Anda di halaman 1dari 37

LIMFADENITIS TB

1.1 Latar Belakang


Selama beberapa abad tuberkulosis merupakan salah satu penyakit terparah pada manusia. Dari
semua penyakit infeksi, tuberkulosis masih merupakan penyebab kematian tersering. WHO
memprediksikan insidensi penyakit tuberkulosis ini akan terus meningkat, dimana akan terdapat
12 juta kasus baru dan 3 juta kematian akibat penyakit tuberkulosis setiap tahun.
Sepertiga dari peningkatan jumlah kasus baru disebabkan oleh epidemi HIV, dimana
tuberkulosis menyebabkan kematian pada satu orang dari tujuh orang yang menderita AIDS
(Ioachim, 2009). Indonesia pada tahun 2009 menempati peringkat kelima negara dengan
insidensi TB tertinggi di dunia sebanyak 0,35-0,52 juta setelah India (1,6-2,4 juta), Cina (1,1-1,5
juta), Afrika
Selatan (0,40-0,59 juta), dan Nigeria (0,37-0,55 juta) (WHO, 2010). Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 menempatkan TB sebagai penyebab kematian terbesar ketiga setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernapasan, dan merupakan nomor satu terbesar
dalam kelompok penyakit infeksi (Depkes, 2007). Tuberkulosis dapat melibatkan berbagai
sistem organ di tubuh. Meskipun TB pulmoner adalah yang paling banyak, TB ekstrapulmoner
juga merupakan salah satu masalah klinis yang penting. Istilah TB ekstrapulmoner digunakan
pada tuberkulosis yang terjadi selain pada paru-paru.
Berdasarkan epidemiologi TB ekstrapulmoner merupakan 15-20% dari semua kasus TB pada
pasien HIV-negatif, dimana limfadenitis TB merupakan bentuk terbanyak (35% dari semua TB
ekstrapulmoner).
Sedangkan pada pasien dengan HIV-positif TB ekstrapulmoner adalah lebih dari 50% kasus TB,
dimana limfadenitis tetap yang terbanyak yaitu 35% dari TB ekstrapulmoner (Sharma, 2004).
Limfadenitis TB lebih sering terjadi pada wanita daripada pria dengan perbandingan 1,2:1
(Dandapat, 1990). Berdasarkan penelitian terhadap data demografik 60 pasien limfadenitis TB
didapat 41 orang wanita dan 19 orang pria dengan rentang umur 40,9 16,9 (13 88)
(Geldmacher, 2002).







2










BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Limfadenitis merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening. Jadi, limfadenitis
tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar limfe atau getah bening yang disebabkan
oleh basil tuberkulosis (Ioachim, 2009). Apabila peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher
disebut dengan scrofula (Dorland, 1998). Limfadenitis pada kelenjar limfe di leher inilah yang
biasanya paling sering terjadi (Kumar, 2004). Istilah scrofula diambil dari bahasa latin yang
berarti pembengkakan kelenjar. Hippocrates (460-377 S.M.) menyebutkan istilah tumor skrofula
pada sebuah tulisannya
(Mohaputra, 2009). Penyakit ini juga sudah dikenal sejak zaman raja-raja Eropa pada zaman
pertengahan dengan nama Kings evil, dimana dipercaya bahwa sentuhan tangan raja dapat
menyembuhkannya (McClay, 2008). Infeksi M.tuberculosis pada kulit disebabkan oleh perluasan
langsung tuberkulosis ke kulit dari struktur dasar atau terpajan melalui kontak dengan
tuberkulosis disebut dengan scrofuloderma (Dorland, 1998).
2.2 Epidemiologi
Limfadenitis tuberkulosis perifer merangkum ~ 10% dari kasus-kasus

tuberkulosis

di

Amerika

Serikat.

