to do and which facilitates in-depth
perspective.
The teacher uses the curriculum in ways that inspire students to ask
high-level questions, pursue further information on their own, and make
their own suggestions for class activities.
The teacher fosters relevance helping students transfer and connect
important ideas/concepts to familiar and unfamiliar contexts.
Proficient
3
a.
b.
c.
d.
The curriculum is a bridge between students and important
ideas/concepts.
The teacher plans a curriculum focused on what students should know,
understand, and be able to do.
The teacher uses the curriculum in ways that illuminate why the
identified skills, principles, and facts are important and that excite
students about learning.
The teacher fosters relevance by building on student experience.
Basic
2
a.
b.
c.
d.
The curriculum is a tenuous link between students and important
ideas/concepts.
The teacher plans a curriculum based primarily on facts and skills. A big
idea or principle may be implicitly present, but the teacher does not
make it visible to students.
The teacher uses the curriculum in ways that encourage students to
believe that the purposes of learning are restricted to getting grades and
performing well on tests.
The teacher attempts to foster curricular relevance, but either has
difficulty identifying student experiences to build on or makes analogies
that dont ring true.
Below
Basic
1
a.
b.
c.
d.
The curriculum is a wedge between students and important
ideas/concepts.
The teacher plans a curriculum comprised of disconnected activities,
disparate facts, and isolated skills.
The teacher uses the curriculum in ways that intimidate, bore, or
discourage students.
The teacher ignores the importance of making curriculum relevant to
student experience.
Look for 3: Formative Assessment
Category: The teacher employs formative assessment as the primary tool for
informing differentiated instruction.
Indicators:

The teacher formatively assesses students readiness, interest, and learning
profile needs and uses the results to inform adjustments to content,
processes, and products.

The teacher integrates formative assessment as an important aspect of
classroom life.
Evidence:

The teacher employs a variety of formative assessment techniques that glean
information most critical to making adjustments for student need.

The teacher pre-assesses students readiness, interest, and learning profile
needsrelative to the learning goals prior to a unit of study.

The teacher uses ongoing assessment to gauge students progress during a
unit.

The teacher uses data gathered through informal or formal formative
assessment to make decisions about how and when to use various instructional
arrangements.

The teacher uses data gathered through informal or formal formative
assessment to adjust content, processes, and products.

The teacher explicitly communicates the purpose of formative assessment to
students.
Rubric:
Formative Assessment
Advanced a. The teacher plans and administers pre-assessment well in advance of
a
4
unit of study and ongoing assessment diligently throughout a unit.
b. The teacher uses formative assessment results to make low-prep and
high-prep adjustments to curriculum and instruction.
c. The teacher designs formative assessments that require students to
demonstrate their understanding, knowledge, and/or skill in multiple
modes.
d. Students look forward to formative assessment opportunities due to
their numerous positive experiences with how their teacher uses the
results to make adjustments for their individual needs.
Proficient
3
a. The teacher administers formative assessments before and during a
unit of study.
b. The teacher uses formative assessment results to make low-prep
adjustments to curriculum and instruction.
c. The teacher uses formative assessments that allow students to
demonstrate their understanding, knowledge, and/or skill in modes other
than writing.
d. Students understand how and why the teacher uses formative
assessment.
Basic a. The teacher periodically administers formative assessments during a
2 unit (e.g., quiz, exit card).
b. The teacher uses assessment results to determine student progress,
but does not use the results to inform instructional adjustments.
c. The teacher uses formative assessments that limit student response to
one mode of expression (e.g., written).
d. Students view formative assessment as ways to earn grades.
Below a. The teacher rarely, if ever, uses formative assessment.
Basic b. The teacher uses formative assessment primarily to fill a gradebook
1 rather than to inform instruction.
c. The teacher chooses assessments that severely inhibit students capacity
to fairly demonstrate what they have learned (i.e., due to poor design,
due to misalignment with curricular goals).
d. The teacher fails to give a rationale for formative assessment or to help
students distinguish between the purposes formative and summative
assessments.
Look for 4: Instructional Arrangements
Category: The teacher integrates well-managed, flexible instructional
arrangements as a primary mechanism for differentiated instruction.
Indicators:

The teacher uses a variety of flexible, well-managed instructional
arrangements to meet students varied readiness, interest, and learning profile
needs.

The teacher makes decisions about how and when to use various instructional
arrangements based on curricular goals and on data gathered through informal
or formal formative assessment.

The teacher establishes routines and structures to ensure that movement in the
classroom is purposeful and students are self-directed.
Evidence:

The teacher employs many kinds of instructional arrangements (e.g., small
groups, student-teacher conferences, partners, individual work, whole-class)
to meet students needs.

The teachers purposes for grouping are aligned with curricular goals.

The teachers group compositions are intentional.

The teacher groups and re-groups students on the basis of the most recent
information (e.g., assessment data) about the students readiness, interests,
and/or learning profiles.

The teacher ensures that, over the course of a unit or semester, students
experience varied roles and responsibilities within groups.

The teacher has established routines for how students should transition
between different instructional arrangements.

The teacher plans for and clearly communicates what students should do when
there is down time (e.g., when a group finishes a task early).

There are multiple ways for individual students and groups of students to
receive help during instructional segments.
Rubric:
Instructional Arrangements
Advanced
4
a.
b.
c.
The teachers flow of instruction is characterized by a seamless,
dynamic pattern of purposeful grouping and re-grouping.
The teacher makes grouping decisions based on the most current,
relevant assessments of students readiness, interests, and/or learning
profiles.
Classroom routines and structures allow for fluid movement between
instructional arrangements, teach students how to be autonomous and
reflective, and emphasize interdependence.
Proficient
3
a.
b.
c.
The teacher incorporates multiple instructional arrangements throughout
a unit.
The teacher makes grouping decisions based on assessment data about
readiness, interest, and/or learning profile for different lessons,
appropriate to the curricular goals.
Classroom routines and structures support order, independent decision-
making, and peer-to-peer assistance.
Basic
2
a.
b.
c.
The teacher uses several instructional arrangements during a unit, with
whole-group instruction at the forefront.
Purposes for grouping may be tangential to curricular goals and group
composition based on factors that cannot be substantiated by formal or
informal assessment of readiness, interest, and/or learning profile.
Classroom routines and structures impede orderly movement between
instructional arrangements, encourage student dependence on the
teacher, and isolate students from one another.
Below a. The teacher relies on static, teacher-centered instructional
Basic arrangements.
1 b. The teacher either ignores student differences altogether in making
grouping decisions or pigeonholes students into groups on the basis of
past performance and the teachers personal preconceptions.
c. Few, if any, management structures or routines exist to support a
movement toward more flexible arrangements.
Look for 5: Respectful Tasks
Category: The teacher provides optimal challenge for individual students and
groups of students through respectful tasks.
Indicators:

The teacher uses respectful tasks to meet students varied readiness, interest,
and learning profile needs.

The teacher plans and delivers respectful tasks using a range of
appropriate low-prep and high-prep strategies to adjust content,
processes, and products.

The teacher plans tasks that, whether completed alone or collaboratively,
reinforce that all students are high-status students.
Evidence:

Tasks give all students access to the same clear, high-quality lesson/unit
goals.

Tasks require students to mimic or approximate the skills, thinking, habits,
dispositions, or work of real-world professionals (e.g., mathematicians,
biologists, writers).

Tasks require all students to use higher-level thinking skills (e.g.,
analyzing, judging, defending).

Tasks are equally appealing and engaging from the students perspective.

The teacher scaffolds tasks using a variety of techniques.
Rubric:
Respectful Tasks
Advanced
4
a.
b.
c.
The teacher plans tasks that are focused on the same learning goals
and mimic the work of an expert/professional in the discipline.
The teacher articulates a continuum of criteria based on student
readiness and provides multiple scaffolds to ensure successful, high-
quality completion of the tasks.
Side-by-side, the tasks are equally challenging and intriguing.
Proficient
3
a.
b.
c.
The teacher plans tasks that are focused on similar learning goals and
suggest the work of an expert/professional in the discipline.
The teacher articulates clear criteria and provides scaffolding to ensure
successful, high-quality completion of the tasks.
Side-by-side, the tasks are comparatively challenging and intriguing.
Basic
2
a.
b.
c.
The teacher plans tasks that are not aligned to the same learning goals
and are loosely tied to the work of an expert/professional in the
discipline.
The teachers criteria for successful completion are confusing or
incomplete. The teacher provides some scaffolding, if students compel a
need for it.
Side-by-side, one task may be more/less challenging and intriguing than
another.
Below
Basic
1
a.
b.
c.
The teacher plans tasks without considering what all students should
know, understand, and be able to do, or how an expert/professional in
the discipline works. Tasks may be tangential to unit content.
The teacher does not articulate criteria for quality or provide scaffolding
for success.
Tasks bore or frustrate students.
Lampiran 4 Di-Look For Translate
Hal-hal yang dicari dalam Kelas dengan Differentiated Instruction
yang Efektif
Instrumen dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson & Jessica Hockett
Latar Belakang
Differentiated instruction adalah perencanaan proaktif dan sistem yang berdiri
sendiri ditandai dengan komunitas pembelajaran yang positif, fokus pada
kurikulum berkualitas tinggi, penilaian formatif yang terus menerus, pengajaran
yang fleksibel, dan tugas-tugas yang sesuai.

Kebutuhan siswa adalah motivasi dalam melakukan differentiated
instruction.

Membangun rasa kebersamaan di antara siswa dan guru dalam lingkungan
pembelajaran positif adalah fondasi bagi differentiated instruction.

Fokus pada pencapaian kualitas tinggi merupakan arah dari differentiated
instruction.

Penilaian formatif yang terus menerus merupakan alat utama dalam
pengumpulan informasi mengenai bagaimana dan mengapa differentiated
instruction diperlukan.

Pengelompokan yang diatur dengan baik dan fleksibel menyediakan
mekanisme bagi differentiated instruction.

Variasi strategi perencanaan guru dapat digunakan untuk mendesain dan
menyampaikan tugas-tugas yang sesuai untuk menyesuaikan isi, proses, dan
produk bagi kesiapan, minat dan cara belajar siswa.
KATEGORI DAN HAL YANG DICARI.
1.
LINGKUNGAN KELAS (LEARNING COMMUNITY)
Kategori: Guru menciptakan komunitas kelas yang solid dan lingkungan
pembelajaran yang positif sebagai dasar dari differentiated instruction.
Indikator:

Karakteristik fisik dan afektif kelas memberikan nuansa yang positif bagi
pembelajaran

Guru mendorong terbentuknya rasa hormat atas pilihan dan perbedaan
individual

Guru dan siswa berbagi tanggung jawab kelas
Bukti:

Guru menyampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada siswa
bahwa mereka adalah individu yang beragam dalam kebutuhan belajar,
minat dan kekuatan.

Guru menyampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada siswa bahwa
mereka memiliki peran agar proses belajar di kelas berjalan dengan baik.

Guru membantu siswa mengenal satu sama lain dengan baik.

Guru mendorong kreativitas dalam pemikiran dan ekspresi.

Guru membentuk aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa bertemu
satu sama lain dalam peran dan konteks yang bervariasi.

Guru membantu siswa dalam menentukan tujuan individual dan
tujuan kelas

Guru meminta masukan siswa dalam membuat keputusan untuk
kepentingan kelas.

Guru meminta siswa untuk memberikan umpan balik tentang proses belajar yang
terjadi dan saran tentang proses belajar yang akan lebih sesuai bagi siswa.

Guru mendesain dan memberikan peran bagi siswa untuk berpikir bagaimana
caranya agar kegiatan belajar berjalan dengan lancar.
Rubrik:
Classroom Community
Tingkat a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas mendorong
Lanjut siswa untuk mencapai yang terbaik dari mereka dan
4 mengambil inisiatif dalam belajar.
b. Guru mendukung siswa untuk melihat perbedaan dari tiap-tiap
mereka sebagai aset bagi komunitas kelas sedemikian rupa
sehingga siswa melihat satu sama lain sebagai setara.
c. Guru dan siswa merupakan partner setara dalam berbagi tanggung
jawab kelas.
Mahir a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas melengkapi siswa
3 untuk berhasil dalam mencapai ekspektasi tinggi dari guru.
b. Guru menghormati perbedaan, meningkatkan kekuatan dan
pilihan siswa, dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk
menutupi kekurangan mereka.
c. Guru berbagi peran dan tanggung jawabnya dengan siswa
untuk memberi siswa kesempatan dalam mengendalikan
banyak aspek kegiatan kelas.
Dasar
2
a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas memberikan
pesan ambigu mengenai bagaimana guru memandang peran
siswa dalam proses pembelajaran.
b. Guru mengenali perbedaan siswa, namun tidak membangun
mereka untuk mendorong terbentuknya lingkungan kelas yang
positif.
c. Guru memperbolehkan siswa berbagi beberapa peran dan tanggung
jawab mereka.
Pemula
1
a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas mengucilkan
siswa dan menghilangkan keinginan mereka untuk belajar.
b. Guru menghiraukan perbedaan siswa.
c. Guru tidak berbagi peran dan tanggung jawab dengan siswa.
2. KURIKULUM (Curriculum)
Kategori: Guru menggunakan kurikulum berkualitas tinggi dan
berkesinambungan sebagai arahan dalam differentiated instruction.
Indikator:

Guru mempersiapkan kurikulum sedemikian rupa sehingga materi dan
konsep yang penting ditempatkan di awal unit pembelajaran, juga
menggunakan kemampuan dan fakta esensial untuk membantu siswa
mengerti materi dan konsep tersebut.

Guru menggunakan kurikulum sebagai pengikat proses belajar siswa,
motivasi dan cara untuk bisa memahami ide dan konsep yang ditentukan.

Guru memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan
pelajaran yang akan dipelajari.
Bukti:

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dalam hal-hal yang harus diketahui,
dimengerti dan mampu dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa.

Guru menghubungkan pengetahuan dan kemampuan yang harus dipelajari
siswa menjadi pertanyaan, ide-ide besar, prinsip utama, dan/atau konsep yang
penting.

