Anda di halaman 1dari 39

1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus : .....................
SMF OBSTETRI
RUMAH SAKIT SIMPANGAN DEPOK

Nama Mahasiswa : Tanda Tangan
NIM :
Dr. Pembimbing / Penguji : Dr. Adi Guritno, SpOG .................

IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Ny. VKD
Tempat / tanggal lahir : Depok, 26- Agustus-1996
Umur : 17 tahun
Alamat : Kampung Panjang RT 04/21 no.62. Depok
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA kelas II
Tanggal masuk : 11 April 2014

IDENTITAS SUAMI
2
Nama suami : Tn. MAF
Tempat / tanggal lahir : Jakarta, 20 November 1996
Umur : 17 tahun
Alamat : Kampung Panjang RT 04/21 no.62. Depok
Status perkawinan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMA kelas II



I. ANAMNESIS
Diambil dari : autoanamnesis Tanggal : 11 April 2014, pk 13.30
WIB

Keluhan Utama:
Keluar cairan berwarna jernih 12 Jam SMRS

Keluhan Tambahan:
Tidak disertai dengan demam. Dan tidak ada mules.

Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan keluar cairan ketuban 12 Jam SMRS. Pasien
mengaku bahwa cairan yang keluar cukup banyak, berwarna jernih, lengket, berbau amis dan
tidak ada darah. Pasien menyangkal adanya mules. Karena merasa cemas, pasien lalu pergi ke
klinik untuk diperiksa. 6 jam SMRS, pasien mulai diinduksi dengan obat yang diberikan
melalui selang infus. Pada pemeriksaan dalam, didapatkan sudah pembukaan 3 cm.
Karena pembukaan tidak maju dan cairan ketuban juga keluar lagi, akhirnya pasien
dirujuk ke Rumah Sakit Simpangan Depok untuk penanganan selanjutnya.
Selama kehamilan, pasien mengaku teratur kontrol ke bidan dan tidak ada keluhan. Ini
merupakan kehamilan yang pertama dan pasien belum pernah mengalami keguguran
sebelumnya. Keluhan demam dan perdarahan disangkal pasien selama kehamilan. Riwayat
3
hipertensi, diabetes, asma dan alergi makanan maupun obat-obatan disangkal. Riwayat
penggunaan napza, alkohol, merokok dan minum jamu disangkal. Pasien mengaku riwayat
BAB dan BAK baik selama kehamilan. Pasien melahirkan melalui operasi sectio caesar pada
pk.14.30

Penyakit Dahulu ( Tahun, diisi bila ya (+) , bila tidak (-))
( - ) Cacar ( - ) Malaria ( - ) Batu ginjal / sal.kemih
( - ) Cacar air ( - ) Disentri ( - ) Burut (Hernia)
( - ) Difteri ( - ) Hepatitis ( - ) Batu rejan
( - ) Tifus abdominalis ( - ) Wasir ( - ) Campak
( - ) Diabetes ( - ) Sifilis ( - ) Alergi
( - ) Tonsilitis ( - ) Gonore ( - ) Tumor
( - ) Hipertensi ( - ) Penyakit pembuluh ( - ) Demam rematik akut
( - ) Ulkus ventrikuli ( - ) Perdarahan otak ( - ) Pneumonia
( - ) Ulkus duodeni ( - ) Psikosis ( - ) Gastritis
( - ) Neurosis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Batu empedu
Lain-lain ( - ) Kecelakaan ( - ) Operasi

Riwayat Keluarga
Hubungan Umur (tahun) Jenis
Kelamin
Keadaan
Kesehatan
Penyebab
Meninggal
Kakek (dr Ayah) Tidak tahu Laki-laki Meninggal -
Kakek (dr Ibu) Tidak tahu Laki-laki Meninggal -
4
Nenek (dr Ayah) Tidak tahu Perempuan Meninggal -
Nenek (dr Ibu) Tidak tahu Perempuan Meninggal -
Ayah 52 Laki-laki Sehat
Ibu 44 Perempuan Sehat r
Saudara 26 Perempuan Sehat -
10 Laki-laki Sehat -


Adakah kerabat yang menderita:
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi
Asma
Tuberkulosis
HIV
Hepatitis B
Hepatitis C
Hipertensi Ibu
Cacat bawaan
Lain-lain

ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Harap diisi : Bila ya (+), bila tidak (-).
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
5
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis
( - ) Lain-lain
Haid
Haid terakhir : 10 Juli 2013 Lama haid: 7 hari
Menarche : 13 tahun Siklus haid : 28 hari (teratur)
Taksiran partus : 17 April 2014 Nyeri haid : Ya
Kehamilan
Kehamilan ke -1 (G1P0A0)
Komplikasi terdahulu : tidak ada
Abortus : - kali, pada umur kehamilan ................. : dikuret / tidak : .............
Lain-lain : ...........................
Perkawinan
Menikah : sudah menikah
Jumlah : 1 kali Dengan suami sekarang sudah 8 bulan
Kontrasepsi
( - ) Pil KB ( - ) Suntikan ( - ) IUD ( - ) Susuk KB
( - ) Lain-lain
Saluran Kemih / Alat kelamin
( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah ( - ) Stranguri
( - ) Kolik ( - ) Poliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria ( - ) Hematuria
( - ) Retensi urin ( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari)
6
Ekstremitas
( -) Bengkak ( - ) Deformitas ( - ) Nyeri

Berat Badan
Berat badan sekarang : 58 kg ( - ) tetap ( - ) turun ( + ) naik
Pendidikan
( - ) SD ( - ) SLTP ( + ) SLTA
( - ) Sekolah kejuruan ( - ) Akademi ( - ) Universitas
( - ) Kursus ( - ) Tidak sekolah
Kesulitan :
Keuangan : ada
Pekerjaan : hanya sebagai ibu rumah tangga
Keluarga : harmonis
Lain-lain : tidak ada

II. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 58 kg
IMT : 22,65 kg/m
2

Keadaan Umum : tampak sakit ringan Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg Suhu : 36,6C
Nadi : 76 x/menit Pernapasan : 22x/menit
Keadaan gizi : Baik Sianosis : Tidak ada
7
Edema umum : Tidak ada Habitus : Pignicus
Cara berjalan : baik, tapi pelan Mobilitas : Pasif
Umur menurut taksiran pemeriksa : sesuai umur
Aspek kejiwaan
Tingkah laku : wajar
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan parut : tidak ada Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : merata, panjang, hitam Lembab / kering : lembab
Pembuluh darah : tidak tampak pelebaran Suhu raba : normotermi
Keringat : tidak ada Turgor : baik
Ikterus : tidak ada Edema : tidak ada
Lapisan lemak : lokal, di abdomen dan lengan atas Lain-lain : tidak ada
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak teraba membesar Leher : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar Ketiak : tidak teraba membesar
Lipat paha : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : simetris, sela iga normal, nyeri (-)
Pembuluh darah : spider nervi (-), caput medusa (-)
Buah dada : simetris, benjolan (-), lesi (-), nyeri (-)
8
Paru-paru
Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)

III. PEMERIKSAAN OBSTETRI
Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : tinggi fundus uteri 30cm
Leopold II : tahanan terbesar di sebelah kiri (punggung kiri)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras dan melenting (kepala)
Leopold IV : bagian terendah janin belum masuk pintu atas panggul, penurunan
kepala 5/5 bagian, konvergen
Tafsiran berat janin (gram) = (TFU 12) x 155
= (33 12) x 155
= 3255 gram

Genitalia
Inspeksi : vulva tidak ada kelainan
Uretra tidak ada kelainan
Colok vagina : portio tebal lunak, pembukaan 3 cm, selaput ketuban sudah pecah, presentasi
kepala, Hodge 1.
Ekstremitas atas dan bawah
9
Luka : tidak ada Edema : tidak ada
Varises : tidak ada Lain-lain : tidak ada

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hematologi (tanggal 11 April 2014, pk 13.45 WIB)
- Hb : 7,8 g/dL (12-16)
- Leukosit : 10.200 /uL (5.000-10.000)
- Ht : 26 % (37-47)
- Trombosit : 355.000 /uL (150.000-400.000)

V. RINGKASAN
Pasien berusia 17 tahun, perempuan, dengan G1P0A0 dirujuk oleh klinik DM dengan
keluhan keluar cairan berwarna jernih, cukup banyak dan berbau amis 12 jam SMRS. 6 jam
SMRS dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan pembukaan 3 cm setelah dilakukan
induksi. Karena dirasa pembukaan tidak maju dan cairan ketuban keluar lagi, maka pasien
dirujuk ke RS Simpangan Depok untuk penanganan selanjutnya.
Pada pemeriksaan obstetri ditemukan:
Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : tinggi fundus uteri 30cm
Leopold II : tahanan terbesar di sebelah kiri (punggung kiri)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras dan melenting (kepala)
Leopold IV : bagian terendah janin belum masuk pintu atas panggul, penurunan
kepala 5/5 bagian, konvergen
10
Tafsiran berat janin (gram) = (TFU 12) x 155
= (33 12) x 155
= 3255 gram
HIS : tidak ada
DJJ : 145 x/menit, teratur, janin tunggal

Pada pemeriksaan dalam ditemukan:
- Genitalia
Inspeksi : vulva tidak ada kelainan
Uretra tidak ada kelainan
- Colok vagina : portio tebal lunak, pembukaan 3 cm, selaput ketuban sudah pecah,
presentasi kepala, Hodge 1.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hasil Hb 7,8 g/dl (anemia).

VI. DIAGNOSIS
-Diagnosis ibu : G1P0A0 gravida 40 minggu aterm, anak tunggal, hidup, letak punggung kiri,
inpartu kala I fase laten dengan ketuban pecah dini dan
- Diagnosis janin : Janin tunggal hidup intrauterin, letak memanjang, presentasi bagian kepala

VII. PENATALAKSANAAN
a. medika mentosa
- IVFD Ringer laktat 500 ml 20 tetes/menit
- cefotaxime inj. 1 g 1 ampul
11
b. non medika mentosa
- bed rest
- edukasi dan dukungan terhadap ibu dan keluarganya
- observasi tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin
- pro sectio caesarea
- pasang kateter
c. Laporan operasi ( 11 April 2014, pk 14.00)
Diagnosa Pra Bedah : G1P0A0 gravida 40 minggu aterm inpartu kala I dengan ketuban pecah
dini
Diagnosa Pasca Bedah : P1A0 post SC atas indikasi KPD
- Pasien telentang dalam keadaan anestesi spinal, operasi dimulai pk.14.05 WIB
- Dimulai pembedahan pada pk. 14.15 WIIB
- Tindakan asepsis dan antisepsis di daerah sayatan
- Insisi 10 cm dengan scalpel no.22 lapis demi lapis dimulai dari kulit, subkutis, lemak,
fascia, m.rectus abdominal dan kemudian peritoneum
- Setelah peritoneum dibuka, tampak uterus membesar sesuai dengan masa kehamilan
aterm
- Insisi melintang di segmen bawah rahim 2 cm sampai tembus cavum uteri
- Tampak selaput ketuban sudah pecah dan keluar cairan ketuban berwarna kehijauan
bercampur darah
- Tampak kepala bayi. Kepala bayi dilahirkan dahulu kemudian bagian tubuh yang lain.
Bayi lahir pk 14.25 WIB pada tanggal 11 April 2014 berjenis kelamin laki-laki, BB
3500 gram, PB 52 cm, lingkar kepala 33 cm, APGAR Score 8/10, retraksi sela iga (-)
dan tidak terdapat lilitan tali pusat
- Plasenta dilepaskan lengkap secara manual. Cavum uteri dibersihkan dari selaput
plasenta dengan menggunakan kasa steril
- Miometrium dijahitkan
- Rongga abdomen dibersihkan dengan kasa steril dan dicuci dengan NaCl 0,9%
- Kemudian dilanjutkan dengan penjahitan peritoneum, m.rectus abdominal, fascia,
subkutis, dan terakhir kulit.
- Operasi selesai pada pk 15.15 WIB
12
- Observasi tanda-tanda vital pasca operasi selama 2 jam

