DALAM MENERAPKAN PENGAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI KELAS INKLUSI Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengajaran Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada Kelas Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia Oleh: Aisya Yuhanida Noor 190420080008 TESIS Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna memperoleh Gelar Magister Psikologi Program Pendidikan Magister Profesi Psikologi Bidang Kajian Utama Psikologi Pendidikan KONSENTRASI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2010 Surat Pernyataan Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing. 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini. Bandung, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan, Aisya Yuhanida Noor 190420080008 PROGRAM PELATIHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN PENGAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI KELAS INKLUSI Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengajaran Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada Kelas Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia Oleh : Aisya Yuhanida Noor 190420080008 TESIS Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna memperoleh Gelar Magister Psikologi Program Pendidikan Magster Profesi Psikologi Bidang Kajian Utama Pendidikan Telah disetujui oleh Tim Pembimbing pada tangggal seperti tertera di bawah ini Bandung, Agustus 2010 Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing Dr. Hendriati Agustiani, M.Si Dra. Indun L. Setyono, M.Psi PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PSIKOLOGI BANDUNG LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN (REVISI) TESIS Nama Mahasiswa : Aisya Yuhanida Noor NPM : 190420080008 Tanggal Ujian : 27 Agustus 2010 Program Studi : Psikologi Bidang Kajian Utama : Profesi Psikologi Pendidikan Judul : PROGRAM PELATIHAN PENINGKATAN KEMAMPUAN GURU DALAM MENERAPKAN PENGAJARAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION DI KELAS INKLUSI (Sebuah Program Pelatihan Untuk Meningkatkan Kemampuan Pengajaran Differentiated instruction Guru Kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria pada Kelas Inklusi yang Terdapat Siswa Gifted, ADHD, dan Disleksia). Telah direvisi, disetujui oleh Tim Penguji dan Tim Pembimbing dan diperkenankan untuk diperbanyak/dicetak No. Nama Penguji Tanda Tangan 1. Prof. Dr. Samsunuwijati Marat 2. Prof. Dr. Nitya Wismaningsih, M.Pd 3. Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si 4. Dra. Lenny Kendhawati, M.Si Bandung, Agustus 2010 Mengetahui, Ketua Tim Pembimbing Anggota Tim Pembimbing Dr. Hendriati Agustiani, M.Si Dra. Indun L. Setyono, M.Psi v Kata Pengantar Bismillahirrahmanirrahim, Alhamdulillahirrabbil aalamiin, Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkah yang senantiasa diberikan kepada peneliti selama melakukan penelitian ini. Berkat rahmat dan karunia-Nya lah, peneliti dapat terus berikhti ar menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian gelar Magister Psikologi di Program Pendidikan Magister Psikologi Universitas Padjadjaran. Segenap energi peneliti curahkan dalam mewujudkan hal ini. Semoga penelitian ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menjadi kebanggaan bagi orang-orang yang sudah memberikan banyak bantuan kepada peneliti dan senantiasa mendampingi peneliti melalui proses yang dijalani. Segenap ketulusan hati, peneliti menghaturkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Hendriati Agustiani, M.Si, sebagai pembimbing utama atas arahan yang mencerahkan berupa ilmu pengetahuan dan dukungan yang sangat memotivasi peneliti untuk segera menyelesaikan studi. 2. Ibu Dra. Indun L. Setyono, M.Psi, sebagai pembimbing atas waktu yang selalu diberikan kepada peneliti, serta arahan dan dukungan penuh yang diberikan dalam peneliti menjalani program studi S2 dan menyelesaikan tesis. 3. Ibu Prof. DR. Hj. Nitya Wismaningsih, Ibu Prof. DR. Samsunuwijati Marat, Bapak Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si, dan Ibu Dra. Lenny Kendhawati, M. Si., sebagai dosen pembahas, atas masukkan dan saran dalam sidang tesis. 4. Ibu Prof. DR. Hj. Nitya Wismaningsih, Ibu Prof. DR. Samsunuwijati Marat, dan Bapak Drs. Sudarmo Wiyono, M.Si, sebagai dosen pembahas, atas masukkan dan saran dalam seminar usulan penelitian. 5. Ketua Program Magister, Wakil Ketua Program Magister, seluruh dosen dan seluruh karyawan Magister Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, atas pengajaran, bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada peneliti selama menempuh pendidikan di Magister Psikologi Universitas Padjadjaran. 6. Ibu Fisianty Harahap dan Ibu Rika Melinda Fitri sebagai Kepala Sekolah dan Koordinator Tim Learning Support Unit SD Gagas Ceria atas kepercayaan, kekeluargaan, dukungan dan ilmu yang diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini. 7. Seluruh Guru SD Gagas Ceria Bandung, khususnya yang terlibat langsung di dalam penelitian ini, atas kesediaan bekerjasama dan meluangkan waktu di sela-sela kesibukan yang padat. 8. Bapak, Ibu, Ashov, dan Fajrur, Mamah dan seluruh keluarga Logam atas dukungan yang telah diberikan. 9. Roni Sadrah, Keira dan Naya yang selalu menemani setiap langkah peneliti dan menjadi sumber motivasi terbesar dalam peneliti menyelesaikan studi. 10. Teteh Prita, yang selalu menularkan semangat dan selalu bersedia menjadi teman diskusi yang mencerahkan dan menyenangkan. 11. Whisnu, Airin, Maya, Heri, Hesty, Rachel, Sisy, Gita, Pak Yono, dan Mba Sarah, atas kebersamaan dan semangat selama menjalani studi. 12. Teh Santi, Braja, Dee, Mia dan Uwieng yang selalu menemani peneliti dalam menjalani masa-masa sulit yang ditemui. 13. Mba Yati, Adim, Endah, Teh Inggrid, Teh Iya, Mba Dian H, Mba Dian S, Kakak El, dan seluruh keluarga besar BKP Dwipayana atas keceriaan, semangat, dan dukungan yang selalu diberikan. 14. Tiya, Yovie, Santi, Via, Uut, Lai, dan Tiwul yang telah membantu peneliti dalam mengambil data penelitian dan menyempurnakan tesis ini. Semoga tesis ini dapat berguna bagi peneliti, psikolog, dan praktisi yang bergerak di dalam bidang pendidikan, khususnya pendidikan inklusi. Peneliti mengharapkan masukan dan saran untuk sempurnanya tesis ini. Bandung, Agustus 2010 Aisya Yuhanida Noor 190420080008 Abstract This research intended to find an appropriate training module to increase the skill for teachers of Gagas Ceria elementary school Bandung, so they could teach students with different study needs in inclusive class. A few researches which had been conducted said that differentiated instruction is the most appropriate teaching method to achieve the study objective on Gagas Ceria Elementary School for inclusive class students. The differentiated instruction teaching ability can be trained and improved. One type of learning is through the form of training. Learning outcome addressed
in this research is to reach the application stage of cognitive stage. Training materials are prepared based on the needs assessment relating to the conditions that need to be improved on the basic principles of differentiated instruction research subject, and delivered through Gagne stages of instructional activities . This study include experimental field research, i.e. research study in real situations by manipulating one free variable and carefully controlling the conditions that might arise in a situation. The research design for this study w as Single Group Pre-Test-Post-Test Design (Before-After), by performing measurements twice before and twice after the administration of treatment in the
form of training. The statistical test used was the Paired Sample T-Test and who
became the subject of research is the target population, namely the teacher who has the differentiated instruction ability at level 1 (beginners/below basic) an d 2 (basic). Statistical analysis showed there are significant differences between the level of differentiated instruction teaching subjects before and after the train ing is given (with a 95% level of significance). The increase occurred in the five basi c principles of differentiated instruction, namely: learning community, curriculum , formative assessment, iinstructional arrangement, respectful tasks. This indicat es that the subject of research is better able to conduct effective teaching for st udents with diverse learning needs can achieve the same learning goals through creating
a positive learning environment, setting specific learning goals and continuing instruction for students to achieve the learning objectives, conduct continuous assessment of students learning needs, conducting a variety of teaching methods to develop students thinking abilities, and provides tasks that provide optimal challenges for students. At the end of the study there were some suggestions put forward, either in the form of both theoretical and practical, relating to further research and thi ngs that support the development of teaching and learning for inclusive class. Keywords: Inclusive, Teacher, Teaching, Differentiated instruction Abstrak Penelitian ini bermaksud untuk menemukan modul pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan guru SD Gagas Ceria Bandung mengajar siswa dengan kebutuhan belajar beragam yang terdapat di kelas inklusi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa differentiated instruction adalah pengajaran yang paling sesuai untuk siswa di kelas inklusi dapat mencapai tujuan belajar yang sama seperti yang diharapkan oleh SD Gagas Ceria Bandung. Kemampuan pengajaran differentiated instruction merupakan hal yang dapat dilatih dan ditingkatkan. Salah satu tipe pembelajaran adalah melalui bentuk pelatihan. Hasil akhir pembelajaran yang ditujukan dalam penelitian ini adalah sampai tahap kognitif level aplikasi. Materi pelatihan disusun berdasarkan hasil
analisa kebutuhan berkaitan dengan kondisi yang perlu ditingkatkan pada prinsipp rinsip dasar differentiated instruction subjek penelitian, dan disampaikan melalui tahapan aktivitas instruksional Gagne. Penelitian ini termasuk penelitian field experimental, yaitu kajian penelitian dalam situasi nyata dengan memanipulasi satu variabel bebas dan dengan mengontrol secara cermat kondisi yang mungkin timbul dalam suatu situasi. Rancangan penelitian adalah Single Group Pre-Test Post-Test Design (Before-After), dengan melakukan pengukuran dua kali sebelum dan dua kali sesudah pemberian treatment berupa pelatihan. Uji statistik yang digunakan adalah uji Paired Sample T-Test dan yang menjadi subjek penelitian adalah target populasi, yaitu guru yang memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat 1(pemula/below basic) dan 2(dasar/basic). Hasil uji statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan sesudah diberikan pelatihan (dengan taraf signifikasi 95%). Peningkatan terjadi pada kelima prinsip dasar differentiated instruction, yaitu: learning community,
curriculum, formative assessment, iinstructional arrangement, respectful tasks. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian sudah lebih mampu untuk melakukan pengajaran yang efektif untuk siswa di kelas inklusi dapat mencapai tujuan belajar yang sama melalui menciptakan lingkungan belajar yang positif, menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan pengajaran yang berkesinambungan untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar, melakukan penilaian secara terus menerus mengenai kebutuhan belajar siswa, melakukan metode pengajaran yang variatif untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, serta memberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi siswa. Di akhir penelitian ada beberapa saran yang diajukan, baik dalam bentuk teoritis maupun praktis, berkaitan dengan penelitian selanjutnya dan hal-hal yan g mendukung pengembangan pengajaran dan pembelajaran bagi kelas inklusi. Kata kunci: Inklusi, Guru, Pengajaran, Differentiated instruction. Daftar Isi Surat Pernyataan................................................................ ...................................... ii Kata Pengantar ................................................................. ...................................... vi Abstract ....................................................................... ........................................... ix Abstrak ........................................................................ ............................................ x Daftar Isi...................................................................... ........................................... xi Daftar Lampiran ................................................................ .................................... xv Daftar Tabel.................................................................... ...................................... xvi BAB I PENDAHULUAN .............................................................. ..........................1 1.1. Latar Belakang Masalah..................................................... ...............................1 1.2. Identifikasi Masalah ...................................................... ..................................13 1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian.................................... .................15 1.3.1. Maksud Penelitian........................................................ ....................... 15 1.3.2. Tujuan Penelitian ....................................................... ......................... 15 1.3.3. Kegunaan Penelitian...................................................... ...................... 15 1.3.3.1. Kegunaan Teoritis ..................................................... .............15 1.3.3.2. Kegunaan Praktis....................................................... .............16 BAB II LANDASAN TEORITIS ....................................................... ...................17 2.1 Pendidikan Inklusi.......................................................... ..................................17 2.1.1. Sejarah Pendidikan Inklusi............................................... ................... 17 2.1.2. Landasan Pendidikan Inklusi ............................................. ................. 21 2.1.2.1. Landasan Filosofis..................................................... .............21 2.1.2.2. Landasan Yuridis....................................................... .............22 2.1.2.3. Landasan Empiris....................................................... ............22 2.2. Anak Berkebutuhan Khusus................................................... .........................23 2.2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus...................................... ........ 23 2.2.2. Kebutuhan Akademik Anak Berkebutuhan Khusus ........................... 2 5 2.2.2. Kebutuhan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus ............................... ... 27 2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Gifted....................................... ............... 27 2.2.4. Karakteristik Belajar Siswa Disleksia.................................... ............. 28 2.2.5. Karakteristik Belajar Siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)................................................................. ............. 29 2.3. Karakteristik Siswa Kelas 4, 5 dan 6 SD ................................... .....................30 2.4. Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusi........................................ ....................30 2.5. Pengajaran Differentiated instruction ..................................... ........................31 2.6. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi .................................... ...................34 2.7. Pendidikan Orang Dewasa (Knowles, 1990) ................................... ...............36 2.8. Teori Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan Pelatihan........................... .........36 2.8.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan ............................................. ................ 36 2.8.2. Taksonomi Tujuan ........................................................ ...................... 37 2.8.3. Fasilitator.............................................................. ............................... 42 2.9. Teori Pemrosesan Informasi (Gagne, 1985) .................................. .................46 2.9.1. Proses Kognitif dalam Belajar ........................................... ................. 47 2.9.2. Fase Belajar menurut Gagne .............................................. ................. 47 2.9.3. Sembilan Tahapan Aktivitas Instruksional ................................ ......... 48 2.9.3.1. Gain attention......................................................... ................48 2.9.3.2. Inform learners of objectives.......................................... ........48 2.9.3.3. Stimulate recall of prior learning..................................... ......49 2.9.3.4. Present the content ................................................... ..............49 2.9.3.5. Provide "learning guidance"............................................ ......49 2.9.3.6. Elicit performance (practice) ......................................... ........50 2.9.3.7. Provide feedback ...................................................... ..............50 2.9.3.8. Assess performance .................................................... ............50 2.9.3.9. Enhance retention and transfer to the job.............................. 51 2.10. Kerangka Pemikiran........................................................ ..............................51 2.10. Hipotesis................................................................. .......................................71 BAB III METODE PENELITIAN....................................................... ..................72 3.1. Metode Penelitian.......................................................... ..................................72 3.2. Variabel Penelitian ....................................................... ...................................74 3.2.1. Definisi Konseptual...................................................... ....................... 74 3.2.2. Definisi Operasional..................................................... ................................75 3.3. Validitas dan Kontrol Extraneous Variable Penelitian....................... ............76 3.4. Subjek Penelitian.......................................................... ...................................79 3.4.1. Populasi Penelitian...................................................... ........................ 79 3.4.2. Subjek Penelitian........................................................ ......................... 79 3.4.3. Pengambilan Data Penelitian ............................................. ................. 80 3.5. Tahapan Penelitian ........................................................ ..................................81 3.5.1. Tahap Persiapan ......................................................... ......................... 81 3.5.1.1. Eksplorasi Topik Penelitian............................................ ........81 3.5.1.2. Pendalaman Topik Penelitian yang Dipilih............................81 3.5.1.3. Menentukan Kerangka Teori yang Sesuai..............................82 3.5.1.4. Analisa Kebutuhan ..................................................... ............82 3.5.1.5. Penyusunan Program Pelatihan........................................... ...85 3.5.2. Tahap Eksperimen......................................................... ...................... 87 3.5.2.1. Tahap Pre-Treatment.................................................... ..........87 3.5.2.2. Tahap Treatment........................................................ .............88 3.5.2.3. Tahap Post-Treatment .................................................. ..........89 3.5.3. Tahap Akhir ............................................................. ........................... 89 3.5.3.1. Analisa Statistika..................................................... ...............89 3.5.3.2. Pengolahan Data........................................................ .............90 3.6. Lokasi Penelitian.......................................................... ...................................90 3.7. Alat Ukur Penelitian....................................................... .................................91 3.7.1. Alat Ukur Pre dan Post Treatment ........................................ .............. 91 3.7.2. Form Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dalam Mencapai Tujuan Instruksional Khusus Pelatihan........................................... .. 92 3.8. Modul Pelatihan ........................................................... ...................................93 3.8.1 Tujuan Pelatihan Differentiated instruction............................... .......... 94 3.8.1.1. Tujuan Instruksional Umum.............................................. .....94 3.8.1.2. Tujuan Instruksional Khusus............................................ ......95 3.8.2 Materi Pelatihan Differentiated instruction .............................. ........... 95 3.9. Kekuatan dan Keterbatasan Modul Pelatihan Differentiated instruction....... .97 3.10. Waktu Kegiatan Penelitian................................................. ...........................98 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................99
4.1 Hasil Penelitian ........................................................... .....................................99 4.3. Hasil Pelatihan Subjek Penelitian Secara Individual ....................... .............105 4.2.1. Subjek Penelitian DD..................................................... ................... 105 4.2.1.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................105 4.2.1.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DD di Kelas..................................................................... .....106 4.2.1.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....109 4.2.2. Subjek Penelitian I ..................................................... ..................... 110 4.2.2.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................110 4.2.2.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek I di Kelas ..................................................................... .........111 4.2.2.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....113 4.2.3. Subjek Penelitian LR..................................................... .................... 114 4.2.3.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................114 4.2.3.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek LR di Kelas .................................................................... ......115 4.2.3.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....117 4.2.4. Subjek Penelitian F ..................................................... .................... 118 4.2.4.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................118 4.2.4.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek F di Kelas ..................................................................... ........119 4.2.4.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....121 4.2.5. Subjek Penelitian DN..................................................... ................. 122 4.2.5.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................122 4.2.5.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DN di Kelas..................................................................... .....122 4.2.5.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....125 4.2.6. Subjek Penelitian EO .................................................... .................... 126 4.2.6.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................126 4.2.6.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek EO di Kelas .................................................................... ......127 4.2.6.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....129 4.2.7. Subjek Penelitian SR..................................................... .................. 130 4.2.7.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan ...........................130 4.2.7.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek SR di Kelas..................................................................... ......130 4.2.7.3. Hasil Observasi dan Penilaian.......................................... ....132 4.3. Hasil Proses Pelatihan .................................................... ...............................133 4.3.1. Kontrak Belajar ......................................................... ........................ 134 4.3.2. Ice Breaking ............................................................ .......................... 135 4.3.3. Sesi 1 Langkah Perencanaan Pengajaran ................................... .... 135 4.3.3.1. Dasar Pemikiran ....................................................... ............135 4.3.3.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................ ...136 4.3.3.3 Hasil Belajar Subjek Penelitian......................................... ....142 4.3.3.4. Kesimpulan............................................................. ..............143 4.3.4. Sesi 2 Differentiated instruction Sebagai Pengajaran untuk Kelas Inklusi................................................................... ................. 144 4.3.4.1. Dasar Pemikiran ....................................................... ............144 4.3.4.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................ ...144 4.3.4.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................ ....149 4.3.4.4. Kesimpulan............................................................. ..............150 4.3.5. Energizer ............................................................... ............................ 150 4.3.6. Sesi 3 Rencana Program Pengajaran (RPP).................................. . 151 4.3.6.1. Dasar Pemikiran ....................................................... ............151 4.3.6.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................ ...152 4.3.6.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................ ....154 4.3.6.4. Kesimpulan............................................................. ..............155 4.3.7. Sesi 4 Simulasi Pengajaran Differentiated instruction................... 156 4.3.7.1. Dasar Pemikiran ....................................................... ............156 4.3.7.2. Tahapan Aktivitas Instruksional........................................ ...156 4.3.7.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian........................................ ....160 4.3.7.4. Kesimpulan............................................................. ..............165 4.3.8 Penutup................................................................... ............................ 166 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... .........167 5.1. Kesimpulan................................................................. ...................................167 5.2. Saran...................................................................... ........................................167 Daftar Pustaka ................................................................. .....................................169 Daftar Lampiran Lampiran Classroom Practices Inventory Lampiran Alat Ukur Sikap Guru Terhadap Inklusi Lampiran DI-Look-Fors Lampiran DI-Look Fors Translate Lampiran Kisi-kisi Panduan Observasi Differentiated instruction Lampiran Form Observasi Penerapan Differentiated instruction Lampiran Form Inter Rater Observer Lampiran Form Psikogram Penerapan Differentiated instruction Lampiran Rancangan Modul Pelatihan Differentiated instruction Lampiran Form Observasi Aktivitas Pelatihan Lampiran Kisi-kisi Penilaian dan Observasi Lampiran Surat Pernyataan Kesediaan Lampiran Kasus Differentiated instruction Lampiran Format Rancangan Program Pengajaran Differentiated instruction Lampiran Hasil Pre-Test Indikator 1 Lampiran Hasil Pre-Test Indikator 2 Lampiran Hasil Post-Test Indikator 1 Lampiran Hasil Post-Test Indikator 2 Lampiran Hasil Pre-Test dan Post-Test Prinsip Dasar Lampiran Penilaian Proses Pelatihan Lampiran Slide Materi Pelatihan Lampiran Slide Animal School Daftar Tabel Tabel 1.1. Data kesulitan dalam proses pembelajaran ............................ .................6 Tabel 2.1. Perbedaan Pendidikan Inklusi dan Pendidikan Integrasi ............... .......20 Tabel 3.1 Kemampuan pengajaran prinsip dasar differentiated instruction ........ .83 Tabel 3.2 Profil kemampuan pengajaran aspek-aspek prinsip differentiated instruction..................................................................... ...................83 Tabel 3.3 Materi Pelatihan Differentiated instruction .......................... .................96 Tabel 3.4 Kekuatan dan Keterbatasan Modul Differentiated instruction ........... ...97 Tabel 3.5 Waktu Penelitian ..................................................... ...............................98 Tabel 4.1 Hasil Uji Paired Samples T-Test, Skor Total Pengajaran Differentiated instruction Pre dan Post Treatment .......................100 Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Paired Samples T-Test Berdasarkan Pola Umum Tingkat Pre-Test Post-Test Prinsip Dasar Pengajaran Differentiated instruction Seluruh Subjek Penelitian....................102 Daftar Gambar Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran................................................... ........................53 Gambar 4.1 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-dan Pasca-Pelatihan ........................................................ .......101 Gambar 4.2.a Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Learning community.............................................................. ........103 Gambar 4.2.b Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Curriculum ..................................................................... ...............103 Gambar 4.2.c Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Formative assessment............................................................ ........103 Gambar 4.2.d Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Iinstructional arrangement...................................................... ......104 Gambar 4.2.e Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Respectful Task................................................................. .............104 Gambar 4.3 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian DD ........................................................... .........105 Gambar 4.4 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian I............................................................. ............111 Gambar 4.5 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian LR............................................................ .........114 Gambar 4.6. Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian F................................................. ....118 Gambar 4.7 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian DN ........................................................... .........122 Gambar 4.8 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian EO............................................................ .........126 Gambar 4.9 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian SR ........................................................... ..........130 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadakan tahun 1989 telah mendeklarasikan hak-hak anak dan ditegaskan bahwa semua anak berhak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun. Deklarasi tersebut dilanjutkan dengan The Salamanca Statement and Framework for Action on Special Needs Education (UNESCO, 1994)1 yang memberikan kewajiban bagi sekolah untuk mengakomodasi semua anak termasuk anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik maupun kelainan lainnya. Di Indonesia, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2 Pasal 5 ayat 1 juga telah mengatur hal tersebut dengan menegaskan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anak apapun karakteristik dan kebutuhan belajarnya berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pendidikan, termasuk anak berkebutuhan khusus. Menurut pernyataan Salamanca anak berkebutuhan khusus adalah semua anak yang memiliki kebutuhan belajar yang berbeda dengan anak pada umumnya dimana kebutuhan tersebut muncul akibat kesulitan belajar yang dialami, baik kesulitan belajar karena fisik, emosional, maupun sosial. Sejalan dengan hal tersebut, dalam dua puluh tahun terakhir telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus. Saat ini pendidikan inklusi menjadi pendekatan yang paling banyak dilakukan dalam memberikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Menurut Wood (1998) 3 , pendidikan inklusi berarti pendidikan dimana siswa berkebutuhan khusus menerima materi di dalam kelas reguler. Di dalam kelas inklusi semua siswa bagaimanapun karakteristik belajarnya diterima dan belajar bersama-sama (Andrews & Lupart, 1993)4. Lain halnya dengan UNESCO (2003)5 yang mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai pendidikan yang mendukung dan terbuka terhadap keberagaman seluruh siswa dengan memenuhi kebutuhan belajar seluruh siswa terlepas dari kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, bahas a, dan kondisi-kondisi lainnya. Tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua siswa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu siswa tanpa diskriminasi. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulk an bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di kelas reguler. Dengan kata lain, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung siswa dengan karakteristik belajar yang beragam di kelas yang sama dengan siswa reguler. Kebijakan-kebijakan mengenai pendidikan inklusi dan perkembangan pendidikan inklusi pada akhirnya membuat isu tentang pendidikan inklusi menjadi tantangan besar untuk sistem sekolah di seluruh dunia (Ainscow, 2004)6. Hal ini terjadi karena pendidikan inklusi yang merupakan strategi untuk menciptakan sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan belajar siswa tidak cukup hanya dengan sekedar memasukkan anak berkebutuhan khusus pada sekolah umum, namun harus bisa menciptakan sekolah yang bisa memberikan pendidikan yang berkualitas pada setiap siswa, yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa tanpa terkecuali (Stubbs, 2002)7. Hal ini berarti bahwa sekolahsek olah di Indonesia pun menghadapi tantangan dalam melaksanakan pendidikan inklusi ini. Pada kenyataannya tidak semua sekolah inklusi di Indonesia siap memberikan pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Menurut Dyah (2005)8 dalam penelitiannya mengenai pengkajian pendidikan inklusi di Indonesia ditemukan bahwa tidak adanya pedoman pembelajaran bagi guru-guru di sekolah inklusi menyebabkan guru inklusi menggantungkan diri pada guru pendidikan luar biasa (PLB) yang tidak selalu dimiliki oleh setiap sekolah. Hal ini membuat guru - guru inklusi pada akhirnya mengajar berdasarkan nalurinya saja yang menyebabkan layanan pendidikan di sekolah inklusi menjadi tidak optimal. Hal ini memungkinkan anak berkebutuhan khusus tidak bisa mencapai prestasi atau ketuntasan belajar yang sama dengan siswa reguler. Di Indonesia ketuntasan belajar tersebut ditandai dengan pencapaian nilai Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS) yang tidak dibedakan antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan khusus. Menurut Lei (2006)9, anak berkebutuhan khusus membutuhkan beberapa hal dalam proses belajarnya, yaitu: kesempatan untuk mengembangkan diri dengan menunjukkan keterampilan dan kemampuan yang dimiliki, kesempatan meningkatkan keaktifan belajar dengan belajar beragam kemampuan untuk memenuhi kebutuhan belajar, serta kesempatan untuk mengembangkan identitas positif dengan merubah prasangka dari anak-anak normal mengenai ketidakmampuan mereka. Hal inilah yang harus bisa dipenuhi dalam proses pembelajaran di sekolah inklusi. Miles (2005)10 menyebutkan bahwa untuk menciptakan pendidikan inklusi yang berhasil memenuhi kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus tersebut guru memiliki peranan yang sangat penting. Tujuan pendidikan inklusi untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar setiap siswa membuat guru yang mengajar kelas inklusi harus bisa melakukan pengajaran untuk setiap siswa dapat belajar dan dapat mencapai hasil belajar yang sama. (Shevin, 2006)11. Penelitian menunjukkan bahwa ada keterbatasan nilai akademik bagi siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler kecuali guru melakukan modifikasi pada proses pengajaran yang dilakukan. Tanpa modifikasi ini tidak ada
jaminan bahwa siswa berkebutuhan khusus dapat berhasil dalam bidang akademik (Artiles, 2003, dalam Mapsea, 2006)12 . Di kota Bandung, SD Gagas Ceria adalah salah satu sekolah yang mengembangkan pendidikan inklusi dan memiliki prinsip menciptakan pendidikan untuk semua siswa apapun kebutuhan belajar khusus yang dimiliki. Terdapat beberapa siswa berkebutuhan khusus pada setiap tingkatan kelasnya, seperti siswa PDD Noss, ADHD, gifted, dan kesulitan belajar (disleksia, diskalkuli, gangguan konsentrasi, dll), dimana siswa berkebutuhan khusus yang terbanyak pada setiap kelasnya adalah siswa gifted. Siswa berkebutuhan khusus yang diterima adalah siswa yang memiliki taraf kecerdasan minimal rata-rata teman seusianya, sehingga hambatan belajar yang dimiliki bukan karena keterbatasan taraf kecerdasan mereka melainkan karena kebutuhan belajar yang berbeda dengan siswa reguler. Berbeda dengan sekolah inklusi lain yang umumnya secara dominan menerapkan sistem pull-out (siswa berkebutuhan khusus ditarik keluar kelas untuk
belajar dengan guru pendamping atau belajar di dalam kelas dengan didampingi oleh guru khusus), SD Gagas Ceria menerapkan sistem dimana siswa berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas bersama-sama dengan siswa reguler lainnya dengan pengajaran yang dilakukan oleh seorang guru kelas. Hal ini berart i bahwa tanggungjawab utama proses belajar setiap siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus dipegang oleh guru kelas. Selain itu, SD Gagas Ceria juga tidak membedakan tujuan akhir belajar antara siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus yang berarti bahwa siswa berkebutuhan khusus dituntut untuk mencapai tujuan akhir belajar yang sama dengan siswa reguler. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah, sejauh ini hasil belajar siswa berkebutuhan khusus di SD Gagas Ceria Bandung sangat bervariasi. Tidak semua siswa berkebutuhan khusus berhasil mencapai standar yang sama dengan siswa reguler, yang membuat sekolah terkadang perlu menetapkan standar yang berbeda bagi siswa berkebutuhan khusus. Sedangkan pada dasarnya sekolah tidak mengharapkan standar hasil yang berbeda bagi siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Rencananya di Tahun 2011 nanti sekolah akan mengeluarkan lulusan pertama dan akan menerapkan standar nilai yang sama bagi seluruh siswanya, termasuk yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu penelitian ini kemudian difokuskan pada guru kelas 4, 5 dan 6 sebagai guru yang lebih dekat
dalam mempersiapkan siswanya menghadapi ujian akhir sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh kepala sekolah dan koordinator LSU, guru dinilai belum sepenuhnya melakukan proses pembelajaran yang efektif untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam terutama untuk siswa berkebutuhan khusus. Menurut hasil penilaian sekolah, proses pembelajaran yang dilakukan guru masih fokus untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler pada umumnya. Terdapat beberapa hal yang disampaikan sekolah mengenai hasil evaluasi tersebut, yaitu: Pertama, penyampaian materi pelajaran terkadang dilakukan guru dengan metode yang sulit untuk dipahami siswa berkebutuhan khusus, misalnya tanpa disertai adaptasi untuk siswa berkebutuhan khusus. Kedua, guru masih belum bisa mengontrol emosi dalam mengelola proses pembelajaran sehingga terkadang kesal ketika ada materi yang tidak bisa disampaikan secara utuh karena ada siswa berkebutuhan khusus yang dinilai menghambat. Ketiga, guru terkadang masih sulit memutuskan tindakan yang harus dilakukan dalam merespon kebutuhan belajar siswa yang berbeda, misalnya ketika ada siswa berkebutuhan khusus yang tidak memahami instruksi yang dijelaskan guru secara klasikal. Peneliti kemudian menyebarkan kuesioner mengenai kesulitan yang dialami guru dalam proses pembelajaran di kelas inklusi terhadap 11 (sebelas) orang guru
kelas 4, 5 dan 6. Berdasarkan kuesioner tersebut diperoleh data kesulitan yang ditemui oleh guru seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1. Data kesulitan dalam proses pembelajaran Memenuhi perbedaan kemampuan anak dalam memahami pelajaran 4 orang Memenuhi minat belajar anak yang beragam 2 orang Memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda 2 orang Mengadakan kegiatan belajar yang efektif untuk ABK 1 orang Membedakan media/materi/evaluasi untuk keberagaman anak 1 orang Menghadapi emosi ABK yang labil 1 orang Berdasarkan data tersebut tampak bahwa seluruh guru menemui kesulitan dalam melakukan pengajaran dengan adanya keberagaman kebutuhan belajar siswa. Selain itu, 100 % guru tersebut menyatakan bahwa kesulitan tersebut mereka alami karena mereka tidak tahu cara atau metode pengajaran yang bisa dilakukan untuk secara klasikal memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Akhirnya guru memilih untuk fokus memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler yang jumlahnya lebih banyak di kelas, dan hanya jika memungkinkan melakukan pendampingan individual bagi siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan data hasil evaluasi kepala sekolah dan koordinator LSU serta data hasil kuesioner di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh guru kelas 4, 5 dan 6 menemui kesulitan dalam melakukan proses pengajaran klasikal untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Proses pembelajaran yang dilakukan guru belum sepenuhnya efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Menurut Mastropieri&Scruggs (2010)13, ada pengajaran yang sangat penting dilakukan guru untuk mencapai kesuksesan pembelajaran di kelas inklusi, yaitu pengajaran differentiated instruction. Melalui pengajaran differentiated instruc tion guru dapat fokus pada pencapaian tujuan yang sama untuk semua siswa namun melalui proses pengajaran dan kecepatan pencapaian tujuan belajar yang 14 15 bervariasi (McAdamis, 2001; Tuttle, 2000) . Menurut Tomlinson (2001) , differentiated instruction adalah suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan proses pembelajaran bagi seluruh siswa yang berbeda kemampuan dan latar belakang. Sedangkan menurut Hall, Strangman & Meyer (2003)16 , differentiated instruction adalah proses pengajaran dan pembelajaran bagi siswa yang berbeda kemampuan dalam kelas yang sama dengan memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda, baik dalam latar belakang pengetahuan maupun dalam kesiapan belajar. Peneliti kemudian menyebarkan kuesioner pengajaran differentiated instruction dan pengajaran non-differentiated instruction untuk mengetahui pengajaran yang telah dilakukan guru kelas 4, 5, dan 6 SD Gagas Ceria dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Guru diminta menentukan angka yang paling menggambarkan dirinya diantara pasangan pernyataan yang menggambarkan pengajaran non differentiated instruction dan pengajaran differentiated instruction. Berdasarkan teknik analisis statistik deskriptif ter hadap data kuesioner tersebut diperoleh data bahwa dari 100 % guru (N=11) terdapat 16,21 % (N < 2) guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria yang sudah melaksanakan differentiated instruction (Menjawab pada skala 5 dan 6). Sedangkan sisanya masih belum konsisten dalam menerapkan differentiated instruction dalam proses pengajaran yang dilakukan. Menurut Tomlinson (2001)15, ada lima prinsip dasar yang harus selalu dilakukan guru dalam pengajaran differentiated instruction yaitu: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment (melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi individu siswa). Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap pelaksanaan prinsip differentiated instruction pada pengajaran yang dilakukan oleh 6 (orang) guru, ditemukan beberapa hal sebagai berikut: Pertama, guru belum melakukan prinsip dasar formative assessment sebagai dasar dalam menentukan strategi differentiated instruction. Hal ini terlihat dengan guru sudah mengajarkan konse p yang lebih tinggi sedangkan pada kenyataannya masih ada siswa (reguler maupun berkebutuhan khusus) yang belum memahami konsep dasar dari materi tersebut. Misalnya: Guru memberikan pengajaran mengenai cara menentukan besarnya sudut suatu bangun datar dengan berdasarkan ciri-ciri/aturan bangun datar, padahal ada beberapa siswa yang terlihat masih belum menguasai konsep mengenai ciri-ciri/aturan bangun datar tersebut. Hal ini membuat siswa yang belum paham terlihat tidak bisa mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan. Hasil observasi yang juga muncul adalah bahwa assessment yang dilakukan guru di tengah pelajaran mengenai pemahaman siswa terbatas hanya untuk mengecek pemahaman siswa, bukan sebagai dasar untuk dilakukannya diferensiasi. Guru tetap meneruskan materi dan dengan menggunakan metode yang sama, padahal hasil evaluasi menunjukkan bahwa ada beberapa siswa yang belum memahami materi yang disampaikan dan tidak bisa fokus dengan metode dan bahan ajar yang digunakan. Kedua, guru belum melakukan prinsip dasar instructional arrangements, dimana guru tidak menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Hal ini terlihat ketika guru menyampaikan materi dengan
membacakan sebuah cerita, semua siswa hanya duduk mendengarkan tanpa membaca teks yang dibacakan, bahkan bagi siswa dengan hambatan konsentrasi. Hal ini membuat ada beberapa siswa, terutama siswa berkebutuhan khusus yang terkadang tidak fokus dan tidak terlalu terlibat dalam proses belajar yang ada. Beberapa guru juga cenderung dominan melakukan pengelompokan siswa sesuai dengan hari piket yang sama untuk mencapai tujuan belajar yang sangat variatif. Ketiga, guru juga belum melakukan prinsip dasar respectful tasks, dimana tugas yang diberikan pada setiap siswa sama untuk siswa yang satu dengan siswa yang lain, sehingga memungkinkan tugas tersebut kurang menantang bagi siswa tertentu. Siswa gifted yang berhasil menyelesaikan persoalan yang diberikan dengan lebih cepat dibandingkan teman yang lain, tidak diberikan pilihan untuk mengerjakan soal yang lain dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Bahkan siswa yang sudah selesai mengerjakan worksheet yang lebih banyak dibandingkan teman sekelasnya, diminta untuk menghapus kembali jawabannya pada worksheet tersebut untuk selanjutnya mengerjakan worksheet itu kembali sebagai PR, agar sama dengan PR kelas. Untuk prinsip dasar learning community, guru terlihat sudah lebih konsisten dalam melakukannya. Hal ini terlihat dari siswa leluasa menyampaikan pendapat dan pertanyaannya, siswa terlihat paham aturan-aturan yang diberlakukan di kelas
(cara bertanya, cara mengerjakan tugas, cara meminta ijin ke kamar mandi, pengaturan perpindahan posisi duduk, dll). Guru juga terlihat melakukan beberapa
upaya untuk meningkatkan motivasi siswa dalam mengerjakan tugas dengan memberikan pujian bagi siswa yang sudah selesai, dan memberikan semangat bagi siswa yang tertinggal. Untuk melihat pelaksanaan prinsip dasar curriculum, peneliti mencoba melakukan analisa terhadap beberapa Rancangan Program Pengajaran (RPP) yang dibuat oleh guru. Berdasarkan analisa tersebut ditemukan bahwa guru belum melakukan prinsip dasar curriculum dengan melakukan penentuan tujuan pembelajaran yang kurang spesifik, sehingga kurang jelas apa yang harus dipahami, dikuasai dan dilakukan oleh siswa. Misalnya: Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah Menggunakan kata depan. Tujuan ini kurang menjelaskan apakah yang diharapkan adalah siswa mengetahui bagaimana menggunakan kata depan atau sampai bisa menggunakan kata depan dalam menjelaskan sesuatu. Selain itu, tujuan pembelajaran yang tidak dikaitkan dengan
kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa dalam pelajaran tersebut membuat kurang jelasnya tahapan tujuan pembelajaran dalam mencapai kompetensi dasar tersebut. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai juga belum diturunkan ke dalam tujuan-tujuan kecil setiap pertemuan, sehingga tujuan beberapa pertemuan samasam a agar siswa dapat membuat sesuatu, padahal kegiatan di pertemuan pertama baru dirancang agar siswa mengetahui cara memproduksi sesuatu tersebut. Hal ini pada akhirnya memungkinkan guru akan menjadi kurang terarah dalam menentukan materi, proses, cara mengevaluasi dan menciptakan lingkungan belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Data hasil observasi tersebut menunjukkan bahwa guru belum sepenuhnya melakukan kelima prinsip dasar differentiated instruction sebagai hal yang harus
dilakukan dalam pengajaran untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Menurut Chow & Winzer, 1992 dalam Hull, 200517 , penelitian selama beberapa dekade menyimpulkan bahwa tidak mungkin seorang guru inklusi melakukan pengajaran yang efektif dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam ketika guru tersebut tidak memiliki sikap yang positif terhadap adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas mereka. Oleh karena itu peneliti mencari tahu sikap guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria tentang adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas yang mereka ajar untuk memastikan bahwa kesulitan yang guru alami dalam melakukan pengajaran di kelas inklusi bukan disebabkan sikap negatif mereka terhadap adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas. Berdasarkan data hasil kuesioner mengenai sikap guru terhadap inklusi diperoleh data bahwa 100% guru memiliki sikap yang positif dengan memiliki pandangan dan perasaan bahwa keberadaan siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi merupakan yang terbaik bagi siswa, juga kesediaan untuk menyesuaikan pengajaran dengan pembelajaran siswa berkebutuhan khusus. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesulitan yang dialami guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria dalam melakukan pengajaran di kelas inklusi bukan disebabkan sikap negatif mereka terhadap adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas. Berdasarkan data awal dari guru SD Gagas Ceria tersebut dapat disimpulkan bahwa hanya terdapat 16, 21% dari 100% guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang sudah melakukan differentiated instruction sebagai pengajaran yang efektif untuk siswa di kelas inklusi. Hal ini memungkinkan tujuan SD Gagas Ceria untuk siswa berkebutuhan khusus mencapai standar hasil belajar yang sama dengan siswa reguler tidak akan tercapai. Diperlukan intervensi bagi pengajaran yang dilakukan oleh guru untuk bisa lebih efektif memenuhi kebutuhan belajar siswa di kelas inklusi. Hal ini penting dilakukan agar tujuan SD Gagas Ceria dap at tercapai, yaitu untuk mengembangkan kemampuan belajar setiap siswa baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus. Untuk memastikan intevensi yang dirancang sudah sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, yaitu meningkatkan kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria dalam memberikan pengajaran di kelas inklusi maka dilakukan penelitian dengan merancang suatu program intervensi berbentuk program pelatihan peningkatan kemampuan guru dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 1.2. Identifikasi Masalah Sekolah inklusi yang menerima siswa dengan karakteristik dan kebutuhan belajar yang beragam membuat guru dituntut mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran agar semua siswa dapat mencapai hasil belajar yang sama. Menurut Tomlinson (2001)15 , differentiated instruction adalah pengajaran yang bisa dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahan tersebut. Seorang guru dikatakan mampu melakukan pengajaran differentiated instruction ketika melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip differentiated instruction sebagai berikut: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment (melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi individu siswa). Berdasarkan penjaringan data awal terhadap guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria diperoleh data bahwa secara proporsional terdapat 16,21% dari 100% guru yang sudah melakukan pengajaran differentiated instruction sebagai pengajaran yang efektif bagi siswa di kelas inklusi. Dengan kondisi ini dikhwatirkan tujuan
