Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
perkembangan ternak dan tanaman. Oleh karena itu, kita harus
mengontrol dan mengendalikan lingkungan itu sendiri untuk dapat
mempertahankan dan meningkatkan produktivitas ternak atau tanaman.
Iklim yang dapat dikendalikan hanya iklim mikro sedang iklim makro tidak
bisa dikendalikan.
Lingkungan ternak sangat penting dipelajari karena sangat
perbengaruh terhadap produksi dan produktivitas ternak sesuai dengan
rumus P=G+E+GE. Produksi dipengaruhi oleh genetik, environment, dan
interaksi antara keduanya. Environment atau lingkungan dibagi menjadi 2
yaitu makro dan mikro, tetapi disini hanya dipelajari lingkungan mikro.
Lingkungan mikro adalah kondisi disekeliling ternak yang berpengaruh
secar langsung atau tidak langsung terhadap tubuh ternak.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi produktivitas ternak adalah
suhu, kelembaban, intensitas cahaya, suhu tanah, dan kecepatan udara.
Faktor-faktor tersebut dapat meningkatkan atau menurunkan produktivitas
ternak atau tanaman yang dipelihara. Oleh karena itu, kita harus bisa
mengendalikan iklim mikro tersebut dengan cara mengetahui alat ukur
meteorologi dan alat ukur iklim mikro, sehingga dapat mengetahui
keadaan lingkungan mikro agar kita dapat mengaturnya sesuai dengan
kondisi yang nyaman untuk ternak.
Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak bertujuan untuk mengetahui alat-
alat untuk mengukur iklim mikro, serta mempelajari iklim mikro yang
merupakan hal terpenting dalam penentuan kerja status fisiologi dari
ternak terutama pada produktivitasnya sehingga dapat digunakan sebagai
dasar dalam pengelolaan ternak.



2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor Lingkungan Terhadap Produktivitas Ternak
Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya
(performance), sedangkan penampilan ternak merupakan manifestasi
pengaruh genetik dan lingkungan ternak secara bersama. Penampilan
ternak dalam setiap waktu adalah perpaduan dari sifat genetik dan
lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan
mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan
yang menunjang. Bahkan telah diketahui bahwa dalam membentuk
penampilan, lingkungan berpengaruh lebih besar dari pada sifat genetik
ternak (Amrin, 2011).
Pengaruh lingkungan yang tidak baik pada ternak akan
mengakibatkan perubahan status fisiologis, yang disebut stres atau
cekaman. Stres banyak sekali penyebabnya, salah satunya adalah
lingkungan, yang timbul dari beberapa faktor yaitu teknik peternakan, iklim
atau cuaca, kandang makanan, antimetabolit, tingkah laku ternak, serta
berbagai interaksi seperti: antara makanan dengan lingkungan, antara
cuaca dengan lingkungan, dan antara genetik dengan lingkungan
(Sihombing et al., 2000).
Iklim tropis yang panas serta lembab, merupakan masalah
lingkungan yang dapat bersifat nutrisional, manajerial, dan klimatologis.
Interaksi antara ketiga faktor tersebut akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan reproduksi ternak. Faktor klimatologis merupakan unsur
yang paling menonjol diantara ketiga faktor tersebut karena keadaan iklim
tropis yang panas dan kelembaban relatif tinggi akhirnya berpengaruh
terhadap tata laksana pemeliharaan dan manajemen pemberian pakan
(Murtidjo, 1990).
Sistem perkandangan, adalah salah satu upaya manusia untuk
melindungi ternaknya dari pengaruh iklim yang negatif serta menciptakan
kondisi iklim mikro yang optimal bagi ternaknya.Mekanisme fisiologis
3

mengharuskan alokasi energi untuk kinerja produksi maupun reproduksi
dipakai untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuh. Dengan
demikian, akan berdampak buruk yaitu penurunan produktivitas ternak.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
mengendalikan panas yang diterima dan peningkatan panas yang
terbuang oleh ternak, yaitu pemberian naungan atau atap dan pemilihan
bahan atap yang lebih efektif dalam menciptakan kondisi iklim mikro
kandang yang kondusif bagi ternak untuk berproduksi (Anonim, 2012)

Iklim Mikro
Dalam pengertian meteorologi atau ilmu mengenai cuaca, iklim mikro
didefinisikan sebagai kondisi atmosfir diatas suatu lokasi tertentu di
permukaan bumi, seringkali berhubungan dengan mahluk hidup seperti
tanaman dan serangga. Iklim mikro umumnya berlangsung dalam waktu
singkat (Anonim, 2008).
Ada empat unsur iklim mikro yang dapat mempengaruhi produktivitas
ternak secara langsung, yaitu suhu, kelembaban udara, radiasi dan
kecepatan angin, sedangkan dua unsur lainnya yaitu evaporasi dan curah
hujan mempengaruhi produktivitas ternak secara tidak langsung. Interaksi
keempat unsur iklim mikro tersebut dapat menghasilkan suatu indeks
dengan pengaruh yang berbeda terhadap ternak (Yani dan Purwanto,
2006).
Suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap aktifitas organ-organ,
kegiatan merumput, pertumbuhan, dan reproduksi pada ternak. Suhu
lingkungan yang tinggi ternyata menurunkan nafsu makan serta
mengurangi konsumsi rumput dan sebaliknya kebutuhan akan air minum
bertambah. Bila hal ini berlangsung terus, akan menghambat
pertumbuhan dan menurunkan reproduksi ternak (Murtidjo, 1990)
Setiap daerah mempunyai iklim yang tidak seragam, masing-
masing dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersifat variable dan bersifat
tetap yaitu luas daerah, distribusi lahan dan air, tinggi tempat, tanah dan
4

topografi. Sedang yang bersifat variable yaitu aliran angin, curah hujan
dan vegetasi. Di samping itu interaksi faktor-faktor tersebut di atas
menyebabkan adanya mikro iklim yang spesifik pada daerah tertentu
(Williamson dan Payne, 1993).

Temperatur udara
Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan
molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan yang menentukan
kemampuan benda tersebut, untuk memindahkan (transfer) panas ke
benda-benda lain atau menerima panas dari benda-benda lain tersebut.
Dalam sistem dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda
yang bersuhu lebih tinggi (Anonim, 2012).
Untuk menjaga dan mempertahankan suhu tubuh terhadap suhu
lingkungan yang sangat bervariasi, hewan ternak harus mempunyai
balance thermal atau keseimbangan panas antara panas yang diproduksi
oleh tubuh atau panas yang didapat dari lingkungannya dengan panas
yang hilang kelingkungannya (Williamson dan Payne, 1993).
Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang di ukur
berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan termometer. Faktor-
faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi adalah: jumlah
radiasi yang di terima per tahun per hari per musim, pengaruh daratan
atau lautan, pengaruh ketinggian tempat, pengaruh angin secara tidak
langsung, pengaruh panas laten yaitu panas yang di simpan dalam
atmosfer, penutup tanah yaitu tanah yang di tutup vegetasi, tipe tanah
yaitu tanah-tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi, pengaruh sudut
datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat suhu yang
lebih panas dari pada yang datangnya miring. Pengaruh suhu terhadap
makhluk hidup adalah sangat besar sehingga pertumbuhannya benar-
benar seakan tergantung padanya, terutama dalam kegiatan-kegiatannya
(Kartasapoetra, 1993).

5

Kelembaban
Kelembaban didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap
air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu
dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap
air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada
temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai
kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin
besar RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap
air (Anonim, 2012).
Menurut Kartasapoetra (1993), yang di maksud dengan
kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara.
Kelembaban udara sangat berhubungnan erat dengan suhu udara dalam
mempengaruhi suhu tubuh seekor ternak. Suhu tubuh akan mengalami
perubahan apabila kelembaban udara yang di sebabkan oleh karena
adanya perubahan suhu udara.
Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat
menstimulasi curah hujan. Basarnya kelembaban di suatu tempat pada
suatu musim erat hubungannya dengan perkembangan-perkembangan
dari organisme terutama jamur dari penyakit tumbuhan (Kartasapoetra,
1993).
Selain itu kelembaban dipengaruhi oleh adanya pohon-pohon
pelindung, terutama apabila pohon-pohonnya rapat. Adanya ramalan
cuaca mengakibatkan kita dapat dengan segera melakukan
penyemprotan dengan fungisida. Di daerah tropis yang kelembbannya
besar mengakibatkan masalah bagi tanaman terutama untuk hasil-hasil
sayuran, hasil ini akan cepat membusuk yang di sebabkan oleh RH tadi
(Kartasapoetra, 1993).

