UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 untuk meninjau literatur empiris tentang pengembangan gejala stres pasca trauma pada anak, memprediksi dan meringkas adanya faktor-faktor risiko yang mungkin akan ditemukan dalam praktek klinis dan penelitian Tujuan pencarian database secara online pada PsycINFO, PILOT, Medline, dan PubMed. Selanjutnya penelitian diidentifikasi melalui daftar referensi artikel yang dipilih Metode kumpulan masalah psikologis saat trauma, pengalaman subjektif anak tentang keparahan trauma/ancaman hidup, denyut jantung meningkat segera setelah trauma, keyakinan mengenai gejala awal, penekanan pikiran aktif, dan stres pasca trauma orangtua. Semuanya menjadi prediktor konsisten dari stres pascatrauma yang bertahan pada anak- anak Hasil Variabel spesifik berguna dalam memprediksi stres pasca trauma setelah cedera, yang akan dibahas pada anak yang mengalami stres karena trauma. Kesimpulan Cedera (injury) pada anak merupakan masalah kesehatan utama saat ini. Diperkirakan lebih dari sembilan juta anak-anak dan remaja usia 19 tahun terluka di Amerika Serikat pada tahun 2008. Pada tahun 2007, kunjungan IGD karena cidera 18,5 % : anak usia 14 tahun 18,1 % : remaja & dewasa muda usia 15- 24 tahun. Penyebab cedera pada anak-anak dan remaja tabrakan kendaraan bermotor luka bakar jatuh masalah kekerasan masyarakat. sering menimbulkan masalah emosional dan masalah psikologis untuk anak-anak dan orang tua. intervensi medis selanjutnya kesulitan setelah cidera penderitaan fisik Yang paling menonjol gejala gangguan stres pasca trauma (PTSD) atau gangguan stres akut (ASD).
cidera dapat menyebabkan tingkat stres pasca trauma yang lebih tinggi pada anak-anak daripada masalah kesehatan anak lainnya yang serius seperti diabetes dan kanker
Banyak penyedia layanan kesehatan tidak menyadari faktor-faktor yang berhubungan dengan stres pasca trauma pada anak dan beberapa dari mereka menilai reaksi stres pasca trauma pada anak adalah kemungkinan yang biasa terjadi. Perawatan psikologis kurang Gejala Stress Pascatrauma Perasaan mengalami kembali kejadian traumatik Menghindari rangsangan yang berkaitan dengan trauma Hyperarousal PTSD Gejala harus bertahan > 1 bulan ASD Gejala <1 bulan dan disertai gangguan disosiatif Kazak et al., 2006 Model stres pasca trauma bagi anak-anak dalam pengaturan perawatan kesehatan anak Fase pertama meliputi respon anak terhadap trauma selama dan segera setelah peristiwa traumatis yang potensial Fase kedua berupa tanggapan langsung yang berkembang menjadi gejala stres akut Fase ketiga anak mulai mengembangk an stres pasca trauma dengan simtomatologi kronis Tiga kategori perjalanan waktu timbulnya gejala Pertahanan kuat tidak pernah berkembang menjadi stres pasca trauma Berhasil pulih awalnya mengalami penderitaan tetapi pulih dalam beberapa minggu pasca cedera Kronis terus mengalami gejala stres pasca trauma berbulan-bulan dan bertahun-tahun pasca cedera Le Brocque, Hendrikz, dan Kenardy (2010) Kriteria Inklusi studi empiris yang diterbitkan pada tahun 2000 atau kurang digunakan sampel pasien cedera anak diperiksa gejala stres pasca trauma (termasuk PTSD atau ASD, atau peringkat keparahan gejala terus menerus pada gangguan ini) melaporkan data pada variabel terkait dengan hasil tersebut. Kriteria eksklusi sampel dewasa mempelajari kondisi anak atau trauma selain cedera jika mereka menunjukkan bahwa porsi yang cukup besar dari sampel mereka mengalami cedera otak traumatis. Faktor-faktor yang berkaitan dengan stress pascatrauma yang menyertai cedera pediatri Jenis Kelamin Usia Ras/etnis Fungsi Psikologis pra-cedera Paparan trauma pra-cedera Tidak konsistennya hasil- hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh jenis kelamin perempuan sebagai faktor risiko stress post trauma pada anak-anak masih belum jelas Terjadi peningkatan insidensi PTSD pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki, terutama pada 6 minggu pertama setelah trauma Kassam-Adams (2005); Holbrook et al (2005); Nugent et al (2006). Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan stres post tauma (desain metodologi yang sama ) Keppel Bendon et al (2002); Chapman & Knudson (2005); Zatzick & Grossman (2006). usia muda berhubungan dengan timbulnya gejala post trauma hanya pada gejala-gejala segera dan bukan pada gangguan stres yang kronik. usia yang lebih muda berhubungan dengan banyaknya gejala yang muncul pada stres pascatrauma dalam waktu 1- 6 bulan setelah cedera, tidak didapatkan hubungan usia dengan gejala pada 18 bulan setelah kejadian. perkembangan gejala lebih tinggi pada remaja usia > 16 tahun daripada remaja <15 tahun. hasil penelitian ini kurang kuat karena tidak mengontrol variabel lain seperti kesengajaan trauma dan waktu penelitian. Kassam-Adams (2004); Scherier et al (2005); Holbrook et al (2005) Zatzick et al, 2006 remaja suku minoritas yang mengalami trauma hebat menunjukkan gejala yang lebih banyak daripada remaja ras mayoritas pada beberapa minggu awal setelah kejadian. Zink & McCain (2003); Kassam-Adams & Winston (2004); Schreier et al (2005); Sanders et al (2005); Nugent et al (2006); ras dan suku bukan faktor pencetus kuat dalam timbulnya stres pascatrauma pada anak- anak karena beragamnya jenis trauma itu sendiri, waktu kejadian, kelompok usia, juga derajat keparahan trauma. Meiser-Stedman et al (2007); Scheeringa et al (2006); pengalaman yang mengancam hidup sebelumnya tidak berhubungan dengan stres pascatrauma setelah kecelakaan yang terjadi saat ini. Tetapi penelitian ini tidak melaporkan apakah kejadian trauma sebelumnya serupa atau tidak dengan kejadian taruma sekarang. Kepperl-Benson (2002) ; Scherier et al (2005) Anak-anak yang sebelumnya sudah pernah mengalami kecelakaan lalu lintas mempunyai gejala pascatrauma yang lebih sedikit dibanding dengan anak-anak yang belum pernah mengalami kecelakaan lalu lintas. Karakteristik Cedera dan Faktor yang Berhubungan dengan Trauma Mekanisme cedera Keparaha n cedera Tipe cedera Keparaha n trauma subjektif Denyut nadi Kognisi dan Memori yang spesifik terhadap trauma Mekanisme cedera mengacu pada jenis peristiwa traumatik yang menghasilkan cedera tidak ada nilai prediktif dalam hubungan stres pasca trauma setelah cedera terkait lalu lintas pengendara kendaraan bermotor Pengendara sepeda Pejalan kaki (Ehlers, Mayou, & Bryant, 2003; Keppel- Benson et al, 2002;. Zink & McCain, 2003) terluka dalam berlalu lintas diserang tidak berbeda satu sama lain dalam mempengaruhi stres akut (Meiser-Stedman et al., 2007) Tidak ada perbedaan gejala perkembangan stres pascatrauma Nugent et al. (2007 jatuh cedera olahraga perkelahian luka bakar Fein et al., (2002) Diserang Menyerang Holbrook et al. (2005) melaporkan remaja yang sengaja dilukai (seperti, diserang, ditembak, ditusuk) cenderung mengalami beberapa gejala klinis PTSD yang lebih parah selama 2 tahun berikutnya. Namun, mereka tidak memberikan informasi lebih rinci berkaitan dengan apakah ada hubungan khusus untuk waktu tertentu. Indikator lain dari keparahan cedera, seperti waktu masuk ke rumah sakit dan durasi waktu yang lebih