SD Gagas Ceria untuk siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler mencapai hasil belajar dengan standar yang sama menjadi tidak tercapai. Menghadapi kondisi tersebut, kemampuan mengajar guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria ini masih bisa ditingkatkan karena 100% guru memiliki sikap yang positif terhadap keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas. Oleh karena itu, dalam rangka mencari treatment yang tepat bagi guru untuk melakukan pengajaran differentiated instruction sebagai pengajaran yang dapat memfasilitas i seluruh siswa mencapai tujuan belajar yang sama, maka peneliti tertarik untuk merancang program pelatihan pengajaran differentiated instruction yang dapat berperan dalam meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction guru di kelas inklusi. Perancangan program pelatihan pada penelitian ini akan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap persiapan (analisa kebutuhan dan perancangan program pelatihan) dan tahap treatment (uji coba pelaksanaan program pelatihan dan pengukuran peran pelaksanaan program pelatihan). Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah: Apakah rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction dapat meningkatkan kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi? 1.3. Maksud, Tujuan, dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian 1. Merancang program pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 2. Melakukan uji coba terhadap rancangan program pelatihan differentiated instruction yang telah dibuat. 1.3.2. Tujuan Penelitian 1. Melakukan pengukuran secara empiris terhadap tingkat pengajaran differentiated instruction guru di kelas inklusi. 2. Menetapkan modul pelatihan yang sesuai bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 1.3.3. Kegunaan Penelitian 1.3.3.1. Kegunaan Teoritis 1. Diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai konsep differentiated instruction dalam pengajaran kelas inklusi. 2. Diharapkan dapat menambah modul pelatihan pengajaran differentiated instruction bagi guru inklusi. 3. Diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menambah pemahaman sekolahsekolah yang sedang mengembangkan sistem pendidikan inklusi mengenai pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 1.3.3.2. Kegunaan Praktis 1. Diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 2. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pihak sekolah untuk dilanjutkan secara berkesinambungan dalam meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction guru. 3. Diharapkan modul pelatihan yang telah disusun ini dapat diterapkan pada guru dari sekolah inklusi yang lain, dengan tetap mengikuti tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini. 4. Diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya, pada topik mengenai pengajaran differentiated instruction atau mengenai pengajaran di kelas inklusi. BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Pendidikan Inklusi 2.1.1. Sejarah Pendidikan Inklusi Gerakan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus dimulai di tahun 1960-an (Foreman, 2005)18. Banyak orangtua anak-anak penyandang cacat, guru pendidikan khusus dan ahli percaya bahwa memisahkan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam sekolah yang terpisah telah membatasi pencapaian kemampuan intelektual mereka secara akademis dan dalam mengembangkan hubungan sosial yang positif. Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak anakanak
berkebutuhan khusus belum menerima pendidikan yang sesuai di sekolah khusus (Smith et al., 2005)19 . Selain itu, pengaturan ini dapat mengakibatkan kurangnya interaksi sosial antara anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak tidak berkebutuhan khusus. Pada akhir 1970-an, konsep integrasi dikembangkan untuk memenuhi minat anak-anak berkebutuhan khusus (Smith et al., 2005)19. Pengintegrasian anak-anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler adalah untuk mengatasi hambatan anakanak penyandang cacat yang biasanya dipisahkan, dan memberi mereka lebih banyak kebebasan dan kesempatan yang sama untuk berinteraksi dengan anak normal lain (Inclusion International, 1998) 20 . Dengan integrasi, anak-anak berkebutuhan khusus mampu mengikuti sekolah reguler tetapi biasanya diajarkan dalam unit atau kelas khusus yang terpisah. Mereka dapat berpartisipasi dalam pelajaran tertentu dengan anak-anak lain setiap hari sehingga setiap anak dapat belajar dan berinteraksi sosial bersama-sama (Foreman, 2005)18 . Ini bertujuan untuk membangun kepercayaan akademik dan sosial anak. Awalnya pendekatan integrasi dipandang sebagai pilihan terbaik bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar secara positif. Namun dalam pelaksanaannya, pendekatan integrasi menuai beberapa kritik. Pertama, ada kekhawatiran bahwa guru sekolah reguler sering tidak memiliki kepercayaan diri dan persiapan untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di kelas mereka. Seringkali mereka menganggap bahwa mengajar anak-anak berkebutuhan khusus bukan tanggung jawab mereka dan hanya untuk guru pendidikan khusus (Inclusion International, 1998)20 . Kedua, guru kelas biasanya juga merasa bahwa ada tambahan beban kerja dan tekanan yang terkait dengan memiliki anak berkebutuhan khusus di kelas mereka (Westwood, 2003) 21 . Ketiga, guru merasa bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus (Westwood, 2003)21 . Penelitian juga mengungkapkan bahwa guru kelas reguler lebih suka mengajar anak-anak berkebutuhan khusus ringan dan menolak atau mengabaikan anak berkebutuhan khusus lain yang memiliki beberapa cacat atau cacat yang mendalam (Stangvik, 1997, dalam Mapsea, 2006)12. Oleh karena itu, pendekatan integrasi tidak memenuhi semua kebutuhan anak-anak penyandang cacat dan pendekatan baru dibutuhkan. Oleh karena berbagai sebab itulah pendekatan inklusi mulai berkembang. Konsep pendidikan inklusi dimulai pada pertengahan 1980-an, dan berbeda secara signifikan dari metode integrasi. Penekanan utama pada pendidikan inklusi
adalah bahwa anak-anak berkebutuhan khusus harus disertakan dalam semua program sekolah dan kegiatan, tidak seperti pendekatan integrasi yang memberi kesempatan terbatas bagi siswa berkebutuhan khusus. (Smith et al, 2005)19. Dalam
konsep pendidikan inklusi, pemisahan kelas dan unit dinilai tidak pantas. Ruang kelas harus menjadi sebuah tempat dimana semua anak-anak, meskipun mereka memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, memiliki hak milik dan bicara, bekerja dan berbagi bersama. Argumen mendasar untuk menuju pendidikan inklusi tidak hanya didasarkan pada isu pendidikan, tetapi juga pada faktor-faktor sosial dan moral yang berkaitan dengan anak-anak berkebutuhan khusus (Inclusion International, 1998)20 . Faktor sosial yang mendasari adalah bahwa pendidikan yang memisahkan siswa berkebutuhan khusus di sekolah khusus membuat siswa berkebutuhan khusus tidak memiliki pengalaman untuk berinteraksi dengan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dianggap bertentangan dengan tuntutan yang diberikan kepada mereka di luar konteks pendidikan, dimana mereka diharapkan dapat bergabung dengan masyarakat. Sedangkan faktor moral yang mendasari pendidikan inklusi adalah pesan moral bahwa setiap individu memiliki hak yang sama atas pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini, pendidikan yang memisahkan anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus dianggap tidak sesuai dengan pesan moral tersebut, karena tidak memberikan kesempatan pendidikan yang sama antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler. Tujuan pendidikan inklusi adalah untuk menilai semua orang setara, sehingga mereka lebih berpartisipasi penuh dalam masyarakat dalam kehidupan dewasa (Thomas & Vaughan, 2004, dalam Mapsea, 2006)12 . Inklusi memungkinkan anak-anak penyandang cacat untuk masuk sekolah biasa dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus dan berpartisipasi dalam semua kegiatan pendidikan yang tepat dan mencari pekerjaan dan terlibat dalam pengambilan keputusan yang lebih luas tentang kehidupan mereka. Pada tahun 1994, kebijakan pendidikan inklusi itu disahkan dan dinyatakan sebagai sebuah kebijakan oleh UNESCO dan diakui oleh banyak negara, misalnya, negara-negara seperti Selandia Baru, Australia, dan Papua Nugini. Berikut adalah perbedaan antara pendidikan inklusi dan pendidikan integrasi: Tabel 2.1. Perbedaan Pendidikan Inklusi dan Pendidikan Integrasi No Aspek Integrasi Inklusi 1. Guru yang bertanggung jawab Guru khusus Guru kelas umum (reguler) dan dapat dibantu oleh guru khusus pada waktuwaktu tertentu (part-time) / GPK (Guru Pembimbing Khusus) 2. Peserta didik berkebutuhan khusus Peserta didik berkebutuhan khusus belajar utama di dalam kelas khusus dan baru diintegrasikan ke dalam kelas umum (reguler) pada waktuwaktu tertentu. Saat integrasi guru khusus akan bekerja sama dengan guru umum (reguler). Peserta didik berkebutuhan khusus mengikuti semua kegiatan kelas umum (reguler) dan menjadi bagian anggota kelas tersebut. 3. Penilaian tugas Penilaian secara individual disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa berkebutuhan khusus serta dilihat bagaimana siswa berkebutuhan khusus tersebut mampu menyesuaikan diri dengan kelas regular. Mendapat tugas yang sama dengan siswa reguler dengan modifikasi sesuai dengan kebutuhan siswa. 2.1.2. Landasan Pendidikan Inklusi Penerapan pendidikan inklusi mempunyai landasan fiolosifis, yuridis, dan empiris. 2.1.2.1. Landasan Filosofis Landasan filosofis utama penerapan pendidikan inklusi di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang disebut Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini
sebagai wujud pengakuan kebinekaan manusia, baik kebinekaan vertical maupun horizontal, yang mengemban misi tunggal sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertical ditandai dengan perbedaan kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, dsb. Sedangkan kebinekaan horizontal diwarnai dengan perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, dsb. Bertolak dari filosofi Bhineka Tunggal Ika, kelainan (kecacatan) dan keberbakatan hanyalah satu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku, ras, bahasa budaya, atau agama. Di dalam diri individu berkelainan pastilah dapa t ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam diri individu berbakat pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak hanya makhluk di bumi ini yang diciptakan sempurna. Kecacatan dan keunggulan tidak memisahkan siswa satu dengan lainnya, seperti halnya perbedaan suku, bahasa, budaya, atau agama. Hal ini harus diwujudkan dalam sistem pendidikan. Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat toleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita-citkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.2.2. Landasan Yuridis Landasan yuridis internasional penerapan pendidikan inklusi adalah Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994)1 oleh para menteri pendidikan se-dunia. Deklarasi ini sebenarnya penagasan kembali atas Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan berbagai deklarasi lajutan yang berujung pada Peraturan Standar PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu berkelainan memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Sebagai bagian dari umat manusia yang mempunyai tata pergaulan internasional, Indonesia tidak dapat begitu saja mengabaikan deklarasi UNESCO tersebut di atas. Di Indonesia, penerapan pendidikan inklusi dijamin oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional2, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk subjek penelitian didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan
secara inklusi atau berupa sekolah khusus. 2.1.2.3. Landasan Empiris Penelitian tentang inklusi telah banyak dilakukan di negara-negara barat sejak 1980-an, namun penelitian yang berskala besar dipelopori oleh the National
Academy of Sciences Amerika Serikat (Mapsea, 2006)12. Hasilnya menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat. Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen (Baker, Wang, dan Walberg, 1994/1995)22 . Beberapa peneliti kemudian melakukan metaanalisis (analisis lanjut) atas banyak hasil penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan
23 24 Kavale (1980)terhadap 50 buah penelitian, dan Baker (1994)terhadap 13 buah penelitian menunjukkan bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya. 2.2. Anak Berkebutuhan Khusus 2.2.1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Istilah maupun penjelasan mengenai anak berkebutuhan khusus mengalami perkembangan seiring dengan pemahaman ilmu pengetahuan dan kesadaran serta budaya masyarakat. Istilah anak berkebutuhan khusus tersebut bukan berarti menggantikan istilah anak penyandang cacat atau anak luar biasa tetapi memiliki cara pandang yang lebih luas dan positif terhadap anak didik atau anak yang memiliki kebutuhan yang beragam. Kebutuhan khusus yang dimaksud dalam hal ini adalah kebutuhan yang ada kaitannya dengan pendidikan (Sunanto, 2003)25 . Dalam tataran pendidikan inklusi, setiap anak (termasuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus ataupun bukan) dipandang mempunyai kebutuhankebutuhan khusus baik bersifat permanen maupun temporer. Kebutuhan permanen adalah kebutuhan yang secara menetap dan terus menerus ada dan tidak akan hilang misalnya ketunanetraan, ketunarunguan, keterbelakangan mental, kelainan emosi, dan sosial. Sedangkan kebutuhan temporer adalah kebutuhan yang muncul akibat kondisi tertentu yang tidak menetap, misal: kebutuhan akibat bencana alam , masalah keluarga, dll. Sementara James, Lynch dalam Astati (2003) 26 mengemukakan bahwa anak-anak yang termasuk kategori anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa (anak berkekurangan atau anak berkemampuan luar biasa), anak yang tidak pernah sekolah, anak yang tidak teratur sekolah, anak ya ng drop out, anak yang sakit-sakitan, anak pekerja usia muda, anak yatim piatu dan anak jalanan. Oleh karena itu merupakan hal yang penting untuk guru mengetahui karakteristik siswa (kompetensi yang belum dimiliki untuk mempelajari suatu materi) sebagai dasar dalam melakukan pengajaran baik bagi siswa berkebutuhan khusus permanen maupun temporer. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus secara sementara atau permanen dan atau kecacatan sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan. Kebutuhan mungkin disebabkan kelainan secara bawaan atau dimiliki kemudian, masalah ekonomi, kondisi sosial emosi, kondisi politik dan bencana alam. Anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri akibat trauma kerusuhan, kesulitan konsentrasi karena sering diperlakukan dengan kasar atau tidak bisa membaca, karena kekeliruan guru mengajar, dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus temporer. Anak berkebutuhan khusus temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat bisa menjadi permanen. Setiap anak berkebutuhan khusus baik yang bersifat permanen maupun temporer, memiliki hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal yaitu ( 1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Oleh karena itu layanan pendidikan
didasarkan atas hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak (Alimin, 2005)27 . 2.2.2. Kebutuhan Akademik Anak Berkebutuhan Khusus Dalam hal manfaat akademis, anak-anak berkebutuhan khusus harus memiliki kesempatan yang sama untuk belajar bersama rekan-rekan mereka. Kegiatan yang disediakan oleh guru kelas harus dilakukan oleh semua siswa sesuai dengan kemampuan intelektual mereka (Gerschel, 1998, dalam Mapsea, 2006)12 . Beberapa studi telah menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan manfaat secara akademis dengan menjadi bagian dari suatu kelas reguler. Anak-anak ini seringkali mampu bersaing secara akademis dengan anak-anak yang tidak berkebutuhan khusus. Beberapa anak bisa belajar dari satu sama lain sementara yang lainnya mampu melakukan sendiri dengan baik sehingga kinerja akademis mereka diakui. Beberapa siswa berkebutuhan khusus mampu mempertahankan peningkatan di beberapa mata pelajaran, meskipun tidak selalu semua mata pelajaran. Ketika para siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep, pembelajaran dapat meningkat ketika guru dan teman-temannya meluangkan waktu dengan memberikan bantuan. Sebaliknya, ada bukti bahwa tidak semua siswa berkebutuhan khusus telah mencapai nilai akademis yang setara di kelas reguler. Mungkin ada banyak alasan berkaitan dengan hal ini. Namun penelitian yang berfokus pada prestasi belajar siswa berkebutuhan khusus telah menunjukkan bahwa ada beberapa tantangan yang dihadapi para siswa saat belajar di kelas reguler. Alasan yang berhubungan dengan kurangnya prestasi akademis bisa berarti bahwa guru tidak menghabiskan cukup waktu membantu siswa berkebutuhan khusus atau bahwa topik untuk setiap mata pelajaran yang ditawarkan tidak disesuaikan dengan kebutuhan siswa-siswa berkebutuhan khusus. Penelitian menunjukkan bahwa ada keterbatasan nilai akademik bagi siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler kecuali pengajaran/proses pembelajaran dimodifikasi untuk memenuhi kebutuhan siswa dan tanpa modifikasi ini tidak ada jaminan bahwa siswa berkebutuhan khusus yang berpartisipasi dapat berhasil dalam bidang akademik (Artiles, 2003, dalam Mapsea, 2006)12 . Jika dibandingkan manfaat akademis anak-anak di sekolah umum dan di sekolah khusus, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mempelajari konten pendidikan lebih banyak dalam setting reguler daripada di sekolah khusus. Mereka dapat belajar banyak hal baru yang berbeda di mata pelajaran yang diajarkan ketika guru mendorong mereka untuk belajar dengan serius dan bersaing dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus. 2.2.2. Kebutuhan Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Hal penting lainnya dalam pendidikan inklusi adalah membuat semua anak bersosialisasi bersama-sama tanpa memandang kemampuan mereka. Konsep inklusi adalah untuk mengembangkan kompetensi sosial di antara anak berkebutuhan khusus dan rekan-rekan tidak berkebutuhan khusus dalam lingkungan sekolah (Andrews & Lupart, 1993)28. Di dalam kelas anak-anak bisa berbincang, berbagi ide bersama dan saling membantu di sekolah sedangkan di luar rumah mereka dapat berinteraksi bersama-sama dan memiliki kesempatan untuk mengundang orang lain untuk bergabung dalam bermain mereka (Conway, 2005) 29 . Oleh karena itu, guru harus mengambil setiap kesempatan untuk mendorong interaksi sosial antara anak-anak berkebutuhan khusus dan rekanrekan tidak berkebutuhan khusus. 2.2.3. Karakteristik Belajar Siswa Gifted Siswa berkebutuhan khusus yang paling banyak terdapat di SD Gagas Ceria adalah siswa gifted. Karakteristik belajar siswa gifted menurut Blum (1985)30 adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kelebihan observasi dan memiliki pandangan yang lebih mengenai detail yang penting. 2. Memiliki minat baca yang tinggi, lebih menyukai buku dan majalah untuk anak usia diatasnya. 3. Menikmati aktivitas-aktivitas intelektual. 4. Memiliki kekuatan abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang sudah sangat berkembang. 5. Sudah mampu melihat hubungan sebab-akibat. 6. Seringkali memperlihatkan sikap mempertanyakan, dan mencari informasi sendiri. 7. Seringkali skeptis, kritis, evaluatif. Sangat cepat menemukan suatu inkonsistensi. 8. Biasanya memiliki kapasitas penyimpanan informasi yang sangat besar mengenai bermacam topik, yang dapat mereka ingat dengat cepat. 9. Sudah siap memahami prinsip-prinsip dasar dan sering kali mampu membuat generalisasi tentang kejadian, orang, atau obyek dengan tepat. 10. Mampu dengan cepat menangkap kesamaan, perbedaan, dan anomali. 11. Sering kali mampu mengurai materi yang rumit dengan memisahmisahkannya menjadi komponen-komponen dan menganalisanya dengan sistematis. 2.2.4. Karakteristik Belajar Siswa Disleksia Karaakteristik belajar siswa disleksia menurut Cardiff University31 adalah sebagai berikut : 1. Sulit membedakan huruf yang berbalik seperti b dan d, baik ketika membaca ataupun menulis 2. Melewatkan satu atau lebih huruf ketika membaca atau menulis, misalnya menulis buda untuk bunda 3. Membaca dengan lambat, kata per kata, dan seringkali melompat-lompat kalimatnya 4. Mampu mengeja huruf per huruf, tapi salah dalam pengucapannya 5. Mampu membaca, tapi tidak atau hanya sedikit memahami apa yang dibacanya 6. Seringkali tertukar kosakata baik ketika menulis maupun membaca, misalnya menata menjadi metana 2.2.5. Karakteristik Belajar Siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Menurut National Institute of Mental Health (NIMH) (2008)32 karakteristik belajar siswa Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) adalah sebagai berikut : 1. Mudah teralihkan dan sering kali lupa sesuatu 2. Berpindah dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dengan cepat 3. Banyak menghayal 4. Kesulitan mengerjakan tugas-tugas seperti pekerjaan rumah 5. Sering kali kehilangan mainan, buku, perlengkapan sekolah 6. Gelisah dan banyak menggeliat 7. Tidak berhenti bicara dan sering memotong pembicaraan orang lain 8. Berlarian kesana kemari 9. Memegang dan memainkan apapun yang dilihatnya 10. Tidak bisa menunggu (tidak sabaran) 11. Mudah memberikan komentar yang tidak pantas 12. Kesulitan mengontrol emosi 2.3. Karakteristik Siswa Kelas 4, 5 dan 6 SD Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua menjadi SD kelas rendah dan SD kelas atas. SD kelas rendah terdiri dari kelas 1, 2, dan 3, sedangkan SD kelas tinggi terdiri dari kelas 4, 5, dan 6 (Supandi, 1992)33 . Nasution (1992) 34 mengatakan bahwa siswa kelas 4, 5 dan 6 SD mempunyai beberapa sifat khas sebagai berikut: 1. Memiliki minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit, 2. Amat realistik, ingin tahu dan ingin belajar, 3. Telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, 4. Menghadapi tugas dengan bebas dan berusaha menyelesaikan sendiri, 5. Memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah, 6. Gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk bermain bersama-sama. 2.4. Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusi Guru memiliki peran utama dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi pengajaran dan pembelajaran untuk semua siswa di kelas inklusi, terlepas dari kebutuhan belajar siswa tersebut. Gurulah yang memastikan siswa berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama atas kualitas pendidikan siswa tidak berkebutuhan khusus (Spedding, 2005) 35 , yaitu dengan melakukan pengajaran dan strategi pembelajaran yang tepat. Dengan melakukan pengajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan belajar setiap siswa maka guru dapat berperan dalam memfasilitasi semua siswa yang berbeda kebutuhan belajar dapat mencapai hasil belajar yang sama. 2.5. Pengajaran Differentiated instruction Differentiated instruction adalah pengajaran yang sangat penting untuk dilakukan oleh guru di dalam kelas inklusi (Mastropieri& Scruggs, 2010)13 . Dengan differentiated instruction, guru dapat mengatasi keberagaman kebutuhan belajar siswa di kelas inklusi agar siswa berkebutuhan khusus dapat mengembangkan kompetensi akademik dan sosial yang sama dengan siswa reguler. Tomlinson (2001)15 menyebutkan bahwa differentiated instruction adalah suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan proses pembelajaran bagi seluruh siswa, terlepas dari kemampuan dan latar belakang mereka. Terdapat 4 elemen yang dapat dibedakan dalam differentiated instruction, yaitu: 1. Content (konten), adalah apa yang harus siswa ketahui, pahami, dan mampu lakukan. Diferensiasi konten berarti guru melakukan modifikasi dalam materi yang dipelajari oleh siswa. 2. Process (proses), adalah apa yang harus siswa lakukan untuk mempelajari konten. Modifikasi pada proses berarti modifikasi pada cara siswa dalam mempelajari suatu materi. 3. Product (produk), adalah apa yang dipelajari siswa. Diferensiasi produk mengacu pada bagaimana guru memberikan siswa kesempatan untuk memilih dan menjelaskan sesuatu dalam menunjukkan hasil belajar mereka, disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan 4. Learning environment (lingkungan belajar) adalah ruang kelas yang bebas dari segala hal yang mungkin mengganggu proses pembelajaran dan memastikan terdapat tempat untuk siswa dapat melakukan kerjasama. Diferensiasi lingkungan belajar berarti guru menyiapkan beragam material, memberikan aturan dan rutinitas yang jelas, juga membantu siswa untuk memahami kebutuhan belajar siswa yang lain. Tujuan dari differentiated instruction adalah untuk memberikan siswa akses ke beberapa jalur untuk menuju tujuan yang sama. Maka merupakan hal yang penting bagi guru dalam merancang dan melakukan differentiated instruction untuk memastikan bahwa modifikasi yang dilakukan dapat memfasilitasi setiap siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang harus dicapai, disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Oleh karena itu, terdapat beberapa prinsip dasar
yang harus terlebih dahulu dilakukan oleh guru untuk dapat melakukan modifikasi pada elemen pengalaman belajar siswa (Tomlinson, 2003)15 . Prinsip dasar yang harus dilakukan tersebut adalah: 1. Learning community, yaitu guru menciptakan lingkungan kelas yang memberikan nuansa positif bagi proses belajar, mendorong terbentuknya rasa hormat atas perbedaan dan pilihan individu, serta dengan berbagi tanggungjawab antara guru dan siswa. 2. Curriculum, yaitu guru menggunakan kurikulum yang membuat siswa dapat mencapai kemampuan yang optimal dan berkesinambungan, dengan menempatkan materi dan konsep penting di awal pembelajaran dengan menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk membantu siswa mengerti materi dan konsep tersebut, menggunakan kurikulum sebagai pengikat motivasi belajar siswa, dan memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari. 3. Formative assessment, yaitu guru menggunakan penilaian yang terus menerus (sebelum, selama, dan sesudah pengajaran) terhadap kebutuhan belajar siswa, dengan melakukan formative assessment berarti guru memasukkan penilaian berkelanjutan sebagai aspek penting dalam proses belajar di kelas dengan melakukan penilaian terus menerus mengenai kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap konten, proses, produk, maupun lingkungan belajar. 4. Instructional arrangements, yaitu guru menggunakan metode pengajaran yang terencana dan fleksibel, dengan menggunakan metode pengajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa, membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan berbagai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data penilaian formatif, serta membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan pergerakan di dalam kelas terencana dan siswa dapat mandiri 5. Respectful task, yaitu guru menyediakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, sehingga memberikan tantangan yang optimal, baik bagi individu siswa maupun untuk kelompok siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan guru memberikan tugas yang beragam sesuai dengan kesiapan, minat dan cara belajar siswa sehingga tugas akan tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa. Selain itu, untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sama, guru dapat membantu pelaksanaan tugas dengan berbagai cara namun dengan tetap mempertimbangkan kemandirian belajar siswa. 2.6. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Sikap adalah bagian besar dari cerminan keyakinan dan nilai dasar seseorang. Ini mempengaruhi cara orang berpikir dan berperilaku. Untuk mengerti dan menghargai sikap seseorang, kita sering perlu untuk memahami keyakinannya. Banyak masalah sosial dan diskriminasi terjadi karena sikap orang. Banyak penulis, peneliti dan praktisi mengatakan sikap memiliki dampak besar pada perkembangan kebijakan pendidikan inklusi bagi anak-anak berkebutuhan khusus (Frost, 2002 dalam Hull, 2005)17. Ini berarti sikap guru, juga teman-teman sekel as, kepala sekolah dan orang tua sangat penting karena menentukan kemajuan program pendidikan inklusi. Sikap guru memainkan peran penting pada apakah pendidikan inklusi dapat sepenuhnya dilaksanakan di sekolah biasa atau tidak. Guru yang memiliki sikap yang positif tentang pendidikan inklusi menerima anak berkebutuhan khusus ke dalam kelas mereka dan melibatkan mereka dalam semua proses belajar akademik dan interaksi sosial dengan anak lain (Frost, 2002, dalam Hull, 2005)17 . Untuk memahami sikap guru terhadap penerapan kebijakan inklusi, sejumlah besar penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki fenomena ini. Studi yang dilakukan oleh LeRoy & Simpson (1996, dalam Mapsea, 2006)12 menunjukkan bahwa para guru mendukung program inklusi dan memberikan pengajaran yang efektif dan strategi belajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Mereka mengembangkan sikap positif dengan mengenal anak-anak berkebutuhan khusus dan dengan demikian memberikan pendidikan yang tepat bagi mereka. Sebaliknya, ada guru yang telah mengembangkan sikap negatif terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi. Guru tidak suka mengajar anak-anak berkebutuhan khusus di kelas mereka atau tidak bersedia mengambil peran dan tanggung jawab guru pendidikan khusus. Hal ini ditunjukkan dalam studi oleh Whiting & Young (1996, dalam Mapsea, 2006)12 , yang mengungkapkan bahwa guru umumnya tidak mendukung inklusi dan tidak ingin memasukkan anak-anak berkebutuhan khusus ke dalam kelas mereka karena mengalami kesulitan dan stres untuk melakukan proses pembelajaran bagi anakanak ini. Guru-guru umum lainnya yang mendukung program inklusi, selektif dalam jenis dan tingkat kecacatan yang mereka rasakan bisa mereka akomodasi. Menurut penelitian Bailey dan Plessis (1998, dalam Mapsea, 2006)12, sebagian besar guru- guru umum mengajar siswa merasa nyaman dengan disabilitas belajar, sensorik dan fisik yang ringan atau sedang,. Namun, mereka tidak akan memasukkan siswa dengan kesulitan emosi dan perilaku karena mereka merasa para siswa ini tidak mudah diajar atau berinteraksi. Sebuah studi oleh Cook (2001, dalam Mapsea, 2006)12 menunjukkan bahwa guru memiliki sikap dimana mereka akan lebih suka memilih-milih siswa berkebutuhan khusus untuk dimasukkan ke dalam di kelas. Guru tidak ingin mengajar siswa dengan masalah perilaku tetapi bersedia untuk mengajar siswa dengan kebutuhan belajar yang jelas. Banyak guru tampaknya memiliki sikap bahwa guru khusus bertanggung jawab dalam memberikan dukungan akademik bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan karena itu mereka tidak perlu menghabiskan banyak waktu membantu anak-anak ini. Sebuah studi di Selandia Baru menunjukkan bahwa kebanyakan guru kelas umum terlalu banyak bergantung pada guru bantu untuk menyediakan pekerjaan akademik bagi anak-anak berkebutuhan khusus. (MacArthur, et al., 2005, dalam Mapsea, 2006)12 . 2.7. Pendidikan Orang Dewasa (Knowles, 1990)36 Subjek penelitian dalam program pelatihan ini merupakan orang dewasa. Menurut knowles, orang dewasa dapat belajar dengan baik bila terlibat aktif dala m menentukan apa, bagaimana, dan kapan mereka belajar. Berdasarkan pandangan teori pembelajaran orang dewasa maka dalam perancangan suatu pelatihan yang berhubungan dengan orang dewasa, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu : 1. Orang dewasa harus mengenali kebutuhan untuk belajar 2. Orang dewasa ingin mengaplikasikan hal yang baru dipelajari dalam pekerjaannya. 3. Orang dewasa butuh mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan materi baru 4. Orang dewasa lebih senang hal yang bersifat kongkrit daripada abstrak 5. Orang dewasa ingin metode pelatihan yang bervariasi 6. Orang dewasa belajar lebih baik dalam lingkungan yang informal dan nyaman 7. Orang dewasa ingin memecahkan masalah-masalah yang realistis 8. Orang dewasa lebih suka metode belajar yang terkuasai. 2.8. Teori Dan Konsep Yang Berkaitan Dengan Pelatihan 2.8.1. Penyusunan Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan merupakan deskripsi harapan dari pelatihan bagi subjek penelitian yang dilakukan secara jelas dan tidak ambigu. Penulisan tujuan terdir i atas tiga komponen, yaitu perilaku subjek penelitian, kondisi performance dan kriterianya. Sasaran atau tujuan behavioral berbicara tentang kurikulum bukan instruksi. Tujuan behavioral adalah tujuan pembelajaran; menetapkan perilaku partisipan yang seharusnya ditampilkan atau ditunjukkan sehingga pengajar dapat menyimpulkan sejauh mana proses belajar telah berperan. Tujuan (sasaran) behavioral, pembelajaran, instruksional, ataupun performa semuanya mengacu pada deskripsi perilaku atau performa siswa yang teramati, yang digunakan untuk menilai proses pembelajaran. Penyusunan tujuan behavioral yang baik terdiri atas tiga bagian. Bila hilang salah satu, maka tujuan atau sasaran tidak dapat dikomunikasikan dengan tepat. 1. Kondisi tampilan, dalam lingkungan apa perilaku ditampilkan, pernyataan yang mendeskripsikan kondisi dimana perilaku dimunculkan. 2. Perilaku subjek penelitian, keterampilan atau pengetahuan yang akan diperoleh, suatu perilaku yang dapat diamati. 3. Kriteria tampilan, seberapa baik perilaku dilakukan, bagaimana jika dibandingkan dengan standard, pernyataan mengenai seberapa baik subjek penelitian harus menampilkan perilaku. 2.8.2. Taksonomi Tujuan Penetapan tujuan pelatihan dalam penelitian ini mengacu pada taksonomi Bloom (1956, revisi Anderson 2001)37 . Bloom membagi aktivitas pembelajaran dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimana awalnya , pada ranah kognitif, terdapat level pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesa, dan penilaian. Pada taksonomi Bloom revisi, terdapat perbedaan pada ranah kognitif ini. Dimensi pengetahuan menjadi terpisah dari dimensi proses kognitif, sehingga level pada dimensi kognitif menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create). Berdasarkan hal tersebut terlihat
bahwa dimensi pengetahuan merupakan kata benda, sedangkan dimensi proses kognitif merupakan kata kerja yang menunjukkan berbagai kemungkinan bagaimana kata benda tersebut dipergunakan. Tujuan pelatihan dalam pelatihan ini berada pada dimensi proses kognitif level ke-3, yaitu menerapkan (apply). Ja di, mengacu pada penerapan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki subjek penelitian. Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognit if yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih
rendah. Penjenjangan taksonomi pada dimensi proses kognitif adalah: 1. Menghafal (Remember), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang. Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar mengingat bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling): a. Mengenali (Recognizing): mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang agar dapat membandingkan dengan informasi yang baru. Contoh: Menyebutkan langkah-langkah perencanaan pengajaran yang biasanya dilakukan. b. Mengingat (Recalling): menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang dengan menggunakan petunjuk yang ada. Contoh : Menyebutkan definisi kebutuhan belajar siswa. 2. Memahami (Understand): mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran individu. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining). a. Menafsirkan (interpreting): mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari film/gambar ke dalam bentuk kata-kata. b. Memberikan contoh (exemplifying): memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntuk kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Contoh: Prinsip learning community adalah menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, sehingga tingkah laku pengajaran guru yang menunjukkan prinsip tersebut adalah A. c. Mengklasifikasikan (classifying): Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Contoh: pada saat diberikan kasus mengenai perilaku mengajar, subjek penelitian dapat mengklasifikasikan tingkah taku tersebut ke dalam setiap prinsip dasar differentiated instruction. d. Meringkas (summarising): membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut individu untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. e. Menarik inferensi (inferring): menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. f. Membandingkan (comparing): mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua obyek atau lebih. g. Menjelaskan (explaining): mengkonstruk dan menggunakan model sebabakibat dalam suatu system. Contoh: menjelaskan mengapa suatu tingkah laku pengajaran tepat dalam memfasilitasi kebutuhan belajar siswa yang beragam. 3. Mengaplikasikan (Applying): mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing). a. Menjalankan (executing): menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. b. Mengimplementasikan (implementing): memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Contoh: Setelah melakukan aplikasi prinisp differentiated instruction pada simulasi pengajaran, subjek penelitian melakukan hal yang serupa pada kelas yang sebenarnya. 4. Menganalisis (Analyzing): menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsurunsur tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis: menguraikan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting). a. Menguraikan (differentiating): menguraikan suatu struktur dalam bagianbagian berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. b. Mengorganisir (organizing): mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. c. Menemukan pesan tersirat (attributting): menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. 5. Mengevaluasi: membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking) dan mengritik (critiquing). a. Memeriksa (Checking): Menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan kriteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut). b. Mengkritisi (Critiquing/criticize): menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. 6. Membuat (create): menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing). a. Membuat (generating): menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut. b. Merencanakan (planning): merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. c. Memproduksi (producing): membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. 2.8.3. Fasilitator Fasilitator adalah seorang profesional yang berperan sebagai pemimpin bagi suatu kelompok tertentu untuk memperoleh pengalaman pada subjek atau materi tertentu atau individu yang mengajarkan atau menanamkan pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistematis. Tujuan utama fasilitator adalah menjamin
berlangsungnya transfer tanggung jawab dan keterampilan pada sebuah kelompok untuk mengatur dirinya sendiri. Berikut ini dipaparkan beberapa kompetensi yang sebaiknya dimiliki oleh fasilitator (Noe, 1998)38 : 1. Menguasai dan menerapkan prinsip pembelajaran orang dewasa pada saat memfasilitasi suatu pelatihan. 2. Mampu berkomunikasi secara efektif. 3. Memiliki keterampilan dalam memberikan feedback pada subjek penelitian pelatihan. 4. Bila dibutuhkan, mampu melakukan coaching pada subjek penelitian pelatihan. 5. Memiliki keterampilan untuk melakukan proses kelompok dalam setiap materi yang dibawakannya. 6. Mampu menciptakan iklim kondusif bagi subjek penelitian, yang mendukung berlangsungnya proses belajar selama pelatihan. 7. Membantu subjek penelitian melepaskan emosi yang dirasakan dan menyelesaikan konflik yang terjadi selama pelatihan berlangsung. 8. Membantu terjadinya proses belajar bagi subjek penelitian, baik secara kelompok maupun individu. Dapat dikatakan bahwa fasilitator memiliki sejumlah peran : 1. Sebagai pelatih, fasilitator membantu learner mengembangkan persetujuan terhadap pembelajaran dan merencanakan proses pembelajaran, mengawasi pelaksanaan rencana yang disusun, menawarkan sarana perbaikan, memimpin demonstrasi, membantu learner mengidentifikasi kesempatan yang dapat diraih melalui pembelajaran, memantau kemajuan para learner, memberikan saran yang mampu menyempurnakan pendekatan yang digunakan, dll. 2. Sebagai pemandu, fasilitator mengarahkan learner pada arah pembelajaran yang benar dan membantu menyusun alur tujuan yang dimiliki. 3. sebagai pendisain lingkungan pembelajaran, fasilitator membantu learner membentuk lingkungan pembelajaran sesuai kebutuhan. 4. Idealnya, fasilitator juga berperan sebagai model perilaku atau mentor. Tentu saja tidak semua fasilitator mampu memenuhi semua peran ini, tetapi mereka diharapkan memenuhi peran tersebut. 5. Sebagai evaluator, fasilitator menunjukkan tujuan yang dicapai atau setidaknya kemajuan yang diraih oleh learner. Leach39 mencoba melakukan penelitian yang berkaitan dengan kompetensi dan karakteristik fasilitator handal, dengan hasil sebagai berikut ; 1. Kompetensi, fasilitator sebaiknya mampu : a. Memberikan masukan dan saran kepada subjek penelitian. b. Memberikan reinforcement positif. c. Memadukan sejumlah teknik pelatihan yang berbeda. d. Menggunakan pertanyaan untuk menarik subjek penelitian berpartisipasi. e. Memfasilitasi aktivitas pembelajaran kelompok. f. Menjelaskan konsep yang digunakan dengan baik dan dipahami. g. Menyajikan pelatihan dalam sebuah sekuensial yang logis. h. Mengenali, menyadari dan memperhatikan perbedaan individual subjek penelitian. i. Menjelaskan ide-ide kompleks menjadi sesuatu yang mudah dipahami. 2. Karakteristik yang menunjang kompetensi a. Responsiveness, dimunculkan dalam bentuk pengekspresian minat pada subjek penelitian dengan mendengarkan, mengakomodasi perbedaan individu, mempertahankan rapport dengan subjek penelitian dan dengan menggunakan perilaku yang rileks dan wajar selama pelatihan. b. Enthusiasm/high energy, dimunculkan dalam ekspresi wajah, suara dan gerak tubuh guna menyampaikan semangat bahwa fasilitator memiliki sesuatu yang menarik yang akan memberikan kesenangan dan manfaat bagi subjek penelitian. c. Humor, membuat pelatihan berlangsung dalam keadaan yang menyenangkan. Hindari humor yang dapat memojokkan atau mempermalukan subjek penelitian pelatihan. d. Sincerity/honesty, menjelaskan alasan dan tindakan yang menggambarkan minat individu yang sebenarnya melalui penampilan terbaik ketika membawakan pelatihan. Kejujuran perasaan yang dipertahankan selama pelatihan akan mengurangi kecemasan subjek penelitian. e. Flexibility, tidak jarang fasilitator berhadapan dengan situasi tak terduga ketika pelatihan. Situasi tersebut kadang menuntut fasilitator mengurangi sejumlah materi karena waktu yang kurang memadai sehingga harus memilah dengan tepat dalam waktu singkat. Kadang fasilitator dituntut mengadaptasi, mengubah atau menghilangkan sejumlah materi pelatihan, berdasarkan kebutuhan unik yang dimiliki subjek penelitian atau memaksa fasilitator mengeksplorasi materi lain diluar area materi yang telah disiapkan. Pada intinya fasilitator seringkali dituntut untuk menampilkan hal yang berbeda dari materi yang telah ditentukan, setidaknya sekali ketika menjalankan pelatihan. f. Tolerance, penting untuk memelihara sikap positif dan toleransi terhadap gangguan yang muncul selama pelatihan. Harus mampu menerima kritik dari subjek penelitian tanpa menganggapnya sebagai serangan terhadap pribadi fasilitator. Kondisi pelatihan menuntut fasilitator mampu memecahkan konflik dalam cara positif dan profesional. Fasilitator juga harus mampu membawakan gaya pembelajaran yang berbeda-beda. 2.9. Teori Pemrosesan Informasi (Gagne, 1985)40 Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan, dan perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan output dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. 2.9.1. Proses Kognitif dalam Belajar Menurut Gagne ada sembilan tahap pengolahan (proses) kognitif yang terjadi dalam belajar yang kemudian disebut fase-fase belajar. Kesembilan fase tersebut masing-masing: reception expectancy retrieval selective perception semantic encoding responding reinforcement retrieval transfer. Kesembilan tahapan atau fase belajar ini harus dilakukan secara berurutan dan setiap tahap belajar perlu didukung oleh suatu peristiwa pembelajaran terten tu agar pada setiap fase belajar menghasilkan suatu aktivitas (proses belajar) yang
maksimal dalam diri pelajar. 2.9.2. Fase Belajar menurut Gagne Satu tindakan belajar merupakan satu seri kejadian yang meliputi sembilan fase tersebut. Proses yang terjadi pada kesembilan fase tersebut dapat dijelaska n sebagai berikut. Belajar diawali dengan penerimaan terhadap informasi yang akan diberikan (reception). Agar belajar dapat berlangsung, biasanya diperlukan adanya suatu informasi yang dapat membangkitkan harapan (expectancy), ini dilakukan dengan memberitahukan tujuan pembelajaran. Selanjutnya pelajaran dimulai dengan menstimulasi ingatan siswa terhadap bagian-bagian pelajaran yang terkait dengan pengetahuan sebelumnya (retrieval). Pada saat pelajaran berlangsung individu biasanya akan memperhatikan bagian-bagian yang relevan dari seluruh situasi stimulus dan melakukan persepsi selektif dari bagian-bagian yang relevan itu (selective perception). Setelah itu informasi diberi kode (semantic encoding) da n disimpan dalam memori jangka panjang. Selanjutnya, dengan memberikan respons (responding) individu itu mendapatkan kesempatan untuk memperoleh umpan balik yang disebut proses penguatan (reinforcement). Apa yang telah disimpan itu harus dimungkinkan untuk dipanggil kembali atau diingat (retrieval)
dan dapat digeneralisasikan atau diterapkan (transfer) pada situasi baru. 2.9.3. Sembilan Tahapan Aktivitas Instruksional Menurut Gagne, mengajar terdiri dari sejumlah kejadian-kejadian tertentu yang menurut terkenal dengan Nine instructional events yang dapat diuraikan sebagai berikut : 2.9.3.1. Gain attention Agar proses pembelajaran bisa dimulai, instruktur harus mendapatkan perhatian dari subjek. Sebuah program multimedia yang dimulai dengan animasi urutan tampilan judul yang diiringan efek suara atau musik akan mengaktivasi indera dengan stimulus audio dan visual. Cara yang lebih baik menarik perhatian subjek adalah dengan memulai pelajaran dengan pertanyaan yang memprovokasi pikiran mereka, atau fakta yang menarik. Keingintahuan akan memotivasi subjek untuk belajar. 2.9.3.2. Inform learners of objectives Di setiap awal pelajaran, subjek sebaiknya mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini akan menginisiasi proses internal expectancy dan membantu memotivasi subjek untuk menyelesaikan pelajaran. Tujuan-tujuan ini harus membentuk dasar penilaian yang terukur. Biasanya tujuan belajar diinformasikan dalam bentuk kalimat Setelah mengikuti pelajaran ini, anda akan dapat ... . 2.9.3.3. Stimulate recall of prior learning Mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah diketahui dapat membantu proses pembelajaran. Subjek akan lebih mudah meng-encode (membungkus) dan menyimpan informasi tersebut dalam memori jangkapanjangnya ketika informasi tersebut terhubung dengan pengalaman dan pengetahuan personal yang dimiliki. Cara sederhana untuk menstimulasi pemanggilan ingatan adalah dengan bertanya tentang pengalaman sebelumnya, pemahaman tentang konsep sebelumnya, atau suatu konten. 2.9.3.4. Present the content Aktivitas instruksi ini adalah aktivitas dimana konten atau informasi baru sebenarnya disampaikan kepada subjek. Konten sebaiknya disusun agar lebih memiliki arti, dan secara khusus diterangkan. Untuk meningkatkan penerimaan materi oleh subjek, berbagai media sebaiknya digunakan bila memungkinkan, termasuk teks, gambar, narasi audio dan video. 2.9.3.5. Provide "learning guidance" Untuk membantu subjek meng-encode (membungkus) informasi untuk memori jangka panjang, bimbingan tambahan hendaknya diberikan bersama-sama dengan penyampaian konten baru yang diajarkan. Strategi bimbingan meliputi penggunaan contoh-contoh, studi kasus, penampilan grafis, analogi, dan mnemonics, atau memberikan pertanyaan spesifik yang mengarahkan subjek mendalami aspek tertentu dari materi. 2.9.3.6. Elicit performance (practice) Pada aktivitas ini, subjek mempraktekkan keterampilan dan behavior baru yang diajarkan. Aktivitas mempraktekkan akan memberikan kesempatan bagi subjek untuk memastikan pemahaman mereka sudah benar. 2.9.3.7. Provide feedback Selama subjek mempraktekkan behavior baru, sangatlah penting untuk memberikan feedback secara spesifik dan segera mengenai performa mereka. Tidak seperti pertanyaan dalam post-test, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tahap ini lebih digunakan untuk membantu subjek lebih memahami materi, bukan untuk penilaian formal. Bimbingan dan jawaban tambahan yang diberikan pada tahap ini disebut formative feedback. 2.9.3.8. Assess performance Dalam menyelesaikan modul-modul instruksi, subjek sebaiknya diberikan kesempatan untuk mengambil (atau diharuskan mengambil) post-test atau ujian akhir. Penilaian ini sebaiknya dilakukan tanpa diberikan kesempatan tambahan latihan, feedback, atau petunjuk. Pemahaman materi biasanya ditentukan bila mencapai suatu nilai tertentu atau persentasi jawaban yang benar. 2.9.3.9. Enhance retention and transfer to the job Suatu program pelatihan yang efektif mempunyai suatu tujuan yang spesifik dan berkesinambungan dengan aktivitas untuk trasfer pemahaman. Generalisasi dapat dilakukan dengan mengulang kembali konsep yang sudah diajarkan disertai keterkaitannya dengan situasi nyata, sehingga subjek dapat memanfaatkan pelajarannya dalam situasi yang baru. 2.10. Kerangka Pemikiran Kurun waktu dua puluh tahun terakhir ini telah terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pendidikan siwa berkebutuhan khusus. Kelas inklusi yang menggabungkan siswa berkebutuhan khusus dengan siswa reguler pada kelas yang sama menjadi pendekatan yang banyak dilakukan dalam pendidikan siswa berkebutuhan khusus. Melalui pendidikan inklusi siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dituntut untuk mencapai hasil belajar yang sama. Hal ini membuat guru inklusi mendapatkan tantangan yang lebih besar untuk menciptakan proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa. Guru merupakan orang yang memiliki peran utama untuk mengoptimalkan proses belajar setiap siswa di kelas inklusi, karena gurulah yang memastikan sis wa berkebutuhan khusus memiliki hak atas kualitas pendidikan yang sama dengan siswa reguler (Spedding, 2005)35 . Di sisi lain, kewajiban guru untuk mengatasi tantangan tersebut tidak disertai dengan adanya pedoman pembelajaran bagi guru- guru di sekolah inklusi. Kondisinya, saat ini tidak semua guru sekolah inklusi merupakan lulusan sekolah pendidikan luar biasa yang mempelajari pengajaran dan pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus. Bahkan yang umum terjadi adalah tidak semua guru merupakan lulusan dari sekolah pendidikan keguruan, yang mempelajari tentang pembelajaran dan pengajaran. Differentiated instruction adalah pengajaran yang sangat penting untuk dilakukan oleh guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran di kelas inklusi untuk siswa dengan karakteristik beragam dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sama (Mastropieri & Scruggs, 2010)13 . Menurut Tomlinson (2001)15 , Differentiated instruction adalah suatu proses pembelajaran bagi selu ruh siswa yang memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda. Melalui pengajaran differentiated instruction, guru dapat fokus pada pencapaian tujuan yang sama untuk semua siswa namun melalui proses pengajaran, kecepatan dan tingkat pemahaman terhadap tujuan yang bervariasi. Melakukan pengajaran differentiated instruction berarti guru melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip dasar sebagai berikut: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan
tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment (melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi individu siswa). Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan gambar 2.1. terlihat bahwa di dalam kelas inklusi terdapat siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus yang memiliki kebutuhan belajar berbeda. Kebutuhan belajar yang berbeda tersebut harus difasilitasi guru dengan melakukan pengajaran secara klasikal agar semua siswa dapat mencapai hasil belajar (kompetensi) yang sama. Dalam hal ini, pengajaran klasikal yang dapat dilakukan guru adalah pengajaran differentiated instruction dengan melakukan lima prinsip dasar sebagai berikut: menciptakan lingkungan belajar yang positif (learning community), menentukan tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan (curriculum), melakukan penilaian berkelanjutan mengenai kebutuhan belajar siswa (formative assessment), melakukan metode pengajaran yang sesuai kebutuhan siswa (iinstructional arrangements), dan memberikan 53 tugas dengan tantangan optimal bagi seluruh siswa (respectful tasks). Ketika gur u inklusi tidak melakukan lima prinsip pengajaran differentiated instruction terse but maka tujuan pendidikan inklusi untuk siswa berkebutuhan khusus memperoleh hasil belajar yang sama dengan siswa reguler dikhawatirkan tidak akan tercapai. Oleh karena itu, pelatihan mengenai pengajaran differentiated instruction dirancang sesuai dengan kebutuhan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. Salah satu prinsip pengajaran differentiated instruction yang harus dilakukan guru inklusi adalah menciptakan lingkungan kelas yang membuat siswa dapat saling menghargai dan saling membantu agar semua siswa dapat belajar dengan optimal. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk upaya untuk memfasilitasi setiap siswa dapat mencapai tujuan belajar yang sama, seperti yang
dikatakan sebagai prinsip dasar learning community. Menurut Tomlinson (2001)15, prinsip ini dapat tercapai dengan guru menciptakan lingkungan fisik da n afektif kelas yang memberikan nuansa positif bagi proses belajar, mendorong terbentuknya rasa hormat atas perbedaan dan pilihan individu, serta dengan berbagi tanggungjawab antara guru dan siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara guru membantu siswa mengenal kebutuhan belajar satu sama lain dengan baik, mendorong kreativitas siswa dalam pemikiran dan ekspresi dan meminta masukan siswa dalam membuat keputusan untuk kepentingan kelas, seperti menentukan pemimpin kelas. Salah satu hal yang juga harus diperhatikan guru dalam melakukan diferensiasi terhadap pengalaman belajar siswa adalah curriculum atau tujuan belajar spesifik tentang kemampuan berpikir siswa yang ditentukan secara berkesinambungan agar siswa dapat mencapai pemahaman yang mendalam. Kurikulum inilah yang akan menjadi arahan guru dalam melakukan diferensiasi terhadap pengalaman belajar siswa. Sejalan dengan hal tersebut, Kaufeld (2008)41
menyebutkan bahwa standar-standar pembelajaran hendaknya menjadi acuan dari perancangan proses pembelajaran, karena standar-standar tersebut memberikan penjabaran dan harapan dari apa yang seharusnya semua siswa ketahui dan lakukan. Pengetahuan guru mengenai tujuan pembelajaran menjadi aspek sangat penting karena akan menentukan materi dan aktivitas belajar yang akan dilakukan.