Guru menghubungkan kurikulum dengan pengalaman dan minat siswa baik
secara kolektif maupun individual.

Guru melibatkan siswa dalam kegiatan yang membantu mereka melihat
bagaimana hal-hal yang mereka pelajari dapat digunakan di dunia nyata.
Rubrik:
Curriculum
Tingkat
Lanjut
4
a.
b.
c.
d.
Kurikulum merupakan media untuk mengembangkan keahlian.
Guru merencanakan kurikulum yang berfokus kepada apa yang
harus diketahui, dimengerti, dan mampu dilakukan siswa, yang
memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam.
Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang
menginspirasi siswa untuk menanyakan pertanyaan berlevel
tinggi, mengejar informasi lebih lanjut atas keinginan sendiri,
dan membuat saran-saran sendiri atas kegiatan kelas.
Guru mendorong relevansi kurikulum dengan membantu
siswa mentransfer dan menghubungkan konsep/ide penting
dengan konteks yang familiar maupun tidak familiar.
Mahir
3
a.
b.
Kurikulum merupakan jembatan antara siswa
dengan ide/konsep penting.
Guru merencakan kurikulum yang berfokus pada apa yang harus
diketahui, dimengerti, dan mampu dilakukan siswa.
c.
d.
Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang
menunjukkan mengapa kemampuan, prinsip, dan fakta
yang disampaikan adalah penting dan memotivasi siswa
untuk belajar.
Guru mendorong relevansi kurikulum dengan membangun
pengalaman siswa.
Dasar
2
a.
b.
c.
d.
Kurikulum merupakan hubungan lemah antara siswa
dengan ide/konsep penting.
Guru merencanakan kurikulum sebagian besar berdasarkan pada
fakta dan kemampuan. Ide besar atau prinsip mungkin hadir
secara tersirat, namun guru tidak memperlihatkannya pada
siswa.
Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang mendorong
siswa untuk percaya bahwa tujuan pembelajaran terbatas kepada
mendapatkan nilai bagus dan dapat mengerjakan tes dengan
baik.
Guru berusaha mendorong relevansi kurikulum, namun
mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pengalaman siswa
yang akan dibangun atau membuat analogi yang tidak sesuai
dengan kenyataan
Pemula
1
a.
b.
c.
d.
Kurikulum merupakan penghalang antara siswa
dengan ide/konsep penting.
Guru merencanakan kurikulum yang terdiri dari kegiatan dan
tak terhubung, fakta yang terpisah, dan kemampuan yang
terisolasi.
Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang
mengintimidasi, membosankan, atau menekan siswa.
Guru menghiraukan pentingnya membuat kurikulum yang
relevan dengan pengalaman siswa.
3. PENILAIAN FORMATIF (FORMATIVE ASSESSMENT)
Kategori: Guru menggunakan penilaian formatif (penilaian di awal dan tengah
proses pembelajaran) sebagai alat utama dalam menentukan strategi differentiated

instruction.
Indikator:

Guru menilai secara formatif kebutuhan belajar siswa, yaitu kesiapan, minat,
dan cara belajar siswa dan menggunakan hasilnya untuk melakukan
penyesuaian terhadap isi, proses dan produk.

Guru memasukkan penilaian formatif sebagai aspek penting dalam proses
pembelajaran di kelas.
Bukti

Guru menggunakan berbagai macam teknik penilaian formatif yang
menghasilkan informasi paling penting dalam membuat penyesuaian atas
kebutuhan siswa

Guru melakukan penilaian awal atas kesiapan, minat, dan cara belajar siswa
berkaitan dengan tujuan pembelajaran, sebelum pelaksanaan kegiatan
pembelajaran

Guru menggunakan penilaian berkelanjutan untuk menilai kemajuan siswa
dalam pembelajaran

Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal
maupun informal untuk membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan
menggunakan berbagai macam perencanaan pengajaran.

Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal
maupun informal untuk menyesuaikan isi, proses dan produk

Guru menyampaikan secara jelas tujuan penilaian formatif kepada siswa
Rubrik:
Formative Assessment
Tingkat
Lanjut
4
a. Guru merencanakan dan menjalankan penilaian awal jauh sebelum
kegiatan pembelajaran dan penilaian berkelanjutan secara
menyeluruh selama kegiatan pembelajaran.
b. Guru menggunakan hasil penilaian formatif untuk membuat
penyesuaian perencanaan terhadap kurikulum dan pengajaran.
c. Guru mendesain penilaian formatif yang membuat siswa
mendemonstrasikan pemahaman, pengetahuan, dan/atau
kemampuan mereka dalam berbagai macam mode.
d. Siswa menantikan kesempatan penilaian formatif sebagai hasil dari
berbagai pengalaman positif dari bagaimana guru menggunakan
hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan
individual mereka.
Mahir
3
a. Guru menjalankan penilaian formatif sebelum dan selama
kegiatan pembelajaran.
b. Guru menggunakan hasil penilaian formatif untuk membuat
penyesuaian perencanaan terhadap kurikulum dan pengajaran.
c. Guru menggunakan penilaian formatif yang membuat siswa
mendemonstasikan pemahaman, pengetahuan, dan/atau
kemampuan mereka dalam bentuk lain selain menulis.
d. Siswa memahami bagaimana dan mengapa guru
menggunakan penilaian formatif.
Dasar
2
a. Guru menjalankan penilaian formatif secara berkala dalam
kegiatan pembelajaran (misal kuis).
b. Guru menggunakan hasil penilaian untuk menentukan kemajuan
siswa, namun tidak menggunakan hasilnya untuk melakukan
penyesuaian pengajaran.
c. Guru menggunakan penilaian formatif yang membatasi respon
siswa ke dalam satu metode ekspresi (misal tertulis).
d. Siswa memandang penilaian formatif sebagai cara untuk
mendapatkan nilai.
Pemula
1
a.
b.
Guru jarang menggunakan penilaian formatif.
Guru menggunakan penilaian formatif hanya untuk mengisi
buku nilai daripada untuk menyesuaikan pengajaran.
c. Guru memilih metode penilaian yang sangat menghalangi
kapasitas siswa untuk mendemonstrasikan secara umum apa
yang sudah mereka pelajari (misal karena desain yang kurang
baik, karena tidak sesuai dengan tujuan kurikulum)
d. Guru gagal memberikan dasar bagi penilaian formatif atau untuk
membantu siswa membedakan anatara tujuan penilaian formatif
dan penilaian sumatif.
4. PERENCANAAN PENGAJARAN (INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS)
Kategori: Guru menggunakan metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan
fleksibel sebagai mekanisme utama dalam differentiated instruction
Indikator:

Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran yang dikelola dengan
baik dan fleksibel untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat dan cara
belajar siswa.

Guru membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan
berbagai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan
data yang terkumpul melalui penilaian formatif formal maupun informal.

Guru membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan bahwa pergerakan di
dalam kelas memang direncanakan dan siswa mengatur dirinya sendiri.
Bukti:

Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran (misal kelompok
kecil, kerja berpasangan, kerja individual, seluruh kelas) untuk memenuhi
kebutuhan siswa.

Tujuan guru dalam melakukan pengelompokan sesuai dengan tujuan
kurikulum.

Komposisi kelompok yang dibuat guru telah direncanakan dengan baik.

Guru mengelompokkan siswa berdasarkan informasi yang paling terbaru.
(misal data penilaian) mengenai kesiapan, ketertarikan, dan/atau cara belajar
siswa.

Guru memastikan bahwa selama kegiatan pembelajaran atau dalam satu
semester, siswa menjalani berbagai macam peran dan tanggung jawab dalam
kelompok.

Guru merencanakan dan memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa
lakukan dalam down time (misal ketika sebuah kelompok menyelesaikan
tugasnya dengan lebih cepat)

Ada beberapa cara bagi siswa dan kelompok siswa untuk menerima bantuan
dalam proses pengajaran.
Rubrik:
Instructional Arrangements
Tingkat
Lanjut
4
a. Pengajaran guru ditandai dengan pola yang mulus dan dinamis
dalam melakukan pengelompokan yang telah direncanakan
b. Guru membuat keputusan pengelompokan berdasarkan penilaian
terbaru dan relevan dari kesiapan, minat dan/atau cara belajar
siswa
c. Kegiatan dan struktur kelas memungkinkan pergerakan antara
perencanaan instruksional, mengajarkan siswa bagaimana
caranya agar secara otomatis mengikuti perencanaan yang telah
ditetapkan, dan menekankan kemandirian
Mahir
3
a. Guru melakukan berbagai metode pengajaran selama kegiatan
pembelajaran.
b. Guru membuat keputusan pengelompokan berdasarkan data
penilaian mengenai kesiapan, minat dan/atau cara belajar
untuk pelajaran yang berbeda-beda, sesuai dengan tujuan
kurikulum.
c. Kegiatan dan struktur kelas mendukung keteraturan, pengambilan
keputusan mandiri, dan bantuan antar teman.
Dasar
2
a. Guru menggunakan beberapa metode pengajaran selama kegiatan
pembelajaran, dengan instruksi untuk keseluruhan kelompok di
awal.
b. Tujuan pengelompokan mungkin menyimpang dari tujuan
kurikulum dan komposisi pengelompokan berdasarkan atas
faktor yang tidak dapat dipastikan dengan penilaian formal
maupun informal atas kesiapan, minat dan/atau cara belajar
siswa.
c. Kegiatan dan struktur kelas menghalangi pergerakan antara
perencanaan instruksional, mendorong ketergantungan siswa
pada guru dan mengisolasi siswa dari satu sama lain
Pemula
1
a. Guru menggantungkan diri pada metode pengajaran
yang kaku dan berfokus pada guru.
b. Guru menghiraukan perbedaan siswa dalam membuat keputusan
pengelompokan, atau mengotak-ngotakkan siswa ke dalam
kelompok berdasarkan performa sebelumnya dan asumsi guru
itu sendiri.
c. Kegiatan atau struktur manajemen yang tersedia hanya
sedikit, jika ada, yang mendukung pergerakan menuju
perencanaan yang lebih fleksibel.
5. TUGAS YANG SESUAI KEBUTUHAN BELAJAR SISWA (RESPECTFUL
TASKS)
Kategori: Guru menyediakan tantangan optimal bagi individu siswa atau kelompok
siswa melalui tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Indikator:

Guru menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk
memenuhi berbagai macam kesiapan, minat dan cara belajar siswa.

Guru merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi perencanaan
pengajaran untuk menyesuaikan isi, proses dan produk

Guru merencanakan tugas (apakah diselesaikan sendiri atau berkelompok)
untuk meningkatkan kemampuan siswa.
Bukti:

Tugas memberikan siswa akses ke tujuan pembelajaran yang sama.

Tugas mengharuskan siswa untuk meniru secara persis kemampuan,
pemikiran, kebiasaan, disposisi, atau pekerjaan para profesional di dunia nyata
(misal ahli matematika, ahli biologi, penulis).

Tugas mengharuskan semua siswa untuk menggunakan kemampuan
pemikiran dengan tingkat yang lebih tinggi (misal menganalisa, menilai).

Tugas tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa.

Guru membantu pelaksanaan tugas dengan menggunakan berbagai macam
teknik.
Rubrik:
Tingkat
Lanjut
4
a.
b.
c.
Guru merencanakan tugas yang berfokus pada tujuan
pembelajaran yang sama dan meniru pekerjaan dari
ahli/professional di bidang tersebut.
Guru mengkespresikan berbagai macam kriteria berdasarkan
atas kesiapan siswa dan menyediakan berbagai macam
bantuan untuk memastikan penyelesaian tugas yang sukses
dan berkualitas tinggi.
Semua tugas yang dilakukan sama-sama menarik dan menantang.
Mahir
3
a.
b.
c.
Guru merencanakan tugas yang berfokus pada tujuan
pembelajaran yang sama dan menyarankan pekerjaan dari
ahli/profesional di bidang tersebut.
Guru mengekspresikan kriteria yang jelas dan menyediakan
bantuan untuk memastikan penyelesaian tugas yang sukses dan
berkualitas tinggi.
Semua tugas yang dilakukan hampir sama menantang dan
menariknya.
Dasar
2
a. Guru merencanakan tugas yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan hampir jauh berbeda dari pekerjaan seorang
ahli/profesional di bidang tersebut.
b.
c.
Kriteria guru untuk penyelesaian tugas yang sukses
membingungkan dan tidak lengkap. Guru menyediakan beberapa
bantuan, jika siswa meminta bantuans
Satu tugas mungkin lebih/kurang menantang dan menarik
dibandingkan yang lainnya.
Pemula
1
a.
b.
c.
Guru merencanakan tugas tanpa mempertimbangkan apa yang
semua siswa perlu ketahui, mengerti, dan mampu lakukan,
atau bagaimana seorang ahli/profesional bekerja di bidang
tersebut. Tugas mungkin menyimpang dari isi kegiatan
pembelajarans
Guru tidak mengekspresikan kriteria kualitas penyelesaian tugas
atau tidak menyediakan bantuan untuk kesuksesan penyelesaian
tugas.
Tugas membosankan siswa atau membuat mereka frustasi.
Lampiran 5 Kisi-kisi Panduan Observasi Differentiated Instruction
KISI-KISI PANDUAN OBSERVASI PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION
PADA GURU KELAS 4-5 SD GAGAS CERIA BANDUNG
Diturunkan Berdasarkan Instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann To
mlinson dan Jessica Hockett
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
Learning
Community
(Guru menciptakan
komunitas kelas
yang solid dan
lingkungan belajar
yang positif)
Karakteristik fisik
dan afektif kelas
memberikan nuansa
positif bagi proses
belajar
Guru membantu siswa mengenal satu
sama lain dengan baik.



Mengatur posisi duduk untuk selalu berpindah
Membagi kelompok secara variatif
Siswa terlihat akrab dan saling mengenal satu sama lain.
Guru mendorong kreativitas dalam
pemikiran dan ekspresi.



