Anda di halaman 1dari 25

TRAUMA MATA

A. Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma
mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang
ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.
Alat rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Macam-macam bentuk trauma antara lain :
1. Truama Fisik atau mekanik meliputi trauma tumpul dan trauma tajam
2. Trauma Khemis meliputi trauma khemis basa, cuka, asam-asam dilaboratorium dan gas air mata.
3. Trauma Fisis meliputi trauma termal dan trauma bahan radioaktif.
(dcolz, 2010, 1,2, http://dcolz.wordpress.com, diperoleh 23 Januari 2010)

B. Trauma Fisik atau Mekanik
Trauma mekanik pada mata sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak-anak dan orang
dewasa muda. Pada kelompok inilah trauma pada mata sering terjadi (50%) yaitu umur kurang
dari 18 tahun (di USA).
Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari rongga orbita, rima orbita, alis, tulang pipi dan
hidung, lemak orbita, reflex mengedip, bulu mata, sekresi kelenjar kelopak mata dan
konjungtiva, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi
frekwensi kecelakaan masih tinggi. Terlebih - lebih dengan bertambah banyaknya kawasan
industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan bertambah ramainya
lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung kecelakaan akibat
perkelahian, yang juga mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat
main panahan, ketepel, senapan angin atau akibat lemparan, tusukan dari gagang mainan.
Sebaiknya bila ada trauma mekanik mata segera dilakukan pemeriksaan dan pertolongan karena
kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan. Adapun pemeriksaan - pemeriksaan
yang diperlukan :
Anamnesa: Kapan, dimana, ada saksi atau tidak, bagaimana visus sebelum trauma, penderita
memakai kacamata atau tidak, kalau memakai kacamata pecah atau tidak,apakah ada benda asing
masuk pada mata atau tidak.
Status Lokalis : Dilakukan pemeriksaan pada setiap jaringan mata secara teliti dan cermat serta
keadaan sekitar mata. Trauma mekanik pada mata dibedakan ada 2 macam yaitu : trauma
mekanik tumpul dan trauma mekanik tajam.
1. Trauma Mekanik Tumpul
Gelombang tekanan akibat trauma menyebabkann tekanan yang sangat tinggi dalam waktu
singkat didalam bola mata. Tekanan dalan bola mata ini akan menyebar antara cairan vitreus dan
sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat
dimana ada perbedaan elastisitas, misal daerah limbus, sudut iridocorneal, ligamentum zinni dan
corpus ciliaris.
Respon jaringan akibat trauma menimbulkan : 1). Gangguan molekuler. Dengan adanya
perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2). Reaksi Pembuluh darah. Reaksi
pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak,
cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. 3). Reaksi Jaringan. Reaksi Jaringan ini
biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya.
a. Palpebra
1) Perdarahan Kornea = ecchymosis, black eye
Pada perdarahan hebat, palpebra menjadi bengkak dan berwarna kebiru-biruan, karena jaringan
ikat palpebra halus, perdarahan ini dapat menjalar ke jaringan lain di muka, juga dapat
menyeberang melalui pangkal hidung ke mata yang lain menimbulkan hematom kacamata (bril
hematom) atau menjalar ke belakang menyebabkan eksofthalmos. Bila ecchymosisi tampak
segera sesudah trauma, menunjukkan bahwa traumanya hebat, oleh karenanya harus dilakukan
pemeriksaan seksama dari bagian mata yang lainnya. Juga perlu pemeriksaan foto rontgen
tengkorak.
Bila tak terdapat kelainan mata lainnya dapat diberikan kompres dingin dan 24 jam kemudian
kompres hangat untuk mempercepat resorpsi, disamping obat koagulansia. Bila perdarahan
timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktura dari dasar tengkorak. Dari waktu
antara trauma terjadi sampai timbulnya ecchymosis dapat diketahui kurang lebih letak fraktura
tesebut. Kalau perdarahannya timbul 3 - 4 hari setelah trauma, maka frakturanya terletak di
belakang sekali.
2) Emfisema Palpebra
Menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga timbul hubungan langsung antara
ruang orbita denga ruangan hidung atau sinus- sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina
papyricea os ethmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga orbita, karena dinding ini
tipis.
Pengobatan : berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari palpebra dan
dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat memperhebat emfisemanya.
Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturanya.
3) Luka Laerasi dipalpebra
Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tetapi
bersihkanlah lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila pembengkakannya telah
berkurang, baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan, bila tidak perlu. Bila luka hebat,
sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit retroaurikuler, brachial dan
supraklavikuler.
4) Ptosis
Kausa :
- Parese atau paralise m. palpebra superior (N. III.)
- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra
- Bila ptosisnya setelah 6 bulan pengobatan denga kortikosteroid dan neurotropik tetap tak
menunjukka perbaikan, mak dilakukan operasi.
b. Konjungtiva
1) Perdarahan Sub Konjungtiva
Tampak sebagai bercak merah muda atau tua, besar, kecil tanpa atau dsertai peradangan mata.
Pengobatannya, simptomatis dengan Sulfazinci, antibiotika bila taku terkena infeksi.
Perdarahannya sendiri dapat diabsorbsi dalam 1 2 minggu, yang dapat dipercepat dengan
pemberian kompres hangat selam 10 menit setiap kali. Kompres hangat jangan diberikan pada
hari pertama, karena dapat memperhebat perdarahannya, pada waktu ini sebaiknya diberikan
kompres dingin.
2) Edema
Bila masif dan terletak sentral dapat mengganggu visus. Kondisi ini dapat diatasi dengan jalan
reposisi konjungtiva atau menusuk konjungtiva sehingga terjadi jalan untuk mengurangi edema
tersebut. Dapat juga dibantu dengan cairan saline yang hipertonik untuk mempercepat
penyerapan.
3) Laserasi
Bila laserasi sedikit ( < 1 cm) dapat diberi antibiotika untuk membatasi kerusakan. Daya
regenerasi epitel konjungtiva yang tinggi sehingga akan tumbuh dalam beberapa hari. Bila > 1
cm dijahit dan diberikan antibiotika.
c. Kornea
1) Erosi Kornea
Bila pennderita mengeluh nyeri, photofobi, epifora, blefarospasme, perlu kita lakukan
pemeriksaan pengecatan fluorescein. Bila (+) berarti sebagian kornea tampak hijau yang berarti
ada suatu lesi atau erosi kornea. Pengobatan dengan bebat mata dan diharapkan 1 - 2 hari terjadi
penyembuhan. Bila erosi luas maka perlu tambahan antibiotika.
2) Edema Kornea
Dapat berupa edema yang datar atau edema yang melipat dan menekuk ke dalam masuk ke
membran bowman dan descemet. Pengobatan dengan bebat mata dan antibiotika, kadang-kadang
diperlukan lensa kontak untuk melindungi kornea pada fase penyembuhan.