Karakteristik

epidemiologi

termasuk

perbandingan 1.4:1 untuk perempuan kepada laki-laki , memuncak pada rentang
usia 30-40 tahun, dan dominan untuk pendatang asing, terutama Asia Timur.
(Fontanilla et al. , 2011).
Tinjauan literatur menunjukkan limfadenopati servikal menjadi predileksi
paling sering untuk limfadenitis TB diikuti oleh limfadenopati aksilaris dan
limfadenopati sangat jarang di lokasi inguinal. Insiden kelompok leher terlibat
dalam 74% - 90% kasus, kelompok aksilaris dalam 14%-20% kasus dan
kelompok inguinal dalam 4-8% kasus. (Bezabih et al., 2002)( Seth et al., 1995).
Satu studi di India yang dilakukan di Orissa menunjukkan bahwa keterlibatan
nodus limfa inguinal adalah lebih umum daripada limfadenopati. aksilaris





3








(Danpadat, 1990) Keterlibatan kelompok nodus limfa inguinal ini juga sering di
kelompok etnis Igbos di Nigeria. (Onuigbo, 1975)


2.3 Etiologi
Infeksi Mikrobakterium tuberculosis sp.


2.4 Patofisiologi
Secara umum penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi TB

pulmoner dan

TB

ekstrapulmoner.

TB

pulmoner

dapat

diklasifikasikan

menjadi TB pulmoner primer dan TB pulmoner post-primer (sekunder). TB
primer sering terjadi pada anak-anak sehingga sering disebut child-type

tuberculosis,

sedangkan

TB

post-primer (sekunder) disebut juga adult-type

tuberculosis karena sering terjadi pada orang dewasa, walaupun faktanya TB

primer dapat juga terjadi pada orang dewasa (Raviglione, 2010).

Basil

tuberkulosis juga dapat menginfeksi organ lain selain paru, yang disebut

sebagai

TB

ekstrapulmoner.

Menurut

Raviglione

(2010),

organ

ekstrapulmoner yang sering diinfeksi oleh basil tuberkulosis adalah kelenjar

getah

bening,

pleura,

saluran kemih, tulang, meningens, peritoneum, dan

perikardium. TB primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar

terhadap

basil tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru

dengan cara inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit
oleh makrofag dan akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB
akan mati difagosit oleh makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan

hidup

dan

bermultiplikasi dalam

makrofag sehingga basil TB akan dapat

menyebar secara limfogen, perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen.
Demikian itu, patogenesis Lifadenitis tuberkulosis inguinalis terisolasi
dapat dijelaskan oleh reaktivasi lokal infeksi dormant, akibat dari penyebaran
limfogen Mycobacterium dari fokus paru subklinis. Penyebaran basil TB ini
pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional hilus , dimana

penyebaran

basil

TB

tersebut

akan

menimbulkan

reaksi

inflamasi

di

sepanjang

saluran

limfe

(limfangitis)

dan

kelenjar

limfe

regional

(limfadenitis). Pada orang yang mempunyai imunitas baik, 3 4 minggu

setelah

infeksi

akan

terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler

ini akan

membatasi penyebaran basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam
makrofag membentuk suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus



4








Ghon bersama-sama dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut
dengan kompleks Ghon. Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua
hal penting. Pertama, fokus Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah
terdapat imunitas seluler yang spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus
Ghon merupakan suatu lesi penyembuhan yang didalamnya berisi basil TB
dalam keadaan laten yang dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa
tereaktivasi kembali menimbulkan penyakit (Datta, 2004).Jika terjadi reaktivasi
atau reinfeksi basil TB pada orang yang sudah memiliki imunitas seluler,
hal ini disebut dengan TB post-primer. Adanya imunitas seluler akan
membatasi penyebaran basil TB lebih cepat daripada TB primer disertai

dengan pembentukan

jaringan

keju

(kaseosa).

Sama

seperti

pada TB

primer, basil TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran
limfe menuju kelenjar limfe lalu ke semua organ (Datta, 2004). Kelenjar limfe
hilus, mediastinal, dan paratrakeal merupakan tempat penyebaran pertama dari

infeksi TB pada parenkim paru (Mohapatra, 2009).