Memberikan siswa kesempatan untuk mengajukan pendapat dan
pertanyaan secara leluasa.
Mengajak siswa untuk mendiskusikan materi
Memberikan reaksi positif bagi siswa yang menyampaikan pendapat
yang tidak umum/berbeda.
Guru membentuk aktivitas yang membuat
siswa bertemu satu sama lain dalam peran
dan konteks yang bervariasi.



Mengatur peran pemimpin kelompok secara bergiliran
Meminta siswa untuk secara bergantian menjelaskan pemahamannya
kepada siswa lain.
Membuat tugas kelompok dalam bentuk penyelesaian suatu proyek.
Guru mendorong rasa
hormat atas pilihan
dan perbedaan
individual
Guru menyampaikan secara langsung
maupun tidak langsung kepada siswa
bahwa mereka adalah individu yang
beragam dalam kebutuhan belajar, minat
dan kekuatan.


Menekankan siswa untuk berkompetisi melawan diri sendiri bukan
melawan siswa lain.
Memberikan reaksi yang sesuai/ditanggapi positif oleh siswa (misal:
bagi siswa yang sulit paham, bagi siswa yang lambat menangkap
materi, bagi siswa berkebutuhan khusus)
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
Guru membantu siswa dalam menentukan
tujuan individual dan tujuan kelas

Memberikan siswa tugas mandiri dan membahasnya di kelas (dengan
cara yang membuat siswa sadar tugas yang ia kerjakan sesuai/tidak
dengan standar yang harus dicapai).

Mengarahkan siswa untuk membuat perencanaan belajar (misal:
mengarahkan untuk menuliskan PR di dalam agenda, mengarahkan
siswa untuk membuat jadwal belajar secara mandiri).

Menyampaikan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa ( misal: mengingatkan waktu yang tersisa untuk pengerjaan
tugas, memberikan pujian bagi siswa yang sudah menyelesaikan tugas
sesuai dengan instruksi, menyemangati siswa yang belum selesai
mengerjakan tugas)
Guru mendesain dan memberikan
peran bagi siswa untuk berpikir
bagaimana caranya agar kegiatan
belajar berjalan dengan lancar.
Mengajak siswa untuk menentukan/menyepakati aturan dan cara belajar
yang akan dilakukan.
Guru dan siswa
berbagi
tanggungjawab di
kelas.
Guru menyampaikan secara langsung
maupun tidak langsung kepada siswa
bahwa mereka memiliki peran agar proses
belajar di kelas berjalan dengan baik.
menyampaikan kepada siswa tingkah laku yang diharapkan selama proses
pembelajaran (misal: aturan yang jelas dan mudah dimengerti, cara
mengerjakan tugas)
Guru meminta masukan siswa dalam
membuat keputusan untuk kepentingan
kelas.
Melibatkan seluruh kelas dalam melakukan perencanaan (misal: siswa diberi
kesempatan untuk menetapkan waktu ulangan, menetapkan waktu yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas, menentukan materi yang akan dipelajari
lebih dalam)
Guru meminta siswa untuk memberikan
umpan balik tentang proses belajar yang
terjadi dan saran tentang proses belajar
yang akan lebih sesuai bagi siswa.

Meminta umpan balik dan saran dari siswa mengenai proses
pembelajaran yang terjadi. (misal: bertanya apakah ia terlalu cepat
dalam menyampaikan materi atau apakah metode yang dilakukan
dapat membantu siswa memahami materi)

Membahas tugas yang diberikan (misal: bertanya tugas yang diberikan
sulit/tidak, bagaimana cara siswa mengerjakan PR tersebut)
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
Curriculum
(Guru
menggunakan
kurikulum
berkualitas tinggi
dan
berkesinambungan)
Guru mempersiapkan
kurikulum
sedemikian rupa
sehingga materi dan
konsep yang penting
ditempatkan di awal
unit pelajaran, juga
menggunakan
kemampuan dan
fakta esensial untuk
membantu siswa
memahami materi
dan konsep tersebut.
Guru menetapkan tujuan pembelajaran
dalam hal-hal yang harus diketahui,
dimengerti dan mampu dilakukan
siswa sebagai hasil pembelajaran.
Menetapkan tujuan belajar yang jelas (sampai dengan pengetahuan,
pemahaman, atau keterampilan).--> Berdasarkan RPP yang dibuat guru
Guru menghubungkan pengetahuan dan
kemampuan yang harus dipelajari siswa
menjadi pertanyaan, ide-ide besar,
prinsip utama, dan/atau konsep yang
penting.

Guru menurunkan tujuan pembelajaran dikaitkan dengan kompetensi
dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut.

Guru menyampaikan konsep dasar/inti dari suatu materi.

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep dasar,
bukan pertanyaan yang tidak relevan/bukan merupakan konsep utama.
Guru menjadikan Guru menyampaikan tujuan

Menyampaikan apa yang harus siswa ketahui/pahami dari suatu
kurikulum sebagai pembelajaran secara jelas kepada materi.
pengikat proses siswa.

Mengawali atau mengakhiri pelajaran dengan menyatakan tujuan
belajar siswa belajar atau maksud dari pelajaran (misal: melakukan
debrief/membuat kesimpulan terhadap proses belajar pada hari itu)
Guru memastikan
kurikulum
merupakan cerminan
otentik dari bahan
pelajaran yang akan
dipelajari.
Guru menghubungkan kurikulum
dengan pengalaman dan minat siswa
baik secara kolektif maupun individual.

Menghubungkan bahan pelajaran baru dengan pelajaran dan/atau
pengalaman siswa sebelumnya.

Memberikan contoh tentang suatu materi dengan hal-hal yang dekat
dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Guru melibatkan siswa dalam kegiatan
yang membantu mereka melihat
bagaimana hal-hal yang mereka
pelajari dapat digunakan di dunia
nyata.

Memberikan siswa persoalan problem solving terkait kehidupan
sehari-hari.

Menyampaikan materi dengan memberikan contoh konkrit dengan
kehidupan siswa sehari-hari.
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
Formative
Assessment (Guru
menggunakan
penilaian formatif
sebagai alat utama
dalam menentukan
strategi
pembelajaran)
Guru menilai secara
formatif kebutuhan
belajar siswa dan
menggunakan
hasilnya untuk
melakukan
penyesuaian strategi
pembelajaran.
Guru melakukan penilaian
awal atas kesiapan, minat,
dan cara belajar siswa
berkaitan dengan tujuan
pembelajaran, sebelum
pelaksanaan kegiatan
pembelajaran



Guru melakukan pengelompokan siswa dengan tepat (misal: setiap
siswa di dalam kelompok aktif berperan serta)
Memberikan materi dengan cara dan kedalaman yang sesuai dengan
kebutuhan siswa (misal: semua siswa terlihat tertarik dan paham
terhadap penjelasa yang diberikan)
Memberikan soal dengan tingkat kesulitan dan metode yang sesuai
dengan siswa (misal: semua siswa tidak terlihat frustrasi
menyelesaikan tugas, tidak ada siswa yang menyelesaikan tugas jauh
sebelum waktu yang ditentukan habis).
Guru menggunakan data yang
terkumpul dari penilaian formatif
formal maupun informal untuk
membuat keputusan mengenai
bagaimana dan kapan menggunakan
berbagai macam perencanaan
pengajaran.




Menggunakan data hasil assessmen untuk menyesuaikan
pengajaran (misal: merubah cara menyampaikan materi ketika
siswa tidak fokus atau siswa tidak paham)
Menyampaikan materi dengan cara yang dapat dimengerti siswa
(misal: siswa terlihat lebih banyak yang paham/tidak, siswa
fokus/tidak, bersemangat/tidak)
Tetap mengajarkan konsep dasar ketika melihat siswa belum
paham, tidak langsung loncat ke konsep yang berikutnya.
Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan waktu
untuk siswa mengerjakan tugas fleksibel sesuai dengan hasil asesmen
terhadap siswa.
.
dilihat dari RPP dan kenyataan di lapangan.
Guru menggunakan data yang
terkumpul dari penilaian formatif
formal maupun informal untuk
menyesuaikan isi, proses dan
produk



Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan
waktu untuk siswa mengerjakan tugas fleksibel sesuai dengan hasil
asesmen terhadap siswa.
.
kesesuaian/fleksibilitas RPP dengan
kenyataan
Memberikan pertanyaan yang bervariasi terhadap setiap siswa.
Menekankan penguasaan konsep dasar dan logika berpikir (misal:
memberi kesempatan siswa mengerjakan tugas dengan cara yang
berbeda).
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
Guru memasukkan
penilaian formatif
sebagai aspek
penting dalam proses
pembelajaran di
kelas.
Guru melakukan penilaian secara terus
menerus terhadap kemajuan siswa
dalam pembelajaran

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa saat menyampaikan
materi

Guru berkeliling kelas untuk melihat kemajuan siswa dalam
menyelesaikan tugas.

Guru mengoreksi PR yang diberikan kepada siswa

Guru mengadakan kuis untuk menilai pemahaman siswa terhadap
materi yang baru disampaikan.

Guru bertanya apa yang sudah dipelajari siswa berkaitan dengan
materi tertentu.
Guru menyampaikan secara jelas tujuan Siswa tidak takut dinilai tidak mampu oleh
guru (misal: mengapresiasi
penilaian formatif kepada siswa siswa yang berhasil menjawab, memberikan motivas
i bagi siswa yang
belum berhasil untuk terus berusaha, bertanya tidak dengan cara yang
memojokkan siswa, siswa leluasa memberikan jawaban terhadap
pertanyaan yang diberikan).
Guru menggunakan berbagai
macam teknik penilaian
formatif yang menghasilkan
informasi paling penting
dalam membuat penyesuaian
atas kebutuhan siswa
Mengecek pemahaman siswa dengan cara yang beragam (misal: bertanya,
mengecek kemajuan hasil pekerjaan siswa, mengoreksi PR)
Instructional Guru menggunakan Guru menggunakan berbagai macam Memvariasikan pen
gelompokan siswa (individual, berpasangan, kelompok
Arrangements ( berbagai macam metode pengajaran (misal kelompok kecil, kelas bes
ar).
Guru menggunakan metode pengajaran kecil, kerja berpasangan, kerja
metode pengajaran yang dikelola dengan individual, seluruh kelas) untuk
yang dikelola baik dan fleksibel memenuhi kebutuhan siswa.
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
dengan baik dan
fleksibel)
untuk memenuhi
berbagai macam
kesiapan, minat, dan
cara belajar siswa.
Tujuan guru dalam melakukan
pengelompokan sesuai dengan tujuan
kurikulum.

Pengelompokan yang dilakukan sesuai untuk mencapai tujuan belajar
yang ditentukan. (misal: selain dengan berkelompok apakah ada cara
lain yang lebih tepat untuk mencapai tujuan, siswa terlihat dapat
mencapai tujuan dengan kegiatan berkelompok)

Setiap siswa mendapatkan kseimpulan belajar yang sama (misal:
melakukan pembahasan terhadap hasil kerja setiap kelompok kecil
sehingga setiap siswa dapat belajar dari hasil kelompok lain)
Guru membuat
keputusan mengenai
kapan dan bagaimana
menggunakan
berbegai macam
metode pengajaran
berdasarkan pada
tujuan kurikulum dan
data yang terkumpul
melalui penilaian
formatif.
Guru mengelompokkan siswa
berdasarkan informasi yang paling
terbaru. (misal data penilaian)
mengenai kesiapan, ketertarikan,
dan/atau cara belajar siswa.

Guru melakukan assessmen terhadap dinamika kelompok (misal: tidak
membiarkan kelompok yang pasif, memberikan aktivitas lain bagi
kelompok yang sudah selesai)

Guru melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi (misal: siswa
tidak selalu berada di kelompok yang sama)
Komposisi kelompok yang dibuat
guru telah direncanakan dengan baik.
Memiliki dasar yang sesuai dalam melakukan pengelompokan siswa (misal:
setiap siswa di dalam kelompok aktif, menggabungkan siswa dengan berbagai
tingkat kemampuan pada satu kelompok untuk saling membantu)
Guru memastikan bahwa selama
kegiatan pembelajaran atau dalam
satu semester, siswa menjalani
berbagai macam peran dan tanggung
jawab dalam kelompok.

Melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi

Memastikan setiap siswa mendapatkan peran yang berbeda di dalam
kelompoknya (tidak selalu menjadi pemimpin, sekertaris, peserta
pasif, dll)
Guru membuat Guru merencanakan dan

Guru memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa lakukan
kegiatan dan struktur memberitahukan dengan jelas apa ketika seorang siswa/sebua
h kelompok menyelesaikan tugasnya
untuk memastikan yang harus siswa lakukan dalam dengan lebih cepat.
bahwa pergerakan di down time (misal ketika sebuah

Siswa mengetahui apa yang harus dilakukan jika ingin
dalam kelas memang kelompok menyelesaikan tugasnya bertanya/meminta bantuan guru
.
direncanakan dan dengan lebih cepat)
DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI
siswa mengatur
dirinya sendiri.
Ada beberapa cara bagi siswa dan
kelompok siswa untuk menerima
bantuan dalam proses pengajaran.

Guru berkeliling kelas untuk mengecek pemahaman/kemajuan siswa
menyelesaikan tugas.

Guru memberikan bantuan sesuai kebutuhan siswa (misal: siswa yang
menemui kesulitan terperhatikan, siswa yang mampu namun
memerlukan penegasan disemangati untuk menyelesaikan secara
mandiri)
Respectful Task
(Guru menyediakan
tantangan optimal
bagi individu siswa
atau sekelompok
siswa melalui tugas
yang sesuai dengan
kebutuhan belajar
siswa.
Guru menggunakan
tugas yang sesuai
dengan kebutuhan
belajar siswa untuk
memenuhi berbagai
macam kesiapan,
minat, dan cara
belajar siswa.
Tugas memberikan siswa akses ke
tujuan pembelajaran yang sama.

Menyediakan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda

Memberikan soal baru dengan tingkat yang lebih tinggi untuk siswa
gifted.

