Anda di halaman 1dari 32

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Pendahuluan .................................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2
1.4 Metode Penulisan ............................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3
2.1 Definisi ............................................................................................................ 3
2.2 Anatomi dan Histologi Konjungtiva ............................................................... 3
2.3 Klasifikasi ....................................................................................................... 5
2.4 Konjungtivitis Karena agen infeksi ................................................................ 6
2.4.1 Konjungtivitis Bakterial ................................................................................ 6
2.4.2 Konjungtivitis Virus ................................................................................... 11
2.5 Konjungtivitis Imunologik (Alergik) ............................................................ 18
2.5.1 Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung .............................................. 18
2.5.1.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever) ......................................... 18
2.5.1.2 Konjungtivitis Vernalis ........................................................................ 19
2.5.1.3 Konjungtivitis Atopik .......................................................................... 20
2.5.2 Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat ........................................................ 21
2.5.2.1 Phlyctenulosis ...................................................................................... 21
ii

2.5.2.2 Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak ............... 22
2.6 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun ................................................... 23
2.6.1 Keratokonjungtivitis Sicca .......................................................................... 23
2.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif .................................................................. 23
2.7.1 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal.................................... 23
2.7.2 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans ............................ 24
2.8 Konjungtivitis Trachoma .............................................................................. 25
2.9 Konjungtivitis Berdasarkan Gambaran Klinis .............................................. 27
2.9.1 Konjungtivitis Kataral ................................................................................ 27
2.9.2 Konjungtivitis Purulen-Mukopurulen......................................................... 27
2.9.3 Konjungtivitis Membran ............................................................................ 28
2.9.4 Konjungtivitis Flikten ................................................................................. 28
BAB III ....................................................................................................................... 29
KESIMPULAN ........................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 30
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.
Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini,
mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri
biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam
jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai
kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal.
Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan
sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis
yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai
kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan kadang muncul
benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati, karena akan
sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap akan
memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder
oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa
tidak nyaman di mata.
Konjungtivitis bakteri adalah kondisi umum di kalangan kaum muda dan
orang dewasa di seluruh Amerika Serikat. Menurut Ferri's Clinical Advisor, beberapa
bentuk konjungtivitis, bakteri dan virus, dapat ditemukan pada 1,6 persen menjadi 12
persen dari semua bayi yang baru lahir di Amerika Serikat. Mata bayi kadang-kadang
mungkin bisa terkena beberapa bakteri selama proses kelahiran. Konjungtivitis
bakteri juga dapat mempengaruhi bayi yang hanya beberapa minggu. Konjungtivitis
bakteri dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin.
2

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati
konjungtivitis bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di
bagian tubuh lain. Pada konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres
hangat di daerah mata untuk meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin
cocok diberikan pada konjungtivitis alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat
diberikan agar mata terasa lebih nyaman, sekaligus melindungi mata dari paparan
alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di lapisan air mata. Untuk
konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah menghentikan paparan
dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti menggunakan lensa
kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk mengurangi
peradangan dan rasa gatal di mata.
Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada salahnya
berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis.
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan pada makalah mengenai klasifikasi, diagnosa dan tatalaksana
konjungtivitis
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. menjelaskan klasifikasi dan dasar penegakan diagnosis konjungtivitis
2. menjelaskan tatalaksana konjungtivitis
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dipakai pada penulisan makalah ini adalah tinjauan kepustakaan
yang merujuk pada beberapa literatur.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.
1, 3
2.2 Anatomi dan Histologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi
permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus
permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata
(kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat
terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1,3

1. konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior
palpebra dan bola mata)

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di
dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu
4

komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi
nutrisi bagi kornea
1

Histologi Konjungtiva
1
:
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di
atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat linbus dapat
mengandung pigmen.
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada diforniks bawah. Kelenjar
wolfring terletak ditepi atas tarsus atas

5

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya
1,2,3,4,5
:
A. Konjungtivitis Karena agen infeksi
B. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
C. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
D. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
E. Konjungtivitis yang Penyebabnya tidak Diketahui
F. Konjungtivitis yang Berhubungan dengan Penyakit Sistemik

