Anda di halaman 1dari 46

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan suatu penyakit yang timbul di negara
tropis, termasuk di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan
penyebarannya semakin luas. DBD adalah penyakit demam yang berlangsung akut disertai
dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang dapat mengakibatkan kematian penderita.
DBD menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak akan tetapi lebih banyak menimbulkan
korban pada anak-anak berusia di bawah 15 tahun. DBD disebabkan oleh virus dengue dan
penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. (Kemenkes RI, 2010)
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2009 terdapat 158.912
kasus dengan Incidence Rate (IR) sebesar 68,22 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 0,89%. Pada tahun 2010 terdapat 156.086 kasus dengan Incidence Rate (IR)
sebesar 65,7 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,87%. Pada tahun
2011 terdapat 65.432 kasus dengan Incidence Rate (IR) sebesar 27,56 per 100.000 penduduk
dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0,91% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan data Kemenkes RI 2010, Provinsi Bali merupakan daerah endemis DBD
yang tersebar di seluruh kabupaten Bali dengan IR 167.471 kasus dan berada di urutan keempat
setelah DKI Jakarta, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Salah satu daerah endemis DBD
di Bali yaitu di Gianyar dimana berdasarkan data wilayah kerja puskesmas Gianyar I tercatat
1
2

kasus DBD pada awal tahun 2013 hingga Desember 2013 terdapat sebanyak 91 kasus, dari 91
kasus tersebut sebagian besar penderita adalah anak usia dibawah 15 tahun.
Hingga saat ini vaksin dan obat untuk mencegah penyakit DBD belum ditemukan maka
dari itu untuk menanggulangi peningkatan kasus DBD dilakukan upaya preventif dan promotif
dengan menggerakkan serta memberdayakan masyarakat dalam upaya pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M ( Menguras-Menutup-Mengubur). Kegiatan ini telah
diintensifkan sejak tahun 1992 dan pada tahun 2000 dikembangkan menjadi 3M Plus yaitu
dengan cara menggunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk. (Depkes
RI, 2009)
Dalam pelaksanaan PSN DBD perlu diketahui tanda-tanda kejadian DBD, tempat-tempat
perindukan nyamuk, cara penularan DBD, waktu yang disukai nyamuk Aedes aegypti untuk
menggigit dan cara pemberantasan DBD, maka dari itu pengetahuan, sikap, dan tindakan
masyarakat perlu diterapkan sejak dini terutama pada anak usia sekolah sebab anak usia sekolah
berpotensi sebagai agen perubahan karena mudah dimotivasi dan ditingkatkan
kompetensinya.(Achadi, 2010)
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengambil penelitian terhadap siswa SD
Negeri 1 Samplangan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan
mereka dalam melaksanakan PSN DBD di lingkungan sekolah sebagai upaya pencegahan
penyakit DBD.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai PSN DBD pada siswa
SD Negeri 1 Samplangan, Kecamatan Gianyar tahun 2014.

3

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai PSN DBD pada siswa
SD Negeri 1 Samplangan, Kecamatan Gianyar tahun 2014..
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan siswa SD Negeri 1 Samplangan tentang pelaksanaan PSN di
lingkungan sekolahnya sebagai upaya pencegahan penyakit DBD.
1.3.2.2 Mengetahui sikap siswa SD Negeri 1 Samplangan tentang pelaksanaan PSN di
lingkungan sekolahnya sebagai upaya pencegahan penyakit DBD.
1.3.2.3 Mengetahui tindakan siswa SD Negeri 1 Samplangan tentang pelaksanaan PSN di
lingkungan sekolahnya sebagai upaya pencegahan penyakit DBD.
1.3.2.4 Mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap siswa SD Negeri 1 Samplangan
tentang pelaksanaan PSN di lingkungan sekolah.
1.3.2.5 Mengetahui hubungan pengetahuan dengan tindakan siswa SD Negeri 1 Samplangan
tentang pelaksanaan PSN di lingkungan sekolah.
1.3.2.6 Mengetahui hubungan sikap dengan tindakan siswa SD Negeri 1 Samplangan tentang
pelaksanaan PSN di lingkungan sekolah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi siswa
Memberikan informasi tentang pentingnya kesadaran anak pelaksanaan PSN DBD di
lingkungan sekolahnya sebagai salah satu upaya pencegahan DBD.
1.4.2 Manfaat bagi petugas kesehatan
4