VIII. PROGNOSIS
Ibu : ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

Janin : ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

IX. FOLLOW UP
1.
S nyeri di bekas luka operasi, flatus (+), demam (-), mual (-), muntah (-), pusing (-)
O keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Mata : Sklera ikterik -/- Konjungtiva anemis +/+
TD : 120/90 mmHg RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4C Nadi : 77 x/menit
Tinggi fundus uteri : sepusat
Kontraksi (+)
Perdarahan (+) 1 softex
A P2A0 post SC < 24 jam atas indikasi KPD
P pronalges supp 3x1
13
Ringer Laktat 500ml iv 20tpm
Cefotaxim 2x1 gr iv

2. Tanggal 13 April 2014 pkl 06.00
S nyeri di bekas luka operasi, flatus (+), demam (-), mual (-), muntah (-), pusing (-)
O keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Mata : Sklera ikterik -/- Konjungtiva anemis -/-
TD : 110/80 mmHg RR : 20 x/menit
Suhu : 36,2C Nadi : 74 x/menit
Tinggi fundus uteri : 2 jari pusat
Kontraksi (+)
Perdarahan (+) softex
A P2A0 post SC > 24 jam atas indikasi KPD
P infus dan kateter di Aff
asam mefenamat tab 3x1
cefadroxil tab 3x1
Besok pasien diperbolehkan pulang





14
DISKUSI (REVISI)
Berdasarkan dari anamnesis yang diperoleh dari Ny. VKD G2P1A0 dengan usia
kehamilan 40 minggu diduga mengalami ketuban pecah dini.
Menurut anamnesis, pasien mengalami pecah ketuban sejak 12 jam jam SMRS dengan
jumlah yang cukup banyak, berwarna jernih dan berbau amis. Pasien telah diinduksi melalui
obat yang diberikan melalui infus selama kurang lebih 5 jam SMRS di RB. Akan tetapi 3
jam SMRS, cairan ketuban keluar lagi dan didapatkan pembukaan 5 cm.
Menurut teori, seharusnya induksi persalinan dilakukan selama 24 jam. Akan tetapi
pada kasus, karena belum sempat 24 jam, terdapat penyulit yaitu cairan ketuban keluar,
ditakutkan terjadi oligohidroamnion yang bercampur dengan mekonium yang berakibat
membahayakan janin.














15
TINJAUAN PUSTAKA
KETUBAN PECAH DINI

I. Pendahuluan
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan korion sangat
erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel
trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi menghasilkan
air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban
Pecah Dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila Ketuban
Pecah Dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada
kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8 - 10 % perempuan hamil aterm akan
mengalami Ketuban Pecah Dini.
Ketuban Pecah Dini Prematur terjadi pada 1 % kehamilan. Pecahnya selaput ketuban
berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra
selular amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi
terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang merangsang aktivitas
matrix degrading enzym.

Pembentukan Cairan
Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu, artinya kadar di cairan
amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan amnion mengandung banyak sel janin
(lanugo, verniks karsiosa). Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat bakteri
karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.

Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-rata
ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20 minggu
produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelum cairan amnion juga banyak berasal dari
rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta. Janin juga meminum cairan amnion
16
(diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru sehingga penting untuk
perkembangannya.

Pengukuran volume cairan amnion
USG merupakan metode yang lebih akurat untuk memperkirakan cairan amnion
dibandingkan dengan pengukuran tinggi fundus. Beberapa teknik telah dipaparkan:
- penilaian subjektif terhadap volume cairan amnion
- pengukuran kantung terdalam tunggal (bebas dari tali pusat)
- indeks cairan amnion (ICA) merupakan metode semikuantitatif untuk memperkirakan
volume cairan amnion yang meminimalkan kesalahan antar dan pada pengamat. ICA adalah
jumlah kantung cairan amnion vertikal maksimal (dalam cm) pada masing-masing dari
keempat kuadran uterus. ICA normal dalam usia gestasi lebih dari 20 minggu berkisar 5-20
cm.
Kepentingan klinis dari volume cairan amnion :
- volume cairan amnion merupakan penanda kesehatan janin
- volume cairan amnion normal menunjukkan bahwa perfusi uteroplasenta memadai. Jumlah
volume cairan amnion abnormal berhubungan dengan hasil akhir perinatal yang kurang
menguntungkan.

II. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput janin sebelum proses persalinan
dimulai. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun kehamilan
aterm, yang dibagi menjadi dua, yaitu :
- PROM (premature rupture of membrane), pecahnya selaput ketuban pada usia
kehamilan > 37 minggu.
- PPROM (preterm premature ruptur of membrane), pecahnya selaput ketuban pada
kehamilan < 37 minggu. Kondisi ini dibagi lagi atas :
Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 32-36 minggu (preterm PROM near
term)
Ketuban pecah dini pada usia kehamilan 23-31 minggu ( preterm PROM
remote from term)
17
Ketuban pecah pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (previable
PROM). Bila proses persalinan segera berlangsung sesudahnya maka akan
terjadi kematian neonatus.
Terjadinya ketuban pecah biasanya diikuti oleh proses persalinan. Periode laten ada
interval saat ketuban pecah sampai dimulainya persalinan. Periode laten dari pecahnya
selaput ketuban hingga persalinan berkurang secara berlawanan dengan bertambahnya usia
gestasi.






III. Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20% kehamilan aterm, sedangkan pada kehamilan
preterm insidennya 2%. Kurang lebih dua pertiga dari pasien dengan ketuban pecah prematur
sebelum kehamilan 37 minggu akan bersalin dalam waktu 4 hari dan kurang lebih 90% akan
bersalin dalam waktu satu minggu
.IV. Etiologi dan faktor resiko
Penyebab dari KPD masih belum jelas, masih merupakan masalah kontroversi
obstetri. Bisa dikarenakan menjelang usia kehamilan cukup bulan, kelemahan fokal terjadi
pada selaput janin di atas os serviks internal yang memicu robekan di lokasi ini. Beberapa
proses patologis (termasuk pendarahan dan infeksi) dapat menyebabkan terjadinya KPDP.
Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini, dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Faktor umum:
a. Infeksi
b. faktor sosial: perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi rendah
2. faktor keturunan
18
a. kelainan genetik
b. faktor rendahnya vitamin c
3. faktor obstetrik
a. kehamilan kembar dan hidramnion
b. serviks inkompeten
c. serviks konisasi/menjadi pendek
d. terdapat sefalopelvik disporposi : kepala janin belum masuk PAP
e. grandemultipara
4. tidak diketahui penyebabnya
Faktor resiko :
Kehamilan multipel : kembar dua (50%) ; kembar tiga (90%)
Riwayat persalinan preterm sebelumnya : resiko 2-4 kalinya
Tindakan senggama : tidak berpengaruh kepada resiko , kecuali jika higiene buruk,
presdiposisi terhadap infeksi
Perdarahan pervaginam : trimester pertama (resiko 2x), trimester kedua / ketiga (20x)
Bakteriuria : resiko 2x
pH vagina diatas 4,5
serviks tipis (kurang dari 39 mm)
flora vagina abnormal
kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress
psikologik , dan sebagainya, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm

V. Patofisiologi
Menurut Taylor dkk., patofisiologi KPD berhubungan dengan adanya faktor
predisposisi :
a. Faktor infeksi
Pada infeksi, terjadi peningkatan aktifitas interleukin 1 (IL-1) dan prostaglandin.
Peningkatan ini menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen
pada selaput korion/ amnion, yang menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
19
b. Faktor trauma dan tekanan intra abdominal
Adanya stress maternal dan fetal, menyebabkan peningkatan pelepasan kadar CRH
(Cortikotropin releasing hormon), sehingga terjadi pembentukan enzim matriks
metalloproteinase (MMP), yang menyebabkan ketuban pecah.
c. Faktor selaput ketuban
Membran ketuban memiliki kemampuan material viscoelastis, dimana jika ada tekanan
internal saat persalinan dan juga adanya infeksi membuat membran menjadi lemah dan
rentan membran pecah

VI. Diagnosis
1. Anamnesis
- Keluar cairan ketuban (berwarna jernih/ kuning/ putih keruh/ kehijauan/ kemerahan)
sedikit demi sedikit atau sekaligus banyak.
- Bau cairan ketuban yang khas (terutama jika sudah terjadi infeksi)
2. Pemeriksaan status generalis
- Suhu normal bila tidak terjadi infeksi
3. Pemeriksaan status obstetri
Pemeriksaan luar :
- Nilai denyut jantung janin dengan stetoskop laenec, fetal phone, doppler, atau dengan
cardiotokografi (CTG)
- Janin mudah dipalpasi karena air ketuban sedikit.
Inspekulo :
- Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri eksternum atau terkumpul difoniks
posterior.
- Tes lakmus (nitrazin). Jika kertas lakmus berubah menjadi biru, menunjukan adanya
cairan ketuban. Jika kertas tetap merah, menunjukan bukan air ketuban (mungkin
urin)
Pemeriksaan dalam :
20
- Selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Jika ketuban pecah, jangan
sering periksa dalam, awasi terjadinya tanda-tanda infeksi
Tanda-tanda terjadinya infeksi intra uterin :
- Suhu ibu > 38
0
C
- Takikardi ibu (> 100 denyut permenit)
- Takikardi janin (> 160 detak permenit)
- Air ketuban yang keruh/ hijau/ berbau
- Leukositosis pada pemeriksaan darah (>15.000 /mm
3
)
- Pemeriksaan penunjang lain :
a. Leukosit esterase (LEA) + 3
b. CRP meningkat / > 2 mg menunjukan infeksi chorioamnionitis.
- Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

VII. Pemeriksaan Penunjang
. Ultrasonografi
USG dapat juga mengkonfirmasi adanya oligohidramnion akibat KPD, tetapi keadaan
ini dapat disebabkan oleh hal lain diluar KPD. Disebut oligohidramnion bila volume cairan
amnion < 500 ml pada usia kehamilan 32-36 minggu.
. Uji pakis positif
Pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborization), pada kaca objek
(slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan
amnion. (Selama pemeriksaan speculum steril, gunakan lidi kapas steril untuk
mengumpulkan specimen, baik cairan dari forniks vagina posterior maupun cairan yang
keluar dari orifisium karena lendir serviks juga sedikit berbeda. Apus specimen pada kaca
objek dan biarkan seluruhnya kering minimal selama 10 menit. Inspeksi kaca objek di bawah
mikrokop untuk memeriksa pola parkis.