Basil

TB

juga

dapat

menginfeksi

kelenjar

limfe

tanpa

terlebih

dahulu sebelum menginfeksi

paru. Basil TB ini akan berdiam di mukosa orofaring setelah basil TB masuk
melalui inhalasi droplet. Di mukosa orofaring basil TB akan difagosit oleh
makrofag dan dibawa ke tonsil, selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe di leher
(Datta, 2004).
Peningkatan ukuran nodus mungkin disebabkan oleh berikut: 1.Multiplication
sel dalam node, termasuk limfosit, plasma sel, monosit, atau histiosit 2.Infiltrasi
sel-sel dari luar nodus, misalnya sel ganas atau neutrofil.3.Drainase sumber
infeksi oleh kelenjar getah bening.


2.5 Gejala Klinis
Limfadenitis TB ekstremitas bawah ini sering di kelenjar getah bening
inguinalis lateralis dan femoralis.Ukuran nodus membesar dan harus berhati-hati
karena yang tercatat meningkat tajam dalam ukuran dapat menunjukkan potensi
untuk keganasan. Bentuk nodus limfa biasanya satu,namun beberapa kelenjar
bisa berkonfluensi. Konsistensi mungkin termasuk kusut, fluksus, tegas, kenyal,
atau keras. Dalam tahap awal, nodus dalam tuberkulosis adalahg dengan
berbatas tegas, mobil, tidak lembut, dan tegas. Jika infeksi tetap tidak diobati,
nodus melunakkan, menjadi fluksus, dan melekat pada kulit yang mungkin
menjadi eritematus. Pada nodus-nodus multiple,perlunakan tidak serentak. Jika



5








terjadi abses, abses lanjut menjadi fistel multipel berubah menjadi ulkus- ulkus
khas : bentuk tidak teratur, sekitar livide,dinding bergaung, jaringan granulasi
tertutup pus seropurulen, krusta kuning- sikatriks memanjang, tidak teratur.
Fiksasi kelenjar getah bening pada kulit dan jaringan lunak dapat berarti
keganasan. Kulit atasnya mungkin eritematus dalam etiologi infeksi. Sinus
drainase dapat berkembang pada pasien dengan adenopati tuberkulosis. Gejala
seperti penyakit saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, otalgia, coryza,
konjungtivitis, dan impetigo sering ditemukan ditambah dengan demam,
iritabilitas dan anoreksia. Limfadenitis bisa terjadi tanpa radang akut.


2.6 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis definitif adalah dengan kultur atau amplifikasi nucleic

amplifikasi Mycobacterium tuberculosis; demonstrasi basil tahan asam

dan

peradangan granulomatosa dapat membantu. Biopsi eksisional memiliki
kepekaan tertinggi pada 80%, tetapi aspirasi jarum kurang invasif dan mungkin
berguna, terutama pada hos dengan immunitas rendag dan pengaturan sumber
daya terbatas. (Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)
Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukakan termasuk:
1. Pemeriksaan Laboratorium



Peningkatan

laju

endap

darah

(LED)

dan

mungkin

disertai

leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis.

Newanda

(2009)

melaporkan

144

anak

dengan

spondilitis

tuberkulosis didapatkan 33% anak dengan laju endap darah yang
normal.












Uji Mantoux positif
Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein) pada 66 % dari 35 pasien
spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan
abses.
Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam
sirkulasi.
Pemeriksaan dengan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent
Assay) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan
ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada
populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi
sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif.



