Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE









Pembimbing :
dr. Mamun, Sp.PD


Rifka Fathnina G1A212032
Shella S Jamilah G1A212033
Galih Rakasiwi G1A212037






UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO

2014
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Disusun oleh :
Rifka Fathnina G1A212032
Shella S Jamilah G1A212033
Galih Rakasiwi G1A212037




Diajukan untuk memenuhi syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu PenyakitDalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto



telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: Juni 2014


Purwokerto, Juni 2014
Pembimbing,




dr. Mamun, Sp. PD
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Usia : 45 tahun
Alamat : Wanarata 33/8
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk : 31 Mei 2014
Tanggal periksa : 31 Mei 2014
Ruang rawat : Mawar
No. CM : 00272816

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Sesak Nafas
2. Keluhan tambahan :
Pasien mengeluhkan cepat lelah ketika beraktivitas, dan batuk. Pasien
mengaku tidur dengan menggunakan lebih dari dua bantal. Pasien juga
mengeluhkan bengkak pada kedua kaki, dan ada nyeri perut sebelah kanan
seperti ditusuk-tusuk.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari
yag lalu. Dan sering terbangun pada saat malam hari, mudah lelah ketika
beraktivitas. Pasien mengaku tidur menggunakan lebih dari dua bantal,
pasien juga mengeluhkan batuk. Pasien menyangkal mengeluhkan nyeri
dada.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : diakui
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan/penyakit kulit : disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : disangkal
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayatalergi : disangkal
e. Riwayatsakitginjal : disangkal
f. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
g. Riwayat tumor otak : disangkal

6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien dalah seorang ibu dari 2 orang anak. Pasien tinggal bersama
dengan suami dan kedua anaknya di lingkungan pedesaan yang cukup
pada penduduknya. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat dan baik.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah berempat dengan keluarganya. Rumah
yang dihuni terdiri dari 3 kamar dan masing-masing dihuni oleh 1-2
orang. Kamar mandi dan jamban di dalam rumah. Atapnya memakai
genteng dan lantai terbuat dari ubin.
c. Occupational
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
d. Personal habit
Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan sering
minum kopi. Pasien juga mengaku suka mengkonsumsi ikan asin dan
menyukai gorengan.
e. Drugs and Diet
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Menu makan pasien
terdiri dari nasi dan sayur-mayur, terkadang lauk-pauk. Pasien makan
sehari 3 kali.
f. Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan social ekonomi rendah. Sumber
pembiayaan kesehatan berasal dari Jamkesmas.

C. PEMERIKSAAN FISIK
31 Mei 2014
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Vital sign tanggal 31 Mei 2014
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi : 68 /menitreguler-reguler, isi cukup
c. Pernapasan : 24 /menit
d. Suhu : 36,0 C
4. Tinggi badan : 148 cm
5. Berat badan : 52 kg
6. Status gizi (IMT) : 23, 74 (overweight)
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak rontok dan terdistribusi merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (-/-), sclera
ikterik (+/+), edema palpebra (-/-), mata kering (-),
reflexcahaya (+/+) normal, pupil isokor diameter 3 mm
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-), bibir pucat (-), bibir sianosis (+), lidah
sianosis (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+ 2cm
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan
kiri. Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis
(-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Apex suaradasar vesikuler +/+, RBH-/-, RBK-/-
Basal suara dasar vesikuler +/+ dan Wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
P.parasternal (-) p.epigastrium (+).
Palpasi : ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : M
1
>M
2
P
1
<P
2


T
1
>T
2
A
1
>A
2
reguler, Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : cembung
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (-/-)
Palpasi : supel, nyeritekan (+), undulasi (-)
Hepar : teraba 4 jari BACD, tepi tajam, permukaan rata
Lien : tidakteraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas
superior
Ekstremitas
inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning
(ikterik)
- - - -
Akraldingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela

+
+

+
+

+
+

+
+
Reflek patologis
Reflek babinsky

-

-

-

-
Sensoris D=S D=S D=S D=S

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah lengkap
No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.


















