1
Michail van Langenberg, Gestap dan kekuasaan Negara di Indonesia dalam
Gestapu, Matinya Para Jenderal dan Peran CIA. (Yogyakarta: Cermin, 1999). hlm. 9
2
Lebih jelas lihat Hermawan sulistiyo, Palu Arit di lading Tebu, Sejarah
Pembantaian yang Terlupakan (jombang-Kediri 1965-1966). Hlm. 160
3
ibid. hlm.161
4
ibid. hlm. Bab VI
1
2
5
Aminuddin Kasdi dalam Kaum Merah Menjarah, Aksi Sepihak PKI/BTI di
Jawa Timur 1960-1965. (Yogyakarta: Jendela, 2001)., hlm.7
6
Beberapa pelaku sejaran yang menjadi informan dapat dilihat di lampiran.
3
kayak sama rata-sama rasa, iku-aé wés umum. Terus kegiatané ya mék ngono
iku, liyané wis ora ngerti. Wong aku semono iku durung mudeng masalah
gerakan-gerakan iku.17
17
Wawancara dengan Masykur. Tanggal 23 Pebruari 2005.
18
Program sertifikasi tanah merupakan program andalan kepala desa saat itu,
akan tetapi, sertifikasi tanah yang dimaksud tanpa melalui konversi tanah terlebih
dahulu. Wawancara dengan Sutompo. Tanggal 10 Pebruari 2005
19
Wawancara dengan Sutompo. Tanggal 10 Pebruari 2005
20
Kantor Agraria Bojonegoro merupakan kantor yang mengurusi pembuatan
sertifikat tanah di wilayah Lamongan dan sekitarnya, karena Kabupaten Lamongan
merupakan bagian dari wilayah Karesidenan Bojonegoro. Sertifikasi tanah baru dapat
dilakukan di masing-masing kabupaten tahun 1969. Dengan demikian, mulai tahun
tersebut, semua urusan sertifikasi tanah untuk wilayah Lamongan, dapat diselesaikan di
kantor Agraria Kabupaten lamongan sendiri. Wawancara dengan Masykur. Tanggal 23
Pebruari 2005.
6
23
Wawancara dengan Sutompo. Tanggal 10 Pebruari 2005
24
Wawancara dengan Sa’ed. Tanggal 20 September 2004
25
Wawancara dengan Sa’ed. Tanggal 20 September 2004
26
Wawancara dengan Sutompo. Tanggal 10 Pebruari 2005.
8
saya sudah di CS, yo to, minta supaya diadakan pemilihan tanah iku lho sebelum
di konversi harus diadakan pemilihan dhisik, iku dibenarkan…27
27
Wawancara dengan Sutompo. Tanggal 10 Pebruari 2005.
28
Wawancara dengan Sa’ed. Tanggal 20 September 2004.
29
Wawancara dengan Sutarjo. Tanggal 07 Pebruari 2005
30
Wawancara dengan Abdul Hamid. Tanggal 30 Nopember 2003
31
Istilah penggemblengan adalah proses dimana para murid atau kader-kader NU
dituntut untuk belajar olah kanuragan dan wirid untuk kekebalan tubuh dengan dibimbing
oleh seorang kiyai.
9
C. Operasi Pengedropan
Informasi mengenai PKI sebagai penghianat serta sebagai pihak yang harus
di musnahkan sampai ke akar-akarnya, cepat menyebar di berbagai desa di
Kabupaten Lamongan. Pembantaian Massal di Kecamatan Sekaran dipicu oleh
pernyataan Soeharto yang disebarkan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
(TNI-AD) bahwa di Jakarta PKI terlibat dalam peristiwa G30S 1965. Pernyataan
tersebut ditindak lanjuti oleh Koramil dan Polsek sebagai institusi paling bawah
dalam struktur militer. Koramil dan Polsek melakukan koordinasi dengan
Kecamatan Sekaran untuk melakukan identifikasi terhadap anggota/simpatisan
PKI/BTI di masyarakat.