Tekanan udara
Menurut Anonim (2012), daerah yang banyak menerima panas
matahari, udaranya akan mengembang dan naik. Oleh karena itu, daerah
6

tersebut bertekanan udara rendah. Ditempat lain terdapat tekanan udara
tinggi sehingga terjadilah gerakan udara dari daerah bertekanan tinggi ke
daerah bertekanan udara rendah.

Kecepatan Angin
Angin merupakan gerakan atau perpindahan dari suatu masa udara
dari suatu tempat ke tempat lain secara horizontal. Masa udara yaitu
udara dalam ukuran yang sangat besar yang sangat mempunyai sifat fisik
(tenperatur dan kelembaban) yang seragam dalam arah yang horizontal.
Sifat masa udara di tentukan oleh : daerah atau tempat di mana masa
udara terjadi, jalan yang di lalui oleh masa udara, umur dari masa udara
(Kartasapoetra, 1993).
Gerakan dari angin biasanya berasal dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Angin juga mempunyai arah
dan kecepatan. Arah angin biasanya dinyatakan dengan dari mana arah
angin itu datang. Kecepatan angin sering menimbulkan berbagai
kerusakan (Kartasapoetra, 1993).

Arah angin
Besarnya angin ditunjukkan dengan satuan derajat, 1
o
untuk angin
arah dari utara, 90
o
untuk angin arah dari timur, 180
o
untuk angin arah dari
selatan, 270
o
untuk angin arah dari barat (Anonim, 2012).

Status Faali
Ternak yang sehat memiliki parameter sebagai pedoman untuk
mengetahui organ-organ tubuh bekerja secara normal. Pengukuran
terhadap parameter fisiologi yang biasa dilakukan di lapangan tanpa alat-
alat laboratorium menurut Kasip (1995), adalah pengukuran respirasi,
detak jantung dan temperatur rektal.
Kasip (1995), menyatakan bahwa parameter fisiologis tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas kerja, lama kerja
7

dan kondisi lingkungan termasuk temperatur lingkungan, kelembaban
udara, radiasi sinar matahari, dan kondisi kandang. beberapa unsur iklim
yang berpengaruh terhadap kondisi fisiologis ternak yaitu suhu, dan
kelembaban udara. Penyimpangan dari pedoman tersebut merupakan
petunjuk bahwa satu atau beberapa organ dari ternak tersebut bekerja
tidak normal.

Respirasi
Sistem respirasi adalah struktur-struktur yang terlibat dalam
pertukaran gas antara darah dengan lingkungan atau system eksternal.
Oleh karena itu, system respirasi biasa disebut dengan system pulmoner.
Respirasi menyangkut dua proses, yaitu pernafasan luar (eksternal
respiration) dan pernafasan dalam (internal respiration). Eksternal
respiration yaitu pertukaran udara yang terjadi di dalam paru-paru, antara
udara yang terkandung dalam kapiler-kapiler darah pulmonalis.
Sedangakan internal respiration adalah pertukaran udara yang terjadi
pada jaringan-jaringan (Frandson, 1992).
Frandson (1992), menyatakan bahwa respirasi mempunyai dua
fungsi utama yaitu untuk menyediakan oksigen bagi darah dan mengambil
karbondioksida dari dalam darah. Sedang fungsi-fungsi yang bersifat
sekunder, meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan
ekstraseluler dalam tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air
dan fonasi (pembentukan suara).
Perubahan temperatur tubuh dan frekuensi pernapasan dapat
dijadikan tolok ukur tinggi rendahnya toleransi panas seekor ternak.
Individu ternak yang mengalami kenaikan temperatur menjadi sangat
peka, frekuensi pernapasannya menjadi tinggi jika berada ditempat yang
panas (Murtidjo, 1990).
Ditambahkan pula oleh Frandson (1992), bahwa respirasi
dipengaruhi oleh temperatur, lingkungan, ukuran tubuh dan keadaan
bunting. Apabila temperatur udara tinggi, maka ternak akan berkurang
8

respirasinya. Sedangkan lingkungan berpengaruh jika ternak berada di
daerah perbukitan, maka pertukaran oksigen akan rendah yang
berpengaruh pada pengukuran/pengurangan respirasi ternak.

Pulsus
Pulsus atau gelembung pulsus merupakanm suatu gelembung
akibat naiknya tekanan sistol dari jantung yang kemudian menjalar
sepanjang arteri dan kapiler. Pulsus dapat diketahui dengan meraba pada
organ yang keras, misalnya tulang. Pulsus terjadi karena adanya kegiatan
jantung dalam memompa darah ke seluruh jaringan. Jantung menerima
darah ke dalam bilik-bilik dan kemudian memompanya dari ventrikel
menuju ke jaringan dan selanjutnya kembali lagi (Frandson, 1992).
Kasip (1995), menyatakan bahwa keadaan denyut nadi
berperanan pula pada pengaturan temperatur tubuh agar tetap dalam
kisaran normal. Apabila temperatur lingkungan meningkat, maka jumlah
denyut nadi juga akan meningkat pula untuk memompa darah ke
permukaan tubuh dimana akan terjadi pembebasan panas untuk menjaga
supaya temperatur tubuh tetap normal.

Temperatur rektal
Temperatur inti yang ada di dalam tubuh bagian dalam dari suatu
tubuh ternak disebut sebagai temperatur tubuh. Ada beberapa faktor atau
kondisi yang dapat menjaga variasi temperatur normal pada tubuh anatara
lain: umur (age), jenis kalamin (sex), iklim atau cuaca, waktu dalam hari,
suhu lingkungan (environmemt terperatur), aktivitas atau kegiatan
(exercise), makan (eat), pencernaan dan minum air (drink water)
(Swenson, 1993).
Proses pembentukan panas di dalam tubuh ternak berlangsung
terus-menerus dan untuk menjaga temperatur tubuh agar tetap dalam
kisaran normal maka pembuangan panas ke lingkungan juga berlangsung
terus-menerus. Proses pembuangan panas ke lingkungan tergantung dari
9

temperatur lingkungan. Bila temperatur lingkungan rendah, maka tubuh
akan memproduksi panas dan panas yang dilepaskan ke lingkungan
terbatas (Kasip, 1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur rektal antara lain
adalah bangsa ternak, aktivitas dan kondisi kesehatan ternak serta kondisi
iklim lingkungan (Frandson, 1996). Menurut Swenson (1993), kisaran
normal temperatur rektal dari kelinci adalah 38,6 sampai 40,1
o
C,
sedangkan ayam adalah 40,6 sampai 43,0
o
C.
10

BAB III
MATERI DAN METODE

Materi
Acara I
Iklim Mikro. Materi yang digunakan dalam praktikum adalah
wheater station, termometer ruangan dan hygrometer.
Status Faali. Materi yang digunakan dalam praktikum adalah
stetoskop, counter dan termometer batang. Serta probandus yang
digunakan adalah ayam jantan hitam, ayam jantan putih, ayam betina
hitam, ayam betina putih, kelinci jantan hitam, kelinci jantan putih, kelinci
betina hitam dan kelinci betina putih.

Acara II
Iklim Mikro. Materi yang digunakan dalam praktikum adalah
wheater station, termometer ruangan dan hygrometer.
Status Faali. Materi yang digunakan dalam praktikum adalah
stetoskop, counter dan termometer batang. Serta probandus yang
digunakan adalah ayam jantan hitam, ayam jantan putih, ayam betina
hitam, ayam betina putih, kelinci jantan hitam, kelinci jantan putih, kelinci
betina hitam dan kelinci betina putih.

Metode
Acara I
Iklim Mikro. Pengamatan iklim mikro dilakukan dengan cara
mengamati secara langsung termometer hygrometer untuk di dalam
ruangan dan weather station untuk di luar ruangan selama 10 menit
sekali. Data yang yang di ambil meliputi suhu ruangan dan kelembaban
udara untuk di dalam ruangan serta suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara, kecepatan angin, dan arah angin untuk di luar ruangan.
11

Status Faali. Semua probandus diukur status faalinya di dalam
ruangan yang meliputi temperatur rektal, respirasi dan pulsus, masing-
masing tiga kali pengulangan. Kemudian semua probandus dijemur di
bawah sinar matahari dan diukur status faalinya lagi. Temperatur rektal
diukur dengan cara memasukkan teermometer batang ke dalam kloaka
ayam atau termometer rektal ke dalam rektum kelinci, respirasi diukur
dengan cara melihat kembang kempisnya perut, dan pulsus diukur
dengan cara menempelkan stetoskop di dada ternak.