Memberikan penyesuaian tugas bagi siswa berkebutuhan khusus
(misal: format yang berbeda, waktu yang berbeda)
Guru merencanakan
dan melaksanakan
tugas yang sesuai
dengan kebutuhan
belajar siswa dengan
menggunakan
berbagai macam
strategi perencanaan
pengajaran.
Tugas tampak menarik untuk
dikerjakan dari sudut pandang siswa.
Siswa terlihat antuasias dan bersemangat dalam menyelesaika tugas.
Guru membantu pelaksanaan tugas
dengan menggunakan berbagai
macam teknik

Menerangkan cara-cara yang mungkin dilakukan dalam
menyelesaikan tugas (misal: dalam menghapal bisa dengan cara
chunking, mnemonic, dll).

Menerangkan materi dengan berbagai cara (misal: ceramah, memakai
infocus, alat peraga, dll)

Menempatkan/meminta bantuan siswa yang lebih pandai untuk
membantu siswa yang lain.
Guru merencanakan
tugas untuk
meningkatkan
kemampuan siswa.
Kualitas penyelesaian tugas
diperhatikan
Guru mengkoreksi tugas siswa dengan akurat (misal: cara penulisan, waktu
pengumpulan, kesesuaian dengan tuntutan)
Tugas mengharuskan semua siswa
untuk menggunakan kemampuan
pemikiran dengan tingkat yang lebih
tinggi (misal menganalisa, menilai).

Tugas yang diberikan menekankan pada kemampuan problem solving
Tingkat kesulitan tugas terus bertingkat.
Lampiran 6 Form Observasi Penerapan Differentiated Instruction
FORM OBSERVASI GURU
DALAM MENERAPKAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION
Kelas:_________Mata Pelajaran:__________________________ Waktu/Durasi:__________
______
Guru: ____________________ Tanggal:_____/______/_______ Observer:_______________
_____
Keterangan:
Berikan tanda checklist jika perilaku tersebut muncul
Berikan tanda silang jika perilaku yang muncul adalah perilaku yang sebaliknya
Berikan tanda NE jika perilaku tersebut tidak memungkinkan muncul dalam proses p
embelajaran yang terjadi
1. LEARNING COMMUNITY
Karakteristik fisik dan afektif kelas memberikan nuansa positif bagi proses bela
jar
Mengatur posisi duduk untuk selalu berpindah Keterangan:
Membagi kelompok secara variatif
Siswa terlihat akrab (saling mengenal satu sama lain)
Memberikan siswa kesempatan untuk mengajukan pendapat atau pertanyaan secara lel
uasa.
Mengajak siswa untuk mendiskusikan materi
Memberikan reaksi positif bagi siswa yang menyampaikan pendapat yang tidak umum/
berbeda.
Mengatur peran pemimpin kelompok secara bergiliran
Meminta siswa untuk secara bergantian menjelaskan pemahamannya kepada siswa lain
(misal: memberi
kesempatan siswa untuk berdiskusi)
Membuat tugas kelompok dalam bentuk penyelesaian suatu proyek.
Guru mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual
Menekankan siswa untuk berkompetisi melawan diri sendiri bukan melawan siswa lai
n. Keterangan:
Memberikan reaksi yang sesuai/ditanggapi positif oleh siswa (misal: bagi siswa y
ang sulit paham, bagi
siswa yang lambat menangkap materi, bagi siswa berkebutuhan khusus)
Membahas tugas mandiri siswa di kelas (dengan cara yang membuat siswa sadar tuga
s yang ia kerjakan
sesuai/tidak dengan standar yang harus dicapai).
Mengarahkan siswa untuk membuat perencanaan belajar (misal: mengarahkan untuk me
nuliskan PR di
dalam agenda, mengarahkan siswa untuk membuat jadwal belajar secara mandiri, men
yampaikan waktu
pengerjaan tugas, menyampaikan alur/aktivitas belajar di awal).
Menyampaikan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ( misal: men
gingatkan waktu
yang tersisa untuk pengerjaan tugas, memberikan pujian bagi siswa yang sudah men
yelesaikan tugas
sesuai dengan instruksi, menyemangati siswa yang belum selesai mengerjakan tugas
)
Mengajak siswa untuk menyepakati aturan atau cara belajar yang akan dilakukan.
Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas.
menyampaikan kepada siswa tingkah laku yang diharapkan selama proses pembelajara
n (misal: aturan
yang jelas dan mudah dimengerti, cara mengerjakan tugas)
Keterangan:
Melibatkan seluruh kelas dalam melakukan perencanaan (misal: siswa diberi kesemp
atan untuk
menetapkan waktu ulangan, menetapkan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tug
as, menentukan
materi yang akan dipelajari lebih dalam)
Meminta umpan balik dan saran dari siswa mengenai proses pembelajaran yang terja
di. (misal: bertanya
apakah ia terlalu cepat dalam menyampaikan materi atau apakah metode yang dilaku
kan dapat membantu
siswa memahami materi)
Membahas tugas yang diberikan (misal: bertanya tugas yang diberikan sulit/tidak,
bagaimana cara siswa
mengerjakan PR tersebut)
Kesimpulan Learning Community
2. CURRICULUM
Guru mempersiapkan kurikulum sedemikian rupa sehingga materi dan konsep yang pen
ting ditempatkan di awal unit pelajaran, juga menggunakan kemampuan
dan fakta esensial untuk membantu siswa memahami materi dan konsep tersebut.
Menetapkan tujuan belajar yang jelas (sampai dengan pengetahuan, pemahaman, atau
keterampilan).-->
Berdasarkan RPP yang dibuat guru
Keterangan:
Guru menurunkan tujuan pembelajaran dikaitkan dengan kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh siswa
dalam mata pelajaran tersebut.
Guru menyampaikan konsep dasar/inti dari suatu materi.
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep dasar, bukan pertanyaan ya
ng tidak
relevan/bukan merupakan konsep utama.
Guru menjadikan kurikulum sebagai pengikat proses belajar siswa
Menyampaikan apa yang harus siswa ketahui/pahami dari suatu materi. Keterangan:
Mengawali atau mengakhiri pelajaran dengan menyatakan tujuan belajar atau maksud
dari pelajaran
(misal: melakukan debrief/membuat kesimpulan terhadap proses belajar pada hari itu
)
Guru memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang a
kan dipelajari.
Menghubungkan bahan pelajaran baru dengan pelajaran atau pengalaman siswa sebelu
mnya. Keterangan:
Memberikan contoh tentang suatu materi dengan hal-hal yang dekat dengan kehidupa
n siswa sehari-hari.
Memberikan siswa persoalan problem solving terkait kehidupan sehari-hari.
Menyampaikan materi dengan memberikan contoh konkrit dengan kehidupan siswa seha
ri-hari.
Kesimpulan Curriculum
3. FORMATIVE ASSESSMENT
Guru menilai secara formatif kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasilnya un
tuk melakukan penyesuaian strategi pembelajaran.
Guru melakukan pengelompokan siswa dengan tepat (misal: setiap siswa di dalam ke
lompok aktif berperan
serta)
Keterangan:
Memberikan materi dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan siswa (misal: semua s
iswa terlihat tertarik
dan paham terhadap penjelasan yang diberikan)
Memberikan soal dengan tingkat kesulitan dan metode yang sesuai dengan siswa (mi
sal: semua siswa tidak
terlihat frustrasi menyelesaikan tugas, tidak ada siswa yang menyelesaikan tugas
jauh sebelum waktu yang
ditentukan habis).
Menggunakan data hasil assessmen untuk menyesuaikan pengajaran (misal: merubah c
ara
menyampaikan materi ketika siswa tidak fokus atau siswa tidak paham)
Menyampaikan materi dengan cara yang dapat dimengerti siswa (misal: siswa terlih
at lebih banyak
yang paham/tidak, siswa fokus/tidak, bersemangat/tidak)
Tetap mengajarkan konsep dasar ketika melihat siswa belum paham, tidak langsung
loncat ke konsep
yang berikutnya.
Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan waktu untuk siswa mengerja
kan tugas fleksibel
sesuai dengan hasil asesmen terhadap siswa.
.
dilihat dari RPP dan kenyataan di lapangan.
Memberikan pertanyaan yang bervariasi terhadap setiap siswa.
Menekankan penguasaan konsep dasar dan logika berpikir (misal: memberi kesempata
n siswa mengerjakan
tugas dengan cara yang berbeda, meminta siswa menjelaskan alasan atas jawaban ya
ng diberikan)
Guru memasukkan penilaian formatif sebagai aspek penting dalam proses pembelajar
an di kelas.
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa saat menyampaikan materi Keterangan:
Guru berkeliling kelas untuk melihat kemajuan siswa dalam menyelesaikan tugas.
Guru mengoreksi PR yang diberikan kepada siswa
Guru mengadakan kuis untuk menilai pemahaman siswa terhadap materi yang disampai
kan.
Guru bertanya apa yang sudah dipelajari siswa berkaitan dengan materi tertentu.
Siswa tidak takut dinilai tidak mampu oleh guru (misal: mengapresiasi siswa yang
berhasil
menjawab, memberikan motivasi bagi siswa yang belum berhasil untuk terus berusah
a, bertanya
tidak dengan cara yang memojokkan siswa, siswa leluasa memberikan jawaban terhad
ap pertanyaan
yang diberikan).
Kesimpulan Formative Assessmen
4. INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS
Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan
fleksibel untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat, dan cara
belajar siswa.
Memvariasikan pengelompokan siswa (individual, berpasangan, kelompok kecil, kela
s besar). Keterangan:
Pengelompokan yang dilakukan sesuai untuk mencapai tujuan belajar yang ditentuka
n. (misal: selain
dengan berkelompok apakah ada cara lain yang lebih tepat untuk mencapai tujuan,
siswa terlihat dapat
mencapai tujuan dengan kegiatan berkelompok)
Setiap siswa mendapatkan kesimpulan belajar yang sama (misal: melakukan pembahas
an terhadap hasil
kerja setiap kelompok kecil sehingga setiap siswa dapat belajar dari hasil kelom
pok lain)
Guru membuat keputusan mengenai kapan dan bagaimana menggunakan berbegai macam m
etode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data
yang terkumpul melalui penilaian formatif.
Guru melakukan assessmen terhadap dinamika kelompok (misal: tidak membiarkan kel
ompok yang pasif,
memberikan aktivitas lain bagi kelompok yang sudah selesai)
Keterangan:
Guru melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi (misal: siswa tidak selalu
berada di kelompok
yang sama)
Memiliki dasar yang sesuai dalam melakukan pengelompokan siswa (misal: setiap si
swa di dalam
kelompok aktif, menggabungkan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan pada satu
kelompok untuk
saling membantu)
Memastikan setiap siswa mendapatkan peran yang berbeda di dalam kelompoknya (tid
ak selalu menjadi
pemimpin, sekertaris, peserta pasif, dll)
Guru membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan bahwa pergerakan di dalam ke
las memang direncanakan dan siswa mengatur dirinya sendiri.
Guru memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa lakukan ketika seorang sis
wa/sebuah
kelompok menyelesaikan tugasnya dengan lebih cepat.
Keterangan:
Siswa mengetahui apa yang harus dilakukan jika ingin bertanya/meminta bantuan gu
ru.
Guru berkeliling kelas untuk mengecek pemahaman/kemajuan siswa menyelesaikan tug
as.
Guru memberikan bantuan sesuai kebutuhan siswa (misal: siswa yang menemui kesuli
tan terperhatikan,
siswa yang mampu namun memerlukan penegasan disemangati untuk menyelesaikan seca
ra mandiri
Kesimpulan Instructional Arrangements
5. RESPECTFUL TASK
Guru menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk memenuhi
berbagai macam kesiapan, minat, dan cara belajar siswa.
Menyediakan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda Keterangan:
Memberikan soal baru dengan tingkat yang lebih tinggi untuk siswa gifted / siswa
lain yang selesai lebih
dulu.
Memberikan penyesuaian tugas bagi siswa berkebutuhan khusus (misal: format yang
berbeda, waktu yang
berbeda)
Guru merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar si
swa dengan menggunakan berbagai macam strategi perencanaan
pengajaran.
Siswa terlihat antuasias dan bersemangat dalam menyelesaika tugas Keterangan:
Menerangkan cara-cara yang mungkin dilakukan dalam menyelesaikan tugas (misal: d
alam menghapal
bisa dengan cara chunking, mnemonic, dll).
Menerangkan materi dengan berbagai cara (misal: ceramah, memakai infocus, alat p
eraga, dll)
Menempatkan/meminta bantuan siswa yang lebih pandai untuk membantu siswa yang la
in.
Guru merencanakan tugas untuk meningkatkan kemampuan siswa.
Guru mengkoreksi tugas siswa dengan akurat (misal: cara penulisan, waktu pengump
ulan, kesesuaian
dengan tuntutan)
Keterangan:
Tugas yang diberikan menekankan pada kemampuan problem solving
Tingkat kesulitan tugas terus bertingkat.
Kesimpulan Respectful Tasks
Lampiran 7 -Form Inter Rater Observer
RATING PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION GURU
Guru : ______________ Kelas: __________ Tanggal dan Waktu Observasi : __________
_______
Mata Pelajaran : ______________ Observer : _____________________________________
______
Aspek
Differentiated
Instruction
Uraian Rating Keterangan
LEARNING
COMMUNITY
( ____ )
1. Karakteristik fisik dan afektif kelas
memberi nuansa positif bagi
pembelajaran.
2. Mendorong rasa hormat atas pilihan dan
perbedaan individual.
3. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab
di kelas.
CURRICULUM
( ____ )
4. Hubungan kurikulum dengan konsep
penting dan pengembangan keahlian
siswa.
5. Kurikulum fokus pada apa yang harus
diketahui, dipahami dan mampu
dilakukan siswa.
6. Kurikulum sebagai pengikat motivasi
siswa untuk memahami konsep penting.
7. Relevansi kurikulum dengan
pengalaman siswa.
FORMATIVE
ASSESSMENT
( ____ )
8. Waktu pelaksanaan penilaian formatif.
9. Penggunaan hasil penilaian formatif
untuk melakukan penyesuaian
pengajaran.
10. Metode penilaian formatif beragam.
11. Pemahaman siswa tentang penilaian
formatif.
INSTRUCTIONAL
ARRANGEMENTS
( ____ )
12. Metode pengajaran beragam.
13. Pengelompokan siswa sesuai tujuan
pembelajaran.
14. Membuat kegiatan dan struktur untuk
memastikan kelancaran pembelajaran
dan siswa dapat mengatur dirinya
sendiri.
15. Tugas fokus pada tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai.
RESPECTFUL
TASK
( ____ )
16. Kriteria penilaian tugas jelas dan
memberikan bantuan yang sesuai
dengan kebutuhan siswa.
17. Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar
siswa.
Lampiran 8 Form Psikogram Penerapan Differentiated Instruction
PSIKOGRAM PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION
Inisial : Waktu Observasi :
Aspek Differentiated
Instruction
Uraian
Pemula Dasar Mahir Lanjut
1 2 3 4
LEARNING
COMMUNITY
Guru menciptakan lingkungan
pembelajaran yang positif
(memungkinkan setiap siswa dapat
menjalani proses belajar secara optimal)
CURRICULUM
Guru menggunakan kurikulum yang
berkesinambungan dan memungkinkan
siswa mencapai kemampuan yang
optimal.
FORMATIVE
ASSESSMENT
Guru menggunakan penilaian fomatif
(sebelum, selama dan sesudah
pengajaran)
INSTRUCTIONAL
ARRANGEMENTS
Guru mengunakan metode pengajaran
yang dikelola dengan baik dan fleksibel
RESPECTFUL
TASK
Guru menyediakan tantangan optimal
bagi siswa melalui tugas yang sesuai
dengan kebutuhan belajar siswa.
Lampiran 9 Modul Pelatihan Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menerapkan Different
iated Instruction
RANCANGAN MODUL PELATIHAN PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI)
PADA PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSI
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat melakukan pengajaran dengan mener
apkan lima prinsip dasar differentiated instruction melalui
menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, menggunakan kurikulum berkesin
ambungan yang mengarahkan siswa untuk mencapai
kemampuan optimal, melakukan penilaian secara berkala terhadap kebutuhan belajar
siswa, menggunakan metode pengajaran yang terencana
dan fleksibel, dan menyediakan tugas yang menyediakan tantangan optimal bagi sis
wa.
TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan:

