Skizofrenia Paranoid dengan Halusinasi Pendengaran
Andrey Setiawan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat 11510 E-mail: andrey_2108@hotmail.com Pendahuluan Tuhan menciptakan makhluk hidup dengan begitu indahnya dan sempurnanya sehingga semua bagian dalam tubuh manusia dapat bekerja secara sinergis dan bekerja sama dalam melakukan segala hal. Dalam pelaksanaannya tubuh manusia seperti sudah terprogram dalam hal, siapa yang mengatur, siapa yang melaksanakan, siapa yang melapor, siapa yang mengumpulkan informasi, dan lain sebagainya. Bagian tubuh manusia yang sangat luar biasa adalah persarafan, baik sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi. Bergerak, berpikir, menjauhi bahaya, mengalami sedih, marah, berjalan, berenang, bernyanyi, belajar, dan masih banyak lagi, itu semua diatur oleh sistem saraf sehingga keberadaannya sangatlah penting. Bila diperhatikan pada sistem saraf pusat saja, sistem ini dibagi menjadi beberapa bagian, otak besar, otak kecil, batang otak dan medulla spinalis, kesemuanya dengan fungsi-fungsi tertentu dan bagian-bagian besar tersebut dibagi-bagi lagi menjadi fungsi yang lebih spesifik. Adanya kelainan yang terjadi baik secara anatomi maupun biokimianya (neurotransmitter) dapat mengganggu fungsinya. Salah satu yang sudah dikenal lama adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah penyakit kronik yang disebabkan terjadinya malfungsi dari otak. Orang dengan skizofrenia bisa mendengar suara yang orang lain tidak dengar, dia bisa berpikiran orang membaca pikiran dia, atau bahkan mengkontrol pikiran dia, serta berencana membahayakan dia. Oleh karena hal-hal diatas seorang skizofrenia akan sering merasa gelisah. 1
Orang dengan skizofrenia juga terkadang tidak dapat dimengerti omongannya. Ada juga tipe yang akan mematung atau duduk dalam posisi yang sama selama berjam-jam bahkan hingga satu hari. Ada juga tipe lain dimana sehari-hari tampak normal tapi ketika mereka berbicara baru diketahui mereka adalah penderita skizofrenia. Dengan pembahasan yang mendalam dan menyeluruh, diharapkan dapat mempermudah pemahaman akan kelainan pada penyakit skizofrenia yang banyak diderita dan cara diagnostik termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik untuk menghapus diagnosis gangguan mental organik, dan berbagai 2
pemeriksaan yang diperlukan dan sesegera mungkin bisa memberi penatalaksanaan sehingga dapat membantu pasien mengurangi gejala yang terjadi. 1
Anamnesis Riwayat psikiatri adalah catatan mengenai kehidupan pasien, catatan ini memungkinkan seorang psikiater memahami siapa diri pasien, darimana ia berasal dan ke arah mana kecenderungan pasien di masa depan. Riwayat tersebut merupakan kisah hidup pasien yang diceritakan ke psikiater dalam bahasa pasien sendiri dari sudut pandangnya sendiri. Sering kali, riwayat juga mencantumkan informasi mengenai pasien yang diperoleh dari sumber lain, seperti keluarga. Riwayat psikiatri dapat digunakan untuk memformulasikan rencana terapi. Teknik terpenting untuk memperoleh riwayat psikiatri adalah dengan kata- kata mereka sendiri dalam urutan yang mereka rasa paling penting. Saat pasien menghubung- hubungkan ceritanya, pewawancara harus mengenali intinya. 2
Data identitas memberikan rangkuman demografik yang memadahi mengenai pasien. Psikiater harus mengetahui apakah pasien datang atas kemauannya sendiri, dirujuk oleh orang lain atau diantar oleh orang lain. Data identitas dimaksudkan untuk memberikan gambaran kasar mengenai karakteristik pasien. Keluhan utama dalam bahasa pasien sendiri, menyatakan mengapa ia datang atau dibawa untuk memperoleh bantuan. Keluhan ini harus dicatat bahkan apabila pasien tidak dapat berbicara, dan deskripsi mengenai orang yang memberikan informasi harus disertakan. Penjelasan pasien, tak peduli betapa aneh dan tidak relevan harus dicatat menggunakan kata-kata pasien pada bagian keluhan utama. Individu lain yang hadir sebagai sumber informasi nantinya dapat menceritakan versi mereka tentang kejadian saat itu pada bagian riwayat penyakit sekarang. 2 Riwayat penyakit sekarang memberikan gambaran komprehensif dan kronologis mengenai kejadian yang mengarahkan ke peristiwa terkini dalam kehidupan pasien. Kapan awitan episode sekarang, dan apa kejadian pencetus atau pemicu terdekat yang menimbulkannya? Pemahaman mengenai riwayat penyakit sekarang membantu menjawab pertanyaan, Mengapa sekarang? Mengapa pasien datang ke dokter saat ini? Seperti apa situasi dalam kehidupan pasien saat awitan gejala atau perubahan perilaku, dan bagaimana situasi tersebut memengaruhi pasien sehingga timbul manifestasi gangguan yang terjadi saat ini? Mengetahui kepribadian pasien yang sebelumnya sehat juga membantu memberikan perspektif mengenai pasien yang kini sakit. 2 3
Evolusi gejala pasien harus ditentukan dan dirangkum dalam susunan yang teratur dan sistematik. Gejala yang tidak muncul harus disebutkan. Pemicu apa di masa lalu yang menjadi bagian rantai peristiwa yang mengarahkan ke kejadian yang baru terjadi. Bagaimana penyakit pasien memengaruhi aktivitas kehidupannya, misalnya pekerjaan, hubungan yang penting, dan lainnya. Bagaimana sifat disfungsi, misalnya detail mengenai perubahan faktor seperti pasien tidak bisa tidur dan bicara melantur. Adakah gejala psikofisiologis, bila ada harus dijelaskan lokasi, intensitas dan fluktuasinya. Adanya hubungan gejala fisik dengan psikologis harus dicatat. Deskripsi mengenai ansietas pasien saat ini, baik menyeluruh dan nonspesifik atau secara spesifik berkaitan dengan situasi tertentu. Bagaimana pasien mengatasi ansietas ini juga perlu dijelaskan. 2 Episode penyakit terdahulu baik medis maupun psikiatri dijelaskan di sini. Gejala pasien, derajat ketidakmampuan, jenis tatalaksana yang diterima, nama rumah sakit tempat dirawat, durasi tiap kali sakit, efek pengobatan sebelumnya dan derajat kepatuhan, semuanya harus digali dan dicatat secara kronologis. Perhatian khusus harus ditujukkan kepada episode pertama yang mengisyaratkan awitan penyakit, karena episode pertama sering memberikan data yang sangat penting mengenai peristiwa pencetus, kemungkinan diagnosis serta kemampuan mengatasi masalah. Semua pasien harus ditanyakan mengenai penggunaan alkohol dan zat lain, mencakup detail tentang kualitas dan frekuensi penggunaan. 2
Pernyataan singkat tentang adanya penyakit, rawat inap, dan tatalaksana psikiatri pada anggota keluarga dekat pasien harus dituliskan pada bagian ini. Adakah riwayat penyalahgunaan alkohol atau zat lain atau perilaku antisosial dalam keluarga, selain itu, riwayat keluarga harus mencakup deskripsi kepribadian dan tingkat intelegensi berbagai orang yang tinggal serumah dengan pasien. Psikiater juga harus mendefinisikan peran tiap anggota keluarga dalam pembentukan karakter pasien. Psikiater juga perlu mengetahui bagaimana pemahaman keluarga terhadap penyakit pasien, apakah keluarga memberikan support, acuh atau destruktif terhadap pasien. Pertanyaan lain yang dapat memberikan informasi yang berguna adalah mengenai sikap pasien terhadap keluarga. 2 Psikiater juga perlu memahami secara menyeluruh masa lalu pasien dan hubungannya dengan masalah emosional yang ada sekarang. Psikiater juga perlu menggetahui riwayat pendidikan pasien. 2
Pemeriksaan Status Mental 4