Acara II
Iklim Mikro. Pengamatan iklim mikro dilakukan dengan cara
mengamati secara langsung termometer hygrometer untuk di dalam
ruangan dan weather station untuk di luar ruangan selama 10 menit
sekali. Data yang yang di ambil meliputi suhu ruangan dan kelembaban
udara untuk di dalam ruangan serta suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara, kecepatan angin, dan arah angin untuk di luar ruangan.
Semua data tersebut diamati didataran tinggi maupun di dataran rendah.
Status Faali. Semua probandus diukur status faalinya yang
meliputi temperatur rektal, respirasi dan pulsus, masing-masing tiga kali
pengulangan di dataran tinggi maupun di dataran rendah. Temperatur
rektal diukur dengan cara memasukkan termometer batang ke dalam
kloaka ayam atau termometer rektal ke dalam rektum kelinci, respirasi
diukur dengan cara melihat kembang kempisnya perut, dan pulsus diukur
dengan cara menempelkan stetoskop di dada ternak.

12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Acara I
Iklim Mikro
Iklim mikro yang diamati pada saat praktikum dilakukan di dalam
dan di luar ruangan Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi Ternak.
Pengamatan yang dilakukan meliputi suhu udara, kelembaban udara,
tekanan udara, kecepatan angin dan arah angin.

Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu udara didapatkan
data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 1 serta grafik dari hasil
tersebut disajikan pada grafik 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan suhu udara
Titik waktu
pengamatan
Di dalam ruangan
(C)
Di luar ruangan
(C)
11.28
11.38
11.48
11.58
12.08
12.18
12.28
12.38
12.48
12.58
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78
66,78

13


Grafik 1. Grafik perubahan suhu
Praktikum yang dilakukan adalah mengamati perbedaan suhu
antara suhu di dalam dan di luar ruangan yang dilakukan pada pukul
11.28 sampai pukul 12.58 dengan selang waktu 10 menit. Selama
pengamatan suhu di dalam ruangan tetap sebesar 30
o
C sedangkan suhu
diluar ruangan dari awal sampai akhir tetap 66,78
o
C. Menurut Yani
(2006), suhu harian di Indonesia umumnya tinggi, yaitu berkisar antara 24
sampai 34
0
C. Berdasarkan literatur tersebut suhu udara di dalam ruangan
masih berada pada kisaran normal, sedangkan suhu luar ruangan
mencapai 66,78
o
C dikarenakan alat pengukur mengalami kerusakan.
Suhu udara diluar ruangan lebih tinggi daripada di luar ruangan karena di
dalam ruangan tidak terkena langsung oleh sinar matahari sehingga suhu
lebih rendah. Menurut Prawirowardoyo (1996), suhu di luar ruangan lebih
tinggi daripada di dalam ruangan, hal ini dikarenakan sinar matahari
langsung sampai ke bumi tanpa penghalang, sedangkan jika di dalam
ruangan rambatan radiasi panas matahari akan terhalang oleh ruangan
sehingga suhu udara di dalam ruangan lebih rendah daripada di luar
ruangan.
Suhu udara cenderung lebih rendah pada musim hujan bila
dibandingkan dengan musim kemarau.Sementara pada musim kemarau
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Suhu Udara
dalam ruangan %
luar ruangan %
14

suhu udara bisa menjadi panas, dapat mencapai 35C. Kondisi ini dapat
mengganggu metabolisme pada sapi.Selain itu suhu yang tinggi dapat
membuat rerumputan atau hijauan menjadi kering. Pengaruh musim
berhubungan dengan suhu udara. Suhu udara panas atau dingin
berpengaruh pada kehidupan dan pertumbuhan ternak (Yulianto dan
Cahyo, 2008).

Kelembaban udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kelembaban udara
didapatkan data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 2 serta grafik
dari hasil tersebut disajikan pada grafik 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan suhu udara
Titik waktu
pengamatan
Di dalam ruangan
(%)
Di luar ruangan
(%)
11.28
11.38
11.48
11.58
12.08
12.18
12.28
12.38
12.48
12.58
57,5
57,5
57,5
58
58
58
59,5
60
60,5
60,5
12
13
13
14
20
20
20
21
23
26


Grafik 2. Grafik kelembaban udara
0
10
20
30
40
50
60
70
Kelembaban
dalm ruangan %
luar ruangan %
15

Hasil dari praktikum menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
kelembaban udara di dalam dan di luar ruangan. Di dalam ruangan
memiliki kelembaban relatif yang lebih tinggi daripada di luar ruangan.
Kelembaban didalam ruangan memiliki rata-rata sebesar 58,7%
sedangkan di luar ruang memiliki rata-rata sebesar 18,2%. Menurut
Tjasjono (1999), perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain distribusi darat dan air, radiasi matahari dan masa udara.
Kelembaban udara juga berpengaruh pada usaha ternak
sapi.Kelembaban yang tinggi dapat menurunkan jumlah panas yang
hilang akibat evaporasi (penguapan). Pengupan merupakan salah satu
cara untuk mengrangi panas tubuh sehingga tubuh menjadi sejuk. Pada
kondisi kelembaban tinggi, laju penguapan menjadi tertahan sehingga
panas tubuh sapi menjadi tertahan (Yulianto dan Cahyo, 2008)

Tekanan Udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tekanan udara didapatkan
data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 3 serta grafik dari hasil
tersebut disajikan pada grafik 3.
Tabel 3. Hasil pengamatan tekanan udara
Titik waktu
pengamatan
Di luar ruangan
(milibar)
11.28
11.38
11.48
11.58
12.08
12.18
12.28
12.38
12.48
12.58
29,47
29,48
29,47
29,44
29,40
29,41
29,40
29,41
29,44
29,43

16


Grafik 3. Grafik tekanan udara
Praktikum pengamatan tekanan udara hanya dilakukan diluar
ruangan dengan selang waktu setiap 10 menit. Pengamatan tekanan
udara dimulai pada pukul 11.28 dimana diperoleh hasil sebesar 29,47
milibar dan pengamatan berakhir pada pukul 12.58 dengan hasil tekanan
udara sebesar 29,43 milibar. Menurut Batubara (1997), tekanan udara
didefinisikan sebagai berat suatu kolom udara. Sebenarnya pengaruh
langsung perubahan tekanan udara terhadap kehidupan makhluk adalah
kecil sekali.

Kecepatan angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kecepatan angin
didapatkan data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 4 serta grafik
dari hasil tersebut disajikan pada grafik 4.

29.35
29.4
29.45
29.5
Di luar ruangan (milibar)
Di luar ruangan
(milibar)
17

Tabel 4. Hasil pengamatan kecepatan angin
Titik waktu
pengamatan
kecepatan
(knot)
11.28
11.38
11.48
11.58
12.08
12.18
12.28
12.38
12.48
12.58
0
0
0
2
2
4
0
0
0
0


Grafik 4. Grafik kecepatan angin
Pengamatan pada kecepatan angin hanya dilakukan di luar
ruangan dengan pengamatan setiap sepuluh menit. Pengamatan pertama
dilakukan pada pukul 11.28 berakhir pada pukul 12.58 dengan hasil
semua 0knot kecuali pada pukul 11.58 dan 12.08 sebesar 2 knot, dan
pukul 12.18 dengan hasil sebesar 4 knot. Kecepatan angin sebesar 1 knot
setara dengan 0,5 m/s (Kartasapoetra, 1993). Pengaruh angin pada
ternak menurut Williamson dan Payne (1993) diterangkan bahwa
pengeluaran panas melalui konveksi akan naik bila angin sejuk
berhembus pada saat yang sama pengeluaran panas melalui penguapan
juga bertambah. Jadi semakin tinggi kecepatan angin akan semakin
membuat ternak merasa nyaman. Hal ini sesuai dengan White (2008),
Kecepatan angin 0,8 m/s menyebabkan tingkat kenyamanan kandang
lebih tinggi dari pada kecepatan angin 0,4m/s. Tjasjono (1999)
0
1
2
3
4
5
kecepatan (knot)
kecepatan (knot)
18

mengungkapkan bahwa angin merupakan udara yang bergerak dari
daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah yang
disebabkan oleh adanya tekanan horizontal.

Arah Angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap arah angin didapatkan data hasil
seperti yang disajikan dalam Tabel 5 serta grafik dari hasil tersebut
disajikan pada grafik 5.
Tabel 5. Hasil pengamatan arah angin
Titik waktu
pengamatan
Di luar ruangan
()
11.28
11.38
11.48
11.58
12.08
12.18
12.28
12.38
12.48
12.58
230
240
240
270
330
350
330
280
250
250


Grafik 5. Grafik arah angin
Praktikum pengamatan arah angin hanya dilakukan di luar ruangan
dan awal pengamatan dilakukan pada pukul 11.28 dimana didapatkan
arah angin 230
0
dan berakhir pada pukul 12.58 dengan arah angin 250
0
.