Saat menetapkan tujuan belajar guru harus memiliki pengetahuan mengenai pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang harus terlebih dahulu dimiliki siswa sebelum mempelajari materi tertentu sehingga guru dapat mempersiapkan pengajaran sedemikian rupa agar materi dan konsep penting disampaikan di awal pembelajaran, dan menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk membantu siswa mengerti materi dan konsep tersebut, (Tomlinson, 2001)15. Hal ini sejalan dengan teori learning hierarchies (hirarki belajar) dari Gagne (1985)40 bahwa pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa terlebih dahulu dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih rumit. Berdasarkan hal tersebut maka guru perlu menguasai materi yang akan diajarkan serta memahami kompetensi yang harus dimiliki siswa dalam mencapai tujuan belajar yang dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berpikir siswa. Pemahaman guru mengenai perkembangan berpikir siswa menjadi hal yang sangat penting karena menurut Kaufeld (2008)41 bila konsep-konsep yang diajarkan pada tingkat kelas tertentu tidak sesuai dengan kemampuan berpikir siswa maka siswa tetap tidak mungkin mampu memahami sepenuhnya konsep tersebut bagaimanapun kreatifnya pengajaran yang dilakukan guru. Secara umum terdapat perbedaan tujuan kemampuan berpikir bagi siswa kelas 1-3 SD yang umum dikatakan sebagai SD tingkat rendah dengan siswa kelas 4-6 SD yang umum dikatakan sebagai SD tingkat tinggi, dimana pembelajaran bagi siswa kelas 1-3 SD ditujukan untuk pemahaman konsp-konsep dasar sedangkan untuk siswa kelas 4-6 SD pembelajaran ditujukan untuk penggunaan konsep dasar tersebut dalam pemecahan masalah. Jika dipandang berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, siswa SD yang berusia antara 7-12 tahun berada pada tahap konkrit operasional, sehingga pemahaman konsep dan pemecahan masalah masih harus didasarkan pada sesuatu yang konkrit. Sedangkan siswa kelas 4-6 SD meskipun masih berada pada tahap konkrit operasional namun sudah mulai beranjak menuju tahap formal operasional, sehingga sudah bisa dihadapkan pada persoalan identifikasi dan penyelesaian masalah meskipun masih berdasarkan sesuatu yang sifatnya abstrak sederhana. Oleh karena itu akan diperlukan pengetahuan yang berbeda mengenai karakteristik siswa bagi guru kelas 1-3 SD dengan guru kelas 46
SD. Instructional arrangements adalah prinsip differentiated instruction ketika guru menggunakan metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Misalnya guru menyampaikan materi dengan beberapa cara untuk siswa dapat menentukan tempat suatu daerah di peta. Dalam menyampaikan materi ini guru memberikan berbagai contoh jenis media dengan menunjukkan peta dinding atau globe, proyeksi peta, dan menjelaskannya melalui kalimat dengan menampilkan berbagai tingkat kesulitan peta. Ketika guru menyampaikan materi siswa yang kebutuhan belajarnya masih lebih konkrit bisa berdiri di depan kelas untuk memegang globe dengan permukaan yang timbul, sedangkan siswa lain cukup duduk di kursi masing-masing mendengarkan penjelasan guru atau sambil masing-masing melihat peta dengan tingkat kesulitan peta yang beragam, sesuai dengan kemampuan siswa tersebut. Formative assessment adalah guru menggunakan penilaian yang berkelanjutan terhadap kebutuhan belajar siswa sebagai dasar dalam menentukan strategi differentiated instruction yang mungkin dilakukan. Dengan melakukan formative assessment berarti guru melakukan penilaian terus menerus mengenai kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk dapat mencapai tujuan belajar) dan menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap pembelajaran yang akan dilakukan secara klasikal di kelas. Menurut Tomlinson (2001) 15, penilaian formatif ini dapat dilakukan guru melalui
penilaian awal jauh sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan dan penilaian berkelanjutan secara menyeluruh selama kegiatan pembelajaran. Prinsip terakhir adalah respectful tasks. Prinsip ini merupakan prinsip differentiated instruction yang dilakukan dengan guru menyediakan tugas yang memberikan tantangan yang optimal bagi siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan guru memberikan tugas yang beragam sesuai dengan kebutuhan belajar siswa sehingga tugas akan tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa. Selain itu, untuk mengarahkan setiap siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sama, guru dapat membantu pelaksanaan tugas siswa dengan berbagai cara namun dengan tetap mempertimbangkan kemandirian belajar dan tugas guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung adalah guru yang dihadapkan pada tuntutan melakukan proses pengajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Hal ini terjadi karena sebagai sekolah inklusi SD Gagas Ceria Bandung menetapkan tujuan akhir belajar dengan standar yang sama bagi siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler yang harus difasilitasi melalui pengajaran di kelas. Meskipun di SD Gagas Ceria terdapat ti m learning suppor unit (LSU) yang berperan untuk memfasilitasi proses belajar siswa berkebutuhan khusus, namun tanggungjawab utama pengajaran tetap dipegang oleh guru kelas. Guru LSU hanya mendampingi siswa berkebutuhan khusus ketika berdasarkan hasil penilaian siswa tersebut belum mencapai kompetensi dasar yang harus dikuasai dalam suatu materi. Hal ini berarti guru LSU hanya akan mendampingi beberapa siswa berkebutuhan khusus, sementara siswa berkebutuhan khusus yang lain tetap sepenuhnya dipegang oleh guru kelas. Bahkan pada umumnya guru kelas melakukan pengajaran tanpa didampingi guru LSU karena meskipun siswa berkebutuhan khusus belum memiliki kompetensi belajar seperti yang sudah dimiliki oleh siswa reguler pada umumnya, mereka dianggap telah menguasai kompetensi dasar yang diperlukan dalam mempelajari materi. Bahkan ketika guru LSU memberikan pendampingan bagi siswa berkebutuhan khusus di kelas, pengajaran tetap dilakukan oleh guru kelas yang saat itu sedang mengajar. Dalam menghadap kondisi tersebut, menurut data awal kesulitan yang ditemui guru dalam proses pembelajaran di kelas adalah untuk secara klasikal memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam sehingga guru cenderung fokus untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler yang lebih dominan. Berdasarkan penuturan guru yang diobeservasi, mereka tidak tahu cara yang tepat untuk secara klasikal memenuhi kebutuhan belajar siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus. Hanya terdapat 16,21% (N < 2) dari 100% (N=11) guru kelas 4, 5 dan 6 yang melakukan differentiated instruction dalam proses pembelajarannya, dan berdasarkan hasil observasi guru belum sepenuhnya melakukan prinsip dasar differentiated instruction. Meskipun demikian 100% guru tersebut sudah memiliki sikap yang positif tentang keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas sehingga kesulitan pengajaran yang mereka alami bukan karena sikap negatif mereka terhadap siswa berkebutuhan khusus di kelas. Menurut kepala sekolah, Guru sebagai ujung tombak pendidikan di SD Gagas Ceria adalah guru-guru terpilih yang telah mengikuti rangkaian seleksi yang sangat ketat yang terdiri dari beberapa tahap. Oleh karena itu, guru yang diterima adalah guru yang dinilai sudah memiliki kemampuan dasar mengajar dan menguasai mata pelajaran yang akan mereka ajarkan. Meski pada umumnya guru yang berhasil lolos seleksi adalah guru yang bukan berasal dari latar belakang pendidikan seorang guru. Pemahaman guru mengenai siswa berkebutuhan khusus pun sudah berusaha dipenuhi dengan melakukan pelatihan selama dua minggu sebelum mereka mulai mengajar penuh. Diadakan pula seminar mengenai karakteristik dan kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus ataupun case conference (pembahasan kasus tentang anak berkebutuhan khusus yang ada di SD Gagas Ceria) secara berkala. Banyak hal yang harus dipahami dan dipersiapkan oleh guru dalam melakukan proses pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar setiap siswa. Seperti langkah-langkah penting dalam membuat perencanaan pengajaran, kebutuhan belajar siswa, perbedaan kebutuhan belajar siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus, metode pembelajaran klasikal bagi siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus. Hal tersebut membuat pengajaran differentiated instruction tidak mudah dilakukan. Tomlinson (2001) 15 mengatakan bahwa awalnya guru merasa tidak aman akan keharusan merubah peran mereka dari menyampaikan materi satu untuk seluruh siswa dengan menyesuaikan cara menyampaikan materi untuk mengembangkan kemampuan berpikir setiap siswa. Kebanyakan guru dinyatakan frustrasi saat mencoba menangani siswa yang beragam dengan menuntut siswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran yang dilakukan daripada menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan siswa yang beragam (Tomlinson, 2003)15 . Oleh karena itu untuk membantu guru dalam melakukan proses pengajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam, diperlukan pelatihan yang lebih terarah untuk meningkatkan kemampuan guru SD Gagas Ceria dalam menerapkan differentiated instruction dalam proses pengajaran di kelas inklusi. Bentuk pelatihan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru menerapkan differentiated instruction adalah dengan membuat program terstruktur yang sesuai dengan seluruh prinsip dasar differentiated instruction.
Oleh karena itu materi yang diberikan dalam pelatihan ini mencakup kelima prinsip dasar differentiated instruction. Untuk memastikan bahwa rancangan modul yang disusun sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh subjek penelitian maka bobot materi yang disampaikan akan disesuaikan dengan masalah yang terjadi pada guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang menjadi subjek penelitian. Sebelum menyusun rancangan modul untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian, terlebih dahulu dilakukan analisa kebutuhan mengenai kemampuan pengajaran setiap prinsip differentiated instruction yang belum dilakukan oleh subjek penelitian dalam pengajaran di kelas. Proses analisa kebutuhan ini dilakukan bersamaan dengan proses pengukuran kemampuan differentiated instruction subjek penelitian sebelum diberikan modul pelatihan (pre-test). Hasil analisa kebutuhan diperoleh dengan melakukan observasi terhadap pengajaran yang dilakukan subjek penelitian di kelas. Subjek penelitian akan diobservasi selama dua kali pengajaran, pada hari dan kelas yang berbeda. Observasi akan dilakukan oleh tiga orang observer yang telah dibriefing sebelumnya dengan menggunakan form observasi yang telah diturunkan peneliti berdasarkan instrumen DI-Look For. Berdasarkan hasil observasi tersebut kemudian observer akan menentukan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian pada setiap prinsip dasarnya. Proses penelitian yang berlangsung pada dua tahun ajaran yang berbeda membuat komposisi guru di kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas ceria sebagai populasi penelitian mengalami perubahan. Dari 11 orang guru yang datanya digunakan dalam pengambilan data awal, hanya terdapat 7 orang guru yang selanjutnya akan tetap mengajar di kelas 4, 5 dan 6. Oleh karena itu, subjek penelitian selanjutn ya adalah ketujuh orang guru tersebut. Hasil analisa menunjukkan bahwa terdapat lima orang guru yang memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1(below basic/dasar) dan 2 (basic/pemula), dan terdapat 2 orang gur u yang memiliki kemampuan menerapkan beberapa aspek penerapan differentiated instruction pada tingkat 2 (basic/pemula) meskipun secara keseluruhan kemampuannya sudah berada pada tingkat 3 (proficient/mahir). Berdasarkan hal itu, ketujuh orang guru tersebutlah yang akan dilibatkan sebagai subjek peneliti an. Diharapkan dengan dilibatkannya guru dengan kemampuan menerapkan differentiated instruction pada tingkat 3 (mahir/proficient) sebagai subjek penelitian, dapat membagi pengalaman dan ilmu yang dimiliki kepada subjek penelitian yang kemampuan pengajaran differentiated instruction masih berada pada tingkat 1 (pemula/below basic) dan 2 (dasar/basic). Hasil analisa kebutuhan berdasarkan instrumen DI-Look For diperoleh data bahwa kemampuan differentiated instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria yang menjadi subjek penelitian tersebut masih dominan berada pada tingkat 1(below basic/pemula) dan 2 (basic/dasar) untuk setiap prinsip dasarnya. Oleh karenanya modul pelatihan yang dirancang memiliki tujuan untuk subjek penelitian mampu menerapkan kelima prinsip dasar differentiated instruction pada
pembelajaran di kelas inklusi. Dalam modul pelatihan yang dirancang, kelima aspek prinsip dasar differentiated instruction akan disampaikan sebagai materi dengan pendalaman yang sesuai kondisi kelas yang dialami subjek penelitian sehari-hari (terdapat siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan ADHD pada kelas yang sama). Tujuan pelatihan yang akan dicapai, jika dipandang berdasarkan taksonomi Bloom (1956, Revisi Anderson 2001)37 , berada pada tingkat ketiga ranah kognitif, yaitu tingkat aplikasi. Oleh karena itu, tujuan instruksional kh usus juga berada pada ranah kognitif Bloom, yaitu pada tingkat memahami dan mengaplikasikan. Karena menurut Bloom, untuk subjek penelitian dapat mencapai tingkat kemampuan tertentu maka ia harus terlebih dahulu menguasai kemampuan pada tingkat sebelumnya. Penentuan materi-materi yang akan disampaikan kepada subjek penelitian mengacu kepada kebutuhan untuk mencapai tujuan di atas. Sesuai dengan taksonomi Bloom (1956, Revisi Anderson 2001)37 maka agar subjek penelitian dapat mengaplikasikan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi, materi yang diberikan pertama kali adalah untuk subjek penelitian terlebih dahul u memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai differentiated instruction. Diharapkan dengan dilakukannya hal tersebut maka subjek penelitian dapat lebih memahami materi yang akan disampaikan pada tahap berikutnya. Ditunjang dengan tidak terlepasnya materi yang terdapat pada aktivitas kedua dari materi pada aktivitas pertama, hanya dengan proses berpikir yang lebih mendalam dibandingkan aktivitas sebelumnya. Pelatihan dimulai dengan sesi pembukaan melalui penciptaan iklim keinginan belajar untuk memenuhi salah satu prinsip dalam pendidikan orang dewasa, yaitu orang dewasa harus mengenali kebutuhan belajar. Sasaran yang ingin dicapai pada sesi ini adalah setiap individu yang menjadi subjek penelitia n akan memperoleh gambaran umum mengenai proses yang akan dilalui serta proses pembelajaran yang akan didapatkan. Setelah subjek penelitian mendapatkan gambaran umum mengenai proses yang akan dijalani maka akan ditentukan kontrak belajar bagi setiap orang yang terlibat dalam pelatihan ini, mencakup hak, tanggungjawab dan peran yang harus dilakukan selama pelatihan ini berlangsung agar tujuan dan proses yang akan dilalui dapat berjalan dengan lancar. Setelah melalui tahap ini, subjek penelitian diminta untuk mengisi surat
pernyataan kesediaan yang telah disediakan peneliti sebagai bagian dari etika penelitian. Setelah melalui tahap kontrak belajar, materi yang akan pertama kali disampaikan adalah materi mengenai langkah dalam membuat perencanaan pengajaran bagi kelas inklusi. Materi ini dipilih karena berdasarkan hasil anali sa kebutuhan tampak bahwa guru belum melakukan perencanaan pengajaran yang tepat dengan menyoroti hal yang kurang penting dari karakteristik siswa dan belum menetapkan tujuan belajar yang spesifik sebagai dasar dalam melakukan perencanaan pengajaran. Materi ini disampaikan untuk mencapai tujuan guru memahami langkah dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi. Fokus utama dari penyampaian materi ini adalah untuk guru memahami karakteristik belajar siswa berkebutuhan khusus dikaitkan dengan kompetensi belajar yang belum dimiliki untuk mempelajari suatu materi, sebagai pemahaman dasar yang harus dimiliki guru untuk melakukan pengajaran bagi siswa berkebutuhan khusus tersebut. Metode yang akan dilakukan dalam menyampaikan materi ini adalah melalui film animal school, yaitu film mengenai beberapa jenis
hewan yang bersekolah di sekolah yang sama dan diharuskan mempelajari materi yang sama dengan cara yang sama, tanpa mempertimbangkan kompetensi belajar yang sudah dan belum mereka miliki. Hal ini pada akhirnya membuat hewanhewan tersebut menemui kesulitan dalam proses belajarnya. Metode ini dipilih karena dengan menonton film diharapkan muncul suatu ketergugahan perasaan dan pemikiran dari subjek penelitian akan pentingnya melakukan suatu perencanaan pengajaran yang tepat dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan belajar yang utama dari siswa inklusi, yaitu kompetensi yang belum siswa miliki untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan dan karakterist ik siswa terkait perkembangan kemampuan berpikirnya. Materi kedua mengenai pengertian dan tujuan differentiated instruction, serta perbedaan antara pengajaran differentiated instruction dengan pengajaran non differentiated instruction dan tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan guru dalam melakukan differentiated instruction diberikan untuk mencapai tujuan subjek penelitian memahami differentiated instruction sebagai pengajaran bagi siswa inklusi dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Materi ini disampaikan karena berdasarkan hasil analisa kebutuhan terlihat bahwa guru masih berusaha melakukan pengajaran secara individual bagi siswa berkebutuhan khusus, sehingga mengalami kesulitan ketika harus mengajar siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus secara klasikal. Pemahaman mengenai differentiated instruction dalam materi ini akan diperdalam melalui metode diskusi kelompok mengenai studi kasus yang diberikan agar subjek penelitian mampu memahami strategi/tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan guru dalam pengajaran differentiated instruction. Hal-hal yang akan menjadi pembahasan di dalam kasus mengenai setiap prinsip differentiated instruction akan dikaitkan dengan adanya siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan ADHD, seperti yang terdapat di kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria. Setelah guru memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai strategi/tingkah dalam melakukan pengajaran differentiated instruction, aktivita s selanjutnya dilakukan untuk mencapai tujuan guru mampu mengaplikasikan pengetahuan dan pemahaman mengenai differentiated instruction. Pertama, guru akan dilatih untuk mengaplikasikan pengetahuannya dalam bentuk pembuatan Rencana Program Pengajaran (RPP) bagi kelas inklusi yang biasa mereka ajar dengan adanya siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan
ADHD. Kedua, guru dilatih untuk mengaplikasikan pengetahuan mengenai differentiated instruction dengan melakukan simulasi pengajaran dengan menerapkan prinsip dasar differentiated instruction pada kondisi kelas dengan adanya siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus gifted, disleksia, dan ADHD. Setiap materi tersebut akan disampaikan melalui sembilan rangkaian aktivitas instruksional menurut Gagne (1985)40 . Rangkaian tersebut diawali dengan menarik perhatian subjek penelitian agar lebih siap menerima materi yang akan disampaikan, menyampaikan tujuan yang akan dicapai setelah subjek penelitian mempelajari materi yang akan disampaikan, merangsang ingatan subjek penelitian tentang pengetahuan dan pengalaman sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan, menyampaikan materi pelatihan, menyediakan bantuan atau arahan untuk subjek penelitian dapat mempelajari materi dengan lebih baik, memberikan subjek penelitian kesempatan untuk mempraktekkan hasil belajar, memberikan umpan balik terhadap hasil belajar subjek penelitian, dan menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh terhadap pekerjaan subjek penelitian sehari-hari. Teknik dalam melakukan kesembilan tahapan aktivitas instruksional Gagne ini akan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai untuk setiap materinya. Hal ini sesuai dengan teori Gagne (1985)40 yang memberikan ketentuan pelaksanaan yang berbeda untuk mencapai tujuan belajar yang berbeda. Kesembilan rangkaian aktivitas Gagne (1985)40 tersebut dilakukan untuk mengarahkan penyampaian setiap materi agar dapat diterima secara optimal oleh subjek penelitian. Tahap instruksional pertama dalam menyampaikan setiap materi adalah tahap gaining attention (menarik perhatian). Tujuan dari tahapan ini adalah untu k meningkatkan kesiapan subjek penelitian dalam menerima materi. Aktivitas menarik perhatian yang dilakukan dalam pelatihan ini adalah dengan menunjukkan slide/gambar yang menarik dan dengan memberikan pertanyaan yang menumbuhkan rasa ingin tahu subjek penelitian mengenai materi yang akan disampaikan. Tahap instruksional kedua adalah tahap informing learners of the objectives. Dalam tahapan instruksional ini fasilitator menyampaikan kepada subjek penelitian apa yang menjadi tujuan dari materi yang akan disampaikan. Tujuan dari tahap instruksional ini adalah untuk meningkatkan ekspektasi subjek penelitian, yang menurut Gagne dapat diasosiasikan dengan motivasi subjek penelitian dalam mencapai tujuan belajar yang disampaikan. Untuk materi kesatu dan kedua tentang langkah perencaan pengajaran dan konsep differentiated instruction, penjelasan mengenai tujuan pelatihan dilakukan dengan menjelaskan apa yang diharapkan dapat dicapai oleh subjek penelitian, karena tujuan yang ingin dicapai pada sesi tersebut adalah subjek penelitian dapat memahami. Sedangkan untuk sesi ketiga dan keempat yang memiliki tujuan subjek mampu mengaplikasikan konsep differentiated instruction yang sudah diperoleh, maka penyampaian tujuan pelatihan dilakukan dengan memberikan subjek penelitian penjelasan mengenai aktivitas yang akan dilakukan untuk mempelajari suatu konsep yang akan disampaikan. Tahap instruksional ketiga adalah tahap stimulating recall of prior knowledge. Dalam tahapan instruksional ini, fasilitator merangsang ingatan subje k penelitian mengenai konsep, aturan atau keterampilan yang merupakan prasyarat agar subjek penelitian dapat memahami materi yang akan disampaikan. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka pada sesi 1 dan sesi 2, teknik yang dilakukan adalah dengan meminta subjek penelitian mengingat kembali pengetahuan yang sudah dimiliki secara menyeluruh. Sedangkan pada sesi 3 dan sesi 4 yang memiliki tujuan mampu mengaplikasikan, teknik yang dilakukan adalah dengan meminta subjek penelitian untuk mengingat kembali aturan dan konsep yang sudah dimiliki. Pelaksanaan tahap ini akan mempermudah subjek penelitian sebagai orang dewasa yang memiliki karakteristik memiliki kebutuhan untuk mengintegrasikan materi baru dengan pengalaman masa lalunya. Tahap instruksional keempat adalah tahap presenting the stimulus, yaitu dengan menyajikan stimulus yang berkaitan dengan materi sehingga subjek penelitian dapat lebih siap menerima materi. Untuk sesi 1 dan sesi 2 dilakukan dengan menyampaikan materi secara verbal dan tertulis dengan tampilan slide materi yang terstruktur. Sedangkan untuk sesi 3 dan sesi 4, materi disampaikan dengan memberikan gambaran mengenai pelaksanaan konsep pengajaran differentiated instruction. Tahapan aktivitas instruksional yang kelima adalah tahap providing learning guidance. Tahap ini dilakukan untuk membantu subjek penelitian menjadikan materi yang disampaikan menjadi bermakna. Ada beberapa cara yang dilakukan dalam pelatihan ini, yaitu melalui penggunaan contoh konkrit dari suatu konsep untuk sesi 3 dan sesi 4 yang memiliki tujuan belajar mampu mengaplikasikan, serta dengan mengelaborasi materi dengan konsep pengetahuan yang sesuai untuk sesi 1 dan sesi 2 yang memiliki tujuan belajar mampu memahami. Tahap aktivitas instruksional yang keenam adalah eliciting performance untuk memastikan subjek penelitian telah memahami materi yang disampaikan. Pada sesi 1 dan sesi 2, tahap ini dilakukan dengan meminta subjek penelitian memberikan penjelasan mengenai materi yang diperoleh. Sedangkan untuk sesi 3 dan sei 4 dengan meminta subjek penelitian mendemonstrasikan pelaksanaan konsep differentiated instruction. Tahap aktivitas instruksional yang ketujuh adalah providing feedback, yaitu menyampaikan kepada subjek penelitian tentang tingkat keakuratan performance yang ditampilkan. Dalam pelatihan ini, pemberian umpan balik dilakukan dengan cara diskusi antara fasilitator dan seluruh subjek penelitian mengenai ketepatan
penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Sedangkan tahap aktivitas instruksional selanjutnya adalah assessing performance. Tahap in i dilakukan dengan memberikan subjek penelitian tes tertulis seperti memberikan penjelasan tertulis mengenai langkah perencanaan pengajaran dan penjelasan pembahasan kasus, maupun memberikan subjek penelitian tugas yang harus dilakukan, seperti membuat Rencana Program Pengajaran (RPP) dan Simulasi Pengajaran. Rangkaian terakhir dari aktivitas instruksional pelatihan yaitu enhancing retention and transfer dengan menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh terhadap pekerjaan subjek penelitian sehari-hari. Dalam proses ini, fasilitator akan membantu subjek penelitian untuk memperoleh pemaknaan belajar melalui setiap aktivitas dengan mengkaitkan pengalaman belajar subjek penelitian di dalam pelatihan ini dengan kehidupan nyata. Oleh karena itu, pembahasan diskusi akan dihubungkan dengan pengalaman mengajar subjek penelitian. Melalui cara ini, subjek penelitian pelatihan diharapkan dapat lebih mudah mengaplikasikan pemahaman konsep yang diperoleh ke dalam tugas mereka sehari-hari. Aktivitas yang paling banyak dilakukan dalam pelatihan ini adalah aktivitas diskusi kelompok kecil, sehingga sejak awal subjek penelitian akan dikelompokkan dengan membagi rata subjek penelitian sesuai dengan kemampuan pengajaran differentiated instruction yang diperoleh berdasarkan hasil pre-test.
Hal ini dirancang agar di dalam diskusi kelompok subjek penelitian dapat saling berbagi pengetahuan dan pengalaman mengenai pembelajaran yang sudah dimiliki, sehingga diharapkan akan muncul insight berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil. Selain itu, adanya permintaan pihak sekolah untuk peneliti berbagi ilmu dengan guru lain yang bukan merupakan subjek penelitian maka di dalam setiap kelompok selain terdapat guru yang menjadi subjek penelitian juga terdapat 2 peserta lain yang bukan merupakan subjek penelitian. Mereka adalah para koordinator level (koordinator kelas 1-6) dan koordinator learning support unit. 2.10. Hipotesis Dari paparan diatas, maka hipotesis yang diturunkan adalah : Program pelatihan differentiated instruction dapat meningkatkan kemampuan guru menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian berbentuk implementasi modul pelatihan ini termasuk penelitian field experimental (eksperimental lapangan), yaitu kajian penelitian dalam situa si nyata (realitas) dengan memanipulasi satu variabel bebas atau lebih dalam kondis i yang dikontrol dengan cermat, sejauh yang dimungkinkan oleh situasi (Kerlinger, 1986)42 . Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experiment, yaitu suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk melihat pengaruh dari pemberian suatu perlakuan (treatment) terhadap permasalahan. Quasi experiment dikatakan sebagai pseudo experiment atau desain yang menyerupai true experiment. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Group Pre-Test Post-Test Design (Before-After). Desain ini digunakan untuk melihat perbedaan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitan antara sebelum dan setelah diberikan pelatihan (treatment). Penjelasan bagaimana penelitian ini berlangsung dengan menggunakan Single Group Pre-Test Post-Test Design (Before-After) dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Pre1 Pre2X Post1 Post2 Keterangan : Pre1 dan Pre2: Pre-treatment. Pengukuran tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian di kelas yang sesungguhnya sebelum perlakuan (treatment) berupa pelatihan differentiated instruction diberikan. X : Perlakuan (treatment). Pelaksanaan pelatihan differentiated instruction pada subjek penelitian. Post1 dan Post2: Post-treatment. Pengukuran tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian di kelas yang sesungguhnya setelah perlakuan (treatment) berupa pelatihan differentiated instruction diberikan. Pengukuran differentiated instruction dilakukan dua kali sebelum dan dua kali sesudah treatment untuk melihat konsistensi subjek penelitian dalam menerapkan differentiated instruction. Keterbatasan dalam melakukan dua kali pengukuran diatasi dengan menggunakan 3 observer yang berbeda untuk setiap kali pengukuran pengajaran seorang subjek penelitian. Selain itu, kemampuan pengajaran differentiated instruction akan diukur pada pengajaran yang dilakukan
subjek penelitian pada hari dan kelas yang berbeda antara pengukuran pre-1 dan pengukuran pre-2 serta antara pengukuran post-1 dan pengukuran post-2. Pengukuran pre-1 dan pre-2 serta pengukuran post-1 dan post-2 dilakukan di dalam satu minggu yang sama untuk semua subjek penelitian. Sedangkan jarak antara pengukuran pre-2 dengan pelaksanaan pelatihan serta jarak antara pelaksanaan pelatihan dengan pengukuran post-1 adalah 2 minggu karena disesuaikan dengan jadwal akademik sekolah. Intervening variable yang mungkin muncul karena jarak antara pengukuran pre dengan pelatihan serta jarak antara pelatihan dengan pengukuran post, dilakukan dengan melakukan pengukuran proses pelatihan. Pengukuran proses pelatihan dilakukan selama subjek penelitian mengikuti pelatihan dengan melihat pemahaman subjek penelitian sebelum dan setelah menerima materi, terkait dengan pengajaran differentiated instruction yang ditujukan pada setiap aktivita s pelatihan. Melalui pengukuran proses pelatihan ini dapat dilihat perbedaan antar a pemahaman subjek penelitian sebelum dan setelah diberikan pelatihan. 3.2. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. Variabel bebas (independent variable) adalah perlakuan (treatment) berupa program pelatihan penerapan differentiated instruction, sedangkan variabel terikat (dependent variable) adalah pelaksanaan differentiated instruction pada proses pembelajaran di kelas inklusi. 3.2.1. Definisi Konseptual Pengertian differentiated instruction berorientasi pada Tomlinson (2001)15 yaitu suatu proses pengajaran untuk memaksimalkan proses pembelajaran bagi seluruh siswa yang berbeda kemampuan dan latar belakang, dengan melakukan lima prinsip pengajaran differentiated instruction sebagai berikut: learning community (menciptakan lingkungan belajar yang dapat memfasilitasi proses belajar siswa secara optimal), curriculum (menetapkan tujuan belajar yang spesifik dan berkesinambungan), formative assessment (melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kebutuhan belajar siswa disesuaikan dengan tujuan belajar), instructional arrangements (melakukan metode pengajaran yang terencana), dan respectful task (memberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi individu siswa). 3.2.2. Definisi Operasional Differentiated instruction secara operasional ini akan dijabarkan berdasarkan kelima prinsip dasar yang menjadi prasyaratnya, yaitu : 1. Learning community, yaitu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif saat melakukan pengajaran di kelas dengan menciptakan karakteristik fisik dan afektif kelas yang memberikan nuansa positif bagi pembelajaran, mendorong terbentuknya rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual, serta berbagi tanggungjawab dengan siswa. 2. Curriculum, yaitu guru menggunakan kurikulum yang berkesinambungan dan mengarahkan siswa untuk mencapai kemampuan optimal saat melakukan pegajaran di kelas melalui menempatkan materi dan konsep penting di awal pembelajaran dengan menggunakan kemampuan dan fakta penting untuk membantu siswa mengerti materi dan konsep tersebut, menggunakan materi sebagai pengikat motivasi belajar siswa, dan memastikan materi merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari. 3. Formative assessment, yaitu guru melakukan penilaian sebelum dan selama pengajaran mengenai kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasil penilaian untuk melakukan penyesuaian terhadap pengalaman belajar, dan memasukkan penilaian berkelanjutan sebagai aspek penting dalam proses pembelajaran di kelas. 4. Instructional arrangements, yaitu guru melakukan pengajaran di kelas dengan menggunakan metode pengajaran yang terencana dan fleksibel melalui penggunaan metode pengajaran yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa, membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan berbagai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data penilaian formatif, serta membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan pergerakan di dalam kelas terencana dan siswa dapat mandiri. 5. Respectful tasks, yaitu guru menyediakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa sehingga menyediakan tantangan optimal bagi individu maupun kelompok siswa dengan menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi pengajaran, dan merencanakan tugas untuk meningkatkan kemampuan siswa. 3.3. Validitas dan Kontrol Extraneous Variable Penelitian Tujuan peneliti dalam suatu eksperimen adalah untuk memperoleh validitas internal, yaitu kepastian bahwa efek yang diobservasi adalah hanya disebabkan oleh kondisi perlakuan eksperimental saja (Christensen, 198843). Perlu dilakukan
kontrol terhadap extraneous variabel, yaitu variabel di luar variabel bebas yang
ikut mempengaruhi variabel terikat untuk mencapai validitas internal. Extraneous variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Maturation, yaitu perubahan kondisi internal guru yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan waktu. Perubahan yang terjadi bisa karena proses biologis maupun psikologis, seperti usia, proses belajar, rasa bosan, lapar, yang tidak ada kaitannya dengan kejadian eksternal tetapi cukup mempengaruhi subjek penelitian. Perubahan yang terjadi dapat mempengaruhi respon subjek selama proses pelatihan dan akan mempengaruhi validitas internal (Christensen, 1988)43 . Hal yang dilakukan untuk mengendalikan efek maturation adalah: a. Penjaringan subjek penelitian dengan mempertimbangkan kesamaan tingkat kelas yang diajar (4, 5 dan 6 SD), serta memiliki pengalaman mengajar di Gagas Ceria dalam waktu yang sama (2-3 tahun), dan memiliki tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction yang sama (tingkat 1/below basic dan tingkat 2/basic) b. Pengukuran tingkat pengajaran differentiated instruction pada kurun waktu yang sama untuk seluruh subjek penelitian. 2. Testing Threat, yaitu perubahan terjadi karena individu tersadarkan oleh masalah penelitian yang diujikan. Untuk mengendalikan efek testing threat, maka dilakukan : a. Pembuatan panduan observasi Penilaian Perilaku yang akan digunakan untuk mengobservasi subjek penelitian selama pelatihan berlangsung. b. Uji beda berdasarkan perhitungan statistik untuk memastikan bahwa perubahan terjadi karena pelatihan, bukan karena efek yang lain. c. Pengukuran melalui observasi pengajaran guru di kelas selama dua kali sebelum dan sesudah pelatihan. 3. Instrumentation, yaitu perubahan terjadi karena ketidaksamaan atau ketidaksetaraan instrumen atau alat yang digunakan. Perubahan terjadi karena proses pengukuran, bukan pada subjek penelitian. Efek instrumentation dikendalikan dengan cara: a. Penggunaan alat ukur yang sama saat pre-maupun post-test (form observasi differentiated instruction) b. Penyetaraan kemampuan observer (melakukan penyamaan frame of reference mengenai konsep teori differentiated instruction dan item-item dalam form observasi dan rubrik yang digunakan dalam menentukan rating kemampuan differentiated instruction subjek penelitian). c. Penggunaan 3 observer untuk setiap subjek penelitian dalam upaya meminimalisir subjektivitas penilaian. 4. Mortality Threat, yaitu adanya perubahan jumlah individu antara pre-dan post-test. Perubahan terjadi karena jumlah individu yang tidak sama antara pre-dan post-test. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengendalikan efek mortality threat adalah: a. Pembuatan kontrak untuk mengikuti pelatihan secara menyeluruh. b. Tidak adanya penggunaan data error dalam perhitungan statistik, yaitu data yang hanya ada di salah satu test (baik data pre-ataupun data post-) dan data individu yang tidak mengikuti pelatihan secara menyeluruh. 3.4. Subjek Penelitian 3.4.1. Populasi Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2 (basic/dasar), atau guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan beberapa prinsip differentiated instruction yang masih berada pada tingkat 1 ataupun 2. Penjaringan populasi penelitian dilakukan dengan menggunakan alat ukur form observasi differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket. Melalui proses assesment kebutuhan, diperoleh 2 (dua) orang guru dengan kemampuan menerapkan differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan 3 orang guru dengan kemampuan differentiated instruction pada tingkat 2 (basic/dasar). Sedangkan 2 (dua) orang guru lainnya memiliki kemampuan menerapkan prinsip differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) dan tingkat 2 (basic/dasar). 3.4.2. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2 (basic/dasar), ata u guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan beberapa prinsip differentiated instruction yang masih berada pada tingkat 1 ataupun 2. Dengan kata lain target populasi dijadikan sebagai subjek penelitian. 3.4.3. Pengambilan Data Penelitian Dilakukan dua kali proses pengambilan data untuk memperoleh subjek penelitian dengan karakteristik di atas dengan menggunakan alat ukur form observasi penerapan differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson dan Jessica Hockett. Penentuan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction guru dilakukan secara bersama-sama oleh tiga orang observer berdasarkan hasil observasi menggunakan form observasi tersebut. Adapun tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction guru dibagi kedalam 4 kategori, yaitu belo w basic (tingkat 1), basic (tingkat 2), proficient (tingkat 3), dan advanced (ting kat 4), sesuai dengan rubrik penilaian yang terdapat pada instrumen DI-Look For 3.5. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini terbagi kedalam tiga tahapan sebagai berikut : 3.5.1. Tahap Persiapan 3.5.1.1. Eksplorasi Topik Penelitian Sebelum memfokuskan penelitian pada pengajaran differentiated instruction, peneliti terlebih dahulu mencari topik yang sesuai untuk diteliti. Hal ini dilakukan dengan membaca litelatur, berdiskusi, dan mencari tahu tentang topik yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat. Hasil akhir dari tahap ini adalah peneliti memfokuskan topik penelitian pada guru inklusi. 3.5.1.2. Pendalaman Topik Penelitian yang Dipilih Setelah memfokuskan topik penelitian pada guru inklusi, kemudian peneliti mencari sekolah-sekolah inklusi yang memiliki kebutuhan untuk pengembangan guru. Dari beberapa sekolah inklusi yang peneliti jajaki, kemudian dipilihlah SD
Gagas Ceria Bandung karena menetapkan tujuan belajar dengan standar yang sama antara siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus, seperti tujuan pendidikan inklusi. Setelah menentukan tempat penelitian, kemudian peneliti mencoba melakukan pendalaman terhadap tugas dan permasalahan yang ditemui oleh guru SD Gagas Ceria dengan melakukan interview terhadap kepala sekolah dan koordinator learning support unit, dan beberapa guru. Selain itu juga dilakukan observasi terhadap pengajaran yang dilakukan oleh beberapa orang guru di kelas. 3.5.1.3. Menentukan Kerangka Teori yang Sesuai Setelah mengetahui area masalah yang ditemui oleh guru SD Gagas Ceria, kemudian peneliti melakukan telaah literatur untuk menentukan kerangka teori yang paling sesuai dalam penelitian yang akan dilakukan. Dari beberapa teori tentang pembelajaran di kelas inklusi, ditentukanlah konsep teori pengajaran differentiated instruction sebagai teori yang akan digunakan karena dianggap sebagai konsep teori yang paling komprehensif dan sesuai dengan area masalah yang ditemui oleh guru SD Gagas Ceria. 3.5.1.4. Analisa Kebutuhan 1. Menentukan alat ukur yang akan digunakan dalam melakukan analisa kebutuhan terhadap Guru SD Gagas Ceria, disesuaikan dengan teori pengajaran differentiated instruction yang akan digunakan dalam penelitian. Diperoleh form observasi pengajaran differentiated instruction. 2. Pengambilan data analisa kebutuhan melalui observasi terhadap pengajaran yang dilakukan guru SD Gagas Ceria di kelas inklusi dengan menggunakan alat ukur yang ditetapkan. 3. Disusun sesuai dengan instrumen DI-Look For yang dijadikan acuan dalam menurunkan form observasi penilaian penerapan differentiated instruction, terdapat 4 kategori penerapan differentiated instruction pada setiap aspeknya, yaitu kategori below basic, basic, proficient dan advanced 4. Kemampuan guru kelas 4 dan 5 SD Gagas Ceria dalam menerapkan differentiated instruction yang merupakan data awal penentuan materi pelatihan, dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Kemampuan pengajaran prinsip dasar differentiated instruction DIMENSI KATEGORI Below Basic Basic Proficient Advanced Learning community 1 4 2 - Formative assessment 2 3 2 - Curriculum 2 4 1 - Instructional arrangements 3 3 1 - Respectful tasks 3 1 3 - 5. Pembuatan profil dari tujuh guru subjek penelitian berdasar aspek differentiated instruction sebagai bahan acuan dalam menetapkan materi yang akan diberikan. Profil dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Profil kemampuan pengajaran aspek-aspek prinsip differentiated instruc tion Prinsip Uraian Pemula Dasar Mahir Lanjut Differentiated instruction 1 2 3 4 1. Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelajaran. 1 3 3 - LEARNING COMMUNITY 2. Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 1 4 2 - 3. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 1 4 2 - CURRICULUM 4. Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 2 1 4 - 83 5. Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 2 3 2 - 6. Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 3 3 1 - 7. Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 2 3 2 - FORMATIVE ASSESSMENT 8. Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 2 4 1 - 9. Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 3 3 1 - 10. Metode penilaian formatif beragam. 2 1 4 - 11. Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 2 4 1 - IINSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS 12. Metode pengajaran beragam. 3 3 1 - 13. Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 3 3 1 - 14. Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 3 3 1 - RESPECTFUL TASK 15. Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 3 0 4 - 84 16. Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 3 1 3 - 17. Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 3 3 1 - Data tersebut menunjukkan bahwa belum banyak guru yang sudah memiliki kemampuan menerapkan aspek prinsip dasar pada tingkat mahir, kecuali pada aspek (1) Hubungan kurikulum dengan konsep penting, (2) Penilaian formatif beragam, (3) Tugas fokus pada tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan aspek prinsip dasar yang lain masih harus dikembangkan. Selanjutnya dilakukan penyusunan silabus program pelatihan berdasarkan profil subjek penelitian 3.5.1.5. Penyusunan Program Pelatihan Tahapan dalam menyusun rancangan program pelatihan adalah sebagai berikut: 1. Menentukan tujuan pelatihan yang disusun berdasarkan assessment kebutuhan yang telah dilakukan pada guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung. 2. Merancang aktivitas yang sesuai dengan berdasarkan pada sembilan tahapan instruksional menurut Gagne (1985)40, yaitu: a. Menentukan aktivitas untuk dapat menarik perhatian subjek penelitian b. Menginformasikan tujuan aktivitas kepada subjek penelitian. c. Merangsang ingatan subjek penelitian tentang pengetahuan dan pengalman sebelumnya yang berkaitan dengan materi yang akan disampaikan. 85 d. Menyampaikan materi pelatihan. e. Menyediakan bantuan atau arahan untuk subjek penelitian dapat mempelajari materi dengan lebih baik. f. Memberikan subjek penelitian kesempatan untuk mempraktekkan hasil belajar g. Memberikan umpan balik terhadap hasil belajar subjek penelitian h. Menyampaikan transfer materi yang telah diperoleh terhadap pekerjaan subjek penelitian sehari-hari. 3. Membuat run-down acara pelatihan yang bertujuan agar fasilitator dan cofasilitat or memiliki panduan tertulis dalam menjalankan pelatihan sehingga tidak ada waktu serta logistik yang terlewat. 4. Memperbanyak run-down pelatihan yang bertujuan agar fasilitator dan cofasilitato r memiliki panduan yang sama untuk menjalankan pelatihan. 5. Pelatihan Co-Fasilitator : a. Personil
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat (reliable), maka dalam penelitian ini dilibatkan 3 orang observer untuk setiap kelompok peserta.
Tugas dari setiap co-fasilitator adalah terlibat aktif selama kegiatan pelatihan dan melakukan observasi tingkah laku. b. Kegiatan Pelatihan Co-Fasilitator, yang bertujuan agar co-fasilitator memiliki kesamaan pemahaman mengenai tujuan, materi yang akan disampaikan, teknis kegiatan serta cara memberikan penilaian pada perilaku guru. Langkah-langkah pelatihan co-fasilitator adalah sebagai berikut:
Mendiskusikan materi pengajaran differentiated instruction yang akan disampaikan kepada subjek penelitian agar semua personil yang terlibat di dalam penelitian memiliki pemahaman yang sama mengenai materi yang akan disampaikan.
Memberikan pengenalan pelatihan pada setiap co-fasilitator agar memiliki gambaran mengenai tujuan, metode yang akan dilakukan beserta latar belakang pemilihan metode tersebut, serta teknis kegiatan pelatihan differentiated instruction.
Memberikan silabus pelatihan yang telah disusun.
Mendiskusikan aktivitas pelatihan.