6


















Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) masih terus

dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman
tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA,
amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai
DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. Pada pemeriksaan
mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil
permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan
bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan
diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4
minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC
(Becton Dickinson Diagnostic Instrument System). Dengan system ini
identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering
timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat
dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus
dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya (Newanda,
2009).
2. Bakteriologis
Kultur kuman tuberkulosis merupakan baku emas dalam diagnosis.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana mengonfirmasi
diagnosis klinis dan radiologis secara mikrobakteriologis. Masalah terletak
pada bagaimana mendapatkan spesimen dengan jumlah basil yang adekuat.
Pemeriksaan mikroskopis dengan pulasan Ziehl-Nielsen membutuhkan 104
basil per mililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 103 basil per

mililiter

spesimen.

Kesulitan

lain

dalam

menerapakan

pemeriksaan

bakteriologis adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh
setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu
sesudahnya. Saat ini mulai dipergunakan sistem BACTEC (Becton Dickinson
Diagnostic Intrument System). Dengan sistem ini identifikasi dapat dilakukan
dalam 7-10 hari. Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman
lain, masih tingginya harga alat dan juga karena sistem ini memakai zat
radioaktif. Untuk itu dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya
(Newanda, 2009).







7








2.7 Terapi
Terapi antimycobacteria oral (OAT) tetap menjadi dasar dari perawatan,
tetapi respon lebih lambat dibandingkan dengan dalam tuberculosis paru; sakit
terus-menerus dan pembengkakan itu sering, dan reaksi paradox meningkat
dapat terjadi di 20% dari pasien. Peran steroid kontroversial. Pada awal
perjalanan penyakit biopsy eksisional layak diberi pertimbangan bagi kedua-dua
diagnosis optimal dan manajemen untuk tanggapan yang lambat terhadap terapi
OAT. (Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, 2011)



2.7.1 Oral Antimycobacteria Therapy
Mengenai pengobatan, pada prinsipnya sama dengan pengobatan pada
Tuberkulosis paru. Saat ini direkomendasikan pengobatan dengan menggunakan
obat paru lini pertama (selain injeksi streptomycin) dengan kombinasi 4 obat
selama 2 bln dan dilanjutkan INH, Rifampicin selama 4 bln. Atau dapat diberikan
dengan kombinasi 3 jenis obat dan dilanjutkan dengan INH dan Rifampicin
selama 7 bulan. Mengenai suntikan streptomycin untuk limfadenits maka saat ini
tidak direkomendasikan oleh WHO. Hal ini juga dibuktikan oleh BTS (British
Thoracic Society) yang melakukan clinical trial menggunakan suntikan
streptomycin dan hasilnya memperlihatkan tidak jauh lebih baik dibanding
kombinasi HRZE (INH, Rifampicin, Pyrazinamid dan Etambutol).
































8








BAB 3

LAPORAN KASUS



Identitas pasien












Nama
Umur
Jenis kelamin
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Suku
Alamat
No. Register
Tgl. Pemeriksaan

: Tn. SA
: 33 tahun
: Pria
: Pekerja pabrik kayu
: SMU
: Islam
: Jawa
: Ds.Kanigoro RT 9/1 Kec. Pangelaran Malang
: 1215xxx
: 27 Mei 2012





Ringkasan anamnesis:

Tn. SA/33yo/W.23i
Keluhan utama: Seluruh tubuh lemah
Pasien dating dengan keluhan lemas seluruh badan dengan pembesaran
perut, perut membesar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh BAB
berwarna kehitaman sejak 2 minggu terakhir, konsistensi lunak, 2-3 kali
per hari dalam volume dalam sedikit.
Pasien mengeluh mual, muntah dan dalam satu hari bisa 5 kali, berisi
cairan, tidak ada darah, nafsu makan menurun. Berat badan pasien
dikatakan menurun sejak awal sakit( dari 50kg menjadi 35 kg). Namun
pasien tidak mengeluh demam atau batuk.
Berat badan pasien menurun drastic dalam 3 bulan terakhir, sekitar 15kg

Sebelumnya, pasien dirawat di ruang 27 selama 1 bulan ( keluar RS dgn
pulang paksa tanggal 16/05/2012). Pasien pulang dengan diagnose TB
kelenjar diberi 4 macam obat, tetapi pasien tidak minum untuk 2 hari.
Pasien mengaku ada pembesaran di leher dan inguinal sejak 10 tahun
yang lalu, tanpa nyeri tidak beserta batuk lama.