d. Bilik Mata Depan : terjadi Hifema
Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar. Merupakan keadaan yang gawat. Sebainya
dirawat, Karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat daripada perdaran primer,
yang biasanya timbul hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan
darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu cukup untuk
regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah di dalam bilik mata depan,
dapat menghambat aliran aquos ke dalam trabekula, sehingga dapat menimnbulkan galukoma
sekunder. Hifema dapat pula menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk
hemosiderin, yang dapat meresap masuk ke dalam kornea, menyebabkan kornea berwarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan
pada hifema adalah : glaucoma sekunder, uveitis dan hemosiderosis atau imbibisio kornea.
Hifema dapat sedikit dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik
dan tekanan intraokuler normal. Perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan, dapat
menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata terasa sakit oleh
glaukomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh bilik mata depan rasa sakit bertambah dan visus
lebih menurun lagi, karena tekanan intraokulernya bertambah pula.
Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Istirahat ditempat tidur dengan elevasi kepala 30 45
derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak bergerak. Keadaan ini harus
dipertahankan minimal 5 hari. Pada anak-anak mungkin harus diikat tangan dan kakinya
ditempat tidur. Kedua mata ditutup, atau dapat pula mata yang sakit saja yang ditutup. Beri salep
mata, koagulansia. Bila terisi darah segar, berikan antifibrinolitik, supaya bekuan darah tak
terlalu cepat diserap, untuk memberi kesempatan pembuluh darah menyembuh, supaya tak
terjadi perdarahan sekunder. Pemberiannya tak boleh melewati 1 minggu, karena dapat
mengganggu aliran humor aquos, menimbulkan glaucoma dan imbibisio kornea. Dapat diberikan
4 kali 250 mg transamic acid. Selama dirawat yang perlu dipehatikan adlah hifema penuh atau
tidak, tekanan intraokuler naik atau tidak, fundus terlihat atau tidak.Hifema yang penuh dengan
kenaika intra okuler, perlu pemberian diamox, gliserin yang harus dinilai dalam 24 jam. Jika
tekanan intraokuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, dilakukan parasentese. Jika
tekanan menjadi normal, diamox tetap diberikan dan dinilai setiap hari. Bila tekanan ini tetap
normal dan darah masih terdapat sampai hari ke 5 9,dilakukan parasentese. Bila terdapat
glaukoma yang tak dapat dikontol dengan cara diatas, maka dilakukan iridenkleisis, dengan
merobek iris, yang kemudian diselipkan diantara insisi korneo skleral, sehingga pupil tampak
sebagai lubang kunci yang terbalik.
e. Iris
1) Iridoplegi
Merupakan kelumpuhan otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis. Iridoplegi ini dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pengobatan sebaiknya istirahat untuk
mencegah terjadi kelelahan sfinter dan pemberian roboransia.
2) Iridodialisis
Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan
biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisa. Pada
pemerisaan oftalmoskop terdapat warna merah pada pupil dan juga pada tempat iridodialisa,
yang merupakan reflek fundus.Pengobatan dapat dicoba dengan midriatika, sehingga pupil
menjadi lebar dan menekan pada akarnya. Istirahat ditempat tidur. Mata ditutup. Bila
menimbulkan diplopia, dilakukan reposisi, dimana iris dikaitkan pada sclera.
f. Pupil : terjadi Midriasis
Disebabkan iriodoplegi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil. Iridoplegi
ini dapat terjadi temporer 2 3 minggu, dapat juga permanen, tergantung adanya parese atau
paralise dari otot tersebut. Dalam waktu ini mata terasa silau. Pengobatan sebaiknya istirahat
untuk mencegah terjadi kelelahan sfingter dan pemberian roboransia.
g. Lensa
1) Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena ruptura dari zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat pula
total (luksasi). Lepasnya dapat kedepan dapat pula ke belakang. Bila tak menimbulkan penyulit
glaucoma atau uveitis, dibiarkan saja, dengan memberi koreksi keadaan refraksinya. Baru
dilakukan ekstraksi lensa bila kemudian timbul penyulit glaucoma, uveitis dan katarak, setelah
glaucoma dan uveitisnya diredakan dahulu.
2) Katarak Traumatika
Katarak ini timbul karena gangguan nutrisi. Ada macam-macam katarak traumatika yaitu vosius
ring, berbentuk roset(bintang), dengan kapsula lensa yang keriput. Pengobatan tergantung saat
terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
ambliopia. Untuk mencegah ambliopia dapat dipasang lensa intraokuler primer atau sekunder.
Pada katarak trauma bila tidak terjadi penyulit dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila
terjadi penyulit seperti glaucoma, uveitis dan lai sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi
lensa.