Memahami langkah yang harus dilakukan dalam melakukan persiapan pengajaran bagi
siswa di kelas inklusi.

Memahami prinsip DI sebagai pengajaran bagi siswa dengan karakteristik beragam,
yaitu: lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa
secara berkala, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, pengelompokan ya
ng fleksibel dan sesuai tujuan belajar, serta tugas yang
memberikan tantangan optimal.

Mampu mengaplikasikan prinsip dasar DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, pen
ilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas
dan berkesinambungan, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, se
rta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam
Rancangan Program Pembelajaran (RPP).

Mampu mengaplikasikan prinsip dasar DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, pen
ilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas
dan berkesinambungan, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, se
rta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam
simulasi proses pengajaran.
TUJUAN INSTRUKSIONAL
KHUSUS
INDIKATOR PROSEDUR PENILAIAN
Memahami langkah yang harus
dilakukan dalam mempersiapkan
pengajaran bagi siswa yang beragam
Guru memahami
langkah persiapan
pengajaran bagi siswa
yang beragam, yaitu
menentukan tujuan,
memikirkan
karakteristik dan
kebutuhan belajar
siswa, memikirkan
kebutuhan khusus
siswa, memikirkan
cara mengevaluasi
kemajuan belajar
siswa, memikirkan
hambatan yang
mungkin ditemui dan
strategi mengatasinya.
FILM ANIMAL SCHOOL : PERENCANAAN BELAJAR BAGI
SISWA DENGAN KARAKTERISTIK BERAGAM
Besar Kelompok
2-5 orang/kelompok
Waktu
2, 5 jam
Materi

Flipchart dan spidol marker

Laptop dan Infocus

Film animal school

Handout anminal school dan overview DI

Slide gaining attention.

Slide arahan diskusi
Kertas A4

Rubrik penilaian performance test
Proses
1. Gaining attention (3 menit) : Menampilkan slide show dengan
tampilan atraktif yang bertuliskan one size does not fit all.
2. Describe the goal (2 menit): Menyampaikan bahwa setelah sesi ini
peserta diharapkan dapat memahami pentingnya diferensiasi dalam
keberhasilan proses belajar siswa yang beragam dan memahami
langkah dalam mempersiapkan pengajaran bagi siswa dengan
karakteristik beragam.
3. Stimulate recall of prior knowledge (40 menit):

Peserta dibagi ke dalam 3 kelompok (2, 2, dan 3). Di dalam
Ketepatan langkah-langkah
proses perencanaan
pengajaran yang dijelaskan
oleh guru
a. Guru menjelaskan
langkah mengenai
menentukan tujuan
belajar yang ingin
dicapai.
b. Guru menjelaskan
langkah mengenai
memikirkan karakteristik
dan kebutuhan belajar
siswa.
c. Guru menjelaskan
langkah mengenai
memikirkan apakah
kebutuhan khusus siswa
dapat menjadi masalah
dalam materi yang akan
disampaikan.
d. Guru menjelaskan
langkah mengenai
memikirkan cara
mengevaluasi kemajuan
belajar siswa.
e. Guru menjelaskan
langkah mengenai
memikirkan hambatan
kelompok, selama 10 menit peserta diminta untuk yang mungkin ditemui
mendiskusikan proses yang biasanya mereka lakukan dalam dalam melaksanakan
merencanakan proses pembelajaran bagi siswa, menyangkut: perencanaan tersebut.
langkah-langkah perencanaan, aspek-aspek yang f. Guru menjelaskan
direncanakan, aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan, langkah mengenai
orang-orang yang biasanya terlibat dalam proses perencanaan memikirkan strategi
dan peranan masing-masing. yang bisa dilakukan

Setelah diskusi kelompok selesai, setiap kelompok kemudian untuk mengatasi
mempresentasikan hasil diskusinya selama @ 10 menit. hambatan yang ditemui.
4. Persent the material (10 menit): Menonton film animal school,
yaitu tentang berbagai jenis binatang yang bersekolah di sekolah
yang sama dan diharuskan untuk mempelajari materi yang sama
dengan cara yang sama dan permasalahan apa saja yang pada
akhirnya mereka temui di sekolah tersebut, termasuk juga asosiasi
kebutuhan belajar setiap binatang tersebut dengan kebutuhan belajar
siswa yang berbeda-beda.
5. Provide guidence for learning (3 menit): Memberikan arahan
diskusi, yaitu: Setiap kelompok diminta untuk membahas hasil
presentasi perencanaan pembelajaran satu kelompok lain, mengenai:

Apakah langkah dalam melakukan perencanaan pengajaran
sudah tepat?

Adakah aspek penting yang terlewat?

Dengan perencanaan yang dilakukan, apa hambatan yang
mungkin ditemui dalam melakukan pengajaran ?

Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?
6. Elicit performance practices (25 menit): Memberi peserta
kesempatan untuk mendiskusikan pertanyaan tersebut di dalam
kelompok selama 10 menit, dan kemudian mempresentasikan
jawabannya @ 5 menit.
7. Provide information feedback (45 menit): Membahas hasil presentasi
setiap kelompok, yaitu:

Kelengkapan langkah persiapan pengajaran yang disampaikan.

Langkah persiapan pengajaran yang seharusnya dilakukan

Pentingnya setiap langkah persiapan pengajaran tersebut.

Cara yang bisa dilakukan dalam melaksanakan setiap langkah
persiapan pengajaran tersebut.
8. Assess performance test (15 menit): Setiap peserta diminta untuk
menuliskan pemahamannya mengenai langkah perencanaan
pengajaran yang seharusnya dilakukan untuk kelas inklusi,
pentingnya langkah tersebut harus dilakukan, dan cara yang dapat
dilakukan untuk melaksanakan setiap langkah tersebut.
9. Enhance retention and transfer (5 menit): Menyampaikan
kesimpulan bahwa perbedaan karakteristik siswa seperti pada film
animal school juga terdapat pada kelas inklusi yang mereka ajar,
dimana bukan hanya anak berkebutuhan khusus yang memiliki
kebutuhan belajar yang berbeda, namun setiap siswa juga memiliki
kebutuhan belajar masing-masing, yang harus dipenuhi guru dalam
proses pembelajaran di kelas. Ketika guru paham kebutuhan belajar
siswa dan proses pembelajaran yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan siswa tersebut, maka setiap siswa yang
berbeda kebutuhan belajarnya dapat mencapai hasil belajar yang
sama seperti yang diharapkan oleh standar. Oleh karena itu,
identifikasi kebutuhan belajar siswa merupakan hal yang penting
untuk dilakukan.
Memahami strategi dalam melakukan
prinsip DI sebagai pengajaran bagi
siswa dengan karakteristik beragam,
yaitu: lingkungan kelas yang positif,
penilaian siswa secara berkala,
pengelompokan yang fleksibel dan
sesuai tujuan belajar, tujuan belajar
yang jelas dan berkesinambungan,
serta tugas yang memberikan
Guru memahami
strategi dalam
melakukan setiap
prinsip dasar DI,
dengan menjelaskan
tingkah laku
pengajaran yang
berkaitan dengan
kelima prinsip dasar
STRATEGI MELAKUKAN LIMA PRINSIP DASAR DI :
PEMBAHASAN KASUS
Besar Kelompok
2 -5 orang/kelompok
Waktu
3, 5 jam
Ketepatan tingkah laku yang
disampaikan dengan kelima
prinsip dasar DI.
a. Guru mampu
menjelaskan semua
tingkah laku pengajaran
dalam kasus yang
berkaitan dengan prinsip
learning community.
tantangan optimal tersebut. Materi

Slide gaining attention

Kasus

Kertas A4

Flipchart dan spidol marker

Slide materi

Slide arahan diskusi

Handout tentang prinsip dasar DI.

Rubrik hasil observasi.

Kunci jawaban kasus
Proses
1. Gaining attention (5 menit) : Menampilkan slide show berwarnawarni
cerah, dengan tulisan Baseball Camp : Sebuah metafora
untuk diferensiasi. Setelah semua peserta melihat ke arah slide
show, fasilitator langsung menyampaikan tujuan belajar sesi ini.
2. Describe the goal (5 menit) : Menyampaikan bahwa setelah sesi ini
peserta diharapkan dapat mengetahui lima prinsip dasar yang
diperlukan dalam melakukan DI, dan akan melakukan aktivitas
diskusi kelompok untuk membahas kasus berkaitan dengan
penerapan prinsip dasar lingkungan kelas yang positif, penilaian
siswa secara berkala, serta pengelompokan yang fleksibel dan sesuai
tujuan belajar.
3. Stimulate recall of prior knowledge (40 menit):

Membahas apa yang dimaksud oleh slide awal tantang
baseball camp: metafora untuk diferensiasi.

Setelah itu peserta dibagi ke dalam 3 kelompok (2, 2, dan 3).
Di dalam kelompok, selama 10 menit peserta diminta untuk
mendiskusikan modifikasi proses belajar seperti apa yang
biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa
yang beragam? Apa yang biasanya dijadikan pertimbangan
dalam memilih/melakukan modifikasi tertentu?
b.
c.
d.
e.
Guru mampu
menjelaskan semua
tingkah laku pengajaran
dalam kasus yang
berkaitan dengan prinsip
curriculum.
Guru mampu
menjelaskan semua
tingkah laku pengajaran
dalam kasus yang
berkaitan dengan prinsip
formative assessment.
Guru mampu
menjelaskan semua
tingkah laku pengajaran
dalam kasus yang
berkaitan dengan prinsip
instructional
arrangements.
Guru mampu
menjelaskan semua
tingkah laku pengajaran
dalam kasus yang
berkaitan dengan prinsip
respectful tasks.