9
















Pemeriksaan fisik:
Kondisi umum:kurus, tampak sakit sedang ; GCS 456

TD : 100/50 mmHg

N:90pbm

LP:24tpm

Kepala
Leher
Thoraks
Cor

: an (-), ict (-)
: JVP R+0cm H2O, 30derajat
:
: Ictus tidak terlihat dan teraba di ICS VI 1cm MCL S

LHM ~ ictus, pinggang jantung +
RHM ~ sternal line dextra
S1 S2 single tanpa murmur
Pulmo : Symmetric; Stem fremitus D=S

vv
vv
vv

Rh --
--
--

Wh--
--
--

Abdomen : bulat, soefl, BU + normal
Liver span 8 cm
Lien : troube space timpani
Shifting dullness(+)

Ekstremitas : akral hangat, edema

--

--


Diagnosa banding
Lympadenitis tuberkulosis inguinalis
Lymphogranuloma venereum

















10










Pemeriksaan laborat (27/5/2012)

Leukocyte
Hb
MCV
MCH
Hematocrite
Thrombocyte
RBS
SGOT
SGPT
Albumin
Ureum
Creatinine
Natrium
Kalium
Chloride
CKMB
Trop I


PPT
APTT

: 22.600/mm3
: 11.7g/dl
: 64.5fL
: 22.10pg
: 21.9%
: 252.000
: 576 -- 179
: 79 U/L
: 75 U/L
: 3.30g/dl
: 51.3mg/dl
: 0.62mg/dl
: 133
: 3.43
: 98
: 20
: negative


:17.8(11.4)
:44.8(27.2)



UL: glucose 2+
























11










Diagnosa
Lymphadenitis tuberkulosis inguinalis


Terapi
IVFD NS:D5 = 2:1
Diet TKTP 1900kkal/hari

Inj. Ceftriaxone
Inj. Ranitidine

2x1gr
2x 50mg

Inj. Metochlopramide 3x10mg

PO

As. Folat

1x III

Paracetamol 3x500mg

B6B12

3xI

OAT lanjut (RHZE/ 450/300/500/500)
Attapulgit 2 tab/diare (max 8 tab /hari)


Rencana Monitoring
Produksi urin, subjektif dan tanda-tanda vital




































12
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Farmakologi FK UGM. 2008. Farmakoterapi Antiinfeksi/Antibiotika.
Petunjuk Kuliah Diskusi Untuk Kalangan Sendiri.
Bezabih M, Mariam DW, Selassie SG. Fine needle aspiration cytology of
suspected
tuberculous lymphadenitis. Cytopathology 2002; 13 (5) : 284-90.
Dandapat MC, Mishra BM, Dash SP, Kar PK. Peripheral lymph node
tuberculosis: a
review of 80 cases. Br J Surg 1990; 77 (8) : 911-2.
Fontanilla JM, Barnes A, von Reyn CF, Current diagnosis and management of
peripheral
tuberculous lymphadenitis. Clin Infect Dis. 2011;53(6):555.
Koch, AL. 2003. Bacterial Wall as Target for Attack: Past, Present, and Future
Research. Clinical Microbiology Reviews. Clin Microbiol Rev. 2003
October; 16(4): 673687
Madigan M; Martinko J (editors). (2005). Brock Biology of Microorganisms (11th
ed.). Prentice Hall.

Madoff,

LC.

2008.

Introduction to Infectious Diseases:

HostPathogen

Interactions. Harrisons Internal of Medicine. Ney York: BooksOvid
Miller, N. 2008. Antibiotic Guideline. New York
Newanda, JM. 2009. Spondilitis tuberkulosa. (Online),
(http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/spondilitis-tuberkulosa/.

Onuigbo

WI.

