Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

PENYAKIT MENIERE



Pembimbing:
Dr. Asnominanda, Sp.THT-KL

Disusun oleh:
Iis Indah Permatasari (11.2010.088)

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa
Periode 30 Januari 2012 03 Maret 2012


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat Ilmu Penyakit THT dengan judul Penyakit
Meniere sebagai salah satu syarat dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa, periode 30 Januari 2012 03 Maret
2012.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dr. Asnominanda, Sp.THT-KL sebagai
pembimbing dalam pembuatan referat ini. Dan kepada Dr. Swasono, Sp.THT-KL selaku Kepala SMF
THT Rumah Sakit Pusat Angkatan Udara Dr. Esnawan Antariksa. Terimakasih atas bantuan, saran
dan bimbingan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini. Penulis
sadar bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyajian makalah ini, untuk itu penulis harapkan
kritik dan saran demi perbaikan penulisan makalah di masa yang akan datang. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.


Jakarta, Februari 2012

Iis Indah Permatasari









BAB I
PENDAHULUAN

Keluhan yang sering diutarakan pasien salah satunya adalah pusing. Sebagai seorang dokter
harus dapat membedakan keluhan tersebut apakah rasa itu seperti berputar, nyeri kepala,
mual, atau hanya sekedar ketegangan otot. Bila pasien mengalami sensasi berputar, bisa
terjadi perasaan tubuh berputar terhadap lingkungan sekitarnya atau lingkungan sekitar yang
berputar terhadap tubuh. Bila salah satu gejala itu yang dikeluhkan maka itu yang dinamakan
vertigo. Bila seseorang mengalami vertigo ia tidak dapat mengendalikan sistem
keseimbangan tubuhnya sendiri sehingga ia dapat tiba-tiba jatuh dan merasakan mual dan
kemudian muntah. Menurut penyebabnya vertigo dibagi menjadi 2 yaitu vertigo sentral dan
perifer. Vertigo sentral bila jaringan yang mengalami gangguan ada di susunan saraf pusat,
sedangkan vertigo perifer bila gangguannya berada di telinga bagian dalam, yaitu pada
kanalis semisirkularis, sakulus, atau utrikulus. Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan
gangguan pada bagian tersebut adalah penyakit Meniere

Penyakit meniere merupakan salah satu masalah yang sulit dan merupakan tantangan yang
besar bagi dokter umum maupun spesialis THT. Ini dikarenakan masih belum pastinya
etiologi dari penyakit tersebut, sehingga pengobatan yang diberikan belum dapat maksimal.
Hal-hal tersebut mengakibatkan banyaknya klinikus mengalami kebingungan dan hilangnya
kasus pada saat pengobatan.







BAB II
ANATOMI TELINGA DAN FISIOLOGI KESEIMBANGAN


Gambar 1. Struktur anatomi telinga
(3)

1. Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga ( pinna ) dan liang telinga sampai membrana
timpani. Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Liang telinga memiliki
tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah medial. Liang telinga
berbentuk menyerupai huruf S dengan panjang sekitar 3 cm. Pada sepertiga bagian luar
kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada
duapertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Sendi
temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di anterior liang telinga sementara
prosesus mastoideus terletak di posterior.
(3,4)
.

2. Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan
bagian bawah disebut pars tensa. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik.
Pada tempat ini terdapat aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan
telinga tengah dengan antrum mastoid. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada
membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya ( cone of light )
ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untruk membrana timpani kiri dan pukul 5 untuk
membrana timpani kanan.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat
pada stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea.
Hubungan antara tulang-tulang pendengaran adalah persendian.
Tuba eustachius termasuk telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan
udara dalam cavum tymphani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu
terbuka, sedangkan di dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup
kecuali bila menelan, mengunyah atau menguap
(3,4,5)
.

3. Telinga dalam

Gambar 2. Struktur anatomi telinga dalam
(3)


Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga
dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang
dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam)
mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os
temporal. Labirin terdiri dari :
- Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea.
- Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari:
kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta
koklea.
Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin
bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan
diresorbsi pada sakus endolimfatikus.
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa
skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli
di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media ( duktus kokhlearis )
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan sekala media
berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran Reissner sedangkan dasar
skala media adalah membrana basalis yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala
media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada
membran basalis melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti. Membran
basilaris sempit pada basisnya ( nada tinggi ) dan melebar pada apeksnya ( nada rendah ).
Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang
mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ
korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam ( 3.000 ) dan tiga baris sel rambut luar (
12.000 ). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.
Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel
rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh
silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat
jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari
otolit akan membengkokkan silia sel rambut dan akan menimbulkan rangsangan pada
reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang
yang tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada
utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk
ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh lapisan gelatinosa
yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan
menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista
dan merangsang sel reseptor
(3,5)
.