0
50
100
150
200
250
300
350
400
Di luar ruangan ()
Di luar ruangan ()
19

Menurut Anonim (2012), besarnya angin ditunjukkan dengan satuan
derajat, 1
0
untuk angin arah dari utara, 90
0
untuk angin arah dari timur,
180
0
untuk angin arah dari selatan, 270
0
untuk angin arah dari barat.
Letak kandang hendaknya tidak tertutup atau tidak terhalangi
bangunan, sehingga sinar matahari dapat menembus pelataran
kandang.Letak kandang sapi ini bisa dilakukan secara berkelompok di
tengah sawah atau kandang.Kandang juga sebaiknya dibuat menghadap
kearah timur agar sapi mendapatkan sinar matahari yang sehat. Selain itu
arah angin perlu diperhatikan agar bagian muka sapi tidak mendapat
kontak langsung dengan angin yang bertiup (Gayo, 1994).

Status Faali
Praktikum status faali ini bertujuan untuk membandingkan
pengaruh variable yang satu dengan laninnya. Variabel yang dgunakan
adalah suhu dan klelembaban di dalam dan diluar ruangan, warna bulu,
jenis kelamin dan diuji hubungannya dengan status faali yang meliputi
respirasi, pulsus dan temperatur rektal.

Respirasi
Respirasi adalah semua proses kimia maupun fisika dimana
organisme melakukan pertukaran udara dengan lingkungannya. Respirasi
menyangkut dua proses, yaitu respirasi eksteral dan respirasi internal.
Terjadinya pergerakan karbon dioksida ke dalam udara alveolar ini disebut
respirasi eksternal. Respirasi internal dapat terjadi apabila oksigen
berdifusi ke dalam darah. Respirasi eksternal tergantung pada pergerakan
udara kedalam paru-paru (Frandson, 1992). Berikut hasil pengukuran
respirasi ayam dan kelinci yang ditunjukkan pada Tabel 6.





20

Tabel 6. Rata-rata respirasi ayam dan kelinci.
Jenis
ternak
Warna
bulu
Jenis
kelamin
Ruangan
Dalam ruangan Luar ruangan
Ayam Hitam Jantan 33,96 34,33
Ayam Putih Jantan 39,22 27,12
Ayam Hitam Betina 43,6 41,33
Ayam Putih Betina 38,6 27,6
Kelinci Hitam Jantan 81,77 151,75
Kelinci Putih Jantan 83,55 147,13
Kelinci Hitam Betina 74,78 150,67
Kelinci Putih Betina 80,66 153,1

Hasil praktikum pengukuran respirasi kelinci dan ayam diperoleh
data bahwa respirasi kelinci dan ayam memiliki hasil yang berbeda - beda.
Perbedaan frekuensi respirasi pada ternak yang berada didalam dan
diluar ruangan ini berkaitan dengan panas yang diterima tubuh. Kelinci
dan ayam yang berada di dalam ruangan terlindung, sehingga sinar
matahari secara tidak langsung mengenai tubuh ternak tersebut. Kelinci
dan ayam yang berada diluar ruangan tidak mendapatkan perlindungan
dari sinar matahari langsung, sehingga frekuensi respirasi lebih cepat
(Anonim, 2012). Menurut Smith (1990), Respirasi dipengaruhi beberapa
faktor yaitu, respon fisiologis akibat berubahnya temperatur lingkungan,
suhu tubuh, ukuran tubuh, dan keadaan bunting.
. Kisaran normal respirasi pada ayam adalah 23 kali/menit,
sedangkan pada kelinci 35-56 kali/menit (Frandson 1992). Berdasarkan
literatur tersebut dapat diketahui bahwa respirasi kelinci dan ayam berada
diatas kisaran normal. Menurut Smith (1990), Respirasi dipengaruhi
beberapa faktor yaitu, respon fisiologis akibat berubahnya temperatur
lingkungan, suhu tubuh, ukuran tubuh, dan keadaan bunting.

Pulsus
Pulsus merupakan suatu gelembung yang terbentuk akibat naiknya
tekanan systole dari jantung yang kemudian menjalar sepanjang arteri dan
kapiler. Pulsus dapat diketahui dengan meraba pada organ yang keras,
misalnya tulang. Pulsus terjadi karena adanya kegiatan jantung dalam
21

memompa darah ke seluruh jaringan. Jantung menerima dara ke dalam
bilik-bilik dan kemudian memompanya dari ventrikel menuju jaringan dan
selanjutnya kembali lagi ke jantung (Frandson, 1992). Hasil pengukuran
pulsus kelinci dan ayam ditunjukkan pada tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata pulsus ayam dan kelinci jantan.
Jenis
ternak
Warna
bulu
Jenis
kelamin
Ruangan
Dalam ruangan Luar ruangan
Ayam Hitam Jantan 308,4 128,7
Ayam Putih Jantan 309,4 137,33
Ayam Hitam Betina 296,6 127,7
Ayam Putih Betina 311,3 131,33
Kelinci Hitam Jantan 143,22 75,8
Kelinci Putih Jantan 131,33 72,33
Kelinci Hitam Betina 120,33 79,1
Kelinci Putih Betina 124,11 74,66
Hasil pengukuran pulsus pada kelinci dan ayam didapatkan hasil
bahwa di dalam ruangan memiliki hasil lebih tinggi daripada di luar
ruangan. Perbedaan frekuensi pulsus pada ternak yang berada didalam
dan diluar ruangan ini disebabkan oleh panas dari matahari yang
mengenai tubuh, dimana kelinci dan ayam yang berada di luar ruangan
langsung terkena matahari tanpa adanya peneduh. Kelinci dan ayam yang
berada di dalam ruangan terlindung, sehingga sinar matahari secara tidak
langsung mengenai tubuh ternak tersebut. Kelinci dan ayam yang berada
diluar ruangan tidak mendapatkan perlindungan dari sinar matahari
langsung, sehingga frekuensi respirasi lebih cepat (Anonim, 2012).
Menurut Inounu et al ( 1999) frekuensi respirasi dan frekuensi pulsus
sesunggunya terdapat korelatif pofitif, yang artinya bahwa setiap kali
peningkatan frekuensi respirasi maka frekuensi pulsus meningkat. Hal ini
dapat dilihat pada saat frekuensi respirasi meningkat, maka dapat
dipastikan aktivitas otot pada organ respirasi membutuhkan lebih banyak
suplai oksigen yang harus dipenuhi melalui peningkatan volume aliran
darah, dengan jalan peningkatan denyut jantung.
Berdasarkan data yang ada kisaran pulsus kelinci di luar ruangan
jauh di bawah normal. Kisaran pulsus ayam di luar ruangan juga dibawah
22

kisaran pulsus normal. Menurut Dukes (1995), bahwa kisaran normal
pulsus pada kelinci adalah 120 sampai 140 kali/menit sedangkan Kisaran
normal pulsus ayam adalah 150 sampai 304 kali/menit. Perbedaan ini
disebabkan karena adanya pengaruh suhu lingkungan, bangsa atau
spesies maupun besar kecilnya ukuran tubuh (Swenson, 1997).

Temperatur Rektal
Temperatur tubuh adalah salah satu indikator fisiologi kondisi
kesehatan ternak. Angka temperatur ini didapatkan dari pengukuran
sistem temperatur rektal, karena dianggap pada temperatur rektal
perubahan suhunya belangsung terus menerus secara perlahan-lahan.
Ternak mempunyai daya tahan tubuh yang berbeda-beda terhadap
perubahan suhu lingkungan yang disebut toleransi panas. Terdapatnya
variasi temperatur ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan
temperatur tubuh, pulsus dan fertilitas (Frandson, 1992). Berdasarkan
hasil pengukuran temperatur rektal didapat data rata-rata ayam dan kelinci
yang ditunjukkan pada tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata temperatur rektal ayam dan kelinci.
Jenis
ternak
Warna
bulu
Jenis
kelamin
Ruangan
Dalam ruangan Luar ruangan
Ayam Hitam Jantan 40,92 41,55
Ayam Putih Jantan 39,22 41
Ayam Hitam Betina 41 41,9
Ayam Putih Betina 38,67 41,47
Kelinci Hitam Jantan 36,99 37,43
Kelinci Putih Jantan 36,91 36,3
Kelinci Hitam Betina 36,56 37,94
Kelinci Putih Betina 36,42 38,57