Rapat gabungan pertama kali dilakukan pada hari senin, tanggal 06
Desember 1965. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk melakukan perbersihan
terlebih dahulu terhadap para pegawai Kecamatan Sekaran yang diduga sebagai
anggota/simpatisan PKI atau BTI.32 Lasmiran sebagai seorang yang diduga
sebagai anggota/simpatisan PKI/BTI, pada pukul 12.00 WIB, diamankan oleh
aparat di koramil Bulu Tenger. Demikian wawancara dengan Lasmiran:
Saya itu tidak tahu menahu tentang G30S itu. G30S itu kan ada di Jakarta,
kenapa saya yang ada di Desa Sungegeneng kok juga ikut di tahan di Pulau Buru.
Waktu saya kerja di Puskesmas Sekaran, sekitar pukul 12. 00 saya diundang rapat
jam 13.00 oleh Pak Camat Suwerno di pendopo Kecamatan Sekaran.
Undangannya secara lisan, Suwerno sendiri yang memberitahu saya. Jadi saya
tidak pulang ke Desa Sungegeneng, sedangkan teman-teman yang ada di
puskesmas, jam 12.30 itu sudah pulang semua. Saya langsung pergi ke
kecamatan.33
Rapat gabungan kedua kembali berlangusung, tepatnya pada hari Selasa
tanggal 07 Desember 1965. Pada rapat kedua ini yang terlibat tidak hanya dari
unsur Koramil, polsek dan kecamatan, akan tetapi beberapa pihak yang dianggap
anti PKI turut dilibatkan. Beberapa pihak tersebut adalah NU, Muhammadiyah,
dan PNI. Rapat gabungan kedua tersebut dimaksudkan untuk membahas taktis
proses pembersihan anggota/simpatisan PKI/BTI secara massal di desa-desa yang
masuk dalam Kecamatan Sekaran. Beberapa orang yang dapat diidentifikasi dari
masing-masing perwakilan tersebut adalah Bujairi dan Abdul Fattah, dari unsur
NU; Abdul Kholiq, dari unsur Muhammadiyah; Suprapto Mangunsudarmo dan
Salamun, dari unsur PNI.34
Rapat yang dimulai pukul 10.30 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB35
akhirnya memperoleh kesepakatan tentang taktis pembersihan terhadap
anggota/simpatisan PKI/BTI. Hasil pertemuan tersebut adalah sebagai berikut: (1)
pembersihan terhadap anggota/simpatisan PKI atau BTI yang ada di masyarakat
dilakukan secara berurutan dari desa paling barat di wilayah Kecamatan Sekaran.
Pembersihan terhadap anggota/simpatisan PKI atau BTI di Desa Siman ditetapkan
32
Wawancara dengan Lasmiran. Tanggal 10 Pebruari 2005.
33
Wawancara dengan Lasmiran. Tanggal 10 Pebruari 2005.
34
Wawancara dengan Suprapto Mangunsudarmo. Tanggal 08 September 2004.
35
Wawancara dengan Suprapto Mangunsudarmo. Tanggal 08 September 2004.
10
pada hari selasa pukul 15.00 WIB. Di Desa Sungegeneng, masih pada hari yang
sama, pukul 16.00 WIB.36
Barisan Anshor Serbaguna (Banser) dari Desa Manyar yang telah mendapat
komando sebelumnya bersama dengan aparat militer, sedikit demi sedikit
menyisir desa-desa diberbagai desa di Kecamatan Sekaran.37 Banser dari Desa
Manyar serta beberapa Banser gabungan dari beberapa desa seperti Ngareng dan
Trosono merupakan salah satu pasukan yang sering mendapat tugas ngedrop di
berbagai desa di wilayah Kecamatan Sekaran. Konon, para Banser tersebut
terkenal sangat kuat dan pemberani. Setelah melakukan pembersihan di beberapa
desa, Ruslam selaku ketua Banser Desa Manyar melakukan koordinasi dengan
Ketua Banser Kecamatan Sekaran, Haji Mad yang berasal dari Desa Jugo.