Deskripsikan penampilan pasien dan kesan fisik keseluruhan yang tercermin dari postur, pembawaan, pakaian dan kerapihannya. Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan penampilan pasien adalah tampak sehat, tampak sakit, mudah terlihat sakit, pembawaan tenang, tampak tua, tampak muda, kusut, kekanak-kanakan, dan aneh. Tanda ansietas harus diperhatikan, seperti tangan lembab, dahi berkeringat, postur tegang, mata lebar. 2 Perilaku dan aktivitas psikomotor yang nyata dimana kategori ini merujuk pada aspek kuantitatif dan kualitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk di antaranya adalah manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan. Gelisah, meremas-remas tangan, berjalan mondar mandir, dan manifestasi fisik lain harus dijelaskan. Retardasi psikomotor atau melambatnya pergerakan tubuh secara umum harus ditandai. Semua aktivitas yang tidak bertujuan harus dideskripsikan. 2 Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak-blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati-hati, semua kata sifat dapat digunakan di sini. Tingkat hubungan dokter-pasien yang dibina harus dicatat. 2 Mood didefinisikan sebagai emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Pertanyaan mengenai mood pasien seyogyanya mencakup kedalaman, intensitas, durasi dan fluktuasi. Afek adalah responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. Afek dapat kongruen atau tidak kongruen dengan mood. Afek dapat dideskripsikan sebagai dalam kisaran normal, menyempit, tumpul atau datar. Dalam kisaran afek yang normal terdapat variasi ekspresi wajah, nada suara, pergerakan tangan dan tubuh. Apabila afek menyempit, kisaran dan intensitas ekspresi berkurang. Demikian halnya pada afek tumpul, ekspresi emosi semakin jauh berkurang. Konteks kesesuaian respon emosi pasien mengenai subyek yang sedang pasien bicarakan juga harus dipertimbangkan. Pasien waham yang sedang menjelaskan waham kebesaran mestinya bersungguh-sungguh atau pura-pura atau membuat-buat bahkan mendramatisir pengalaman yang dipercaya terjadi pada dirinya. Sejumlah psikiater mengistilahkan ketidak sesuaian afek untuk kualitas respons yang terdapat pada beberapa pasien skizofrenik, yaitu ketika afek pasien tidak kongruen dengan apa yang sedang dia katakan (contohnya afek datar saat membicarakan impuls mengaku sebagai nabi). 2 5
Gaya bicara dapat dideskripsikan berdasarkan kuantitas, laju produksi, dan kualitasnya. Pasien dapat digambarakan sebagai banyak bicara, cerewet, fasih, pendiam, tidak spontan atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus-putus atau bergumam. Gangguan bicara, contohnya gagap, irama yang tidak biasa dan aksen apapun harus dicatat. 2 Gangguan persepsi seperti halusianasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan. Contoh pertanyaan yang digunakan untuk menggali pengalaman halusinasi, adalah pernahkah Anda mendengar suara-suara atau bunyi-bunyian yang lain yang tidak didengar orang lain atau saat tidak ada orang lain di sekitar Anda, atau pernahkan Anda mengalami sensasi aneh pada tubuh Anda yang tampaknya tidak dirasakan oleh orang lain, atau juga pernahkah Anda melihat pemandangan atau hal yang sepertinya tidak dapat dilihat oleh orang lain dan lain sebagainya. 2 Proses pikir pasien dapat memiliki ide yang sangat banyak atau justru miskin ide. Apakah jawaban pasien benar-benar dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan, dan apakah pasien mampu berpikir yang mengarah ke tujuan? Apakah jawaban relevan atau tidak relevan? Apakah terdapat hubungan sebab-akibat yang jelas dalam penjelasan pasien? Apakah pasien memiliki asosiasi longgar? Gangguan kontinuitas pikir meliputi pernyataan yang bersifat tangensial, sirkumtansial, meracau, suka mengelak atau perseveratif. Isi pikir, gangguan isi pikir meliputi waham, preokupasi, yang dapat melibatkan penyakit pasien, obsesi, kompulsi, egomania, monomania, hipokondria, koprolalia, noesis, unjo mystica, dan fobia. 2 Sensorium dan kognitis, pada bagian ini berusaha mengkaji fungsi organik otak dan intelegensi pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai. Kesadaran, gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak. Istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan tingkat kesadaran pasien adalah berkabut/delirium, somnolen, stupor, koma, letargi, kesiagaan dan keadaan fugue. Orientasi dan memori, gangguan orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat dan orang. Fungsi ingatan biasanya dibagi menjadi empat area, ingatan jangka panjang, menengah, dan pendek serta retensi ingatan dan pengingatan segera. Ingatan jangka pendek dapat diperiksa dengan menanyakan apa yang dimakannya saat sarapan. Meminta pasien untuk mengulangi 6
enam angka secara berurutan kemudaian kebalikannya adalah uji untuk retensi ingatan segera. Ingatan jangka panjang dapat diuji dengan menanyakan pasien mengenai informasi tanggal lahir, kota kelahiran yang dapat diuji kebenarannya. Meminta pasien untuk mengingat berita penting beberapa bulan terakhir digunakan untuk memeriksa ingatan jangka menengah. Bila terdapat gangguan, adakah usaha yang dilakukan untuk mengatasi atau menutupinya, digunakan penyangkalan, konfabulasi, reaksi katastrofik atau sirkumstansialitas untuk menutupi difisit ini. Konsentrasi dan perhatian, gangguan kognitif, ansietas, depresi dan stimulus internal seperti halusinasi auditorik dapat berperan dalam menyebabkan gangguan konsentrasi. Membaca dan menulis, dimana pasien harus diminta untuk membaca suatu kalimat, contohnya, Pejamkan matamu, kemudian mengerjakan hal yang diperintahkan oleh kalimat itu. Pasien juga harus diminta untuk menulis kalimat sederhana namun lengkap. Kemampuan visuospasial, pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk. Pikiran abstrak, kemampuan untuk menangani konsep-konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide. Dapatkah pasien menjelaskan persamaan antara apel dan pir, paham peribahasa sederhana, seperti Ada gula ada semut, jawaban dapat konkret atau sangat abstrak. Pada pasien katastrofik, pasien dengan kerusakan otak menjadi sangat emosional dan tidak dapat berpikir secara abstrak. Infomasi dan intelegensi, bila dicurigai terdapat kemungkinan gangguan kognitif, apakah pasien mengalami kesulitan dengan tugas mental, seperti menghitung kembalian sejumlah uang. Tingkat pendidikan pasien dan status sosioekonomi harus diperhitungkan. 2 Impulsvitas diperiksa dengan kemampuan dalam mengendalikan impuls contohnya, impuls seks, agresi dan impuls lainnya, pengkajian pengendalian impuls penting untuk memastikan kesadaran pasien akan perilaku sosial yang pantas dan merupakan ukuran potensi bahaya pasien terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Pasien mungkin tidak mampu mengendalikan impuls akibat suatu gangguan kognitif atau psikotik atau merupakan defek karakter yang kronik, seperti yang dijumpai pada gangguan kepribadian. Pengendalian impuls dapat diperkirakan dari informasi mengenai riwayat pasien terkini dan perilaku yang diamati selama wawancara. 2 Daya nilai, selama berlangsungnya wawancara, psikiater harus mampu mengkaji aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Apakah pasien memahami kemungkinan akibat perilakunya dan apakah terpengaruh dengan pemahaman tersebut, 7
dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam suatu situasi imajiner. Tilikan adalah tingkat kesadaran dan pemahaman pasien terhadap penyakitnya. Pasien dapat menunjukkan penyangkalan total akan penyakitnya atau mungkin menunjukkan sedikit kesadaran kalau dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal atau bahkan faktor organik. Mereka mungkin menyadari dirinya sakit namun menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang asing atau misterius di dalam dirinya. 2 Bagian status mental realitabilitas menyimpulkan kesan psikiater tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk melaporkan keadaannya secara akurat. 2 Pemeriksaan Penunjang CT-scan dilakukan untuk pemeriksaan atrofi kortikal pada 10-35% pasien, pembesaran ventrikel III dan lateral pada 10-50% pasien, atrofi vermis serebelar dan turunnya radiodensitas parenkim otak. Mungkin ada korelasi antara CT abnormal dan adanya gejala negatif (misal, afek datar, withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang motivasi), gangguan neuropsikiatrik, naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid akibat obat antipsikotik, dan riwayat premorbid lebih buruk. 3 Positron emission tomography (PET), pada sebagian penderita dapat ditemukan turunnya metabolisme lobus frontal dan parietal, metabolisme posterior relatif tinggi, dan lateralitas abnormal. Aliran darah serebral (CBF = cerebral blood flow), pada sebagian penderita, dapat ditemukan kadar istirahat aliran frontal turun, aliran darah parietal naik, dan aliran darah otak keseluruhan turun. Bila studi PET dan CBF digabungkan dengan CT-scan, disfungsi lobus frontal paling jelas terlibat. Disfungsi lobus frontal mungkin sekunder terhadap patologi tempat lain di otak. 3 Umumnya pasien skizofren memiliki EEG normal tapi sebagian menunjukkan turunnya aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta, gangguan paroksismal, dan naiknya kepekaan terhadap prosedur aktivasi, misal deprivasi tidur. Tidak ada hasil laboratorium karakteristik ditemukan dalam skizofrenia. Pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan-dugaan kelainan yang berhubungan dengan sistem tubuh pasien sendiri. Pemeriksaan rutin berikut yang harus dilakukan pada semua pasien, pada awal penyakit dan secara berkala setelah itu, pemeriksaan itu antara lain hitung darah lengkap (Complete Blood Count (CBC)), fungsi hati, tiroid, dan tes fungsi ginjal, pemeriksaan elektrolit, glukosa, B 12 , folat, dan kalsium. Jika pasien adalah wanita usia subur, 8
tes kehamilan itu penting. Jika kecurigaan kuat neurosifilis ada, tes treponemal tertentu dapat membantu. 3 Working Diagnosis Seorang pemuda berusia 25 tahun dibawa ke puskesmas oleh orangtuanya karena malam tidak bisa tidur, bicara melantur, mengatakan dirinya adalah nabi terakhir yang diyakini setelah ia mendengar suara bisikan di telinganya saat ia sedang memancing di kolam dekat rumah nya. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Diagnosis skizofrenia, menurut sejarahnya, mengalami perubahan-perubahan. Ada beberapa cara untuk menegakkan diagnosis. Pedoman untuk menegakkan diagnostik adalah DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) dan PPDG2-III/ICD-X. Dalam DSM-IV terdapat kriteria objektif dan spesifik untuk mendefinisikan skizofrenia. Belum ada penemuan yang patognomonik untuk skizofrenia. Diagnosis berdasarkan gejala atau deskripsi klinis dan merupakan suatu sindrom. 4 Untuk menegakkan diagnosis skizofrenia, pasien harus memenuhi kriteria DSM-IV atau ICD X. Berdasarkan DSM-IV kriterianya adalah: 4
1. Berlangsung paling sedikit enam bulan 2. Penurunan fungsi yang cukup bermakna yaitu dalam bidang pekerjaan, hubungan interpersonal, dan fungsi kehidupan pribadi. 3. Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama periode tersebut. 4. Tidak ditemui gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor, autisme, atau gangguan organik. Semua pasien skizofrenia sebaliknya digolongkan ke dalam salah satu dari subtipe. Subtipe ditegakkan berdasarkan atas manifestasi perilaku yang paling menonjol. 4 Tipe paranoid. Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat sangat konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya. Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren 9
atau disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaran hampir tidak terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui, antara lain: 4,5 1. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu. 2. Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina. Tipe Katatonik. Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia, yaitu stupor katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang. Pasien menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya. Negativisme katatonik yaitu pasien melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya. Rigiditas katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigit. Postur katatonik yaitu pasien mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam jiwanya, misalnya, karena kelelahan. 4
Skizofrenia Hebefrenik (Tak Terorganisasi). Onsetnya dini dan memiliki prognosis buruk. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat ditebak, mood yang tidak sesuai, dan afek yang tidak wajar, mungkin dengan tertawa cekikikan, mannerisme, dan kelakar yang tidak pantas; pikiran yang tidak selaras dan waham dan halusinasi yang tidak menonjol dapat muncul. 5 Tipe Tak Terinci. Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol, misalnya, kebingungan, inkoheren, atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca skizofrenia. 4 Tipe Residual. Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual seperti penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis. 4 Depresi Pasca Skizofrenia. Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala positif (tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek) atau negatif (seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri 10
dari pergaulan sosial dan mennurunnya kinerja sosial), biasanya lebih sering gejala negatif. Sebagai pedoman diagnostik adalah: 4 a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir. b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada. c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu. Skizofrenia simpleks adalah suatu diagnosis yang sulit dibuat secara meyakinkan karena bergantung pada pemastian perkembangan yang berlangsung perlahan, progresif dari gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa adanya riwayat halusinasi, waham atau manifestasi lain tentang adanya suatu episode psikotik sebelumnya, dan disertai dengan perubahan-perubahan yang bermakna pada perilaku perorangan, yang bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, kemalasan, dan penarikan diri secara sosial. 4 Skizofrenia lainnya. Termasuk: Skizofrenia senestopatik, gangguan skizofreniform YTT, skizofrenia siklik, skizofrenia laten, dan gangguan lir-skizofrenia akut. 4 Skizofrenia YTT. Perjalanan penyakit skizofrenia dapat diklasifikasikan sebagai, penyakit berlangsung terus-menerus, episodik dengan atau tanpa gejala residual di antara episode, atau episode tunggal dengan remisi sempurna atau parsial. Gejala-gejala cenderung tumpang tindih, dan diagnosis dapat berpindah dari satu subtipe ke subtipe lain sesuai dengan perjalanan waktu. Akhirnya, setelah bertahun-tahun, gejala klinik, pada beberapa pasien, cenderung berubah menjadi gambaran umum seperti penarikan diri dari hubungan sosial, afek datar, pikiran idiosinkrasi, dan adanya impermen fungsi sosial dan personal, pada waktu yang sama, perjalanan penyakit menjadi lebih stabil, dengan gejala-gejala akut lebih sedikit dan episode kekambuhan lebih jarang. 4 Dari semua subtipe yang ada, berdasarkan data yang didapat kemungkinan besar pasien mengalami Skizofrenia dengan subtipe Paranoid dimana didapatkan waham dan halusinasi yang menonjol.