Setelah diskusi kelompok selesai, setiap kelompok kemudian
mempresentasikan hasil diskusinya selama @ 10 menit.
4. Present the material (15 menit): Menyampaikan power poin tentang
aspek-aspek belajar yang bisa didiferensiasi dan penjelasan umum
mengenai lima prinsip dasar DI. Setiap peserta memperoleh handout
mengenai materi yang disampaikan.
5. Provide guidence for learning (5 menit) : Menyampaikan suatu studi
kasus mengenai proses pengajaran yang dilakukan peserta dalam
menghadapi siswa di kelas inklusi (studi kasus diambil berdasarkan
hasil observasi peneliti dalam proses pembelajaran yang dilakukan
peserta di kelas). Kemudian di dalam kelompok, selama 20 menit
secara perorangan setia peserta diminta untuk menuliskan tingkah
laku guru dalam kasus yang berkaitan dengan kelima prinsip dasar
DI, baik tingkah laku yang sesuai dengan prinsip, maupun tingkah
laku yang tidak sesuai dengan prinsip. Peserta juga diminta untuk
memberikan penjelasan mengenai tingkah laku yang seharusnya
ditampilkan guru dalam kasus tersebut. Kemudian selama 10 menit
membahas hasilnya di dalam kelompok kecil.
6. Elicit performance practices (60 menit) : Memberikan kesempatan
untuk setiap kelompok membahas kasus secara individual dan
berkelompok di dalam kelompok kecil selama 30 menit, dan
mempresentasikan hasilnya selama @ 10 menit.
7. Provide information feedback (75 menit): Setiap kelompok kecil
kemudian bergabung kedalam kelompok besar. Setiap kelompok
kecil diberi kesempatan untuk memberi umpan balik terhadap hasil
presentasi kelompok lain @ 10 menit. Kemudian fasilitator
membahas hasil presentasi dan hasil umpan balik tersebut yaitu
berkaitan dengan kesesuaian tingkah laku yang dipresentasikan
dengan penerapan prinsip dasar DI, selama 45 menit.
8. Assess performance test (Selama aktivitas 6 dan 7 berlangsung) :
Observer menilai pemahaman peserta mengenai lima prinsip dasar
DI, berdasarkan pernyataan yang disampaikan saat membahas
kasus.
9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa
dalam melakukan pengajaran dengan DI, peserta harus memastikan
bahwa tingkah laku yang ditampilkan saat mengajar sudah
memenuhi persyaratan DI, sehingga proses pembelajaran menjadi
terarah.
Mampu mengaplikasikan lima prinsip
DI, yaitu lingkungan kelas yang
positif, penilaian siswa secara berkala,
pengelompokan yang fleksibel dan
sesuai tujuan belajar, tujuan belajar
yang jelas dan berkesinambungan, serta
tugas yang memberikan tantangan
optimal dalam rancangan program
pembelajaran (RPP)
Guru mampu
menerapkan lima
prinsip dasar DI
dalam Rancangan
Program Pengajaran
(RPP) yang dibuat.
RANCANGAN PROGRAM PENGAJARAN (RPP) :
PENERAPAN LIMA PRINSIP DASAR DI
Besar Kelompok
2-5 orang
Waktu
2,5 jam
Materi

Slide gaining attention

Slide materi

Contoh RPP untuk dibahas @ 1 RPP/kelompok
Format RPP

Lembar observasi pembuatan dan hasil RPP kelompok

Rubrik penilaian RPP
Proses
1. Gaining attention (5 menit) : Menampilkan slide show dengan
tampilan atraktif bertuliskan Guru saya tidak peduli tentang
halaman 51, sama seperti yang dia lakukan pada saya! yang
dibacakan dengan keras oleh seorang fasilitator.
2. Describe the goal (2 menit) : Menyampaikan bahwa dalam sesi ini
di dalam kelompok peserta akan diberikan waktu untuk membuat
rencana program pengajaran (RPP) untuk menerapkan materi yang
sudah diperoleh sejak sesi pertama dalam menghadapi kelas yang di
Kesinambungan antara
tujuan pengajaran dengan
aktivitas belajar untuk
memenuhi kebutuhan belajar
siswa yang beragam.
dalamnya terdapat ABK gifted, ADHD, dan learning disabilities.
3. Stimulate recall of prior knowledge (25 menit):
Membahas maksud dari slide show Guru saya tidak peduli tentang
halaman 51, sama seperti yang dia lakukan pada saya!
Kemudian di dalam kelompok (2, 2 dan dan 3 orang) peserta diminta
membahas kelebihan dan kelemahan 1 contoh RPP yang dibeikan
oleh fasilitator, selama 10 menit, dan mempresentasikan hasilnya @
5 menit.
4. Present the material (15 menit) : Menyampaikan power poin
mengenai Pembuatan Rancangan Program Pengajaran (RPP)
5. Provide guidence for learning (2 menit) : Di dalam kelompok,
peserta diminta untuk membuat 1 buah RPP, dengan form yang
sudah ditentukan, sesuai dengan aspek-aspek rencana pengajaran
yang sudah disampaikan pada aktivitas 4.
6. Elicit performance practices (40 menit) : Memberi kesempatan bagi
peserta untuk membuat RPP di dalam kelompok selama 30 menit,
dan mensimulasikannya di dalam kelompok kecil selama 10 menit
dengan diawasi oleh fasilitator kelompok.
7. Provide information feedback (45 menit) : Di dalam kelas besar,
fasilitator membahas RPP yang telah dibuat kelompok dikaitkan
dengan penerapan prinsip dasar DI di dalam RPP tersebut, dan
ketepatan RPP yang dibuat dalam mempersiapkan pengajaran,
seperti yang dirasakan saat simulasi.
8. Assess performance test : Setiap peserta diberi PR untuk menuliskan
RPP sesuai dengan mata pelajaran yang akan ia ajarkan, dengan
format yang ia rasakan paling sesuai namun bisa mencakup semua
aspek penting yang sudah dibahas. PR akan dibahas dan
disimulasikan pada pertemuan selanjutnya.
9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa
untuk dapat melakukan prinsip dasar DI, peserta harus terlebih
dahulu mengetahui tujuan yang ingin dicapai, dan memahami
karakteristik dan kebutuhan belajar siswa yang berada di kelas
tersebut, baik ABK maupun siswa reguler. Dengan mengetahui
kedua hal tersebut, makapeserta dapat merumuskan kegiatan
pembelajaran secara terarah dan berkesinambunga. Selain itu, untuk
dapat melakukan pengajaran yang efektif diawali dengan membuat
RPP yang tepat.
Mampu mengaplikasikan lima prinsip
DI, yaitu lingkungan kelas yang
positif, penilaian siswa secara berkala,
pengelompokan yang fleksibel dan
sesuai tujuan belajar, tujuan belajar
yang jelas dan berkesinambungan,
serta tugas yang memberikan
tantangan optimal dalam simulasi
proses pengajaran.
Guru mampu
menerapkan kelima
prinsip dasar DI di
dalam pengajaran
yang dilakukan.
SIMULASI PENGAJARAN : PENERAPAN LIMA PRINSIP
DASAR DI
Besar Kelompok
Individual
Waktu
3 jam
Materi

Slide gaining attention

Laptop dan infocus

Perangkat pengajaran guru

Panduan observasi penerapan DI
Lembar observasi dan Rubrik penilaian RPP

Rubrik penilaian simulasi.
Proses
1. Gaining attention (2 menit): Menampilkan slide show dengan
tampilan atraktif, yang bertuliskan word of wisdom dari seorang
guru yang berisikan fakta bahwa tingkah laku yang ditampilkan
guru di kelas sangat mempengaruhi siswa.
2. Describe the goal (1 menit) : Menyampaikan bahwa pada sesi ini
peserta akan mensimulasikan RPP yang telah dibuat di rumah
3. Stimulate recall of prior knowledge (5 menit) : Menanyakan proses
yang dilakukan peserta dalam membuat RPP tersebut.
4. Present the material (5 menit): Menyampaikan bahwa lima prinsip
Ketepatan proses pengajaran
yang disimulasikan guru
dalam menerapkan kelima
prinsip dasar DI, yaitu:
1. Guru menerapkan
prinsip learning
community dengan
menciptakan lingkungan
belajar yang positif
(membuat siswa dapat
melakukan proses
belajar dengan optimal)
2. Guru menerapkan
prinsip curriculum
dengan menentukan
tujuan belajar yang jelas
dan menuntut siswa
untuk dapat menguasai
konsep utama dari suatu
materi.
3. Guru menerapkan
prinsip formative
assessment dengan
melakukan penilaian
berkelanjutan terhadap
kebutuhan belajar siswa
selama proses belajar
dasar DI yang telah dibahas pada hari pertama merupakan prinsip
yang harus diterapkan untuk bisa memaksimalkan proses
dan menggunakan
hasilnya untuk
pembelajaran bagi siswa di kelas inklusi. melakukan penyesuaian
5. Provide guidence for learning (2 menit) : Memberikan arahan
aktivitas, bahwa selama 5 menit peserta harus terlebih dahulu
pengajaran.
4. Guru menerapkan
menjelaskan penerapan prinsip dasar DI dalam RPP yang dibuat, prinsip instructio
nal
baru kemudian mensimulasikannya selama 15 menit.
6. Elicit performance practices (140 menit) : Setiap peserta diberi
arrangemets dengan
melakukan aktivitas
waktu 20 menit untuk menjelaskan dan mensimulasikan RPP yang pengajaran yang dap
at
telah dibuat di rumah memenuhi kebutuhan
7. Provide information feedback (30 menit) : Fasilitator memberikan belajar semu
a siswa.
umpan balik terhadap RPP dan simulasi pelaksanaan RPP secara 5. Guru menerapkan
keseluruhan
8. Assess performance test (selama tahap 6 dan 7 berlangsung) :
prinsip respectful tasks
dengan memberikan
Observer melakukan observasi penerapan DI berrdasarkan RPP tugas yang memberikan

dan simulasi yang dilakukan.
9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa
tantangan optimal bagi
setiap siswa tanpa
tugas peserta bukan hanya ketika tatap muka, tapi lebih banyak terkecuali.
ditentukan dari keberhasilan persiapan yang dilakukan sebelum
pengajaran. Dengan membuat RPP yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa, maka proses pembelajaran yang dilakukan dapat
lebih memfasilitasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda.
Lampiran 10 Form Observasi Aktivitas Pelatihan
ASPEK 1 2 3 4
Pemahaman guru mengenai penetapan tujuan belajar pada apa yang harus
diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa tersebut, sebagai dasar yang harus dipertimbangkan dalam
membuat perencanaan pengajaran.
Pemahaman guru mengenai karakteristik utama siswa yang perlu
dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan pengajaran (kompetensi yang
belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan
kemampuan berpikir siswa).
Pemahaman guru mengenai perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui
pentingnya mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang
perencanaan pengajaran
Pemahaman guru mengenai hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian
tujuan belajar siswa dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana
pengajaran yang berikutnya.
Pemahaman guru dalam membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin
dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran
Pemahaman guru dalam membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang
mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip learning
community dalam kasus.
Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam
kasus.
Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip formative
assessment dalam kasus.
Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip instructional
arrangements dalam kasus.
Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks
dalam kasus.
Kesinambungan antara tujuan pengajaran dengan aktivitas belajar
Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima
prinsip dasar DI
Lampiran 11 Kisi-Kisi Penilaian dan Observasi
Kisi-Kisi Penilaian dan Observasi
Tujuan
Digunakan untuk memberikan penilaian selama kegiatan pelatihan dilakukan untuk
mengetahui apakah peserta sudah berhasil mencapai tujuan instruksional khusus pe
latihan.
1.
Perencanaan Belajar Bagi Siswa Inklusi (SESI 1)

Tujuan Instruksional Khusus : Memahami langkah yang harus dilakukan dalam
mempersiapkan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.

Indikator : Guru dapat memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah penting
yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan pengajaran untuk siswa di kelas
inklusi.
a.
Guru memahami penetapan tujuan belajar pada apa yang harus
diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir siswa tersebut, sebagai dasar yang harus dipertimbangkan dalam membuat
perencanaan pengajaran.
4 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus
diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan dikaitkan dengan tujuan
mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut.
3 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus
diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan tidak dikaitkan dengan tujuan
mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut (hanya dikaitkan dengan
kurikulum), dan penjelasan yang diberikan sistematis (mudah dipahami)
2 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus
diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan tidak dikaitkan dengan tujuan
mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut (hanya dikaitkan dengan
kurikulum), dan penjelasan yang diberikan kurang sistematis (kurang dapat
dipahami)
1 Hanya menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar tanpa disertai
penjelasan mengenai pentingnya langkah tersebut ditentukan sebagai dasar
dalam membuat perencanaan pengajaran.
b.
Guru memahami karakteristik utama siswa yang perlu dipertimbangkan dalam
menyusun perencanaan pengajaran ( kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk
bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa ).
4 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya memikirkan karakteristik
kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa
mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa ) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam membuat perencanaan pengajaran.
3 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya memikirkan salah satu
karakteristik dan kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki
siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan ATAU
kemampuan berpikir siswa) sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam
membuat perencanaan pengajaran.
2 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya langkah memikirkan karakteristik
siswa dalam membuat perencanaan pengajaran, namun menyoroti karakteristik
yang tidak penting.
1 Tidak memberikan penjelasan mengenai perlunya langkah memikirkan
karakteristik siswa dalam membuat perencanaan pengajaran.
c.
Guru memahami perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui pentingnya
mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang perencanaan
pengajaran
4 Guru mampu menyebutkan dan memberikan contoh kasus nyata/kongkrit secara
tepat (dengan memperhatikan karakteristik belajar yang sesuai) yang
menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan belajar
berbeda dengan siswa reguler.
3 Guru mampu menyebutkan dan memberikan contoh kasus/nyata walaupun
kurang tepat (karakteristik belajar yang diperhatikan bukan merupakan
karakteristik utama) namun masih menunjukkan bahwa anak berkebutuhan
khusus memiliki kebutuhan belajar berbeda dengan siswa reguler.
2 Guru mengetahui bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan belajar
berbeda dengan siswa reguler namun tidak mampu menyebutkan dan
memberikan contoh kasus nyata/kongkrit.
1 Guru tidak memasukkan kebutuhan belajar yang berbeda antara anak
berkebutuhan khusus dengan siswa reguler menjadi suatu bahan pertimbangan
dalam penyusunan perencanaan pengajaran. Contoh : tidak menyebutkan
pentingnya pertimbangan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus.
d.
Guru memahami hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian tujuan
belajar siswa dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana pengajaran yang
berikutnya.
4 Guru menyebutkan alasan dari pentingnya dilakukan evaluasi sebagai alat untuk
melihat pencapaian tujuan belajar siswa dan mengetahui peran hasil evaluasi
sebagai dasar penyesuaian rencana pengajaran selanjutnya.
3 Guru menyebutkan alasan dari pentingnya dilakukan evaluasi sebagai alat untuk
melihat pencapaian tujuan belajar siswa TANPA mengetahui peran hasil
evaluasi sebagai dasar penyesuaian rencana pengajaran selanjutnya.
2 Guru hanya menyebutkan tujuan pentingnya dilakukan evaluasi tanpa
memberikan penjelasan lebih lanjut.
1 Guru hanya menyebutkan evaluasi sebagai salah satu tahapan dalam
pembuatan rencana pengajaran tanpa penjelasan lebih lanjut.
e. Guru memahami dan mampu membuat prediksi mengenai hambatan yang
mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
4 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dan
guru dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
3 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam
melaksanakan perencanaan pengajaran, dengan sistematis (mudah dipahami)
2 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam
melaksanakan perencanaan pengajaran, namun kurang sistematis (kurang dapat
dipahami)
1 Guru tidak memikirkan hambatan yang mungkin dialami siswa dalam
melaksanakan perencanaan pengajaran atau guru menjelaskan hambatan yang
dialami berasal dari dirinya sendiri.
f. Guru memahami dan mampu membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang
mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
4 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa
dan guru dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
3 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa
dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, dengan sistematis (mudah
dipahami)
2 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa
dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, namun kurang sistematis (kurang
dapat dipahami)
1 Guru tidak menjelaskan pentingnya memikirkan strategi untuk mengatasi
hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan
pengajaran atau guru menjelaskan strategi untuk mengatasi hambatan yang
mungkin dialami dirinya sendiri.
2.
Strategi Melakukan Lima Prinsip Dasar DI : Studi Kasus (SESI 2)
a.
Tujuan instruksional Khusus: Guru memahami perilaku setiap prinsip DI yang
terdapat pada kasus yang diberikan.
b.
Batasan: Ketepatan penjelasan tingkah laku pada kasus dengan kelima prinsip dasa
r
DI, yang ditunjukkan oleh besarnya score yang diperoleh dalam pembahasan contoh
kasus.
(Skor 2: Memberikan penjelasan tingkah laku dalam kasus disertai alasan dan kate
gori
yang tepat ; Skor 1: Hanya menyebutkan tingkah laku dalam kasus tanpa menjelaska
n
alasan atau tanpa dikategorikan, memberi penjelasan tapi salah mengkategorikan ;