Mendiskusikan rancangan kisi-kisi observasi penilaian tingkah laku subjek penelitian. 3.5.2. Tahap Eksperimen 3.5.2.1. Tahap Pre-Treatment Tahap pre-treatment dilakukan ketika mengambil data awal, yaitu dengan melakukan 2 (dua) kali observasi terhadap pengajaran yang dilakukan subjek penelitian di kelas, pada hari dan kelas yang berbeda. Masing-masing pengukuran dilakukan oleh 3 (tiga) orang observer dan dilakukan dalam kurun waktu 1 (satu) minggu. 3.5.2.2. Tahap Treatment 1. Program pelatihan differentiated instruction dilakukan selama 14 (empat belas) jam efektif yang terbagi menjadi dua hari pertemuan. 2. Program pelatihan differentiated instruction dirancang untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian dengan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic) dan tingkat 2 (basic) menjadi tingkat 3 (proficient). 3. Program pelatihan differentiated instruction dirancang untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada kelas inklusi dengan adanya siswa berkebutuhan khusus gifted, ADHD dan disleksia. 4. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam pelatihan. 5. Membagi subjek penelitian ke dalam kelompok, sehingga di dalam setiap kelompok terdapat subjek penelitian dengan kemampuan differentiated instruction yang beragam (dalam satu kelompok terdapat subjek penelitian dengan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1/below basic, 2/basic dan 3/proficient). 6. Membuat kondisi sedemikian rupa (menyampaikan pesan kepada peserta pelatihan yang bukan merupakan subjek penelitian) sehingga peserta pelatihan yang merupakan subjek penelitian ini tetap memperoleh kesempatan yang lebih banyak dalam mengekspresikan pendapatnya agar peneliti dapat memperoleh data observasi terhadap pencapaian tujuan belajar subjek penelitian pada setiap aktivitas pelatihan yang dilakukan. 7. Melaksanakan program pelatihan sesuai dengan modul yang telah disusun 8. Melakukan penilaian terhadap pencapaian tujuan setiap subjek penelitian pada setiap sesi pelatihan yang diikuti, dilakukan oleh 3 (tiga) orang observer untuk
setiap subjek penelitiannya. 3.5.2.3. Tahap Post-Treatment Pengukuran pengajaran differentiated instruction dilakukan 2 (dua) minggu setelah pelatihan diberikan. Dilakukan 2 (dua) kali observasi terhadap pengajara n yang dilakukan subjek penelitian di kelas, pada hari dan kelas yang berbeda. Masing-masing pengukuran dilakukan oleh 3 (tiga) observer yang berbeda dalam kurun waktu 1 (satu) minggu. 3.5.3. Tahap Akhir 3.5.3.1. Analisa Statistika Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan Uji beda Paired Samples T Test dengan menggunakan software SPSS versi 16.0. Uji ini dipilih karena data yang diperoleh mengenai tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction guru merupakan data interval yang berpasangan, yaitu diperoleh dari subjek penelitian yang sama namun berdasarkan dua perlakukan yang berbeda (sebelum diberikan treatment dan setelah diberikan treatment), dan berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov diperoleh kesimpulan bahwa data berdistribusi normal. Hipotesis yang akan diujikan adalah: Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum pelatihan. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum pelatihan. Kriteria penolakan Ho adalah jika hasil uji (p value) < nilai derajat kepercayaan yang diinginkan yaitu 95 % (a = 0.05) Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh modul pelatihan pengembangan guru yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menerapkan differentiated instruction terhadap pembelajaran di kelas inklusi, sehingga performance modul pelatihan yang telah dibuat dapat dilihat dengan membandingkan kondisi differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan sesudah diberikan treatment (pelatihan). 3.5.3.2. Pengolahan Data Pengolahan data observasi dilakukan secara kualitatif untuk memperkuat hasil analisa statistik. 3.6. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Gagas Ceria, Jl. Malabar No. 61 Bandung. 3.7. Alat Ukur Penelitian Terdapat dua alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Alat ukur pre dan post treatment (Form observasi pengajaran differentiated instruction) 2. Alat ukur yang digunakan selama proses pelatihan berlangsung (Form observasi tingkah laku guru dalam mencapai tujuan instruksional khusus pelatihan). 3.7.1. Alat Ukur Pre dan Post Treatment Alat ukur yang akan digunakan adalah form observasi penilaian pengajaran differentiated instruction yang diturunkan berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson dan Jessica Hockett. Form observasi ini digunakan untuk menilai tingkah laku pengajaran guru di kelas dan berisikan item-item tingkah laku pengajaran guru di kelas. Proses pembuatan alat ukur ini diawali dengan melakukan translate terhadap instrumen DI-Look For yang dilakukan oleh rekan peneliti, seorang sarjana psikologi yang bekerja sebagai guru SD. Berdasarkan hasil translate tersebut kemudian diturunkan item-item tingkah laku pengajaran guru untuk setiap indikator yang tedapat pada prinsip differentiated instruction yang terda pat pada instrumen DI-Look For. Kemudian dilakukan validasi terhadap item-item tingkah laku guru dalam alat ukur yang telah dibuat dengan metode expert judgement oleh pembimbing. Cara mengisi form observasi tersebut adalah dengan memberi tanda checklist () untuk tingkah laku pengajaran yang muncul, tanda silang (X) jika tingkah laku pengajaran yang muncul adalah tingkah laku yang sebaliknya dari item yang telah ditentukan, dan menuliskan NE untuk tingkah laku pengajaran yang tidak muncul. Berdasarkan pada data hasil observasi menggunakan form observasi differentiated instruction tersebut maka secara bersama-sama 3 (tiga) orang observer akan menentukan tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction guru dengan berdasarkan pada rubrik yang terdapat pada instrumen DI-Look For yang telah ditranslate. 3.7.2. Form Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dalam Mencapai Tujuan Instruksional Khusus Pelatihan Penyusunan lembar Observasi Penilaian Tingkah Laku Guru dilakukan berdasarkan teori differentiated instruction yang dikemukakan oleh Tomlinson (2001) dan disesuaikan dengan tujuan pelatihan. Lembar observasi ini diisi oleh peneliti yang dibantu oleh beberapa observer, yaitu penilaian mengenai reaksi subjek penelitian pada saat menjalani aktivitas pelatihan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan panduan penilaian yang diturunkan berdasarkan teori differentiated instruction (Tomlinson, 2003)15 . Penilaian dilakukan dengan skala angka 1 sampai 4. Angka 1 menunjukkan perilaku yang menunjukkan differentiated instruction pada taraf paling rendah da n angka 4 menunjukkan differentiated instruction pada taraf paling tinggi. Penilai an dilakukan dengan membubuhkan tanda silang (X) pada angka yang sesuai. Penentuan nilai yang akan diberikan mengenai reaksi subjek penelitian pada saat menjalani aktivitas pelatihan mengacu pada kisi-kisi penilaian yang disusun berdasarkan teori differentiated instruction (Tomlinson, 2003)15 yang disesuaika n dengan tujuan pelatihan. Setiap observer secara berkelompok akan menentukan nilai dari subek penelitian dengan terlebih dahulu dilakukan inter rater agreement antara penelit i, fasilitator dan observer pelatihan. Inter rater agreement ini dilakukan dengan membahas kesesuaian antara indikator dan rubrik penilaian yang telah dibuat peneliti sebelum pelatihan berlangsung, dengan hasil observasi yang diperoleh. Hasil dari intre rater agreement salah satunya adalah revisi dari rubrik penilai an yang sudah ada. Melalui inter rater agreement ini diharapkan setiap observer di dalam kelompok yang berbeda memiliki standar yang sama dalam menetapkan nilai dari subjek penelitian. 3.8. Modul Pelatihan Program pelatihan differentiated instruction ini disusun berdasarkan teori differentiated instruction yang dikemukakan oleh Tomlinson (2001)15 dengan penyampaian materi sesuai dengan urutan tahapan instruksional menurut Gagne (1985)40 . Differentiated instruction terdiri dari 5 (lima) prinsip dasar yang digunakan sebagai dasar dalam penetapan tujuan program pelatihan. Program pelatihan dirancang untuk Guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung yang berdasarkan instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann Tominson dan Jessica Hocket memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 1 (below basic/pemula) dan tingkat 2 (basic/dasar), atau guru yang secara keseluruhan memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat 3 (proficient/mahir) namun dengan beberapa prinsip differentiated instruction yang masih berada pada tingkat 1 ataupun 2. Materi pelatihan disusun dengan melihat profil differentiated instruction dari subjek penelitian melalui penerapan aspek-aspek setiap prinsip dasarnya sehingga dapat ditentukan pembobotan materi untuk digunakan dalam melatih subjek penelitian. Berikut akan dipaparkan mengenai tujuan pelatihan dan materi pelatihan differentiated instruction. 3.8.1 Tujuan Pelatihan Differentiated instruction Tujuan pelatihan ditentukan sebelum menyusun modul pelatihan. Penetapan tujuan dilakukan, selain dengan menggunakan teori differentiated instruction (Tomlinson, 2003)15 juga dengan menggunakan hierarchy of thinking skills (Bloom, 1956)37 . Tujuan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Tujuan Instruksional
Umum dan Tujuan Instruksional Khusus. 3.8.1.1. Tujuan Instruksional Umum Tujuan instruksional umum adalah subjek penelitian setelah mengikuti pelatihan dapat melakukan pengajaran dengan menerapkan lima prinsip dasar differentiated instruction melalui menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, menggunakan kurikulum berkesinambungan yang mengarahkan siswa untuk mencapai kemampuan optimal, melakukan penilaian secara berkala terhadap kebutuhan belajar siswa, menggunakan metode pengajaran yang terencana dan fleksibel, dan menyediakan tugas yang menyediakan tantangan optimal bagi siswa. 3.8.1.2. Tujuan Instruksional Khusus Tujuan instruksional khusus adalah, subjek penelitian setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan: 1. Memahami langkah dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi. 2. Memahami differentiated instruction sebagai pengajaran bagi siswa di kelas inklusi, meliputi: tujuan pengajaran differentiated instruction, perbedaan pengajaran differentiated instruction dengan pengajaran non differentiated instruction, serta tingkah laku pengajaran yang dapat dilakukan guru dalam melakukan pengajaran differentiated instruction. 3. Mampu mengaplikasikan prinsip differentiated instruction, melalui menciptakan lingkungan kelas yang positif, melakukan penilaian siswa secara berkala, menentukan tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, melakukan pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, serta memnberikan tugas yang memberikan tantangan optimal bagi siswa. 3.8.2 Materi Pelatihan Differentiated instruction Materi pelatihan kemudian disusun untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Materi diberikan melalui aktivitas-aktivitas yang memiliki tujuan terten tu, sesuai dengan sembilan aktivitas instruksional menurut Gagne (1985)40 . Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3 Materi Pelatihan Differentiated instruction NO TUJUAN MATERI 1 Memahami langkah dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.
Film animal school (bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda sehingga tidak mungkin difasilitasi dengan memaksakan satu pelaksanaan kurikulum bagi semua siswa)
Langkah-langkah perencanaan pengajaran kelas inklusi. 2 Memahami differentiated instruction sebagai pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.
Pengertian differentiated instruction
Perbedaan differentiated instruction dengan pembelajaran tradisional.
Lima prinsip dasar differentiated insrtuction yang harus dilakukan dalam menerapkan differentiated instruction (Pengertian dan indikatornya) 3 Mampu mengaplikasikan prinsip dasar DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, serta tugas yang memberikan tantangan optimal.
Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dan dituliskan dalam membuat Rencana Program Pengajaran (RPP)
Tingkah laku pengajaran yang harus diperhatikan dalam menerapkan setiap prinsip dasar differentiated instruction. 3.9. Kekuatan dan Keterbatasan Modul Pelatihan Differentiated instruction Berikut pemaparan mengenai kekuatan dan keterbatasan modul pelatihan yang disusun : Tabel 3.4 Kekuatan dan Keterbatasan Modul Differentiated instruction KEKUATAN KETERBATASAN Aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini saling berkesinambungan sehingga materi yang diberikan pertama dapat menjadi bahan pembelajaran bagi materi yang diberikan berikutnya. Aktivitas tidak dapat begitu saja diberikan secara acak karena telah disusun secara berkesinambungan. Penyampaian materi dengan Dimungkinkan terdapat perbedaan menggunakan sembilan rangkaian yang sangat jelas antara materi baru aktivitas instruksional Gagne dengan dengan materi yang selama ini merangsang pengetahuan subjek subjek penelitian pahami sehingga penelitian sebelumnya mengenai materi diperlukan waktu pengendapan yang yang akan disampaikan mungkinkan lebih lama untuk menerima materi materi akan lebih mudah dipahami dan baru tersebut. diintegrasikan oleh subjek penelitian. Subjek penelitian mampu menghayati materi karena memperoleh pengetahuan yang diangkat berdasarkan pengalaman pribadi. Pemaknaan materi akan sangat bergantung pada keinginan untuk belajar. Tidak adanya keinginan atau ketertarikan subjek penelitian pelatihan dapat membuat materi tidak terserap secara tepat. Pendalaman materi banyak dilakukan Pendalaman materi bergantung pada melalui aktivitas diskusi kelompok, maka keaktifan kelompok dan tingkat subjek penelitian pelatihan memperoleh pemahaman subjek penelitian di materi pembelajaran tidak hanya dalam kelompok mengenai materi berdasarkan pengalaman pribadi yang disampaikan. melainkan juga dari pengalaman orang lain. Penyampaian materi dikaitkan dengan kondisi aktual yang subjek penelitian hadapi dalam proses pembalajaran seharihari sehingga akan lebih mudah dipahami oleh subjek penelitian. 3.10. Waktu Kegiatan Penelitian Waktu kegiatan penelitian adalah sebagai berikut : Tabel 3.5 Waktu Penelitian WAKTU KEGIATAN Agustus-Oktober 2009 Eksplorasi tema penelitian November-Desember 2009 Melakukan studi awal terhadap beberapa sekolah inklusi Januari 2010 Melakukan interviu terhadap kepala sekolah dan koordinator Learning Suport Unit SD Gagas Ceria Februari-Maret 2010 Melakukan interview dan observasi kepada beberapa orang guru SD Gagas Ceria April-Mei 2010 Menyusun alat ukur untuk menjaring sampel penelitian Mei 2010 Mengambil data awal terhadap 11 orang guru kelas 4 dan 5 SD Gagas Ceria Bandung. 30 Mei 210 Seminar usulan penelitian Mei-Juli 2010 Penyusunan silabus pelatihan dilakukan setelah data awal terkumpul dan dianalisa. 9 dan 16 Juli 2010 Pelaksanaan Pelatihan Juli 2010 Pengambilan data post-test Agustus 2010 Pengolahan Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian antara sebelum dan sesudah pelatiha n seperti yang dipaparkan melalui hipotesis penelitian: Modul pelatihan differentiated instruction dapat meningkatkan kemampuan guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria Bandung dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction pada proses pembelajaran di kelas inklusi. Untuk mengetahui perubahan tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian antara sebelum dan setelah diberikan treatment (pelatihan) dilakukan uji statistik dengan melakukan uji beda terhadap rata-rata tingkat pengajaran differentiated instruction sebelum pelatihan dengan rata-rata tingkat
pengajaran differentiated instruction setelah pelatihan. Uji beda yang digunakan
mempersyaratkan data berdistribusi normal, sehingga terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov, dengan hipotesis sebagai berikut: Ho : data berdistribusi normal H1 : data tidak berdistribusi normal Dengan kriteria uji tolak Ho jika p < 0,05. berdasarkan hasil uji normalitas didapatkan nilai p pretest 1,000 dan p posttest 0,948, dengan kata lain p > 0,05 . Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebaran data berdistribusi normal sehingga pengujian selanjutnya menggunakan uji paired t test dengan hipotesis sebagai berikut Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum pelatihan. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian setelah dan sebelum pelatihan. Berdasarkan uji beda Paired Samples T-Test dengan kriteria signifikasi Tolak Ho jika nilai p value < a = 0.05, hasilnya adalah : Tabel 4.1 Hasil Uji Paired Samples T-Test, Skor Total Pengajaran Differentiated instruction Pre dan Post Treatment Hasil Uji Beda Kesimpulan 0.011 H0 ditolak Tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian sebelum dan sete lah pelatihan dengan tingkat kepercayaan 95%. Gambar 4.1 menjelaskan secara lebih rinci mengenai tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian pra-dan pasca-pelatihan berdasarkan
tingkat pengajaran differentiated instruction secara keseluruhan. Gambar 4.1 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-dan Pasca-Pelatihan Tingkat Differentiated Instruction 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Gambar 4.1 menggambarkan bahwa sebelum mengikuti pelatihan, terdapat 2 subjek penelitian yang memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat 1 yaitu (DD dan DN), 3 orang pada tingkat 2 ( I, LR dan F) dan 2 orang pada tingkat 3 (EO, SR). Setelah mengikuti pelatihan, terdapat 4 subjek peneliti an yang mengalami perbedaan kemampuan differentiated instruction secara signifikan, yaitu DD, LR, F, dan DN (memiliki kemampuan differentiated instruction pada tingkat yang lebih tinggi). Subjek I dan EO sebenarnya mengalami perubahan namun tidak signifikan (hanya mengalami peningkatan skor, namun tetap pada tingkat yang sama). Sedangkan subjek SR tidak mengalami perbedaan (tetap pada tingkat yang sama dan dengan skor yang sama). Peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction ini dapat diuraikan berdasarkan lima prinsip dasar pengajaran differentiated instruction, yaitu learning community, curriculum, formative assessment, instructional arrangements, dan respectful task. Pengujian statistik dilakukan dengan menggunakan uji beda Paired Samples T-Test pada pola umum tingkat pengajaran differentiated instruction seluruh subjek penelitian untuk masing-masing prinsip
pengajaran differentiated instruction. Uji beda dilakukan terhadap rata-rata tin gkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian secara umum sebelum pelatihan dengan rata-rata tingkat pengajaran differentiated instruction subjek penelitian secara umum setelah pelatihan. Hasil rekapitulasi dari uji beda yang dilakukan tampak pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Beda Paired Samples T-Test Berdasarkan Pola Umum Tingkat Pre-Test Post-Test Prinsip Dasar Pengajaran Differentiated instruction Seluruh Subjek Penelitian Prinsip Normalitas p-value Kesimpulan Learning community Normal 0.047 Ho Ditolak Curriculum Normal 0.015 Ho Ditolak Formative assessment Normal 0.022 Ho Ditolak Iinstructional arrangements Normal 0.005 Ho Ditolak Respectful tasks Normal 0.038 Ho Ditolak Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara pola umum tingkat pengajaran differentiated instruction seluruh subjek penelitia n sebelum dan setelah pelatihan pada kelima prinsip differentiated instruction. Kondisi ini sesuai dengan tujuan pelatihan yang memberikan penekanan yang sama pada kelima prinsip dasar tersebut karena disesuaikan dengan kebutuhan subjek penelitian. Gambar di bawah ini akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai kondisi pengajaran differentiated instruction berdasarkan lima prinsip dasarnya:
Gambar 4.2.a Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Learning community Learning Community 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Gambar 4.2.b Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Curriculum Curriculum 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Gambar 4.2.c Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Formative assessment Formative Assessment 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Gambar 4.2.d Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Iinstructional arrangement Instructional Arrangements 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Gambar 4.2.e Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Pra-& Pasca-Pelatihan berdasarkan Prinsip Respectful Task Respectful Tasks 0 1 2 3 4 DD I LR F DN EO SR Subjek Penelitian TingkatPre Post Dari Gambar 4.2 tampak bahwa pada prinsip dasar instructional arrangements seluruh subjek penelitian mengalami peningkatan kemampuan penerapan differentiated instruction. Sementara pada prinsip curriculum terdapat
6 subjek penelitian yang mengalami peningkatan, sedangkan 1 subjek penelitian tetap berada pada tingkat yang sama (SR). Terdapat 5 subjek penelitian yang mengalami peningkatan (DD, LR, F, DN, EO) pada prinsip dasar formative assessment sedangkan 2 subjek penelitian lainnya masih berada pada kategori yang sama. Pada prinsip respectful tasks terdapat 5 subjek penelitian yang mengalami peningkatan (DD, I, F, DN, EO), sedangkan 2 subjek penelitian lainnya masih berada pada tingkat yang sama. Sementara pada prinsip learning community, terdapat 5 subjek penelitian yang mengalami peningkatan (DD, LR, F, DN, EO), 1 subjek penelitian masih berada pada kategori yang sama (I), dan satu subjek penelitian mengalami penurunan (SR). 4.3. Hasil Pelatihan Subjek Penelitian Secara Individual 4.2.1. Subjek Penelitian DD 4.2.1.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek DD dapat dilihat dalam Gambar 4.3. Gambar 4.3 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian DD Subjek Penelitian DD 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Berdasarkan Gambar di atas terlihat bahwa setelah mengikuti pelatihan, subjek penelitian DD mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction secara signifikan pada setiap prinsip dasar. Awalnya,
tingkat pengajaran differentiated instruction subjek DD berada pada tingkat 1(below basic/pemula), dan menjadi berada pada tingkat 2(basic/dasar) dan 3(proficient/mahir) setelah diberikan pelatihan. Namun, berdasarkan dua kali pengukuran kemampuan pengajaran differentiated instruction setelah pelatihan diberikan, tampak bahwa peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek DD belum konsisten kecuali untuk prinsip curriculum.. Dalam prinsip yang lain subjek DD menunjukkan peningkatan kemampuan pengajaran secara signifikan jika menghadapi kelas dengan jumlah siswa yang tidak penuh (hanya setengah dari jumlah siswa yang sebenarnya/15 dari 30 siswa). Sedangkan untuk kelas dengan jumlah siswa yang penuh, peningkatan kemampuan pengajaran tampak tidak signifikan. 4.2.1.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DD di Kelas Pada prinsip learning community, sebelum diberikan pelatihan subjek DD tampak otoriter memaksakan aturan dan mengabaikan masukan siswa tentang aturan yang berlaku. Hal ini membuat siswa terlihat tidak puas dan suasana pembelajaran pun menjadi tegang. Selain itu tidak konsistennya aturan yang diberikan membuat siswa menjadi kurang terkendali. Setelah pelatihan, dalam pengajaran di kelas yang siswanya terbagi dua, tampak bahwa subjek DD dapat menciptakan lingkungan kelas yang lebih positif dengan memberikan aturan yang jelas dan diterapkan secara konsisten, serta memberikan siswa kesempatan untuk memberikan masukan tentang aktivitas belajar yang akan dilakukan. Sedangkan di kelas dengan jumlah siswa secara penuh, upaya subjek DD untuk menyampaikan instruksi kepada siswa tidak berhasil membuat siswa menjadi fokus dalam proses belajar karena instruksi tidak disampaikan dengan sistematis. Selain itu aturan belajar yang kurang tersampaikan dengan jelas membuat aktivitas belajar menjadi kurang terstruktur. Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek DD belum menetapkan tujuan belajar secara spesifik sehingga pengajaran tidak fokus pada konsep penting yang harus dikuasai siswa. Subjek DD hanya menyampaikan materi sesuai dengan buku tanpa berupaya mengembangkan logika berpikir siswa terkait materi yang disampaikan. Setelah pelatihan tampak bahwa subjek DD sudah menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait perkembangan berpikir siswa dan melakukan pembahasan materi secara mendalam sehingga memungkinkan siswa dapat memiliki pemahaman mengenai konsep penting yang ingin dicapai. Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek DD tidak tampak melakukan penilaian formatif. Selain itu, tidak jelasnya aktivitas untuk mencari tahu pemahaman siswa memungkinkan siswa tidak menunjukkan pemahaman yang sebenarnya dimiliki. Setelah pelatihan, dalam pengajaran di kelas dengan jumlah siswa yang tidak penuh subjek DD tampak melakukan beberapa aktivitas untuk melakukan penilaian formatif dan melakukan penyesuaian penilaian formatif bagi siswa berkebutuhan khusus dengan memberikan pertanyaan yang lebih tinggi untuk siswa gifted, dan menyesuaikan form worksheet bagi siswa disleksia. Sedangkan di kelas dengan jumlah siswa penuh, pengajaran yang kurang terorganisir membuat subjek DD tidak tampak melakukan upaya melakukan penilaian formatif mengenai pemahaman siswa. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek DD menjelaskan materi dengan berdiri di depan kelas dan hanya berinteraksi dengan siswa yang duduk di depan sehingga kelas menjadi tidak fokus dan siswa terlihat tidak menikmati proses pembelajaran. Lebih banyak siswa yang terlihat tidak paham dan diberikan penjelasan secara individual, sementara siswa lain pada akhirnya melakukan aktivitas masing-masing. Tampak subjek DD belum menghayati apa yang ingin dituju dalam proses pembelajaran, sehingga proses belajar menjadi kurang terarah. Sudah ada upaya untuk memberikan aktivitas untuk siswa yang menyelesaikan tugas dengan lebih cepat dibandingkan siswa lain, namun aktivitas yang diberikan tidak ada kaitannya dengan proses belajar. Setelah mengikuti pelatihan, dalam pengajaran di kelas dengan jumlah siswa tidak
penuh subjek DD tampak melakukan aktivitas belajar yang beragam untuk semua siswa dapat memahami materi dan mengarahkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri. Namun di kelas dengan jumlah siswa penuh, pengajaran yang dilakukan subjek DD masih fokus kepada guru sehingga meskipun melakukan aktivitas percobaan siswa hanya menonton apa yang dilakukan guru. Pada prinsip respectful task, sebelum pelatihan tujuan pemberian tugas tidak jelas sehingga aturan tugas pun sangat fleksibel dan tidak terarah yang memungkinkan siswa tidak dapat mencapai apa yang seharusnya diketahui dari materi tersebut. Tidak terlihat upaya untuk membuat siswa paham apa yang sebenarnya diharapkan dari tugas yang diberikan dan hanya mengawasi dan memberikan bantuan bagi siswa yang duduk di depan, bukan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan yang disampaikan siswa. Selain itu, tidak semua siswa terlihat tertarik dan tertantang, hanya siswa yang duduk di depan. Setelah
pelatihan, dalam pengajaran di kelas dengan jumlah siswa tidak penuh subjek DD memberikan tugas yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dan semua siswa terlihat tertantang karena ada penyesuaian untuk siswa berkebutuhan khusus. Namun dalam pengajaran untuk jumlah kelas yang penuh, tugas yang diberikan tampak kurang terorganisir sehingga membuat tugas yang sebenarnya menarik dan menantang untuk semua siswa menjadi tidak memfasilitasi pengembangan kemampuan berpikir siswa. 4.2.1.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi selama pelatihan tampak bahwa subjek DD cenderung pasif mengekspresikan pendapat sehingga kurang dapat diketahui pemahamannya mengenai materi yang disampaikan oleh fasilitator. Ia akan menyampaikan pendapat jika diminta secara langsung oleh fasilitator, namun saat memberikan penjelasan tampak pemahaman mengenai materi yang disampaikan belum mendalam, baru sebatas mengulang apa yang disampaikan oleh fasilitator. Meskipun demikian, subjek DD tampak memiliki keinginan yang besar untuk belajar. Terlihat meskipun pasif menyampaikan pendapat, ia tetap terlihat fokus ke dalam proses pelatihan yang sedang berlangsung dan sesekali mencatat apa yang disampaikan fasilitator dan apa yang dihasilkan dari proses diskusi, termasuk umpan balik yang diberikan fasilitator terhadap RPP dan simulasi pengajaran yang
dilakukan. Tampaknya perbedaan kemampuan pengajaran differentiated instruction di kelas dengan jumlah siswa secara penuh dibandingkan kelas dengan jumlah siswa yang hanya setengahnya disebabkan oleh subjek DD belum menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dari perencanaan pengajaran dan belum memikirkan kompetensi yang belum dimiliki siswa yang harus difasilitasi dalam proses pengajaran yang ia lakukan. Akibatnya, aktivitas belajar yang dilakukan belum fokus untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dengan banyak melakukan intervensi yang kurang tepat dalam proses belajar siswa. Selain itu, berdasarkan hasil observasi secara keseluruhan di saat mengajar kelas yang sesungguhnya, subjek DD tampak kurang melakukan antisipasi terhadap proses pembelajaran yang akan terjadi di kelas. Hal ini membuat ia terlihat sibuk mempersiapkan alat bantu pengajaran sehingga menjadi tidak fokus pada siswa, dan kurang sigap dalam memberikan respon. Akibatnya untuk kelas dengan jumlah siswa yang cukup banyak dimana lebih banyak kebutuhan siswa yang harus direspon oleh guru, proses belajar menjadi kurang terkendali. Hal ini sesu ai dengan hasil penilaian saat pelatihan, dimana saat melakukan perencanaan pengajaran subjek DD belum memikirkan hambatan belajar yang mungkin ditemui dan strategi untuk mengatasinya. 4.2.2. Subjek Penelitian I 4.2.2.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek I dapat dilihat dalam Gambar 4.4. Gambar 4.4 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian I Subjek Penelitian I 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Subjek penelitian I terlihat mengalami perubahan kemampuan pengajaran differentiated instruction, namun tidak secara signifikan. Kemampuan pengajaran differentiated instruction antara sebelum dan setelah pelatihan cenderung masih pada tingkat yang sama, meskipun dengan skor yang berbeda. Perubahan pada tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction terlihat pada prinsip curriculum, instructional arrangements, dan respectful tasks, namun perubahan yang terjadi tidak signifikan karena masih berada di antara tingkat pengajaran sebelum (2/basic) dengan tingkat pengajaran yang lebih tinggi (3/proficient) 4.2.2.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek I di Kelas Pada prinsip learning community baik sebelum maupun setelah pelatihan, proses belajar yang terjadi di kelas cenderung monoton dan lebih banyak berfokus
pada guru. Di awal pengajaran sebenarnya subjek I sudah memberikan penjelasan mengenai apa yang harus siswa lakukan selama proses belajar dan menyampaikan ekspektasi yang tinggi mengenai apa yang harus dikuasai siswa, hanya saja penyampaian yang kurang lengkap dan kurang sistematis membuat siswa banyak memberikan pertanyaan yang tidak semuanya ia jawab. Perubahan yang terlihat setelah pelatihan adalah subjek I menjadi lebih berupaya untuk memperhatikan siswa dengan memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan yang disampaikan siswa. Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek I belum menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir siswa. Akibatnya pengajaran yang dilakukan fokus untuk siswa menjalani aktivitas belajar yang sudah direncanakan, bukan mengarahkan siswa mencapai tujuan belajar yang sebenarnya ingin dicapai. Setelah pelatihan tujuan belajar sudah ditetapkan seca ra spesifik terkait kemampuan berpikir siswa, sehingga meskipun belum konsisten sudah berupaya mengarahkan siswa memahami konsep dasar sebelum mempelajari konsep yang lebih tinggi. Pada prinsip formative assessment, baik sebelum maupun setelah pelatihan subjek I tampak melakukan aktivitas yang beragam untuk mencari tahu pemahaman siswa mengenai materi yang disampaikan, hanya saja belum melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil penilaian formatif yang diperoleh. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan metode pengajaran yang dilakukan belum disesuaikan dengan kebutuhan belajar siswa. Sebenarnya sudah ada upaya untuk melakukan pengelompokan siswa sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai, namun kurang melakukan kontrol saat pelaksanaan sehingga tujuan pembagian kelompok menjadi tidak tercapai. Setelah pelatihan, metode penyampaian materi secara beragam memungkinkan siswa dapat memahami materi lebih dalam, namun masih tampak fokus pada handout yang akan disampaikan sehingga kurang melakukan kontak dengan siswa. Pada prinsip respectful task, baik sebelum maupun setelah pelatihan subjek I sudah merencanakan tugas yang sesuai dengan tujuan belajar yang ingin dicapai oleh siswa. Hanya saja pada proses pelaksanaannya bantuan yang diberikan memungkinkan siswa tidak akan mencapai kemampuan berpikir yang diharapkan. Perbedaan yang terlihat setelah pelatihan adalah adanya tugas yang memfasilitasi
perkembangan kemampuan berpikir siswa gifted. 4.2.2.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi dan penilaian selama proses pelatihan, subjek I terlihat cukup aktif di dalam proses diskusi. Bahkan jika dilihat berdasarkan ni lai pencapaian tujuan instruksional khusus pelatihan yang diperoleh, subjek termasuk subjek penelitian yang memperoleh nilai baik terkait pemahaman konsep pengajaran differentiated instruction. Subjek I sudah menjadikan kompetensi yang belum dimiliki siswa dalam mempelajari materi sebagai karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam merancang pengajaran, dan dapat memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai tingkah laku pengajaran differentiated instruction yang terdapat dalam studi kasus yang dibahas. Hanya saja berdasarkan RPP dan simulasi pengajaran yang dilakukan saat pelatihan, terlihat bahwa subjek I belum mampu mengaplikasikan konsep pengajaran differentiated instruction yang ia miliki tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun subjek I memiliki pemahaman mengenai pengajaran differentiated instruction, terdapat hambatan dalam mengaplikasikan pemahamannya tersebut. Kemungkinan hal ini dipengaruhi oleh pengalaman mengajar cukup lama di sekolah lain yang memiliki pendekatan pengajaran konvensional (tugas guru adalah melakukan pengajaran untuk menyampaikan materi, tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan siswa), sehingga masih sulit baginya untuk mempraktekkan strategi pengajaran yang baru. Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak sekolah, subjek I memang dinilai masih belum sepenuhnya berhasil beradaptasi dengan konsep pendidikan yang diterapkan oleh SD Gagas Ceria (tugas guru adalah melakukan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa). 4.2.3. Subjek Penelitian LR 4.2.3.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek LR dapat dilihat dalam Gambar 4.5. Gambar 4.5 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian LR Subjek Penelitian LR 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Setelah pelatihan subjek penelitian LR mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsip dasar, dari tingkat 2(basic/dasar) menjadi tingkat 3(proficient/mahir), kecuali untuk prinsip respectful tasks belum sampai pada tingkat mahir. 4.2.3.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek LR di Kelas Pada prinsip dasar learning community, sebelum pelatihan subjek LR menciptakan lingkungan belajar yang tertib dan membuat siswa dapat mencapai hasil yang diharapkan atas dasar ketakutan siswa terhadap guru, bukan karena siswa memahami aturan yang ditetapkan. Setelah pelatihan, subjek LR terlihat menyampaikan aturan secara jelas dan bertahap dengan disertai alasannya. Hal ini
membuat siswa mengikuti aturan belajar bukan hanya karena takut terhadap guru namun juga didasarkan pemahaman siswa mengenai aturan tersebut. Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek LR sudah mengarahkan pengajaran untuk siswa mencapai konsep penting yang diajarkan, hanya saja lebih fokus untuk siswa dapat memperoleh nilai baik bukan untuk siswa menguasai kompetensi yang diharapkan. Setelah pelatihan, subjek LR terlihat lebih fokus mengarahkan siswa menguasai kompetensi yang diharapkan dengan menjelaskan tahapan dalam melakukan gerakan, membandingkan gerakan yang betul dan salah, serta menjelaskan alasan dari ketepatan gerakan yang harus dilakukan. Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek LR melakukan penilaian formatif dengan aktivitas beragam namun tidak digunakan untuk menyesuaikan pengajaran. Penyesuaian pengajaran dilakukan berdasarkan hasil evaluasi terhadap kelas lain sebelumnya, bukan terhadap kelas yang bersangkutan.
Setelah pelatihan, subjek LR terlihat melakukan penilaian formatif pada kelas yang bersangkutan dengan terlebih dahulu mencari tahu pemahaman siswa mengenai gerakan yang akan diajarkan, dan memberikan beberapa pilihan untuk siswa menunjukkan penguasaan gerakan yang diajarkan. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek LR melakukan sudah metode pengajaran yang bervariasi namun membuat siswa tergantung sepenuhnya pada arahan yang diberikan guru. Setelah pelatihan subjek LR menggunakan metode yang beragam untuk siswa dapat menguasai gerakan tertentu dengan mengajarkan siswa untuk melakukan gerakan secara bertahap mulai dari gerakan mudah sampai dengan gerakan sulit, dan membagi siswa yang sudah mampu melakukan gerakan ke dalam kelompok yang berbeda untuk mempercepat aktivitas instruksional yang akan dilakukan. Siswa juga lebih diarahkan untuk mandiri di dalam melakukan gerakan yang diajarkan. Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek LR memberikan tugas untuk siswa dapat menguasai gerakan tertentu dan memiliki kriteria yang jelas mengenai pelaksanaan tugas tersebut. Hanya saja belum secara konsiten melakukan kontrol terhadap ketepatan gerakan yang dilakukan siswa. Selain itu juga memungkinkan tugas dianggap kurang menantang oleh beberapa siswa. Setelah pelatihan, subjek LR tetap memberikan tugas dengan kriteria yang jelas, serta memberikan tugas yang menantang untuk setiap siswa dengan memberikan pilihan gerakan berdasarkan tingkat kesulitan. Hanya saja, kontrol gerakan yang masih bersifat klasikal memungkinkan tidak seluruh siswa mendapatkan umpan balik mengenai ketepatan gerakan yang dilakukan. 4.2.3.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi tampak bahwa subjek LR terlihat cukup aktif di awal pelatihan dengan mengambil peran untuk mempresentasikan hasil kelompok. Namun setelah sesi 2 selesai keaktifan subjek LR terlihat berkurang, kemungkinan
karena saat itu ia tidak berada pada kondisi fit (sakit flu cukup berat dan mema kai masker). Saat mempresentasikan hasil kelompok tampak bahwa ia hanya membacakan apa yang telah dituliskan kelompok di dalam flipchart dan beberapakali meminta teman lain untuk memberikan penjelasan mengenai poinpoin tertentu yang disampaikan. Berdasarkan hasil penilaian, terlihat bahwa subjek LR memperoleh nilai yang kurang untuk pemahaman konsep differentiated instruction namun memperoleh nilai baik untuk aplikasi konsep differentiated instruction. Ia tidak
memberikan penjelasan secara menyeluruh mengenai langkah melakukan perencanaan pengajaran dan strategi pengajaran differentiated instruction berdasarkan studi kasus yang dibahas, namun membuat RPP dan melakukan simulasi pengajaran yang mencakup keseluruhan prinsip pengajaran differentiated instruction. Hal ini kemungkinan disebabkan karakteristik subjek LR sebagai guru olah raga yang tidak terbiasa menjelaskan pemahaman yang dimiliki dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan yang dijadikan dasar dalam peneliti memberikan penilaian selama proses pelatihan. Saat pelatihan pun subjek LR sempat menyampaikan bahwa ia terkadang mengalami kesulitan untuk menyampaikan pemahaman secara lisan dan tulisan karena terbiasa mempraktekkan apa yang dipahami secara langsung. 4.2.4. Subjek Penelitian F 4.2.4.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek F dapat dilihat dalam Gambar 4.6. di bawah ini. Gambar 4.6. Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian F Subjek Penelitian F 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Setelah mengikuti pelatihan, subjek penelitian F mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsip dasar, dengan memiliki tingkat pengajaran satu tingkat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, kecuali untuk prinsip formative assessment belum sepenuhnya mencapai tingkat yang lebih tinggi. 4.2.4.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek F di Kelas Pada prinsip learning community, sebelum pelatihan subjek F belum merancang aktivitas yang sesuai untuk seluruh siswa melakukan proses belajar yang terarah. Proses belajar fokus pada siswa mendengarkan penjelasan guru yang membuat siswa menjadi bosan dan situasi kelas menjadi kurang terkendali. Banyak siswa yang mengobrol dan tidak fokus terhadap proses belajar. Aturan mengenai apa yang harus dilakukan siswa tidak disampaikan dengan jelas sehingga aktivitas belajar siswa menjadi kurang terarah. Setelah pelatihan subje k F tampak mengawali pengajaran dengan menyampaikan aturan dan aktivitas belajar secara jelas sehingga siswa tahu apa yang harus dilakukan. Proses belaja r tidak lagi fokus kepada siswa mendengarkan penjelasan guru namun memberikan siswa cukup banyak kesempatan untuk menyampaikan pemahaman mengenai materi yang disampaikan. Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek F terlihat berupaya mengajarkan siswa logika berpikir dari materi yang disampaikan, namun karena siswa hanya duduk mendengarkan guru menjelaskan, upaya tersebut menjadi tidak terarah. Selain itu, subjek F terlihat tetap mengajarkan konsep yang lebih tingg i ketika ada siswa yang belum paham konsep dasar dari materi yang diajakan. Setelah pelatihan, subjek F lebih konsisten dalam mengarahkan siswa menguasai logika berpikir dari materi yang disampaikan dengan melakukan pembahasan secara mendalam mengenai persoalan yang diberikan. Hanya saja, penjelasan yang diberikan secara detail dan perlahan memungkinkan siswa gifted menjadi bosan. Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek F sudah melakukan penilaian formatif secara berkala dan dengan cara yang bervariasi, namun tidak melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil penilaian tersebut. Terkesan melakukan generalisasi dalam melakukan penyesuaian pengajaran dengan hanya mendampingi siswa berkebutuhan khusus, namun tidak bagi siswa lain yang mungkin mengalami kesulitan dalam materi tertentu. Setelah pelatihan, subjek F terlihat berupaya melakukan penyesuaian pengajaran dengan kembali memberikan penjelasan tentang konsep dasar ketika ada siswa yang tidak berhasil menjawab persoalan yang diberikan. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek F tidak melakukan metode pengajaran yang bervariasi, hanya siswa mendengarkan materi yang disampaikan guru. Aturan dalam aktivitas belajar kurang jelas sehingga siswa kurang terkontrol dan tidak memiliki peluang untuk melakukan aktivitas belajar secara mandiri. Setelah pelatihan, subjek F melakukan metode pengajaran yang lebih bervariasi sehingga memungkinkan siswa dapat memahami materi secara lebih mendalam, namun pengontrolan aktivitas belajar kelas masih terbatas
pada siswa yang duduk di barisan depan. Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek F hanya diam di depan sehingga siswa yang membutuhkan bantuan harus mendatangi guru. Akibatnya, hampir seluruh siswa mendatangi guru untuk meminta bantuan ataupun hanya sekedar meminta penegasan. Kriteria atau aturan dari suatu tugas juga tidak jelas sehingga terkadang tidak fokus pada konsep penting yang harus dikuasai siswa. Akibatnya banyak siswa yang melakukan kegiatan lain di luar mengerjakan tugas yang harusnya diselesaikan. Setelah pelatihan, tugas lebih fokus untuk siswa mencapai konsep penting dari suatu materi dan mengarahkan siswa untuk tidak bergantung sepenuhnya pada guru dengan meminta siswa saling mengkoreksi jawaban. Hanya saja, kurang dilakukan penyesuaian tugas bagi siswa gifted yang terlihat kurang tertantang dengan tugas yang diberikan. 4.2.4.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi tampak bahwa subjek F terlibat secara aktif dalam seluruh proses pelatihan dengan beberapa kali menyampaikan pertanyaan dan pendapat tanpa diminta. Subjek F juga beberapa kali memperoleh insight lebih cepat dibandingkan subjek penelitian lain. Salah satu contohnya adalah saa t sesi diskusi mengenai karakteristik belajar utama yang harus diperhatikan dari siswa. Saat itu, subjek F berhasil memperoleh insight mengenai kemampuan siswa dalam memahami materi sebagai karakteristik utama yang harus diperhatikan, disaat subjek penelitian yang lain masih memperhatikan karakteristik lain yang kurang penting. Pada sesi satu, hanya subjek F yang mengkaitkan tujuan belajar dengan perkembangan kemampuan berpikir siswa. Selain itu, saat pembuatan RPP dan simulasi pengajaran, subjek F dapat menerapkan pengajaran differentiated instruction secara efektif, kecuali untuk prinsip formative assessment yang masi h belum konsisten dilakukan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek F dapat memahami dan mengaplikasikan konsep pengajaran differentiated instruction yang diberikan dan dilatihkan dalam pelatihan. 4.2.5. Subjek Penelitian DN 4.2.5.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek DN dapat dilihat dalam Gambar 4.7. Gambar 4.7 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian DN Subjek Penelitian DN 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Setelah mengikuti pelatihan, subjek penelitian DN mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction secara signifikan pada setiap prinsip dasar. Tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction umumnya berubah menjadi pada tingkat 3(proficient/mahir), dari sebelumnya berada pada tingkat 1(below basic/pemula). 4.2.5.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek DN di Kelas Pada prinsip learning community, sebelum pelatihan subjek DN tidak memberikan aturan dan arahan yang jelas sehingga aktivitas belajar siswa kurang terarah. Subjek DN kurang melakukan antisipasi dalam merencanakan pengajaran sehingga banyak pelaksanaan antivitas yang melebihi waktu yang telah ditetapkan. Setelah pelatihan, subjek DN memberikan arahan yang jelas mengenai aktivitas belajar yang harus dilakukan siswa dengan memberikan siswa kesempatan untuk saling berbagi pemahaman mengenai konsep yang diajarkan. Selain itu, pengalokasian waktu sesuai dengan tahapan aktivitas yang dilakukan siswa. Pada prinsip curriculum, sebelum pelatihan subjek DN belum menetapkan tujuan belajar secara spesifik terkait kemampuan berpikir siswa sehingga aktivit as belajar menjadi kurang terarah untuk siswa dapat memahami konsep yang diajarkan. Ada beberapa aktivitas yang sudah direncanakan untuk siswa dapat menguasai konsep tertentu menjadi tidak dilaksanakan pada pertemuan tersebut dan juga pada pertemuan selanjutnya, dan tidak diganti dengan aktivitas lain unt uk tetap mencapai tujuan belajar yang ditentukan. Setelah pelatihan subjek DN menetapkan tujuan belajar secara spesifik pada kemampuan berpikir yang harus dikuasai siswa dan menghubungkan pengajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga materi yang diajarkan dapat lebih bermakna bagi siswa. Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek DN melakukan penilaian formatif untuk melengkapi nilai siswa. Siswa ditekankan untuk mendapatkan nilai yang bagus dan beberapa kali siswa dibandingkan dengan siswa lain, tanpa disertai arahan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Terkadang memberikan komentar negatif bagi siswa yang melakukan kesalahan. Setelah pelatihan, subjek DN terlihat melakukan penilaian formatif dan melakukan penyesuaian pengajaran berdasarkan hasil yang diperoleh dengan terlebih dahulu menjelaskan konsep yang belum dikuasai siswa. Secara konsisten subjek DN juga berupaya untuk selalu memberikan komentar yang positif terhadap setiap siswa. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan aktivitas belajar tidak terencana dengan baik sehingga kurang terarah. Aturan belajar kurang konsisten dan tidak terdapat penjelasan mengenai aktivitas dan tujuan belajar membuat siswa tidak dapat mengelola pengerjaan tugasnya secara mandiri.. Pengelompokan siswa kurang sesuai sehingga terdapat kelompok yang berhasil dan mendapat pujian sementara kelompok lain pasif mendapatkan komentar negatif dari guru karena tidak berhasil menyelesaikan tugas. Setelah pelatihan subjek DN melakukan metode pengajaran yaang beragam dan memungkinkan siswa untuk secara mandiri mengeksplorasi informasi dan membuat kesimpulan mengenai proses belajar yang dilakukan. Selain itu juga dilakukan kontrol terhadap aktivitas belajar kelompok sehingga setiap kelompok dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan saling melengkapi. Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek DN terlihat banyak memberikan respon negatif terhadap proses penyelesaian tugas siswa. Siswa dibandingkan dengan teman lain sebagai upaya memotivasi siswa mengerjakan tugas dengan lebih baik, namun tidak memberikan bantuan untuk penyelesaian tugas. Tugas yang diberikan tidak didasarkan untuk siswa menguasai konsep tertentu sehingga siswa yang belum paham tidak menjadi lebih paham, dan siswa yang sudah paham menjadi bosan dan tidak tertarik. Setelah pelatihan, subjek DN memberikan tugas yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh siswa, dan tingkat kesulitan maupun cara mengerjakan tugas dapat memberikan tantangan untuk setiap siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus. 4.2.5.3. Hasil Observasi dan Penilaian Selama menjalani pelatihan, peran yang paling banyak dilakukan subjek DN adalah mencatat pendapat kelompok ke dalam flipchart yang akan dipresentasikan. Pada performance test pada sesi 1 subjek DN belum memberikan penjelasan yang sesuai mengenai perencanaan pengajaran dengan tidak menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dalam perencanaan pengajaran dan masih mempertimbangkan karakteristik siswa yang kurang penting dalam merancang pengajaran. Sedangkan berdasarkan hasil pembahasan studi kasus pada sesi 2, subjek DN juga belum memberikan penjelasan yang tepat mengenai strategi pengajaran differentiated instruction yang bisa dilakukan guru di kelas inklusi.