11
Differential Diagnosis 1. Psikotik Akut Gangguan psikotik singkat/akut didefinisikan sebagai suatu gangguan kejiwaan yang terjadi selama 1 hari hingga kurang dari 1 bulan, dengan gejala psikosis, dan dapat kembali ke tingkat fungsional premorbid. 6 Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tapi sebagian besar di jumpai pada pasien dengan gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis terhadap perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres berat, seperti peristiwa traumatis, konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit parah, kematian orang yang dicintai, dan status imigrasi tidak pasti, dapat memicu psikosis reaktif singkat. 6 Gambaran utama perilaku yang pasien rasakan atau perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu : 6 Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal Kebingungan atau disorientasi Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan. Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah mengamati bahwa gejala afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan daya ingat untuk peristiwa yang belum lama terjadi. 6
12
Pemeriksaan status mental biasanya hadir dengan agitasi psikotik parah yang mungkin terkait dengan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal, tidak teratur berbicara, berteriak atau kebisuan, suasana hati labil atau depresi, bunuh diri, membunuh pikiran atau perilaku, kegelisahan, halusinasi, delusi, disorientasi, perhatian terganggu, konsentrasi terganggu, gangguan memori, dan wawasan miskin. 6 Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya gejala psikotik mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu gangguan mood sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari wawancara klinis saja. Disamping itu, klinis mungkin tidak mampu memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus. 6 2. Gangguan Waham Gangguan waham merupakan salah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh gejala-gejala waham. Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: kebesaran, penganiayaan, cemburu, somatic, atau campuran. Waham merupakan suatu keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun individu tidak mau melepaskan wahamnya walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang agama dan budaya tidak dianggap sebagai waham. 6 Pedoman untuk melakukan diagnosis pada gangguan waham adalah sebagai berikut: 6 Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling mencolok. Waham tersebut bisa tunggal maupun sebagai suatu sistem waham, sekurangnya sudah 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi dan bukan budaya setempat. Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu. 13
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak. Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementata. Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siaran pikiran, penumpulan afektif, dan sebagainya. Etiologi Etiologi skizofrenia belum pasti. Berdasarkan penelitian biologik, genetik, fenomenologik dinyatakan bahwa skizofrenia merupakan suatu gangguan atau penyakit. Ada beberapa subtipe skizofrenia yang diidentifikasi berdasarkan variabel klinik, antara lain: 4 - F 20.0. Skizofrenia paranoid - F 20.1. Skizofrenia disorganisasi (hebefrenik) - F 20.2. Skizofrenia katatonik - F 20.3. Skizofrenia tak terinci - F 20.4. Depresi pasca skizofrenia - F 20.5. Skizofrenia residual - F 20.6. Skizofrenia simpleks - F 20.7. Skizofrenia lainnya - F 20.8. Skizofrenia yang tak tergo- longkan
Biologik. Tidak ada gangguan fungsional dan struktur yang patognomonik ditemukan pada penderita skizofrenia. Meskipun demikian beberapa gangguan organik dapat terlihat pada subpopulasi pasien. Gangguan yang paling banyak dijumpai yaitu pelebaran ventrikel tiga dan lateral yang stabil yang kadang-kadang sudah terlihat sebelum awitan penyakit, atropi bilateral lobus temporal medial, dan lebih spesifik yaitu girus parahipokampus, hipokampus, dan amigdala, disorientasi spasial sel piramid hipokampus, dan penurunan volume korteks prefrontal dorsolateral. Beberapa penelitian melaporkan bahwa semua perubahan ini tampaknya statis dan telah dibawa sejak lahir, dan pada beberapa kasus perjalanannya progresif. 4 Lokasinya menunjukkan gangguan perilaku yang ditemui pada skizofrenia; misalnya, gangguan hipokampus dikaitkan dengan impermen memori dan atropi lobus frontalis dihubungkan dengan simptom negatif skizofrenia. Penemuan lain yaitu adanya antibodi CMV dalam cairan serebrospinal (CSS), limfosit atipikal tipe P, gangguan fungsi hemisfer 14
kiri, gangguan transmisi, dan pengurangan ukuran korpus kalosum, pengecilan vermis serebri, penurunan aliran darah, dan metabolisme glukosa di lobus frontal (dilihat dengan PET), kelainan EEG, EP P300 auditorik (dengan QEEG), sulit memusatkan perhatian, dan perlambatan waktu reaksi, serta berkurangnya kemampuan menamakan benda. 4 Biokimia. Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan neurotransmiter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat berdasarkan tiga penemuan utama, yaitu efektivitas obat-obat neuroleptik (misalnya fenotiazin) pada skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca sinaps (tipe D2). Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis yang terjadi sukar dibedakan, secara klinis, dengan psikosis skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk skizofrenia. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus kaudatus, nukleus akumben, dan putamen pada skizofrenia. Penelitian reseptor D1, D4, dan D5, saat ini, tidak banyak memberikan hasil. Teori lain yaitu peningkatan serotonin di susunan saraf pusat (terutama 5-HT2A) dan kelebihan NE di forebrain limbik, terjadi pada beberapa penderita skizofrenia. Setelah pemberian obat yang bersifat antagonis terhadap neurotransmiter tersebut terjadi perbaikan klinis skizofrenia. 4 Genetika. Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna, kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah (konsanguinitas), skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga. Semakin dekat hubungan kekerabatan semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila dibandingkan dengan kembar dizigot. Pada penelitian adopsi, anak yang mempunyai orang tua skizofrenia diadopsi, waktu lahir, oleh keluarga normal, peningkatan angka sakitnya sama dengan bila anak-anak tersebut diasuh sendiri oleh orang tuanya yang skizofrenia. 4 Frekuensi kejadian gangguan nonpsikotik meningkat pada keluarga skizofrenia dan secara genetik dikaitkan dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal (gangguan spektrum skizofrenia), gangguan obsesif-kompulsif, dan kemungkinan dihubungkan dengan gangguan kepribadian paranoid dan antisosial. 4 Faktor keluarga. Kekacauan dan dinamika keluarga memegang peranan penting dalam menimbulkan kekambuhan dan mempertahankan remisi. Pasien yang pulang ke rumah 15