21

. Uji kertas nitrazin positif
Pemeriksaan secara langsung cairan yang merembes tersebut dapat dilakukan dengan
kertas Lakmus / nitrazine, kertas ini mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah
4- 4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3
Apabila cairan ketuban diperiksa oleh kertas lakmus, maka kertas Lakmus merah akan
menjadi biru karena pH Alkali / basa. Sedangkan apabila cairan tersebut cairan vagina maka
kertas lakmus berwana merah karena pH asam.
Hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir
leher rahim, dan air seni. Hasil yang negatif dapat ditemukan pada KPD yang berkepanjangan
dan bila cairan amnionnya sedikit.


Amniosentesis
Sangat jarang dilakukan karena invasive. Cara Tes ini yaitu memasukkan zat warna
indigo carmine atau fluorescein, kemudian dipasang sebuah tampon diletakkan di vagina lalu
dilakukan pemeriksaan setelah 2 jam, dimana pada tampon akan menampakkan zat warna
tersebut.
VII. Penatalaksanaan
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang-
kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan. Diagnosis ketuban pecah dini dengan
inspekulo dilihat adanya cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina
22
perempuan hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban pHnya sekitar 7,1-7,3. Antiseptik yang
alkalin akan menaikkan pH vagina. Dengan pemeriksaan ultrasound adanya ketuban pecah
dini dapat dikonfirmasikan dengan adanya oligohidramniom. Bila air ketuban normal
agaknya ketuban pecah dapat diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang
untuk rawat jalan. Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionionitis, gawat janin,
persalinan diterminasi. Bila ketuban pecah dini pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien ketuban pecah
dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya
bergantung pada usia kehamilan.
Untuk upaya pencegahan terjadinya KPD sebaiknya ibu hamil mengurangi aktivitas
atau lebih banyak istirahat pada akhir triwulan kedua atau awal triwulan ketiga.
Penanganan awal apabila Ketuban Pecah di Rumah:
1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter
atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit
2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar
3. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan
berhubungan seksual atau mandi berendam
4. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari
dubur
Penanganan Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin dan metronidazol 2x500 mgg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32-
34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu,
tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai
tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32-
37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
23
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis
tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Penanganan Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesaria. Dapat
pula diberikan misoprostol 25 g - 50g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan
Tabel 1. Skor Pelvik



IX.
Prognosis
Di
tentukan dari cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasinya yang timbul, serta umur
dari kehamilan.

X. Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan premature, hipoksia karena
kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya
persalinan normal.
- Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan anatar 28 34 minggu 50 % persalinan dalam 24 jam.
Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
24
- Infeksi Korioamnionitis
Risiko infeksi meningkat pada kejadian KPD. Semua ibu hamil dengan KPD prematur
sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada
korion dan amnion).
Infeksi intrapartum adalah infeksi yang terjadi dalam masa persalinan / in partu.
Disebut juga Korioamnionitis, karena infeksi ini melibatkan selaput janin. Pada
ketuban pecah 6 jam, risiko infeksi meningkat 1 kali. Ketuban pecah 24 jam, risiko
infeksi meningkat sampai 2 kali lipat. Dianjurkan paling lama 2 x 24 jam setelah
ketuban pecah, harus sudah partus.
Patofisiologi infeksi intrapartum yaitu Ascending infection, pecahnya ketuban
menyebabkan ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar,
Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan penjalaran
infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang intraamnion, jika ibu
mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar melalui plasenta (sirkulasi
fetomaternal), dan tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya
pemeriksaan dalam yang terlalu sering
- Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan anatar terjadinya gawat janin dan derajat
oliohiramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
- Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta
hipoplasi pulmolnar

XI. Kesimpulan
a. Pengaruh KPD pada kehamilan dan persalinan
Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten / LP/
Lag Period. Makin muda umur kehamilan, makin memanjang LPnya, makin tinggi
kemungkinan infeksi, dan makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas
janin.
25
Pengaruh KPD pada persalinan adalah memperpendek lamanya persalinan. Pada
primigravida 10 jam dan multigravida 6 jam.
b. Pengaruh KPD terhadap janin
Walaupun ibu belum menunjukan gejala infeksi, tetapi janin mungkin sudak terkena
infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (mis: amnionitis) sebelum gejala pada
ibu dirasakan, sehingga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.
c. Pengaruh KPD terhadap ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi jika terlalu
sering diperiksa dalam. Selain itu dapat dijumpai infeksi puerpuralis, peritonitis, septikemia,
serta dry labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi
lama, maka suhu badan akan naik, nadi cepat dan timbul gejala-gejala infeksi. Hal tersebut
akan meningkatkan angka mortalitas dan morbiditas ibu















26
ANEMIA GRAVIDARUM


Definisi

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya
hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada
ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi
hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl.
Anemia pada wanita hamil jika kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari
10,00 gr%. Penyakit ini disebut anemia berat. Jika hemoglobin < 6,00 gr% disebut anemia
gravis. Jumlah hemoglobin wanita hamil adalah 12,00-15,00 gr% dan hematokrit adalah
35,00-45,00%.
Anemia dalam kandungan ialah kondisi ibu dengan kadar Hb < 11,00 gr% pada
trimester I dan III atau kadar Hb < 10,50 gr% pada trimester II. Karena ada perbedaan dengan
kondisi wanita tidak hamil karena hemodilusi terutama terjadi pada trimester II .