E. RESUME
1. Anamnesis
a. Keluhan utama sesak nafas
b. Pasien mengeluhkan sesak nafas, sering terbangun pada malam hari
karena sesak, cepat lelah ketika beraktivitas, dan batuk. Pasien
mengaku tidur dengan menggunakan lebih dari dua bantal.
c. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki, nyeri perut kanan
seperti ditusuk-tusuk.
d. Kelurga pasien tidak mempunyai riwayat yang sama
e. Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih, dan sering
minum kopi. Pasien juga menyukai gorengan dan ikan asin.
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Tekanan darah : 140/90mmHg
1 Hb 14,0 gr/dL (N)
2 Leukosit 8560 /ul /ul (N)
3 Ht 43 % % (N)
4 Eritrosit 4,4 x 10
6
/ul (N)
5 Trombosit 201.000 /ul (N)
6 Total Protein 6,86 (N)
7 Albumin 3,31 ()
8 Globulin 3,55 ()
9 SGOT 55 ()
10
11
12
13
14
15
16
SGPT
Ureum
Creatinin
GDS
Natrium
Kalium
Clorida
11,3
59,9
1,22
119
129
4,5
97
()
()
()

()

()
Nadi : 68 /menit reguler-reguler, isicukup
Pernapasan : 24 /menit
Suhu : 36,0 C
Status generalis
Mata : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (+/+), edema
palpebra (-/-)
Mulut : bibir sianosis (+)
Status lokalis
a. Pemeriksaan abdomen: asites
Inspeksi : cembung
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, undulasi (-), NT (+)
b. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas
superior
Ekstremitas
inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - + +
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : normal
Hematokrit : normal
Eritrosit : normal
Trombosit : normal
Total Protein : normal
Albumin : menurun
Globulin : meningkat
SGOT : meningkat
SGPT : menurun
Ureum : meningkat
Kreatinin : meningkat
GDS : normal
Natrium : menurun
Kalium : normal
Clorida : menurun

F. DIAGNOSIS KERJA
Congestive Heart Failure
Diagnosis Etiologi : Hipertensi
Diagnosis Anatomi : LVH
Diagnosis fungsional : NYHA 3

G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi :
a. O2 4lpm NK
b. IVFD D5% 10 tpm
c. Inj. Furosemid 10 Amp/ 24 jam drip
d. Inj. Ranitidin 2x1 amp
e. Inj. Ketorolac 3x1 (k/p)
f. P.O. Spironolacton 1x25 mg tab
g. P.O. Braxidin 2x1 tab
h. P.O. Curcuma 3x1 tab

2. Non farmakologi :
a. Istirahat, dianjurkan tirah baring sampai edem berkurang.
b. Batasi asupan natrium dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.
c. Diet protein
d. Kopi : harus dihentikan
e. Aktivitas fisik : olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda
dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil dengan intensitas
yang nyaman bagi pasien aktivitas fisik berpengaruh pada peningkatan
bebas jantung dan meningkatkan kebutuhan jaringan terhadap oksigen.
f. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,
prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.


H. PROGNOSIS
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam


























TINJAUAN PUSTAKA

A. CONGESTI VE HEART FAI LURE
1. DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah
suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan
mekanisme kompensatoriknya. (Brainwauld, 2009). Gagal jantung adalah
keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (ROUNDS, 2002).

Beberapa istilah dalam gagal jantung :

a. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan
dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan
kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi
lainnya (Brainwauld, 2009) (McMurray, 2002).
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan
fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif
(Brainwauld, 2009).
b. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati
dilatasi, kelainan katup dan perikard. High output heart failure
ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik seperti
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V, beri-beri, dan Penyakit
Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan
(Brainwauld, 2009).


c. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan
tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan
orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan
ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang
menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-
2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda (Brainwauld, 2009).
d. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-
tiba akibat endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung
yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah
tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau
kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti
perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara dengan
baik (Brainwauld, 2009).
Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure,
hampir selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena
(backward failure), karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa
darah dalam jumlah normal, hal ini menyebabkan peningkatan volume
darah di ventrikel pada waktu diastol, peningkatan tekanan diastolik
akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan tekanan vena . Gagal
jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan jantung atau
seluruh rongga jantung (Brainwauld, 2009)
.
.

2. ETIOLOGI
Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi : regurgitasi
aorta dan defek septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan
dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik,
infeksi paru-paru dan emboli paru (Donald M. Lloyd-
Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan, and William B.
Kannel, 2002).

Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah hipertensi sistemik, penyakit
katup mitral atau aorta, penyakit jantung iskemik, dan penyakit miokardium
primer. Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah gagal ventrikel kiri,
yang menyebabkan kongesti paru dan peningkatan tekanan arteria
pulmonalis. Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal
jantung kiri pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh
paru (kor polmunale) dan pada pasien dengan penyakit katup arteri
pulmonalis atau trikuspid (Donald;Mercedes;Bruce;Todd, 2010).