Koordinasi ini menghasilkan suatu kesepakatan bahwa Banser Desa Manyar akan
bergabung dengan Banser Desa Jugo, sedangkan Banser Desa Jugo melakukan
penyisiran terhadap desa lain. Sampai pada akhirnya, Banser gabungan dari Desa
Manyar, Ngareng, dan Jugo tersebut melakukan pengedropan di Desa
Sungegeneng, sedangkan Banser Desa Sungegeneng melakukan pengedropan di
Desa Mertani38 dan seterusnya secara bergantian. Berikut wawancara dengan
Ruslan:
Waktu wonten grebekan niku, anshor-anshor niku kéngkénan saking Sekaran.
Nggéh di perintah, ngédrop mriko-mriko ngoten. Nggéh di perintah ketuané
Anshor, asalé saking Desa Jugo, namine Haji Mad. Mboten angsal bayaran napa-
napa. Ngedro-pé niku tiyang katah, pundi-pundi, nggéh mboten ngriki tok, nggéh
énten nék kanca Trosono, Ngareng kumpul. Sakumpami ten mrika wonten PKI-né
nggéh mriko-mriko ngoten. Banser meriki niku terősé kendel-kendel ngoten. 39
Pengedropan di Desa Sungegeneng, terjadi dua tahap. Tahap pertama
dilakukan oleh Banser Desa Sungegeneng dengan identifikasi korban sebanyak 31
orang yang dianggap sebagai anggota/simpatisan PKI/BTI. Dari ke-31 orang
tersebut, 21 orang dieksekusi di Bengawan Solo (tepatnya di Desa Pangean), 4
orang dieksekusi di perbatasan desa, 2 orang dibuang ke Pulau Buru, dan 4 orang
Selamat.
Desas-desus mengenai pembersihan kedua yang akan dilakukan gabungan
Banser dari Desa Bulu Tigo, Ngareng, Manyar, dan Jugo di Desa Sungegeneng
mulai tersebar. Isu pembersihan tersebut akan dilakukan pada hari raya Ketupat
tanggal 04 Januari 1966.40 Kabar mengenai pembersihan tersebut ternyata bukan
hanya isapan jempol, melainkan kabar nyata. Berikut wawancara dengan
Supadeq:
…barang tekan omah, pas Haji Riduwan Bulutigo ana kana kondo yén déwéké
mélu ngédrop rana-rana, karo nuduhna slepi (wadah bako) sing dumadi saka
lonsong kontole Sutiaji di iris awon kanggo slepi iku. Sutiaji wong PKI kondang
36
Wawancara dengan Suprapto Mangunsudarmo. Tanggal 08 September 2004.
37
Wawancara dengan Ruslan. Tanggal 24 Pebruari 2005.
38
Wawancara dengan Suprapto Mangunsudarmo. Tanggal 08 September 2004.
39
Wawancara dengan Ruslan. Tanggal 24 Pebruari 2005.
40
Hari raya ketupat, adalah Hari Raya yang terhitung tujuh hari setelah Hari Raya
Idul Fitri. Wawancara dengan Suli. Tanggal 07 Pebruari 2005
11
kuwaté, Jupén Kecamatan Larén. Waktu iku endi desa sing ana PKI-né ya di
pateni. 41
sanding kidulé lapangan. Terus akhiré dikongkon balik. Nah iku titik awalé
pongkasan, oléhé lérén sarana didukung, dikuwati pertahanan karo Supangkat iku
maéng”.46
Sebagai upaya untuk mengantisipasi sesuatu yang buruk, pihak-pihak yang
merasa akan dijadikan korban, secepat mungkin mereka mencari perlindungan
dengan segala cara. Seperti halnya Watemo dan Kirno, mereka meminta bantuan
kepada famili di luar kota yaitu: Supangkat.47 Supangkat merupakan salah satu
anggota polisi Brigade Mobil (Brimob) yang sedang bertugas di Surabaya.48
Watemo dan Kirno, sejak dini hari memutuskan untuk pergi ke Surabaya 49 dengan
maksud meminta bantuan Supangkat. Selang dua hari sejak kepergian dua orang
tersebut ke Surabaya, pada sore hari tepatnya pukul 03:30, Supangkat datang
bersama satu kompi pasukan dengan kondisi siap tempur. Sampai di Desa
Sungegeneng, masing-masing anggota Brimob tersebut menyebar di penjuru Desa
Sungegeneng untuk mengantisipasi adanya pembersihan yang dilakukan oleh