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam
melaksanakan usaha pencegahan penyakit DBD.
1.4.3 Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini merupakan pengalaman yang penting untuk menambah wawasan,
pengetahuan, serta pengembangan diri khususnya di bidang pencegahan penyakit DBD.
1.4.4 Manfaat bagi fakultas kedokteran
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah kepustakaan Fakultas Kedokteran
dalam bidang karya tulis ilmiah.












5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue
2.1.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu
penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk tersebut hidup dan berkembang biak disekitar rumah dan tempat kerja.
Penyakit ini dapat diderita oleh anak maupun orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan sendi, yang biasanya memburuk dua hari pertama. (Kemenkes RI, 2010)
2.1.2 Etiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue dari kelompok B Arthropod
Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae
dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu : DEN 1 , DEN 2 , DEN 3, DEN 4.
Di Indonesia pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa
Rumah Sakit menunjukkan keempat serotipe di temukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN 3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Guerdan, 2010).


5

6

2.1.3 Vektor DBD
Aedes aegypti telah lama dikenal sebagai penyebar virus Dengue penyebab penyakit Demam
Berdarah Dengue. Nyamuk ini sekarang ditemukan di Negara-negara yang terletak di antara
garis lintang 450 Lintang Utara dan garis 350 Lintang Selatan, kecuali ditempat-tempat dengan
ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Masa pertumbuhan dan perkembangan
nyamuk Aedes aegypti dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dewasa (imago),
sehingga termasuk metamorphosis sempurna (holometabola). (Bagus, 2010)
Gambar 2.1 Morfologi Nyamuk
a. Telur
Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips atau oval memanjang, warna hitam, ukuran
0.5-0.8 mm, permukaan poligonal, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang
terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampung air (TPA) yang berbatasan
langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85%
melekat di dinding TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air. Telur nyamuk
7

Aedes aegypti di dalam air dengan suhu 20-40
o
C akan menetas menjadi larva dalam 1-2 hari.
(Bagus, 2010)
b. Larva
larva nyamuk Aedes aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu
sederhana yang tersusun secara bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan
perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit, dan larva yang terbentuk berturut-turut
disebut larva instar I, II, III, IV. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk. Larva
ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negative, dan waktu
istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air. Pada kondisi
optimum, larva berkembang menjadi pupa dalam waktu 4-9 hari. (Bagus, 2010)
c. Pupa
Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala sampai
dada lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti tanda
baca koma. Pada bagian punggung dada terdapat alat pernafasan seperti terompet. Pada
ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat pengayuh yang berguna untuk berenang. Alat
pengayuh tersebut berjumbai panjang dan bulu di nomor 7 pada ruas perut ke-8 tidak
bercabang. Pupa adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila
dibandingkan dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.
Pupa berkembang menjadi nyamuk dewasa dalam 2-3 hari. (Bagus, 2010)
d. Dewasa (Imago)
Nyamuk dewasa Aedes aegypti keluar dari pupa melalui celah antara kepala dan daa.
Nyamuk dewasa betina yang menghisap darah manusia untuk keperluan pematangan
telurnya. Nyamuk ini menyerang manusia dari bagian bawah atau belakang tubuh
8

mangsanya. Umur Aedes aegypti di alam bebas sekitar 10 hari. Umur ini telah cukup bagi
nyamuk ini mengembangkan Virus Dengue menjadi jumlah yang lebih banyak dalam
tubuhnya. (Bagus, 2010)
2.1.4 Cara Penularan
Beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam Berdarah Dengue, antara lain
faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan
(susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi
(ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); Kondisi demografi
(kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Virus dengue ditularkan
kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan
vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar
liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat
ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya.
Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan
transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk
dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari
(intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (Ishartadiati,, 2009)
9