sering relaps pada tahun berikutnya bila dibandingkan dengan pasien yang ditempatkan di panti penitipan. Pasien yang berisiko adalah pasien yang tinggal bersama keluarga yang hostil, memperlihatkan kecemasan yang berlebihan, sangat protektif terhadap pasien, terlalu ikut campur, sangat pengeritik, disebut Ekspresi Emosi tinggi. Pasien skizofrenia sering tidak dibebaskan oleh keluarganya. 4 Beberapa peneliti mengidentifikasi suatu cara komunikasi yang patologis dan aneh pada keluarga-keluarga skizofrenia. Komunikasi sering samar-samar atau tidak jelas dan sedikit tak logis. Pada tahun 1956, Betson menggambarkan suatu karakteristik ikatan ganda yaitu pasien sering diminta oleh anggota keluarga untuk merespons pesan yang bentuknya kontradiktif sehingga membingungkan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa pola komunikasi keluarga tersebut mungkin disebabkan oleh dampak memiliki anak skizofrenia. 4 Hipotesis Perkembangan Saraf. Faktor yang mengganggu perkembangan awal otak mengakibatkan gangguan yang terlihat pada otak saat dewasa. Bukti tentang hal ini termasuk meningkatnya jumlah penderita skizofrenia pada orang yang lahir pada musim dingin dan besar kemungkinannya terpapar penyakit influenza dari ibu (maternal) saat pertengahan kehamilan, atau mengalami komplikasi obstetrik, berat lahir rendah, dan trauma perinatal. Perkembangan yang terhambat, prestasi akademik rendah, tanda neurologis halus, misalnya gerakan abnormal, mixed-handedness, dan epilepsi lobus temporal dihubungkan dengan skizofrenia. Hipotesis perkembangan saraf juga didukung dengan penemuan meningkatnya ukuran ventrikel dan hilangnya sebagian kecil substansi abu-abu pada hasil CT/MRI. 5 Orang yang mengisap ganja pada usia remaja besar peluangnya menderita skizofrenia, kemungkinan karena ganja mengganggu perkembangan saraf. Orang yang memiliki gen katekol-O-metil transferase (catechol-O-methyl transferase, COMT) homozigot berpeluang 10 kali lebih besar menderita skizofrenia bila mereka mengisap ganja. Hal ini merupakan contoh interaksi antara lingkungan dan gen. 5 Faktor Sosial. Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan kejadian hidup yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala akut. Di UK, seluruh kejadian psikosis secara signifikan lebih tinggi ditemukan pada populasi Afrika-Karibia dan Afrika-kulit hitam dibandingkan populasi kulit putih. Penderita skizofrenia pada keluarga dengan ekspresi emosi tinggi (expressed emotion [EE]) memiliki peluang lebih besar untuk kambuh. 5 16
Bagaimana interaksi gen, perkembangan saraf, dan faktor sosial menyebabkan skizofrenia pada individu yang rentan belum sepenuhnya dipahami, tetapi alur umum memperlihatkan adanya keterlibatan kelebihan dopamin atau aktivitas berlebihan pada alur mesolimbik (obat stimulan seperti amfetamin, melepaskan dopamin dan menyebabkan psikosis, antipsikotik yang menghambat reseptor dopamin, mengobati psikosis dengan baik), peningkatan reseptor dopamin dijumpai pada pasca kematian (post-mortem). Peningkatan 5HT dan penurunan aktivitas glutamat juga ikut terlibat. 5 Epidemiologi Hampir 1% penduduk di dunia menderita skizofrenia selama hidup mereka. Gejala skizofrenia biasanya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Awitan pada laki-laki biasanya antara 15-25 tahun dan pada perempuan antara 25-35 tahun. Prognosis biasanya lebih buruk pada laki-laki bila dibandingkan dengan perempuan. Awitan setelah umur 40 tahun jarang terjadi. 4 Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia secara umum berkisar antara 0,2 % hingga 2 % tergantung di daerah atau negara mana studi dilakukan. Selanjutnya dikemukakan bahwa lifetime prevalensi skizofrenia diperkirakan antara 0,5 % dan 1 %. Karena skizofrenia cenderung menjadi penyakit yang menahun (kronis) maka angka insidensi penyakit ini dianggap lebih rendah dari angka prevalensi dan diperkirakan mendekati 1 per 10.000 per tahun. Di Indonesia sendiri angka penderita skizofrenia 25 tahun yang lalu diperkirakan 1/1000 penduduk dan proyeksi 25 tahun mendatang mencapai 3/1000 penduduk. 2 Di Amerika serikat terutama di kalangan penduduk perkotaan menunjukkan angka yang lebih tinggi hingga 2 %. Di Indonesia angka yang tercatat di departemen kesehatan berdasarkan survei di Rumah Sakit (1983) adalah antara 0,05 % sampai 0,15 %. 2,7
Skizofrenia terjadi dengan frekuensi yang sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi laki-laki memiliki onset lebih awal daripada perempuan. Puncak insidensi antara usia 15-24 tahun pada laki-laki dan pada perempuan lebih terlambat. Antara 100000-200000 kasus skizofrenia baru diobati di Amerika setiap tahunnya. Diperkirakan 2 juta orang Amerika didiagnosis skizofrenia dan lebih dari 1 juta mendapatkan terapi psikiatrik setiap tahunnya. Pada saat ini mulai dikenal skizofrenia anak (sekitar 8 tahun bahkan ada yang 6 tahun) dan late onset skizofrenia (usia lebih dari 45 tahun). Berbagai hal lain yang bisa meningkatkan 17
seseorang mengidap skizofrenia, yaitu memiliki garis keturunan skizofrenia, terajangkit virus dalam kandungan, kekurangan gizi saat dalam kandungan, stresor lingkungan yang tinggi, memakai obat-obatan psikoaktif saat remaja dan lain-lain. 2 Manifestasi Klinis Skizofrenia merupakan penyakit kronik. Sebagian kecil dari kehidupan mereka berada dalam kondisi akut dan sebagian besar penderita berada lebih lama (bertahun-tahun) dalam fase residual yaitu fase yang memperlihatkan gambaran penyakit yang ringan. Selama periode residual, pasien lebih menarik diri atau mengisolasi diri, dan aneh. Gejala-gejala penyakit biasanya terlihat jelas oleh orang lain. 4 Kurt Schneider (1959) menerangkan gejala tingkat pertama (first-rank symptom, FRS) skizofrenia. Gejala tersebut meliputi halusinasi pendengaran yang spesifik, berupa seseorang membahas atau mengomentari pasien, gema pikiran, berupa mendengar pikirannya sendiri dengan jelas/echo de la pense, penyerapan pikiran, penyisipan pikiran, dan penyiaran pikiran dimana pasiem merasa bahwa pikirannya dapat diserap oleh orang lain, dapat disisipi dengan pikiran orang lain atau dapat dihapus). Kepasifan/passivity, kepasifan somatik, yaitu keyakinan bahwa tubuh pasien di bawah kendali orang lain, misalnya, orang lain dapat membuat pasien merasakan sensasi panas atau sakit, dan persepsi delusional, yaitu menganggap waham sebagai persepsi nyata, misalnya, Saat saya melihat bunga di tepi jalan, saya tahu kalau teroris sedang mengejar saya. Pada kenyataannya, 8% pasien dengan psikosis fungsional nonskizofrenik memiliki satu atau lebih FRS, dan 20% orang dengan skizofrenia kronis tidak pernah memperlihatkan FRS. 5 Gejala lini kedua (second-rank symptom), yang kurang spesifik secara diagnostik adalah perilaku katatonik, waham sekunder, dan halusinasi lainnya. Gangguan pikiran formal, neologisme, pikiran konkrit, dan kata-kata yang campur aduk word salad" dapat pula terjadi. Waham pada skizofrenia biasanya sistematis dan seringkali aneh. Isi waham seringkali bersifat menyakiti, seperti seseorang atau kelompok ingin menyakiti pasien dengan racun atau merasa jadi pembicaraan, misalnya pasien disebut di TV atau merasa dibicarakan banyak orang. Penting untuk membedakannya dengan paranoid, yang mengacu pada diri sendiri, yaitu perasaan tersakiti atau melebih-lebihkan diri sendiri. Jenis waham lain juga dapat terjadi pada skizofrenia. 5 18