h. Badan Kaca : terjadi Perdarahan Badan Kaca
Darah berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan didalam
badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui keadaan
dibagian posterior mata.
Pengobatan dapat diberikan koagulansia per oral atau parenteral disamping istirahat di tempat
tidur. Tindakan operatif vitrektomi, baru dilakukan bila setelah 6 bulan dilakukan pengobatan,
masih terdapat kekeruhan, untuk memperbaiki tajam penglihatan.
i. Retina
1) Edema Retina
Edema retina biasanya didaerah polus posterior dekat macula atau di perifer. Tampak retina
dilapisi susu. Bila terjadi di macula, visus sentral terganggu dengan skotoma sentralis. Dengan
istirahat, edema dapat diserap dan refleks fovea tampak kembali. Untuk mempercepat
penyerapan dapat disuntikkan kortison subkonjungtiva 0,5 cc 2 kali seminggu.
2) Ruptura Retina
Robekan pada retina menyebabkan ablasi retina = retinal detachment. Umumnya robekan berupa
huruf V didapatkan di daerah temporal atas. Melalui robekan ini, cairan badan kaca masuk ke
celah potensial di antara sel epitel pigmen dan lapisan batang dan kerucut, sehingga visus dapat
menurun, lapang pandang mengecil, yang sering berakhir kebutaan, bila terdapat ablasi total.
Pengobatan harus dilakukan segera, dimana prinsipnya dilakukan pengeluaran cairan subretina,
koagulasi ruptura dengan diatermi.
3) Perdarahan Retina
Dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk perdarahan
tergantung lokalisasinya. Bila terdapat dilapisan serabut saraf tampak sebagai bulu ayam, bila
tampak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas, perdarahan di depan retina
mempunyai permukaan yang datar di bagian atas dan cembung di bagian bawah. Darahnya dapat
pula masuk ke badan kaca. Penderita mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan
penglihatannya, kalau banyak masuk kedalam badan kaca dapat menutup jalannya cahaya,
sehingga visus terganggu.
Pengobatan dengan istirahat di tempat tidur, istirahat mata, di beri koagulansia, bila masuk ke
badan kaca diobati sebagai perdarahan badan kaca.
j. Sklera : terjadi Robekan Sklera
Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada robekan yang
besar lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika. Robekan ini
biasanya terletak di bagian atas.

k. Nervus Optikus
1) Avulsi Papil Saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata.
Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir
dengan kebutaan.Penderita ini perlu dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
2) Optik Neuropati Traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan
edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya
kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna
dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam beberapa minggu sebelum menjadi
pucat.
Pengobatan adalah dengan merawat penderita pada waktu akut dengan memberi steroid. Bila
penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan.
l. Enoftalmus
Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon yang menyelubungi bola mata di luar sclera atau
disebabkan fraktura dasar orbita. Oleh karena itu harus dibuat foto rontgen dari tulang tengkorak.
Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih terdapat edema. Gejalanya : penderita merasa
sakit, mual, terdapat diplopi pada pergerakan mata keatas dan ke bawah. Saraf infra orbita sering
rusak dan penderita mengeluh anesthesia pada kelopak mata atas dan ginggiva.
Pengobatan : operasi, dimana dasar orbita dijembatani dengan graft tulang kartilago atau badan
aloplastik.
m. Eksoftalmus
Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber berasal dari A. Oftalmika beserta cabang-
cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur perdarahan diserap kembali, juga diber koagulansia.
Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma antara arteri karotis interna
dan sinus kavernosus.
Pengobatan : pengikatan pada a. karotis sisi yang sama (dcolz, 2010, 1-
15, http://dcolz.wordpress.com, diperoleh 23 Januari 2010).
o Patofisiologi Trauma Tumpul
(terlampir)