Gambar 3. Struktur anatomi kokhlea
(3)



Gambar 4. Anatomi sistem vestibuler
(3)

4. Pendarahan ( Vaskularisasi ) telinga
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang
berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan
suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki
meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari
utrikulus dan sakulus.
b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
c. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri
spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir
pada stria vaskularis.
Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna
mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi
putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior.
Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini
mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid
(3)
.

5. Persarafan ( innervasi ) telinga
N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus
internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus
akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada mediolus terletak ganglion
spirale
(3,4)
.

6. Fisiologi keseimbangan

Gambar 5. Skema fisiologi keseimbangan
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya
tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ pengelihatan dan
organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di
sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi tubuh
pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki. Organ
pengelihatan menerima rangsangan melalui reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang
tersebut diteruskan melalui n. optikus (N.II) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis.
Fungsi pengelihatan memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan
sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal
terutama di daerah leher yang di salurkan melalui saraf spinal kemudian medula spinalis,
medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris (post sentralis). Organ vestibuler
menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin yaitu pada utrikulus, sakulus ( makula )
dan kanalis semisirkularis ( krista ampularis ). Sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak
linear sedangkan sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap
percepatan sudut ( perubahan dalam kecepatan sudut ). Kemudian rangsang tersebut
disalurkan melalui n. vestibularis ( N. VIII ) ke medula oblongata dan berakhir di korteks
serebri gyrus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan disalurkan
langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui traktus vestibulospinal
menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot leher dan
otot punggung ( postural ). Sistem ini berjalan dengan sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh.
Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkan melalui saraf
perifernya ke sistem saraf pusat sebagai pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basalis dan formatio retikularis akan
mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ sensorik
dan susunan saraf pust tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme tersebut dapat
berjalan sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan di permukaan yang tidak
rata, berlari dan bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan
secara terus menerus untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar
tubuh tetap dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu.
Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal untuk
mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh
(6,7,8)
.



BAB III
PEYAKIT MENIERE

III.1 DEFINISI
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinitus,
berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga. Penyakit
ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu
mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops
(pembengkakan) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini ditemukan
oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada di dalam telinga.
Namun para ahli saat itu menduga bahwa penyakit itu berada di otak. Pendapat Meniere
kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops
endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit
Meniere
(1)
.


Gambar 6. Labirin pada telinga normal
(1)
Gambar 7. Labirin yang berdilatasi (hidrops
endolimfa) pada penyakit Meniere
(1)


Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah
sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala lain,
terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin
bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom
yang terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable ), gejala otonom seperti pucat, keringat
dingin, mual, muntah dan pusing.
Tinitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi
namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh
penderita itu sendiri ( impuls sendiri ). Namun tinitus hanya merupakan gejala, bukan
penyakit, sehingga harus di cari penyebabnya.
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran yang
semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere
yang parah dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen
(1,2,8)
.

III.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia.
Penyakit Meniere jarang ditemukan pada anak-anak. Pada sebagian besar kasus
timbul pada laki-laki atau perempuan usia dewasia. Paling banyak ditemukan pada usia 20 -
50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan dalam penyakit Meniere
karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar 21 % pada pasien dengan penyakit Meniere.
Pasien yang dengan resiko besar terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki
riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan alkoholisme dan pasien yang rutin mengkonsumsi
Aspirin.

III.3 ETIOLOGI
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori
termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju
labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi
ketidakseimbangan cairan telinga dalam yang abnormal dan diduga disebabkan oleh
terjadinya malabsoprsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan
terjadinya suatu robekan pada membran di labirin kokhlea sehingga menyebabkan endolimfa
dan perilimfa bercampur. Hal ini menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit
Meniere. Para peneliti juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap
kemungkinan lain penyebab penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan
tersendiri terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara
bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap syaraf (microvascular
compression syndrome). Selain itu gejala penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma
kepala, infeksi saluran pernafasan atas, aspirin, merokok, alkohol atau konsumsi garam
berlebihan. Namun pada dasarnya adalah belum ada yang tahu secara pasti apa penyebab
penyakit Meniere
(9)
.