Etiologi

Anemia defisiensi : zat besi, asam folat, vitamin B12
Anemia aplastic
Anemia hemoragik karena persalinan yang lalu, malaria, demam berdarah, penyakit-
penyakit kronis, seperti : TBC Paru, SLE, neoplasma, gagal ginjal kronik, infeksi
granulomatosa, arthritis reumatoid, infeksi cacing usus dapat menyebabkan anemia.
Anemia hemolitik

Klasifikasi

Klasifikasi Derajat Anemia Menurut WHO yang dikutip dalam buku Handayani W, dan
Haribowo A S, (2008) :
1. Ringan sekali Hb 10,00 gr% -13,00 gr%
2. Ringan Hb 8,00 gr% -9,90 gr%
3. Sedang Hb 6,00 gr% -7,90 gr%
27
4. Berat Hb < 6,00 gr%
Pembagian anemia berdasarkan pemeriksaan hemoglobin menurut Manuaba (2007), adalah :
1. Tidak anemia : Hb 11,00 gr%
2. Anemia ringan : Hb 9,00-10,00 gr%
3. Anemia sedang : Hb 7,00-8,00 gr%
4. Anemia berat : Hb < 7,00 gr%
Klasifikasi anemia menurut Setiawan Y (2006), anemia dalam kehamilan dapat dibagi
menjadi :
Anemia Defisiensi Zat Besi (kejadian 62,30%)
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ialah anemia akibat kekurangan zat besi.
Kekurangan ini disebabkan karena kurang masuknya unsur zat besi dalam makanan,
gangguan reabsorbsi, dan penggunaan terlalu banyaknya zat besi.
Anemia Megaloblastik (kejadian 29,00%)
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat dan
B12
Anemia Hipoplastik (kejadian 80,00%.
Anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum tulang kurang mampu
membuat sel-sel darah merah. Dimana etiologinya belum diketahui dengan pasti
kecuali sepsis, sinar rontgen, racun dan obat-obatan.
Anemia Hemolitik (kejadian 0,70%.
Anemia yang disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih
cepat, yaitu penyakit malaria.

Patofisiologi

Darah bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia, akan tetapi bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut berbanding
plasma 30,00%, sel darah merah 18,00% dan Hemoglobin 19,00%. Tetapi pembentukan sel
darah merah yang terlalu lambat sehingga menyebabkan kekurangan sel darah merah atau
anemia.
Pengenceran darah dianggap penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan
bermanfaat bagi wanita:
28
Pengenceran dapat meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa
kehamilan, karena sebagai akibat hidremia cardiac output untuk meningkatkan kerja
jantung lebih ringan apabila viskositas rendah.
Resistensi perifer berkurang, sehingga tekanan darah tidak naik
Perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit dibandingkan
dengan apabila darah ibu tetap kental.
Tetapi pengenceran darah yang tidak diikuti pembentukan sel darah merah yang seimbang
dapat menyebabkan anemia. Bertambahnya volume darah dalam kehamilan dimulai sejak
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan 32 dan 36 minggu.
























29
















Anemia Defisiensi Besi
Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan
bantuan asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero
dengan pengaruh alkali, kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa
feritin dan sebagian lagi masuk keperedaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang
akan digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak
terpakai disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya
vitamin atau fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid.

Anemia Megaloblastik Defisiensi Asam Folat
Asam folat adalah bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA. Jumlah asam folat
dalam tubuh berkisar 6-10 mg, dengan kebutuhan perhari 50mg. Asam folat dapat diperoleh
dari hati, ginjal, sayur hijau, ragi. Asam folat sendiri diserap dalam duodenum dan yeyenum
bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan didalam hati. Tanpa
adanya asupan folat, persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan.


30
Anemia Megaloblastik Defisiensi Vitamin B
12

Dihasilkan dari kobalamin dalam makanan terutama makanan yang mengandung
sumber hewani seperti daging dan telur. Vitamin B
12
merupakan bahan esensial untuk
produksi sel darah merah dan fungsi sistem saraf secara normal. Anemia jenis ini biasanya
disebabkan karena kurangnya masukan, panderita alkoholik kronik, pembedahan lambung
dan ileum terminale, malabsorpsi dan lain-lain.

Anemia aplastik
Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit.Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang, biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut
pungsi kering dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak.

Kongenital
Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan clinical onset
1,5-22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom fanconi yang bersifat
constitusional aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3 penderita disertai anomali kongenital
lain seperti mikrosefali, mikroftalmi, anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek,
hiperpigmentasi kulit.

Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit
100-120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga
dapat menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan
sumsum tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif
eritropoetik) sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit
meningkat, polikromasi, bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini
berupa : menggigil, pucat, cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan
pembesaran limpa. Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :
Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)
Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme
eritrosit sendiri. Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
31
1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit
o Sferositosis
Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus,
jumlah retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini
disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih
menyolok dibanding dengan ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat
menimbulkan krisis aplastik. Utnuk pengobatan dapat dilakukan transfusi
darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa pada keadaan yang ringan
dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.
o Ovalositosis (eliptositosis)
50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan,
hemolisis tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi
proses hemolisis.

o A beta lipoproteinemia
Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.
o Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah
o Defisisnsi vitamin E
2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit
o Defisiensi G6PD
Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi.
Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi
eritrosit dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan
melalui kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses hemolitik
dapat timbul akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti malaria),
memakan kacang babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis yang
timbul berupa cepat lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar.
o Defisiensi glutation reduktase
Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.
o Defisiensi glutation
32
Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.
o Defisiensi piruvat kinase
Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak
terlalu berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3
difosfogliserat (2,3 DPG). Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat
dilakukan tranfusi darah.
o Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)
Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan
hapusan darah tepi tidak ditemnukan sferosit. Defisiensi difosfogliserat mutase
o Defisiensi heksokinase
o Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase
3. Hemoglobinopatia
Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih
dari 2 % dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan
bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan
konsentrasi HbF akan menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai
keadaan yang normal. Terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan
Hemoglobin ini yaitu :
o Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal
HbE, HbS dan lain-lain.
o Gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia
Gangguan Ektrakorpuskular
Golongan dengan penyebab hemolisis ektraseluler, biasanya penyebabnya merupakan
faktor yang didapat (acquired) dan dapat disebakan oleh :
1. Obat-obatan, racun ular, jamur, bahan kimia (bensin, saponin, air), toksin
(hemolisisn) streptokokkus, virus, malaria.
2. Hipesplenisme
3. Anemia akibat penghancuran eritrosit karena reaksi antigen-antibodi. Seperti
inkompabilitas golongan darah, alergen atau hapten yang berasal dari luar
tubuh, bisa juga karena reaksi autoimun.