Berdasarkan waktu timbulnya penyakit
1,3
:
A. Hiperakut (2-4 hari)
a. Konjungtivitis Neonatorum
i. Konjungtivitis zat kimia/AgNO
3

ii. Konjungtivitis gonorhoe
b. Konjungtivitis gonorhoe dewasa
B. Akut (5-14 hari)
a. Konjungtivitis kataralis akut/bakteri
b. Konjungtivitis inklusi pada dewasa
c. Konjungtivitis inklusi pada neonates
d. Konjungtivitis folikularis akut
C. Kronis (>14 hari)
a. Konjungtivitis folikularis kronik
i. Trakoma
ii. Non Trakoma
Konjungtivitis inklusi kronik
6

Konjungtivitis folikular toxic
b. Konjungtivitis bakteri kronik : S. aureus, Syphilis, TBC

Berdasarkan gambaran Klinik:
1,2,3

A. Kataral
B. Purulen/Mukopurulen
C. Membran
D. Flikten

2.4 Konjungtivitis Karena agen infeksi
2.4.1 Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan
menahun. Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, dan Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh
sendiri bila disebabkan mikroorganisme seperti Haemophilus influenza.
Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu jika tidak diobati dengan
memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu
dari sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam
beberapa hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae
atau Neisseria meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak
diobati secara dini
Tanda dan Gejala
Iritasi mata,
Mata merah,
Sekret mata,
Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
7

Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan
kuman seperti seprei, kain, dll.
1,5

Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakterial, organisme dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak
neutrofil polimorfonuklear.
1,2,3
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan
mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika
penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi sensitivitas
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat
diteruskan.
Komplikasi dan Sekuel
Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtiva stafilokokus
kecuali pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut
konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis pseudomembranosa dan pada
kasus tertentu yang diikuti ulserasi kornea dan perforasi.
Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorroeae, N
konchii, N meningitides, H aegyptus, S gonorrhoeae berdifusi melalui kornea
masuk camera anterior, dapat timbul iritis toksik.
1,3

Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai
dengan terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus
dipilih antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N
meningitides. Terapi topical dan sistemik harus segera dilakasanakan setelah
materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
8

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva
harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret
konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga
diminta memperhatikan secara khusus hygiene perorangan.
Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis
dan memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak
diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva
dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan
meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan
meningitis.
1,4

Konjungtivitis bakterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
menjadi masalah pengobatan yang menyulitkan.
Konjungtivitis Gonore
Klasifikasi
Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 3 hari, disebut oftalmia
neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur lebih
dari 10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis gonore infantum.
Bila mengenai orang dewasa biasanya disebut konjungtivitis gonoroika
adultorum.
3

Patofisiologi
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, ada 3 stadium :
8



9

1. Infiltratif
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-kadang
berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada orang
dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan
gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik
gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih
dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya
2. Supuratif atau purulenta
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra
masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat
blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada
bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat
pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan
konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar
dengan mendadak (memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila
membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa
3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit
bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva
bulbi injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang.


Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri.
10

Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan
masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva
dan konjungtiva kemotik
9

Gambaran Klinis
1,2,3,8,9

Pada bayi dan anak
Gejala subjektif : (-)
Gejala objektif :
Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat
bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak
mata membengkak, sukar dibuka dan terdapat pseudomembran pada
konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal.
Pada orang dewasa
Gejala subjektif :
Rasa nyeri pada mata
Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum
Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki
dan biasanya mengenai mata kanan.
Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi
mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak
begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi
lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar. Pada
orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu

11

Penatalaksanaan
1,3,8,9,10

Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok
batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore.
Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan
suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari.
Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus)
atau dengan garam fisiologik setiap jam, kemudian diberi salep
penisillin setiap jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam
bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 20.000 unit/ml) setiap 1
menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit
selama 30 menit., disusul pemberian salep penisillin setiap 1 jam
selama 3 hari.
Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok.
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang
dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.
Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan
cefriaksone (Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi.
2.4.2 Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival
Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada
mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).
1

12

Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus
tipe 3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan
dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan
berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic
dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis
adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.
1,3,6

Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak
ada bakteri yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-
anak daripada orang dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.
1,3,6

Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari.
1

b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya
pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian
diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan
subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri
tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva
menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti
parut datar atau pembentukan symblepharon.
1,3,4

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap
berbulan-bulan namun menyembuh tanpa meninggalkan parut.
1

13

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian
luar mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik
infeksi virus seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19,
29, dan 37 (subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat
diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi.
Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer;
bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.
1

Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi
melalui jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang
steril, atau pemakaian larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama
anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat ujung penetes obat
menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat
bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
1,3

Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan
unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan
dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati.
4,6

Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari.
Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial.
1

14

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit
anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran
pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan
fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai
edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler
yang terasa nyeri jika ditekan.
1,3

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear,
namun jika pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat
kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel
konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya
sel sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.
3

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung
kain kering di atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke
jaringan biakan.
3

Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus lokal maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
15

kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 10 hari: trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau
idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2
jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari.
3

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin
memperburuk infeksi herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari
proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang
dan berat.
1,3

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama
kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan
oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari).
5

Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak
mengeluarkan air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi
subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada
awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyakan pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan,
demam, malaise, mialgia umum pada 25% kasus.
1,5


16

Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
Konjungtivitis Virus Menahun
a). Blefarokonjungtivitis
Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata
dapat menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis
superior, dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi
radang yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan
lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat,
adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi
sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang
membesar, mendesak inti ke satu sisi.
3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi
memasukinya, atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.
b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Tanda dan gejala
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi
vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang
oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler,
namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer,
yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan
17

terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah adalah sekuele.
1

Laboratorium
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan
monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel sel embrio
manusia.
1

Terapi
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan
mengurangi dan menghambat penyakit.
1

c). Keratokonjungtivitis Morbilli
Tanda dan gejala
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang
dalam beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa
hari sebelum erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret
mukopurulen, dan saat muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik
pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien
kurang gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai
infeksi HSV atau infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H
influenza, dan organism lain. Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis
purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan penglihatan yang
berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat dengan
18

perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di
Negara berkembang.
1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika
ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa
mengandung sel-sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya
tindakan penunjang saja yang dilakukan, kecuali jika ada infeksi
sekunder.
1

2.5 Konjungtivitis Imunologik (Alergik)
2.5.1 Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
2.5.1.1 Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam
jerami (rhinitis alergika). Biasanya ada riwayat alergi terhadap tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair
mata, mata merah, dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan
tenggelam dalam jaringan sekitarnya. Terdapat sedikit penambahan
pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan selama serangan akut
sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab tenggelamnya tadi).
Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah mengucek
matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan
1:1000 yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan
gejalanya dalam 30 menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal
19

dan antihistamin hanya sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup baik, namun sering kambuh kecuali anti-gennya dapat
dihilangkan.
2.5.1.2 Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai catarrh musim semi dan
konjungtivitis musiman atau konjungtivitis musim kemarau, adalah
penyakit alergi bilateral yang jarang.
1,3
Penyakit ini lebih jarang di daerah
beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini hampir selalu lebih
parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim
gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 10
tahun. Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.
5

Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan
lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla
halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk
polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas kapiler.
1,2,3

Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak
eosinofil dan granula eosinofilik bebas.
1

Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala
hanya memberi hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka
20

panjang. Steroid sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit
mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak,
dan komplikasi lain) dapat sangat merugikan. Crmolyn topical adalah agen
profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor,
kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC
sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah ke
tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total.
1,3

2.5.1.3 Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian
palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla
halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda
dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus
superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut
penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis
perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh
kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman penglihatan.
1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada
pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic
sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan
dan lutut sering ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien
telah berusia 50 tahun.