Gejala dapat dibedakan menjadi gejala positif (halusinasi, waham); gejala negatif (kurang bicara, afek datar, motivasi rendah, penarikan diri, kurang peduli terhadap aturan sosial); dan kognitif (perhatian dan ingatan rendah). Masalah pekerjaan dan sosial yang signifikan biasanya ditemukan. 5 Pasien dapat kehilangan pekerjaan dan teman karena ia tidak berminat dan tidak mampu berbuat sesuatu atau karena sikapnya yang aneh. Pemikiran dan pembicaraan mereka samar sehingga terkadang tidak dapat dimengerti. Mereka mungkin mempunyai keyakinan yang salah yang tidak dapat dikoreksi. Misalnya, mereka meyakini bahwa mereka mempunyai suatu kekuatan dan sensitivitas khusus dan mempunyai pengalaman mistik. 4 Penampilan dan kebiasaan mereka mengalami kemunduran serta afek mereka terlihat tumpul. Meskipun mereka dapat mempertahankan intelegensia yang mendekati normal, sebagian besar performa uji kognitifnya buruk. Pasien dapat mengalami anhedonia yaitu ketidakmampuan merasakan rasa senang. Pasien juga mengalami deteriorasi yaitu perburukan yang terjadi secara berangsur-angsur. Episode pertama psikotik sering didahului oleh suatu periode misalnya perilaku dan pikiran eksentrik/fase prodromal. 4
Kepribadian prepsikotik, dapat ditemui pada beberapa pasien skizofrenia yang ditandai dengan penarikan diri dan terlalu kaku secara sosial, sangat pemalu, dan sering mengalami kesulitan di sekolah meskipun I.Q-nya normal. Suatu pola yang sering ditemui yaitu keterlibatan dalam aktivitas antisosial yang ringan dalam satu atau dua tahun sebelum episode psikotik. Beberapa pasien, sebelum didiagnosis skizofrenia, mempunyai gangguan kepribadian skizoid, ambang, anti-sosial, atau skizotipal. Skizofrenia sering memperlihatkan berbagai campuran gejala-gejala berupa, gangguan pikiran, waham, tilikan, dan gangguan persepsi, emosi, serta perilaku. 4
Pasien biasanya mengalami gangguan proses pikir. Pikiran mereka sering tidak dapat dimengerti oleh orang lain dan terlihat tidak logis. Tanda-tandanya adalah asosiasi longgar, yaitu ide pasien sering tidak bersambung sehingga tidak terjadi keseimbangan penyampaian dari satu ke ide yang lain. Ide tersebut seolah dapat melompat dari satu topik ke topik lain yang tak berhubungan sehingga membingungkan pendengar. Gangguan ini sering terjadi misalnya di pertengahan kalimat sehingga pembicaraan sering tidak koheren. Pemasukan berlebihan, yaitu arus pikiran pasien secara terus-menerus mengalami gangguan karena pikirannya sering dimasuki informasi yang tidak relevan. Neologisme, yaitu pasien 19
menciptakan kata-kata baru yang bagi mereka mungkin mengandung arti simbolik. Pembicaraan tiba-tiba berhenti yang sering terjadi pada pertengahan kalimat dan disambung kembali beberapa saat kemudian, biasanya dengan topik yang lain. Ini dapat menunjukkan bahwa ada interupsi. Biasanya pikiran-pikiran lain masuk ke dalam ide pasien. Perhatian pasien sering sangat mudah teralih dan jangka waktu atensinya singkat. Klang asosiasi, yaitu pasien memilih kata- kata berdasarkan bunyi kata-kata yang baru saja diucapkan dan bukan isi pikirannya. Ekolalia, yaitu pasien mengulang kata-kata atau kalimat-kalimat yang baru saja diucapkan oleh seseorang. Konkritisasi, yaitu pasien dengan IQ rata-rata normal atau lebih tinggi, sangat buruk kemampuan berpikir abstraknya. Alogia, yaitu pasien berbicara sangat sedikit tetapi bukan disebabkan oleh resistensi yang disengaja atau dapat berbicara dalam jumlah normal tetapi sangat sedikit ide yang disampaikan. 4
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan fakta dan kepercayaan tersebut mungkin aneh, misalnya, mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol dunia atau bisa pula tidak aneh, hanya sangat tidak mungkin, misalnya, FBI mengikuti saya, dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada skizofrenia. Semakin akut skizofrenia semakin sering ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis, diantaranya waham kejar, waham kebesaran, waham rujukan, yaitu pasien meyakini ada arti di balik peristiwa- peristiwa dan meyakini bahwa peristiwa atau perbuatan orang lain tersebut seolah-olah diarahkan kepada mereka, waham penyiaran pikiran yaitu kepercayaan bahwa orang lain dapat membaca pikiran mereka, dan waham penyisipan pikiran yaitu kepercayaan bahwa pikiran orang lain dimasukkan ke dalam benak pasien. 4
Kebanyakan pasien skizofrenia mengalami pengurangan tilikan yaitu pasien tidak menyadari penyakitnya serta kebutuhannya terhadap pengobatan, meskipun gangguan yang ada pada dirinya dapat dilihat oleh orang lain. Gangguan persepsi, misalnya halusinasi. Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan. Halusinasi pendengaran, paling sering suara, satu atau beberapa orang, dapat pula berupa komentar tentang pasien atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut dapat berbentuk ancaman atau perintah yang langsung ditujukan kepada pasien/halusinasi komando. Suara-suara sering, tetapi tidak selalu diterima pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan kadang-kadang pasien dapat 20
mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri berbicara keras, sering memalukannya atau suara yang memalukan. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada fase awal skizofrenia. 4 Tipe lain gangguan persepsi adalah ilusi dan depersonalisasi. Pasien juga dapat mengalami ilusi atau depersonalisasi. Ilusi yaitu adanya mis-interpretasi panca indra terhadap objek. Depersonalisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap diri sendiri. Derealisasi yaitu adanya perasaan asing terhadap lingkungan sekitarnya misalnya dunia terlihat tidak nyata. 4 Berbagai bentuk gangguan emosi juga dapat terjadi. Pasien skizofrenia dapat memperlihatkan berbagai emosi dan dapat berpindah dari satu emosi ke emosi lain dalam jangka waktu singkat. Ada tiga afek dasar yang sering, tetapi tidak patognomonik, yaitu afek tumpul atau datar, adalah ekspresi emosi pasien sangat sedikit bahkan ketika afek tersebut seharusnya diekspresikan. Pasien tidak menunjukkan kehangatan. Afek tak serasi, dimana afeknya mungkin bersemangat atau kuat tetapi tidak sesuai dengan pikiran dan pembicaraan pasien. Afek labil dimana dalam jangka pendek terjadi perubahan afek yang jelas. 4 Gangguan perilaku juga bisa terjadi pada pasien skizofrenia. Berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapat terlihat seperti gerakan tubuh yang aneh, wajah, dan menyeringai, perilaku ritual, sangat ketolol-tololan, agresif, dan perilaku seksual yang tidak pantas. Skizofrenia dapat berlangsung beberapa bulan atau bertahun-tahun. Kebanyakan pasien mengalami kekambuhan, dalam bentuk episode aktif, secara periodik, dalam kehidupannya, secara khas dengan jarak beberapa bulan atau tahun. Selama masa pengobatan, pasien biasanya memperlihatkan gejala residual, sering dengan derajat keparahan yang meningkat setelah beberapa tahun. Walaupun demikian, ada sebagian kecil pasien yang mengalami remisi.