2. Trauma Mekanik Tajam
Pada trauma mekanik tajam ada baiknya diberi anestesi lokal, supaya pemeriksaan dapat
dilakukan dengan teliti dan pada luka-luka yang hebat, yang dapat menimbulkan prolaps dari isi
bola mata. Serum antitetanus harus diberikan pada setiap luka akibat benda tajam.
a. Palpebra
Kalau pinggiran palpebra luka dan tak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra
akwisita. Bila besar dapat akibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tak dapat menutup
dengan sempurna. Oleh karena itu tindakan harus dilakukan secepatnya. Kalau tidak kotor dapat
ditunggu sampai 24 jam. Pada tindakan tersebut harus diperbaiki kontinuitas margo palpebra dan
kedudukan bulu mata. Jangan sampai menimbulkan trikiasis. Bila robekan mengenai margo
inferior bagian nasal, dapat memotong kanalikuli lakrimal inferior, sehingga air mata tak dapat
melalui jalan yang seharusnya dan mengakibatkan epifora. Rekanalisasi dapat dikerjakan
secepatnya, bila ditunggu 1 2 hari sukar untuk mencari ujung-ujunng kanalikuli tersebut.
b. Konjungtiva
1) Perdarahan : Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.
2) Robekan
Bila kurang dari 1 cm tidak dijahit, diberikan anestesi lokal. Bila lebih dari 1 cm dijahit denga
benang cut gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Diberikan antibiotika lokal
selam 5 hari dan bebat mata untuk 1 - 2 hari.
c. Kornea
1) Erosi Kornea : Penatalaksanaan seperti rudapaksa tumpul.
2) Luka Tembus Kornea
Dari anamnesa didapatkan teraba nyeri, epifora, photofobi dan blefarospasme. Pada pemeriksaan
didapat tes fluorescein (+).
Pengobatan: tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan pemeriksaan, tiap luka terbuka
kornea yang masih menunjukkan tanda-tanda adanya kebocoran harus diusahakan dijahit.
Jaringa intraokuler yang keluar dari luka, missal: badan kaca, prolap iris sebaiknya dipotong
sebelum luka dijahit. Janganlah sekali-kali dimasukkan dalam bolamata. Jahitan kornea
dilakukan secara lamellar untuk menghindari terjadinya fistel melalui bekas jahitan. Luka
sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva yang terdekat. Tindakan ini dapat dianggap
dapat mempercepat epitelialisasi. Diberikan antibiotika lokal dalam bentuk salep, tetes atau
subkonjungtiva. Atropin tetes 0,5 1% tiap hari. Dosis dikurangi bila pupil sudah cukup lebar.
Bila ada tanda-tanda glaucoma sekunder dapat diberikan tablet. Analgetik, antiinflamasi,
koagulasi dapat diberika bila perlu.
3) Ulkus Kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi sekunder. Dari anamnesa teraba
nyeri, epifora, photofobi, dan blefarospasme. Dari pemeriksaan nampak kornea yang edema dan
keruh dan tes flurescein (+).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjuntiva, scraping atau
pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati bagian dari ulkus yang nampak kotor, aplikasi
panas, cryo terapi.
d. Sklera : Luka Terbuka atau tembus
Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar diketahui. Luka tembus sclera
harus dipertimbangkan apabila dibawah konjungtiva nampak jaringan hitam (koroid).
Pengobatan: sama dengan luka tembus pada kornea. Bila luka sangat besar dan diragukan bahwa
mata tersebut masih dapat berfungsi untuk melihat, maka sebaiknya dienukleasi untuk
menghindarkan timbulnya oftalmia simpatika pada mata yang sehat.
e. Badan Siliar : terjadi luka pada badan siliar
Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan terbesar dapat menimbulkan
endoftalmitis, panoftalmitis, yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata yang terkena
trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh karena itu bila
lukanya besar, disertai prolaps isi bola mata sehingga mata mungkin tak dapat melihat lagi,
sebaiknya dilakukan enukleasi bulbi supaya mata yang sehat masih tetap baik.
f. Bilik Mata Depan : Penatalaksanaan sama denga trauma tumpul.
g. Iris : terjadi Iritis
Sering akibat dari trauma. Dari anamnese didapatkan keluhan nyeri, epifora, photofobi, dan
blefarospasme. Dari pemeriksaan didapatkan pupil miosis, reflek pupil menurun dan sinekia
posterior.
Pengobatan dapat diberikan Atropin tetes 0,5 1% 1 - 2 kali selama sinekia belum lepas dan
antibiotika. Diberikan diamox bila ada komplikasi glaukoma.
h. Lensa
1) Dislokasi Lensa : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul.
2) Katarak : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul.
i. Segmen Posterior : Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul
j. Luka dengan benda asing (Corpus Alienum)
Pemeriksaan yang teliti secara sistimatis sangat diperlukan untuk dapat menentukan adanya,
macamnya, lokalisasi dari benda tersebut.
1) Anamnese :
Terutama pada penderita yang bekerja di perusahaan, dimana benda logam memegang peranan.
Harus ditanyakan apa pekerjaannya dan benda asing apakah kiranya yang masuk ke dalam mata.
2) Pemeriksaan :
Benda asing tersebut harus dicari secara teliti maemakai penerangan yang cukup mulai dari
palpebra, konjungtiva, fornixis, kornea, bilik mata depan.Bila mungkin benda tersebut berada
dalam lensa, badan kaca diman perlu pemeriksaan tambahan berupa funduskopi, foto rontgen,
ultrasonografi, pemerisaan dengan magnet, dan coronal CT Scan. MRI merupakan kontra
indikasi untuk benda logam yang mengandung magnet.
Benda asing yang dapat masuk ke dalam mata dibagi dalam beberapa kelompok:
- Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah hitam, besi tembaga.
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit.
- Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian.
- Benda inert, yaitu benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan
mata, kalau terjadi reaksipun hanya ringan saja dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh:
emas, platina batu, kaca, dan porselin.
- Benda reaktif : terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga
mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, bulu ulat.
Pengobatan yaitu dengan mengeluarkan benda asing tersebut. Bila lokalisasi di palpebra dan
konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi
lokal.Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam.Arah
pengambilan adalah dari tengah ke tepi.Bila benda bersifat magnetik maka dapat dikeluarkan
dengan magnet portable atau giant magnet. Kemudian diberi antibiotika lokal, sikloplegik dan
mata dibebat. Pecahan besi yan terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus,
melalui luka ini ujaung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda tersebut, bila tidak berhasil
dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut. Pecahan besi yang
terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit pula seperti pada iris. Bila
letaknya di lensa juga dapat ditarik denga magnit, sesudah dibuat sayatan di limbus kornea, jika
tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa denga cara ekstraksi linier pada orang muda
dan ekstraksi ekstra kapsuler atau intrakapsuler pada orang yang lebih tua. Bila lokalisasinya di
dalam badan kaca dapat dilakukan pengeluaran dengan magnit raksasa, setelah dibuat sayatan
dari skera. Bila tidak berhasil atau benda asing itu tidak magnetik dapat dikeluarkan dengan
opersai viterektomi. Bila benda asing itu tidak dapat diambil harus dilakukan enukleasi bulbi
untuk mencegah timbulnya oftalmia simpatika pada mata sebelahnya (Edy, 2010, 1-
20, http://urangcijati.com, diperoleh 23 Januari 2010).
o Patofisiologi Trauma Tajam
(terlampir)
C. Trauma Kimia
Truma Kimia dibagi menjadi : trauma kimia asam dan trauma kimia basa
1. Trauma Kimia Asam pada Mata
a. Pengertian
Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk kegawatdaruratan
mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7
b. Etiologi
Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada
wajah.
- Bahan kimia asam
Asam sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, danasam
hidroflorida.
- Ledakan
Baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan penyebab
tersering dari luka bakar kimiawi
- Asam
Hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan
cairan pembersih yang kuat. Industri (pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca
dengan cairan kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit., fermentasi pada pengolahan bir).
Cairan atau gas
c. Patofisiologi
Bahan kimia asam

Asam cenderung berikatan dengan protein

Menyebabkan koagulasi protein plasma

Koagulasi protein ini, sebagai barrier yang membatasi penetrasi dan
kerusakan lebih lanjut

Luka hanya terbatas pada permukaan luar saja.