2.1.5 Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes Aegypti
Tempat perkembangbiakan utama vektor demam berdarah yaitu tempat-tempat penampungan air
berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah
atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Jenis tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Depkes RI,
2009)
a) Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tangki reservoir,
tempayan, bak mandi dan ember.
b) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti tempat minum burung,
vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas seperti ban, kaleng, botol, plastik.
c) Tempat penampungan air alamiah seperti lobang pohon, lobang batu, pelepah daun,
tempurung kelapa dan potongan bambu.
2.1.6 Daerah Potensial Untuk Penularan Penyakit DBD
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat yang
potensial untuk terjadinya penularan DBD (Depkes RI, 2009) adalah :
1. Wilayah yang banyak terjadi kasus DBD (endemis)
2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpul orang-orang yang datang dari
berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus
dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu antara lain:
a) Sekolah
Anak siswa sekolah berasal dari berbagai wilayah dan merupakan kelompok umur
yang paling susceptible untuk terserang penyakit DBD.
b) Rumah sakit, puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya
10

Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah
penderita DBD atau carier virus dengue.
3. Pemukiman baru di pinggir kota, karena di lokasi ini umumnya penduduk berasal dari
berbagai wilayah, maka terdapat kemungkinan diantara penduduk tersebut ada yang
menjadi carier virus dengue.(Depkes RI, 2009)
2.1.7 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD
Hingga saat ini vaksin untuk pencegahan penyakit DBD dan obat virusnya masih belum
ditemukan maka pencegahan penyakit DBD merupakan pilihan utama untuk menurunkan angka
penyakit DBD. Cara tepat untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah memberantas
jentik-jentiknya di tempat perkembangbiakannya. Cara ini dikenal dengan Pemberantasan Sarang
Nyamuk DBD (PSN-DBD), PSN-DBD perlu dilaksanakan secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali di tempat-tempat yang rawan perkembangbiakan jentik nyamuk.
Beberapa metode pengendalian vektor telah banyak diketahui dan digunakan oleh program
pengendalian DBD di tingkat pusat dan di daerah yaitu (Kemenkes RI, 2010) :
1) Insektisida
Pencegahan dengan insektisida adalah dengan cara fogging insektisida golongan
Organophospate (misalnya malathion), Pyretoid sintetic (misalnya lamda sihalotrin, cypermetrin,
alfamethrin), Carbamat.. Sistem ini menghasilkan fog dengan cara memecahkan tetesan racun
serangga oleh dorongan atau hantaman gas panas, sehingga menjadi butiran (droplet) larutan
serangga yang sangat kecil dan terkumpul merupakan fog kabut. Ukuran droplet tersebut berkisar
antara 5-100 mikrometer. Insektisida yang digunakan dalam system thermal fogging adalah
rumah dan halaman atau perkarangan sekitarnya. Waktu operasi pagi hari atau sore hari. Namun
11

pemakaian insektisida tidak mungkin dilakukan terus-menerus, sebab selain mahal, dapat
mencemari lingkungan dan menyebabkan munculnya generasi nyamuk yang resisten terhadap
insektisida yang bersangkutan. (Kemenkes RI, 2010)
2) Tanpa insektisida
Cara yang paling utama dalam pengendalian vektor adalah penatalaksanaan lingkungan
dengan suatu pandangan untuk mencegah atau mengurangi perkembangan vektor dan kontak
manusia-vektor-patogen. PSN terhadap jentik nyamuk Aedes aegypti yang dilakukan dengan
cara : (Kemenkes RI, 2010)
A. Kimia
Pengendalian secara kimiawi masih paling populer baik bagi program pengendalian DBD dan
masyarakat. Cara pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida
pembasmi jentik (larvasida) ini dikenal dengan istilah abatisasi, larvasida yang biasa digunakan
adalah temephos, dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gr residu 3 bulan. Selain itu dapat
digunakan Bacilus thuringlensis var, israeliensis (btl) atau golongan insect growth regulator.
(Kemenkes RI, 2010)
B. Biologi
Pengendalian secara biologis merupakan upaya pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian
vektor DBD. Beberapa agen biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan
populasi larva vektor DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan jentik.
(Kemenkes RI, 2010)
1) Predator
12

Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk pengendalian
larva vektor DBD tidak banyak jenisnya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan
memelihara : (Kemenkes RI, 2010)
Ikan Gambusia affinis dan Poicilia reticulate sebagai predator (pemakan larva
nyamuk)
Mesocyclop aspericonis sebagai predator larva stadium 1
Larva Toxorhynchites sp. Sebagai predator larva stadium 1, 2, 3 larva Aedes
2) Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk larvasidasi dan
efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok bakteri. Dua spesies bakteri
yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu membunuh larva adalah Bacillus
thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B. spaericus (BS). Endotoksin merupakan
racun perut bagi larva, sehingga spora harus masuk ke dalam saluran pencernaan larva.
Keunggulan agent biologis ini tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan
dan organisme bukan sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan
sampai sekarang masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan.
Karena endotoksin berada di dalam spora. (Kemenkes RI, 2010)
C. Fisik
Manajemen lingkungan adalah upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi bahkan
menghilangkan habitat perkembangbiakan nyamuk vektor sehingga akan mengurangi kepadatan
populasi. Manajemen lingkungan hanya akan berhasil dengan baik kalau dilakukan oleh
masyarakat, lintas sektor, para pemegang kebijakan dan lembaga swadaya masyarakat melalui
13

program kemitraan. Di Indonesia metode ini lebih dikenal sebagai metode PSN-DBD atau 3M.
(Kemenkes RI, 2010)
Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD
PSN DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular DBD
(Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembangbiakannya. Tujuan dari PSN DBD ini adalah untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes aegypti. (Kemenkes RI, 2010)
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M, yaitu :
1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum
dan tempat lainnya seminggu sekali (M1)
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan dan lain-lain
(M2)
3. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan
(M3).
Selain 3M, juga dapat ditambahkan dengan cara lainnya, seperti :
1. Mengganti air vas bunga, tempat tirta, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya
yang sejenis setiap seminggu sekali
2. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer
3. Menutup lubang-lubang pada potongan bamboo/pohon, dan lain-lain (dengan tanah atau
benda sejenis)
4. Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras
14

5. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampung air
6. Memasang kawat kasa
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
8. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
9. Menggunakan kelambu
10. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Keseluruhan cara tersebut dikenal dengan istilah3M Plus. (Kemenkes RI, 2010)
2.2 Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan organisme yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada manusia itu
sendiri. Menurut Robert Kwick menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan suatu organisme
yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah
hanya suatu kecendrungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara
yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut.
Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. (Notoatmodjo, 2007)
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
sebagai berikut :
1. Perilaku kesehatan, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan untuk
mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.
2. Perilaku sakit, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh seorang individu yang merasa
sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk
15

disini juga kemampuan atau pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakitnya,
penyebab penyakit, serta usaha mencegah penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh seorang individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping berpengaruh
terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh terhadap orang lain, terutama
kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap
kesehatannya.
Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan
pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:
a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)
b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (attitude)
c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice)
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia
mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu tersebut adalah pengetahuan. Pengetahuan
(knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan
penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Kedalaman pengetahuan yang diperoleh
seseorang terhadap suatu rangsangan dapat di klasifikasi berdasarkan enam tingkatan, yaitu :
(Notoatmodjo, 2007)
a) Tahu (know)
16

Merupakan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk ke dalam
tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh karena itu, tahu merupakan
tingkatan pengalaman yang paling rendah.
b) Memahami (Comprehension)
Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar objek yang diketahui.
Orang telah paham akan objek atau materi harus mampu menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c) Aplikasi (application)
Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi
yang sebenarnya.
d) Analisis (analysis)
Kemampuan dalam menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen,
dan masuk ke dalam struktur organisasi tersebut.
e) Sintesis (synthsis)
Kemampuan dalam meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.
f) Evaluasi (evaluation)
Kemampuan dalam melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-
tingkat tersebut diatas. (Notoatmodjo, 2007)
17