Namun, saat diminta menyampaikan vocabulary baru yang diperoleh ketika sesi energizer, subjek DN dapat memberikan penjelasan yang cukup komprehensif mengenai strategi pengajaran differentiated instruction. Jika dilihat pada sesi pengaplikasian pengajaran differentiated instruction terlihat bahwa subjek DN sudah melakukan upaya untuk mengaplikasikan prinsip differentiated instruction dalam RPP dan simulasi pengajaran yang dilakukan namun belum menetapkan tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami dan belum fokus melaksanakan aktivitas belajar pada tujuan yang ingin dicapai oleh siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hambatan yang dialami subjek DN dalam melakukan pengajaran differentiated instruction adalah belum jelasnya tujuan belajar yang ingin dicapai. Oleh karena itu, umpan balik yang disampaikan fasilitator kepada subjek DN terkait RPP dan simulasi pengajaran yang dilakukan adalah mengenai tugas guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Dimana dalam menjalankan tugas tersebut guru harus menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir yang akan dicapai siswa dan konsisten untuk mencapai hal tersebut dalam pengajaran yang dilakukan. Pada saat itu subjek DN tampak mendapatkan insight dengan tanpa diminta langsung mengkoreksi tujuan belajar yang ditentukan ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami. Pemahaman mengenai tugas guru itulah yang kemungkinan membuat pengajaran yang dilakukan subjek DN menjadi lebih terarah. Selain itu, perubahan yang signifikan dapat juga disebabkan karena subjek DN memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengendapkan materi yang diperoleh sehingga dapat memahami dan mengaplikasikan konsep differentiated instruction setelah pengukuran proses pelatihan selesai dilaksanakan. 4.2.6. Subjek Penelitian EO 4.2.6.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek EO dapat dilihat dalam Gambar 4.8. Gambar 4.8 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian EO Subjek Penelitian EO 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Setelah mengikuti pelatihan, subjek EO mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada setiap prinsipnya. Namun, perubahan yang terjadi tidak signifikan. Tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction yang awalnya berada pada tingkat 3 (proficient/mahir)
meskipun menjadi lebih tinggi namun belum mencapai tingkat 4 (advance/tingkat lanjut). 4.2.6.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek EO di Kelas Pada prinsip learning community sebelum maupun setelah pelatihan, subjek EO dapat menciptakan situasi kelas yang membuat siswa dapat optimal mencapai hasil belajar dan seluruh siswa tampak aktif dan fokus. Terjadi kerjasama yang efektif antara guru dan siswa dengan siswa tahu dengan jelas apa tujuan dan dasa r dari setiap aktivitas yang dilakukan. Guru juga memberikan feedback kepada siswa dikaitkan dengan hasil terakhir siswa tersebut. Perubahan yang terlihat setelah pelatihan adalah subjek EO memberikan kepercayaan untuk siswa dapat mandiri merencanakan dan mengatur aktivitas belajarnya dan memberikan setiap siswa kesempatan melakukan aktivitas belajar yang berbeda untuk mencapai hasil belajar yang telah ditentukan. Pada prinsip curriculum sebelum maupun setelah pelatihan, subjek EO telah menentukan tujuan belajar yang spesifik terkait kemampuan berpikir yang harus dikuasai siswa serta menginformasikan tujuan belajar kepada siswa. Selain itu, pengajaran dilakukan untuk siswa dapat menguasai konsep tertentu secara optimal dengan terlebih dahulu menjelaskan konsep dasar yang harus dikuasai siswa. Perubahan yang terjadi setelah pelatihan adalah subjek EO mengasosiasikan konsep materi yang diajarkan dengan kehidupan siswa seharihari sehingga memungkinkan kurikulum menjadi lebih bermakna bagi siswa. Pada prinsip formative assessment sebelum dan setelah pelatihan subjek EO sudah melakukan penilaian formatif secara berkala yang hasilnya digunakan untuk melakukan penyesuaian terhadap materi yang akan didalami dan cara siswa untuk mendalami materi tersebut. Selain itu, hasil penilaian formatif disampaika n kepada siswa dengan cara yang membuat siswa paham tentang posisinya dalam mencapai tujuan dan termotivasi untuk berusaha lebih baik. Perubahan yang terjadi setelah pelatihan adalah dengan melakukan penilaian formatif mengenai konsep yang lebih tinggi bagi siswa yang sudah berhasil menguasai konsep yang diajarkan. Pada prinsip instructional arrangements sebelum dan setelah pelatihan subjek EO menyampaikan struktur yang jelas dalam aktivitas pengerjaan tugas dan bagaimana kelas akan berlangsung, sehingga siswa dapat mengelola aktivitas belajarnya secara mandiri. Sudah ada upaya untuk menyesuaikan metode mengajar dengan kebutuhan siswa, meskipun terkadang tidak melakukan penyesuaian untuk siswa yang belum paham konsep dasar. Misalnya dengan tetap membuat mindmap padahal di awal pelajaran banyak siswa yang belum bisa menjawab pertanyaan tetang materi tersebut. Perubahan yang terlihat setelah pelatihan adalah menyampaikan materi secara bertahap dengan memastikan pemahaman siswa terkait setiap tahapan materi yang disampaikan. Pada prinsip respectful tasks sebelum dan setelah pelatihan subjek EO memberikan tugas yang sesuai untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar secara optimal dengan memiliki dan menyampaikan kriteria penyelesaian tugas yang jelas dalam bentuk rubrik. Memberikan motivasi dan bantuan yang sesuai bagi siswa yang belum bisa memenuhi standar penyelesaian tugas, namun terkadang ada siswa yang terlihat kurang tertantang dengan tugas yang diberikan. Perubahan
yang terlihat setelah pelatihan adalah setiap siswa terlihat tertarik mengerjaka n tugas dengan memberikan tantangan tambahan bagi siswa yang sudah selesai mengerjakan tugas yang diberikan. 4.2.6.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi subjek EO terlihat aktif menjalani seluruh proses pelatihan. Ia terlihat cukup antusias dan beberapa kali menyampaikan pengalaman pengajaran yang biasanya ia lakukan di kelas. Secara umum, subjek EO dapat memberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai perencanaan pengajaran kelas inklusi, strategi pengajaran differentiated instruction dan dap at mengaplikasikan pengajaran differentiated instruction di dalam RPP maupun simulasi pengajaran yang dilakukan. Perubahan yang tidak signifikan pada tingkat pengajaran differentiated instruction subjek EO antara sebelum dan setelah pelatihan dapat terjadi karena fokus pelatihan yang dilakukan adalah untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek penelitian yang berada pada tingkat
1/below basic dan tingkat 2/basic, sedangkan sebelum pelatihan diberikan subjek EO memiliki kemampuan pengajaran differentiated instruction pada tingkat 3/proficient, kecuali untuk prinsip formative assessment. Secara keseluruhan, tingkat kemampuan pengajaran differentiated instruction subjek EO tetap berada pada tingkat 3/proficient, namun dengan peningkatan skor pengajaran differentiated instruction. 4.2.7. Subjek Penelitian SR 4.2.7.1. Perbedaan Tingkat Pengajaran Differentiated instruction Sebelum dan Setelah Diberikan Pelatihan Perbedaan tingkat pengajaran differentated instruction subjek SR dapat dilihat dalam Gambar 4.9 di bawah ini. Gambar 4.9 Gambaran Umum Kondisi Pengajaran Differentiated instruction Subjek Penelitian SR Subjek Penelitian SR 0 1 2 3 4 TOTAL LC C FA IA RT Differentiated Instruction TingkatPre Post Secara umum subjek penelitian SR tidak mengalami peningkatan kemampuan pengajaran differentiated instruction. Peningkatan kemampuan terjadi pada prinsip instructional arrangements dan penurunan kemampuan untuk prinsip learning community. 4.2.7.2. Perbedaan Pengajaran Differentiated instruction Subjek SR di Kelas Setelah pelatihan, learning community yang diciptakan subjek SR terasa kurang positif dibandingkan sebelum pelatihan dimana subjek SR dapat menguasai kelas dan menciptakan lingkungan kelas dimana semua siswa fokus dan aktif dalam belajar. Siswa juga diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan diapresiasi untuk menyampaikan pendapat yang berbeda. Setelah pelatihan subjek SR terlihat kurang fokus kepada siswa, sehingga siswa pun menjadi kurang fokus dan kurang terarah dalam belajar. Pada prinsip curriculum baik sebelum maupun setelah pelatihan subjek SR terlihat mengarahkan kurikulum untuk siswa dapat memahami konsep penting dan materi secara bertahap dengan selalu memastikan pemahaman siswa dan memberikan contoh konkrit dengan persoalan yang dekat dengan kehidupan siswa. Namun subjek SR belum mengarahkan siswa untuk memahami pentingnya materi yang disampaikan untuk kehidupan sehari-hari, baru terbatas pada mendapatkan poin dari guru. Pada prinsip formative assessment, sebelum pelatihan subjek SR melakukan penilaian formatif secara berkala dan dengan cara yang bervariasi, namun menginformasikan kepada siswa seakan-akan penilaian tersebut hanya sebagai cara siswa untuk mendapatkan nilai baik. Meskipun demikian, hasil penilaian formatif sudah digunakan untuk membuat penyesuaian pengajaran, seperti lebih mendalami soal yang belum dijawab siswa dengan tepat dan mendalami lagi materi terkait soal tersebut. Hanya saja terkadang subjek SR menggunakan penilaian formatif kelas lain untuk melakukan penyesuaian pengajaran pada kelas tertentu. Setelah pelatihan tampak bahwa subjek SR sudah melakukan penilaian formatif jauh sebelum pengajaran dilakukan, sehingga dapat merencanakan penyampaian materi yang sesuai dengan kondisi terbaru siswa. Pada prinsip instructional arrangements, sebelum pelatihan subjek SR menyampaikan materi dengan sangat konkrit dan terstruktur dari yang mudah ke sulit membuat siswa dengan kemampuan di bawah mudah memahami. Hanya saja hal tersebut memungkinkan siswa gifted menjadi tidak sabar. Selain itu, pembahasan soal membuat siswa bergantung pada guru, tidak diarahkan untuk siswa dapat saling membantu. Setelah pelatihan, subjek SR terlihat berupaya memenuhi kebutuhan belajar siswa gifted dengan memberikan pertanyaan mengenai konsep yang lebih tinggi dan mengarahkan siswa gifted untuk mencari penjelasan mengenai pertanyaan yang diberikan untuk kemudian memberikan penjelasan kepada siswa yang lain. Pada prinsip respectful tasks, sebelum pelatihan subjek SR memberikan tugas yang membuat siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan, dan memberikan bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar setiap siswa. Selain itu juga menentukan tahapan aktivitas pengerjaan tugas sehingga siswa dapat terus fokus pada konsep penting yang harus dikuasai. Hanya saja, tugas yang diberikan masih fokus pada siswa dengan kemampuan rendah, belum memberikan tantangan bagi siswa dengan kemampuan lebih, dan terkadang mengabaikan pertanyaan mengenai konsep yang lebih tinggi dari siswa gifted. Perubahan yang terlihat setelah pelatihan adalah lebih memperhatikan siswa gifte d dengan memfasilitasi pertanyaan yang diberikan. 4.2.7.3. Hasil Observasi dan Penilaian Berdasarkan hasil observasi dan penilaian selama proses pelatihan tampak bahwa subjek SR sebenarnya sudah memiliki pemahaman mengenai konsep differentiated instruction dan pengaplikasiannya. Ia dapat memberikan penjelasan
mengenai karakteristik utama yang harus diperhatikan dari siswa dalam membuat perencanaan pengajaran, dan sudah mempertimbangkan hambatan dan strategi yang mungkin ditemui dalam pengajaran di kelas. Selama menjalani proses pelatihan, subjek SR terlibat cukup aktif dan terlihat berupaya memahami materi yang disampaikan fasilitator dengan menganalogikannya kepada pengalaman pribadinya, dengan menyampaikan pertanyaan mengenai kesesuaian antara pengalaman dengan materi yang disampaikan. Namun selama proses pelatihan tampak bahwa subjek SR sangat tegang dan takut terhadap penilaian yang diberikan oleh fasilitator. Ia tampak tegang dan ragu dalam menyampaikan pendapat. Hal ini memungkinkan pemahaman dan kemampuan yang dimiliki tidak dapat diekspresikan dengan tepat. Saat dilakukan pengukuran setelah pelatihan, subjek SR terlihat belum berhasil mengatasi ketegangannya dan sempat menolak untuk diobservasi. Akibatnya, subjek SR terlihat kurang fokus dalam melaksanakan pengajaran di kelas. 4.3. Hasil Proses Pelatihan Sebelum diberikan perlakuan (treatment) diperoleh data bahwa subjek penelitian memerlukan peningkatan kemampuan penerapan differentiated instruction pada setiap prinsipnya. Oleh karena itu perlakuan (pelatihan) diberi kan pada seluruh subjek penelitian berkaitan dengan kelima prinsip dasar differentiated instruction dengan metode penyampaian materi berdasarkan sembilan tahapan instruksional Gagne (1985)40 . Melalui pelatihan ini subjek penelitian akan mempelajari materi differentiated instruction melalui aktivitas aktivitas yang saling berkesinambungan satu sama lain dan pembahasannya dikaitkan dengan kondisi kelas yang biasa dialami dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan dapat memenuhi prinsip subjek penelitian sebagai orang dewasa yang lebih menyenangi hal yang bersifat konkrit daripada abstrak, perlu mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan materi baru, dan ingin mengaplikasikan hal yang baru dipelajari dalam pekerjaannya. Dalam pelatihan differentiated instruction ini materi disampaikan melalui empat sesi yang berbeda. Dimana selain keempat sesi penyampaian materi tersebut terdapat beberapa sesi lain untuk memantapkan proses belajar yang dialami oleh subjek penelitian, yaitu: sesi pembukaan, kontrak belajar, ice breaking, energizer dan penutup. 4.3.1. Kontrak Belajar Kontrak belajar dilakukan dengan menginformasikan gambaran umum pelatihan yang akan dilakukan mencakup: tujuan, keterkaitan materi pelatihan dengan tugas subjek penelitian sebagai guru inklusi, aktivitas yang akan dilakukan, peran subjek penelitian dan fasilitator dalam mencapai tujuan belajar , serta iklim belajar yang ingin dibangun. Hal ini penting dilakukan karena subjek
penelitian sebagai orang dewasa akan lebih efektif belajar ketika mengenali kebutuhan untuk belajar, dan lebih senang mempelajari hal yang bersifat konkrit daripada abstrak. 4.3.2. Ice Breaking Ice breaking dilakukan untuk menciptakan iklim belajar yang positif, sehingga subjek penelitian akan lebih siap mempelajari materi yang akan diberikan. Ice breaking dilakukan dengan subjek penelitian melakukan penghitungan secara berurutan dimana untuk angka tertentu penghitungan dilakukan dengan merubah angka dengan ucapan yang telah ditentukan. Aktivitas ini dipilih sebagai ice breaking karena selain bisa menciptakan lingkungan yang informal yang diperlukan subjek penelitian sebagai orang dewasa, juga bisa mengantarkan fasilitator untuk melakukan pembahasan mengenai kemungkinan materi yang diberikan dalam pelatihan akan merubah beberapa kebiasaan dan jalan berpikir subjek penelitian mengenai pengajaran kelas inklusi. 4.3.3. Sesi 1 Langkah Perencanaan Pengajaran 4.3.3.1. Dasar Pemikiran Materi pertama yang diberikan berkaitan dengan langkah perencanaan pengajaran sebagai hal yang penting dalam kesuksesan pengajaran di kelas inklusi. Materi ini penting untuk disampaikan pertama kali karena differentiated
instruction untuk subjek penelitian bisa menerapkan differentiated instruction secara efektif diperlukan perencanaan yang komprehensif mengenai proses pembelajaran yang akan dilakukan. Tujuan yang ingin dicapai melalui materi ini adalah subjek penelitian paham aspek-aspek penting yang harus dilakukan dan dipertimbangkan dalam mempersiapkan pengajaran bagi kelas inklusi. Sesuai dengan hasil analisa kebutuhan yang diperoleh bahwa subjek penelitian belum menetapkan tujuan belajar yang spesifik terkait dengan kemampuan berpikir siswa yang ingin dicapai serta bahwa subjek penelitian masih berupaya memenuhi kebutuhan siswa secara individual, maka fokus utama penyampaian materi adalah pada langkah perencanaan tujuan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan langkah melakukan pertimbangan kompetensi yang belum dimiliki siswa dalam mempelajari materi sebagai kebutuhan belajar utama siswa yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengajaran. 4.3.3.2. Tahapan Aktivitas Instruksional Sesi pertama ini diawali dengan menarik perhatian subjek penelitian kepada materi yang akan disampaikan dengan menampilkan sebuah slide gambar seseorang yang memakai sepatu dan baju dengan ukuran yang terlalu besar disertai tulisan one size does not fit all. Fasilitator kemudian meminta subjek penelitian untuk menyebutkan apa yang mereka pikirkan saat melihat slide tersebut sebagai upaya untuk memfokuskan subjek penelitian akan pentingnya materi yang akan disampaikan. Melalui slide ini disampaikan bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan belajar yang berbeda sehingga tidak bisa dipenuhi dengan satu pengajaran yang seragam untuk semua tanpa didahului pembuatan rencana pengajaran yang tepat sesuai kebutuhan belajar siswa. Setelah seluruh subjek penelitian terlihat fokus ke dalam diskusi yang dilakukan, kemudian fasilitator menyampaikan tujuan dari sesi ini yaitu untuk subjek penelitian memahami langkah perencanaan pengajaran bagi kelas inklusi. Dengan mengetahui tujuan belajar yang ingin dicapai diharapkan subjek penelitian akan lebih termotivasi untuk mencapai tujuan tersebut. Aktivitas instruksional yang selanjutnya adalah merangsang pengetahuan sebelum yang dimiliki subjek penelitian. Aktivitas ini dilakukan dengan secara berkelompok seluruh subjek penelitian diminta untuk mendiskusikan langkahlangkah
perencanaan pengajaran yang biasanya mereka lakukan. Hal ini dilakukan agar sebelum diberikan materi mengenai langkah perencanaan pengajaran bagi kelas inklusi subjek penelitian terlebih dahulu mengingat (recalling) pengetahua n yang sudah mereka miliki berkenaan dengan hal tersebut. Hal ini menjadi penting karena subjek penelitian merupakan orang dewasa yang memiliki kebutuhan untuk mengintegrasikan pengalaman masa lalunya dengan materi baru. Hal yang terlihat berdasarkan hasil presentasi setiap kelompok adalah bahwa tidak semua subjek penelitian menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dalam melakukan perencanaan pengajaran. Beberapa subjek penelitian tampak memulai perencanaan pengajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa melalui gaya belajar, kemampuan sosial, multiple intelligence, dan lain-lain yang bukan merupakan aspek utama dari karakteristik yang harus dijadikan pertimbangan dalam merancang proses pembelajaran. Selain itu tampak bahwa pemahaman subjek penelitian mengenai gaya belajar tidak sesuai dengan seharusnya, yang menyebabkan penerapannya dalam proses pembelajaran menjadi tidak tepat. Misalnya dalam pelajaran IPA mengenai peredaran darah guru mengartikan gaya belajar kinestetik sebagai pergerakan siswa karena perintah yang diberikan untuk siswa bergerak mengitari jalur aliran darah membuat mereka lebih memahami materi yang diajarkan. Kondisi ini memungkinkan subjek penelitian pada akhirnya lebih banyak memperhatikan keunikan dari masing-masing siswa yang dihadapi sehingga tujuan pembelajaran menjadi tidak sesuai dengan karakteristik berpikir siswa yang harus dicapai melalui proses pengajaran yang diberikan. Hal ini juga memungkinkan subjek penelitian menjadi tidak fokus dalam mengelola proses belajar akibat kelelahan yang akan dirasakan dalam upaya memenuhi gaya belajar individual siswa yang sangat beragam. Berdasarkan hasil recall ini secara keseluruhan tampak bahwa pemahaman subjek penelitian mengenai tugas guru adalah menyampaikan materi dengan metode yang sesuai dengan gaya belajar siswa (audio, visual, kinsetetik) yang membuat subjek penelitian pada akhirnya menemui kesulitan dalam proses pengajaran secara klasikal karena lebih banyak memperhatikan keunikan dari masing-masing siswa. Subjek penelitian belum mempertimbangkan bahwa pengajaran secara visual dan auditori memang harus dilakukan untuk memperbesar penerimaan siswa terhadap materi yang disampaikan, bukan sebagai upaya untuk memenuhi gaya belajar visual dan auditori. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum diberikan materi, pemahaman subjek penelitian mengenai tugas guru dan gaya belajar siswa belum menyeluruh. Subjek penelitian belum paham bahwa tugas guru adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dan bahwa terdapat perbedaan antara gaya belajar dan perkembangan kemampuan berpikir siswa (kinsetetik . sensori motor). Setelah subjek penelitian mengingat kembali dan menyampaikan apa yang selama ini mereka pahami tentang langkah-langkah persiapan pengajaran, kemudian dengan menggunakan infocus ditayangkan materi dalam bentuk film animal school. Film animal school bercerita tentang sekolah binatang dimana beberapa jenis binatang bersekolah di tempat yang sama dan diharuskan mempelajari 4 materi dengan cara dan tingkat kesulitan yang sama. Akibatnya, beberapa binatang mengalami masalah dan bahkan beberapa binatang tidak berhasil melanjutkan sekolah. Film ini disampaikan sebagai materi untuk memberi subjek penelitian insight bahwa setiap siswa di kelas inklusi yang mereka ajar memiliki kebutuhan belajar yang berbeda-beda sehingga ketika setiap siswa diharuskan mempelajari materi dengan tingkat kesulitan yang sama dan dengan cara yang sama, akan ada siswa yang pada akhirnya tidak berhasil mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil observasi saat penayangan dan saat mendiskusikan film tampak bahwa tujuan pemutaran film untuk menggugah kesadaran subjek penelitian tentang keberagaman kebutuhan belajar siswa berhasil (semua subjek penelitian fokus menonton, beberapa subjek penelitian menonton sambil menganggukkan kepala, dan beberapa subjek penelitian lain menonton sambil menggumam iya, betul). Saat mendiskusikan film, subjek I dan DD menyampaikan maksud yang tersirat dalam film dengan mengulang kata-kata yang terdapat di dalam film tersebut tanpa dikaitkan dengan kondisi yang ia hadapi di kelas. Setelah diperdalam melalui proses diskusi tampak bahwa pemahaman subjek penelitian mengenai kebutuhan belajar siswa yang beragam memang masih terbatas pada pemahaman subjek penelitian mengenai karakteristik siswa (IQ, gaya belajar, kemampuan sosial, multiple intelligence, dll), yang buk an merupakan karakteristik utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengajaran Diskusi mengenai film dilakukan sebagai tahap instruksional eliciting performance/practice untuk subjek penelitian dapat memperdalam pemahaman mengenai film tersebut terkait dengan perencanaan pengajaran kelas inklusi. Proses diskusi yang berlangsung juga membuat subjek penelitian dapat langsung memperoleh umpan balik mengenai ketepatan konsep perencanaan pengajaran yang mereka pahami. Berdasarkan hasil ini tampak bahwa pengetahuan sebelum yang dimiliki subjek penelitian mengenai tugas guru untuk memenuhi kebutuhan individual siswa, dan karakteristik siswa yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan pengajaran (IQ, kemampuan sosial, gaya belajar, multiple intelligence, dll) membuat subjek penelitian mengalami kesulitan untuk dengan cepat menerima materi baru yang disampaikan bahwa tugas guru adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bahwa karakteristik siswa yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pengajaran secara klasikal di kelas inklusi adalah kompetensi apa yang saat ini belum dimiliki siswa untuk bisa memahami suatu materi. Hal ini terlihat dari ekspresi subjek penelitian selama sesi pembahasan berlangsung dimana subjek penelitian tampak bingung (dahi berkerut, suasana menjadi lebih serius, dan secara keseluruhan subjek penelitian
menjadi lebih pasif). Hanya ada 1 subjek penelitian (F) yang pada akhirnya menyebutkan kecepatan pemahaman konsep sebagai karakteristik siswa yang harus diperhatikan. Setelah sesi ini selesai tampak bahwa subjek penelitian mencoba menghayati materi dengan menganalogikan pengalamannya dikaitkan dengan konsep yang diberikan fasilitator. Beberapa subjek penelitian mencoba menghubungkan konsep mengenai akomodasi terhadap gaya belajar siswa dengan pengajaran yang selama ini mereka lakukan, sedangkan beberapa subjek penelitian yang lain mencoba menghubungkan konsep intervensi yang berlebih dengan bentuk adaptasi yang selama ini mereka lakukan bagi siswa berkebutuhan khusus. Salah satunya adalah subjek penelitian (SR) yang ketika sesi coffee brea k (setelah sesi ini selesai) bertanya kepada fasilitator apakah yang mereka lakuka n selama ini (memindahkan siswa yang sulit konsentrasi ke ruangan yang lebih sepi,
menginstruksikan siswa disleksia untuk menutupi bagian tulisan yang tidak sedang dibaca, dll) merupakan hal yang salah (tidak mengembangkan kemampuan berpikir siswa). Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengendapkan materi yang baru saja diperoleh karena materi tersebut tidak sesuai dengan pemahaman yang sudah mereka miliki selama ini. Hal ini sesuai dengan hasil diskusi peneliti dengan koordinator learning support unit bahwa pada umumnya subjek penelitian pelatihan merupakan individu yang agak sulit untuk menerima sesuatu yang berbeda dan berdasarkan pengalaman pelatihan sebelumnya, memerlukan pengendapan yang cukup lama untuk bisa memahami suatu materi. Setelah subjek penelitian memperoleh umpan balik mengenai ketepatan konsep yang dipahami, kemudian dilakukan penilaian terhadap hasil belajar dengan meminta setiap subjek penelitian untuk memberikan penjelasan secara tertulis mengenai definisi kebutuhan belajar siswa dan menjelaskan langkahlangka h yang harus dilakukan dan direncanakan dalam membuat perencanaan pengajaran. Data mengenai hasil belajar subjek penelitian merupakan hal yang penting karena penyampaian materi secara berkesinambungan dalam pelatihan ini membuat fasilitator harus memastikan pemahaman subjek penelitian terhadap suatu konsep dasar sebelum memulai penyampaian materi mengenai konsep yang lebih tinggi di sesi selanjutnya. Sesi ini kemudian ditutup dengan fasilitator mengusahakan transfer antara materi yang disampaikan dengan tugas subjek penelitian sebagai guru kelas inklusi. Dalam tahapan instruksional ini fasilitator menegaskan kembali mengenai
pentingnya lagkah yang tepat dalam melakukan perencanaan pengajaran bagi kelas inklusi. 4.3.3.3 Hasil Belajar Subjek Penelitian Berdasarkan proses yang dilakukan sejak tahap instruksional pertama disertai hasil tertulis subjek penelitian, tampak bahwa hanya 1 orang subjek penelitian (F) yang menyatakan pentingnya tujuan belajar dikaitkan dengan perkembangan kemampuan berpikir siswa, 3 subjek penelitian (I, EO, SR) baru sebatas mengkaitkan penentuan tujuan dengan kurikulum yang ditentukan, dan 3 orang subjek penelitian (DD, LR, DN) belum menjadikan tujuan belajar sebagai dasar dalam merancang pembelajaran. Sedangkan untuk analisa kebutuhan siswa, terdapat 4 subjek penelitian (I, F, EO, SR) yang sudah mengkaitkan kebutuhan belajar siswa dengan kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa memahami materi tertentu, sedangkan 3 subjek penelitian lainnya (DD, LR, DN) masih menyoroti aspek yang kurang penting dari karakteristik siswa. Secara keseluruhan terdapat 4 subjek penelitian (I, F, EO, SR) yang sudah dapat memberikan penjelasan yang sesuai mengenai langkah-langkah perencanaan yang harus dilakukan, sedangkan 3 subjek penelitian lain (DD, LR, DN) belum memberikan penjelasan yang sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil observasi selama proses diskusi kelompok dan pembahasan di kelas besar, tampak bahwa subjek penelitian DD sejak awal cenderung pasif dan harus selalu didorong untuk mengajukan pendapat sehingga hasil belajar hanya bisa terlihat berdasarkan
apa yang ia tuliskan, sedangkan subjek penelitian DN dan subjek penelitian LR berada di kelompok yang cenderung pasif, sehinga tidak banyak mendiskusikan permasalahan yang disampaikan failitator. Selain itu, dari keseluruhan subjek penelitian, baru 2 subjek penelitian (I, SR) yang memberikan penjelasan mengenai langkah mempertimbangkan hambatan yang mungkin muncul saat melaksanakan pengajaran yang direncanakan, serta mempersiapkan strategi untuk mengatasi hambatan tersebut. Namun, hambatan yang disampaikan masih terbatas pada hambatan dari internal guru yang bersangkutan, bukan hambatan yang mungkin ditemui siswa. Hal ini kemungkinan besar terjadi karena pembahasan yang dilakukan oleh fasilitator lebih fokus pada langkah penentuan tujuan belajar dan langkah mempertimbangkan karakteristik siswa, sehingga langkah mempertimbangkan hambatan dan strategi tidak banyak dibahas dan disampaikan kepada subjek penelitian. 4.3.3.4. Kesimpulan Berdasarkan uraian tersebut, secara umum tampak bahwa materi yang diberikan pada sesi pertama differentiated instruction dapat mengembangkan pemahaman subjek penelitian mengenai langkah-langkah persiapan pembelajaran yang harus dilakukan, terutama dikaitkan dengan tugas guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dan untuk mempertimbangkan kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk mempelajari materi tertentu. Hal ini terlihat dari terdapat 4 orang subjek penelitian yang setelah mengikuti pelatiha n dapat memberikan penjelasan mengenai kedua hal tersebut, dibandingkan sebelumnya dimana berdasarkan hasil diskusi kelompok dan hasil presentasi kelompok tampak bahwa pemahaman seluruh subjek penelitian mengenai tugas guru dan karakteristik siswa belum mencakup hal yang esensial tersebut. 4.3.4. Sesi 2 Differentiated instruction Sebagai Pengajaran untuk Kelas Inklusi 4.3.4.1. Dasar Pemikiran Materi yang disampaikan kedua adalah materi mengenai differentiated instruction sebagai pengajaran untuk kelas inklusi. Materi ini disampaikan karen a sesuai dengan tujuan pelatihan untuk subjek penelitian mampu mengaplikasikan pengajaran differentiated instruction maka subjek penelitian terlebih dahulu diberikan pemahaman mengenai pengajaran differentiated instruction itu sendiri yang menurut Taksonomi Bloom harus terlebih dahulu dikuasai subjek penelitian sebelum dapat mencapai tujuan belajar mampu mengaplikasikan. 4.3.4.2. Tahapan Aktivitas Instruksional Tahap instruksional yang pertama dilakukan adalah menunjukkan dan mendiskusikan slide yang berisi gambar para pemain baseball bersama pelatih mereka dengan tulisan Baseball Camp: Sebuah Metafora Diferensiasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menarik perhatian dan mengecek pemahaman subjek penelitian mengenai materi yang telah disampaikan sebelumnya. Melalui aktivitas ini subjek penelitian diminta untuk menginterprestasikan (interpreting ) ke dalam bentuk kata-kata, gambar yang menyiratkan terdapat perbedaan kebutuhan belajar siswa dan pentingnya perencanaan dalam melakukan pengajaran agar semua siswa dapat mencapai tujuan belajar yang sama. Selain itu,
maksud lain dari gambar tersebut adalah bahwa pelatih baseball bisa mengantarkan timnya untuk mencapai juara meskipun setiap anggota tim memiliki peran yang berbeda karena melakukan pengajaran yang tepat bagi kebutuhan belajar setiap anggotanya, dimana pengajaran yang dilakukan tersebut merupakan differentiated instruction. Dalam menjawab pertanyaan fasilitator tentang maksud dari gambar, subjek penelitian DN dan F menyampaikan asosiasi antara baseball camp dengan kelas inklusi yang mereka ajar. Subjek penelitian DN mengasosiasikan setiap peran dalam tim baseball dengan siswa yang terdapat di kelas inklusi, sedangkan subjek
penelitian F selain mengasosiasikan hal tersebut juga mengasosiasikan pelatih baseball dengan guru inklusi. Bahwa dengan pelatih yang melakukan proses latihan dengan tepat maka tim dapat mencapai tujuan belajar yang sama, yaitu menang di dalam pertandingan. Menurutnya hal ini sama dengan guru inklusi dimana dengan guru melakukan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan setiap siswa maka setiap siswa dapat mencapai standar yang sama. Berdasarkan jawaban yang diberikan tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian sudah memiliki pemahaman mengenai perbedaan kebutuhan belajar siswa yang harus difasilitasi oleh guru dengan melakukan pengajaran yang tepat. Tahap stumulate recall of prior knowledge dalam sesi ini dilakukan dengan meminta subjek penelitian berdiskusi di dalam kelompok mengenai pengajaran yang biasanya mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. Melalui tahap ini diharapkan subjek penelitian akan lebih mudah mengintegrasikan materi yang akan disampaikan dengan pengalaman yang sudah dimiliki. Berdasarkan hasil presentasi diperoleh data bahwa subjek penelitian sudah berupaya melakukan adaptasi terhadap proses belajar siswa berkebutuhan khusus namun lebih untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa secara individual bukan untuk memenuhi kebutuhan beragam siswa melalui pengajaran yang tepat secara klasikal. Setelah itu fasilitator kemudian menyampaikan materi differentiated instruction yaitu definisi, tujuan, perbedaan pengajaran differentiated instruct ion dan pengajaran non-differentiated instruction, serta lima prinsip dasar yang har us dilakukan guru dalam melakukan differentiated instruction di kelas inklusi. Mate ri disampaikan dengan slide yang ditayangkan melalui infocus dan handout yang dipegang oleh setiap subjek penelitian. Saat penyampaian materi tersebut subjek penelitian EO bertanya apakah konsep peer teaching (siswa yang pandai mendampingi siswa yang kurang pandai) yang selama ini mereka lakukan tidak sesuai dengan differentiated instruction, karena berdasarkan materi yang mereka terima differentiated instruction bukan merupakan instruksi individual. Untuk menjawab pertanyaan tersebut fasilitator menyampaikan kembali pembahasan materi sesi sebelumnya yang tampak belum dipahami subjek penelitian, yaitu mengenai penentuan suatu intervensi dikatakan berlebihan dikaitkan dengan tugas guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pembahasan mengenai hal ini disampaikan saat fasilitator memberikan penjelasan mengenai prinsip respectful tasks, yaitu bahwa ketika siswa gifted masih memiliki waktu karena berhasil menyelesaikan tugas individualnya lebih cepat, itu bisa menandakan bahwa tugas yang diberikan guru masih berada di bawah kemampuannya. Siswa gifted boleh diminta bantuan untuk mendampingi temannya selama tugas individual yang diberikan guru memang sudah mengembangkan kemampuan berpikirnya yang lebih tinggi dibandingkan ratarata teman sekelasnya. Saat fasilitator memberikan penjelasan tersebut, tampak beberapa subjek penelitian mengangguk-anggukkan kepala yang menandakan pemahaman mereka terhadap materi yang disampaikan, disertai ekspresi wajah lega bahwa yang selama ini mereka lakukan bukanlah sesuatu yang salah. Setelah materi disampaikan kemudian fasilitator memberi learning guidance dengan memberikan arahan pertanyaan yang harus didiskusikan subjek penelitian di dalam kelompok, berkaitan dengan contoh kasus yang disampaikan. Proses diskusi dilakukan sebagai sarana untuk subjek penelitian dapat memantapkan kembali materi yang telah diperoleh. Sebelum melakukan pembahasan kasus secara kelompok, subjek penelitian diminta untuk terlebih dahulu membahas kasus secara individual. Pada saat pembahasan kasus secara berkelompok tampak seluruh kelompok hanya menggunakan waktu diskusi untuk menuliskan hasil pembahasan dari setiap anggota kelompok tanpa disertai diskusi mengenai hasil individual tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan hasil diskusi tidak banyak yang bisa diperoleh tentang pemahaman subjek penelitian mengenai strategi dalam melakukan prinsip differentuated instruction sebagai pengajaran bagi siswa dengan karakteristik beragam sebagai tujuan yang ingin dicapai melalui penyampaian materi di sesi ini. Sesi pemberian umpan balik pada hasil belajar subjek penelitian berjalan dengan kurang lancar. Saat fasilitator memberikan umpan balik mengenai hasil presentasi pembahasan kasus, lingkungan belajar terasa sangat tegang dimana subjek penelitian tampak semakin pasif dan secara halus memberikan penolakan untuk menyatakan pendapatnya. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh keberadaan fasilitator yang dirasakan sebagai sosok otoritas disertai overloadny a materi yang harus diolah oleh subjek penelitian. Subjek penelitian menjadi memerlukan waktu lebih lama untuk melakukan penyesuaian terhadap materi yang diperoleh dengan frame berpikir yang selama ini sudah mereka miliki mengenai pengajaran dan pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian terhadap pemahaman subjek penelitian pada sesi ini hanya bisa diperoleh melalui hasil pembahasan individual subjek penelitian secara tertulis. Setelah semua tahapan aktivitas instruksional sebelumnya sudah dilakukan kemudian fasilitator menutup sesi ini dengan mengusahakan transfer antara materi
yang sudah dibahas dengan tugas pengajaran yang dilakukan subjek penelitian sehari-hari. Bahwa untuk mengajar kelas inklusi dengan adanya siswa berkebutuhan khusus gifted, ADHD dan disleksia, guru dapat melakukan pengajaran differentiated instruction dengan menampilkan tingkah laku pengajaran yang sesuai dengan kelima prinsip dasar differentiated instruction. 4.3.4.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian Berdasarkan hasil pembahasan kasus individual diperoleh bahwa hanya terdapat 2 subjek penelitian (I, SR) yang memperoleh skor cukup baik untuk pemahaman seluruh prinsip differentiated instruction. Prinsip yang paling dipahami subjek penelitian (hanya terdapat 2 subjek penelitian yang memperoleh nilai rendah LR, DN) adalah prinsip learning community, sedangkan prinsip yang belum dipahami oleh banyak subjek penelitian adalah prinsip instructional arrangements (Hanya terdapat 2 subjek penelitian yang memperoleh nilai baik I, SR) dan prinsip respectful task (Hanya terdapat 1 subjek penelitian yang memperoleh nilai baik DN). Terdapat kemungkinan bahwa rendahnya nilai pembahasan kasus yang didapatkan subjek penelitian tidak sepenuhnya menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap prinsip differentiated instruction. Hal tersebut dapat saja disebabkan oleh form penulisan jawaban yang tidak terlalu luas sehingga subjek penelitian kurang leluasa menuliskan penjelasan mengenai pembahasannya. Akibatnya banyak subjek penelitian memperoleh nilai kurang baik karena hanya sekedar menyebutkan perilaku dan mengklasifikasikannya dalam prinsip differentiated instruction tanpa memberikan penjelasan tentang jawabannya tersebut, yang menjadi tuntutan pada sesi ini. Sedangkan aktivitas diskusi kelompok yang kurang terarah membuat penilaian pemahaman subjek penelitian mengenai differentiated instruction tidak dapat dilengkapi dengan hasil proses diskusi kelompok yang terjadi. Oleh karena itu, pada sesi ini tidak dapat dipastikan sepenuhnya apakah proses berpikir subjek penelitian terhadap materi baru sampai level memperoleh pengetahuan, atau sudah sampai ke level memahami namun tidak menuliskan penjelasan mengenai pemahamannya tersebut. Namun pada sesi energizer setelah sesi ini, fasilitator meminta setiap subjek penelitian untuk menuliskan vocabulary yang diperoleh sejak sesi pertama dan semua subjek penelitian menuliskan salah satu prinsip differentiated instruction
sebagai vocabulary baru yang mereka peroleh melalui pelatihan ini. Beberapa subjek penelitian (I, F, DN, EO, SR) sudah dapat memberikan penjelasan yang menyeluruh mengenai prinsip tersebut, sedangkan beberapa subjek penelitian yang lain hanya sekedar mengulang penjelasan yang diberikan oleh fasilitator mengenai prinsip tersebut (DD, LR). 4.3.4.4. Kesimpulan Secara umum tampak bahwa materi yang diberikan pada sesi kedua differentiated instruction dapat mengembangkan pemahaman subjek penelitian mengenai differentiated instruction, namun untuk selanjutnya observer kelompok dapat memandu proses diskusi kelompok agar setiap subjek penelitian dapat menyampaikan pembahasannya mengenai kasus, sehingga penilaian mengenai pemahaman subjek penelitian mengenai materi yang disampaikan tidak hanya berdasarkan hasil pembahasan kasus secara tertulis. 4.3.5. Energizer Energizer dilakukan untuk kembali mengkondisikan subjek penelitian ke dalam proses belajar setelah beristirahat makan siang. Aktivitas energizer yang direncanakan sebelumnya adalah dengan melakukan permainan yang menuntut subjek penelitian untuk bergerak dengan bersemangat dan menuntut konsentrasi. Namun berdasarkan hasil evaluasi fasilitator terhadap proses pelatihan yang tela h berlangsung bahwa subjek penelitian memerlukan aktivitas untuk menstrukturkan materi yang sudah diperoleh, maka aktivitas energizer diubah menjadi subjek penelitian secara bergiliran menuliskan dan menceritakan vocabulary baru yang mereka peroleh melalui pelatihan ini. 4.3.6. Sesi 3 Rencana Program Pengajaran (RPP) 4.3.6.1. Dasar Pemikiran Materi yang disampaikan di sesi ketiga adalah materi mengenai pembuatan Rencana Program Pembelajaran (RPP) dalam mengaplikasikan differentiated instruction. Pembuatan RPP dipilih sebagai sarana subjek penelitian untuk mengaplikasikan pemahaman differentiated instruction yang sudah diperoleh karena RPP merupakan suatu dokumen tertulis yang harus dipersiapkan oleh subjek penelitian sebelum melakukan pembelajaran. RPP yang dibuat harus mencakup tujuan belajar dan proses pembelajaran yang direncanakan untuk siswa dapat mencapai tujuan tersebut. RPP juga dijadikan sebagai materi yang disampaikan melalui pelatihan karena berdasarkan hasil data awal mengenai RPP yang dibuat subjek penelitian, tampak bahwa baru 3 subjek penelitian (LR, EO, SR) yang telah menuliskan tujuan belajar yang spesifik mengenai kemampuan berpikir yang harus dicapai siswa dan baru 2 subjek penelitian (EO, SR) yang merancang aktivitas belajar secara spesifik dan terarah untuk siswa dapat memahami konsep dasar dari materi yang disampaikan. Sedangkan secara umum, belum ada RPP subjek penelitian yang mencantumkan dan menggambarkan konsep kunci yang harus dipahami oleh siswa. 4.3.6.2. Tahapan Aktivitas Instruksional Tahap aktivitas instruksional gain attention dilakukan dengan menampilkan slide bergambar yang bertuliskan guru saya tidak memperhatikan halaman 51, seperti yang dia lakukan pada saya. Maksud dari slide tersebut adalah bahwa terkadang guru mengabaikan materi tertentu karena dianggap tidak penting untuk siswa, padahal sebenarnya materi itulah yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Setelah semua subjek penelitian terlihat fokus melihat slide, fasilitator
kemudian menginformasikan tujuan belajar pada sesi ini, yaitu melakukan aktivitas diskusi kelompok untuk merancang Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang sesuai untuk menerapkan pengajaran differentiated instruction. Tahap stimulate recall of prior knowledge dilakukan dengan subjek penelitian membahas kelebihan dan kelemahan beberapa RPP yang pernah mereka buat sebelumnya, dikaitkan dengan penerapan prinsip differentiated instruction pada RPP tersebut. Hal ini dilakukan agar subjek penelitian dapat le bih mudah mengintegrasikan materi mengenai aspek-aspek penting RPP dalam menerapkan differentiated instruction dengan aplikasi yang selama ini sudah mereka lakukan. Saat setiap kelompok mempresentasikan hasil pembahasan mengenai RPP yang diperoleh, tampak bahwa sebenarnya subjek penelitian sudah memiliki pemahaman mengenai penerapan differentiated instruction dalam RPP, dengan dapat menyebutkan aspek RPP yang sesuai dan yang kurang sesuai dalam menerapkan differentiated instruction. Hanya saja, subjek penelitian tampak ragu ragu dalam mengekspresikan pendapatnya. Tampaknya hal ini terjadi karena persepsi subjek penelitian mengenai fasilitator sebagai figur otoritas membuat kurang terciptanya iklim yang kondusif bagi proses belajar subjek penelitian. Ol eh karena itu pada sesi ini fasilitator utama mundur dan digantikan tugasnya oleh fasilitator yang lain. Selain itu juga dilakukan apresiasi terhadap apa yang sud ah subjek penelitian lakukan selama ini, dengan menunjukkan bahwa sebenarnya sebelum mengikuti pelatihan ini pun terdapat beberapa aspek differentiated instruction yang sudah subjek penelitian lakukan dalam pengajaran di kelas. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kembali rasa percaya diri dan mengilangkan rasa takut disalahkan yang dirasakan subjek penelitian. Berdasarkan ativitas stimulate recall of prior knowledge ini tampak beberapa subjek penelitian terinsight bahwa penulisan tujuan belajar yang selama
ini mereka tuliskan dalam RPP belum menunjukkan secara spesifik kemampuan berpikir apa yang harus dicapai oleh siswa, yang menyebabkan aktivitas belajar yang mereka rancang menjadi kurang terarah untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pada akhir sesi ini, subjek penelitian I menanyakan cara menuliskan tujuan belajar yang tepat. Namun, karena hal tersebut bukan merupakan tujuan belajar yang ditetapkan dalam pelatihan ini, maka fasilitator hanya memberikan pengantar singkat mengenai penetapan tujuan belajar dan kemudian mengarahkan subjek penelitian untuk secara mandiri mendalami kembali taksonomi Bloom yang sudah pernah mereka dapatkan sebelumnya. Iklim belajar yang dirasakan sudah tidak kondusif membuat aktivitas pada sesi ini tidak dilaksanakan secara tuntas. Ada beberapa rencana aktivitas instruksional yang ditangguhkan untuk dilanjutkan di pertemuan selanjutnya. Penyampaian materi mengenai Rancangan Program Pembelajaran (RPP) tidak memungkinkan untuk disampaikan saat itu karena subjek penelitian tampak belum berhasil mengatasi emosi negatif yang dirasakan berkaitan dengan konflik yang terjadi dalam pelatihan (perbedaan frame berpikir tentang pengajaran dengan materi yang disampaikan). Pada akhirnya sesi ini ditutup dengan memberi subjek penelitian tugas individual untuk membuat Rancangan Program Pembelajaran (RPP) differentiated instruction. Materi mengenai RPP ini sediri disampaikan melalui handout yang dipegang oleh masing-masing subjek penelitian. Pekerjaan rumah yang harus dibuat oleh subjek penelitian untuk dibahas pada pertemuan selanjutnya adalah membuat Rencana Program Pengajaran (RPP) beserta penjelasan secara tertulis mengenai penerapan differentiated instruction
yang sudah direncanakan dalam Rancangan Program Pembelajaran (RPP) yang dibuat. Hal ini dilakukan untuk mengecek pemahaman subjek penelitian mengenai prinsip differentiated instruction yang sudah diberikan pada sesi-sesi sebelumny a, sehingga fasilitator dapat memastikan bahwa subjek penelitian sudah memiliki pemahaman yang tepat sebagai dasar dalam melakukan aplikasi yang sesuai dengan yang ditujukan dalam pelatihan. 4.3.6.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian Pada pertemuan selanjutnya, berdasarkan RPP yang telah dibuat di rumah terdapat 2 subjek penelitian (LR, EO) yang sudah dapat mengaplikasikan seluruh prinsip differentiated instruction dalam RPP yang dibuat dengan menetapkan tujuan belajar yang jelas dan spesifik, merancang aktivitas belajar yang terarah
dan berkesinambungan untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan menekankan pada penguasaan siswa terhadap konsep kunci dari materi yang disampaikan, serta merancang aktivitas untuk melakukan penilaian formatif terhadap siswa. 2 subjek penelitian lain (F, SR) sudah dapat mengaplikasikan prinsip differentiated instruction dengan menetapkan tujuan belajar yang jelas d an spesifik, serta merancang aktivitas belajar yang terarah dan berkesinambungan untuk siswa dapat mencapai tujuan belajar dengan menekankan pada penguasaan siswa terhadap konsep kunci dari materi yang disampaikan, namun belum menerapkan prinsip formative assessment dengan belum merancang aktivitas penilaian formatif yang jelas untuk menilai kesiapan siswa dalam mempelajari materi yang disampaikan. Sedangkan 3 subjek penelitian lain (DD, I, DN) sudah berupaya menerapkan prinsip curriculum dengan menetapkan tujuan belajar yang spesifik namun belum dituliskan dalam bahasa yang sistematis dan mudah dipahami dan belum menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa. 4.3.6.4. Kesimpulan Secara umum tampak bahwa materi yang diberikan pada sesi ketiga differentiated instruction mengenai penerapan differentiated instruction dalam RPP dapat meningkatkan kemampuan subjek penelitian dalam membuat RPP berdasarkan prinsip differentiated instruction. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