III.4 PATOFISIOLOGI







Patofisiologi Penyakit Meniere
(9,10)


Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa
(peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea
dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan oleh
meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik dalam
Tekanan osmotik
ruang ekstrakapiler
Tekanan hidrostatik
ujung arteri

Tekanan osmotik
dalam kapiler

Sumbatan sakus
endolimfatikus
Keseimbangan cairan
perilimfe dan
endolimfe terganggu

Tekanan endolimfa
meninggi

HIDROPS ENDOLIMFA

Labirin membran
menegang

Membran ruptur
dan cairan kaya Na
dan K bercampur

VERTIGO
Pelebaran
apeks kokhlea
Meluas ke tengah
dan basal kokhlea

Tuli saraf nada
rendah + tinitus

Mual
Muntah
kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakulus
endolimfatikus tersumbat ( akibat jaringan parut atau karena defek dari sejak lahir )
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur dengan
perilimfa. Percampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam sehingga
menimbulkan gejala vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di telinga.
Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan
perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak selalu
sempurna.
Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
1. Kematian sel rambut pada organ kori di telinga dalam
Serangan berulang penyakit meniere menyebabkan kematian sel rambut organ korti.
Dalam setahun dapat menimbulkam tuli sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler
masih dapat berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan kemunduran fungsi.
2. Perubahan mekanisme telinga
Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan sakulus
kronik.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan perubahan morfologi pada
membrana Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di daerah apeks
kokhlea ( Helikotrema ). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapar menekan utrikulus.
Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat meluas
mengenai bagian tengah dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf
nada rendah pada penyakit ini
(9,10)
.

III.5 GEJALA KLINIS
Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain
bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut Trias Meniere
yaitu vertigo, tinitus dan tuli sensorineural fluktuatif terutama di nada rendah. Serangan
pertama dirasakan sangat berat, yaitu vertigo disertai mual dan muntah. Setiap kali berusaha
untuk berdiri pasien akan merasa berputar, mual terus muntah lagi. Hal ini berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Peyakit
ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua
dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit
Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan dalam keadaan
tidak ada serangan pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan
adalah tinitus yang kadang menetap walaupun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi
tanda khusus adalah perasaan penuh dalam telinga.
Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam 20 menit hingga 2 jam atau lebih dalam
periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi. Vertigo menyebabkan
nistagmus, mual, muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan
keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan
pendengaran akan pulih kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan
dengan penyakit yang lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII,
sklerosis multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama
makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap
serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama
menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan
yang dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung
lama.
Tinitus kadang menetap ( periode detik hingga menit ), meskipun diluar serangan.
Tinitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinitus sering dideskripsikan
pasien sebagai suara motor, mesin, bergemuruh, berdering, dengung, dan denging dalam
telinga.
Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada saat awal
serangan, namun seiring berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan pendengaran yang tetap.
Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara
pendengaran namun paling umum terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras
mungkin menjadi tidak nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.
Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan
udara (menaiki dan menuruni bukit, pesawat terbang, dan sebagainya) namun perbedaannya
rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat Valsava dan Toynbee.
(1,8,11)

III.6 DIAGNOSIS
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit
Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka
untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang
sangat hati-hati.
Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis :
1. Vertigo yang hilang timbul disertai tinitus dan rasa penuh pada telinga
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural
3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII
Beberapa diagnosis banding untuk penyakit Meniere adalah tumor N.VIII, sklerosis
multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Pada
tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin
kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap
serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama
menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan
keluhan yang dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun
tidak berlangsung lama
4. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menguatkan diagnosis. Bila dari hasil
pemeriksaan fisik telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat
disingkirkan dan dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dalam
anamnesis didapatkan keluhan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil
pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada
tuli saraf yang membaik kecuali pada penyakit Meniere. Pemeriksaan untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan keseimbangan juga diperlukan. Adapun
pemeriksaan tersebut antara lain:
a. Uji Romberg: penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan
kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada
mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian
kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada
kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun
pada mata tertutup.
b. Uji Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan
pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler perjalanannya
akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger. Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di
tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan
bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik.
Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.


d. Past-pointing test. Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita
disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh
telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka
dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita
ke arah lesi.

e. Uji Babinsky-Weil. Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah
ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan
vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.


f. Tes posisi. Saat pasien menunjukkan bahwa vertigo terjadi dengan perubahan
posisi, manuver Dix-Hallpike digunakan untuk mencoba memancarkan kembali
keadaan sekitar. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa,
sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30
o
40
o
, penderita
diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul. Kepala
diputar menengok ke kanan 45
o
(kalau kanalis semisirkularis posterior yang
terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau
ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior. Dengan tangan
pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala
tergantung pada ujung tempat periksa. Perhatikan munculnya nistagmus dan
keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik. Komponen
cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral. Kembalikan ke
posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang berlawanan dan penderita
mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan. Berikutnya manuver tersebut
diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45
o
dan seterusnya. Berikut adalah
gambaran Dix-Hallpike.