2.2.2 Sikap
Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu
baik terhadap rangsangan positif maupun negative dari suatu objek rangsangan. Sikap belum
merupakan tindakan akan tetapi faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku.
Menurut Allport (1954) sikap mempunyai pokok, yakni : (Notoatmodjo, 2005)
a) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
b) Kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu konsep
c) Kecendrungan untuk bertindak
Sikap terdiri dari berbagai tindakan, antara lain:
a) Menerima (receiving)
Mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
b) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan.
c) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusiskan masalah
d) Bertanggung jawab (responsible)
Mempunyai tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
resiko.



18

2.2.3 Tindakan
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan. Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu :
(Notoatmodjo, 2005)
a) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
adalah merupakan praktek tingkat pertama.
b) Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh
adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
c) Mekanisme (mechanism)
Apabila sesorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.






19

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep





Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Hasil
Ukur
Skala
Ukur
1. PSN DBD PSN= Pemberantasan
Sarang Nyamuk yang
meliputi ;Menguras tempat
penampungan air,
menutup tempat
Kuesioner
PENGETAHUAN
TINDAKAN
SIKAP
PSN DBD
3 M (Menguras, Menutup, Mengubur)
19

20



















3.3 Pengukuran
3.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan responden diukur melalui 10 pertanyaan. Responden yang menjawab Benar diberi
skor 1 sedangkan yang menjawab Salah diberi 0. Jadi, skor tertinggi yang dapat dicapai
responden adalah 10.
penutupan air, mengubur
barang bekas).
2. Pengetahuan Pengetahuan pada
penelitian ini adalah segala
sesuatu yang diketahui
responden tentang PSN
DBD.

Kuesioner 1: baik
2: sedang
3: kurang
Ordinal
3. Sikap Sikap adalah tanggapan
atau reaksi responden
terhadap PSN DBD.
Kuesioner 1: baik
2: sedang
3: kurang
Ordinal
4. Tindakan Tindakan adalah segala
sesuatu yang telah
dilakukan responden
sehubungan dengan
pengetahuan dan sikap
tentang PSN DBD.
Kuesioner 1: baik
2: sedang
3: kurang
Ordinal

21

Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, kurang, dengan definisi sebagai berikut :
(Arikunto, 2006)
a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang PSN DBD
(skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu >7).
b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang 3M (skor jawaban responden
56%-75% dari nilai tertinggi yaitu 4-7).
c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang 3M (Skor jawaban
responden <56% dari nilai tertinggi yaitu <4).
3.3.2 Sikap
Sikap diukur melalui 5 pertanyaan dengan menggunakan skala Guttman, responden yang
menjawab benar akan diberi skor 1, sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0, sehingga skor
tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5. (Arikunto, 2006)
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang, dengan definisi sebagai berikut :
a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang PSN DBD
(skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu >3).
b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang 3M (skor jawaban responden
56%-75% dari nilai tertinggi yaitu 2-3).
c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang 3M (Skor jawaban
responden <56% dari nilai tertinggi yaitu <2).
3.3.3 Tindakan
Tindakan diukur melalui 5 pertanyaan, responden yang menjawab benar akan diberi skor 1
sedangkan jika menjawab salah diberi skor 0. Sehingga total skor tertinggi yang dapat dicapai
responden adalah 5. (Arikunto, 2006)
22

% 100
Selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang dan kurang, dengan definisi sebagai berikut :
a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar atau seluruhnya tentang PSN DBD
(skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi yaitu >3).
b. Sedang, apabila responden mengetahui sebagian tentang 3M (skor jawaban responden
56%-75% dari nilai tertinggi yaitu 2-3).
c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang 3M (Skor jawaban
responden <56% dari nilai tertinggi yaitu <2).
Rumus untuk mengetahui skor prosentase : (Arikunto, 2006)