terdapat 4 subjek penelitian yang sudah menuliskan tujuan belajar secara jelas d an spesifik mengenai kemampuan berpikir yang harus dicapai oleh siswa, dan 3 orang subjek penelitian yang sudah menetapkan secara spesifik namun belum dalam bahasa yang sistematis dan mudah dipahami, dibandingkan sebelum pelatihan dimana hanya 3 subjek penelitian yang sudah menuliskan tujuan belajar secara spesifik. Hal ini juga terlihat dari terdapat 4 subjek penelitian yang su dah mencantumkan konsep kunci yang harus dipahami siswa dibandingkan sebelum pelatihan dimana hanya terdapat 1 subjek penelitian yang mencantumkan konsep kunci tersebut. 4.3.7. Sesi 4 Simulasi Pengajaran Differentiated instruction 4.3.7.1. Dasar Pemikiran Materi yang disampaikan pada sesi keempat adalah mengenai penerapan differentiated instruction dalam proses pembelajaran di kelas. Melalui sesi ini subjek penelitian diharapkan dapat memperoleh umpan balik mengenai aplikasi seluruh prinsip differentiated instruction yang sudah diperoleh pada sesi-sesi sebelumnya dalam simulasi proses pembelajaran. Berdasarkan hasil umpan balik tersebut diharapkan subjek penelitian akan dapat melaksanakan pengajaran yang lebih tepat dalam menerapkan differentiated instruction di kelas yang sesungguhnya. 4.3.7.2. Tahapan Aktivitas Instruksional Ada beberapa aktivitas yang dilakukan sebelum sesi ini dilangsungkan, karena sesi keempat ini dilaksanakan seminggu setelah pertemuan pertama pelatihan berlangsung. Jeda waktu seminggu dipilih agar subjek penelitian memiliki waktu untuk mengendapkan materi yang diperoleh pada pertemuan pertama. Berdasarkan hasil diskusi peneliti dengan koordinator learning support unit (LSU) mengenai reaksi subjek penelitian, diperoleh data bahwa pada umumnya setelah mengikuti sesi 1-3, subjek penelitian terinsight tentang tugas guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan tentang differentiated instruction sebagai pengajaran yang dapat membantu mereka untuk memenuhi kebutuhan siswa tanpa melalui pengajaran secara individual. Namun reaksi emosi yang dominan dirasakan oleh subjek penelitian adalah emosi takut, yang membuat mereka merasa tegang dalam menjalani proses pelatihan. Akibatnya, mereka memilih untuk tidak banyak mengekspresikan pendapatnya karena takut mendapatkan respon negatif dari fasilitator. Beberapa diantara mereka juga merasa kesulitan untuk menyimpulkan materi yang diberikan oleh beberapa orang fasilitator. Mereka menemui kesulitan dalam menghubungkan materi yang disampaikan oleh setiap fasilitator tersebut. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa secara emosional subjek pelatihan berada pada kondisi kurang siap untuk melanjutkan pelatihan sesi keempat. Berdasarkan data tersebut, maka sesi keempat dibuka dengan meminta setiap subjek penelitian untuk menuliskan perasaan dan pikirannya saat itu. Dala m kesempatan ini seluruh subjek penelitian menuliskan emosi dan pikiran negatif (tegang, takut, cemas, tidak tahu apa yang akan terjadi, tidak jelas, tidak foku s, lelah, dan lain-lain). Fasilitator mencoba membantu subjek penelitian melepaskan
emosi yang dirasakan dengan membahas satu per satu pikiran dan perasaan yang dituliskan tersebut dan pada akhirnya kembali melakukan kontrak belajar untuk membantu terjadinya proses belajar yang lebih baik bagi subjek penelitian. Penekanan kontrak belajar adalah pada peran fasilitator dan observer, yaitu bahw a fasilitator dan observer bukan sebagai orang yang memberikan penilaian baik/buruk bagi subjek penelitian namun untuk membantu mengembangkan pemahaman dan kemampuan subjek penelitian agar nantinya bisa lebih efektif melaksanakan tugas sebagai guru. Setelah itu, dilakukan sesi ice breaking dimana subjek penelitian diminta untuk menyanyikan lagi burung kakak tua sambil melakukan gerakan topi saya bundar. Aktivitas itu diulang beberapa kali sehingga di akhir aktivitas ini fasilitator melakukan pembahasan dengan mengarahkan subjek penelitian bahwa perubahan atau sesuatu yang baru pasti akan terasa sulit ketika dilakukan pertam a kali, namun akan semakin terasa mudah ketika hal baru tersebut semakin sering dilakukan. Hal ini dianalogikan dengan kesulitan yang mereka rasakan saat mencoba memahami dan mengaplikasikan differentiated instruction yang sudah diperoleh sebelumnya. Setelah subjek penelitian dinilai sudah lebih siap (tidak tegang) barulah sesi keempat ini dimulai, diawali dengan menginformasikan tujuan sesi dan gambaran aktivitas yang akan dilakukan. Awalnya direncanakan untuk setiap subjek penelitian memperoleh umpan balik segera setelah ia selesai mensimulasikan pengajarannya. Namun, berdasarkan masukan dari seluruh subjek penelitian, maka umpan balik baru diberikan ketika seluruh subjek penelitian sudah selesai mensimulasikan pengajarannya. Aktivitas instruksional present the content dilakukan dengan fasilitator mereview kembali prinsip differentiated instruction. Kemudian, untuk memantapkan apa yang sudah subjek penelitian pahami mengenai pelaksanaan pengajaran differentiated instruction, setiap subjek penelitian secara bergilira n diminta untuk mensimulasikan Rancangan Program Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat, dengan subjek penelitian lain berperan sebagai siswa bersama denga n observer. Pada subjek penelitian ditekankan untuk melakukan simulasi dengan sungguh-sungguh seakan-akan ini adalah kelas yang biasa mereka hadapi dengan adanya beberapa siswa berkebutuhan khusus seperti gifted, ADHD dan disleksia. Untuk mendukung kesesuaian kondisi tersebut maka observer diminta untuk berperan sebagai anak berkebutuhan khusus (gifted, ADHD, dan disleksia). Setelah semua subjek penelitian selesai mensimulasikan pengajaran, kemudian dilakukan aktivitas umpan balik dengan meminta subjek penelitian saling memberikan umpan balik mengenai pengajaran yang dilakukan dikaitkan dengan penerapan differentiated instruction. Aktivitas umpan balik dari sesama subjek penelitian dilakukan untuk membiasakan subjek penelitian terhadap aktivitas umpan balik sebagai sarana mengembangkan diri dengan lebih optimal. Berdasarkan hasil umpan balik tersebut, subjek EO dinilai sebagai guru yang paling banyak menerapkan differentiated instruction dalam pengajaran yang dilakukan, diikuti oleh subjek SR dimana penilaian tersebut sesuai dengan hasil penilaian fasilitator dan observer. Arah dari aktivitas umpan balik pada sesi ini adalah untuk subjek penelitian dapat menghayati efek dari pengajaran yang mereka lakukan terhadap keberhasilan belajar siswa di kelas, dikaitkan dengan penerapan differentiated instruction. Oleh karena itu umpan balik diarahkan untuk subjek penelitian menganalisa keberhasilan proses belajar siswa ketika mengikuti proses pembelajaran yang mereka lakukan. Dalam aktivitas ini setiap peserta direncanakan untuk memperoleh umpan balik secara individual, sehingga diharapkan dapat lebih mengintegrasikan pemahaman yang dimiliki dengan aplikasi yang biasa dilakukan. Umpan balik yang disampaikan berkaitan dengan penerapan differentiated instruction dan efeknya bagi keberhasilan belajar siswa
yang beragam untuk mencapai tujuan belajar yang sama. Dalam aktivitas simulasi sebagai tahapan aktiviats instruksional eliciting performance/practice ini tampak bahwa terdapat 3 subjek penelitian (EO, F, LR) yang sudah menerapkan empat dari lima prinsip differentiated instruction secara efektif, 1 subjek (SR) yang sudah mencoba menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction namun masih ada yang kurang efektif karena kecemasan yang dirasakan membuat ia masih sibuk dengan dirinya sendiri dan kurang fokus pada siswa, 1 subjek (DN) sudah berupaya menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction namun kurang efektif, dan 2 subjek (I, DD) yang belum
menerapkan prinsip differentiated instruction kecuali untuk satu prinsip. Penilaian hasil belajar (assess performance) mengenai sesi ini dilakukan dengan melihat pengajaran differentiated instruction yang dilakukan subjek penelitian pada aktivitas pengajaran di kelas yang sesungguhnya, bersamaan dengan pengukuran post treatment. 4.3.7.3. Hasil Belajar Subjek Penelitian Berdasarkan hasil simulasi, Subjek EO dan LR efektif menerapkan semua prinsip differentiated instruction kecuali untuk formative assessment belum terlihat pelaksanaannya. Hal ini terlihat dari penguasaan kelas yang efektif den gan adanya aturan dan tahapan aktivitas yang jelas dan disampaikan pada siswa, fokus
aktivitas untuk siswa memahami konsep penting dari materi, dan metode yang menarik, rinci, dan bertahap sesuai dengan perkembangan berpikir siswa. Namun khusus untuk subjek LR sebagai guru olah raga, dalam pelaksanaan pengajarannya masih dirasakan kurang fokus dalam mengontrol gerakan siswa. Sedangkan pada saat pengukuran pengajaran differentiated instruction di kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek EO dan LR tetap menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction yang sudah diterapkan saat simulasi, dan melakukan tindak lanjut terhadap umpan balik yang saat itu diberikan, yaitu dengan melakukan penerapan prinsip formative asssessment. Hal ini terlihat dengan subjek penelitian terlebih dahulu mencari tahu pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disampaikan dan terlebih dahulu menjelaskan konsep dasar yang belum dipahami siswa tersebut, sebelum menyampaikan materi yang direncanakan. Sedangkan subjek LR sudah berupaya melakukan kontrol terhadap gerakan siswa meskipun belum dilakukan secara individual yaitu dengan secara klasikal menyampaikan kesalahan yang banyaknya dilakukan siswa, dan apa yang seharusnya dilakukan siswa agar kesalahan tersebut tidak berulang. Berdasarkan hasil simulasi tampak bahwa subjek F terlihat sudah efektif menerapkan semua prinsip differentiated instruction kecuali untuk respectful tas ks karena belum terlihat tindak lanjut yang dilakukan terhadap tugas yang diberikan
pada siswa. Kurang terlihat respon yang jelas terhadap jawaban yang disampaikan siswa sehingga memungkinkan siswa tidak paham betul atau tidaknya jawaban yang telah ia berikan. Sedangkan berdasarkan pengukuran pengajaran differentiated instruction di kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek F sudah melakukan upaya untuk menindaklanjuti tugas yang diberikan kepada siswa dengan melakukan pembahasan terhadap tugas meskipun pembahasan yang dilakukan belum secara konsisten meminta siswa menyampaikan alasan dari jawaban, sehingga masih kurang konsisten dalam mengarahkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya. Selain itu, ia juga sudah melakukan upaya untuk memberikan respon yang jelas terhadap jawaban yang disampaikan siswa, meskipun kemampuan penguasaan kelas yang kurang membuat respon yang diberikan belum mencakup keseluruhan kelas, baru terbatas pada siswa yang duduk di barisan depan. Berdasarkan hasil simulasi, subjek SR sebenarnya sudah memiliki kemampuan dalam menerapkan differentiated instruction, namun fokus pada emosinya sendiri (takut penilaian) membuat dalam pelaksanaannya terlihat sibuk sendiri dan kurang fokus pada siswa. Sedangkan pada saat pengukuran pengajaran differentiated instruction pada kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek SR masih belum berhasil meredakan ketegangan yang ada pada dirinya. Pada awalnya SR sempat menolak untuk diobservasi dengan mengatakan tidak dalam kondisi pengajaran yang baik. Saat diobservasi pun SR terlihat sangat tegang sehingga pengajaran yang dilakukan menjadi kurang sistematis dan terorganisir. Hal ini terlihat sangat mempengaruhi penerapan prinsip learning community, dimana SR tampak sibuk dengan diri sendiri sehingga kurang memberikan perhatian dan respon yang positif terhadap siswa. Meskipun demikian, SR tampak sudah melakukan upaya untuk menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction yang lain dengan menyampaikan tujuan belajar yang jelas pada siswa dan melakukan aktivitas pembelajaran yang bertahap untuk siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan yaitu menyampaikan materi dari konkrit ke abstrak dan dari aturan dasar ke penerapan aturan tersebut. Tugas yang diberikan
kepada siswa pun bertingkat, mulai dari soal yang mudah ke soal yang sulit. Namun, ketegangan yang subjek penelitian rasakan membuat pembahasan tugas yang dilakukan kurang ditekankan pada perkembangan kemampuan berpikir siswa, masih terbatas pada kebenaran jawaban yang disampaikan siswa. Berdasarkan hasil simulasi, subjek DN sudah berupaya menerapkan seluruh prinsip differentiated instruction namun dalam pelaksanaannya masih dirasa kurang efektif karena proses pembelajaran yang dilakukan kurang fokus pada konsep penting yang harus dikuasai siswa. Sedangkan berdasarkan pengukuran pengajaran differentiated instruction pada kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek DN sudah dapat mengaplikasikan prinsip curriculum secara efektif dengan menuliskan tujuan belajar secara spesifik dan mudah dipahami, juga menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa. Subjek DN juga sudah menerapkan prinsip learning community secara efektif dengan mengarahkan siswa secara leluasa menyampaikan pendapatnya tentang materi yang memungkinkan setiap siswa belajar dari pendapat yang disampaikan siswa lain. Dalam menerapkan prinsip instructional arrangements dan respectful tasks, tampak bahwa subjek DN sudah menerapkannya secara efektif dengan melakukan pengajaran yang menarik dan memberikan tugas untuk mengarahkan siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara mandiri, dimana siswa diminta mengeksplorasi tema tertentu dan kemudian membuat kesimpulan atas hasil eksplorasinya tersebut. Sedangkan untuk prinsip formative assessment, subjek DN tampak sudah melakukan upaya untuk mencari tahu hasil belajar siswa tentang materi yang disampaikan namun belum tampak melakukan penyesuaian berdasarkan hasil yang diperoleh. Berdasarkan hasil simulasi, subjek I masih kurang dalam menerapkan differentiated instruction kecuali untuk instructional arrangements dengan menyampaikan materi secara bertahap, dari level mudah ke level sulit. Penerapan prinsip yang lain dirasakan masih kurang efektif, salah satunya dapat dilihat berdasarkan pendekatan yang masih individual pada siswa tertentu belum memperhatikan kelas secara keseluruhan. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran pada pengajaran differentiated instruction di kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek I sudah dapat mengaplikasikan prinsip curriculum secara efektif dengan menuliskan tujuan belajar secara spesifik dan mudah dipahami, juga menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa. Namun, subjek I masih belum efektif menerapkan prinsip learning community dengan melakukan pengajaran yang masih berfokus kepada guru sehingga banyak siswa yang kurang mendapatkan respon yang sesuai yang membuat siswa tersebut pada akhirnya mengurungkan niatnya untuk menyampaikan pendapat dan saran atas kegiatan kelas. Subjek I juga masih belum efektif dalam menerapkan prinsip instructional arrangemnet dan respectful tasks dengan melakukan metode mengajar secara satu arah (siswa hanya mendengarkan guru), dan menyampaikan instruksi secara ambigu yang membuat siswa tidak memperoleh pemahaman menyeluruh mengenai materi dan instruksi yang ia sampaikan. Tugas yang diberikan pada siswa sebenarnya sudah sesuai dengan tujuan belajar, namun instruksi dan kriteria penilaian yang kurang jelas memungkinkan siswa tidak dapa t menyelesaikan tugas tersebut sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan hasil simulasi, subjek DD sudah efektif menerapkan prinsip curriculum dengan melakukan pengajaran yang fokus memberikan siswa pengalaman untuk bisa memahami konsep penting secara mendalam namun kurangnya penguasaan kelas dan antisipasi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa membuat penerapan prinsip yang lain dirasakan masih kurang efektif, karena terkesan menyampaikan materi secara prosedural sesuai dengan rancangan yang sudah dibuat, tanpa melakukan penyesuaian terhadap kondisi siswa yang ditemui saat melaksanakan rancangan tersebut. Sedangkan berdasarkan hasil pengukuran pengajaran differentiated instruction pada kelas yang sesungguhnya tampak bahwa subjek DD sudah dapat mengaplikasikan prinsip curriculum secara efektif dengan menuliskan tujuan belajar secara spesif ik dan mudah dipahami, juga menyertakan konsep kunci yang harus dipahami siswa. Selain itu, subjek DD sebenarnya sudah menerapkan prinsip instructional arrangements dan respectful tasks dengan merancang kegiatan yang menarik dan memberikan tugas yang menantang dengan mengarahkan siswa melakukan percobaan, namun tampak bahwa penguasaan kelas yang masih kurang membuat ia dapat menerapkan prinsip ini secara efektif apabila menghadapi setengah jumlah siswa (15 siswa), dan belum bisa mengarahkan aktivitas belajar untuk jumlah siswa secara penuh (30 siswa). 4.3.7.4. Kesimpulan Secara umum tampak bahwa aktivitas simulasi pengajaran yang dilakukan pada sesi keempat ini dapat meningkatkan kemampuan subjek penelitian dalam menerapkan pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. Hal ini terli hat dari penerapan pengajaran differentiated instruction secara lebih baik pada pengajaran di kelas yang sesungguhnya dibandingkan setelah subjek penelitian memperoleh umpan balik berdasarkan simulasi pengajaran yang dilakukan dalam pelatihan. 4.3.8 Penutup Pelatihan ditutup dengan reviu mengenai aktivitas dan materi yang telah dipelajari sejak pertemuan pertama. Melalui aktivitas ini juga fasilitator menyampaikan apresiasi terhadap proses yang telah dilalui oleh subjek penelitian
dan harapan manfaat pelatihan terhadap tugas subjek penelitian sebagai guru inklusi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria yang menjadi subjek penelitian. 2. Rancangan program pelatihan pengajaran differentiated instruction dapat digunakan sebagai program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction guru inklusi dengan terlebih dahulu mengikuti tahapan perancangan program pelatihan dalam penelitian ini. 3. Sembilan tahap aktivitas instruksional Gagne dapat digunakan dalam proses pelatihan untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan peserta terkait pengajaran differentiated instruction di kelas inklusi. 4. Program pelatihan pengajaran differentiated instruction dapat mempermudah guru inklusi dalam menjalankan tugas pengajaran yang dilakukan. 5.2. Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah : 1. Program pelatihan ini merupakan modul pelatihan awal untuk meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction guru kelas 4, 5 dan 6 SD Gagas Ceria. Untuk guru yang menjadi subjek penelitian dapat dibuat program pelatihan baru yang merupakan lanjutan dari program pelatihan ini, yaitu dengan cara melakukan kembali assessment kebutuhan untuk menentukan materi pelatihan yang baru dalam rangka meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction pada proses pembelajaran di kelas inklusi. 2. Program pelatihan dapat disetai pemberian feedback secara individual mengenai pengajaran yang dilakukan subjek penelitian di kelas untuk lebih meningkatkan kemampuan pengajaran differentiated instruction. 3. Program pelatihan dapat dilakukan kembali pada guru lain namun dengan tetap melakukan tahapan-tahapan seperti yang dilakukan di penelitian ini, yaitu dimulai dari assessment kebutuhan untuk menentukan titik berat dari program yang akan diberikan. Daftar Pustaka 1 UNESCO. 1994. The Salamanca World Conference on Special Needs Education: Access and Quality, UNESCO and the Ministry of Education, Spain. Paris. UNESCO. 2 Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses dari http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf 3 Wood J.W. 1998. Adapting Instruction to Accommodate Students in Inclusive Settings. New Jersey. Prentice Hal. 4 Andrews, J., & Lupart, J. 1993. Inclusive Classroom: Educating Exceptional Children. Scarborough. Nelson Canada. 5 UNESCO. 2003. Overcoming Exclusion through Inclusive Approaches in Education: A Challenge, A Vision-Conceptual Paper, Spain, Paris. UNESCO 6 Ainscow. 2004. Developing Inclusive Education Systems: What Are The Levers For Change. Diakses dari http://www.springerlink.com/index/T0Q53T9V24N76015.pdf 7 Stubbs, S. 2002. Inclusive Education: Where There are Few Resources. London. Atlas Alliance. 8 Dyah. 2005. Pengkajian Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Diakses dari http://www.puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_undangan/DYAH%2 0S_Pengkajian%20Pendidikan%20Inklusif.pdf 9 Lei, Philippa. 2006. Teachers and inclusion A disability perspective. Word Vision. Diakses dari http://www.eprints.qut.edu.au/view/types/article/2006.html 10 Miles, S. 2005. Inclusive Education, in Leonard Cheshire International 2005 Inclusive Development pp 59-94. 11 Shevin. 2006. Ability Differences in The Classroom:Teaching and Learning in Inclusive Classrooms. Diakses dari http://www.sig2.hawaii.edu 12 Mapsea, J .2006. Teachers Views on Providing For Children With Special Needs in Inclusive Classrooms. A Papua New Guinea Study. A thesis. University of Waikato 13 Mastropieri&Scruggs. 2010. The Inclusive Classroom: Strategies For Effective Differentiated instruction. Pearson. New Jersey. 14 Tuttle, J. 2000. Differentiated Classroom (report) Woodbury. Cedar Mountain Academy. 15 Tomlinson. 2001. How to Differentiated instruction in Mixed-Ability Classroom 2nd ed. Alexandria. VA: ASCD. 16 Hall, T., Strangman, N., Meyer, A. 2003. Differentiated instruction and Implications for UDL Implementation. Effective Classroom Practice Report. NCAC (National center on accesing the general curiculum) 17 Hull, Jennifer. 2005. General Classroom and Special Education Teachers Attitudes Toward and Perceptions of Inclusion in Relation to Student Outcomes. Disertation. University of West Florida. 18 Foreman, P. 2005. Disability and Inclusive: Concepts and Principles. In P. Foreman (Ed.), Inclusion in Action (pp.2-32) . Victoria. Nelson Thomson. 19 Smith, T., Polloway, E., Patton, J., & Dowdy, C. 2005. Teaching Students with
Special Needs in Inclusive Settings (4th ed.) . Boston. Pearson Education. 20 Inclusion International, 1998. The Journey to Inclusive Schools. Paris. REMAprint. Author. 21 Westwood, P. S. 2003. Commonsense Methods for Children with Special Educational Needs: Strategies for The Regular Classroom (4th ed.) . London. Routledge Falmer. 22 Baker, E.T., Wang, M.C. & Walberg, H.J.1994/1995. The Effects of Inclusion on Learning. Educational Leadership. 52 (4) 33-35. 23 Kavale, K. 1980. The Efficacy of Special Class vs Regular Class Placement for
Exceptional Children: A Metaanalysis. The Journal of Special Education. 14, 295-305. 24 Baker, E.T..1994. Metaanalysis Evidence for Non-inclusive Educational Practices. Disertation. Temple University. 25 Sunanto, Juang. 2003. Konsep Pendidikan Untuk Semua. Bandung. FIP- Pendidikan Luar Biasa UPI. 26 Astati. 2003. Pendidikan Luar Biasa di Sekolah Umum (pengantar). Bandung. CV Pendawa. 27 Alimin, Z. 2005. Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Anak Berkebutuhan Khusus. Diakses dari http://www.concern.net 28 Andrews, J., & Lupart, J. 1993. Inclusive Classroom: Educating Exceptional Children. Scarborough. Nelson Canada. 29 Conway, R. 2005. Adapting Curriculum, Teaching and Learning Strategies. South Bank, Victoria. Thomson Publishing. 30 Blum, Marlene W. 1985. Parents of Gifted Children. Digest [and] A Minibibliography on Readings for Parents and Teachers of Gifted Children. ERIC Clearinghouse on Handicapped and Gifted Children. 31 Cardiff University. Diakses dari http://www.cardiff.ac.uk/dyslx/infoforstaff/dyslx/index.html 32 National Institute of Mental Health (NIMH). 2008. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). U.S. Department of Health and Human Services 33 Supandi.1992. Strategi Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta. Depdikbud Ditjen Dikti PPTK 34 Nasution, S. 1992. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar-Mengajar. Bandung. Bumi Aksara. 35 Spedding, S. 2005. The Role of Teachers in Successful Inclusion. In P. Forema n (Eds.), Inclusion in Action (pp. 404-490) . Victoria. Thomas Nelson. 36 Knowles, M. S. 1980. The Modern Practice of Adult Education: From Pedagogy to Andragogi 2nd Edition. New York. Cambridge Book. 37 Anderson, et al. 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. New York. Longman. 38 Noe, R.A. 1998. Employee Training & Development. New York. Irwin McGraw-Hill. 39 Leach, J.A. Characteristics of Trainers. Diakses dari http://scholar.lib.vt.edu/ejournals/JVTE/v12n2/leach.html 40 Gagne, Robert. 1985. The Conditions of Learning and Theory of Instruction 4th
ed. Japan. Holt-Saunders International Editions. 41 Kaufeld, M. 2008. Perintah Pengajaran yang Berbeda-beda dan Sesuai dengan Otak. Jakarta. Indeks. 42 Kerlinger, F.N. 1986. Foundation of Behavioral Research, 3rd edition. Winston , Inc. 43 Christensen, L.B., 1988. Experimental Methodology, Fourth Edition. Toronto. Allyn and Bacon, Inc. Lampiran 1 Classroom Practices Inventory CLASSROOM PRACTICES INVENTORY Tujuan : Menilai apakah guru sudah melakukan differentiated instruction Diadaptasi berdasarkan classroom practice inventory From Differentiating Instruc tion in the Regular Classroom: How to Reach and Teach All Learners, Grades 312 by Diane Heacox, Ed.D. , copyright 2002. Cara mengisi: Dalam kuesioner ini, terdapat pasangan pernyataan. Lingkarilah ang ka yang sesuai yang paling menggambarkan pengajaran yang biasanya anda lakukan. Angka 1-3 menun jukkan pengajaran yang biasanya anda lakukan lebih sesuai dengan pernyataan di sebelah kiri. Sedangkan angka 4-6 menunjukkan pengajaran yang biasanya anda lakukan lebih sesuai dengan pernyataan di sebelah kanan. Traditional classroom: Differentiated classroom Memenuhi kurikulum dan menentukan materi pelajaran merupakan prioritas utama saya 1 2 3 4 5 6 Saya menjadikan kebutuhan siswa sebagai dasar materi pelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum Tujuan pelajaran sama untuk semua siswa. 1 2 3 4 5 6 Tujuan pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan siswa Saya menitikberatkan proses pembelajaran pada penguasaan materi dan kemampuan 1 2 3 4 5 6 Saya menitikberatkan proses pembelajaran pada cara berpikir kritis dan kreatif, dan penerapan pelajaran Siswa menggunakan sumber informasi yang sama (buku, artikel, website) 1 2 3 4 5 6 Saya memberikan siswa sumber informasi tertentu berdasarkan kebutuhan belajar dan kemampuan mereka Saya mengelompokkan 1 2 3 4 5 6 Bila memungkinkan, saya siswa secara heterogen mengelompokkan siswa berdasarkan kebutuhan pelajaran mereka Seluruh siswa menjalani kurikulum bersama-sama dengan kecepatan yang sama. 1 2 3 4 5 6 Kecepatan pengajaran dapat berbeda-beda, berdasarkan kebutuhan pelajaran siswa. Seluruh siswa menyelesaikan aktifitasaktifitas yang sama. 1 2 3 4 5 6 Bila memungkinkan, saya memberi siswa kesempatan untuk memilih aktifitas berdasarkan minat mereka. Saya menggunakan strategi pengajaran yang sama setiap hari 1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan beberapa strategi pengajaran (misalnya mengajar, memanipulasi, role play, simulasi, membaca) Seluruh siswa menyelesaikan seluruh aktifitas yang ada 1 2 3 4 5 6 Siswa menyelesaikan aktifitas yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan dan ketertarikan pelajaran mereka Seluruh siswa terlibat dalam 1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan metodeseluruh intruksi aktifitas metode untuk melihat hasil tugas siswa dan untuk meningkatkan (mempercepat, mengurangi, mengganti) tugas, bila memungkinkan. Pengayaan pekerjaan saya menghasilkan materi pelajaran dan penerapan kemampuan yang lebih banyak. 1 2 3 4 5 6 Pengayaan pekerjaan saya membutuhkan pemikiran yang kritis dan kreatif dan membutuhkan ide, pemikiran, dan perspektif yang baru. Dalam pelajaran ulang, saya 1 2 3 4 5 6 Dalam pelajaran ulang, saya memberikan lebih banyak menggunakan metode praktek menggunakan instruksi yang yang sudah metode instruksi yang sama. digunakan untuk mengajar materi pertama kali. Aktifitas mengajar ulang biasanya melibatkan pemikiran, pengetahuan, dan komprehensi dengan tingkat yang lebih rendah untuk memperkuat skill dan konten dasar. 1 2 3 4 5 6 Aktifitas mengajar ulang membutuhkan pemikiran dengan tingkat yang lebih tinggi sambil memperkuat skill dan konten dasar. Saya mengasumsikan bahwa siswa sedikit atau bahkan tidak memiliki pengetahuan tentang isi kurikulum 1 2 3 4 5 6 Sebelum memulai suatu unit pelajaran, saya menggunakan strategi-strategi preassessment untuk melihat apa saja yang sudah diketahui oleh siswa. Saya selalu menilai pelajaran siswa pada akhir pengajaran 1 2 3 4 5 6 Saya menggunakan penilaian yang terus menerus untuk mengecek pelajaran siswa selama pengajaran Saya biasanya menggunakan 1 2 3 4 5 6 Saya memperkenankan perangkat, produk, atau perbedaan kemampuan proyek assessment yang belajar dengan memberikan sama untuk semua siswa. berbagai cara untuk memperlihatkan pemahaman. Lampiran 2 -Alat Ukur Sikap Guru Terhadap Inklusi ALAT UKUR SIKAP GURU TERHADAP INKLUSI Diadaptasikan berdasarkan Teachers Multidimensional Attitudes Towards Inclusive E ducation (Marian Mahat, International Journal of Special Education, Vol 23 No 1 2008) Cara mengisi: Berilah tanda silang (X) pada kolom yang paling sesuai pada setiap pernyataannya. STS untuk Sangat Tidak Sesuai S untuk Sesuai TS untuk Tidak Sesuai SS untuk Sangat Sesuai KS untuk Kurang Sesuai No Pernyataan STS TS KS S SS 1. Saya percaya bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang memungkinkan perkembangan akademis seluruh siswa bagaimanapun tingkat kemampuannya 2. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus seharusnya disekolahkan di sekolah luar biasa 3. Saya percaya bahwa inklusi membantu perilaku sosial yang pantas diantara para siswa 4. Saya percaya bahwa siswa manapun dapat belajar dalam kurikulum reguler sekolah apabila kurikulum tersebut disesuaikan agar sesuai dengan kebutuhan individu 5. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus sebaiknya dipisahkan karena biaya untuk merubah lingkungan fisik sekolah sangatlah mahal 6. Saya percaya bahwa siswa berkebutuhan khusus sebaiknya di sekolah luar biasa sehingga mereka tidak mengalami penolakan di sekolah biasa 7. Saya menjadi frustasi jika mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan siswa berkebutuhan khusus 8. Saya menjadi marah jika siswa berkebutuhan khusus tidak mampu mengikuti kurikulum sehari-hari di kelas 9. Saya menjadi kesal jika saya tidak mampu memahami siswa berkebutuhan khusus 10. Saya merasa tidak nyaman menyertakan siswa berkebutuhan khusus dalam kelas reguler bersama siswa lain yang tidak berkebutuhan khusus 11. Saya risau bahwa siswa siswa berkebutuhan khusus disertakan dalam kelas reguler, bagaimanapun tingkat keberbutuhannya 12. Saya menjadi frustasi ketika saya harus menyesuaikan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan individu dari semua siswa 13. Saya bersedia menyemangati siswa berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi dalam seluruh aktifitas sosial di dalam kelas reguler 14. Saya bersedia untuk menyesuaikan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan individu dari semua siswa bagaimanapun kemampuannya 15. Saya bersedia menyertakan siswa yang berkebutuhan khusus sekali dalam kelas reguler dengan diikuti dukungan yang dibutuhkan 16. Saya bersedia untuk merubah lingkungan fisik dalam rangka menyertakan siswa berkebutuhan khusus dalam kelas reguler 17. Saya bersedia untuk menyesuaikan teknik komunikasi saya untuk memastikan bahwa seluruh siswa dengan kelainan emosi dan perilaku dapat disertakan dalam kelas reguler dengan baik 18. Saya bersedia menyesuaikan penilaian individu siswa dengan tujuan keberhasilan pendidikan inklusif Lampiran 3 DI Look-For Look-Fors in an Effectively Differentiated Classroom This instrument was developed by Carol Ann Tomlinson & Jessica Hockett. Background (No teacher should be expected to display all these attributes at a given time. Rather these are elements toward which strong teachers persistently work and many of which strong teachers regularly demonstrate in their teaching. Guiding questions
in this document are useful in conversations with teachers as catalysts for furt her thinking.) Differentiated Instruction is a proactively planned, interdependent system marke d by a positive community of learners; focused, high-quality curriculum; frequent formative assessment; flexible instructional arrangements; and respectful tasks.
Student needs are the motivation for differentiated instruction.
Building a sense community among students and the teacher in a positive learning environment is the foundation for differentiated instruction.
Focused, high-quality provides the compass for differentiated instruction. (High-quality differentiation is necessary for high-quality differentiation.)
Frequent formative assessment is the primary tool for gathering information about how and why to differentiate instruction.
Well-managed, flexible grouping provides a mechanism for differentiated instruction.
A variety of low-prep and high-prep strategies can be used to design and deliver respectful tasks that adjust content, process, and products for students readiness, interests, and learning profiles. CATEGORIES, LOOK-FORS, RUBRICS & GUIDING QUESTIONS Look for 1: Classroom Environment Category: The teacher builds a foundation for differentiated instructed on a sol id classroom community and a positive learning environment. Indicators:
The physical and affective characteristics of the classroom set a positive tone for learning.
The teacher fosters respect for individual differences and preferences.
The teacher and students share ownership of and responsibility for the classroom. Evidence:
The teacher communicates explicitly and implicitly to students that they are multi-faceted individuals whose needs, preferences, and strengths are dynamic.
The teacher communicates implicitly and explicitly to students that they and their contributions are valuable and necessary in order for the classroom to function well.
The teacher helps students get to know one another well.
The teacher encourages creativity of thought and expression.
The teacher structures activities so that students see one another in varied contexts and in varied roles.
The teacher assists students in setting their own personal and class goals for learning and behavior.
The teacher solicits student input in making decisions that will affect the whole class.
The teacher frequently asks students for feedback on how the class is working for them, and for suggestions about how they and the teacher could work together toward improvement.
The teacher designs and assigns roles for students to assume in making the routines and systems flow smoothly. Rubric: Classroom Environment Advanced a. The affective and physical attributes of the classroom environment 4 inspire students to achieve their personal best and to take initiative in learning. b. The teacher empowers students to view their and each others differences as assets to the classroom community such that students view one another as equals. c. The teacher and students are equal partners in sharing responsibility for the classroom. Proficient a. The affective and physical attributes of the classroom environment
3 equip students to succeed in achieving the teachers high expectations. b. The teacher honors student differences, nurtures student strengths and preferences, and provides opportunities for students to compensate for their weaknesses. c. The teacher shares his/her roles and responsibilities with students, allowing them to control many aspects of classroom routines Basic a. The affective and physical attributes of the classroom environment 2 convey ambiguous messages about how the teacher views the students role in the learning process. b. The teacher recognizes student differences, but does not build on them to foster a positive classroom environment. c. The teacher allows students to share some of his/her roles and responsibilities. Below a. The affective and physical attributes of the classroom environment Basic alienate students and quench their desire to learn. b. The teacher ignores or is hostile toward student differences. 1 c. The teacher does not share any of his/her roles and responsibilities with students. Look for 2: Curriculum Category: The teacher uses high-quality, coherent curriculum as a compass for differentiated instruction. Indicators:
The teacher plans curriculum so that important conceptual ideas are at the forefront of a unit of study. Essential facts and skills are used to help students make sense of these ideas.
The teacher uses the curriculum as a point of engagement, of motivation, and of access to powerful ideas.
The teacher ensures that the curriculum is an authentic reflection of the discipline being studied. Evidence:
The teacher frames learning goals in terms of what students should know, understand, and be able to do as a result of the lesson/unit.
The teacher clearly communicates the learning goals to students.
The teacher connects the knowledge and skills students are learning to an essential question, big idea, important principle, and/or overarching concept.
The teacher connects the curriculum to students collective and individual experiences and interests.
The teacher engages students in activities that help them see how what they are learning is used in the real world (e.g., by real historians, scientists) Rubric: Curriculum Advanced 4 a. b. c. d. The curriculum is a conduit for developing expertise. The teacher plans a curriculum focused on what students should know, understand, and be able to do and which facilitates in-depth perspective. The teacher uses the curriculum in ways that inspire students to ask high-level questions, pursue further information on their own, and make their own suggestions for class activities. The teacher fosters relevance helping students transfer and connect important ideas/concepts to familiar and unfamiliar contexts. Proficient 3 a. b. c. d. The curriculum is a bridge between students and important ideas/concepts. The teacher plans a curriculum focused on what students should know, understand, and be able to do. The teacher uses the curriculum in ways that illuminate why the identified skills, principles, and facts are important and that excite students about learning. The teacher fosters relevance by building on student experience. Basic 2 a. b. c. d. The curriculum is a tenuous link between students and important ideas/concepts. The teacher plans a curriculum based primarily on facts and skills. A big idea or principle may be implicitly present, but the teacher does not make it visible to students. The teacher uses the curriculum in ways that encourage students to believe that the purposes of learning are restricted to getting grades and performing well on tests. The teacher attempts to foster curricular relevance, but either has difficulty identifying student experiences to build on or makes analogies that dont ring true. Below Basic 1 a. b. c. d. The curriculum is a wedge between students and important ideas/concepts. The teacher plans a curriculum comprised of disconnected activities, disparate facts, and isolated skills. The teacher uses the curriculum in ways that intimidate, bore, or discourage students. The teacher ignores the importance of making curriculum relevant to student experience. Look for 3: Formative Assessment Category: The teacher employs formative assessment as the primary tool for informing differentiated instruction. Indicators:
The teacher formatively assesses students readiness, interest, and learning profile needs and uses the results to inform adjustments to content, processes, and products.
The teacher integrates formative assessment as an important aspect of classroom life. Evidence:
The teacher employs a variety of formative assessment techniques that glean information most critical to making adjustments for student need.
The teacher pre-assesses students readiness, interest, and learning profile needsrelative to the learning goals prior to a unit of study.
The teacher uses ongoing assessment to gauge students progress during a unit.
The teacher uses data gathered through informal or formal formative assessment to make decisions about how and when to use various instructional arrangements.
The teacher uses data gathered through informal or formal formative assessment to adjust content, processes, and products.
The teacher explicitly communicates the purpose of formative assessment to students. Rubric: Formative Assessment Advanced a. The teacher plans and administers pre-assessment well in advance of a 4 unit of study and ongoing assessment diligently throughout a unit. b. The teacher uses formative assessment results to make low-prep and high-prep adjustments to curriculum and instruction. c. The teacher designs formative assessments that require students to demonstrate their understanding, knowledge, and/or skill in multiple modes. d. Students look forward to formative assessment opportunities due to their numerous positive experiences with how their teacher uses the results to make adjustments for their individual needs. Proficient 3 a. The teacher administers formative assessments before and during a unit of study. b. The teacher uses formative assessment results to make low-prep adjustments to curriculum and instruction. c. The teacher uses formative assessments that allow students to demonstrate their understanding, knowledge, and/or skill in modes other than writing. d. Students understand how and why the teacher uses formative assessment. Basic a. The teacher periodically administers formative assessments during a 2 unit (e.g., quiz, exit card). b. The teacher uses assessment results to determine student progress, but does not use the results to inform instructional adjustments. c. The teacher uses formative assessments that limit student response to one mode of expression (e.g., written). d. Students view formative assessment as ways to earn grades. Below a. The teacher rarely, if ever, uses formative assessment. Basic b. The teacher uses formative assessment primarily to fill a gradebook 1 rather than to inform instruction. c. The teacher chooses assessments that severely inhibit students capacity to fairly demonstrate what they have learned (i.e., due to poor design, due to misalignment with curricular goals). d. The teacher fails to give a rationale for formative assessment or to help students distinguish between the purposes formative and summative assessments. Look for 4: Instructional Arrangements Category: The teacher integrates well-managed, flexible instructional arrangements as a primary mechanism for differentiated instruction. Indicators:
The teacher uses a variety of flexible, well-managed instructional arrangements to meet students varied readiness, interest, and learning profile needs.
The teacher makes decisions about how and when to use various instructional arrangements based on curricular goals and on data gathered through informal or formal formative assessment.
The teacher establishes routines and structures to ensure that movement in the classroom is purposeful and students are self-directed. Evidence:
The teacher employs many kinds of instructional arrangements (e.g., small groups, student-teacher conferences, partners, individual work, whole-class) to meet students needs.
The teachers purposes for grouping are aligned with curricular goals.
The teachers group compositions are intentional.
The teacher groups and re-groups students on the basis of the most recent information (e.g., assessment data) about the students readiness, interests, and/or learning profiles.
The teacher ensures that, over the course of a unit or semester, students experience varied roles and responsibilities within groups.
The teacher has established routines for how students should transition between different instructional arrangements.
The teacher plans for and clearly communicates what students should do when there is down time (e.g., when a group finishes a task early).
There are multiple ways for individual students and groups of students to receive help during instructional segments. Rubric: Instructional Arrangements Advanced 4 a. b. c. The teachers flow of instruction is characterized by a seamless, dynamic pattern of purposeful grouping and re-grouping. The teacher makes grouping decisions based on the most current, relevant assessments of students readiness, interests, and/or learning profiles. Classroom routines and structures allow for fluid movement between instructional arrangements, teach students how to be autonomous and reflective, and emphasize interdependence. Proficient 3 a. b. c. The teacher incorporates multiple instructional arrangements throughout a unit. The teacher makes grouping decisions based on assessment data about readiness, interest, and/or learning profile for different lessons, appropriate to the curricular goals. Classroom routines and structures support order, independent decision- making, and peer-to-peer assistance. Basic 2 a. b. c. The teacher uses several instructional arrangements during a unit, with whole-group instruction at the forefront. Purposes for grouping may be tangential to curricular goals and group composition based on factors that cannot be substantiated by formal or informal assessment of readiness, interest, and/or learning profile. Classroom routines and structures impede orderly movement between instructional arrangements, encourage student dependence on the teacher, and isolate students from one another. Below a. The teacher relies on static, teacher-centered instructional Basic arrangements. 1 b. The teacher either ignores student differences altogether in making grouping decisions or pigeonholes students into groups on the basis of past performance and the teachers personal preconceptions. c. Few, if any, management structures or routines exist to support a movement toward more flexible arrangements. Look for 5: Respectful Tasks Category: The teacher provides optimal challenge for individual students and groups of students through respectful tasks. Indicators:
The teacher uses respectful tasks to meet students varied readiness, interest, and learning profile needs.
The teacher plans and delivers respectful tasks using a range of appropriate low-prep and high-prep strategies to adjust content, processes, and products.
The teacher plans tasks that, whether completed alone or collaboratively, reinforce that all students are high-status students. Evidence:
Tasks give all students access to the same clear, high-quality lesson/unit goals.
Tasks require students to mimic or approximate the skills, thinking, habits, dispositions, or work of real-world professionals (e.g., mathematicians, biologists, writers).
Tasks require all students to use higher-level thinking skills (e.g., analyzing, judging, defending).
Tasks are equally appealing and engaging from the students perspective.
The teacher scaffolds tasks using a variety of techniques. Rubric: Respectful Tasks Advanced 4 a. b. c. The teacher plans tasks that are focused on the same learning goals and mimic the work of an expert/professional in the discipline. The teacher articulates a continuum of criteria based on student readiness and provides multiple scaffolds to ensure successful, high- quality completion of the tasks. Side-by-side, the tasks are equally challenging and intriguing. Proficient 3 a. b. c. The teacher plans tasks that are focused on similar learning goals and suggest the work of an expert/professional in the discipline. The teacher articulates clear criteria and provides scaffolding to ensure successful, high-quality completion of the tasks. Side-by-side, the tasks are comparatively challenging and intriguing. Basic 2 a. b. c. The teacher plans tasks that are not aligned to the same learning goals and are loosely tied to the work of an expert/professional in the discipline. The teachers criteria for successful completion are confusing or incomplete. The teacher provides some scaffolding, if students compel a need for it. Side-by-side, one task may be more/less challenging and intriguing than another. Below Basic 1 a. b. c. The teacher plans tasks without considering what all students should know, understand, and be able to do, or how an expert/professional in the discipline works. Tasks may be tangential to unit content. The teacher does not articulate criteria for quality or provide scaffolding for success. Tasks bore or frustrate students. Lampiran 4 Di-Look For Translate Hal-hal yang dicari dalam Kelas dengan Differentiated Instruction yang Efektif Instrumen dikembangkan oleh Carol Ann Tomlinson & Jessica Hockett Latar Belakang Differentiated instruction adalah perencanaan proaktif dan sistem yang berdiri sendiri ditandai dengan komunitas pembelajaran yang positif, fokus pada kurikulum berkualitas tinggi, penilaian formatif yang terus menerus, pengajaran yang fleksibel, dan tugas-tugas yang sesuai.
Kebutuhan siswa adalah motivasi dalam melakukan differentiated instruction.
Membangun rasa kebersamaan di antara siswa dan guru dalam lingkungan pembelajaran positif adalah fondasi bagi differentiated instruction.
Fokus pada pencapaian kualitas tinggi merupakan arah dari differentiated instruction.
Penilaian formatif yang terus menerus merupakan alat utama dalam pengumpulan informasi mengenai bagaimana dan mengapa differentiated instruction diperlukan.
Pengelompokan yang diatur dengan baik dan fleksibel menyediakan mekanisme bagi differentiated instruction.
Variasi strategi perencanaan guru dapat digunakan untuk mendesain dan menyampaikan tugas-tugas yang sesuai untuk menyesuaikan isi, proses, dan produk bagi kesiapan, minat dan cara belajar siswa. KATEGORI DAN HAL YANG DICARI. 1. LINGKUNGAN KELAS (LEARNING COMMUNITY) Kategori: Guru menciptakan komunitas kelas yang solid dan lingkungan pembelajaran yang positif sebagai dasar dari differentiated instruction. Indikator:
Karakteristik fisik dan afektif kelas memberikan nuansa yang positif bagi pembelajaran
Guru mendorong terbentuknya rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual
Guru dan siswa berbagi tanggung jawab kelas Bukti:
Guru menyampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada siswa bahwa mereka adalah individu yang beragam dalam kebutuhan belajar, minat dan kekuatan.