Sebagian besar pasien-pasien skizofrenia yang dalam keadaan remisi dapat memperlihatkan tanda-tanda awal kekambuhan. Tanda-tanda awal tersebut meliputi peningkatan kegelisahan dan ketegangan, penurunan nafsu makan, depresi ringan dan anhedonia, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu. 4 Penatalaksanaan Penanganan memerlukan obat-obat antipsikotik dan intervensi psikologis dan sosial. Antipsikotik merupakan penatalaksanaan yang utama. Antipsikotik efektif mengobati gejala positif pada episode akut, misalnya halusinasi, waham, fenomena passivity, dan mencegah kekambuhan. Antipsikotik tipikal (konvensional) dan atipikal sama-sama efektif dalam 21
mengobati gejala positif, tetapi mempunyai riwayat efek samping yang berbeda. Antipsikotik atipikal menyebabkan efek samping motorik yang lebih ringan, tetapi beberapa berhubungan dengan penambahan berat badan dan diabetes. Hanya klozapin, prototipe obat psikotik atipikal, yang telah terbukti efektif dalam mengobati psikosis yang tidak merespons obat antipsikotik lainnya. Antipsikotik atipikal dapat efektif mengobati gejala negatif, meskipun bukti tentang hal ini kurang jelas untuk obat selain klozapin. Pasien yang tidak tenang, overaktif, atau kasar memerlukan penenang, dengan antipsikotik tipikal atau atipikal atau dengan benzodiazepin. Tetapi pasien yang menggunakan klozapin memerlukan pemantauan hematologi. 5 Obat psikofarmaka yang akan diberikan ditujukan ditujukan untuk menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan obat psikofarmaka yang sering digunakan di Indonesia (2001) terbagi dua: golongan generasi pertama (typical) dan generasi kedua (atypical), yang termasuk golongan typical antara lain Chlorpromazine HCl, Trifluoperazine, dan Haloperidol. Sedangkan golongan atypical antara lain: Risperidone, Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, Zotetine dan Aripriprazmidol. Obat atypical memiliki kelebihan, yaitu dapat menghilangkan gejala positif dan negatif, efek samping Extra Piramidal Symptoms (EPS) sangat minimal atau boleh dikatakan tidak ada, dan memulihkan fungsi kognitif. Sedangkan pemakaian obat golongan typical 30% penderita tidak memperlihatkan perbaikan klinis bermakna, diakui bahwa golongan obat typical hanya mampu mengatasi gejala positif tetapi kurang efektif untuk mengatasi gejala negatif. 2,8 Pengobatan dapat dilakukan secara oral, intramuskulr, atau dengan injeksi depot jangka panjang. Sediaan depot memberikan profilaksis jangka panjang, meningkatkan kepatuhan, memungkinkan kontak secara teratur dengan perawat psikiatri komunitas (community psychiatric nurses, CPN) atau klinik, dan menghindari metabolisme tahap awal. Namun demikian, sebagian besar pasien lebih menyukai pengobatan oral. Penatalaksanaan harus dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis, sebagaimana terbukti bahwa waktu yang panjang antara onset gejala dan penatalaksanaan yang efektif, dapat berdampak lebih buruk. Penatalaksanaannya adalah dengan dosis terendah yang secara efektif mengendalikan gejala dan meminimalkan efek samping, sebagian teknik ini berkaitan dengan kepatuhan yang rendah. Apabila pasien mengalami efek samping ekstrapiramidal (misalnya distonia), obat antikolinergik, misalnya prosiklidin, benztropin, harus diberikan segera, bila perlu secara intramuskular. Obat antiparkinson yang teratur harus dihindari karena obat tersebut 22
mengakibatkan efek samping yang tidak diinginkan, misalnya penglihatan rabun, mulut kering, yang dapat menyiksa dan dapat memperburuk atau mencetuskan diskinesia tardif (tardive dyskinesia, TD). TD dapat merespons terhadap pengurangan/penghentian antipsikotik atau tetrabenazin, tetapi kondisi ini ireversibel pada 50% kasus. Seiring dengan peningkatan berat badan, aritmia jantung, dan diabetes dapat menjadi masalah saat pengobatan dengan antipsikotik atipikal, pasien memerlukan pemantauan teratur berat badan, profil lipid, dan glukosa, serta ECG. Penderita skizofrenia dapat menjadi tertekan dan memerlukan obat antidepresan. Jarang ditemui, electroconvulsive therapy (ECT) yang berguna, misalnya pada stupor katatonik, kegembiraan berlebihan. 5 Penatalaksanaan Psikologis. Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy, CBT) seringkali bermanfaat dalam membantu pasien mengatasi waham dan halusinasi yang menetap. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan, dan tidak secara langsung menghilangkan gejala. Dukungan psikologis penting bagi penderita skizofrenia dan keluarganya. Terapi keluarga dapat membantu mereka mengurangi ekspresi emosi yang berlebihan, dan terbukti efektif mencegah kekambuhan. Bantuan mandiri, contohmya organisasi Hearing Voices, dapat membantu penderita psikosis untuk berbagi pengalaman dan cara untuk menghadapi gejalanya. Psikoanalisis jarang berguna. 5 Dukungan Sosial. Membantu penderita untuk kembali bekerja atau sekolah sangat penting dalam menjaga kepercayaan diri dan kualitas hidupnya. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, pusat rehabilitasi dapat membantu merestrukturisasi kegiatan mereka. Tempat tinggal yang layak sangat penting. Penderita dengan gejala sisa, contohnya gejala negatif dan kognitif, mungkin tidak dapat hidup mandiri. Rawat inap dan layanan rehabilitasi masyarakat bertujuan untuk memaksimalkan kemandirian pasien, contohnya dengan melatih keterampilan hidup sehari-hari. Berbagai layanan untuk hidup sehari-hari, mulai dari tempat penampungan/rumah singgah dengan staf yang bekerja 24 jam hingga perumahan khusus dengan pekerja pendukung yang datang seminggu sekali, tersedia untuk memenuhi kebutuhan. 5 Penderita psikosis tidak dirawat di rumah sakit tetapi dalam komunitasnya bila memungkinkan, walaupun rawat inap mungkin diperlukan bila terdapat risiko tinggi pasien ditelantarkan, bunuh diri, atau melukai orang lain. Bila pasien menolak untuk diobati, penahanan pasien untuk dirawat berdasaikan UU Kesehatan Jiwa mungkin diperlukan. 23