Gambar8. Uji Dix-Hallpike
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus.
Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya
lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila
sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu
menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
g. Tes kalori. Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi keseimbangan, setiap telinga
dites secara terpisah. Pasien ditempatkan supine dengan kepala elevasi 30 derajat
untuk membuat kanal semisirkular lateral pada posisi tegak lurus. Pada telinga
masing masing disemprotkan secara bergantian air dingin dan air hangat. Suhu
air dingin adalah 30
o
C, sedangkan suhu air panas adalah 44
o
C. Volume air yang
dialirkan kedalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik,
dengan sedikitnya 5 menit antara tes. Air hangat cenderung menghasilkan ketidak
nyamanan yang kurang dibandingkan dengan air dingin. Peringatan: tes kalori
harus didahului oleh pemeriksaan otoskopik dengan teliti, dan tidak dapat
dikerjakan jika membran timpani mengalami perforasi. Pada pasien normal yang
bangun, stimulasi kalori air-dingin menghasilkan nystagmus dengan fase lambat
kearah telinga yang diirigasi dan fase lambat menjauhi. Irigasi air hangat
mengasilkan respon yang sebaliknya. Pada pasien dengan labirintin unilateral,
nervus vestibular, atau disfungsi nuklear vestibular, irigasi sisi yang dipengaruhi
gagal untuk menyebabkan nystagmus atau memperoleh nystagmus pada onset
berikutnya atau durasinya singkat dibanding sisi normal.
5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit Meniere
adalah :
- Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan
pendengaran dalam membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering
menghilang. Selain itu ditemukan gambaran penurunan kemampuan pendengaran
pada frekuensi rendah
- Elektronistagmografi ( ENG ) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara
objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar
pasien dengan penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus
terhadap stimulasi dengan air panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.
- Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan
cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan
dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga
menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih
pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang
dengan puncak yang multipel
- Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), biasanya normal pada pasien
dengan penyakit Meniere, walaupun kadang terdapat penurunan pendengaran
ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat
- Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dengan kontras yang disebut gadolinium
spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi
kontras menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga
dapat memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis
(1,9,11)
.

III.7 PENATALAKSANAAN
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik.
Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya
a. Diet dan perubahan gaya hidup
Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada
plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan
level sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium,
ginjal menyesuaikan kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium.
Penyesuaian ini diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah
transport ion di ginjal sehingga akan mempengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga
mengurangi serangan penyakit Meniere. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat
merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Pemakaian rokok, alkohol, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga
merupakan stimulan vasoaktif dan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan
menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk
dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat
ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat tinitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha
untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak, jangan
mencoba minum walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo menghilang pasien
diminta untuk bangun secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan terjadi
kelelahan dan sebaiknya pasien mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa
jam untuk memulihkan keseimbangan.
b. Farmakologi
Untuk penyakit ini diberikan obat-obatan vasodilator perifer, anti histamin,
antikolinergik, steroid dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat
antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan
sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir.
Tranzquilizer seperti diazepam (valium) dapat digunakan pada kasus akut untuk
membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai
pengobatan jangka panjang. Anti emetik seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual
dan muntah tapi juga vertigonya. Diuretik seperti thiazide dapat membantu mengurangi
gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus
diingatkan untuk makan makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat dan jeruk
ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
c. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini
sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur
dan baik. Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat diatasi dengan
latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-
hari
(1,9,12)
.
Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver
dan Brand-Darroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk
membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada
sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise.



Latihan CRT / Epley manouver :

Gambar 9. CRT/Epley Manuver
(13)

Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo
telinga kiri ) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat
tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah
kanan perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo,
kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah
lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 60 detik. Dapat dilakukan juga
untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang.
Latihan Brand-Darroff :

Gambar 10. Latihan Brand-Darroff
(13)

Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan,
kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri,
masing-masing gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama
cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga harus diperiksakan
terlebih dahulu untuk memastikan penyebab vertigo / gangguan keseimbangannya
(13)
.
d. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol antara lain :
- Dekompresi sakus endolimfatikus
Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan menyebabkan
kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di
belakang telinga yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga
dalam. Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke
rongga mastoid. Secara keseluruhan sekitar 60 % pasien serangan vertigo menjadi
terkontrol, 20 % tidak memperoleh penurunan gejala, 20 % mengalami serangan yang
lebih buruk. Fungsi pendengaran tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinitus
tetap ada, 2 % mengalami tuli total dan vertigo tetap ada.
- Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlear.
Dilakukan dengan insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila telinga
dalam sudah terlihat, keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari
pasca operasi, tidak jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian
obat-obatan. Setelah seminggu, pasien mengalami periode ketidakseimbangan tingkat
sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang normal mengambil alih seluruh fungsi
keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi pendengaran telinga.