Tuberculous

peripheral lymphadenitis in the Igbos of

Nigeria. Br
J Su
Rehm, SJ., 2011. Guidelines for Antimicrobial Usage 2011-2012. Cleveland
Clinic
Seth V, Kabra SK, Jain Y, Semwal OP, Mukhopadhyaya S, Jensen
RL
tubercular lymphadenitis: clinical manifestations. Indian J Pediatr 1995;
62 (5) : 565.
Todar, K. 2008. Online Textbook of Bacteriology.

Anda mungkin juga menyukai

  • This Is
    This Is
    Dokumen1 halaman
    This Is
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Enak Download01
    Enak Download01
    Dokumen24 halaman
    Enak Download01
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Jasjdhfjeuitire Jkmalirtpegnege
    Jasjdhfjeuitire Jkmalirtpegnege
    Dokumen1 halaman
    Jasjdhfjeuitire Jkmalirtpegnege
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Final PL
    Final PL
    Dokumen1 halaman
    Final PL
    anak_kost_aji_baung
    Belum ada peringkat
  • Enak Download02
    Enak Download02
    Dokumen3 halaman
    Enak Download02
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Enak Download03
    Enak Download03
    Dokumen5 halaman
    Enak Download03
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Label Mayat
    Label Mayat
    Dokumen3 halaman
    Label Mayat
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Sistem Kardiovaskular - 1
    Sistem Kardiovaskular - 1
    Dokumen10 halaman
    Sistem Kardiovaskular - 1
    anak_kost_aji_baung
    Belum ada peringkat
  • Limfoma Hodgkins
    Limfoma Hodgkins
    Dokumen20 halaman
    Limfoma Hodgkins
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Faktor Penyebab Regurgitasi Pada Bayi
    Faktor Penyebab Regurgitasi Pada Bayi
    Dokumen12 halaman
    Faktor Penyebab Regurgitasi Pada Bayi
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Re Gurgi Tasi
    Re Gurgi Tasi
    Dokumen9 halaman
    Re Gurgi Tasi
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Histologi Pembuluh Darah
    Histologi Pembuluh Darah
    Dokumen10 halaman
    Histologi Pembuluh Darah
    Siti Maryam Natadisastra
    Belum ada peringkat
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Dokumen1 halaman
    BAB I Pendahuluan
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Dy Samosir
    Dy Samosir
    Dokumen13 halaman
    Dy Samosir
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Cover Judul
    Cover Judul
    Dokumen1 halaman
    Cover Judul
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Frak Tur
    Frak Tur
    Dokumen1 halaman
    Frak Tur
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Referensi Makalah Blok 14
    Referensi Makalah Blok 14
    Dokumen9 halaman
    Referensi Makalah Blok 14
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Humors Lawakan Lucu Banget Deh
    Humors Lawakan Lucu Banget Deh
    Dokumen18 halaman
    Humors Lawakan Lucu Banget Deh
    Amelia Widianto
    Belum ada peringkat
  • Jadwal Imunisasi 2011
    Jadwal Imunisasi 2011
    Dokumen1 halaman
    Jadwal Imunisasi 2011
    Putri Aptalia Akrabi
    Belum ada peringkat
  • Faktor Kimia
    Faktor Kimia
    Dokumen11 halaman
    Faktor Kimia
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat
  • Sumber Ganong
    Sumber Ganong
    Dokumen1 halaman
    Sumber Ganong
    Fredy Juniar Samosir
    Belum ada peringkat
  • Sistem Ekskresi Pada Manusia
    Sistem Ekskresi Pada Manusia
    Dokumen33 halaman
    Sistem Ekskresi Pada Manusia
    Yulie Ca'em Oii
    Belum ada peringkat
  • Harper's Biochemistry 26th Ed
    Harper's Biochemistry 26th Ed
    Dokumen2 halaman
    Harper's Biochemistry 26th Ed
    Fre-deyjs Jun Samosir
    Belum ada peringkat