lama tinggal di rumah sakit, telah menunjukkan prediksi stres pasca trauma berat ketika tidak menggunakan ISS Salah satu metode kuantifikasi keparahan cedera yang sering digunakan dalam literature adalah skor keparahan cedera atau Injury Severity Score (ISS) anak-anak yang mengalami cedera berat lebih mungkin untuk mengalami stres setelah trauma daripada anak-anak dengan cedera yang lebih ringan Penelitian lain dengan pendekatan statistik yang serupa dan sampel cedera telah melaporkan stress pasca trauma yang tidak berasosisi dengan masuk ke rumah sakit (Meiser-Stedman et al, 2007) atau pada unit perawatan intensif anak (Kassam-Adams & Winston, 2004) atau lama tinggal di rumah sakit (Schreier et al, 2005). Ketidakkonsistenan ini mungkin tidak mengherankan karena masuk kerumah sakit dan lama waktu tinggal dapat tergantung pada faktor-faktor lain seperti ketersediaan tempat tidur dan status asuransi. Namun, pasien yang sedang dirawat di rumah sakit juga menunjukkan intervensi medis yang lebih intens dan invasive, yang mungkin juga menjelaskan temuan yang signifikan. Ketika Keppel- Benson et al (2002) memasukkan intervensi invasif medis dalam evaluasi terhadap keparahan cedera, Beberapa penelitian menemukan bahwa jenis cedera berkelanjutan tidak terkait dengan stres pasca trauma Meiser-Stedman et al (2007) dan Winston et al (2003) menemukan bahwa adanya fraktur ekstremitas tidak signifikan terkait dengan stres pasca trauma dalam beberapa minggu dan bulan setelah cedera. Fein et al (2002) dan Zink & McCain (2003) menemukan bahwa setelah varietas cedera, termasuk memar, patah tulang, cedera kepala, laserasi, luka perut dan luka-luka yang lain, jenis cedera tidak memprediksi stres pasca trauma pada beberapa bulan posttrauma. Satu-satunya pengecualian dilaporkan oleh Le Brocque et al (2010), yang mengamati bahwa anak-anak dengan fraktur kompleks dan luka bakar lebih mungkin berada di kelompok kronis dibandingkan kelompok tangguh. Ehlers et al. (2003), Holbrook et al. (2005), dan Meiser-Stedman et al. (2007) menemukan bahwa anak-anak yang dinilai cedera mereka lebih subyektif dalam pengalaman cedera dan memiliki gejala stress lebih pasca trauma dibandingkan mereka yang kurang memiliki riwayat cedera dalam waktu berminggu minggu dan berbulan bulan menjalani cedera. Winston et al. (2003) menemukan bahwa anak-anak yang percaya mereka akan mati saat terjadi tabrakan lalu lintas lebih mungkin untuk berkembang menjadi gejala PTSD dibandingkan dengan mereka yang tidak percaya bahwa mereka akan mati. Denyut jantung adalah penanda penting psikologis kecemasan dan secara rutin diukur tim medis ketika seorang anak terluka denyut jantung meningkat berdasarkan usia dan jenis kelamin peningkatan denyut jantung sebagai prediktor potensial untuk pengembangan stres pasca traumatik Meskipun denyut jantung tampaknya menjadi prediktor yang cukup kuat pada stres pasca trauma menyusul cedera traumatis, harus diperhatikan faktor lain yang mempengaruhi seperti rasa sakit dan obat-obatan yang diterima referensi pengalaman indrawi dan emosional narasi trauma tidak memprediksi pikiran pengganggu atau gejala penghindaran. Anak yang mengalami perasaan terisolir, ditindas, disalahkan, kekhawatiran berlebih mendukung terjadinya stres pasca trauma kognitif terkait dengan trauma tertentu menjadi prediktor kuat gejala stres pasca trauma sampai dengan 6 bulan setelah cedera pada anak-anak yang telah menderita kecelakaan lalu lintas. kognisi terkait dengan trauma tertentu menjadi prediktor kuat gejala stres pasca trauma sampai