Banser. Pengedropan kedua akhirnya dapat digagalkan.50
tetapi keduanya afiliatif. Suwarto berangkat dari unsure PKI, sedangkan Sutompo
berangkat dari unsur BTI. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat
dengan kelompok lain seperti PNI. Jamal Mangunjojo, mantan ketua PNI Cabang
Lamongan adalah teman, dan apabila dirunut kebelakang dari beberapa istri Jamal
(berjumlah 9), mereka masih memiliki hubungan kerabat. Hubungan mereka
sangat dekat, sehingga hubungan Suwarto, Sutompo dengan putera Jamal yang
saat itu menjabat sebagai Ketua PNI Ranting Desa Sungegeneng juga baik. Pola
hubungan pertemanan serta unsure kerabat menjadikan ketiga organ tersebut
hamper sulid dipisahkan. Demikian pula para kadernya. Mereka dengan
seenaknya keluar-masuk dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing
organ tersebut. Oleh karena itu, untuk membedakan apakah si A PNI atau si B
PKI atau BTI sangat sulit. Kondisi demikian ditambah dengan menyatunya
mereka dalam satu wadah kesenian yaitu Lekra. Sehingga sampai beredar istilah
bahwa PKI=PNI=BTI.
Berbeda dengan H. Sa’ed dan H. Ahmad Marzuqi. Mereka menetukan
pilihan yang sama yaitu Masyumi, akan tetapi ketika NU menarik diri dari
Masyumi, keduanya lebih menentukan pilihannya di NU. Keduanya juga
memiliki kesamaan dengan Suwarto dan Sutompo. H. Ahmad Marzuqi dan H.
Sa’ed pada dasarnya juga memiliki hubungan kerabat dengan Jamal Mangunjojo
dari pihak istri. Akan tetapi hubungan mereka tidak sedekat Suwarto dan
Sutompo. Dengan demikian, kelima tokoh tersebut masih memiliki hubungan
kekerabatan yang dekat.
Konversi tanah pertanian yang digulirkan oleh BTI di Desa Sungegeneng,
selalu menempatkan dua organ (PKI,PNI,BTI vs NU) yang berbeda tersebut
selalu berseberangan. Konversi tanah tersebut pada dasarnya merupakan upaya
untuk menghalangi sertifikasi tanah pertanian yang dijalankan oleh H. Sa’ed tanpa
melakukan konversi tanah terlebih dahulu. Dari pengakuan Sutompo, bahwa
konversi tanah yang digulirkan oleh BTI, memilki motif pribadi, dimana antara
Sutompo dengan H. Sa’ed, masing-masing pernah mendapat giliran tanah
pertanian di tempat yang sama dan tanah tersebut saat itu dikelola oleh H. Sa’ed.
Apabila dirunut lebih lanjut tentang hak kelola pertama, tanah pertanian yang
dimaksud, merupakan hak kelola dari orang tua Sutompo. Berikut wawancara
dengan Sutompo:
Dadi nek tanahe dewe sawah nduwur kono yo balik nang sawah nduwur kono.
Lah sawah nduwur kan kurus, bumine kan lemu-lemu (sawah sebelah selatan
Mbajangan, red). Lah nek iku pancene di konversi temen balek asal, wes, dadine
tekke bapakku nomor pitu (7) yo balek nomer pitu (7), gak iso nomer siji, ngono
dek iku maksute.
E. Kesimpulan
Untuk mengakhiri tulisan ini, kesimpulan yang didapat adalah bahwa faktor
pendorong utama terhadap peristiwa pembantaian massal di Desa Sungegeneng
adalah konflik keluarga. Konflik keluarga bersinergi dengan proses politik serta
ekonomi di tingkat desa. pergeseran faktor keluarga menjadi faktor politik,
ekonomi dsb, merupakan hasil dari proses relasional yang dibangun masing-
masing pihak untuk memperkuat dirinya sebagai upaya untuk mencapai
kemenangan. Masing-masing kekuatan yang ada di balik para tokoh tersebut,
dengan sendirinya larut dan terseret dalam lingkaran konflik keluarga yang
sebelumnya telah terbentuk.
Lampiran