Pengecualian terjadi pada asam hidroflorida. Bahan ini merupakan suatu asam lemah yang
dengan cepat menembus membran sel .

d. Penatalaksanaan
- Irigasi jaringan yang terkena secepat-cepatnya, selama mungkin untuk menghilangkan dan
melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma.
Irigasi dapat dilakukan dengan garam fisiologi atau air bersih lainnya paling sedikit 15-30 menit.
Anestesi topikal (blefarospasme berat)
- Penetralisir ---> natrium bikarbonat 3%.
- Antibiotik---> bila perlu
- Biasanya trauma akibat asam akan normal kembali,
- sehingga tajam penglihatan tidak banyak terganggu

2. Trauma Kimia Basa pada Mata
a. Pengertian
- Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan akibat yang sangat gawat pada mata.
- Alkali akan menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan
retina
b. Etiologi
- Semen
- Soda Kuat
- Amonia
- NaOH
- CaOH
- Cairan Pembersih dalam Rumah Tangga
c. Patofisiologi
Bahan kimia alkali

Pecah atau rusaknya sel jaringan dan Persabunan disertai disosiasi asam lemak
membran sel -----> penetrasi lebih lanjut



Mukopolisakarida jaringan menghilang & terjadi penggumpalan sel kornea

Serat kolagen kornea akan membengkak & kornea akan mati

Edema -----> terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma,
cenderung disertai masuknya pemb.darah (Neovaskularisasi)

Dilepaskan plasminogen aktivator & kolagenase (merusak kolagen kornea)
Terjadi gangguan penyembuhan epitel



Berkelanjutan menjadi ulkus kornea atau perforasi ke lapisan yang lebih dalam







d. Penatalaksanaan
- Irigasi dengan garam fisiologik selama mngkn (2000 ml selama 30 menit)
- Pemeriksaan kertas lakmus.
- Bila penyebab CaOH -----> diberi EDTA (bereaksi dengan basa pada jaringan)
- Antibiotik -----> mencegah infeksi.






- Siklopegi -----> mengistirahatkan irir, mengatasi iritis.
- Anti glaucoma -----> mencegah glaukoma sekunder.
- Steroid (7 hari pertama) -----> anti inflmasi.
- Kolagenase inhibitor (sistein, 1 minggu) -----> menghilangi efek kolagenase.
- Vitamin C -----> membentuk jaringan kolagen.
- Bebat (perban) pada mata, lensa kontak lembek dan tetes air mata buatan.
Operasi keratoplasti -----> bila kekeruhan kornea sangat mengganggupenglihatan.
(Soemarmo, 2010, 1-7, http://www.scribd.com, diperoleh tanggal 25 Januari 2010)

D. Trauma Fisis
Trauma fisis dibagi menjadi 2 yaitu
1. Trauma Termik
Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti
trauma kimia
2. Trauma Radiasi
Trauma radiasi disebabkan oleh inframerah dan ultraviolet. Trauma ini berjalan lambat dan
kecenderungan terjadi dalam waktu lama. Seseorang akan mengalami keluhan dan datang
berobat karena marasa matanya sakit, matanya kabur, mata lelah dll (Bayu, 2010,
3, http://www.bayusatria.web.id, diperoleh tanggal 25 Januari 2010)















ASUHAN KEPERAWATAN PADA TRAUMA MATA


A. Pengkajian
Pengkajian didasarkan pada :
1. Kapan trauma terjadi (waktu kejadian/lamanya trauma)
2. Keadaan mata (respon jaringan pada organ mata)
3. Jenis Trauma yang didapat
4. Besarnya benda yang mengenai mata, kekuatan/kecepatan benda mengenai mata
5. Memakai alat pelindung wajah seperti helm atau kacamata
6. Pertolongan pertama yang telah dilakukan dilokasi
7. Tajam penglihatan
8. Tekanan Bola Mata
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul tergantung pada jenis trauma dan lokasi organ yang
terkena. Diagnosa yang mungkin adalah :
1. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi saraf kornea/peningkatan sensibilitas saraf kornea
terhadap erosi/robekan kornea, laserasi atau hematom palpebra dan konjungtiva, adanya hifema.
2. Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan ablasio retina, edema retina, erosi
kornea.
3. Risiko cidera yang berhubungan dengn gangguan penglihatan akibat trauma
4. Ansietas yang berhubungan dengan penurunan penglihatan dan kemungkinan kebutaan
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) yang berhubungan dengan kesulitan menutup
mata dan nyeri mata.
C. Rencana Tindakan
1. Nyeri yang berhubungan dengan iritasi saraf kornea/peningkatan sensibilitas saraf kornea
terhadap erosi/robekan kornea, laserasi atau hematom palpebra dan konjungtiva, adanya hifema.
Tujuan : melaporkan pengurangan atau hilangnya nyeri
Intervensi
a. Hematoma Palpebra
- Dini : lakukan kompres dingin pada palpebra untuk mengurangi nyeri dan perdarahan
- Lama : lakukan kompres hangat pada palpebra untuk meningkatkan absorbs darah