dengan 6 bulan setelah cedera pada anak-anak yang telah menderita kecelakaan lalu lintas karakteristik tujuan cedera, seperti mekanisme cedera, jenis cedera, dan keparahan cedera tampaknya tidak menjadi prediktor yang konsisten pascastres traumatik pada anak-anak. Keparahan yang dirasakan dari trauma sebagai subyektif dialami oleh anak dan berelevasi dengan denyut jantung segera setelah cedera, namun, dapat untuk memprediksi stres pasca trauma. Kognitif anak-anak dan cara mereka menafsirkan munculnya gejala- akut, relevan dengan gejala stres pasca trauma. Variabel Keluarga Stres Pascatrauma pada Orang Tua Lingkungan Keluarga Pengaruh sindrom stress pascatrauma yang dialami orang tua terhadap stress pada anak. gejala ASD pada orang tua berpengaruh secara langsung terhadap anak dengan luka bakar Saxe et al. (2005) dan Stoddard et al. (2006) tingginya stress pascatrauma pada orang tua selama perawatan anak di RS menimbulkan stress pascatrauma pada anak terjadi lebih dari 6 bulan (terutama bagi anak dengan denyut nadi yang lemah) Likewise, Nugent el al. (2007) korelasi antara gejala pascatrauma pada orang tua dan anak mencapai 18 bulan pascacedera Shreier et al. (2005) Gejala stress pada orang tua lebih mempenga ruhi anak yang masih muda dibanding yang telah dewasa bahwa ikatan keluarga yang dilaporkan oleh orang tua tidak memiliki dampak terhadap stress pascatrauma pada anak tingginya konflik keluarga mempengaruhi munculnya gejala dibandingkan anak dengan konflik keluarga yang rendah tetapi anak dari keluarga dengan level ekspresivitas rendah dan level orientasi penghargaan tinggi menyokong timbulnya gejala yang lebih banyak Schreier et al. (2005) dan Zatzick et al. (2008) Schreir et al. (2005) Ringkasnya, gejala stress pasca trauma yang dipicu oleh orang tua dari anak yang cedera tampaknya dapat menjadi prediksi bagi stress pascatrauma pada anak Makalah ini meninjau literatur empiris terkini yang peduli terhadap perkembangan stres pascatrauma yang menyertai cidera pediatri serta merangkum risiko dan faktor prediktif sebagai informasi bagi penatalaksanaan klinis. Tinjauan ini menampilkan beberapa tren dan pola pada literatur tapi juga menggarisbawahi beberapa inkonsistensi yang terjadi. Simpulan Perempuan memiliki risiko lebih tinggi dibanding laki-laki, tetapi perbedaan ini tidak cukup signifikan. Beberapa studi menemukan anak yang lebih muda berisiko mengembangkan stress akut tetapi hubungan ini hilang seiring waktu dan pulih secara cepat Pracedera psikologis dan masalah perilaku, pengalaman subjektif anak tentang ancaman trauma dan denyut nadi yang meningkat segera setelah trauma tampaknya menjadi faktor risiko yang kuat pada fase pertama Keyakinan anak mengenai gejala awal, penekanan pemikiran aktif, dan stress orang tua pasca trauma tampak sebagai faktor risiko yang konsisten pada fase kedua Screening Tool for Early Predictors of PTSD (STEPP) Penelitian masa depan harus menjelaskan peran dari riwayat trauma pracedera dan lingkungan keluarga. Perilaku kognitif dan intervensi keluarga dapat menjadi pencegahan paling sukses bagi perkembangan gejala. STEPP menilai kemungkinan berkembangnya stress pascatrauma didasarkan pada faktor risiko tertentu STEPP memiliki tingkat sensitivitas cukup tinggi, namun tingkat spesifitas menengah, lebih akurat mengidentifikasi anak dengan risiko tinggi dibanding risiko rendah Item ini dapat direvisi dan diperbaharui berdasarkan literatur terbaru untuk memaksimalkan keakuratan identifikasi bagi siapa yang berisiko tinggi dan yang tidak. TERIMA KASIH