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa temperatur rektal pada
ayam masih berada pada kisaran normal. Temperatur rektal kelinci
berdasarkan tabel diatas berada sedikit dibawah kisaran normal. Menurut
Swenson (1997), kisaran normal temperatur rektal kelinci adalh 30,6
sampai 40,1C, sedangkan menurut Dukes (1995), kisaran normal
temperatur rektal ayam adalah 40,3 sampai 43,6C. Faktor-faktor yang
23

mempengaruhi temperatur tubuh antara lain bangsa ternak, aktivitas,
kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan ternak (Frandson 1992).
Menurut Frandson (1992), Temperatur yang di atas atau di bawah kisaran
suhu tubuh normal menunjukkan adanya kelainan pada ternak atau ternak
dalam kondisi sedang dalam usaha beradaptasi dengan lingkungan
sekitar (suhu, lingkungan, kelembaban udara) (Frandson, 1992).
Cara yang paling mudah untuk mengetahui temperatur dalam tubuh
hewan adalah dengan mengukur temperatur rektal. Seperti yang
disebutkan Frandson, (1992) Indeks temperatur dalam tubuh hewan lebih
mudah didapat dengan cara memasukkan termometer rektal ke dalam
rektum, meskipun temperatur rektal tidak selalu menggambarkan rata-rata
terperatur dalam tubuh. Karena terperatur dalam tubuh mempunyai
equilibrium lebih lambat (Frandson, 1992). Cara mengetahui temperatur
tubuh selalu digunakan terperatur rektal karena paling dapat dipercaya
untuk menggambarkan rata-rata temperatur tubuh (Frandson, 1992).
Ternak yang mempunyai warna bulu yang berbeda memiliki
temperatur rektal yang berbeda pula. Kelinci jantan yang berwarna hitam
mempunyai temperatur rektal yang lebih tinggi daripada kelinci jantan
yang berwarna putih. Menurut Anonim (2012), warna hitam lebih banyak
menyerap panas dari pada warna putih. Penyerapan akan disalurkan
dalam proses metabolisme tubuh yang akan berhubungan dengan proses
fisiologis tubuh ternak tersebut.
24

Acara II
Iklim Mikro
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat
terbatas, tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan
tumbuhan, hewan, dan manusia, karena kondisi udara dalam skala mikro
ini yang akan berkontak langsung dengan (dan mempengaruhi secara
langsung) makhuk-makhuk hidup tersebut. Iklim mikro yang diamati pada
saat praktikum dilakukan di dataran tinggi daerah Turen, kaliurang dan di
dataran rendah di daerah pantai Depok. Pengamatan yang dilakukan
meliputi suhu udara, kelembaban udara, tekanan udara kecepatan angin
dan arah angin.

Suhu udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap pengukuran suhu udara
didapatkan data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 9 serta grafik
dari hasil tersebut disajikan pada grafik 6.
Tabel 9. Hasil pengukuran suhu udara
No waktu D.rendah
ruangan
waktu D. tinggi
ruangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
38
36
35
34
34
33
33
33
34
34
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
28
28
27
28
27
27
28
29
28
28

25


Grafik 6. Grafik suhu udara
Praktikum yang dilakukan adalah mengamati perbedaan suhu
antara suhu di dataran rendah dan dataran tinggi. Pengamatan suhu
udara di dataran tinggi dimulai pukul 08.50 sampai 09.35 WIB, sedangkan
pengamatan suhu udara di dataran rendah dimulai pukul 14.10 sampai
14.55 WIB. Dari data yang didapat rata-rata temperatur udara di dataran
tinggi memiliki suhu lebih rendah daripada rata-rata temperatur udara di
dataran rendah. Menurut Suarjaya dan Nuriyasa cit Rasyaf (2011),
kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan
suhu rata-rata harian. Tempat yang semakin tinggi diatas permukaan
permukaan laut suhu udaranya semakin rendah, sehingga ternak akan
mengkonsumsi ransum lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
energinya. Menurut Kartasapoetra (1993), suhu udara akan terasa dingin
jika ketinggian tempat bertambah. Kita sudah mengetahui bahwa setiap
kenaikan bertambah 100 meter, suhu udara berkurang rata-rata 0,6C.
Penurunan suhu semacam ini disebut gradient terperatur vertical atau
lapse rate. Besar lapse rate pada udara kering adalah 1.
Perbedaaan suhu akan berpengaruh juga terhadap kondisi
fisiologis dari suatu ternak. Menurut Tjasjono (1999), perubahan suhu
lingkungan akan menyebabkan perubahan fisiologi hewan seperti
terjadinya perubahan frekuensi respirasi, pulsus, dan temperatur rektal
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
D.rendah ruangan
D.rendah
ruangan
26
26.5
27
27.5
28
28.5
29
29.5
0
8
.
5
0
0
9
.
0
0
0
9
.
1
0
0
9
.
2
0
0
9
.
3
0
D. tinggi ruangan
D. tinggi
ruangan
26

serta konsumsi air, sedangkan konsumsi pakan akan menurun.
Perubahan ini adalah usaha ternak untuk mempertahankan balance
thermal tubuh.

Kelembaban udara
Kelembaban udara mempunyai aspek terhadap mekanisme
termoregulasi terutama terhadap suhu tubuh, apabila kelembaban udara
tersebut bertaut dengan suhu udara. Suhu tubuh akan berubah apabila
kelembaban udara disetai dengan perubahah suhu udara (Siregar, 1997).
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu udara didapatkan data hasil
seperti yang disajikan dalam Tabel 10 serta grafik dari hasil tersebut
disajikan pada grafik 7.
Tabel 10. Hasil pengukuran kelembaban udara
No Waktu D. tinggi
dlm R.
D. tinggi
luar R.
Waktu D.rendah
dlm R.
D.rendah
luar R.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
62
61
60
59
59
58
56
58
56
57
5
5
6
6
6
6
7
7
7
7
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
33
38
42
44
45
46
48
47
46
49
17
17
17
17
17
17
17
17
18
18


Grafik 7. Grafik kelembaban udara
52
54
56
58
60
62
64
0
8
.
5
0
0
9
.
0
0
0
9
.
1
0
0
9
.
2
0
0
9
.
3
0
Dataran tinggi (%)
Dataran
tinggi (%)
0
10
20
30
40
50
60
Dataran rendah (%)
Dataran
rendah
(%)
27

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat praktikum, rata-rata
kelembaban udara di dalam ruangan lebih tinggi daripada kelembaban
udara di luar ruangan baik itu di dataran tinggi maupun di dataran rendah.
Berdasarkan data di atas juga diketahui bahwa rata-rata kelembaban di
dataran tinggi lebih besar daripada rata-rata kelembaban di dataran
rendah. Menurut Rusman (2011), ketinggian tempat tidak berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya kelembaban udara, karena kelembaban lebih
dipengaruhi oleh tekanan uap air udara. Menurut Tjasjono (1999),
kelembaban udara berubah sesuai tempat dan waktu, menjelang tengah
hari kelembaban menurun dan pada sore hari sampai menjelang pagi hari
kelembaban udara bertambah besar.
Hasil praktikum di dataran tinggi maupun dataran rendah
menunjukkan bahwa kelembaban masih dalam kondisi nyaman ternak.
Anonim (2012), kelembaban udara dalam kandang sebaiknya tidak lebih
dari 60% (Anonim, 2012). Berdasarkan literatur tersebut hasil praktikum di
dataran tinggi maupun dataran rendah menunjukkan bahwa kelembaban
masih dalam kondisi nyaman ternak. Menurut Tjasjono (1999), perbedaan
kelembaban udara dapat dsebabkan oleh beberapa faktor antara lain
distribusi darat dan air, radiasi matahari dan massa udara. Kelembaban
udara berubah sesuai tempat dan waktu. Menjelang tengah hari
kelembaban berangsur menurun, pada sore hari sampai menjelang pagi
kelembaban udara bertambah besar. Kelembaban udara yang tinggi dapat
menyebabkan stres pada ternak sehingga suhu tubu, respirasi dan denyut
jantung meningkat.

Tekanan udara
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap tekanan udara didapatkan
data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 11 serta grafik dari hasil
tersebut disajikan pada grafik 8.