2. PATOFISIOLOGI
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai
terpacu dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut
mencakup peningkatan aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban
awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi
ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah
jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal
jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan
menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif
(Margaret Jean Hall, Shaleah Levant , and Mand Carol J. DeFrances., 2010).

a. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :
Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung
adalah peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya
aktivitas adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari
saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan
menyebabkan kontraksi lebih kuat otot jantung (efek inotropik positif)
dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi
arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume
darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang
metabolismenya rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan
perfusi ke jantung dan otak (Brainwauld, 2009).
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan
jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan
hukum Starling. Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada
gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung
pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan
kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons miokardium terhadap
rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang
pengaruhnya terhadap kerja ventrikel (Gautam V. Ramani, Patricia A.
Uber, Pharm D, and Mandeep R. Mehra, 2010).


Gambar 2. 1. Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik
dan parasimpatik pada gagal jantung.

b. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron :
Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel.
Mekanisme yang mengakibatkan aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas (Kart, 2002). Namun
apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:
a) Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi
glomerulus
b) Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus
c) Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensinI
d) Konversi angotensin I menjadi angiotensin II
e) Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.
f) Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.
Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang
meningkatkan tekanan darah.


Gambar 2. 2. Sistem Renin - Angiotemsin- Aldosteron


c. Hipertrofi ventrikel :
Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau
bertambah tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan
mengakibatkan peningkatan kekuatan kontraksi ventrikel (ROUNDS,
2002).
Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang
menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk
derajat gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan terbentuknya
edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap
ejeksi ventrikel; beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang
jantung. Akibatnya, kerja jantung dan kebutuhan oksigen miokardium
juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih
lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium. Jika
peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi
iskemia miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir
dari peristiwa yang saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban
miokardium dan terus berlangsungnya gagal jantung (Walter, 2002)
(Ghanie, 2006).


Gambar 2.3. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon
terhadap hemodinamik berlebih. (Ghanie, 2006)

3. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik gagal jantung harus dipertimbangkan relatif terhadap
derajat latihan fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Pada awalnya,
secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik, tetapi dengan
bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan semakin
menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang lebih
ringan (Ghanie, 2006).

Gejala-gejala dari gagal jantung kongestif bervariasi diantara individu
sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga tergantung pada derajat
penyakit (Ghanie, 2006).

a. Gejala awal dari gagal jantung kongestif adalah kelelahan. Meskipun
kelelahan adalah gejala yang umum dari gagal jantung kongestif, tetapi
gejala kelelahan merupakan gejala yang tidak spesifik yang mungkin
disebabkan oleh banyak kondisi-kondisi lain. Kemampuan seseorang
untuk berolahraga juga berkurang. Beberapa pasien bahkan tidak
merasakan keluhan ini dan mereka tanpa sadar membatasi aktivitas fisik
mereka untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
b. Dispnea, atau perasaan sulit bernapas adalah manifestasi gagal jantung
yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh meningkatnya kerja
pernapasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan
paru.meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea.
Seperti juga spektrum kongesti paru yang berkisar dari kongesti vena
paru sampai edema interstisial dan akhirnya menjadi edema alveolar,
maka dispnea juga berkembang progresif. Dispnea saat beraktivitas
menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri. Ortopnea (dispnea
saat berbaring) terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari
bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah sirkulasi sentral.reabsorpsi
cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga akan menyebabkan
kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Paroxysmal Nocturnal
Dispnea (PND) dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND
merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung kiri
dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
c. Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama
pada posisi berbaring.
d. Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah
ciri khas dari gagal jantung, ronki pada awalnya terdengar di bagian
bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi.
e. Hemoptisis dapat disebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang
terjadi akibat distensi vena.
f. Gagal pada sisi kanan jantung menimbulkan gejala dan tanda kongesti
vena sistemik. Dapat diamati peningkatan tekanan vena jugularis; vena-
vena leher mengalami bendungan . tekanan vena sentral (CVP) dapat
meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang
gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena
ke jantung selama inspirasi.
g. Dapat terjadi hepatomegali; nyeri tekan hati dapat terjadi akibat
peregangan kapsula hati.
h. Gejala saluran cerna yang lain seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual
dapat disebabkan kongesti hati dan usus.
i. Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang
interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang
tergantung, dan terutama pada malam hari; dapat terjadi nokturia
(diuresis malam hari) yang mengurangi retensi cairan.nokturia
disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring, dan juga berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat.
j. Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema
anasarka. Meskipun gejala dan tanda penimbunan cairan pada aliran
vena sistemik secara klasik dianggap terjadi akibat gagal jantung kanan,
namun manifestasi paling dini dari bendungan sistemik umumnya
disebabkan oleh retensi cairan daripada gagal jantung kanan yang nyata.
k. Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung kongestif, pasien dapat
mengalami sianosis dan asidosis akibat penurunan perfusi jaringan.
Aritmia ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas berlebihan
sietem saraf simpatis sering terjadi dan merupakan penyebab penting
kematian mendadak dalam situasi ini.
4. DIAGNOSIS
Diagnosis gagal jantung kongestif didasarkan pada gejala-gejala
yang ada dan penemuan klinis disertai dengan pemeriksaan penunjang
antara lain foto thorax, EKG, ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium
rutin, dan pemeriksaan biomarker.

