Anda di halaman 1dari 7

TUGAS NEUROLOGI

TETANUS











Disusun Oleh :
Diwiasti Firdausi Yasmin
G 99131034



Pembimbing :
Dr. Subandi Sp.S, FINS



KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
2014

TETANUS

A. DEFINISI DAN ETIOLOGI
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang
periodik dan berat. Clostridium tetani merupakan bakteri berspora, gram (+)
anaerob. Dapat dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia
dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini
bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka
seseorang ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin.
Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus,
bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus
ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

B. PATOFISIOLOGI
Clostidium tetani spora masuk melalui luka terkontaminasi seperti
otitis media, luka anaerob, infeksi gigi, atau infeksi tali pusat pada tetanus
neonatorum. Pada luka yang anaerob, spora berkembang kemudian lisis
menjadi C.tetani bentuk aktif.
C.tetani menghasilkan eksotoksin berupa tetanospasmin dan
tetanolisin. Yang kemudian berikatan dengan motor neuron perifer, masuk ke
axon kemudian ke arah sel badan neuron di medulla spinalis melalui cara
transpor retrograde interneuronal. Toxin bermigrasi melewati sinaps
menghambat pelepasan neurotransmitter inhibitor GABA. Sehingga
menyebabkan disinhibisi pada motor neuron sehingga aktivitas motor neuron
meningkat menyebabkan terjadinya rigiditas, peningkatan tonus otot dan
spasme umum.
Selain menyebar melalui saraf, toxin tetanus juga dapat menyebar
melalui pembuluh darah dan limfe sehingga menyebabkan generalized
tetanus. Biasanya toxin mengenai otot-otot wajah, otot perut, dan otot polos
yaitu pada otot jantung dan pernafasan.
C. GEJALA
1. Kejang.
Kejang dapat lokal atau general. Kejang terjadi beberapa kali dan timbul
dengan rangsang cahaya, suara, atau termis. Kesadaran pasien tetap normal
saat kejang, dan sebelumnya tidak disertai dengan demam.
2. Kepala: trismus, risus sardonikus
3. Epistotonus yang bisa berlanjut sampai kaku kuduk
4. dapat disertai adanya luka tusuk atau tidak.
5. laboratorium biasanya dalam batas normal.

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan jenisnya, ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis,
yakni:
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tetanus umum)

1. Tetanus Lokal
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten
pada daerah tempat dimana luka terjadi. Kontraksi otot tersebut biasanya
ringan, bisa bertahan dalam beberapa hari hingga beberapa bulan tanpa
progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa
berlanjut menjadi tetanus umum, tetapi dalam bentuk yang ringan dan
jarang menimbulkan kematian.
2. Cephalic tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa
inkubasi berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media kronik, luka
pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga
hidung.
3. Tetanus Umum (Generalized Tetanus)
Bentuk ini yang paling banyak dijumpai. Trismus merupakan gejala
utama yang sering dijumpai, yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot
masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan
terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus
Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus
(kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan
otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas. Bisa
terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan di
dalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi begitupun
bisa mencapai 40 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan
darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal.
Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.

Berdasrkan derajatnya, tetanus dibagi tiga, yaitu:
1. Derajat I (tetanus ringan)
Trismus (lebar antar gigi sama atau lebih 2 cm)
Kekakuan umum
Tidak dijumpai kejang
Tidak dijumpai gangguan respirasi
2. Derajat II (tetanus sedang)
Trismus (lebar kurang dari 1 cm)
Kekakuan umum makin jelas
Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
3. Derajat III
- Derajat III a. tetanus berat
Trismus berat (kedua baris gigi rapat)
Otot sangat spastis, timbul kejang spontan
Takipnea, takikardia
Spasme laryng
- Derajat III b. tetanus dengan gangguan saraf otonom
Gangguan otonom berat
Hipertensi berat dan takikardi, atau
Hipotensi dan bradikardi
Hipertensi berat atau hipotensi berat

E. PENATALAKSANAAN
1. UMUM
Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan
peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan
pemafasan sampai pulih.
a. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka, membuang benda
asing dalam luka, serta kompres dengan HO, lalu sekitar luka disuntik
ATS.
b. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan
membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat
diberikan personde atau parenteral.
c. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan
terhadap penderita .
d. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. OBAT-OBATAN
a. Antibiotika :
Diberikan peniciline prokain dosis 50.000 Unit/KgBB/12 jam
secara IM selama 10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat
diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/24
jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi
(4 dosis). Selain itu dapat ditambahkan antibiotik anaerob seperti
metronidazol dengan dosis 15 mg/kg BB/8jam.
Kedua jenis antibiotika ini (antibiotik gram positif dan anerob)
hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk
toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi seperti
sepsis atau pneumonia, pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.
b. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin
(TIG) dengan dosis 3000-6000 U (12-24 ampul), satu kali pemberian saja.
TIG harus diberikan secara IM tidak boleh diberikan secara intravena
karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin",
yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius.
Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus
antitoksin (ATS) dengan dosis 20.000 U diberikan secara IM.
Selanjutnya 10.000 U/hari IM sampai gejala hilang.
ATS perlu diberikan dosis maintenance sebab waktu paruhnya
pendek, sedang bakteri Clostridium tetani yang belum mati masih
membuat toksin. Tetapi bila memakai tetanus immunoglobulin (TIG)
hanya sekali pemberian karena waktu paruhnya panjang.

c.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama dilakukan
bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda
dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus
selesai.
d. Antikonvulsan
Penyebab utama kematian pada tetanus adalah kejang klonik yang hebat,
spasme otot dan laring beserta komplikasinya. Dengan penggunaan obat
obatan sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.
Obat anti konvulsan yang dipergunakan untuk tetanus berupa
diazepam, obat ini diberikan melalui bolus injeksi. Pemberian
berikutnya tergantung pada hasil evaluasi setelah pemberian anti kejang.
Bila masih terdapat kejang, pemberian dapat diulang dalam 15 menit
kemudian, yang mana jumlahnya tidak boleh melebihi 8 ampul/hari.
Untuk mengatasi kejang dosis maintenance, dapat diberikan
diazepam 2 ampul dalam 500 ml D5% dan diberikan 20 tetes per menit.
Dosis diazepam dapat dinaikkan sampai 4 ampul dalam 500 ml D5%
sesuai dengan klinik. Penggunaan diazepam perlu dimonitor karena
dapat menyebabkan depresi pernafasan.
Bila dalam penggunaan diazepam kejang masih terjadi, sedang
dosis maksimal telah tercapai, maka penggabungan dengan anti kejang
lainnya harus dipertimbangkan.
F. PROGNOSIS
Prognosis tetanus diklasikasikan dari tingkat derajatnya, dimana :
1. Ringan: bila tidak adanya kejang umum
2. Sedang: bila sekali muncul kejang umum
3. Berat : bila kejang umum yang berat sering terjadi, dan terdapat gangguan
otonom.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-
otot pernafasan, atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektase serta kompresi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang.
Pasien sebaiknya dirawat di ICU, untuk mengantisipasi bila terjadi gagal
jantung atau gagal nafas.

Anda mungkin juga menyukai