Skor 0: Tidak menyebutkan tingkah laku yang benar atau hanya mengidentifikasi
tanpa mengkategorikan dan memberikan penjelasan)
f.
Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip learning community
dalam kasus.
4 Guru mendapatkan nilai minimal 8 (delapan) dalam menentukan perilaku yang
termasuk learning community dalam contoh kasus.
3 Guru mendapatkan nilai antara 6-7 dalam menentukan perilaku yang termasuk
learning community dalam contoh kasus.
2 Guru mendapatkan nilai antara 3-5 dalam menentukan perilaku yang termasuk
learning community dalam contoh kasus.
1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang
termasuk learning community dalam contoh kasus.
g. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam
kasus.
4 Guru mendapatkan nilai minimal 7 (tujuh) dalam menentukan perilaku yang
termasuk curriculum dalam contoh kasus.
3 Guru mendapatkan nilai antara 5-6 dalam menentukan perilaku yang termasuk
curriculum dalam contoh kasus.
2 Guru mendapatkan nilai antara 3-4 dalam menentukan perilaku yang termasuk
curriculum dalam contoh kasus.
1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang
termasuk curriculum dalam contoh kasus.
h. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip formative assessment

dalam kasus.
4 Guru mendapatkan nilai 4 (empat) dalam menentukan perilaku yang termasuk
formative assessment dalam contoh kasus.
3 Guru mendapatkan nilai 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang termasuk
formative assessment dalam contoh kasus.
2 Guru mendapatkan nilai 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang termasuk
formative assessment dalam contoh kasus.
1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang
termasuk formative assessment dalam contoh kasus.
i. Guru dapat mejelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip instructional
arrangements dalam kasus.
4 Guru mendapatkan nilai minimal 10 (sepuluh) dalam menentukan perilaku yang
termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus.
3 Guru mendapatkan nilai antara 7-9 dalam menentukan perilaku yang termasuk
instructional arrangements dalam contoh kasus.
2 Guru mendapatkan nilai antara 4-6 dalam menentukan perilaku yang termasuk
instructional arrangements dalam contoh kasus.
1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 4 (empat) dalam menentukan perilaku yang
termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus.
j. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks dal
am
kasus.
4 Guru mendapatkan nilai minimal 5 (lima) dalam menentukan perilaku yang
termasuk respectful tasks dalam contoh kasus.
3 Guru mendapatkan nilai antara 4-5 dalam menentukan perilaku yang termasuk
respectful tasks dalam contoh kasus.
2 Guru mendapatkan nilai antara 2-3 dalam menentukan perilaku yang termasuk
respectful tasks dalam contoh kasus.
1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang
termasuk respectful tasks dalam contoh kasus.
3.
Rancangan Program Pengajaran (RPP) : Penerapan lima prinsip dasar DI (SESI
3 dan SESI 4)

Tujuan instruksional Khusus: Guru mampu menerapkan lima prinsip dasar DI
dalam Rancangan Progran Pengajaran (RPP) yang dibuat.

Batasan: Kesinambungan antara tujuan pengajaran dengan aktivitas belajar, yaitu
mencakup aspek-aspek berikut:
a.
Konten, yaitu menentukan konsep dasar yang harus dikuasai siswa.
b.
Tujuan belajar, yaitu menentukan tujuan belajar secara spesifik mengenai apa
yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa.
c.
Indikator, yaitu menentukan perilaku yang harus ditampilkan siswa, yang
mengarah pada tujuan yang ingin dicapai.
d.
Material, yaitu menentukan alat bantu yang tepat untuk membantu siswa
memahami materi yang disampaikan
e.
Prosedur pengajaran,

Pendahuluan, yaitu menentukan aktivitas untuk membuat siswa siap
menerima materi pelajaran yang akan disampaikan.

Kegiatan inti, yaitu menentukan rincian kegiatan spesifik yang akan
dilakukan untuk siswa bisa memahami materi, mencakup:
1.
Praktek, yaitu menentukan aktivitas yang harus dilakukan siswa
untuk dapat lebih menguasai materi.
2.
Tugas mandiri, yaitu menentukan tugas yang harus diselesaikan
siswa secara mandiri, untuk guru dapat mengevaluasi tingkat
penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan.
3.
Akomodasi, yaitu menentukan modifikasi elemen belajar untuk
memenuhi kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus.
4.
Mengecek pemahaman, yaitu menentukan aktivitas untuk
mengecek kemajuan belajar siswa.`

Penutup, yaitu menentukan aktivitas untuk menutup pelajaran dengan
membantu siswa dapat menyimpulkan konsep utama yang baru dipelajari,
sesuai dengan tujuan belajar.
f.
Evaluasi, yaitu menentukan aktivitas untuk menilai pencapaian tujuan belajar
siswa, berdasarkan rangkaian aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan.
g. Refleksi, yaitu merencanakan evaluasi terhadap proses mengajar, setelah
pengajaran selesai.
4 Tujuan belajar jelas, sudah menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar sudah
rinci dan semua poin penting tercantumkan.
3 Tujuan belajar jelas, sudah menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar sudah
rinci, meskipun masih ada beberapa poin penting yang terlewat.
2 Tujuan belajar jelas, tidak ada konsep kunci, namun aktivitas belajar sudah
direncanakan dengan rinci, meskipun masih ada beberapa poin penting yang
terlewat.
1 Tujuan belajar tidak jelas, tidak menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar
belum direncanakan secara rinci.
4.
Simulasi pengajaran : Penerapan lima prinsip dasar DI (SESI 4)

Tujuan instruksional Khusus: Guru mampu menerapkan kelima prinsip dasar DI di
dalam pengajaran yang dilakukan.

Batasan: Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan
kelima prinsip dasar DI, yaitu:
4 Empat atau lima prinsip DI muncul dalam proses pengajaran, dan digunakan
secara efektif untuk bisa memenuhi kebutuhan siswa yang beragam dalam
mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan.
3 Ada 2 prinsip DI yang tidak muncul dalam proses pembelajaran, namun
ketiga/keempat prinsip yang muncul digunakan secara efektif untuk bisa
memenuhi kebutuhan siswa yang beragam dalam mencapai tujuan belajar yang
telah ditentukan.
2 Sudah ada upaya untuk menerapkan minimal 2 prinsip DI, namun dalam
pelaksanaannya kurang efektif untuk siswa beragam dapat mencapai tujuan
belajar yang telah ditentukan.
1 Minimal 1 aspek DI muncul dalam proses pembelajaran, namun
pelaksanaannya kurang efektif untuk siswa beragam dapat mencapai tujuan
belajar yang telah ditentukan.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PADJADJARAN
PROGRAM PASCA SARJANA
KONSENTRASI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI
Jl. Ir. H. Juanda No. 258, Bandung Tlp (022) -2533417
Lampiran 12 Surat Pernyataan Kesediaan
SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN
I. PENDAHULUAN
Saya mengundang Anda untuk menjadi bagian dari studi penelitian ini. Sebelum And
a
memutuskan untuk menjadi bagian dari penelitian, Anda perlu untuk memahami keunt
ungan dan
kerugiannya terlebih dahulu. Surat pernyataan kesediaan ini berisi seluruh infor
masi mengenai
studi penelitian. Saya bersedia untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan da
n akan
memberikan penjelasan. Jika Anda setuju untuk menjadi bagian dari studi peneliti
an, Anda akan
diminta untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan ini. Keputusan Anda untu
k menjadi
bagian dari studi penelitian ini adalah sukarela. Anda bebas untuk memutuskan ap
akah akan
mengikuti rangkaian kegiatan atau tidak.
II. TUJUAN PELATIHAN
Sebagai mahasiswa dari Magister Profesional Psikologi Universitas Padjadjaran Ba
ndung, saya
melakukan studi penelitian untuk melihat kemampuan guru dalam menerapkan differe
ntiated
instruction pada proses pembelajaran di kelas inklusi. Yang bertindak sebagai pe
neliti adalah
Aisya Yuhanida Noor.
III. PROSEDUR
Penelitian ini akan berlangsung selama 2 (satu) hari. Anda perlu untuk datang pa
da pukul 07.00
17.30 WIB, dan pada pukul 07.00-10.30 WIB. Jumlah waktu yang akan saya minta dar
i Anda
untuk menjadi sukarelawan adalah sebanyak 12 jam.
IV. RESIKO-RESIKO
Resiko yang mungkin Anda dapatkan selama mengikuti kegiatan pelatihan ini tidak
lebih dari
cedera fisik yang mungkin terjadi pada kehidupan sehari-hari.
V. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN
Setelah mengikuti pelatihan ini, Anda akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman
mengenai
pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.
VI. BIAYA
Anda tidak dikenakan biaya apapun untuk mengikuti pelatihan ini.
VII. KOMPENSASI
Anda tidak akan memperoleh kompensasi apapun karena mengikuti kegiatan pelatihan
ini.
VIII.HAK DALAM STUDI PENELITIAN
Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sebagai sukarelawan. Anda boleh unt
uk
memutuskan apakan Anda akan tetap mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan ini ata
u tidak.
IX. KERAHASIAAN PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini akan dirahasiakan. Hanya tim yang menjadi bagian dari
studi penelitian
ini saja yang mengetahui bahwa Anda menjadi bagian dari kegiatan. Dosen pembimbi
ng dan
orang-orang terkait akan meminta informasi yang telah saya peroleh dari seluruh
rangkaian
kegiatan. Saya hanya akan memberikan informasi yang berkenaan dengan penelitian.

Kerahasiaan Anda akan tetap dijaga. Informasi ini hanya akan digunakan untuk kep
entingan
penelitian.
X. KESEDIAAN
Dengan menandatangani surat pernyataan kesediaan ini, Anda setuju bahwa Anda tel
ah
membaca semua informasi yang terdapat pada surat, Anda memahami apa saja yang di
butuhkan,
dan Anda setuju untuk menjadi bagian dari kegiatan pelatihan ini. Tidak ada paks
aan ketika
menandatangani surat pernyataan ini.
Nama :
(TTD)
9 Juli 2010
XI. PERNYATAAN PENELITI
Saya menyatakan bahwa saya dan tim yang menjadi bagian dari penelitian ini telah
memberikan
penjelasan pada setiap individu mengenai tujuan, prosedur, resiko-resiko yang mu
ngkin dialami
serta keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan menjadi partisipan pada studi
penelitian ini.
Semua pertanyaan yang diajukan telah dijawab dengan sebenar-benarnya.
Lampiran 13 Kasus Differentiated Instruction
KASUS
S adalah seorang guru Matematika kelas 5, di sebuah sekolah inklusi. Kelas 5 A y
ang sedang
ia ajar saat ini terdiri dari 30 orang siswa, dimana 18 diantaranya merupakan si
swa
berkebutuhan khusus. 14 orang merupakan siswa gifted, 2 orang siswa yang sulit m
emusatkan
perhatian, dan 2 orang siswa disleksia.
Saat ini S sedang melakukan pengajaran pada minggu review, sehingga tujuan yang
ia
tetapkan untuk pertemuan hari ini adalah Siswa membuat mindmap mengenai materi
semester 1. Aktivitas yang akan dilakukan siswa pada pertemuan kali ini adalah me
mbuat
mind map dari materi geometri. Sebenarnya, materi yang diajarkan di kelas 5 ini
bukan hanya
materi geometri, namun juga materi bilangan bulat, pengukuran, dan analisa data.
Namun
pada aktivitas review dengan membuat mindmap pada kelas ini, S memutuskan untuk
mereview materi geometri saja, karena berdasarkan hasil evaluasinya terhadap pen
gajaran
pada kelas 5 B pada jam pelajaran sebelumnya, siswa tidak menemui kesulitan dala
m
menyelesaikan mindmap materi yang lain, namun menemui kesulitan saat mengerjakan
mind
map mengenai materi geometri
Di awal pembelajaran, S menyampaikan kepada siswa aktivitas apa saja yang akan d
ilakukan
pada pertemuan ini, dengan memberikan penjelasan mengenai aktivitas dan alokasi
waktu
yang dibutuhkan serta menuliskannya pada papan tulis. Selain itu, S juga memberi
kan
penjelasan kepada siswa bahwa tujuan pembuatan mindmap tersebut adalah agar sisw
a dapat
menilai seberapa jauh sebenarnya pemahaman mereka mengenai materi geometri terse
but,
sehingga di rumah siswa dapat mendalami kembali materi geometri yang belum ia pa
hami.
Tugas yang ia sampaikan kepada siswa adalah siswa diminta untuk menuliskan mindm
ap
mengenai materi geometri, dengan menuliskan masing-masing 3 keterangan untuk set
iap poin
mindmap yang sudah S tentukan. Siswa dibebaskan untuk menggambar mindmap sesuai
dengan seleranya, misal dengan membuat gambar lingkaran, membuat gambar pohon, d
sb.
Untuk alasan kepraktisan, siswa diminta mengerjakan mindmap dengan duduk secara
berkelompok sesuai hari piket, sehingga ketika setelah mengerjakan mandiri selam
a 15 menit,
siswa diberi waktu 10 menit untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya mengenai
materi
yang belum ia pahami. Selama proses pengerjaaan mind map, S terlihat berkeliling
ruangan
sambil memperhatikan hasil pengerjaan setiap siswa dan sesekali membantu siswa y
ang
tampak kesulitan. Sesekali ia menambahkan instruksi mengenai pembuatan mind map
tersebut, seperti meminta menggunakan spidol dengan warna berbeda dan menambahka
n poin
yang harus dilengkapi pada mindmap. Pada akhirnya terdapat beberapa siswa protes
karena
kertasnya terlanjur terisi penuh dengan poin-poin yang awalnya diinstruksikan ol
eh S. Saat itu
S hanya diam saja, tidak memberikan tanggapan apapun, sehingga siswa terlihat ke
cewa.
Ketika terlihat siswa menuliskan poin yang berbeda dengan penjelasan yang sudah
ia
tentukan, S terlihat menegur siswa tersebut. S juga terlihat berusaha memotivasi
siswa yang
mengerjakan secara lebih lambat daripada teman yang lain dengan menyebutkan ayo,
masa
baru segini, yang lain udah hampir mau selesai, jadi kamu juga harusnya bisa. Ma
sa untuk
poin yang ini baru ditulis 2, itu kan gampang, coba diingat lagi.
Dalam menggunakan kesempatan diskusi kelompok, terlihat ada kelompok yang tidak
memanfaatkan waktu diskusinya karena semua sudah selesai mengerjakan dengan leng
kap,
bahkan sebelum waktu mengerjakan mandiri selesai. Sambil menunggu teman kelompok
lain
selesai, mereka terlihat mengerjakan hal-hal lain sesuai dengan keinginan mereka
, seperti
mengobrol dengan teman. Namun ada juga kelompok yang anggotanya selalu bertanya
satu
sama lain, bahkan bertanya pada teman yang bukan merupakan anggota kelompoknya.
Karena
banyak yang belum berhasil menyelesaikan mindmap selama waktu yang ditentukan, S