- Neurektomi vestibuler

Gambar 11. Neurektomi vestibuler
(14)

Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan untuk
menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang
telinga dan air cell mastoid di angkat, dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan
n.VIII dan dilakukan pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini
mirip dengan labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial,
sehingga harus dilakukan pengawasan ketat pasca operasi. Operasi ini diindikasikan pada
pasien di bawah 60 tahun yang sehat. Sekitar 5 % mengalami tuli total pada telinga yang
terinfeksi, paralisis wajah sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan,
sekitar 85 % vertigo dapat terkontrol.
- Labirinektomi dengan zat kimia
Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (strepomisin atau gentamisin
dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini bertujuan mengurangi proses
penghancuran saraf keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
Pada kasus penyakit Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat
menyembuhkan serangan vertigo dan pendengaran dapat dipertahankan.
- Endolymphe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap operasi ini
merupakan plasebo.


Ada dua tipe dari operasi ini yaitu :
o Endolymphe subarakhnoid shunt : dengan menempatkan tuba diantara endolymphe
dan kranium
o Endolymphe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus
endolimfatikus dan rongga mastoid
(14,15)
.

III.8 PROGNOSIS
Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal dan
banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap pasien.
Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga tahun. Pasien
lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien yang perkembangan
penyakitnya lambat.
Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun berbagai tindakan dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya pasien
dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga dan berenang
(15)











BAB IV
KESIMPULAN

Penyakit Meniere disebut juga idiopathic endolymphatic hydrops. Penyakit ini adalah
suatu kelainan telinga dalam dimana terjadi gangguan pendengaran, tinitus, vertigo periodik
dan rasa penuh di telinga.
Penyebab pasti penyakit Meniere belum dikerahui. Penambahan endolimfe
diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfe. Gejala klinis penyakit
Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfe (peningkatan tekanan endolimfe yang
menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum. Terdapat trias
atau sindroma Meniere, yaitu vertigo, tinitus dan tuli sarag yang bersifat fluktuatif. Serangan
pertama dirasakan sangat berat disertai dengan mual, muntah dan kelelahan setelah serangan
sehingga diperlukan tidur dalam waktu lama untuk meredakan gejala vertigo.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu trias Meniere
dan menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII. Kondisi
penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere, dengan
demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka untuk menegakkan
diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-hati.
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan untuk membantu diagnosis adalah Pemeriksaan audiometri, Elektronistagmografi (
ENG), Elektrokokleografi (ECOG), Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ),
Magnetic Resonance Imaging ( MRI )
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik.
Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya. Pengobatan secara komprehensif
meliputi : diet dan pengaturan gaya hidup yaitu dengan diet rendah garam, tidak
mengkonsumsi rokok, alkohol, kafein, olahraga rutin. Rehabilitasi dan latihan sistem
vestibuler. Pengobatan medika mentosa dengan memberikan obat anti emetik, tranzquilizer
dan diuretik. Penatalaksanaan bedah dilakukan apabila vertigo berat dan tidak terkontrol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hain TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at : http://www.dizziness-and-
balance.com/disorders/menieres/menieres_english.html. Accessed on July 26, 2010.
2. National Institut on Deafness and Other Communication Disordera. Menieres Disease.
Available at : http://www.nidcd.nih.gov/healthinfo/balance/menieresdisease.htm. Accesed
on July 27, 2010.
3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomy for
Students and Junior Doctor. 6
th
Ed. Massachusetts. Blackwell Publishing. 2006. 384-387.
4. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam : BOIES Buku
Ajar Penyakit THT Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.27-38.
5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA,
Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 10-16.
6. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta : ECG.2006.176-189.
7. Anderson JH, Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT
Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.39-45.
8. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA,
Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 94-101.
9. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 102-103.
10. Paparella MM. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease. Acta Otolaryngol
(Stockh)2006;(Suppl 485)26.
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.136-137.
12. Rutka JA. Evaluation of vertigo. In: Blitzer A, Pillsbury HC, Jahn AF, Binder WJ,
editors. Office based surgery in otolaryngology. New York: Thieme;1998. p. 7178.
13. Diza M. Pengobatan Gangguan Keseimbangan ( Vertigo ).2009. Available at :
http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbangan-vertigo/.
Accessed on July 29, 2010.
14. Levenson, Mark J. Home of The Surgery Information Centre. Meniere Syndrome. 2009.
Available at : http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieres-syndrome.php.
Accessed on July 27, 2010.
15. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose And Throat Disease .
Second Revised Edition. New York: Thieme; 2004. 100-101.

Anda mungkin juga menyukai