28

Tabel 11. Hasil pengukuran tekanan udara
No Titik waktu
pengamatan
Dataran
tinggi
(milibar)
Titik waktu
pengamatan
Dataran
rendah
(milibar)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
28,94
28,97
28,98
29,02
29,05
29,04
29,02
29,03
29,06
29,06
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
29,83
29,83
29,82
29,84
29,86
29,84
29,85
29,85
29,87
29,87


Grafik 8. Grafik tekanan udara
Pengukuran tekanan udara dilakukan pada dua tempat, yaitu pada
dataran tinggi dan pada dataran rendah. Pengukuran yang dilakukan di
dataran tinggi dimulai pukul 08.50 sampai 09.35 WIB, sedangkan
pengukuran di dataran rendah dimulai pukul 14.10 hingga 14.55 WIB.
Bedasarkan hasil praktikum didapatkan tekanan udara di dataran rendah
adalah 29.007 milibar, sedangkan tekanan udara di dataran tinggi adalah
29,846 milibar.
Angin berhembus dikarenakan beberapa bagian bumi mendapat
lebih banyak panas matahri dibandingkan tempat lain. Permukaan tanah
28.85
28.9
28.95
29
29.05
29.1
0
8
.
5
0
0
9
.
0
0
0
9
.
1
0
0
9
.
2
0
0
9
.
3
0
Dataran tinggi
(milibar)
Dataran
tinggi
(milibar)
29.79
29.8
29.81
29.82
29.83
29.84
29.85
29.86
29.87
29.88
1
4
.
1
0
1
4
.
2
0
1
4
.
3
0
1
4
.
4
0
1
4
.
5
0
Dataran rendah
(milibar)
Dataran
rendah
(milibar)
29

yang panas membuat suhu udara di atasnya naik. Akibatnya udara
mengembang menjadi lebih ringan, karena lebih ringan dibanding udara
sekitarnya, udara akan naik. Begitu udara panas tadi naik, tempatnya
segera digantikan oleh udara disekitarnya, terutama udara dari atas yang
lebih dingin dan berat, sehingga tekanan udara di dataran tinggi lebih
rendah daripada di dataran rendah (Anonim, 2012).

Kecepatan angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kecepatan angin
didapatkan hasil yang dapat ditunjukkan pada tabel 12 dan grafik pada
grafik 9.
Tabel 12. Hasil pengukuran kecepatan angin
No Titik waktu
pengamatan
Dataran
tinggi (knot)
Titik waktu
pengamatan
Dataran
rendah
(knot)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
0
1
0
0
0
0
4
0
0
0
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
4
1
2
4
6
2
7
6
1
1


Grafik 9. Grafik kecepatan angin
0
2
4
6
8
1
4
.
1
0
1
4
.
2
0
1
4
.
3
0
1
4
.
4
0
1
4
.
5
0
Dataran rendah
(knot)
Datara
n
rendah
(knot) 0
1
2
3
4
5
Dataran tinggi
(knot)
Dataran
tinggi
(knot)
30

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat praktikum kecapatan
angin di dataran rendah terutama di daerah pantai lebih tinggi daripada
kecepatan angin di dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena di dataran
rendah tidak terlalu banyak rintangan bagi angin untuk mengalir.
Kecepatan angin sebesar 1 knot setara dengan 0,5 m/s (Kartasapoetra,
1993).
Tjasjono (1999), menyatakan bahwa angin merupakan udara yang
bergerak dari daerah bertekanan tinggi kedaerah bertekanan rendah yang
disebabkan oleh adanya tekanan horizontal, sehingga kecepatan angin di
dataran tinggi lebih kecil daripada di dataran rendah. Pengaruh angin
pada ternak adalah terhadap panas dari tubuh ternak, diterangkan bahwa
pengeluaran melalui konveksi akan naik bila angin sejuk berhembus pada
saat yang sama pengeluaran panas melalui penguapan juga bertambah
(Williamson dan Payne, 1993). Menurut Siregar (1997), Kecepatan
pergerakan angin lebih berperan terhadap penguapan air tubuh di dalam
pengaturan suhu tubuh. Suhu udara yang tinggi dengan kelembaban
udara yang tinggi akan dapat meningkatkan derajat penguapan air tubuh
bila disertai dengan pergerakan angin yang lebih cepat. Sebaliknya dalam
keadaan suhu udara dan kelembaban yang tinggi tanpa disertai dengan
pengarahan angin yang lebih cepat akan berakibat pada derajat
penguapan air tubuh yang tidak berjalan sempurna lagi.

Arah angin
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap suhu udara didapatkan
data hasil seperti yang disajikan dalam Tabel 13 serta grafik dari hasil
tersebut disajikan pada grafik 10.







31

Tabel 13. Hasil pengukuran arah angin
No Titik waktu
pengamatan
Dataran
tinggi ()
Titik waktu
pengamatan
Dataran
rendah ()
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
08.50
08.55
09.00
09.05
09.10
09.15
09.20
09.25
09.30
09.35
160
180
150
150
150
150
170
180
190
190
14.10
14.15
14.20
14.25
14.30
14.35
14.40
14.45
14.50
14.55
100
630
630
630
630
120
100
120
120
140


Grafik 10. Grafik arah angin
Pengukuran arah angin dilakukan pada dua tempat yaitu pada
dataran tinggi dan pada dataran rendah. Pengukuran hanya dilakukan
pada luar ruangan saja. Pengukuran di dataran tinggi dilakukan pada
pukul 08.50 sampai 09.35 WIB, sedangkan di dataran rendah dilakukan
pada pukul 14.10 sampai 14.55 WIB. Berdasarkan data yang didapat
bahwa arah angin yang didapat menunjukkan derajat yang berbeda-beda.
Besarnya angin ditunjukkan dengan satuan derajat. 1 untuk angin arah
utara, 90 untuk angin arah dari timur, 180 untuk angin arah dari selatan
dan 270 untuk angin dari arah barat (Kartasapoetra, 1993).

0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0
8
.
5
0
0
9
.
0
0
0
9
.
1
0
0
9
.
2
0
0
9
.
3
0
Dataran tinggi ()
Dataran
tinggi ()
0
100
200
300
400
500
600
700
1
4
.
1
0
1
4
.
2
0
1
4
.
3
0
1
4
.
4
0
1
4
.
5
0
Dataran rendah ()
Dataran
rendah
()
32

Status Faali
Pengukuran status faali yang dilakukan di dataran tinggi dan
dataran rendah terdiri dari pengukuran temperatur rektal, respirasi, dan
pulsus pada ayam, kelinci dan kambing yang tinggal didataran tinggi dan
dataran rendah.

Respirasi
Pengukuran temperatur rektal dilakukan di dataran tinggi dan di
dataran rendah. Hasil pengukuran ditunjukkan pada tabel 14.
Tabel 14. Rata-rata respirasi beberapa ternak yang diamati
Jenis ternak Jantan Betina
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Kelinci
Ayam
Kambing
112,3
36,6
38,6
38,4
22,3
39,6
121
33,9
28
118,2
21,9
40,6
Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa respirasi pada kelinci
dan ayam memiliki rata-rata lebih tinggi jika berada pada dataran tinggi,
sedangkan pada kambing memiliki rata-rata respirasi lebih tinggi pada
dataran lebih rendah. Kisaran normal respirasi pada ayam adalah 17
sampai 78 kali per menit (Frandson, 1992). Kisaran normal untuk respirasi
pada kelinci adalah 37 kali/menit. Respirasi kambing berkisar antara 26
samapi 54 kali per menit (Swenson, 1997). Berdasrkan literatur tersebut
diketahui respirasi ayam yang diamati masih dalam kisaran normal
sedang pada ternak kelinci dan kambing tidak sesuai kisaran normal.
Anonim (2012), menyatakan bahwa ketinggian tempat
berhubungan dengan banyaknya jumlah cahaya yang diterima bumi. Hal
ini mempengaruhi suhu, kelembaban dan pengaruh iklim lain. Iklim di
sekitar ternak akan mempengaruhi kinerja fisiologi ternak. Respirasi
dipengaruhi oleh terperatur, lingkungan, ukuran tubuh dan keadaan
bunting. Apabila temperatur udara tinggi, maka ternak akan berkurang
respirasinya. Sedangkan lingkungan berpengaruh jika ternak berada di
33

daerah perbukitan, maka pertukaran oksigen akan rendah yang
berpengaruh pada pengukuran atau pengurangan respirasi ternak.

Pulsus
Berikut hasil pengukuran pulsus ayam, kambing dan kelinci jantan
maupun betina yang ditunjukkan pada tabel 15.
Tabel 15. Rata-rata pulsus beberapa ternak yang diamati
Jenis ternak

Jantan Betina
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Kelinci
Ayam
Kambing
240,3
288,6
75
233,9
269,3
67,9
248
269,6
63,8
262,8
320,6
64,3
Berdasarkan data tabel 15 dapat diketahui bahwa respirasi ayam,
kambing, dan kelinci jantan memiliki rata-rata lebih tinggi pada dataran
rendah, sedangkan pada jenis kelamin betina rata-rata pulsus lebih tinggi
jika berada pada dataran rendah. Kisaran normal pulsus ayam antara 150
sampai 304 kali/menit (Dukes, 1995). Kisaran normal pulsus kelinci antara
123 sampai 304 kali/menit. Sedangkan pada kambing antara 150 sampai
304 kali/menit (Swenson, 1997). Berdasarkan literatur tersebut pulsus
pada ayam dan kelinci masih dalam kisaran normal, kecuali pada ayam
betina pada dataran rendah yang memiliki pulsus sedikit diatas kisaran
normal. Berdasarkan perbandingan dengan literatur pulsus kambing jauh
dari kisaran normal. Menurut Anonim (2012) faktor yang mempengaruhi
pulsus antara lain iklim yang meliputi suhu, kelembaban, penerimaan sinar
matahari oleh bumi dan tekanan udara. Iklim lingkungan sekitar juga
mempengaruhi kinerja fisiologi suatu ternak.