21

Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
1

Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole
(10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan
sampai 200 mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala
pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi
tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin
diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman
penglihatannya.
1,3

2.5.2 Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
2.5.2.1 Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus
spp, Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan
Chlamydia trachomatis serotype L1, L2, dan L3.
1

Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah,
menimbul, dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga,
dengan apeks mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang
segera menjadi ulkus dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada
pasien dan pada kebanyakan kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga
yang di kornea, bulbus, dan sangat jarang di tarsus.
1

22

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi. Namun
phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut,
dan defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari
infeksi sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical.
Terjadi reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24
jam berikutnya. Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk
blefarikonjungtivitis stafilokokus aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan
terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila efektif, hendaknya hanya dipakai
untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang menetap. Parut kornea berat
mungkin memerlukan tranplantasi.
1

2.5.2.2 Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak
Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika
spectrum luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis
infiltrate ringan yang menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi
mata mukoid ringan, dan sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa
sering hanya menampakkan sedikit sel epitel matim, sedikit sel
polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil.
1

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan
menghilangkannya. Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan
kortikosteroid topical, namun pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid
jangka panjang pada palpebra dapat menimbulkan glaucoma steroid dan atropi
kulit dengan telangiektasis yang menjelekkan.


23

2.6 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun
2.6.1 Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dengan Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).
Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding
dengan tanda-tanda radang.
- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang
siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.
- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
Pengobatan:
- air mata buatan dan vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.
2.7 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
2.7.1 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik
infiltrate, yang diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian
lama dipivefrin, miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang
disiapkan dalam bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan
iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir
sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata
berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera
karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.
24

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin,
beberapa neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh.
Pengobatan terdiri atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan
yang lembut atau lunak, atau sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi
konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya
setelah penyebabnya dihilangkan.
2.7.2 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans
Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang
masuk ke saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-
bahan make-up, dan berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut
(campuran asap dan kabut) menjadi penyebab utama konjungtivitis kimia
ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan secara positif, dan
pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang permanen,
namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun.
1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan
efek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva.
Disini mereka terus menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari
lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang
masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea
lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada
kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu
biasanya dapat diungkapkan.
Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air
atau larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan
25

secara mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik
umum adalah kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine
1% dua kali sehari, dan beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis
bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang cocok. Parut kornea
mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon mungkin
memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada
kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.
2.8 Konjungtivitis Trachoma
Konjungtivitis Trakoma
1,3,6,7

Kronis
Etiologi: C. trachomatis yang hanya pada manusia, biasanya daerah dengan
higine dan sanitasi buruk (Afrika)
Penularan dpt kontak lansung atau melalui nyamuk
Mengenai semua umur, infeksi ketika anak-anak, buta waktu dewasa karena
komplikasi trikiasisnya
C. trachoma hidup intra seluler, masa inkubasi 5-14 hari, rata-rata 7 hari
Mula-mula mata merah, rasa iritasi,berair, fotofobia, kemosis konjungtiva dan
folikel mula-mula di tarsalis superior progresif sampai menutupi semua
konjungtiva tarsalis superior, muncul diseluruh konjungtiva
Mac Callan klasifikasi
Std I (insipiens): folikel imatur, kecil, keras, sikatrik tdk ada.
Std II (established):
26

a. folikel matur & papil hipertopi
b. papil hipertropi hebat mengaburkan gamb folikel
Std III (cicatrical): folikel dg permulaan sikatrik
Std IV (healed): inaktif hanya ada sikatrik
Diagnosa: ada 2 dari 4 gejala:
1. folikel di 1/3 konjungtiva tarsal superior dan limbus superior
2. pannus aktif di 1/3 superior limbus
3. sikatrik seperti bintang dengan garis-garis (Arlts Line) di konjungtiva
tarsal superior
4. Herberts pits di 1/3 limbus superior
Diagnosa dapat juga ditegakan dengan satu gejala dan terdapat badan
inklusion pada pemeriksaan labor.
Klasifikasi WHO :
Grade TF : Trachomatous Inflamation / Follicular : mild/moderate,
folikel 5 atau lebih dikonjungtiva tarsal superior
Grade TI : Trachomatous Inflamation / Intense : severe inflamasi
dikonjungtiva superior yg mengaburkan gambaran pembuluh darah lebih
dr permukaan konjungtiva tarsal, folikel banyak.
Grade TS : Trachomatous Scaring
Grade TT : Trachomatous Trichiasis, distiachiasis atau karena entropion
Grade CO : Corneal Opacity