Manifestasi Klinik

33
Lemah letih
Palpitasi
Cepat lelah
Lunglai (Prawirohardjo, 2008).
Sering pusing
Mata berkunang-kunang
Lidah luka
Nafsu makan turun (anoreksia)
Konsentrasi hilang
Nafas pendek (pada anemia parah)
Mual muntah lebih hebat pada hamil muda
Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku , konjungtiva mata

6. Diagnosis

Anamnesa : kurang gizi (malnutrisi ), kurang zat besi asam folat, vitamin B12 dalam diet,
malabsorbsi zat besi, riwayat kehilangan banyak darah dan penyakit kronis seperti : TBC
Paru, SLE, neoplasma, gagal ginjal kronik, infeksi granulomatosa, arthritis reumatoid, infeksi
cacing usus. Didapatkan anomali kongenital lain seperti mikrosefali, mikroftalmi, anomali
jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi kulit.
Riwayat keluarga anemia menggambarkan kemungkinan Hemoglobinopati genetik,
talasemia.

Pemeriksaan Fisik
Takikardi, takipnea merupakan mekanisme kompensasi untuk meningkatkan aliran
darah dan pengangkutan oksigen ke organ utama.
Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku , konjungtiva
mata.
Ikterus dapat dilihat pada anemia hemolitik
Kardiomegali, bising jantung abnormal, hepatomegali dan splenomegali.

Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan sel darah merah secara lengkap, MCV, MCH, MCHC
34
Nilai normal :
o MCV: 82-92 femtoliter
o MCH: 27-31 picograms / sel
o MCHC: 32-37 gram / desiliter
Pemeriksaan serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC) dan ferritin.
Pemeriksaan SI bertujuan mengetahui banyaknya besi yang ada di dalam serum yang
terikat dengan transferin, berfungsi mengangkut besi ke sumsum tulang. Serum iron
diangkut oleh protein yang disebut transferin, banyaknya besi yang dapat diangkut
oleh transferin disebut total iron binding capacity (TIBC). Saturasi transferin
mengukur rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC yang dinyatakan dalam persen.
Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya menurun sebelum terjadi
anemia.
Nilai normal SI : 0,5 1,68 mg/dl, 8,95 30 umol /L
Nilai normal TIBC : Wanita dewasa : 2,1 3,4 mg/l, 37,6 60,9 umol/l
Laki laki dewasa : 2,6 3,9 mg/l, 46,5- 69,8 mol/l
Saturasi transferin = ( Nilai normal SI : Nilai normal TIBC ) x 100 %
Nilai normal = 20-45 %
Elektroforesis Hb
Deskripsi : Analisa Hb Elektroforesa meupakan pemeriksaan untuk mendeteksi beberapa
jenis Hb (S atau D; C atau E) secara kualitatif atau semi-kuantitatif.
Pemeriksaan ini juga mampu memisahkan HbA dan HbA2.
Manfaat Pemeriksaan : Mendiagnosis hemoglobinopati dan thalassemia, dan evaluasi kondisi
anemia hemolitik.
Persyaratan & Jenis Sampel : 1 mL Darah EDTA
Stabilitas Sampel : 2-8 C : 5 hari
Nilai Rujukan : HbA : 95-98%, HbA2 : 1,5-3,5%, HbF : <= 2,0%
Hitung aktifitas glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD). Pada defisiensi G6PD ,
kadar bilirubin meningkat.
One Tube Osmotic Fragility Test (OTOFT)
Osmotic fragility adalah tes untuk mendeteksi apakah sel-sel darah merah lebih
cenderung untuk memecah. 1 tetes darah diambil dari ujung jari dimasukkan ke dalam
5 ml 0,36% salin. Hasil dibaca dalam 10 menit.
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi sferositosis herediter dan talasemia. Sferositosis
35
herediter membuat sel darah merah lebih rapuh dari biasanya. Beberapa sel darah
merah pada pasien dengan thalassemia lebih rapuh dari normal, tetapi jumlah yang
lebih besar kurang rapuh dari normal.
Hasil normal : negatif
Biopsi sumsum tulang.
Tes Laboratorium
Hitung sel darah merah dan asupan darah : untuk tujuan praktis maka anemia selama
kehamilan dapat didefinisikan sebagai Hb < 10,00 atau 11,00 gr% dan hemotokrit <
30,00-33,00%. Asupan darah tepi memberikan evaluasi morfologi, eritrosit, hitung
jenis leukosit dan perkiraan kekuatan trombosit (Taber, 1994).