Guru menyampaikan secara langsung dan tidak langsung kepada siswa bahwa mereka memiliki peran agar proses belajar di kelas berjalan dengan baik.
Guru membantu siswa mengenal satu sama lain dengan baik.
Guru mendorong kreativitas dalam pemikiran dan ekspresi.
Guru membentuk aktivitas sedemikian rupa sehingga siswa bertemu satu sama lain dalam peran dan konteks yang bervariasi.
Guru membantu siswa dalam menentukan tujuan individual dan tujuan kelas
Guru meminta masukan siswa dalam membuat keputusan untuk kepentingan kelas.
Guru meminta siswa untuk memberikan umpan balik tentang proses belajar yang terjadi dan saran tentang proses belajar yang akan lebih sesuai bagi siswa.
Guru mendesain dan memberikan peran bagi siswa untuk berpikir bagaimana caranya agar kegiatan belajar berjalan dengan lancar. Rubrik: Classroom Community Tingkat a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas mendorong Lanjut siswa untuk mencapai yang terbaik dari mereka dan 4 mengambil inisiatif dalam belajar. b. Guru mendukung siswa untuk melihat perbedaan dari tiap-tiap mereka sebagai aset bagi komunitas kelas sedemikian rupa sehingga siswa melihat satu sama lain sebagai setara. c. Guru dan siswa merupakan partner setara dalam berbagi tanggung jawab kelas. Mahir a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas melengkapi siswa 3 untuk berhasil dalam mencapai ekspektasi tinggi dari guru. b. Guru menghormati perbedaan, meningkatkan kekuatan dan pilihan siswa, dan menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menutupi kekurangan mereka. c. Guru berbagi peran dan tanggung jawabnya dengan siswa untuk memberi siswa kesempatan dalam mengendalikan banyak aspek kegiatan kelas. Dasar 2 a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas memberikan pesan ambigu mengenai bagaimana guru memandang peran siswa dalam proses pembelajaran. b. Guru mengenali perbedaan siswa, namun tidak membangun mereka untuk mendorong terbentuknya lingkungan kelas yang positif. c. Guru memperbolehkan siswa berbagi beberapa peran dan tanggung jawab mereka. Pemula 1 a. Atribut afektif dan fisik dari lingkungan kelas mengucilkan siswa dan menghilangkan keinginan mereka untuk belajar. b. Guru menghiraukan perbedaan siswa. c. Guru tidak berbagi peran dan tanggung jawab dengan siswa. 2. KURIKULUM (Curriculum) Kategori: Guru menggunakan kurikulum berkualitas tinggi dan berkesinambungan sebagai arahan dalam differentiated instruction. Indikator:
Guru mempersiapkan kurikulum sedemikian rupa sehingga materi dan konsep yang penting ditempatkan di awal unit pembelajaran, juga menggunakan kemampuan dan fakta esensial untuk membantu siswa mengerti materi dan konsep tersebut.
Guru menggunakan kurikulum sebagai pengikat proses belajar siswa, motivasi dan cara untuk bisa memahami ide dan konsep yang ditentukan.
Guru memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari. Bukti:
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dalam hal-hal yang harus diketahui, dimengerti dan mampu dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara jelas kepada siswa.
Guru menghubungkan pengetahuan dan kemampuan yang harus dipelajari siswa menjadi pertanyaan, ide-ide besar, prinsip utama, dan/atau konsep yang penting.
Guru menghubungkan kurikulum dengan pengalaman dan minat siswa baik secara kolektif maupun individual.
Guru melibatkan siswa dalam kegiatan yang membantu mereka melihat bagaimana hal-hal yang mereka pelajari dapat digunakan di dunia nyata. Rubrik: Curriculum Tingkat Lanjut 4 a. b. c. d. Kurikulum merupakan media untuk mengembangkan keahlian. Guru merencanakan kurikulum yang berfokus kepada apa yang harus diketahui, dimengerti, dan mampu dilakukan siswa, yang memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam. Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang menginspirasi siswa untuk menanyakan pertanyaan berlevel tinggi, mengejar informasi lebih lanjut atas keinginan sendiri, dan membuat saran-saran sendiri atas kegiatan kelas. Guru mendorong relevansi kurikulum dengan membantu siswa mentransfer dan menghubungkan konsep/ide penting dengan konteks yang familiar maupun tidak familiar. Mahir 3 a. b. Kurikulum merupakan jembatan antara siswa dengan ide/konsep penting. Guru merencakan kurikulum yang berfokus pada apa yang harus diketahui, dimengerti, dan mampu dilakukan siswa. c. d. Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang menunjukkan mengapa kemampuan, prinsip, dan fakta yang disampaikan adalah penting dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru mendorong relevansi kurikulum dengan membangun pengalaman siswa. Dasar 2 a. b. c. d. Kurikulum merupakan hubungan lemah antara siswa dengan ide/konsep penting. Guru merencanakan kurikulum sebagian besar berdasarkan pada fakta dan kemampuan. Ide besar atau prinsip mungkin hadir secara tersirat, namun guru tidak memperlihatkannya pada siswa. Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang mendorong siswa untuk percaya bahwa tujuan pembelajaran terbatas kepada mendapatkan nilai bagus dan dapat mengerjakan tes dengan baik. Guru berusaha mendorong relevansi kurikulum, namun mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pengalaman siswa yang akan dibangun atau membuat analogi yang tidak sesuai dengan kenyataan Pemula 1 a. b. c. d. Kurikulum merupakan penghalang antara siswa dengan ide/konsep penting. Guru merencanakan kurikulum yang terdiri dari kegiatan dan tak terhubung, fakta yang terpisah, dan kemampuan yang terisolasi. Guru menggunakan kurikulum dalam cara-cara yang mengintimidasi, membosankan, atau menekan siswa. Guru menghiraukan pentingnya membuat kurikulum yang relevan dengan pengalaman siswa. 3. PENILAIAN FORMATIF (FORMATIVE ASSESSMENT) Kategori: Guru menggunakan penilaian formatif (penilaian di awal dan tengah proses pembelajaran) sebagai alat utama dalam menentukan strategi differentiated
instruction. Indikator:
Guru menilai secara formatif kebutuhan belajar siswa, yaitu kesiapan, minat, dan cara belajar siswa dan menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap isi, proses dan produk.
Guru memasukkan penilaian formatif sebagai aspek penting dalam proses pembelajaran di kelas. Bukti
Guru menggunakan berbagai macam teknik penilaian formatif yang menghasilkan informasi paling penting dalam membuat penyesuaian atas kebutuhan siswa
Guru melakukan penilaian awal atas kesiapan, minat, dan cara belajar siswa berkaitan dengan tujuan pembelajaran, sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran
Guru menggunakan penilaian berkelanjutan untuk menilai kemajuan siswa dalam pembelajaran
Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal maupun informal untuk membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan berbagai macam perencanaan pengajaran.
Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal maupun informal untuk menyesuaikan isi, proses dan produk
Guru menyampaikan secara jelas tujuan penilaian formatif kepada siswa Rubrik: Formative Assessment Tingkat Lanjut 4 a. Guru merencanakan dan menjalankan penilaian awal jauh sebelum kegiatan pembelajaran dan penilaian berkelanjutan secara menyeluruh selama kegiatan pembelajaran. b. Guru menggunakan hasil penilaian formatif untuk membuat penyesuaian perencanaan terhadap kurikulum dan pengajaran. c. Guru mendesain penilaian formatif yang membuat siswa mendemonstrasikan pemahaman, pengetahuan, dan/atau kemampuan mereka dalam berbagai macam mode. d. Siswa menantikan kesempatan penilaian formatif sebagai hasil dari berbagai pengalaman positif dari bagaimana guru menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan individual mereka. Mahir 3 a. Guru menjalankan penilaian formatif sebelum dan selama kegiatan pembelajaran. b. Guru menggunakan hasil penilaian formatif untuk membuat penyesuaian perencanaan terhadap kurikulum dan pengajaran. c. Guru menggunakan penilaian formatif yang membuat siswa mendemonstasikan pemahaman, pengetahuan, dan/atau kemampuan mereka dalam bentuk lain selain menulis. d. Siswa memahami bagaimana dan mengapa guru menggunakan penilaian formatif. Dasar 2 a. Guru menjalankan penilaian formatif secara berkala dalam kegiatan pembelajaran (misal kuis). b. Guru menggunakan hasil penilaian untuk menentukan kemajuan siswa, namun tidak menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian pengajaran. c. Guru menggunakan penilaian formatif yang membatasi respon siswa ke dalam satu metode ekspresi (misal tertulis). d. Siswa memandang penilaian formatif sebagai cara untuk mendapatkan nilai. Pemula 1 a. b. Guru jarang menggunakan penilaian formatif. Guru menggunakan penilaian formatif hanya untuk mengisi buku nilai daripada untuk menyesuaikan pengajaran. c. Guru memilih metode penilaian yang sangat menghalangi kapasitas siswa untuk mendemonstrasikan secara umum apa yang sudah mereka pelajari (misal karena desain yang kurang baik, karena tidak sesuai dengan tujuan kurikulum) d. Guru gagal memberikan dasar bagi penilaian formatif atau untuk membantu siswa membedakan anatara tujuan penilaian formatif dan penilaian sumatif. 4. PERENCANAAN PENGAJARAN (INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS) Kategori: Guru menggunakan metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel sebagai mekanisme utama dalam differentiated instruction Indikator:
Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat dan cara belajar siswa.
Guru membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan berbagai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data yang terkumpul melalui penilaian formatif formal maupun informal.
Guru membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan bahwa pergerakan di dalam kelas memang direncanakan dan siswa mengatur dirinya sendiri. Bukti:
Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran (misal kelompok kecil, kerja berpasangan, kerja individual, seluruh kelas) untuk memenuhi kebutuhan siswa.
Tujuan guru dalam melakukan pengelompokan sesuai dengan tujuan kurikulum.
Komposisi kelompok yang dibuat guru telah direncanakan dengan baik.
Guru mengelompokkan siswa berdasarkan informasi yang paling terbaru. (misal data penilaian) mengenai kesiapan, ketertarikan, dan/atau cara belajar siswa.
Guru memastikan bahwa selama kegiatan pembelajaran atau dalam satu semester, siswa menjalani berbagai macam peran dan tanggung jawab dalam kelompok.
Guru merencanakan dan memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa lakukan dalam down time (misal ketika sebuah kelompok menyelesaikan tugasnya dengan lebih cepat)
Ada beberapa cara bagi siswa dan kelompok siswa untuk menerima bantuan dalam proses pengajaran. Rubrik: Instructional Arrangements Tingkat Lanjut 4 a. Pengajaran guru ditandai dengan pola yang mulus dan dinamis dalam melakukan pengelompokan yang telah direncanakan b. Guru membuat keputusan pengelompokan berdasarkan penilaian terbaru dan relevan dari kesiapan, minat dan/atau cara belajar siswa c. Kegiatan dan struktur kelas memungkinkan pergerakan antara perencanaan instruksional, mengajarkan siswa bagaimana caranya agar secara otomatis mengikuti perencanaan yang telah ditetapkan, dan menekankan kemandirian Mahir 3 a. Guru melakukan berbagai metode pengajaran selama kegiatan pembelajaran. b. Guru membuat keputusan pengelompokan berdasarkan data penilaian mengenai kesiapan, minat dan/atau cara belajar untuk pelajaran yang berbeda-beda, sesuai dengan tujuan kurikulum. c. Kegiatan dan struktur kelas mendukung keteraturan, pengambilan keputusan mandiri, dan bantuan antar teman. Dasar 2 a. Guru menggunakan beberapa metode pengajaran selama kegiatan pembelajaran, dengan instruksi untuk keseluruhan kelompok di awal. b. Tujuan pengelompokan mungkin menyimpang dari tujuan kurikulum dan komposisi pengelompokan berdasarkan atas faktor yang tidak dapat dipastikan dengan penilaian formal maupun informal atas kesiapan, minat dan/atau cara belajar siswa. c. Kegiatan dan struktur kelas menghalangi pergerakan antara perencanaan instruksional, mendorong ketergantungan siswa pada guru dan mengisolasi siswa dari satu sama lain Pemula 1 a. Guru menggantungkan diri pada metode pengajaran yang kaku dan berfokus pada guru. b. Guru menghiraukan perbedaan siswa dalam membuat keputusan pengelompokan, atau mengotak-ngotakkan siswa ke dalam kelompok berdasarkan performa sebelumnya dan asumsi guru itu sendiri. c. Kegiatan atau struktur manajemen yang tersedia hanya sedikit, jika ada, yang mendukung pergerakan menuju perencanaan yang lebih fleksibel. 5. TUGAS YANG SESUAI KEBUTUHAN BELAJAR SISWA (RESPECTFUL TASKS) Kategori: Guru menyediakan tantangan optimal bagi individu siswa atau kelompok siswa melalui tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Indikator:
Guru menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat dan cara belajar siswa.
Guru merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi perencanaan pengajaran untuk menyesuaikan isi, proses dan produk
Guru merencanakan tugas (apakah diselesaikan sendiri atau berkelompok) untuk meningkatkan kemampuan siswa. Bukti:
Tugas memberikan siswa akses ke tujuan pembelajaran yang sama.
Tugas mengharuskan siswa untuk meniru secara persis kemampuan, pemikiran, kebiasaan, disposisi, atau pekerjaan para profesional di dunia nyata (misal ahli matematika, ahli biologi, penulis).
Tugas mengharuskan semua siswa untuk menggunakan kemampuan pemikiran dengan tingkat yang lebih tinggi (misal menganalisa, menilai).
Tugas tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa.
Guru membantu pelaksanaan tugas dengan menggunakan berbagai macam teknik. Rubrik: Tingkat Lanjut 4 a. b. c. Guru merencanakan tugas yang berfokus pada tujuan pembelajaran yang sama dan meniru pekerjaan dari ahli/professional di bidang tersebut. Guru mengkespresikan berbagai macam kriteria berdasarkan atas kesiapan siswa dan menyediakan berbagai macam bantuan untuk memastikan penyelesaian tugas yang sukses dan berkualitas tinggi. Semua tugas yang dilakukan sama-sama menarik dan menantang. Mahir 3 a. b. c. Guru merencanakan tugas yang berfokus pada tujuan pembelajaran yang sama dan menyarankan pekerjaan dari ahli/profesional di bidang tersebut. Guru mengekspresikan kriteria yang jelas dan menyediakan bantuan untuk memastikan penyelesaian tugas yang sukses dan berkualitas tinggi. Semua tugas yang dilakukan hampir sama menantang dan menariknya. Dasar 2 a. Guru merencanakan tugas yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran dan hampir jauh berbeda dari pekerjaan seorang ahli/profesional di bidang tersebut. b. c. Kriteria guru untuk penyelesaian tugas yang sukses membingungkan dan tidak lengkap. Guru menyediakan beberapa bantuan, jika siswa meminta bantuans Satu tugas mungkin lebih/kurang menantang dan menarik dibandingkan yang lainnya. Pemula 1 a. b. c. Guru merencanakan tugas tanpa mempertimbangkan apa yang semua siswa perlu ketahui, mengerti, dan mampu lakukan, atau bagaimana seorang ahli/profesional bekerja di bidang tersebut. Tugas mungkin menyimpang dari isi kegiatan pembelajarans Guru tidak mengekspresikan kriteria kualitas penyelesaian tugas atau tidak menyediakan bantuan untuk kesuksesan penyelesaian tugas. Tugas membosankan siswa atau membuat mereka frustasi. Lampiran 5 Kisi-kisi Panduan Observasi Differentiated Instruction KISI-KISI PANDUAN OBSERVASI PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION PADA GURU KELAS 4-5 SD GAGAS CERIA BANDUNG Diturunkan Berdasarkan Instrumen DI-Look For yang dikembangkan oleh Carol Ann To mlinson dan Jessica Hockett DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI Learning Community (Guru menciptakan komunitas kelas yang solid dan lingkungan belajar yang positif) Karakteristik fisik dan afektif kelas memberikan nuansa positif bagi proses belajar Guru membantu siswa mengenal satu sama lain dengan baik.
Mengatur posisi duduk untuk selalu berpindah Membagi kelompok secara variatif Siswa terlihat akrab dan saling mengenal satu sama lain. Guru mendorong kreativitas dalam pemikiran dan ekspresi.
Memberikan siswa kesempatan untuk mengajukan pendapat dan pertanyaan secara leluasa. Mengajak siswa untuk mendiskusikan materi Memberikan reaksi positif bagi siswa yang menyampaikan pendapat yang tidak umum/berbeda. Guru membentuk aktivitas yang membuat siswa bertemu satu sama lain dalam peran dan konteks yang bervariasi.
Mengatur peran pemimpin kelompok secara bergiliran Meminta siswa untuk secara bergantian menjelaskan pemahamannya kepada siswa lain. Membuat tugas kelompok dalam bentuk penyelesaian suatu proyek. Guru mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual Guru menyampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada siswa bahwa mereka adalah individu yang beragam dalam kebutuhan belajar, minat dan kekuatan.
Menekankan siswa untuk berkompetisi melawan diri sendiri bukan melawan siswa lain. Memberikan reaksi yang sesuai/ditanggapi positif oleh siswa (misal: bagi siswa yang sulit paham, bagi siswa yang lambat menangkap materi, bagi siswa berkebutuhan khusus) DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI Guru membantu siswa dalam menentukan tujuan individual dan tujuan kelas
Memberikan siswa tugas mandiri dan membahasnya di kelas (dengan cara yang membuat siswa sadar tugas yang ia kerjakan sesuai/tidak dengan standar yang harus dicapai).
Mengarahkan siswa untuk membuat perencanaan belajar (misal: mengarahkan untuk menuliskan PR di dalam agenda, mengarahkan siswa untuk membuat jadwal belajar secara mandiri).
Menyampaikan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ( misal: mengingatkan waktu yang tersisa untuk pengerjaan tugas, memberikan pujian bagi siswa yang sudah menyelesaikan tugas sesuai dengan instruksi, menyemangati siswa yang belum selesai mengerjakan tugas) Guru mendesain dan memberikan peran bagi siswa untuk berpikir bagaimana caranya agar kegiatan belajar berjalan dengan lancar. Mengajak siswa untuk menentukan/menyepakati aturan dan cara belajar yang akan dilakukan. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. Guru menyampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada siswa bahwa mereka memiliki peran agar proses belajar di kelas berjalan dengan baik. menyampaikan kepada siswa tingkah laku yang diharapkan selama proses pembelajaran (misal: aturan yang jelas dan mudah dimengerti, cara mengerjakan tugas) Guru meminta masukan siswa dalam membuat keputusan untuk kepentingan kelas. Melibatkan seluruh kelas dalam melakukan perencanaan (misal: siswa diberi kesempatan untuk menetapkan waktu ulangan, menetapkan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tugas, menentukan materi yang akan dipelajari lebih dalam) Guru meminta siswa untuk memberikan umpan balik tentang proses belajar yang terjadi dan saran tentang proses belajar yang akan lebih sesuai bagi siswa.
Meminta umpan balik dan saran dari siswa mengenai proses pembelajaran yang terjadi. (misal: bertanya apakah ia terlalu cepat dalam menyampaikan materi atau apakah metode yang dilakukan dapat membantu siswa memahami materi)
Membahas tugas yang diberikan (misal: bertanya tugas yang diberikan sulit/tidak, bagaimana cara siswa mengerjakan PR tersebut) DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI Curriculum (Guru menggunakan kurikulum berkualitas tinggi dan berkesinambungan) Guru mempersiapkan kurikulum sedemikian rupa sehingga materi dan konsep yang penting ditempatkan di awal unit pelajaran, juga menggunakan kemampuan dan fakta esensial untuk membantu siswa memahami materi dan konsep tersebut. Guru menetapkan tujuan pembelajaran dalam hal-hal yang harus diketahui, dimengerti dan mampu dilakukan siswa sebagai hasil pembelajaran. Menetapkan tujuan belajar yang jelas (sampai dengan pengetahuan, pemahaman, atau keterampilan).--> Berdasarkan RPP yang dibuat guru Guru menghubungkan pengetahuan dan kemampuan yang harus dipelajari siswa menjadi pertanyaan, ide-ide besar, prinsip utama, dan/atau konsep yang penting.
Guru menurunkan tujuan pembelajaran dikaitkan dengan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut.
Guru menyampaikan konsep dasar/inti dari suatu materi.
Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep dasar, bukan pertanyaan yang tidak relevan/bukan merupakan konsep utama. Guru menjadikan Guru menyampaikan tujuan
Menyampaikan apa yang harus siswa ketahui/pahami dari suatu kurikulum sebagai pembelajaran secara jelas kepada materi. pengikat proses siswa.
Mengawali atau mengakhiri pelajaran dengan menyatakan tujuan belajar siswa belajar atau maksud dari pelajaran (misal: melakukan debrief/membuat kesimpulan terhadap proses belajar pada hari itu) Guru memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang akan dipelajari. Guru menghubungkan kurikulum dengan pengalaman dan minat siswa baik secara kolektif maupun individual.
Menghubungkan bahan pelajaran baru dengan pelajaran dan/atau pengalaman siswa sebelumnya.
Memberikan contoh tentang suatu materi dengan hal-hal yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari. Guru melibatkan siswa dalam kegiatan yang membantu mereka melihat bagaimana hal-hal yang mereka pelajari dapat digunakan di dunia nyata.
Memberikan siswa persoalan problem solving terkait kehidupan sehari-hari.
Menyampaikan materi dengan memberikan contoh konkrit dengan kehidupan siswa sehari-hari. DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI Formative Assessment (Guru menggunakan penilaian formatif sebagai alat utama dalam menentukan strategi pembelajaran) Guru menilai secara formatif kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasilnya untuk melakukan penyesuaian strategi pembelajaran. Guru melakukan penilaian awal atas kesiapan, minat, dan cara belajar siswa berkaitan dengan tujuan pembelajaran, sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran
Guru melakukan pengelompokan siswa dengan tepat (misal: setiap siswa di dalam kelompok aktif berperan serta) Memberikan materi dengan cara dan kedalaman yang sesuai dengan kebutuhan siswa (misal: semua siswa terlihat tertarik dan paham terhadap penjelasa yang diberikan) Memberikan soal dengan tingkat kesulitan dan metode yang sesuai dengan siswa (misal: semua siswa tidak terlihat frustrasi menyelesaikan tugas, tidak ada siswa yang menyelesaikan tugas jauh sebelum waktu yang ditentukan habis). Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal maupun informal untuk membuat keputusan mengenai bagaimana dan kapan menggunakan berbagai macam perencanaan pengajaran.
Menggunakan data hasil assessmen untuk menyesuaikan pengajaran (misal: merubah cara menyampaikan materi ketika siswa tidak fokus atau siswa tidak paham) Menyampaikan materi dengan cara yang dapat dimengerti siswa (misal: siswa terlihat lebih banyak yang paham/tidak, siswa fokus/tidak, bersemangat/tidak) Tetap mengajarkan konsep dasar ketika melihat siswa belum paham, tidak langsung loncat ke konsep yang berikutnya. Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan waktu untuk siswa mengerjakan tugas fleksibel sesuai dengan hasil asesmen terhadap siswa. . dilihat dari RPP dan kenyataan di lapangan. Guru menggunakan data yang terkumpul dari penilaian formatif formal maupun informal untuk menyesuaikan isi, proses dan produk
Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan waktu untuk siswa mengerjakan tugas fleksibel sesuai dengan hasil asesmen terhadap siswa. . kesesuaian/fleksibilitas RPP dengan kenyataan Memberikan pertanyaan yang bervariasi terhadap setiap siswa. Menekankan penguasaan konsep dasar dan logika berpikir (misal: memberi kesempatan siswa mengerjakan tugas dengan cara yang berbeda). DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI Guru memasukkan penilaian formatif sebagai aspek penting dalam proses pembelajaran di kelas. Guru melakukan penilaian secara terus menerus terhadap kemajuan siswa dalam pembelajaran
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa saat menyampaikan materi
Guru berkeliling kelas untuk melihat kemajuan siswa dalam menyelesaikan tugas.
Guru mengoreksi PR yang diberikan kepada siswa
Guru mengadakan kuis untuk menilai pemahaman siswa terhadap materi yang baru disampaikan.
Guru bertanya apa yang sudah dipelajari siswa berkaitan dengan materi tertentu. Guru menyampaikan secara jelas tujuan Siswa tidak takut dinilai tidak mampu oleh guru (misal: mengapresiasi penilaian formatif kepada siswa siswa yang berhasil menjawab, memberikan motivas i bagi siswa yang belum berhasil untuk terus berusaha, bertanya tidak dengan cara yang memojokkan siswa, siswa leluasa memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan). Guru menggunakan berbagai macam teknik penilaian formatif yang menghasilkan informasi paling penting dalam membuat penyesuaian atas kebutuhan siswa Mengecek pemahaman siswa dengan cara yang beragam (misal: bertanya, mengecek kemajuan hasil pekerjaan siswa, mengoreksi PR) Instructional Guru menggunakan Guru menggunakan berbagai macam Memvariasikan pen gelompokan siswa (individual, berpasangan, kelompok Arrangements ( berbagai macam metode pengajaran (misal kelompok kecil, kelas bes ar). Guru menggunakan metode pengajaran kecil, kerja berpasangan, kerja metode pengajaran yang dikelola dengan individual, seluruh kelas) untuk yang dikelola baik dan fleksibel memenuhi kebutuhan siswa. DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI dengan baik dan fleksibel) untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat, dan cara belajar siswa. Tujuan guru dalam melakukan pengelompokan sesuai dengan tujuan kurikulum.
Pengelompokan yang dilakukan sesuai untuk mencapai tujuan belajar yang ditentukan. (misal: selain dengan berkelompok apakah ada cara lain yang lebih tepat untuk mencapai tujuan, siswa terlihat dapat mencapai tujuan dengan kegiatan berkelompok)
Setiap siswa mendapatkan kseimpulan belajar yang sama (misal: melakukan pembahasan terhadap hasil kerja setiap kelompok kecil sehingga setiap siswa dapat belajar dari hasil kelompok lain) Guru membuat keputusan mengenai kapan dan bagaimana menggunakan berbegai macam metode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data yang terkumpul melalui penilaian formatif. Guru mengelompokkan siswa berdasarkan informasi yang paling terbaru. (misal data penilaian) mengenai kesiapan, ketertarikan, dan/atau cara belajar siswa.
Guru melakukan assessmen terhadap dinamika kelompok (misal: tidak membiarkan kelompok yang pasif, memberikan aktivitas lain bagi kelompok yang sudah selesai)
Guru melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi (misal: siswa tidak selalu berada di kelompok yang sama) Komposisi kelompok yang dibuat guru telah direncanakan dengan baik. Memiliki dasar yang sesuai dalam melakukan pengelompokan siswa (misal: setiap siswa di dalam kelompok aktif, menggabungkan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan pada satu kelompok untuk saling membantu) Guru memastikan bahwa selama kegiatan pembelajaran atau dalam satu semester, siswa menjalani berbagai macam peran dan tanggung jawab dalam kelompok.
Melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi
Memastikan setiap siswa mendapatkan peran yang berbeda di dalam kelompoknya (tidak selalu menjadi pemimpin, sekertaris, peserta pasif, dll) Guru membuat Guru merencanakan dan
Guru memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa lakukan kegiatan dan struktur memberitahukan dengan jelas apa ketika seorang siswa/sebua h kelompok menyelesaikan tugasnya untuk memastikan yang harus siswa lakukan dalam dengan lebih cepat. bahwa pergerakan di down time (misal ketika sebuah
Siswa mengetahui apa yang harus dilakukan jika ingin dalam kelas memang kelompok menyelesaikan tugasnya bertanya/meminta bantuan guru . direncanakan dan dengan lebih cepat) DIMENSI INDIKATOR BUKTI ITEM OBSERVASI siswa mengatur dirinya sendiri. Ada beberapa cara bagi siswa dan kelompok siswa untuk menerima bantuan dalam proses pengajaran.
Guru berkeliling kelas untuk mengecek pemahaman/kemajuan siswa menyelesaikan tugas.
Guru memberikan bantuan sesuai kebutuhan siswa (misal: siswa yang menemui kesulitan terperhatikan, siswa yang mampu namun memerlukan penegasan disemangati untuk menyelesaikan secara mandiri) Respectful Task (Guru menyediakan tantangan optimal bagi individu siswa atau sekelompok siswa melalui tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Guru menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat, dan cara belajar siswa. Tugas memberikan siswa akses ke tujuan pembelajaran yang sama.
Menyediakan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda
Memberikan soal baru dengan tingkat yang lebih tinggi untuk siswa gifted.
Memberikan penyesuaian tugas bagi siswa berkebutuhan khusus (misal: format yang berbeda, waktu yang berbeda) Guru merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa dengan menggunakan berbagai macam strategi perencanaan pengajaran. Tugas tampak menarik untuk dikerjakan dari sudut pandang siswa. Siswa terlihat antuasias dan bersemangat dalam menyelesaika tugas. Guru membantu pelaksanaan tugas dengan menggunakan berbagai macam teknik
Menerangkan cara-cara yang mungkin dilakukan dalam menyelesaikan tugas (misal: dalam menghapal bisa dengan cara chunking, mnemonic, dll).
Menerangkan materi dengan berbagai cara (misal: ceramah, memakai infocus, alat peraga, dll)
Menempatkan/meminta bantuan siswa yang lebih pandai untuk membantu siswa yang lain. Guru merencanakan tugas untuk meningkatkan kemampuan siswa. Kualitas penyelesaian tugas diperhatikan Guru mengkoreksi tugas siswa dengan akurat (misal: cara penulisan, waktu pengumpulan, kesesuaian dengan tuntutan) Tugas mengharuskan semua siswa untuk menggunakan kemampuan pemikiran dengan tingkat yang lebih tinggi (misal menganalisa, menilai).
Tugas yang diberikan menekankan pada kemampuan problem solving Tingkat kesulitan tugas terus bertingkat. Lampiran 6 Form Observasi Penerapan Differentiated Instruction FORM OBSERVASI GURU DALAM MENERAPKAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION Kelas:_________Mata Pelajaran:__________________________ Waktu/Durasi:__________ ______ Guru: ____________________ Tanggal:_____/______/_______ Observer:_______________ _____ Keterangan: Berikan tanda checklist jika perilaku tersebut muncul Berikan tanda silang jika perilaku yang muncul adalah perilaku yang sebaliknya Berikan tanda NE jika perilaku tersebut tidak memungkinkan muncul dalam proses p embelajaran yang terjadi 1. LEARNING COMMUNITY Karakteristik fisik dan afektif kelas memberikan nuansa positif bagi proses bela jar Mengatur posisi duduk untuk selalu berpindah Keterangan: Membagi kelompok secara variatif Siswa terlihat akrab (saling mengenal satu sama lain) Memberikan siswa kesempatan untuk mengajukan pendapat atau pertanyaan secara lel uasa. Mengajak siswa untuk mendiskusikan materi Memberikan reaksi positif bagi siswa yang menyampaikan pendapat yang tidak umum/ berbeda. Mengatur peran pemimpin kelompok secara bergiliran Meminta siswa untuk secara bergantian menjelaskan pemahamannya kepada siswa lain (misal: memberi kesempatan siswa untuk berdiskusi) Membuat tugas kelompok dalam bentuk penyelesaian suatu proyek. Guru mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual Menekankan siswa untuk berkompetisi melawan diri sendiri bukan melawan siswa lai n. Keterangan: Memberikan reaksi yang sesuai/ditanggapi positif oleh siswa (misal: bagi siswa y ang sulit paham, bagi siswa yang lambat menangkap materi, bagi siswa berkebutuhan khusus) Membahas tugas mandiri siswa di kelas (dengan cara yang membuat siswa sadar tuga s yang ia kerjakan sesuai/tidak dengan standar yang harus dicapai). Mengarahkan siswa untuk membuat perencanaan belajar (misal: mengarahkan untuk me nuliskan PR di dalam agenda, mengarahkan siswa untuk membuat jadwal belajar secara mandiri, men yampaikan waktu pengerjaan tugas, menyampaikan alur/aktivitas belajar di awal). Menyampaikan sesuatu yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa ( misal: men gingatkan waktu yang tersisa untuk pengerjaan tugas, memberikan pujian bagi siswa yang sudah men yelesaikan tugas sesuai dengan instruksi, menyemangati siswa yang belum selesai mengerjakan tugas ) Mengajak siswa untuk menyepakati aturan atau cara belajar yang akan dilakukan. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. menyampaikan kepada siswa tingkah laku yang diharapkan selama proses pembelajara n (misal: aturan yang jelas dan mudah dimengerti, cara mengerjakan tugas) Keterangan: Melibatkan seluruh kelas dalam melakukan perencanaan (misal: siswa diberi kesemp atan untuk menetapkan waktu ulangan, menetapkan waktu yang diperlukan untuk mengerjakan tug as, menentukan materi yang akan dipelajari lebih dalam) Meminta umpan balik dan saran dari siswa mengenai proses pembelajaran yang terja di. (misal: bertanya apakah ia terlalu cepat dalam menyampaikan materi atau apakah metode yang dilaku kan dapat membantu siswa memahami materi) Membahas tugas yang diberikan (misal: bertanya tugas yang diberikan sulit/tidak, bagaimana cara siswa mengerjakan PR tersebut) Kesimpulan Learning Community 2. CURRICULUM Guru mempersiapkan kurikulum sedemikian rupa sehingga materi dan konsep yang pen ting ditempatkan di awal unit pelajaran, juga menggunakan kemampuan dan fakta esensial untuk membantu siswa memahami materi dan konsep tersebut. Menetapkan tujuan belajar yang jelas (sampai dengan pengetahuan, pemahaman, atau keterampilan).--> Berdasarkan RPP yang dibuat guru Keterangan: Guru menurunkan tujuan pembelajaran dikaitkan dengan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran tersebut. Guru menyampaikan konsep dasar/inti dari suatu materi. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep dasar, bukan pertanyaan ya ng tidak relevan/bukan merupakan konsep utama. Guru menjadikan kurikulum sebagai pengikat proses belajar siswa Menyampaikan apa yang harus siswa ketahui/pahami dari suatu materi. Keterangan: Mengawali atau mengakhiri pelajaran dengan menyatakan tujuan belajar atau maksud dari pelajaran (misal: melakukan debrief/membuat kesimpulan terhadap proses belajar pada hari itu ) Guru memastikan kurikulum merupakan cerminan otentik dari bahan pelajaran yang a kan dipelajari. Menghubungkan bahan pelajaran baru dengan pelajaran atau pengalaman siswa sebelu mnya. Keterangan: Memberikan contoh tentang suatu materi dengan hal-hal yang dekat dengan kehidupa n siswa sehari-hari. Memberikan siswa persoalan problem solving terkait kehidupan sehari-hari. Menyampaikan materi dengan memberikan contoh konkrit dengan kehidupan siswa seha ri-hari. Kesimpulan Curriculum 3. FORMATIVE ASSESSMENT Guru menilai secara formatif kebutuhan belajar siswa dan menggunakan hasilnya un tuk melakukan penyesuaian strategi pembelajaran. Guru melakukan pengelompokan siswa dengan tepat (misal: setiap siswa di dalam ke lompok aktif berperan serta) Keterangan: Memberikan materi dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan siswa (misal: semua s iswa terlihat tertarik dan paham terhadap penjelasan yang diberikan) Memberikan soal dengan tingkat kesulitan dan metode yang sesuai dengan siswa (mi sal: semua siswa tidak terlihat frustrasi menyelesaikan tugas, tidak ada siswa yang menyelesaikan tugas jauh sebelum waktu yang ditentukan habis). Menggunakan data hasil assessmen untuk menyesuaikan pengajaran (misal: merubah c ara menyampaikan materi ketika siswa tidak fokus atau siswa tidak paham) Menyampaikan materi dengan cara yang dapat dimengerti siswa (misal: siswa terlih at lebih banyak yang paham/tidak, siswa fokus/tidak, bersemangat/tidak) Tetap mengajarkan konsep dasar ketika melihat siswa belum paham, tidak langsung loncat ke konsep yang berikutnya. Waktu yang dilakukan untuk menyampaikan pelajaran dan waktu untuk siswa mengerja kan tugas fleksibel sesuai dengan hasil asesmen terhadap siswa. . dilihat dari RPP dan kenyataan di lapangan. Memberikan pertanyaan yang bervariasi terhadap setiap siswa. Menekankan penguasaan konsep dasar dan logika berpikir (misal: memberi kesempata n siswa mengerjakan tugas dengan cara yang berbeda, meminta siswa menjelaskan alasan atas jawaban ya ng diberikan) Guru memasukkan penilaian formatif sebagai aspek penting dalam proses pembelajar an di kelas. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa saat menyampaikan materi Keterangan: Guru berkeliling kelas untuk melihat kemajuan siswa dalam menyelesaikan tugas. Guru mengoreksi PR yang diberikan kepada siswa Guru mengadakan kuis untuk menilai pemahaman siswa terhadap materi yang disampai kan. Guru bertanya apa yang sudah dipelajari siswa berkaitan dengan materi tertentu. Siswa tidak takut dinilai tidak mampu oleh guru (misal: mengapresiasi siswa yang berhasil menjawab, memberikan motivasi bagi siswa yang belum berhasil untuk terus berusah a, bertanya tidak dengan cara yang memojokkan siswa, siswa leluasa memberikan jawaban terhad ap pertanyaan yang diberikan). Kesimpulan Formative Assessmen 4. INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS Guru menggunakan berbagai macam metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat, dan cara belajar siswa. Memvariasikan pengelompokan siswa (individual, berpasangan, kelompok kecil, kela s besar). Keterangan: Pengelompokan yang dilakukan sesuai untuk mencapai tujuan belajar yang ditentuka n. (misal: selain dengan berkelompok apakah ada cara lain yang lebih tepat untuk mencapai tujuan, siswa terlihat dapat mencapai tujuan dengan kegiatan berkelompok) Setiap siswa mendapatkan kesimpulan belajar yang sama (misal: melakukan pembahas an terhadap hasil kerja setiap kelompok kecil sehingga setiap siswa dapat belajar dari hasil kelom pok lain) Guru membuat keputusan mengenai kapan dan bagaimana menggunakan berbegai macam m etode pengajaran berdasarkan pada tujuan kurikulum dan data yang terkumpul melalui penilaian formatif. Guru melakukan assessmen terhadap dinamika kelompok (misal: tidak membiarkan kel ompok yang pasif, memberikan aktivitas lain bagi kelompok yang sudah selesai) Keterangan: Guru melakukan pengelompokan siswa secara bervariasi (misal: siswa tidak selalu berada di kelompok yang sama) Memiliki dasar yang sesuai dalam melakukan pengelompokan siswa (misal: setiap si swa di dalam kelompok aktif, menggabungkan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan pada satu kelompok untuk saling membantu) Memastikan setiap siswa mendapatkan peran yang berbeda di dalam kelompoknya (tid ak selalu menjadi pemimpin, sekertaris, peserta pasif, dll) Guru membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan bahwa pergerakan di dalam ke las memang direncanakan dan siswa mengatur dirinya sendiri. Guru memberitahukan dengan jelas apa yang harus siswa lakukan ketika seorang sis wa/sebuah kelompok menyelesaikan tugasnya dengan lebih cepat. Keterangan: Siswa mengetahui apa yang harus dilakukan jika ingin bertanya/meminta bantuan gu ru. Guru berkeliling kelas untuk mengecek pemahaman/kemajuan siswa menyelesaikan tug as. Guru memberikan bantuan sesuai kebutuhan siswa (misal: siswa yang menemui kesuli tan terperhatikan, siswa yang mampu namun memerlukan penegasan disemangati untuk menyelesaikan seca ra mandiri Kesimpulan Instructional Arrangements 5. RESPECTFUL TASK Guru menggunakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa untuk memenuhi berbagai macam kesiapan, minat, dan cara belajar siswa. Menyediakan soal dengan tingkat kesulitan yang berbeda Keterangan: Memberikan soal baru dengan tingkat yang lebih tinggi untuk siswa gifted / siswa lain yang selesai lebih dulu. Memberikan penyesuaian tugas bagi siswa berkebutuhan khusus (misal: format yang berbeda, waktu yang berbeda) Guru merencanakan dan melaksanakan tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar si swa dengan menggunakan berbagai macam strategi perencanaan pengajaran. Siswa terlihat antuasias dan bersemangat dalam menyelesaika tugas Keterangan: Menerangkan cara-cara yang mungkin dilakukan dalam menyelesaikan tugas (misal: d alam menghapal bisa dengan cara chunking, mnemonic, dll). Menerangkan materi dengan berbagai cara (misal: ceramah, memakai infocus, alat p eraga, dll) Menempatkan/meminta bantuan siswa yang lebih pandai untuk membantu siswa yang la in. Guru merencanakan tugas untuk meningkatkan kemampuan siswa. Guru mengkoreksi tugas siswa dengan akurat (misal: cara penulisan, waktu pengump ulan, kesesuaian dengan tuntutan) Keterangan: Tugas yang diberikan menekankan pada kemampuan problem solving Tingkat kesulitan tugas terus bertingkat. Kesimpulan Respectful Tasks Lampiran 7 -Form Inter Rater Observer RATING PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION GURU Guru : ______________ Kelas: __________ Tanggal dan Waktu Observasi : __________ _______ Mata Pelajaran : ______________ Observer : _____________________________________ ______ Aspek Differentiated Instruction Uraian Rating Keterangan LEARNING COMMUNITY ( ____ ) 1. Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelajaran. 2. Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 3. Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. CURRICULUM ( ____ ) 4. Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 5. Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 6. Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 7. Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. FORMATIVE ASSESSMENT ( ____ ) 8. Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 9. Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 10. Metode penilaian formatif beragam. 11. Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS ( ____ ) 12. Metode pengajaran beragam. 13. Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 14. Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 15. Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. RESPECTFUL TASK ( ____ ) 16. Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 17. Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Lampiran 8 Form Psikogram Penerapan Differentiated Instruction PSIKOGRAM PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION Inisial : Waktu Observasi : Aspek Differentiated Instruction Uraian Pemula Dasar Mahir Lanjut 1 2 3 4 LEARNING COMMUNITY Guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif (memungkinkan setiap siswa dapat menjalani proses belajar secara optimal) CURRICULUM Guru menggunakan kurikulum yang berkesinambungan dan memungkinkan siswa mencapai kemampuan yang optimal. FORMATIVE ASSESSMENT Guru menggunakan penilaian fomatif (sebelum, selama dan sesudah pengajaran) INSTRUCTIONAL ARRANGEMENTS Guru mengunakan metode pengajaran yang dikelola dengan baik dan fleksibel RESPECTFUL TASK Guru menyediakan tantangan optimal bagi siswa melalui tugas yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Lampiran 9 Modul Pelatihan Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menerapkan Different iated Instruction RANCANGAN MODUL PELATIHAN PENERAPAN DIFFERENTIATED INSTRUCTION (DI) PADA PROSES PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSI TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta dapat melakukan pengajaran dengan mener apkan lima prinsip dasar differentiated instruction melalui menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif, menggunakan kurikulum berkesin ambungan yang mengarahkan siswa untuk mencapai kemampuan optimal, melakukan penilaian secara berkala terhadap kebutuhan belajar siswa, menggunakan metode pengajaran yang terencana dan fleksibel, dan menyediakan tugas yang menyediakan tantangan optimal bagi sis wa. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan:
Memahami langkah yang harus dilakukan dalam melakukan persiapan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.
Memahami prinsip DI sebagai pengajaran bagi siswa dengan karakteristik beragam, yaitu: lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, pengelompokan ya ng fleksibel dan sesuai tujuan belajar, serta tugas yang memberikan tantangan optimal.
Mampu mengaplikasikan prinsip dasar DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, pen ilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, se rta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam Rancangan Program Pembelajaran (RPP).
Mampu mengaplikasikan prinsip dasar DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, pen ilaian siswa secara berkala, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, se rta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam simulasi proses pengajaran. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS INDIKATOR PROSEDUR PENILAIAN Memahami langkah yang harus dilakukan dalam mempersiapkan pengajaran bagi siswa yang beragam Guru memahami langkah persiapan pengajaran bagi siswa yang beragam, yaitu menentukan tujuan, memikirkan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa, memikirkan kebutuhan khusus siswa, memikirkan cara mengevaluasi kemajuan belajar siswa, memikirkan hambatan yang mungkin ditemui dan strategi mengatasinya. FILM ANIMAL SCHOOL : PERENCANAAN BELAJAR BAGI SISWA DENGAN KARAKTERISTIK BERAGAM Besar Kelompok 2-5 orang/kelompok Waktu 2, 5 jam Materi
Flipchart dan spidol marker
Laptop dan Infocus
Film animal school
Handout anminal school dan overview DI
Slide gaining attention.
Slide arahan diskusi Kertas A4
Rubrik penilaian performance test Proses 1. Gaining attention (3 menit) : Menampilkan slide show dengan tampilan atraktif yang bertuliskan one size does not fit all. 2. Describe the goal (2 menit): Menyampaikan bahwa setelah sesi ini peserta diharapkan dapat memahami pentingnya diferensiasi dalam keberhasilan proses belajar siswa yang beragam dan memahami langkah dalam mempersiapkan pengajaran bagi siswa dengan karakteristik beragam. 3. Stimulate recall of prior knowledge (40 menit):
Peserta dibagi ke dalam 3 kelompok (2, 2, dan 3). Di dalam Ketepatan langkah-langkah proses perencanaan pengajaran yang dijelaskan oleh guru a. Guru menjelaskan langkah mengenai menentukan tujuan belajar yang ingin dicapai. b. Guru menjelaskan langkah mengenai memikirkan karakteristik dan kebutuhan belajar siswa. c. Guru menjelaskan langkah mengenai memikirkan apakah kebutuhan khusus siswa dapat menjadi masalah dalam materi yang akan disampaikan. d. Guru menjelaskan langkah mengenai memikirkan cara mengevaluasi kemajuan belajar siswa. e. Guru menjelaskan langkah mengenai memikirkan hambatan kelompok, selama 10 menit peserta diminta untuk yang mungkin ditemui mendiskusikan proses yang biasanya mereka lakukan dalam dalam melaksanakan merencanakan proses pembelajaran bagi siswa, menyangkut: perencanaan tersebut. langkah-langkah perencanaan, aspek-aspek yang f. Guru menjelaskan direncanakan, aspek-aspek yang dijadikan pertimbangan, langkah mengenai orang-orang yang biasanya terlibat dalam proses perencanaan memikirkan strategi dan peranan masing-masing. yang bisa dilakukan
Setelah diskusi kelompok selesai, setiap kelompok kemudian untuk mengatasi mempresentasikan hasil diskusinya selama @ 10 menit. hambatan yang ditemui. 4. Persent the material (10 menit): Menonton film animal school, yaitu tentang berbagai jenis binatang yang bersekolah di sekolah yang sama dan diharuskan untuk mempelajari materi yang sama dengan cara yang sama dan permasalahan apa saja yang pada akhirnya mereka temui di sekolah tersebut, termasuk juga asosiasi kebutuhan belajar setiap binatang tersebut dengan kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda. 5. Provide guidence for learning (3 menit): Memberikan arahan diskusi, yaitu: Setiap kelompok diminta untuk membahas hasil presentasi perencanaan pembelajaran satu kelompok lain, mengenai:
Apakah langkah dalam melakukan perencanaan pengajaran sudah tepat?