27

Pengobatan
Dewasa : tetracycline 1,5-2,0 gr/hr atau doxycicline 2 x 100 mg/hr selama
3 mgu, atau azithtromycin 1 gr single dose.
Anak: erythromycine oral 40 mg/kg/hr selama 3 minggu, atau
azythromycin 20mg/kgBB single dose
Topikal tetracycline atau erythromycine salf mata 6-8 minggu
2.9 Konjungtivitis Berdasarkan Gambaran Klinis
2.9.1 Konjungtivitis Kataral
Gambaran klinisnya adalah injeksi konjungtiva dan hiperemia tarsal
tanpa cobble-stone, tanpa folikel dan tanpa filikten. Berbentuk sekret serous
(mukopurulen atau mukus tergantung kausa). Dapat menyertai blefaritis atau
obstruksi duktus nasolacrimal.
2.9.2 Konjungtivitis Purulen-Mukopurulen
Gambaran:
Konjungtiva tarsal hiperemis
Adanya pus terkadang disertai dengan pseudomembran sebagai massa
putih di konjungtiva tarsal (purulen)
Sering juga disebut konjungtivitis gonococcal
Dapat terjadi pada anak-anak (melalui jalan lahir) dan orang dewasa
(semen yang sampai ke mata)
Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi dimulai, mata akan menjadi
merah dan nyeri
Jika tidak diobati akan terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi bahkan
sampai kebutaan
Masa inkubasinya selama 1-3 hari dan biasanya bilateral
28

2.9.3 Konjungtivitis Membran
Adanya membran berupa massa putih di konjungtiva tarsal dan terkadang juga
menutupi konjungtiva bulbi. Dapat disebabkan oleh Streptococcus dan infeksi
difteria. Pada penderita stevens-Jhonsons dapat disertai dengan konjungtivitis
membran.

2.9.4 Konjungtivitis Flikten
Biasanya berhubungan dengan TB Paru. Gejalanya ialah: adanya flikten pada
limbus dan flikten dapat juga dijumpai pada konjungtiva tarsal, bulbi dan kornea. Bila
filikten mengenai kornea dan sering kambuh serta terjadi gangguan penglihatan. Bila
peradangannya berat menyebabkan gangguan lakrimasi hingga berakibat eksema
kulit.

29

BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan
dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan
dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini
berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat terjadi inflamasi.
Konjungtivitis berdasarkan etiologinya terbagi atas konjungtivitis karena agen
infeksi, konjungtivitis imunologik (alergik), konjungtivitis akibat enyakit autoimun,
konjungtivitis kimia atau iritatif, konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui,
onjungtivitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik. Berdasarkan waktu
timbulnya penyakit
,
konjungtivitis dibagi atas : hiperakut (2-4 hari), akut (5-14 hari)
dan kronis (>14 hari). Sedangkan berdasarkan gambaran klinik dibagi atas: kataral,
purulen/mukopurulen, membran, flikten.


30

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1998
4. Silverman, M. 2010. Conjunctivitis. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/797874-overview pada tanggal 2
Februari 2011.
5. AOA. 2006. Conjunctivitis. Diakses dari
http://www.aoa.org/conjunctivitis.xml pada tanggal 2 Februari 2011.
6. Solomon, A. Trachoma in http://www.emedicine.com/OPH/topic118.htm,
March 17, 2005.
7. Schwab, I. R., Dawson, C. R. Konjungtiva : Konjungtivitis Klamidia,
Trachoma dalam Oftalmologi Umum, Penerbit Widya Medika, Edisi 14,
Cetakan pertama, Jakarta, hal 105-8, 2000.
8. Wegman, John MD. Neonatal Conjunctivitis. http://www.ncbi.nihgov/
Diakses tanggal 20 Maret 2008.
9. Anonim. Gonorchea. http://www.afraidtoask.com/std/gonorchea.html
Diakses tanggal 20 Maret 2008.
10. Anonim. Conjunctivitis (Newborn / Childhood):
http://www/nlm.nih.gos/medlineplus/ency/article/001606.html.
Diakses tanggal 20 Maret 2008

Anda mungkin juga menyukai