b. Hematoma subkonjungtiva
Lakukan kompres hangat. Hematoma akan hilang atau diabsopsi dalam 1-2 minggu tanpa
diobati.
c. Erosi kornea
- Antibiotik spectrum luas, tetes mata untuk mencegah infeksi
- Sikloplegik aksi pendek
- Bebat tekan 24 jam
d. Hifema
- Tirah baring sempurna dalam posisi fowler
- Berikan kompres es
- Pemantauan tajam penglihatan
- Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari
- Batasi membaca dan melihat TV
- Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna
- Berika diet lunak dan semua keperluan klien dibantu
- Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka
- Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak
- Persiapan parasentesis
e. Trauma Tajam
- Tutup mata dan lakukan kompres es
- Kurangi kecemasan klien
2. Gangguan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan ablasio retina, edema retina, erosi
kornea.
Tujuan : klien beradaptasi terhadap penurunan visual yang terjadi
Intervensi :
- Tentukan tajam penglihatan klien
- Kurangi situasi kacau
- Pada klian ablasio retina, anjurkan berdres total dengan satu atau kedua mata ditutup
- Kolaborasi pengobatan sesuai indikasi serta siapkan intervensi bedah
3. Risiko cidera yang berhubungan dengn gangguan penglihatan akibat trauma
Tujuan : Klien tidak mengalami dan dapat menghindari cidera
Intervensi :
- Dapatkan deskripsi fungsional tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilihat klien
- Orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar
- Batasi dan bantu aktivitas klien sesuai kebutuhan
4. Ansietas yang berhubungan dengan penurunan penglihatan dan kemungkinan kebutaan
Tujuan : Kecemasan klien berkurang atau hilang
Intervensi :
- Gunakan pendekatan untuk menenangkan klien saat memberikan informasi
- Dorong klien mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan
- Beritahu klien tentang penyakitnya
5. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan sekunder akibat trauma
Tujuan : Klien dapat menerima perubahan tubuhnya
Intervensi :
- Beritahu klien tentang kondisinya dan tujuan tindakan yang dilakukan
- Beritahu tentang prognosis penyakitnya secara jujur dan beritahu pentingnya ketaatan terhadap
perubahan yang terjadi
- Libatkan keluarga atau orang terdekat klien
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat (tidur) yang berhubungan dengan kesulitan menutup
mata dan nyeri mata.
Tujuan : Kebutuhan istirahat klien terpenuhi
Intervensi :
- Kaji tingkat nyeri klien
- Bicarakan dengan klien dan keluarga tentang terapi distraksi
- Beri kompres dingin dan hangat sesuai kebutuhan
- Beri kesempatan pada klien untuk istirahat pada siang hari dan waktu tidur malam hari.





BAB II
KONSEP DASAR MEDIK

A. PENGERTIAN
1. Trauma mata adalah cidera mata yang dapat mengakibatkan kelainan mata (mangunkusumo,
1988)
2. Trauma mata adalah trauma pada mata yang menyebabkan kerusakan jaringan pada mata
(Widodo, 2000)
3. Trauma mata merupakan kelainan mata yang terjadi akibat cidera / trauma oleh benda tumpul,
benda tajam, kimia, bahan baker maupun radiasi

B. ETIOLOGI
Trauma mata dapat terjadi secara mekani dan non mekanik
1. Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh benda tumpul, misalnya :
1). Terkena tonjokan tangan
2). Terkena lemparan batu
3). Terkena lemparan bola
4). Terkena jepretan ketapel, dan lain-lain
b. Trauma oleh benda tajam, misalnya:
1). Terkena pecahan kaca
2). Terkena pensil, lidi, pisau, besi, kayu
3). Terkena kail, lempengan alumunium, seng, alat mesin tenun.
c. Trauma oleh benda asing, misalnya:
Kelilipan pasir, tanah, abu gosok dan lain-lain
2. Non Mekanik, meliputi :
a. Trauma oleh bahan kimia:
1). Air accu, asam cuka, cairan HCL, air keras
2). Coustic soda, kaporit, jodium tincture, baygon
3). Bahan pengeras bakso, semprotan bisa ular, getah papaya, miyak putih
b. Trauma termik (hipermetik)
1). Terkena percikan api
2). Terkena air panas
c. Trauma Radiasi
1). Sinar ultra violet
2). Sinar infra merah
3). Sinar ionisasi dan sinar X
(Ilyas, 1985)

Gangguan-gangguna trauma pada mata
1. Trauma mata karena benda tajam
a. Plasits
b. Gangguan pergerakan bola mata
c. Ketajaman penglihatan buruk
d. Perdarahan didalam bola mata
e. Lensa yang pecah
f. Rusaknya susunan jaringan bola mata
g. Terlihat bintik mata yan dangkal karena perforasi kornea
h. Bentuk pupil yang lonjong / terjadi perubahan bentuk pupil akibat perlengkapan iris dengan bbir
luka kornea
i. Tekanan bola mata akan rendah akibat cairan mata keluar melalui luka
2. Trauma mata oleh benda asing
a. Mata terasa mengganjal dan ngeres
b. Mendadak merasa tidak enak jika mengedikan mata
c. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat
d. Fototobia
e. Gangguan gerak bola mata dan lain-lain
3. Trauma karena bahan kimia
a. Trauma Akali
1). Dapat menyebabkan pecah atau rusaknya jaringan
2). Meningkatkan tekanan infra akuler
3). Karena keruh dalam beberapa menit
4). Pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesari air mata, yang mengakibatkan mata menjadi
kering
5). Lensa keruh diakibatkan kerusakan kaps lensa
b. Trauma Asam
1). Terjadi koogulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekerutan pada kornea
2). Akibat koogulasi kadang seluruh kornea terkelupas
3). Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea dan iris
4). Keadaan terburuk apabila terkena trauma asam berupa vaskularisasi berat pada kornea
4. Trauma Mata Mekanik (hipertemik)
a. Bila siperficila dan bulu mata hangus kulit palpebra hipermis dan terjadi edema palpebra
b. Bila lebih berat terjadi nekrosis sehingga dapat kehilangan sebagian palpebra
c. Bila kornea terkena dapat terjadi erosi karena adanya reflek menutup pada kelopak umumnya
kornea tidak terkena
5. Trauma Mata karena radiasi