Temperatur rektal
Indeks temperatur dalam tubuh hewan lebih mudah didapat dengan
cara memasukkan termometer rektal ke dalam rektum, meskipun
temperatur rektal tidak selalu menggambarkan rata-rata terperatur dalam
tubuh. Karena terperatur dalam tubuh mempunyai equilibrium lebih lambat
34

(Frandson, 1992). Berikut hasil pengukuran pulsus ayam, kambing dan
kelinci jantan maupun betina yang ditunjukkan pada tabel 16.
Tabel 16. Rata-rata temperatur rektal ternak
Jenis ternak Jantan Betina
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Dataran
tinggi
Dataran
rendah
Kelinci
Ayam
Kambing
36,9
40,2
38,6
37,8
39,2
38,6
37,2
40,3
37,8
38,7
40,4
38,5
Kisaran normal temperatur rektal pada ayam adalah 40,3 sampai
43,6
0
C (Dukes, 1995). Kisaran normal temperatur rektal pada kelinci
adalah 30,6 sampai 40,1
0
C. Sedangkan kisaran temperatur rektal kambing
38,5 sampai 39,9
0
C (Swenson, 1997). Hasil praktikum menunjukan bahwa
temperatur ternak yang diukur berada dalam kisaran normal. Temperatur
tubuh ternak yang normal besarnya sangat bervariasi menurut umur, jenis
kelamin, waktu dalam sehari (Swenson, 1997).
Faktor-faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh antara lain
bangsa ternak, aktivitas, kondisi kesehatan ternak, dan kondisi lingkungan
ternak (Frandson 1992). Menurut Frandson (1992), Temperatur yang di
atas atau di bawah kisaran suhu tubuh normal menunjukkan adanya
kelainan pada ternak atau ternak dalam kondisi sedang dalam usaha
beradaptasi dengan lingkungan sekitar (suhu, lingkungan, kelembaban
udara) (Frandson, 1992).
35

Analisis data
Acara I
Berdasarkan data terhadap status faali ayam yang meliputi
temperatur rektal, respirasi dan pulsus terhadap perlakuan perbedaan
jenis kelamin, warna bulu (hitam dan putih), perlakukan ruang (di dalam
dan di luar ruang) diperoleh hasil analisis data yang ditunjukkan dalam
tabel 117 dan tabel 18.
Tabel 17. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
perlakuan
parameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsus
jantan/hitam/dlm 40,9200 0,085 33.9667 2.055 308,40 6,286
jantan/hitam/luar 41,5567 0,098 34,3267 6,758 128,78 4.140
jantan/putih/dlm 39,2200 0,255 39,2233 0,386 309,78 5,541
jantan/putih/luar 41,0000 0,000 17,3367 1.154 137,67 6,122
betina/hitam/dlm 41,0000 0,000 43,7333 1,628 296,73 12,548
betina/hitam/luar 41,9433 0,098 41,0000 1,455 127,77 3,672
betina/putih/dlm 38,8667 0,513 38,6333 2,055 310,97 4,162
betina/putih/luar 41,5000 0,170 27.5567 2.453 132,00 6,506

Tabel 18. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
Status faali
Values
JK WB R
JK*WB JK*R WB*R JK*WB*R
Temp. rektal 0.106
NS
0.000
S
0.000
S

0.384
NS
0.005
S
0.000
S
0.146
NS
Respirasi 0.000
S
0.000
S
0.000
S

0.167
NS
0.120
NS
0.000
S
0.009
S
Pulsus 0.135
NS
0.018
S
0.000
S

0.463
NS
0.731
NS
0.821
NS
0.127
NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan

S
= signifikan

NS
= non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa warna bulu dan
ruangan berpengaruh secara signifikan terhadap temperatur rektal,
respirasi, dan pulsus. Jenis kelamin hanya berpengaruh segnifikan
terhadap respirasi. Sedangkan interaksi jenis kelamin dan warna bulu
tidak berpengaruh terhadap status faali ayam. Interaksi antara jenis
kelamin dan ruangan hanya berpengaruh terhadap temperatur rektal
secara signifikan. Interaksi antara warna bulu dan ruangan berpengaruh
36

terhadap temperatur rektal dan respirasi. Interaksi antara jenis kelamin,
warna bulu, dan ruangan hanya berpengaruh terhadap respirasi secara
signifikan.
Berdasarkan data terhadap status faali ayam yang meliputi
temperatur rektal, respirasi dan pulsus terhadap perlakuan perbedaan
jenis kelamin, warna bulu (hitam dan putih), perlakukan ruang (di dalam
dan di luar ruang) diperoleh hasil analisis data yang ditunjukkan dalam
tabel 19 dan tabel 20.
Tabel 19. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Perlakuan
parameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsus
jantan/hitam/dlm 36.9900 0.277 81.77 5.592 143.22 8.880
jantan/hitam/luar 37.4300 0.200 151.76 1.275 75.8667 3.669
jantan/putih/dlm 36.9100 0.687 83.5567 5.416 131.33 7.267
jantan/putih/luar 36.3333 0.057 147.1333 2.482 72.2333 6.860
betina/hitam/dlm 36.5667 0.539 74.7800 4.248 120.33 26.229
betina/hitam/luar 37.9433 0.746 150.67 4.041 79.1000 2.986
betina/putih/dlm 36.4233 0.804 80.6633 3.055 124.11 6.679
betina/putih/luar 37.9033 0.305 153.3333 2.814 74.6667 5.632

Tabel 20. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Status faali
Values
JK WB R
JK*WB JK*R WB*R JK*WB*R
Temp. rektal 0.188
NS
0.130
NS
0.006
S

0.261
NS
0.003
S
0.300
NS
0.208
NS
Respirasi 0.461
NS
0.380
NS
0.000
S

0.091
NS
0.031
S
0.148
NS
0.621
NS
Pulsus 0.192
NS
0.381
NS
0.000
S

0,419
NS
0.063
NS
0.998
NS
0.372
NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan

S
= signifikan

NS
= non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat adanya pengaruh yang
signifikan pada ruangan terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus.
Sedangkan jenis kelamin dan warna bulu tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap status faali kelinci. Interaksi antara jenis kelamin
dan warna bulu, interaksi antara warna bulu dan ruangan, serta interaksi
antara jenis kelamin, warna bulu, dan ruangan tidak memberikan
37

pengaruh terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus. Interaksi jenis
kelamin dan ruangan memberikan pengaruh signifikan terhadap
temperatur rektal dan respirasi.

Acara II
Analisis data terhadap status faali kelinci yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan perbedaan
ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hasil uji
perlakuan terhadap status faali ayam ditampilkan pada tabel 21 dan pada
tabel 22.
Tabel 21. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
perlakuan
parameter status faali
temperatur rektal respirasi Pulsus
jantan/d.rendah 39.2233 0.386 22.2200 1.017 269.33 3.524
jantan/d.tinggi 40.4000 0.346 36.8667 0.5131 289.63 1.154
betina/d.rendah 40.4433 0.196 21.9967 1.154 320.67 8.821
betina/d.tinggi 40.4000 0.173 33.3000 0.888 271.30 21.665

Tabel 22. Hasil uji perlakuan terhadap status faali ayam
Status faali
Values
JK T JK*T
Temp. rektal 0.007
S
0.010
S
0.007
S
Respirasi 0.008
S
0.000
S
0.014
S
Pulsus 0.042
S
0.066
NS
0.001
S
Keterangan: * = interaksi perlakuan

S
= signifikan

NS
= non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat dilihat adanya pengaruh yang
signifikan pada ketinggian tempat terhadap repirasi dan temperatur rektal.
Jenis kelamin juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
temperatur rektal, respirasi dan pulsus ternak.
Analisis data terhadap status faali kelinci yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan perbedaan
ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hasil uji
38

perlakuan terhadap status faali ayam ditampilkan pada tabel 23 dan pada
tabel 24.
Tabel 23. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Perlakuan Parameter status faali
temperatur rektal Respirasi Pulsus
jantan/d.rendah 37.8100 0.122 38.6700 0.000 233.78 2.525
jantan/d.tinggi 36.9333 0.152 112.97 3.150 240.30 4.000
betina/d.rendah 38.0000 0.000 118.200 11.464 262.87 17.551
betina/d.tinggi 38.6667 0.577 121.33 2.218 248.00 5.271

Tabel 24. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kelinci
Status faali
Values
JK T JK*T
Temp. rektal 0.000
S
0.113
NS
0.000
S

Respirasi 0.000
S
0.000
S
0.000
S

Pulsus 0.010
S
0.467
NS
0.086
NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan

S
= signifikan

NS
= non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui adanya pengaruh yang
signifikan jenis kelamin terhadap temperatur rektal, respirasi, dan pulsus.
Ketinggian tempat juga memberikan pengaruh signifikan terhadap
respirasi. Sedangkan interaksi antara jenis kelamin dan ketinggian tempat
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap frekuensi respirasi dan
terperatur rektal.
Analisis data terhadap status faali kelinci yang meliputi temperatur
rektal, respirasi dan pulsus dengan perlakuan perbedaan perbedaan
ketinggian tempat, yaitu di dataran tinggi dan di dataran rendah. Hasil uji
perlakuan terhadap status faali ayam ditampilkan pada tabel 25 dan pada
tabel 26.