Keterangan :
p : Prosentase
x : Jumlah jawaban benar
n : Jumlah seluruh item soal
Rumus prosentase untuk jumlah siswa SD menurut tingkat pengetahuan (Riwidikdo,
2009) :
Skor prosentase = Jumlah siswa SD menurut tingkat pengetahuan
Jumlah responden




% 100
n
x
p
23

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah analitik, yakni menjelaskan hubungan korelatif antara variabel bebas
(pengetahuan, sikap, dan tindakan) dan variabel terikat (PSN- DBD) pada anak sekolah dasar di
lingkungan sekolah di desa Tegal Tugu. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional
karena pengukuran variabel bebas dan variabel terikat dilakukan sekali dalam waktu yang sama.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri 1 Samplangan di desa Tegal Tugu, Kecamatan Gianyar,
Bali. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Denpasar tahun
2013 yang menyatakan bahwa Gianyar adalah salah satu daerah endemis DBD dan dari hasil
survei sebelumnya diketahui di SDN 1 Samplangan pernah terjadi kasus DBD pada beberapa
siswa di sekolah tersebut.
Penelitian ini dilakukan pada siswa di SD Negeri 1 Samplangan di desa Tegal Tugu,
Kecamatan Gianyar. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013-Febuari 2014,
sedangkan pengambilan data dilakukan selama bulan Januari 2014.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa sekolah dasar kelas IV, V, VI pada SD
Negeri 1 Samplangan, Kecamatan Gianyar yang berjumlah 104 siswa. Adapun alasan karena
23

24

penulis menganggap bahwa siswa pada kelas tersebut cukup mengerti diwawancarai untuk
memperoleh informasi.
4.3.2 Sampel
Pengambilan sampel menggunakan cara Total Sampling. Dimana sampel yang diambil adalah
semua jumlah siswa SD Negeri 1 Samplangan kelas IV, V, VI yang berjumlah 104 siswa. Semua
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dimasukan dalam penelitian hingga jumlah sampel yang
dibutuhkan terpenuhi.
4.3.3 Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum setiap penelitian dan satu populasi target dan
terjangkau yang diteliti atau karakteristik sampel yang layak diteliti.
Kriteria inklusi yang digunakan adalah :
a) Sampel yang akan disurvei adalah siswa kelas IV, V, VI SD Negeri 1 Samplangan
b) Siswa yang hadir pada hari pelaksanaan penelitian.
Sedangkan kriteria eksklusi adalah hal hal yang menyebabkan sampel yang memenuhi
kriteria tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Adapun yang termasuk kriteria eksklusi adalah sebagai berikut :
a) Tidak bersedia diikutsertakan dalam penelitian.
b) Tidak hadir pada saat penelitian.
c) Data tidak lengkap.
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1 Data Primer
25

Data primer adalah melalui kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan-pertanyaan yang telah
disusun sesuai dengan tujuan penelitian yang akan disebarkan pada responden yang memenuhi
kriteria inklusi.
4.4.2 Data Sekunder
Data sekunder yang meliputi data kasus DBD diperoleh dari puskesmas Gianyar I sedangkan
gambaran umum sekolah diperoleh dari dokumen sekolah.
4.4.3 Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner yang berisi tentang tingkat
pengetahuan, sikap dan tindakan siswa sekolah dasar tentang PSN DBD yang meliputi :
a. Kuesioner A : Lembar karakteristik responden yang meliputi nomor, nama, umur, jenis
kelamin, alamat, nama sekolah , dan kelas.
b. Kuesioner B : Lembar yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur tingkat
pengetahuan tentang PSN DBD. Dimana jumlah pertanyaan mengenai pengetahuan
sebanyak 10 soal.
c. Kuesioner C : Lembar yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur tingkat sikap
tentang PSN DBD. Dimana jumlah pertanyaan mengenai sikap sebanyak 5 soal.
d. Kuesioner D : Lembar yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mengukur tingkat tindakan
tentang PSN DBD. Dimana jumlah pertanyaan mengenai tindakan sebanyak 5 soal.
4.5 Teknik Pengolahan Data
4.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut
:
26