C. FAKTOR PREDIPOSISI
1. Mengendarai motor tanpa menggunakan helm yang disertai kaca penutup
2. Berjalan dibawah terik matahari dalam waktu begitu lama tanpa menggunakan topi atau kaca
mata pelindung
3. pekerja las dalam pekerjaannya tanpa menggunakan kaca pelindung mata

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan keparahannya trauma mata diklasifikasi sebagai berikut:
1. Trauma Ringan
a. Trauma disembuhkan tanpa tindakan atau pengobatan yang berarti
b. Kekerungan ringan pada kornea
c. Pragnosis baik
2. Trauma sedang
a. Kekeruhan kornea sehingga detail iris tidak dapat dilihat, tapi pupil masih tampak
b. Iskemik mekrosis pada konjungtiva dan sklera
c. Pragnosis sedang
3. Trauma berat
a. Kekeruhan kornea sehingga pupil tidak dapat dinilai
b. Konjungtiva dan sklera sangat pucat karena istemik nekrosis berat
c. Pragnosis buruk

E. GAMBARAN KLINIK
1. Trauma mata karena benda tumpul
a. Penurunan ketajaman penglihatan
b. Adanya kelainan disekitar mata, seperti :
1). Adanya perdarahan sekitar mata
2). Pembengkakan di dahi, pipi dan hidung
c. Adanya eksuftalmos dan gangguan gerak bola mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita
d. Adanya hematomom dan edema pada kelopak mata
e. Konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas
f. Terjadi erosi kornea
g. Pupil akan menyempit, dapat juga juga melebar dan reaksi terhadap cahaya akan menjadi lembat
atau hilang
h. Timbul raptur yang tidak langsung pada kapsul lensa
i. Edema retina
j. Perubahan tekanan bola mata
k. Terjadi gangguan gerak bola mata, kelopak mata tidak dapat menutup atau tidak dapat membuka
dengan jelas.

a. Lesi termis ditimbulkan oleh sinar infra red berupa : kekeruhan kornea, atrati, iris, kerusakan
macula karena berfokusnya sinar pada mocula, jaringan berpigmen seperti ovea dan retina lebih
mudah mengalami kerusakan
b. Lesi obiotik ditimbulkan oleh UV (ultra violet) : setelah periode laten terlihat eriterna yang
terbatas jelas hanya pada daerah yang teriritasi.
c. Lesi ionisasi ditimbulkan oleh sinar X; terjadi perubahan vaskulariasi, korpus siliarsis menjadi
edema dan dilatasi yang mengakibatkan terjadinya glaukoma.
(Mangunkusumo, 1988)

F. TANDA DAN GEJALA
1. Ekstra Okular
a. Mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata
b. Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea, oleh kedipan bola mata.
c. Lakrimasi hebat.
d. Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas atau konungtiva
e. Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat
2. Infra Okuler
a. Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di kornea, tetapi benda asing bisa saja
masuk ke ruang posterior atau limbus melalui konjungtiva maupun sklera.
b. Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan dapat terjadi katarak.
c. Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan mata terhadap zat kimia yang
terkandung misalnya dapat terjadi siderosis.

G. MANIFESTASI KLINIK
1. Lagaltafmas : Keadaan tidak
menutupnya mata secara
sempurna (Ramali, dkk.
2005)
2. Katarak : Kekeruhan pada lensa
yang terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan)
lensa, denaturasi proteksi
lensa, atau akibat kedua-
duanya.
3.






4.

a. Akut :


b. Kronik :



Kebutaan :

Penyakit mata yang
disebabkan oleh tekanan
infra akuler yang
meningkat mendadak
sangat tinggi
Penyakit mata dengan
gejala peningkatan
tekanan bola mata
sehingga terjadi
kerusakan anatomi dan
fungsi mata yang
permanent. (ilyas 1997)
Tidak dapat melihat
karena kerusakan mata
Ramali, dkk. 2005)


H. PATOFISIOLOGI
Trauma mata bisa disebabkan oleh karena mekanik dan non mekanik, semua ini
menciderai organ-organ mata yang menyebabkan terjadinya trauma mata. Trauma mata yang
diakibatkan oleh cedera mekanik pada jaringan bola mata akan menimbulkan suatu atau berbagai
akibat klasik seperti: rasa sakit akibat trauma, gangguan penglihatan berupa penglihatan kabur,
perabengkalan, perdarahan atau luka terbuka dan bentuk mata berubah.
Trauma yang diakibatkan oleh cidera non mekanik pada bola mata akan menimbulkan
berbagai akibat seperti : erosi epitel kornea, kekeruhan kornea. Bila pada cidera radiasi juga
terjadi efek kumulasi. Bila radiasi berkurang maka lesi terimis yang ditimbulkan sinar red
(irivisible rays) dapat berupa kekeruhan kornea, atratosi iris, katarak.
(Mangunkusumo, 1988)
I. PATHWAY