Anemia defisiensi besi
Kadar Hb <10 g/dL, Ht menurun
MCV <80, MCHC <32 %
Mikrositik hipokrom, poikilositosis, sel target
SSTL sistem eritropoetik hiperaktif
SI menurun, TIBC meningkat
Anemia megaloblastik
Hb menurun, MCV >96 fL
Retikulosit biasanya berkurang
Hipersegmentasi neutrofil
Aktivitas asam folat dalam serum rendah (normal antara 2,1-2,8 mg/ml
SSTL eritropoetik megaobalstk, granulopoetik, trombopoetik
Anemia hipoplastik
Anemia hipokrom normositik dan makrositik
Retikulosit menurun
Leukopenia
Trombositopenia
Kromosom patah
SSTL hipoplasia / aplasia yang diganti oleh jaringan lemak atau jaringan penyokong
Anemia hemolitik
Mikrositik hipokrom
36
Jumlah retikulosit meningkat
Pada hapusan darah tepi didapatkan anisositosis, hipokromi, poikilositositosis, sel
target
Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum besi (TIBC) menjadi
rendah.
Hemoglobin mengandung kadar HbF yang tinggi lebih dari 30%.7. Diagnosis
banding

Komplikasi Anemia Dalam Kehamilan

Bahaya Pada Trimester I
Pada trimester I, anemia dapat menyebabkan terjadinya missed abortion, kelainan
congenital.
Bahaya Pada Trimester II
Pada trimester II, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan
ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai
kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga
kematian ibu.
v Bahaya Saat Persalinan
Pada saat persalinan anemia dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin
lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat
lelah dan gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk,
2008).
Bahaya saat nifas : subinvolusio uteri sehingga perdarahan post partum, infeksi
puerpuralis, asi berkurang, infeksi mammae, anemia.

Penatalaksanaan

Menurut Setiawan Y (2006), dijelaskan bahwa pencegahan dan terapi anemia pada
kehamilan berdasarkan klasifikasi anemia adalah sebagai berikut :
Anemia Zat Besi Bagi Wanita Hamil
Saat hamil zat besi dibutuhkan lebih banyak daripada saat tidak hamil. Pada kehamilan
memerlukan tambahan zat besi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan membentuk
37
sel darah merah janin dan plasenta, kebutuhan zat besi pada setiap trimester berbeda.
Terutama pada trimester kedua dan ketiga wanita hamil memerlukan zat besi dalam jumlah
banyak, oleh karena itu pada trimester kedua dan ketiga harus mendapatkan tambahan zat
besi.
Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat
atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1
gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram
asam folat untuk profilaksis anemia
Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral,
dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua.
Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena
atau 2 x 50 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr%.

Anemia Megaloblastik yaitu anemia defisiensi asam folat dan atau B 12
Pencegahannya adalah apabila pemberian zat besi tidak berhasil maka ditambah dengan asam
folat, adapun terapinya adalah asam folat 15-30 mg / hari, vitamin B12 1,25 mg / hari, sulfas
ferrosus 500 mg / hari, pada kasus berat dan pengobatan per oral lambat sehingga dapat
diberikan transfusi darah.

Anemia Hipoplastik
Anemia hipoplastik ini dianggap komplikasi kehamilan dimana pengobatan adalah tranfusi
darah.

Anemia Hemolitik
Pengobatan adalah tranfusi darah.

Pencegahan

Pemeriksaan kadar Hb setiap 3 bulan untuk mengenal anemia sedini mungkin atau
dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester I dan III.
Pemberian tablet besi sebanyak 90 tablet pada ibu hamil di Puskesmas, artinya ibu
hamil setiap hari mengkonsumsi 1 tablet besi.
Pemberian suplemen Fe dosis rendah 30 mg pada trimester ketiga ibu hamil non
38
anemik (Hb 11g/dl), sedangkan untuk ibu hamil dengan anemia defisiensi besi
dapat diberikan suplemen Fe sulfat 325 mg 60-65 mg, 1-2 kali sehari.
Untuk yang disebabkan oleh defisiensi asam folat dapat diberikan asam folat 1
mg/hari atau untuk dosis pencegahan dapat diberikan 0,4 mg/hari. Dan bisa juga
diberi vitamin B12 100-200 mcg/hari.
Mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Kandungan zat besi dapat
diperoleh sumber besi dapat diperoleh dari makanan seperti : hati, daging telur, buah,
sayuran yang mengandung klorofil. Makanan tersebut hendaknya dimasak tidak
terlalu lama, agar kandungan besi di dalam makanan tidak berkurang.
Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi
Kontrol penyakit infeksi.
Mengurangi mengkonsumsi makanan yang mengandung kalsium seperti susu dan
hasil olahannya, makanan mengandung sereal, kacang-kacangan, biji-bijian dan
tepung serta minum teh, kopi atau coklat dapat menghambat penyerapan besi.
Asupan zat besi yang dikonsumsi dapat dijaga agar terserap tubuh sebanyak mungkin
dengan mengkombinasikan dengan makan vitamin c.
Mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita
mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan
menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan
akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada
kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan
tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun

Prognosis

Anemia gravidarum berprognosis dubia ad bonam bila ditangani secepatnya tergantung
causanya.





39
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Penerbit PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2011.
2. Manuaba, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta: 1998.
3. Norwitz E, Schorge J. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Erlangga Medical Series.
Jakarta: 2006.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Bedah Kebidanan. PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2010
5. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kandungan . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: 2011
6. Garite T, Premature Rupture of Membranes, Dalam: Current Therapy in Obstetrics
and Gynecology, Edisi ke-5, Quilligan EJ, Zuspan FP, penyunting. New York:
W.B.Saunders Company, 2000: 326-9.
7. Svigos JM, Robinson JS, Vigneswaran R, Prelabor rupture of the Membranes, Dalam:
High Risk Pregnancy Management Options, James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik
B, penyunting. New York: W.B Saunders, 2001: 1015-22.
8. Jazayeri A, Galan H, Premature Rupture of Membranes. diakses tanggal 5 Desember
2011. dari http://www.emedicine.com
9. Sairam VK, Travis L, Potter Syndrome. 27 Maret 2006. diakses tanggal 5 Desember
2011 dari http://www.emedicine.com.
10. Williams Obstetrics, Edisi ke-22, Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC,
Gilstrap L, Wenstrom KD, penyunting. New York: McGraw-Hill. 2005: 177.

Anda mungkin juga menyukai