Memberikan perawatan yang positif dan tanpa stigma diperlukan bagi pasien yang akan kembali berhubungan dengan tim perawat agar mematuhi perawatan. Seluruh pasien yang mendapatkan layanan psikiatri sekunder diatur melalui sistem Care Programme Approach (CPA). Hal ini berarti pasien diberikan koordinator perawat yang akan mengunjungi mereka, memberi dukungan, memantau kondisi kejiwaan dan kepatuhan menjalani perawatan, serta membantu pasien melakukan kegiatan sehari-hari. 5 Psikoreligius. Dari penelitian yang dilakukan, secara umum memang menunjukkan bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik (religious commitment is assosiated with clinical benefit). Dari hasil penelitian Larson, dkk, didapatkan bahwa terapi keagamaan mempercepat penyembuhan. Terapi keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, dan kajian kitab suci. 2 Rehabilitasi. Program rehabilitasi penting dilakukan sebagai persiapan penempatan kembali penderita ke keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain: terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik seperti olah raga, keterampilan khusus/kursus, bercocok tanam, rekreasi dan lain lain. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu sebelum dan sesudah program rehabilitasi atau sebelum penderita dikembalikan ke keluarga dan masyarakat. 2 Prognosis Sebanyak 90% pasien yang mengalami episode psikotik yang pertama akan sembuh dalam waktu 1 tahun, tetapi sekitar 80% akan mengalami episode berikutnya dalam 5 tahun. Penelitian baru-baru ini menemukan bahwa 75% pasien akan menghentikan pengobatannya dalam waktu 18 bulan pertama, dan mereka yang menghentikan pengobatan antipsikotik tersebut memiliki peluang 5 kali lebih besar untuk kambuh. Selain menjalani pengobatan, menghindari penggunaan zat terlarang khususnya ganja dan stres yang berlebihan dapat mengurangi risiko kambuh. 5 Penelitian secara kohort menemukan bahwa setelah 10 tahun sejak pasien didiagnosis menderita skizofrenia, sebagian kecil pasien (sekitar 15%) sembuh sepenuhnya, sekitar 50% mengalami kekambuhan tanpa atau dengan disabilitas ringan yang relatif di antara periode 24
kambuh, dan 25% menderita penyakit kronis dengan gejala yang menetap dan disabilitas yang signifikan. Prognosis yang lebih baik dijumpai di negara berkembang, hal ini mungkin karena struktur sosial, dukungan keluarga, dan kecilnya stigma. Faktor prognosis yang baik mencakup onset yang akut, gejala positif, komponen afektif yang kuat (misalnya tertekan), subtipe paranoid, kepribadian pramorbid yang baik, trauma lahir, kecerdasan lebih tinggi, dan hasil pemeriksaan MRI/ CT scan yang normal. 5 Faktor prognosis yang buruk mencakup jenis kelamin pria, onset pada saat usia muda, lajang, isolasi sosial, penggunaan obat terlarang, onset awal yang tersembunyi, gejala negatif, kelas sosio-ekonomi rendah, kepribadian pramorbid abnormal, dan riwayat keluarga positif skizofrenia. Risiko bunuh diri selama hidup adalah 10%. Risiko ini lebih tinggi pada pria muda dengan halusinasi atau waham yang menetap dan pada penderita dengan riwayat penggunaan obat-obatan terlarang dan percobaan bunuh diri sebelumnya, khususnya sebelum/selama 3 bulan pertama setelah selesai perawatan. 5 Penutup Skizofrenia adalah penyakit yang kronik dan berat yang disertai fungsi otak yang tidak berjalan dengan baik. Penderita skizofrenia bisa mendengar, merasakan, melihat hal-hal yang orang normal atau orang di sekililingnya tidak. Oleh karena itu, orang skizofrenia bisa saja selalu merasa khawatir akan sekelilingnya. Pembicaraan dengan orang skizofrenia juga akan sulit karena adanya inkoherensi. Penderita bisa meyakini akan dirinya seorang yang besar atau penting, bisa juga merasa ada yang membicarakan atau mengatur pikiran dia, dan lain sebagainya. Dapat juga terdapat keadaan katatonik dimana seorang skizofrenia bisa saja duduk atau bisu selama berjam-jam hingga seharian. Selain penderita, keluarga penderita juga dipengaruhi dengan keberadaan seorang skizofrenia didalam keluarganya. Selain dampak sosial, mereka juga harus membantu penderita karena sering sekali penderita skizofrenia kesulitan untuk melakukan tugas sehari- harinya atau bahkan tidak peduli akan diri mereka sendiri. Bila di diagnosis dengan cepat dan melakukan terapi yang sesuai maka akan membantu mengurangi gejala yang terjadi, walaupun sebagian besar akan terus memiliki gejala seumur hidup mereka, walaupun tidak berat dan masih bisa berfungsi baik dengan orang maupun komunitas. Selain terapi antipsikotik, diperlukan juga terapi psikososial sehingga bisa membantu mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti bekerja, berhubungan, dan 25
komunikasi. Bisa juga dilakukan rehabilitasi sehingga bisa berfungsi lebih baik di komunitasnya. Ada banyak terapi yang digunakan selain antipsikotik untuk membantu penyembuhan penderita.
Daftar Pustaka 1. National Institute of Mental Health. Schizophrenia. Maryland: The Institute; 2009. 2. Hawari, Dadang: Pendekatan holistik pada gangguan jiwa skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006.h.1-11 3. Kaplan HI, Sadock BJ. Skizofrenia. Dalam: Wiguna IM. Buku Saku Psikiatri Klinik. Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. h.112-25. 4. Amir N. Skizofrenia. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.h.170-85. 5. Katona C, Cooper C, Robertson M. At a glance psikiatri. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2012.h.18-21. 6. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis of psychiatry. 9 th Edition. New York: Lippincott, Williams, & Wilkins Publisher; 2003.p.471-504. 7. Sadock B J, Sadock VA. Buku ajar psikiatri klinis. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. 8. Barnes TRE. Evidence-based guidelines for the pharmacological treatment of schizophrenia: recommendations from the british association for psychopharmacology. Journal of Psychopharmacology 2011; 0(0): 1-54.