membiarkan siswa untuk terus menjalani aktivitas tersebut, dan meminta siswa yan
g sudah
selesai untuk duduk di karpet, menunggu S memeriksa hasil yang sudah mereka kerj
akan,
sambil menunggu teman yang belum selesai. Namun karena hanya menunggu S memeriks
a,
akhirnya mereka kembali mengerjakan aktivitasnya masing-masing.
Setelah semua siswa selesai mengerjakan mindmap, S menanyakan apakah cara membua
t
mind map tersebut dapat membantu siswa lebih memahami materi, kesulitan yang dir
asakan
siswa saat mengerjakan mindmap tersebut. Materi geometri mana yang paling sulit,
dan
materi mana yang siswa rasa butuhkan untuk lebih diperdalam kembali dan S menjan
jikan
untuk memperdalam kembali materi yang diminta siswa di pertemuan selanjutnya. Sa
mbil
menunggu pertemuan selanjutnya, S memberi siswa soal mengenai materi yang dimint
a
siswa tersebut. Soal yang diberikan S adalah soal tentang konsep dasar materi te
rsebut. Soal
diberikan dalam bentuk soal cerita dengan alur sesuai dengan kehidupan siswa seh
ari-hari.
Siswa diminta untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah, sehingga ketika bertemu
di
pertemuan selanjutnya, aktivitas yang akan dilakukan adalah memperdalam materi d
engan
membahas penyelesaian tugas yang diberikan.
Sesuai yang dijanjikan, di pertemuan selanjutnya S membahas soal yang telah dibe
rikan
dengan cara meminta siswa secara bergiliran menyebutkan jawaban dari soal terseb
ut. Setiap
kali seorang siswa selesai menyebutkan jawabannya, S bertanya pada siswa yang la
in, apakah
jawaban itu betul, dan kemudian meminta siswa lain untuk menyebutkan jawaban dar
i soal
selanjutnya. Saat itu tampak ada beberapa orang siswa yang belum paham mengenai
jawaban
yang benar tersebut.
Lampiran 14 Format Rancangan Program Pengajaran Differentiated Instruction
RANCANGAN PROGRAM PENGAJARAN
Hari/Tanggal :
Nama Guru :
Kelas :
Mata Pelajaran :
1. Materi
2. Konten (Konsep dasar yang harus dikuasai siswa)
3. Tujuan (Apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa)
1.
2.
3.
4.
Indikator (Perilaku yang harus ditampilkan siswa, sebagai bukti bahwa ia sudah b
erhasil
mencapai tujuan belajar)
1.
2.
3.
5. Alat bantu (Alat bantu yang tepat untuk membantu siswa memahami materi yang d
isampaikan)
6. Prosedur/Metode
A.
Pendahuluan (Aktivitas untuk membuat siswa siap menerima materi pelajaran yang
akan disampaikan)
1.
2.
3.
B.
Kegiatan inti (Rincian kegiatan spesifik yang akan dilakukan untuk siswa bisa
memahami materi)
1.
2.
3.
C.
Praktek (Aktivitas yang harus dilakukan siswa untuk dapat lebih menguasai materi
)
1.
2.
3.
D.
Tugas mandiri (Tugas yang harus diselesaikan siswa secara mandiri, untuk guru da
pat
mengevaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan)
1.
2.
3.
E.
Akomodasi (Modifikasi elemen belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar khusus
siswa)
1.
2.
F. Mengecek pemahaman (Aktivitas untuk mengecek kemajuan belajar siswa)
1.
2.
3.
G.
Penutup (Aktivitas untuk menutup pelajaran dengan membantu siswa dapat
menyimpulkan konsep utama yang baru dipelajari, sesuai dengan tujuan belajar)
1.
2.
3.
7.
Evaluasi (Aktivitas untuk menilai pencapaian tujuan belajar siswa, berdasarkan r
angkaian
aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan)
1.
2.
3.
8.
Refleksi (Rencana evaluasi terhadap proses mengajar, setelah pengajaran selesai)

1.
2.
3.
Lampiran 15 Hasil Pre-Test Indikator
1
PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR
LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja
ran. 1 3 2 2 2 3 3
2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 1 2 2 2 2 3 3
3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 1 2 2 2 2 3 3
C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 1
3 3 2 1 3 3
5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan
siswa.
1 2 2 2 1 3 3
6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 1 2 2
1 1 3 2
7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 1 2 2 2 1 3 3
FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 3
9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1
2 2 1 1 2 3
10 Metode penilaian formatif beragam. 1 3 3 2 1 3 3
11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 2
IA 12 Metode pengajaran beragam. 1 2 2 1 1 3 2
13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 1 2 2 1 1 3 2
14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan
siswa dapat mengatur dirinya sendiri.
1 2 2 1 1 3 2
RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 1 3 3 1 1 3 3
16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan
kebutuhan siswa.
1 2 3 1 1 3 3
17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 1 2 3 1 1 2 2
Lampiran 16 Hasil Pre-Test Indikator
2
PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR
LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja
ran. 1 3 2 2 2 3 3
2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 1 2 2 2 2 3 3
3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 1 2 2 2 2 3 3
4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian
siswa.
1 3 3 2 1 3 3
C 5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu
dilakukan siswa.
1 2 2 2 1 3 3
6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 1 2 2
1 1 3 2
7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 1 2 2 2 1 3 3
8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 3
9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1
2 2 1 1 2 3
FA 10 Metode penilaian formatif beragam. 1 3 3 2 1 3 3
11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 2
12 Metode pengajaran beragam. 1 2 2 1 1 3 2
13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 1 2 2 1 1 3 2
14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan
siswa dapat mengatur dirinya sendiri.
1 2 2 1 1 3 2
IA 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 1 3 3 1 1 3 3
16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan
kebutuhan siswa.
1 2 3 1 1 3 3
17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 1 2 3 1 1 2 2
Lampiran 17 Hasil Post-Test Indikator
1
PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR
LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja
ran. 3 2 3 3 3 4 2
2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 3 2 3 3 3 3 2
3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 3 2 2 3 2 4 2
C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian
siswa.
3 3 3 4 3 4 3
5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu
dilakukan siswa.
4 3 3 4 4 3 2
6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 3 2 3
3 3 3 3
7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 4 3 3 3 4 4 3
FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 2 2 3 3 2 3 3
9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 3
2 2 2 2 3 3
10 Metode penilaian formatif beragam. 3 2 4 3 3 3 2
11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 2 2 2 3 3 3 2
IA 12 Metode pengajaran beragam. 3 3 3 3 3 4 2
13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 3 2 3 3 2 3 2
14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan
siswa dapat mengatur dirinya sendiri.
3 3 4 2 3 4 3
RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 4 3 3 3 3 4 3
16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan
kebutuhan siswa.
3 2 3 3 3 4 3
17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 4 3 4 3 3 4 3
Lampiran 18 Hasil Post-Test Indikator
2
PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR
LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja
ran. 2 2 3 3 4 4 3
2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 2 2 3 3 4 3 3
3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 2 1 2 2 3 3 3
C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian
siswa.
3 2 3 3 4 3 3
5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu
dilakukan siswa.
3 2 4 3 4 3 3
6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 3 2 3
3 3 3 2
7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 3 2 4 3 4 4 3
FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 4 3 3 3 3
9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1
2 4 2 3 3 3
10 Metode penilaian formatif beragam. 1 2 4 3 3 3 3
11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 2 2 2 2 3 3 2
IA 12 Metode pengajaran beragam. 2 1 3 2 4 3 3
13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 2 2 3 2 3 3 2
14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan
siswa dapat mengatur dirinya sendiri.
2 2 4 2 3 3 3
RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 2 2 3 3 4 3 3
16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan
kebutuhan siswa.
2 2 3 2 3 3 3
17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 2 2 4 2 4 4 3
Lampiran 19 Hasil Pre-Test dan Post-Test Prinsip Dasar
PRE-TEST PRINSIP DASAR
PRE-TEST 1 DD I LR F DN EO SR
Learning Community 1 2 2 2 2 3 3
Curriculum 1 2 2 2 1 3 3
Formative Assessment 1 2 2 2 1 2 3
Instructional Arrangements 1 2 2 1 1 3 2
Respectful Tasks 1 2 3 1 1 3 3
Total Pre-Test 1 5 10 11 8 6 14 14
PRE-TEST 2 DD I LR F DN EO SR
Learning Community 1 2 2 2 2 3 2
Curriculum 1 2 2 2 1 3 3
Formative Assessment 1 2 2 2 1 3 3
Instructional Arrangements 1 2 2 1 1 3 2
Respectful Tasks 1 2 3 1 1 3 2
Total Pre-Test 2 5 10 11 8 6 15 12
POST-TEST PRINSIP DASAR
POST-TEST 1 DD I LR F DN EO SR
Learning Community 3 2 3 3 3 4 2
Curriculum 3 3 3 3 3 4 3
Formative Assessment 3 2 2 3 2 3 3
Instructional Arrangements 3 3 3 3 3 4 2
Respectful Tasks 4 3 3 3 3 4 3
Total Post-Test 1 16 13 14 15 14 19 13
POST-TEST 2 DD I LR F DN EO SR
Learning Community 2 2 3 3 4 3 3
Curriculum 3 2 4 3 4 3 3
Formative Assessment 1 2 4 2 3 3 3
Instructional Arrangements 2 2 4 2 4 3 3
Respectful Tasks 2 2 3 2 4 3 3
Total Post-Test 2 10 10 18 12 19 15 15
Lampiran 20 Penilaian Proses Pelatihan
TIK INDIKATOR DD I LR F DN EO SR
Memahami langkah yang
harus dilakukan dalam
mempersiapkan pengajaran
bagi siswa di kelas inklusi.
Memahami penetapan tujuan belajar pada apa yang harus diketahui/dipahami/mampu
dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut, sebagai
dasar yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pengajaran.
1 3 1 4 1 2 2
Memahami karakteristik utama siswa yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun
perencanaan pengajaran (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai

tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa).
2 3 2 3 2 3 3
Memahami perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui pentingnya
mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang perencanaan
pengajaran
1 4 1 3 1 3 4
Memahami hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian tujuan belajar siswa

dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana pengajaran yang berikutnya.
2 1 2 3 1 2 2
Memahami dan mampu membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami
siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
1 1 1 1 1 1 2
Memahami dan mampu membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin
dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran.
1 3 1 1 1 1 2
Guru memahami perilaku
dalam setiap prinsip DI yang
ditunjukkan oleh besarnya
score yang diperoleh dalam
pembahasan contoh kasus.
Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip learning community dalam
kasus.
2 2 1 3 1 3 2
Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam kasus. 1 2 1
1 2 1 2
Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip formative assessment dalam
kasus.
1 2 1 3 1 1 2
Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip instructional arrangements
dalam kasus.
1 3 1 1 1 1 2
Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks dalam kasus.
1 1 1 1 3 1 1
Guru mampu menerapkan
lima prinsip dasar DI dalam
Rancangan Program
Pengajaran (RPP) yang
dibuat.
Kesinambungan antara tujuan belajar, konsep kunci yang harus dikuasai siswa, dan

aktivitas belajar yang direncanakan untuk mencapai tujuan.
2 2 4 ` 2 4 3
Guru mampu menerapkan
kelima prinsip dasar DI di
dalam pengajaran yang
dilakukan.
Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima
prinsip dasar DI, yaitu membangun lingkungan belajar yang positif, menentukan
tujuan belajar yang jelas, mencari tahu kesiapan siswa dalam memahami materi,
penguasaan kelas dan melakukan metode pengajaran yang sesuai, serta memberikan
tugas yang menantang untuk setiap siswa.
2 2 4 4 2 4 3
Lampiran 21
Slide Materi Pelatihan


!
"
#
$%



&'
$%



&'
$%






&'
(
)
) *++

Lampiran 22
Slide Animal School

Anda mungkin juga menyukai