39

Tabel 25. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kambing
Perlakuan parameter status faali
temperatur rektal Respirasi Pulsus
jantan/d.rendah 38.7100 0.230 39.6667 0.335 60.7400 18.462
jantan/d.tinggi 38.6000 0.100 31.9667 0.577 68.5567 10.555
betina/d.rendah 38.5733 0.222 40.6633 0.665 64.6633 1.7669
betina/d.tinggi 37.8000 0.000 28.0667 0.503 63.8667 1.5011

Tabel 26. Hasil uji perlakuan terhadap status faali kambing
Status faali
Values
JK T JK*T
Temp. rektal 0.001
S
0.002
S
0.009
S
Respirasi 0.002
S
0.000
S
0.000
S

Pulsus 0.952
NS
0.585
NS
0.505
NS
Keterangan: * = interaksi perlakuan

S
= signifikan

NS
= non signifikan
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa adanya
pengaruh yang signifikan pada jenis kelamin, ketinggian tempat terhadap
temperatur rektal dan respirasi. Interaksi jenis kelamin dan ketinggian
tempat juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap respirasi dan
temperatur rektal.
40

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
iklim mikro yang penting bagi lingkungan ternak antara lain adalah curah
hujan, suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara, dan intensitas
penyinaran. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur iklim mikro yaitu
weather station dan hygrometer.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pengukuran
terhadap status faali, dapat diketahui bahwa pengukuran di dalam
ruangan dan setelah dijemur serta pengukuran di dataran rendah maupun
dataran tinggi memberikan hasil yang berbeda. Faktor yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan ternak diantaranya adalah lingkungan
yang meliputi temperatur, kelembaban, dan ketinggian tempat.
41

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Society of Indonesian Environmental journalist. Available at
http://www.siej.or.id/?w=glossary&abj=i. Acces by 19 mei 2012
Anonim. 2012. Analisis Klimatologi. Available at
http://mysimplebiz.info/tutorial. Accessed by 8 Mei 2012
Anonim. 2012. Dasar-dasar lmu Klimatologi. Available at
http://f4iz4l.blogspot//tutorial. Accessed by 8 Mei 2012
Anonim. 2012. Kelembaban udara. Available at
http://www.pksm.mercubuana.ac.id/new/elearning/files.../13039-1-
325714992571.doc. Accessed by 28 April 2012
Anonim. 2012. Ketinggian tempat. Available at
http://www.oocities.org/h_artono/bantul/geografi.htm. Accessed by
28 April 2012
Anonim. 2012. Radiasi sinar matahari. Available at
http://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi_Matahari. Accessed by 8 Mei
2012
Anonim. 2012. Suhu udara. Available at
http://www.cuacajateng.com/suhuudara.htm Accessed by 28 April
2012
Batubara. 2010. Peramalan Kecepatan Angin Bulanan di Medan
Berdasarkan Tekanan Udara dengan Fungsi Transfer. Universitas
Sumatra Utara.
Dukes, H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Company
: Ithaca New York.
Frandson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi ke-4. Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Frandson, R.D. 1996. Anatomi Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Inounu, I., M. Martawidjaja., B. Tiesnamurti., dan E. Handiwirawan.
1999.Studi Fisiologis Domba Lokal dan Persilangannya dengan
Domba Mouton Charollais dan ST. Chroix Pada Umur Muda.
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Oktober Tahun 1999.
ISBN 979-8308-29-8.
42

Kartasapoetra. 1993. Pengantar Iklim. Edisi Kelima. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Kasip, L.M. 1995. Kemampuan Kerja, Dinamika Fisiologis Dan Metabolit
Darah Sapi Bali Betina Dalam Mengolah Lahan Pertanian
Berdasarkan Lebar Mata Bajak. Tesis S2. Program Pasca Sarjana
UGM. Yogyakarta.
Murtidjo, Bambang Agus. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius.
Yogyakarta
Prawirowardoyo. S. 1996. Meteorologi. Penerbit ITB. Bandung
Reksohadiprodjo, S. 1995. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik. BPFE.
Yogyakarta.
Sihombing, Taguan. 2000. Petunjuk Praktis Menggemukkan Domba,
Kambing, dan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta
Siregar.Sori Basya.1997. Aspek Iklim Tropis Terhadap Kemampuan
Berproduksi Susu Kambing Perah. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Smith, S. M. 1990. Peternakan Umum. CV. Yasaguna, Jakarta.
Swenson. M. O. 1997. Dukes Physiology of Domestic Animal. Second
Edition. The English Language Book Society and Loghman Gropup
Limited. English.
Swenson, M. J. dan Reece, W. O. 1993. Dukes Physiology of Domestic
Animals. 11th edition. Comstok Publishing Associates a division of
Cornell University Press. Ithaca.
Tjasjono. Bagong. 1999. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung.
Bandung
Williamson, G dan W.J.A Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
43

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai

  • Rokok Tidak Dibutuhkan
    Rokok Tidak Dibutuhkan
    Dokumen6 halaman
    Rokok Tidak Dibutuhkan
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Proposal PKL Pengadaan
    Proposal PKL Pengadaan
    Dokumen9 halaman
    Proposal PKL Pengadaan
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Sku Penegak Laksana
    Sku Penegak Laksana
    Dokumen3 halaman
    Sku Penegak Laksana
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Dombing (Pengendalian Penyakit Pada Domba)
    Makalah Dombing (Pengendalian Penyakit Pada Domba)
    Dokumen9 halaman
    Makalah Dombing (Pengendalian Penyakit Pada Domba)
    Dilla Wulan Ningrum
    75% (4)
  • Budaya Asing
    Budaya Asing
    Dokumen2 halaman
    Budaya Asing
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Televi Si
    Televi Si
    Dokumen3 halaman
    Televi Si
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Agro
    Tugas Agro
    Dokumen5 halaman
    Tugas Agro
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Iling
    Laporan Iling
    Dokumen41 halaman
    Laporan Iling
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Makalah Kontes Anjing
    Makalah Kontes Anjing
    Dokumen8 halaman
    Makalah Kontes Anjing
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Ambing
    Anatomi Ambing
    Dokumen22 halaman
    Anatomi Ambing
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Praktikum BPFR
    Laporan Praktikum BPFR
    Dokumen24 halaman
    Laporan Praktikum BPFR
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • KESIMPULAN Jurnal 962
    KESIMPULAN Jurnal 962
    Dokumen1 halaman
    KESIMPULAN Jurnal 962
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Praktikum
    Tugas Praktikum
    Dokumen3 halaman
    Tugas Praktikum
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • A
    A
    Dokumen1 halaman
    A
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Lap Digesti
    Lap Digesti
    Dokumen11 halaman
    Lap Digesti
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Burung Parkit
    Burung Parkit
    Dokumen2 halaman
    Burung Parkit
    Prima Cahya Suprapto
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Ambing
    Anatomi Ambing
    Dokumen22 halaman
    Anatomi Ambing
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Burung Parkit
    Burung Parkit
    Dokumen2 halaman
    Burung Parkit
    Prima Cahya Suprapto
    Belum ada peringkat
  • Burung Parkit
    Burung Parkit
    Dokumen2 halaman
    Burung Parkit
    Prima Cahya Suprapto
    Belum ada peringkat
  • Burung Parkit
    Burung Parkit
    Dokumen2 halaman
    Burung Parkit
    Prima Cahya Suprapto
    Belum ada peringkat
  • Teori Produksi: Q F (K, L, M)
    Teori Produksi: Q F (K, L, M)
    Dokumen15 halaman
    Teori Produksi: Q F (K, L, M)
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Susu
    Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Susu
    Dokumen10 halaman
    Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Susu
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Iling Revisi
    Iling Revisi
    Dokumen44 halaman
    Iling Revisi
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen1 halaman
    Bab 1
    M 'Athieq Al-Ghiffari
    Belum ada peringkat