1. Editing, yaitu mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta
memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk.
2. Coding, memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudah waktu
mengadakan tabulasi dan analisa.
3. Tabulating, mempersiapkan tabel dengan kolom dan barisnya, menghitung banyaknya
frekuensi, memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel-tabel sesuai kriteria
dengan tujuan agar data dapat tersusun rapi, mudah dibaca dan dianalisa
4. Entry, memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer dengan
menggunakan program SPSS versi 16.0.
5. Analysis, mengecek kembali data yang telah di entry untuk mengetahui ada kesalahan
atau tidak.
4.5.2 Analisa Data
Untuk melihat ada tidaknya hubungan secara bermakna diantara variabel yang diteliti maka
digunakan statistik Uji Chi-Square pada program SPSS pada komputer yang terdiri dari dua
macam :
1. Analisa univariat
Analisa deskriptif (univariat) digunakan untuk mendiskripsikan variabel bebas dan
variabel tergantung dengan menggunakan tabel distribusi yang konfirmasinya dalam
bentuk prosentase . Analisis univariat berfungsi untuk meringkas data hasil pengukuran
sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna. (Arikunto, 2006).
2. Analisa Bivariat
Analisa ini dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi,
27

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel pengetahuan, sikap dan
tindakan pada siswa terhadap PSN-DBD. (Arikunto, 2006).
Data yang telah dikumpulkan diolah dengan statistik Uji Chi-Square menggunakan
program SPSS versi 16.0 dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dapat
dianalisis secara deskriptif.















28

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Sekolah Dasar Negeri 1 Samplangan merupakan salah satu sekolah dasar di Gianyar yang
berlokasi di jalan Ratna VIII No.4 di desa Tegal Tugu Kecamatan Gianyar. SD Negeri 1
Samplangan berdiri pada tahun 1978. Luas areal sekolah ini adalah 1800 m
2
. Sarana gedung
yang dimiliki oleh SD Negeri 1 Samplangan adalah sebagai berikut :
a. Kelas : 6
b. Ruang guru : 1
c. Ruang kepala sekolah : 1
d. 2 WC dan 1 kamar mandi
Sekolah dasar ini dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan memiliki 8 orang guru, 3
guru pengabdi dan 1 orang pengabdi TU. Jumlah siswa sekolah dasar kelas I, II, III, IV, V, VI
adalah sebanyak 215 orang dimana total jumlah siswa laki-laki 101 orang dan jumlah siswa
perempuan 114 orang. Jumlah siswa kelas I sebanyak 41 orang, kelas II sebanyak 28 orang, kelas
III sebanyak 42 orang, kelas IV sebanyak 33 orang, kelas V sebanyak 35 orang, dan kelas VI
sebanyak 36 orang.


28

29

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Siswa SD Negeri 1 Samplangan Kecamatan Gianyar
Menurut Jenis Kelamin
5.2 Karakteristik Responden
Karakteristik Responden ditinjau berdasarkan jenis kelamin dan umur. Data jumlah dan
presentase berdasarkan karakteristik sampel ditunjukkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Kelas
Jumlah %
IV V VI
Laki-laki 16 13 21 50 48,07
Perempuan 17 22 15 54 51,92
Jumlah 33 35 36 104 100,00

Kelas Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki Perempuan
I 20 21 41 19,06
II 12 16 28 13,02
III 19 23 42 19,53
IV 16 17 33 15,34
V 13 22 35 16,27
VI 21 15 36 16,74
Jumlah 101 114 215 100,00
30

Dari tabel 4.2 diketahui bahwa dari 104 responden SD Negeri 1 Samplangan terdapat 50
orang (48,07%) responden berjenis kelamin laki-laki dan 54 orang (51,92%) berjenis kelamin
perempuan.
Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Siswa SD Negeri 1 Samplangan Kecamatan Gianyar
Menurut Umur
Umur Jumlah Persentase (%)
9 16 14,6
10 26 35,0
11 28 27,2
12 23 22,3
13 1 1,0
Total 103 100,0