Adakah aspek penting yang terlewat?
Dengan perencanaan yang dilakukan, apa hambatan yang mungkin ditemui dalam melakukan pengajaran ?
Bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut? 6. Elicit performance practices (25 menit): Memberi peserta kesempatan untuk mendiskusikan pertanyaan tersebut di dalam kelompok selama 10 menit, dan kemudian mempresentasikan jawabannya @ 5 menit. 7. Provide information feedback (45 menit): Membahas hasil presentasi setiap kelompok, yaitu:
Kelengkapan langkah persiapan pengajaran yang disampaikan.
Langkah persiapan pengajaran yang seharusnya dilakukan
Pentingnya setiap langkah persiapan pengajaran tersebut.
Cara yang bisa dilakukan dalam melaksanakan setiap langkah persiapan pengajaran tersebut. 8. Assess performance test (15 menit): Setiap peserta diminta untuk menuliskan pemahamannya mengenai langkah perencanaan pengajaran yang seharusnya dilakukan untuk kelas inklusi, pentingnya langkah tersebut harus dilakukan, dan cara yang dapat dilakukan untuk melaksanakan setiap langkah tersebut. 9. Enhance retention and transfer (5 menit): Menyampaikan kesimpulan bahwa perbedaan karakteristik siswa seperti pada film animal school juga terdapat pada kelas inklusi yang mereka ajar, dimana bukan hanya anak berkebutuhan khusus yang memiliki kebutuhan belajar yang berbeda, namun setiap siswa juga memiliki kebutuhan belajar masing-masing, yang harus dipenuhi guru dalam proses pembelajaran di kelas. Ketika guru paham kebutuhan belajar siswa dan proses pembelajaran yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan siswa tersebut, maka setiap siswa yang berbeda kebutuhan belajarnya dapat mencapai hasil belajar yang sama seperti yang diharapkan oleh standar. Oleh karena itu, identifikasi kebutuhan belajar siswa merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Memahami strategi dalam melakukan prinsip DI sebagai pengajaran bagi siswa dengan karakteristik beragam, yaitu: lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, serta tugas yang memberikan Guru memahami strategi dalam melakukan setiap prinsip dasar DI, dengan menjelaskan tingkah laku pengajaran yang berkaitan dengan kelima prinsip dasar STRATEGI MELAKUKAN LIMA PRINSIP DASAR DI : PEMBAHASAN KASUS Besar Kelompok 2 -5 orang/kelompok Waktu 3, 5 jam Ketepatan tingkah laku yang disampaikan dengan kelima prinsip dasar DI. a. Guru mampu menjelaskan semua tingkah laku pengajaran dalam kasus yang berkaitan dengan prinsip learning community. tantangan optimal tersebut. Materi
Slide gaining attention
Kasus
Kertas A4
Flipchart dan spidol marker
Slide materi
Slide arahan diskusi
Handout tentang prinsip dasar DI.
Rubrik hasil observasi.
Kunci jawaban kasus Proses 1. Gaining attention (5 menit) : Menampilkan slide show berwarnawarni cerah, dengan tulisan Baseball Camp : Sebuah metafora untuk diferensiasi. Setelah semua peserta melihat ke arah slide show, fasilitator langsung menyampaikan tujuan belajar sesi ini. 2. Describe the goal (5 menit) : Menyampaikan bahwa setelah sesi ini peserta diharapkan dapat mengetahui lima prinsip dasar yang diperlukan dalam melakukan DI, dan akan melakukan aktivitas diskusi kelompok untuk membahas kasus berkaitan dengan penerapan prinsip dasar lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, serta pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar. 3. Stimulate recall of prior knowledge (40 menit):
Membahas apa yang dimaksud oleh slide awal tantang baseball camp: metafora untuk diferensiasi.
Setelah itu peserta dibagi ke dalam 3 kelompok (2, 2, dan 3). Di dalam kelompok, selama 10 menit peserta diminta untuk mendiskusikan modifikasi proses belajar seperti apa yang biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam? Apa yang biasanya dijadikan pertimbangan dalam memilih/melakukan modifikasi tertentu? b. c. d. e. Guru mampu menjelaskan semua tingkah laku pengajaran dalam kasus yang berkaitan dengan prinsip curriculum. Guru mampu menjelaskan semua tingkah laku pengajaran dalam kasus yang berkaitan dengan prinsip formative assessment. Guru mampu menjelaskan semua tingkah laku pengajaran dalam kasus yang berkaitan dengan prinsip instructional arrangements. Guru mampu menjelaskan semua tingkah laku pengajaran dalam kasus yang berkaitan dengan prinsip respectful tasks.
Setelah diskusi kelompok selesai, setiap kelompok kemudian mempresentasikan hasil diskusinya selama @ 10 menit. 4. Present the material (15 menit): Menyampaikan power poin tentang aspek-aspek belajar yang bisa didiferensiasi dan penjelasan umum mengenai lima prinsip dasar DI. Setiap peserta memperoleh handout mengenai materi yang disampaikan. 5. Provide guidence for learning (5 menit) : Menyampaikan suatu studi kasus mengenai proses pengajaran yang dilakukan peserta dalam menghadapi siswa di kelas inklusi (studi kasus diambil berdasarkan hasil observasi peneliti dalam proses pembelajaran yang dilakukan peserta di kelas). Kemudian di dalam kelompok, selama 20 menit secara perorangan setia peserta diminta untuk menuliskan tingkah laku guru dalam kasus yang berkaitan dengan kelima prinsip dasar DI, baik tingkah laku yang sesuai dengan prinsip, maupun tingkah laku yang tidak sesuai dengan prinsip. Peserta juga diminta untuk memberikan penjelasan mengenai tingkah laku yang seharusnya ditampilkan guru dalam kasus tersebut. Kemudian selama 10 menit membahas hasilnya di dalam kelompok kecil. 6. Elicit performance practices (60 menit) : Memberikan kesempatan untuk setiap kelompok membahas kasus secara individual dan berkelompok di dalam kelompok kecil selama 30 menit, dan mempresentasikan hasilnya selama @ 10 menit. 7. Provide information feedback (75 menit): Setiap kelompok kecil kemudian bergabung kedalam kelompok besar. Setiap kelompok kecil diberi kesempatan untuk memberi umpan balik terhadap hasil presentasi kelompok lain @ 10 menit. Kemudian fasilitator membahas hasil presentasi dan hasil umpan balik tersebut yaitu berkaitan dengan kesesuaian tingkah laku yang dipresentasikan dengan penerapan prinsip dasar DI, selama 45 menit. 8. Assess performance test (Selama aktivitas 6 dan 7 berlangsung) : Observer menilai pemahaman peserta mengenai lima prinsip dasar DI, berdasarkan pernyataan yang disampaikan saat membahas kasus. 9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa dalam melakukan pengajaran dengan DI, peserta harus memastikan bahwa tingkah laku yang ditampilkan saat mengajar sudah memenuhi persyaratan DI, sehingga proses pembelajaran menjadi terarah. Mampu mengaplikasikan lima prinsip DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, serta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam rancangan program pembelajaran (RPP) Guru mampu menerapkan lima prinsip dasar DI dalam Rancangan Program Pengajaran (RPP) yang dibuat. RANCANGAN PROGRAM PENGAJARAN (RPP) : PENERAPAN LIMA PRINSIP DASAR DI Besar Kelompok 2-5 orang Waktu 2,5 jam Materi
Slide gaining attention
Slide materi
Contoh RPP untuk dibahas @ 1 RPP/kelompok Format RPP
Lembar observasi pembuatan dan hasil RPP kelompok
Rubrik penilaian RPP Proses 1. Gaining attention (5 menit) : Menampilkan slide show dengan tampilan atraktif bertuliskan Guru saya tidak peduli tentang halaman 51, sama seperti yang dia lakukan pada saya! yang dibacakan dengan keras oleh seorang fasilitator. 2. Describe the goal (2 menit) : Menyampaikan bahwa dalam sesi ini di dalam kelompok peserta akan diberikan waktu untuk membuat rencana program pengajaran (RPP) untuk menerapkan materi yang sudah diperoleh sejak sesi pertama dalam menghadapi kelas yang di Kesinambungan antara tujuan pengajaran dengan aktivitas belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang beragam. dalamnya terdapat ABK gifted, ADHD, dan learning disabilities. 3. Stimulate recall of prior knowledge (25 menit): Membahas maksud dari slide show Guru saya tidak peduli tentang halaman 51, sama seperti yang dia lakukan pada saya! Kemudian di dalam kelompok (2, 2 dan dan 3 orang) peserta diminta membahas kelebihan dan kelemahan 1 contoh RPP yang dibeikan oleh fasilitator, selama 10 menit, dan mempresentasikan hasilnya @ 5 menit. 4. Present the material (15 menit) : Menyampaikan power poin mengenai Pembuatan Rancangan Program Pengajaran (RPP) 5. Provide guidence for learning (2 menit) : Di dalam kelompok, peserta diminta untuk membuat 1 buah RPP, dengan form yang sudah ditentukan, sesuai dengan aspek-aspek rencana pengajaran yang sudah disampaikan pada aktivitas 4. 6. Elicit performance practices (40 menit) : Memberi kesempatan bagi peserta untuk membuat RPP di dalam kelompok selama 30 menit, dan mensimulasikannya di dalam kelompok kecil selama 10 menit dengan diawasi oleh fasilitator kelompok. 7. Provide information feedback (45 menit) : Di dalam kelas besar, fasilitator membahas RPP yang telah dibuat kelompok dikaitkan dengan penerapan prinsip dasar DI di dalam RPP tersebut, dan ketepatan RPP yang dibuat dalam mempersiapkan pengajaran, seperti yang dirasakan saat simulasi. 8. Assess performance test : Setiap peserta diberi PR untuk menuliskan RPP sesuai dengan mata pelajaran yang akan ia ajarkan, dengan format yang ia rasakan paling sesuai namun bisa mencakup semua aspek penting yang sudah dibahas. PR akan dibahas dan disimulasikan pada pertemuan selanjutnya. 9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa untuk dapat melakukan prinsip dasar DI, peserta harus terlebih dahulu mengetahui tujuan yang ingin dicapai, dan memahami karakteristik dan kebutuhan belajar siswa yang berada di kelas tersebut, baik ABK maupun siswa reguler. Dengan mengetahui kedua hal tersebut, makapeserta dapat merumuskan kegiatan pembelajaran secara terarah dan berkesinambunga. Selain itu, untuk dapat melakukan pengajaran yang efektif diawali dengan membuat RPP yang tepat. Mampu mengaplikasikan lima prinsip DI, yaitu lingkungan kelas yang positif, penilaian siswa secara berkala, pengelompokan yang fleksibel dan sesuai tujuan belajar, tujuan belajar yang jelas dan berkesinambungan, serta tugas yang memberikan tantangan optimal dalam simulasi proses pengajaran. Guru mampu menerapkan kelima prinsip dasar DI di dalam pengajaran yang dilakukan. SIMULASI PENGAJARAN : PENERAPAN LIMA PRINSIP DASAR DI Besar Kelompok Individual Waktu 3 jam Materi
Slide gaining attention
Laptop dan infocus
Perangkat pengajaran guru
Panduan observasi penerapan DI Lembar observasi dan Rubrik penilaian RPP
Rubrik penilaian simulasi. Proses 1. Gaining attention (2 menit): Menampilkan slide show dengan tampilan atraktif, yang bertuliskan word of wisdom dari seorang guru yang berisikan fakta bahwa tingkah laku yang ditampilkan guru di kelas sangat mempengaruhi siswa. 2. Describe the goal (1 menit) : Menyampaikan bahwa pada sesi ini peserta akan mensimulasikan RPP yang telah dibuat di rumah 3. Stimulate recall of prior knowledge (5 menit) : Menanyakan proses yang dilakukan peserta dalam membuat RPP tersebut. 4. Present the material (5 menit): Menyampaikan bahwa lima prinsip Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima prinsip dasar DI, yaitu: 1. Guru menerapkan prinsip learning community dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif (membuat siswa dapat melakukan proses belajar dengan optimal) 2. Guru menerapkan prinsip curriculum dengan menentukan tujuan belajar yang jelas dan menuntut siswa untuk dapat menguasai konsep utama dari suatu materi. 3. Guru menerapkan prinsip formative assessment dengan melakukan penilaian berkelanjutan terhadap kebutuhan belajar siswa selama proses belajar dasar DI yang telah dibahas pada hari pertama merupakan prinsip yang harus diterapkan untuk bisa memaksimalkan proses dan menggunakan hasilnya untuk pembelajaran bagi siswa di kelas inklusi. melakukan penyesuaian 5. Provide guidence for learning (2 menit) : Memberikan arahan aktivitas, bahwa selama 5 menit peserta harus terlebih dahulu pengajaran. 4. Guru menerapkan menjelaskan penerapan prinsip dasar DI dalam RPP yang dibuat, prinsip instructio nal baru kemudian mensimulasikannya selama 15 menit. 6. Elicit performance practices (140 menit) : Setiap peserta diberi arrangemets dengan melakukan aktivitas waktu 20 menit untuk menjelaskan dan mensimulasikan RPP yang pengajaran yang dap at telah dibuat di rumah memenuhi kebutuhan 7. Provide information feedback (30 menit) : Fasilitator memberikan belajar semu a siswa. umpan balik terhadap RPP dan simulasi pelaksanaan RPP secara 5. Guru menerapkan keseluruhan 8. Assess performance test (selama tahap 6 dan 7 berlangsung) : prinsip respectful tasks dengan memberikan Observer melakukan observasi penerapan DI berrdasarkan RPP tugas yang memberikan
dan simulasi yang dilakukan. 9. Enhance retention and transfer (5 menit) : Menyampaikan bahwa tantangan optimal bagi setiap siswa tanpa tugas peserta bukan hanya ketika tatap muka, tapi lebih banyak terkecuali. ditentukan dari keberhasilan persiapan yang dilakukan sebelum pengajaran. Dengan membuat RPP yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, maka proses pembelajaran yang dilakukan dapat lebih memfasilitasi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda. Lampiran 10 Form Observasi Aktivitas Pelatihan ASPEK 1 2 3 4 Pemahaman guru mengenai penetapan tujuan belajar pada apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut, sebagai dasar yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pengajaran. Pemahaman guru mengenai karakteristik utama siswa yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan pengajaran (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa). Pemahaman guru mengenai perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui pentingnya mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang perencanaan pengajaran Pemahaman guru mengenai hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian tujuan belajar siswa dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana pengajaran yang berikutnya. Pemahaman guru dalam membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran Pemahaman guru dalam membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip learning community dalam kasus. Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam kasus. Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip formative assessment dalam kasus. Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip instructional arrangements dalam kasus. Penjelasan guru mengenai perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks dalam kasus. Kesinambungan antara tujuan pengajaran dengan aktivitas belajar Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima prinsip dasar DI Lampiran 11 Kisi-Kisi Penilaian dan Observasi Kisi-Kisi Penilaian dan Observasi Tujuan Digunakan untuk memberikan penilaian selama kegiatan pelatihan dilakukan untuk mengetahui apakah peserta sudah berhasil mencapai tujuan instruksional khusus pe latihan. 1. Perencanaan Belajar Bagi Siswa Inklusi (SESI 1)
Tujuan Instruksional Khusus : Memahami langkah yang harus dilakukan dalam mempersiapkan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi.
Indikator : Guru dapat memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan pengajaran untuk siswa di kelas inklusi. a. Guru memahami penetapan tujuan belajar pada apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut, sebagai dasar yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pengajaran. 4 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan dikaitkan dengan tujuan mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut. 3 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan tidak dikaitkan dengan tujuan mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut (hanya dikaitkan dengan kurikulum), dan penjelasan yang diberikan sistematis (mudah dipahami) 2 Menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar dalam apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa dan tidak dikaitkan dengan tujuan mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut (hanya dikaitkan dengan kurikulum), dan penjelasan yang diberikan kurang sistematis (kurang dapat dipahami) 1 Hanya menyebutkan langkah menentukan tujuan belajar tanpa disertai penjelasan mengenai pentingnya langkah tersebut ditentukan sebagai dasar dalam membuat perencanaan pengajaran. b. Guru memahami karakteristik utama siswa yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan pengajaran ( kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa ). 4 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya memikirkan karakteristik kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa ) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dalam membuat perencanaan pengajaran. 3 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya memikirkan salah satu karakteristik dan kebutuhan belajar siswa (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai tujuan belajar yang ditentukan ATAU kemampuan berpikir siswa) sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pengajaran. 2 Memberikan penjelasan mengenai pentingnya langkah memikirkan karakteristik siswa dalam membuat perencanaan pengajaran, namun menyoroti karakteristik yang tidak penting. 1 Tidak memberikan penjelasan mengenai perlunya langkah memikirkan karakteristik siswa dalam membuat perencanaan pengajaran. c. Guru memahami perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui pentingnya mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang perencanaan pengajaran 4 Guru mampu menyebutkan dan memberikan contoh kasus nyata/kongkrit secara tepat (dengan memperhatikan karakteristik belajar yang sesuai) yang menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan belajar berbeda dengan siswa reguler. 3 Guru mampu menyebutkan dan memberikan contoh kasus/nyata walaupun kurang tepat (karakteristik belajar yang diperhatikan bukan merupakan karakteristik utama) namun masih menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan belajar berbeda dengan siswa reguler. 2 Guru mengetahui bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan belajar berbeda dengan siswa reguler namun tidak mampu menyebutkan dan memberikan contoh kasus nyata/kongkrit. 1 Guru tidak memasukkan kebutuhan belajar yang berbeda antara anak berkebutuhan khusus dengan siswa reguler menjadi suatu bahan pertimbangan dalam penyusunan perencanaan pengajaran. Contoh : tidak menyebutkan pentingnya pertimbangan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus. d. Guru memahami hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian tujuan belajar siswa dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana pengajaran yang berikutnya. 4 Guru menyebutkan alasan dari pentingnya dilakukan evaluasi sebagai alat untuk melihat pencapaian tujuan belajar siswa dan mengetahui peran hasil evaluasi sebagai dasar penyesuaian rencana pengajaran selanjutnya. 3 Guru menyebutkan alasan dari pentingnya dilakukan evaluasi sebagai alat untuk melihat pencapaian tujuan belajar siswa TANPA mengetahui peran hasil evaluasi sebagai dasar penyesuaian rencana pengajaran selanjutnya. 2 Guru hanya menyebutkan tujuan pentingnya dilakukan evaluasi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. 1 Guru hanya menyebutkan evaluasi sebagai salah satu tahapan dalam pembuatan rencana pengajaran tanpa penjelasan lebih lanjut. e. Guru memahami dan mampu membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 4 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dan guru dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 3 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, dengan sistematis (mudah dipahami) 2 Guru membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, namun kurang sistematis (kurang dapat dipahami) 1 Guru tidak memikirkan hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran atau guru menjelaskan hambatan yang dialami berasal dari dirinya sendiri. f. Guru memahami dan mampu membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 4 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dan guru dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 3 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, dengan sistematis (mudah dipahami) 2 Guru membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran, namun kurang sistematis (kurang dapat dipahami) 1 Guru tidak menjelaskan pentingnya memikirkan strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran atau guru menjelaskan strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami dirinya sendiri. 2. Strategi Melakukan Lima Prinsip Dasar DI : Studi Kasus (SESI 2) a. Tujuan instruksional Khusus: Guru memahami perilaku setiap prinsip DI yang terdapat pada kasus yang diberikan. b. Batasan: Ketepatan penjelasan tingkah laku pada kasus dengan kelima prinsip dasa r DI, yang ditunjukkan oleh besarnya score yang diperoleh dalam pembahasan contoh kasus. (Skor 2: Memberikan penjelasan tingkah laku dalam kasus disertai alasan dan kate gori yang tepat ; Skor 1: Hanya menyebutkan tingkah laku dalam kasus tanpa menjelaska n alasan atau tanpa dikategorikan, memberi penjelasan tapi salah mengkategorikan ;
Skor 0: Tidak menyebutkan tingkah laku yang benar atau hanya mengidentifikasi tanpa mengkategorikan dan memberikan penjelasan) f. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip learning community dalam kasus. 4 Guru mendapatkan nilai minimal 8 (delapan) dalam menentukan perilaku yang termasuk learning community dalam contoh kasus. 3 Guru mendapatkan nilai antara 6-7 dalam menentukan perilaku yang termasuk learning community dalam contoh kasus. 2 Guru mendapatkan nilai antara 3-5 dalam menentukan perilaku yang termasuk learning community dalam contoh kasus. 1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang termasuk learning community dalam contoh kasus. g. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam kasus. 4 Guru mendapatkan nilai minimal 7 (tujuh) dalam menentukan perilaku yang termasuk curriculum dalam contoh kasus. 3 Guru mendapatkan nilai antara 5-6 dalam menentukan perilaku yang termasuk curriculum dalam contoh kasus. 2 Guru mendapatkan nilai antara 3-4 dalam menentukan perilaku yang termasuk curriculum dalam contoh kasus. 1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang termasuk curriculum dalam contoh kasus. h. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip formative assessment
dalam kasus. 4 Guru mendapatkan nilai 4 (empat) dalam menentukan perilaku yang termasuk formative assessment dalam contoh kasus. 3 Guru mendapatkan nilai 3 (tiga) dalam menentukan perilaku yang termasuk formative assessment dalam contoh kasus. 2 Guru mendapatkan nilai 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang termasuk formative assessment dalam contoh kasus. 1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang termasuk formative assessment dalam contoh kasus. i. Guru dapat mejelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip instructional arrangements dalam kasus. 4 Guru mendapatkan nilai minimal 10 (sepuluh) dalam menentukan perilaku yang termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus. 3 Guru mendapatkan nilai antara 7-9 dalam menentukan perilaku yang termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus. 2 Guru mendapatkan nilai antara 4-6 dalam menentukan perilaku yang termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus. 1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 4 (empat) dalam menentukan perilaku yang termasuk instructional arrangements dalam contoh kasus. j. Guru dapat menjelaskan perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks dal am kasus. 4 Guru mendapatkan nilai minimal 5 (lima) dalam menentukan perilaku yang termasuk respectful tasks dalam contoh kasus. 3 Guru mendapatkan nilai antara 4-5 dalam menentukan perilaku yang termasuk respectful tasks dalam contoh kasus. 2 Guru mendapatkan nilai antara 2-3 dalam menentukan perilaku yang termasuk respectful tasks dalam contoh kasus. 1 Guru mendapatkan nilai kurang dari 2 (dua) dalam menentukan perilaku yang termasuk respectful tasks dalam contoh kasus. 3. Rancangan Program Pengajaran (RPP) : Penerapan lima prinsip dasar DI (SESI 3 dan SESI 4)
Tujuan instruksional Khusus: Guru mampu menerapkan lima prinsip dasar DI dalam Rancangan Progran Pengajaran (RPP) yang dibuat.
Batasan: Kesinambungan antara tujuan pengajaran dengan aktivitas belajar, yaitu mencakup aspek-aspek berikut: a. Konten, yaitu menentukan konsep dasar yang harus dikuasai siswa. b. Tujuan belajar, yaitu menentukan tujuan belajar secara spesifik mengenai apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa. c. Indikator, yaitu menentukan perilaku yang harus ditampilkan siswa, yang mengarah pada tujuan yang ingin dicapai. d. Material, yaitu menentukan alat bantu yang tepat untuk membantu siswa memahami materi yang disampaikan e. Prosedur pengajaran,
Pendahuluan, yaitu menentukan aktivitas untuk membuat siswa siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan.
Kegiatan inti, yaitu menentukan rincian kegiatan spesifik yang akan dilakukan untuk siswa bisa memahami materi, mencakup: 1. Praktek, yaitu menentukan aktivitas yang harus dilakukan siswa untuk dapat lebih menguasai materi. 2. Tugas mandiri, yaitu menentukan tugas yang harus diselesaikan siswa secara mandiri, untuk guru dapat mengevaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan. 3. Akomodasi, yaitu menentukan modifikasi elemen belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa berkebutuhan khusus. 4. Mengecek pemahaman, yaitu menentukan aktivitas untuk mengecek kemajuan belajar siswa.`
Penutup, yaitu menentukan aktivitas untuk menutup pelajaran dengan membantu siswa dapat menyimpulkan konsep utama yang baru dipelajari, sesuai dengan tujuan belajar. f. Evaluasi, yaitu menentukan aktivitas untuk menilai pencapaian tujuan belajar siswa, berdasarkan rangkaian aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan. g. Refleksi, yaitu merencanakan evaluasi terhadap proses mengajar, setelah pengajaran selesai. 4 Tujuan belajar jelas, sudah menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar sudah rinci dan semua poin penting tercantumkan. 3 Tujuan belajar jelas, sudah menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar sudah rinci, meskipun masih ada beberapa poin penting yang terlewat. 2 Tujuan belajar jelas, tidak ada konsep kunci, namun aktivitas belajar sudah direncanakan dengan rinci, meskipun masih ada beberapa poin penting yang terlewat. 1 Tujuan belajar tidak jelas, tidak menuliskan konsep kunci, aktivitas belajar belum direncanakan secara rinci. 4. Simulasi pengajaran : Penerapan lima prinsip dasar DI (SESI 4)
Tujuan instruksional Khusus: Guru mampu menerapkan kelima prinsip dasar DI di dalam pengajaran yang dilakukan.
Batasan: Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima prinsip dasar DI, yaitu: 4 Empat atau lima prinsip DI muncul dalam proses pengajaran, dan digunakan secara efektif untuk bisa memenuhi kebutuhan siswa yang beragam dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. 3 Ada 2 prinsip DI yang tidak muncul dalam proses pembelajaran, namun ketiga/keempat prinsip yang muncul digunakan secara efektif untuk bisa memenuhi kebutuhan siswa yang beragam dalam mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. 2 Sudah ada upaya untuk menerapkan minimal 2 prinsip DI, namun dalam pelaksanaannya kurang efektif untuk siswa beragam dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. 1 Minimal 1 aspek DI muncul dalam proses pembelajaran, namun pelaksanaannya kurang efektif untuk siswa beragam dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditentukan. DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS PADJADJARAN PROGRAM PASCA SARJANA KONSENTRASI MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI Jl. Ir. H. Juanda No. 258, Bandung Tlp (022) -2533417 Lampiran 12 Surat Pernyataan Kesediaan SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN I. PENDAHULUAN Saya mengundang Anda untuk menjadi bagian dari studi penelitian ini. Sebelum And a memutuskan untuk menjadi bagian dari penelitian, Anda perlu untuk memahami keunt ungan dan kerugiannya terlebih dahulu. Surat pernyataan kesediaan ini berisi seluruh infor masi mengenai studi penelitian. Saya bersedia untuk menjawab semua pertanyaan yang diajukan da n akan memberikan penjelasan. Jika Anda setuju untuk menjadi bagian dari studi peneliti an, Anda akan diminta untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan ini. Keputusan Anda untu k menjadi bagian dari studi penelitian ini adalah sukarela. Anda bebas untuk memutuskan ap akah akan mengikuti rangkaian kegiatan atau tidak. II. TUJUAN PELATIHAN Sebagai mahasiswa dari Magister Profesional Psikologi Universitas Padjadjaran Ba ndung, saya melakukan studi penelitian untuk melihat kemampuan guru dalam menerapkan differe ntiated instruction pada proses pembelajaran di kelas inklusi. Yang bertindak sebagai pe neliti adalah Aisya Yuhanida Noor. III. PROSEDUR Penelitian ini akan berlangsung selama 2 (satu) hari. Anda perlu untuk datang pa da pukul 07.00 17.30 WIB, dan pada pukul 07.00-10.30 WIB. Jumlah waktu yang akan saya minta dar i Anda untuk menjadi sukarelawan adalah sebanyak 12 jam. IV. RESIKO-RESIKO Resiko yang mungkin Anda dapatkan selama mengikuti kegiatan pelatihan ini tidak lebih dari cedera fisik yang mungkin terjadi pada kehidupan sehari-hari. V. KEUNTUNGAN-KEUNTUNGAN Setelah mengikuti pelatihan ini, Anda akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman mengenai pengajaran bagi siswa di kelas inklusi. VI. BIAYA Anda tidak dikenakan biaya apapun untuk mengikuti pelatihan ini. VII. KOMPENSASI Anda tidak akan memperoleh kompensasi apapun karena mengikuti kegiatan pelatihan ini. VIII.HAK DALAM STUDI PENELITIAN Partisipasi Anda dalam penelitian ini adalah sebagai sukarelawan. Anda boleh unt uk memutuskan apakan Anda akan tetap mengikuti rangkaian kegiatan pelatihan ini ata u tidak. IX. KERAHASIAAN PENELITIAN Hasil dari penelitian ini akan dirahasiakan. Hanya tim yang menjadi bagian dari studi penelitian ini saja yang mengetahui bahwa Anda menjadi bagian dari kegiatan. Dosen pembimbi ng dan orang-orang terkait akan meminta informasi yang telah saya peroleh dari seluruh rangkaian kegiatan. Saya hanya akan memberikan informasi yang berkenaan dengan penelitian.
Kerahasiaan Anda akan tetap dijaga. Informasi ini hanya akan digunakan untuk kep entingan penelitian. X. KESEDIAAN Dengan menandatangani surat pernyataan kesediaan ini, Anda setuju bahwa Anda tel ah membaca semua informasi yang terdapat pada surat, Anda memahami apa saja yang di butuhkan, dan Anda setuju untuk menjadi bagian dari kegiatan pelatihan ini. Tidak ada paks aan ketika menandatangani surat pernyataan ini. Nama : (TTD) 9 Juli 2010 XI. PERNYATAAN PENELITI Saya menyatakan bahwa saya dan tim yang menjadi bagian dari penelitian ini telah memberikan penjelasan pada setiap individu mengenai tujuan, prosedur, resiko-resiko yang mu ngkin dialami serta keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan menjadi partisipan pada studi penelitian ini. Semua pertanyaan yang diajukan telah dijawab dengan sebenar-benarnya. Lampiran 13 Kasus Differentiated Instruction KASUS S adalah seorang guru Matematika kelas 5, di sebuah sekolah inklusi. Kelas 5 A y ang sedang ia ajar saat ini terdiri dari 30 orang siswa, dimana 18 diantaranya merupakan si swa berkebutuhan khusus. 14 orang merupakan siswa gifted, 2 orang siswa yang sulit m emusatkan perhatian, dan 2 orang siswa disleksia. Saat ini S sedang melakukan pengajaran pada minggu review, sehingga tujuan yang ia tetapkan untuk pertemuan hari ini adalah Siswa membuat mindmap mengenai materi semester 1. Aktivitas yang akan dilakukan siswa pada pertemuan kali ini adalah me mbuat mind map dari materi geometri. Sebenarnya, materi yang diajarkan di kelas 5 ini bukan hanya materi geometri, namun juga materi bilangan bulat, pengukuran, dan analisa data. Namun pada aktivitas review dengan membuat mindmap pada kelas ini, S memutuskan untuk mereview materi geometri saja, karena berdasarkan hasil evaluasinya terhadap pen gajaran pada kelas 5 B pada jam pelajaran sebelumnya, siswa tidak menemui kesulitan dala m menyelesaikan mindmap materi yang lain, namun menemui kesulitan saat mengerjakan mind map mengenai materi geometri Di awal pembelajaran, S menyampaikan kepada siswa aktivitas apa saja yang akan d ilakukan pada pertemuan ini, dengan memberikan penjelasan mengenai aktivitas dan alokasi waktu yang dibutuhkan serta menuliskannya pada papan tulis. Selain itu, S juga memberi kan penjelasan kepada siswa bahwa tujuan pembuatan mindmap tersebut adalah agar sisw a dapat menilai seberapa jauh sebenarnya pemahaman mereka mengenai materi geometri terse but, sehingga di rumah siswa dapat mendalami kembali materi geometri yang belum ia pa hami. Tugas yang ia sampaikan kepada siswa adalah siswa diminta untuk menuliskan mindm ap mengenai materi geometri, dengan menuliskan masing-masing 3 keterangan untuk set iap poin mindmap yang sudah S tentukan. Siswa dibebaskan untuk menggambar mindmap sesuai dengan seleranya, misal dengan membuat gambar lingkaran, membuat gambar pohon, d sb. Untuk alasan kepraktisan, siswa diminta mengerjakan mindmap dengan duduk secara berkelompok sesuai hari piket, sehingga ketika setelah mengerjakan mandiri selam a 15 menit, siswa diberi waktu 10 menit untuk berdiskusi dengan teman sekelompoknya mengenai materi yang belum ia pahami. Selama proses pengerjaaan mind map, S terlihat berkeliling ruangan sambil memperhatikan hasil pengerjaan setiap siswa dan sesekali membantu siswa y ang tampak kesulitan. Sesekali ia menambahkan instruksi mengenai pembuatan mind map tersebut, seperti meminta menggunakan spidol dengan warna berbeda dan menambahka n poin yang harus dilengkapi pada mindmap. Pada akhirnya terdapat beberapa siswa protes karena kertasnya terlanjur terisi penuh dengan poin-poin yang awalnya diinstruksikan ol eh S. Saat itu S hanya diam saja, tidak memberikan tanggapan apapun, sehingga siswa terlihat ke cewa. Ketika terlihat siswa menuliskan poin yang berbeda dengan penjelasan yang sudah ia tentukan, S terlihat menegur siswa tersebut. S juga terlihat berusaha memotivasi siswa yang mengerjakan secara lebih lambat daripada teman yang lain dengan menyebutkan ayo, masa baru segini, yang lain udah hampir mau selesai, jadi kamu juga harusnya bisa. Ma sa untuk poin yang ini baru ditulis 2, itu kan gampang, coba diingat lagi. Dalam menggunakan kesempatan diskusi kelompok, terlihat ada kelompok yang tidak memanfaatkan waktu diskusinya karena semua sudah selesai mengerjakan dengan leng kap, bahkan sebelum waktu mengerjakan mandiri selesai. Sambil menunggu teman kelompok lain selesai, mereka terlihat mengerjakan hal-hal lain sesuai dengan keinginan mereka , seperti mengobrol dengan teman. Namun ada juga kelompok yang anggotanya selalu bertanya satu sama lain, bahkan bertanya pada teman yang bukan merupakan anggota kelompoknya. Karena banyak yang belum berhasil menyelesaikan mindmap selama waktu yang ditentukan, S
membiarkan siswa untuk terus menjalani aktivitas tersebut, dan meminta siswa yan g sudah selesai untuk duduk di karpet, menunggu S memeriksa hasil yang sudah mereka kerj akan, sambil menunggu teman yang belum selesai. Namun karena hanya menunggu S memeriks a, akhirnya mereka kembali mengerjakan aktivitasnya masing-masing. Setelah semua siswa selesai mengerjakan mindmap, S menanyakan apakah cara membua t mind map tersebut dapat membantu siswa lebih memahami materi, kesulitan yang dir asakan siswa saat mengerjakan mindmap tersebut. Materi geometri mana yang paling sulit, dan materi mana yang siswa rasa butuhkan untuk lebih diperdalam kembali dan S menjan jikan untuk memperdalam kembali materi yang diminta siswa di pertemuan selanjutnya. Sa mbil menunggu pertemuan selanjutnya, S memberi siswa soal mengenai materi yang dimint a siswa tersebut. Soal yang diberikan S adalah soal tentang konsep dasar materi te rsebut. Soal diberikan dalam bentuk soal cerita dengan alur sesuai dengan kehidupan siswa seh ari-hari. Siswa diminta untuk mengerjakan tugas tersebut di rumah, sehingga ketika bertemu di pertemuan selanjutnya, aktivitas yang akan dilakukan adalah memperdalam materi d engan membahas penyelesaian tugas yang diberikan. Sesuai yang dijanjikan, di pertemuan selanjutnya S membahas soal yang telah dibe rikan dengan cara meminta siswa secara bergiliran menyebutkan jawaban dari soal terseb ut. Setiap kali seorang siswa selesai menyebutkan jawabannya, S bertanya pada siswa yang la in, apakah jawaban itu betul, dan kemudian meminta siswa lain untuk menyebutkan jawaban dar i soal selanjutnya. Saat itu tampak ada beberapa orang siswa yang belum paham mengenai jawaban yang benar tersebut. Lampiran 14 Format Rancangan Program Pengajaran Differentiated Instruction RANCANGAN PROGRAM PENGAJARAN Hari/Tanggal : Nama Guru : Kelas : Mata Pelajaran : 1. Materi 2. Konten (Konsep dasar yang harus dikuasai siswa) 3. Tujuan (Apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa) 1. 2. 3. 4. Indikator (Perilaku yang harus ditampilkan siswa, sebagai bukti bahwa ia sudah b erhasil mencapai tujuan belajar) 1. 2. 3. 5. Alat bantu (Alat bantu yang tepat untuk membantu siswa memahami materi yang d isampaikan) 6. Prosedur/Metode A. Pendahuluan (Aktivitas untuk membuat siswa siap menerima materi pelajaran yang akan disampaikan) 1. 2. 3. B. Kegiatan inti (Rincian kegiatan spesifik yang akan dilakukan untuk siswa bisa memahami materi) 1. 2. 3. C. Praktek (Aktivitas yang harus dilakukan siswa untuk dapat lebih menguasai materi ) 1. 2. 3. D. Tugas mandiri (Tugas yang harus diselesaikan siswa secara mandiri, untuk guru da pat mengevaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi yang disampaikan) 1. 2. 3. E. Akomodasi (Modifikasi elemen belajar untuk memenuhi kebutuhan belajar khusus siswa) 1. 2. F. Mengecek pemahaman (Aktivitas untuk mengecek kemajuan belajar siswa) 1. 2. 3. G. Penutup (Aktivitas untuk menutup pelajaran dengan membantu siswa dapat menyimpulkan konsep utama yang baru dipelajari, sesuai dengan tujuan belajar) 1. 2. 3. 7. Evaluasi (Aktivitas untuk menilai pencapaian tujuan belajar siswa, berdasarkan r angkaian aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan) 1. 2. 3. 8. Refleksi (Rencana evaluasi terhadap proses mengajar, setelah pengajaran selesai)
1. 2. 3. Lampiran 15 Hasil Pre-Test Indikator 1 PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja ran. 1 3 2 2 2 3 3 2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 1 2 2 2 2 3 3 3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 1 2 2 2 2 3 3 C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 1 3 3 2 1 3 3 5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 1 2 2 2 1 3 3 6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 1 2 2 1 1 3 2 7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 1 2 2 2 1 3 3 FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 3 9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1 2 2 1 1 2 3 10 Metode penilaian formatif beragam. 1 3 3 2 1 3 3 11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 2 IA 12 Metode pengajaran beragam. 1 2 2 1 1 3 2 13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 1 2 2 1 1 3 2 14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 1 2 2 1 1 3 2 RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 1 3 3 1 1 3 3 16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 1 2 3 1 1 3 3 17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 1 2 3 1 1 2 2 Lampiran 16 Hasil Pre-Test Indikator 2 PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja ran. 1 3 2 2 2 3 3 2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 1 2 2 2 2 3 3 3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 1 2 2 2 2 3 3 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 1 3 3 2 1 3 3 C 5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 1 2 2 2 1 3 3 6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 1 2 2 1 1 3 2 7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 1 2 2 2 1 3 3 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 3 9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1 2 2 1 1 2 3 FA 10 Metode penilaian formatif beragam. 1 3 3 2 1 3 3 11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 1 2 2 2 1 3 2 12 Metode pengajaran beragam. 1 2 2 1 1 3 2 13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 1 2 2 1 1 3 2 14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 1 2 2 1 1 3 2 IA 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 1 3 3 1 1 3 3 16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 1 2 3 1 1 3 3 17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 1 2 3 1 1 2 2 Lampiran 17 Hasil Post-Test Indikator 1 PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja ran. 3 2 3 3 3 4 2 2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 3 2 3 3 3 3 2 3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 3 2 2 3 2 4 2 C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 3 3 3 4 3 4 3 5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 4 3 3 4 4 3 2 6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 3 2 3 3 3 3 3 7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 4 3 3 3 4 4 3 FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 2 2 3 3 2 3 3 9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 3 2 2 2 2 3 3 10 Metode penilaian formatif beragam. 3 2 4 3 3 3 2 11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 2 2 2 3 3 3 2 IA 12 Metode pengajaran beragam. 3 3 3 3 3 4 2 13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 3 2 3 3 2 3 2 14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 3 3 4 2 3 4 3 RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 4 3 3 3 3 4 3 16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 3 2 3 3 3 4 3 17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 4 3 4 3 3 4 3 Lampiran 18 Hasil Post-Test Indikator 2 PRINSIP INDIKATOR DD I LR F DN EO SR LC 1 Karakteristik fisik dan afektif kelas memberi nuansa positif bagi pembelaja ran. 2 2 3 3 4 4 3 2 Mendorong rasa hormat atas pilihan dan perbedaan individual. 2 2 3 3 4 3 3 3 Guru dan siswa berbagi tanggungjawab di kelas. 2 1 2 2 3 3 3 C 4 Hubungan kurikulum dengan konsep penting dan pengembangan keahlian siswa. 3 2 3 3 4 3 3 5 Kurikulum fokus pada apa yang harus diketahui, dipahami dan mampu dilakukan siswa. 3 2 4 3 4 3 3 6 Kurikulum sebagai pengikat motivasi siswa untuk memahami konsep penting. 3 2 3 3 3 3 2 7 Relevansi kurikulum dengan pengalaman siswa. 3 2 4 3 4 4 3 FA 8 Waktu pelaksanaan penilaian formatif. 1 2 4 3 3 3 3 9 Penggunaan hasil penilaian formatif untuk melakukan penyesuaian pengajaran. 1 2 4 2 3 3 3 10 Metode penilaian formatif beragam. 1 2 4 3 3 3 3 11 Pemahaman siswa tentang penilaian formatif. 2 2 2 2 3 3 2 IA 12 Metode pengajaran beragam. 2 1 3 2 4 3 3 13 Pengelompokan siswa sesuai tujuan pembelajaran. 2 2 3 2 3 3 2 14 Membuat kegiatan dan struktur untuk memastikan kelancaran pembelajaran dan siswa dapat mengatur dirinya sendiri. 2 2 4 2 3 3 3 RT 15 Tugas fokus pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. 2 2 3 3 4 3 3 16 Kriteria penilaian tugas jelas dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhan siswa. 2 2 3 2 3 3 3 17 Tugas sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. 2 2 4 2 4 4 3 Lampiran 19 Hasil Pre-Test dan Post-Test Prinsip Dasar PRE-TEST PRINSIP DASAR PRE-TEST 1 DD I LR F DN EO SR Learning Community 1 2 2 2 2 3 3 Curriculum 1 2 2 2 1 3 3 Formative Assessment 1 2 2 2 1 2 3 Instructional Arrangements 1 2 2 1 1 3 2 Respectful Tasks 1 2 3 1 1 3 3 Total Pre-Test 1 5 10 11 8 6 14 14 PRE-TEST 2 DD I LR F DN EO SR Learning Community 1 2 2 2 2 3 2 Curriculum 1 2 2 2 1 3 3 Formative Assessment 1 2 2 2 1 3 3 Instructional Arrangements 1 2 2 1 1 3 2 Respectful Tasks 1 2 3 1 1 3 2 Total Pre-Test 2 5 10 11 8 6 15 12 POST-TEST PRINSIP DASAR POST-TEST 1 DD I LR F DN EO SR Learning Community 3 2 3 3 3 4 2 Curriculum 3 3 3 3 3 4 3 Formative Assessment 3 2 2 3 2 3 3 Instructional Arrangements 3 3 3 3 3 4 2 Respectful Tasks 4 3 3 3 3 4 3 Total Post-Test 1 16 13 14 15 14 19 13 POST-TEST 2 DD I LR F DN EO SR Learning Community 2 2 3 3 4 3 3 Curriculum 3 2 4 3 4 3 3 Formative Assessment 1 2 4 2 3 3 3 Instructional Arrangements 2 2 4 2 4 3 3 Respectful Tasks 2 2 3 2 4 3 3 Total Post-Test 2 10 10 18 12 19 15 15 Lampiran 20 Penilaian Proses Pelatihan TIK INDIKATOR DD I LR F DN EO SR Memahami langkah yang harus dilakukan dalam mempersiapkan pengajaran bagi siswa di kelas inklusi. Memahami penetapan tujuan belajar pada apa yang harus diketahui/dipahami/mampu dilakukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa tersebut, sebagai dasar yang harus dipertimbangkan dalam membuat perencanaan pengajaran. 1 3 1 4 1 2 2 Memahami karakteristik utama siswa yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan pengajaran (kompetensi yang belum dimiliki siswa untuk bisa mencapai
tujuan belajar yang ditentukan, dan kemampuan berpikir siswa). 2 3 2 3 2 3 3 Memahami perbedaan kebutuhan belajar siswa dan mengetahui pentingnya mempertimbangkan kebutuhan khusus tersebut dalam merancang perencanaan pengajaran 1 4 1 3 1 3 4 Memahami hal penting yang harus dievaluasi dalam pencapaian tujuan belajar siswa
dan kegunaan evaluasi dalam penyesuaian rencana pengajaran yang berikutnya. 2 1 2 3 1 2 2 Memahami dan mampu membuat prediksi mengenai hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 1 1 1 1 1 1 2 Memahami dan mampu membuat strategi untuk mengatasi hambatan yang mungkin dialami siswa dalam melaksanakan perencanaan pengajaran. 1 3 1 1 1 1 2 Guru memahami perilaku dalam setiap prinsip DI yang ditunjukkan oleh besarnya score yang diperoleh dalam pembahasan contoh kasus. Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip learning community dalam kasus. 2 2 1 3 1 3 2 Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip curriculum dalam kasus. 1 2 1 1 2 1 2 Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip formative assessment dalam kasus. 1 2 1 3 1 1 2 Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip instructional arrangements dalam kasus. 1 3 1 1 1 1 2 Dapat menentukan perilaku yang menunjukkan prinsip respectful tasks dalam kasus. 1 1 1 1 3 1 1 Guru mampu menerapkan lima prinsip dasar DI dalam Rancangan Program Pengajaran (RPP) yang dibuat. Kesinambungan antara tujuan belajar, konsep kunci yang harus dikuasai siswa, dan
aktivitas belajar yang direncanakan untuk mencapai tujuan. 2 2 4 ` 2 4 3 Guru mampu menerapkan kelima prinsip dasar DI di dalam pengajaran yang dilakukan. Ketepatan proses pengajaran yang disimulasikan guru dalam menerapkan kelima prinsip dasar DI, yaitu membangun lingkungan belajar yang positif, menentukan tujuan belajar yang jelas, mencari tahu kesiapan siswa dalam memahami materi, penguasaan kelas dan melakukan metode pengajaran yang sesuai, serta memberikan tugas yang menantang untuk setiap siswa. 2 2 4 4 2 4 3 Lampiran 21 Slide Materi Pelatihan
Supervisi Akademik Memoderasi Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru SD Negeri Di Dinas Pendidikan Kabupaten Kebumen Koordinator Wilayah Kecamatan Alian