Kriteria Diagnosis : (Brainwauld, 2009)
Kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Major :
a. Paroksismal nokturnal dispnea
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekana vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor :
a. Edema eksremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea deffort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
g. Takikardi(>120/menit)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor.
Klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA), merupakan
pedoman untuk pengklasifikasian penyakit gagal jantung kongestif
berdasarkan tingkat aktivitas fisik, antara lain:

a. NYHA class I, penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.
b. NYHA class II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi
jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak napas atau nyeri
dada.
c. NYHA class III, penderita penyakit dengan pembatasan yang lebih
banyak dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu
istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa
sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang
tersebut di atas.
d. NYHA class IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Ketika pasien datang dengan gejala dan tanda gagal jantung,
pemeriksaan penunjang sebaiknya dilakukan.

a. Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit, blood urea nitrogen (BUN),
kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Juga dilakukan
pemeriksaan gula darah, profil lipid (Ghanie, 2006).
b. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12-lead dianjurkan. Kepentingan utama dari EKG
adalah untuk menilai ritme, menentukan adanya left ventrikel
hypertrophy (LVH) atau riwayat MI (ada atau tidak adanya Q wave).
EKG Normal biasanya menyingkirkan kemungkinan adanya disfungsi
diastolik pada LV (Ghanie, 2006).
c. Radiologi :
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran
jantung dan bentuknya, distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan
kadang-kadang efusi pleura. begitu pula keadaan vaskuler pulmoner
dan dapat mengidentifikasi penyebab nonkardiak pada gejala pasien
(Ghanie, 2006).

d. Penilaian fungsi LV
Pencitraan kardiak noninvasive penting untuk mendiagnosis,
mengevaluasi, dan menangani gagal jantung. Pemeriksaan paling
berguna adalah echocardiogram 2D/ Doppler, dimana dapat
memberikan penilaian semikuantitatif terhadap ukuran dan fungsi LV
begitu pula dengan menentukan keberadaan abnormalitas pada katup
dan/atau pergerakan dinding regional (indikasi adanya MI sebelumnya).
Keberadaan dilatasi atrial kiri dan hypertrophy LV, disertai dengan
adanya abnormalitas pada pengisian diastolic pada LV yang
ditunjukkan oleh pencitraan, berguna untuk menilai gagal jantung
dengan EF yang normal. Echocardiogram 2-D/Doppler juga bernilai
untuk menilai ukuran ventrikel kanan dan tekanan pulmoner, dimana
sangat penting dalam evaluasi dan penatalaksanaan cor pulmonale. MRI
juga memberikan analisis komprehensif terhadap anatomi jantung dan
sekarang menjadi gold standard dalam penilaian massa dan volume LV.
Petunjuk paling berguna untuk menilai fungsi LV adalah EF (stroke
volume dibagi dengan end-diastolic volume). Karena EF mudah diukur
dengan pemeriksaan noninvasive dan mudah dikonsepkan. Pemeriksaan
ini diterima secara luas oleh para ahli. Sayangnya, EF memiliki
beberapa keterbatasan sebagai tolak ukur kontraktilitas, karena EF
dipengaruhi oleh perubahan pada afterload dan/atau preload. Sebagai
contoh, LV EF meningkat pada regurgitasi mitral sebagai akibat ejeksi
darah ke dalam atrium kiri yang bertekanan rendah. Walaupun
demikan, dengan pengecualian jika EF normal (> 50%), fungsi sistolik
biasanya adekuat, dan jika EF berkurang secara bermakna (<30-40%)
(Ghanie, 2006) (Elliott M. Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA,
Vice Chair, 2005).