J. TES DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektf maupun obyektif.
a. Pemeriksaan subyektif
Pemeriksaan ketajaman penglihatan. Hal ini berkaitan dengan pembutatan visum et repertum.
Pada penderita yang ketajamannya menurun, dilakukan pemeriksaan retraksi untuk mengetahui
bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan
retraksi yang sudah ada sebelum trauma (Widodo, 2000)
b. Pemeriksaan Obyektif
Saat penderita kita inspeksi sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya
perdarahan sekitar mata. Pembengkakan di dahi, pipi, hidung dan lain-lain yang diperiksa pada
kasus trauma mata ialah: keadaan kelopak mata kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan
tundus, gerakan bola mata dan tekanan bola mata.
Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentotop, loupe slit lamp dan atlalmoskop.
(Widodo, 2000).
2. Pemeriksaan Khusus
a. Pembiakan kuman dari benda yang merupakan penyebab trauma untuk menjadi petunjuk
pemberian obat antobiotik pencegah infeksi.
b. Pemeriksaan radiology foto orbita
Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak, bila ada dilakukan pemeriksaan dengan lensa
kontak combrang dan dapat ditentukan apakah benda asing intra okuler atau ektra okuler.
c. Pemeriksaan ERG : untuk mengetahui fungsi retina yang rusak atau
yang masih ada.
d. Pemeriksaan VER : untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat
penglihatan

K. PENATALAKSAAN
1. Trauma Mata Benda Tumpul
Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian terhadap ketajaman
penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan tanda mutlak untuk melakukan rujukan
kepada dokter ahli mata. (mangunkusumo, 2000)
Pemberian pertolongan pertama berupa:
a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk pemeriksaan mata dapat diberikan
anesteshi local: Pantokain 0,5% atau tetracain 0,5% - 1,0 %.
b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan
c. Memberikan moral support agar pasien tenang
d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena trauma
e. Dalam hal hitema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan) tanpa penyulit segera
ditangani dengan tindakan perawatan:
1). Tutup kedua bola mata
2). Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi
3). Evaluasi ketajaman penglihatan
4). Evaluasi tekanan bola mata
f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai mata penderita sebaiknya
segera di rujuk ke dokter ahli mata.
2. Trauma mata benda tajam
Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus karena dapat
menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan atlalmia dan simpatika.
Pertimbangan tindakan bertujuan :
a. Mempertahankan bola mata
b. Mempertahankan penglihatan
Bila terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha untuk
mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada penderita diberikan:
a. Antibiotik spectrum luas
b. Analgetik dan sedotiva
c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka

3. Trauma mata benda asing
a. Ekstra Okular
1). Tetes mata
2). Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.
3). Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat
4). Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat dengan jarum
5). Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati dan dengan keadaan yang
sangat baik termasuk cahaya yang baik, angkat dengan jarum.
6). Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic local selama beberapa hari.
7). Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan jarum, bisa juga dengan
menggunakan magnet.
b. Intra okuler
1). Pemberian antitetanus
2). Antibiotic
3). Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi
4. Trauma mata bahan kimia
a. Trauma akali
1). Segera lakukan irigasi selama 30 menit sebanyak 2000 ml; bila dilakukan irigasi lebih lama akan
lebih baik.
2). Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi bisa dapat dilakukan pemeriksaan dengan kertas
lokmus; pH normal air mata 7,3
3). Diberi antibiotic dan lakukan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunie.
4). Diberi sikoplegik karena terdapatnya iritis dan sineksis posterior
5). Beta bloker dan diamox untuk mengatasi glukoma yang terjadi
6). Steroid diberikan untuk menekan radang akibat denoturasi kimia dan kerusakan jaringan kornea
dan konjungtiva namun diberikan secara hati-hati karena steroid menghambat penyembuhan.
7). Kolagenase intibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek kolagenase.
8). Vitamin C diberikan karena perlu untuk pembentukan jaringan kolagen.
9). Diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek.
10). Karataplasti dilakukan bila kekerutan kornea sangat menganggu penglihatan.
b. Trauma Asam
1). Irigasi segera dengan gara fisiologis atau air.
2). Control pH air mata untuk melihat apakah sudah normal
3). Selanjutnya pertimbangan pengobatan sama dengan pengobatan yang diberikan pada trauma
alkali.
Tindakan pada trauma kimia dapat juga tergantung dari 4 fase peristiwa, yaitu:
1. Fase kejadian (immediate)
Tujuan dari tindakan adalah untuk menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin, yaitu
meliputi:
a. Pembilasan dengan segera, denan anestesi tapical terlebih dahulu.
b. Pembilasan dengan larutan non toxic (NaCl 0,9% ringer lastat dan sebagainya) sampai pH air
mata kembali normal.
2. Fase Akut (sampai hari ke-7)
Tujuan tindakan adalah mencegah terjadinya penyulit dengan prinsip sebagai berikut:
a. Mempercepat proses re-epitelisasi kornea
b. Mengontrol tingkat peradangan
c. Mencegah infeksi sekunder
d. Mencegah peningkatan tekanan bola mata
e. Suplemen / anti oksidan
f. Tindakan pembedahan
3. Fase Pemulihan Dini (early repair : hari ke 7 21)
Tujuannya membatasi penyakit setelah fase 2
4. Fase pemulihan akhir (late repair : setelah hari ke 21)
Tujuannya adalah rehabilitasi fungsi penglihatan
5. Trauma Mata Termik (hipertemik)
Daerah yang terkena dicuci dengan larutan steril dan diolesi dengan salep atau kasa yang
menggunakan jel. Petroleum setelah itu ditutup dengan verban steril.
6. Trauma Mata Radiasi
Bila panas merusak kornea dan konjungtiva maka diberi pada mata
Lokal anastesik
Kompres dingin
Antibiotika lokal

Anda mungkin juga menyukai