6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara non farmakologis dan secara farmakologis.
Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun kronik ditujukan untuk
mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun penatalaksanaan
secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.

Terapi :

a. Non Farmakalogi :
- Anjuran umum :
Terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat
dilakukan seperti biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan
profesi yang masih bisa dilakukan.
Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.
- Tindakan Umum :
Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung
ringan dan 1 g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter
pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung
ringan.
Hentikan rokok
Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari
pada yang lainnya.
Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama
20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit
dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal
jantung ringan dan sedang).
Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
b. Farmakologi
Terapi farmakologik terdiri atas ; panghambat ACE, Antagonis
Angiotensin II, diuretik, Antagonis aldosteron, -blocker,
vasodilator lain, digoksin, obat inotropik lain, anti-trombotik, dan
anti-aritmia.

a) Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung
membutuhkan paling sedikit diuretik reguler dosis rendah.
Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau tiazid. Bila
respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan
diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid.
Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50
mg/hari dapat mengurangi mortalitas pada pasien dengan gagal
jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang
disebabkan gagal jantung sistolik.
b) Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas
neurohormonal, dan pada gagal jantung yang disebabkan
disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis
yang efektif.
c) Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE.
Pemberian dimulai dosis kecil, kemudian dititrasi selama
beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal jantung.
Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal
jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang
digunakan carvedilol, bisoprolol atau metaprolol. Biasa
digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan
diuretik.
d) Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada
intoleransi terhadap ACE ihibitor.
e) Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal
jantung disfungsi sistolik ventrikel kiri dan terutama yang
dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama diuretik, ACE
inhibitor, beta blocker.
f) Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk
pencegahan emboli serebral pada penderita dengan fibrilasi
atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan perlu
diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat
emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus
intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
g) Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang
asimptomatik atau aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia
klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang mengancam
nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat
digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah
kematian mendadak.
h) Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium
antagonis untuk mengobati angina atau hipertensi pada gagal
jantung.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2
l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring
jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi
metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin
subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas. Pemberian
antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan
fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

7. PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah
sangat berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka
mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala
ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif.
Prognosisnya lebih buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat
(fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan kapasitas latihan sangat terbatas
(konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal
sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar
40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun
beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya
merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak
terdiagnosis. Kematian lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau
penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal jantung stadium
lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif
yang sangat cermat.


























KESIMPULAN

1. Diagnosis pasien Ny. D, usia 45 tahun adalah Congestif Heart Failure.
2. Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
3. Prognosis pasien pada kasus ini adalah:
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam























DAFTAR PUSTAKA

Brainwauld, E. (2009). Heart Failure and cor pulmonale. Dalam H. L. Kasper,
Horrison's Principal Internal Medicine (hal. 216-230). New York:
McGrewHill.
Donald M. Lloyd-Jones,Martin.Larson,Daniel Levy,Ramachandran S. Vasan, and
William B. Kannel. (2002). Lifetime Risk for Developing Congestive
Heart Failure. Circulation , 106, 3068-3072.
Donald;Mercedes;Bruce;Todd. (2010). Heart Disease. AIHA , 165, 121-128.
Elliott M. Antman, Chair; Sidney C. Smith, FAHA, Vice Chair. (2005).
ACC/AHA 2005 Guideline Update for the. ACC/AHA Practice Guidelines
, 155-185.
Gautam V. Ramani, Patricia A. Uber, Pharm D, and Mandeep R. Mehra. (2010).
Chronic Heart Failure: Contemporary Diagnosis and Management. Mayo
Clin Proc , 85, 180195.
Ghanie, A. (2006). Gagal Jantung Kronik. Dalam B. S. Aryo Sudaryo, Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam (hal. 1511-1530). Jakarta: FK UI.
Kart, W. (2002). Aldosterone in congestie heart failure. NEJM , 345, 1689-1697.
Margaret Jean Hall, Shaleah Levant , and Mand Carol J. DeFrances. (2010).
Hospitalization for Congestive Heart Failure. NCHS , 108, 223-230.
McMurray, J. J. (2002). Systolic Heart Failure. NEJM , 362, 228-228.
ROUNDS, A. P. (2002). Congestive Heart Failure. Am. J. Respir. Crit. Care Med
, 165, 4-8.
Walter, B. A. (2002). Heart failure with preserved ejection fraction:
pathophysiology, diagnosis, and treatment. Eur Heart J , 32, 670-679.

Anda mungkin juga menyukai