Pada table 5.3 mengenai karakteristik responden berdasarkan umur dijelaskan bahwa jumlah
siswa terkecil yaitu 1 siswa pada umur 13 tahun dengan persentase 1%. Sedangkan jumlah siswa
terbesar yaitu 28 siswa terdapat pada umur 11 tahun dengan persentase 27,2.
5.3 Proporsi Tingkat Pengetahuan Responden
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Pengetahuan Responden
Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar

31

Dari tabel 5.4 terlihat bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan responden adalah sedang
(55.76%), tingkat pengetahuan baik (34,61%) dan tingkat pengetahuan kurang hanya sebagian
kecil saja yaitu (9,61%).
5.4 Proporsi Sikap Responden
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Sikap Responden
Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar
No. Pengetahuan
Responden
Frekuensi
%
1 Baik 36
34,61
2 Sedang 58
55,76
3 Kurang 10
9,61
Jumlah 104
100
No. Sikap
Responden
Frekuensi
%
1 Baik 43
41,34
2 Sedang 56
53,84
3 Kurang 5
9,61
32


Dari tabel 5.5 terlihat bahwa sebagian besar sikap responden adalah sedang (53,84%), sikap
dalam skala baik (41,34%), dan sikap yang termasuk dalam skala kurang (9,61%).
5.5 Proporsi Tindakan Responden
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Tingkat Tindakan Responden
Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar

Dari tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar tindakan responden adalah sedang (57,69%),
tindakan baik (29,80%), dan tingkat tindakan kurang hanya sebagian kecil saja yaitu (12,5%).


Jumlah 104
100
No. Tindakan
Responden
Frekuensi
%
1 Baik 31
29,80
2 Sedang 60
57,69
3 Kurang 13
12,5
Jumlah 104
100
33

5.6 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Hubungan Pengetahuan dan Sikap
Responden Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar

Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik menunjukan
sikap baik sebanyak 25 responden (69,44%) tingkat pengetahuan baik menunjukan sikap sedang
sebanyak 11 responden (30,55%) serta responden tingkat pengetahuan baik yang menunjukan
sikap kurang ternyata tidak ditemukan. Responden dengan tingkat pengetahuan sedang dengan
sikap baik sebanyak 15 responden (25,86%), responden tingkat pengetahuan sedang dengan
sikap sedang sebanyak 39 responden (67,24%), dan responden tingkat pengetahuan sedang
dengan sikap kurang sebanyak 4 responden (6,89%). Responden dengan tingkat pengetahuan
kurang dengan sikap baik sebanyak 3 responden (30%) responden yang tingkat pengetahuan
kurang dengan sikap sedang sebanyak 6 responden (60%) dan responden yang tingkat
pengetahuan kurang dengan sikap kurang sebanyak 1 responden (10%).
Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,01
(p<0,05), yang artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap siswa tentang
PSN-DBD.
No. Pengetahuan Sikap Baik Sikap Sedang Sikap Kurang Jumlah
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
1 Baik 25 69,44 11 30,55 - - 36
2 Sedang 15 25,86 39 67,24 4 6,89 58
3 Kurang 3 30 6 60 1 10 10
Jumlah 43 56 5 104
34


5.7 Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Responden
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Hubungan Pengetahuan dan Tindakan
Responden Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar

Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa responden dengan tingkat pengetahuan baik
menunjukan tindakan baik sebanyak 10 responden (27,77%) responden tingkat pengetahuan
baik dengan tindakan sedang sebanyak 19 responden (52,77%) serta responden yang tingkat
pengetahuan dengan tindakan kurang sebanyak 7 responden (19,44%). Responden tingkat
pengetahuan sedang dengan tindakan baik 21 responden (36,20%), responden tingkat
pengetahuan sedang dengan tindakan sedang sebanyak 35 responden (60,34%), dan responden
yang tingkat pengetahuan sedang dengan tindakan kurang sebanyak 2 responden (3,44%).
Responden yang tingkat pengetahuan kurang ternyata tidak ada yang memiliki tindakan baik
sedangkan responden yang tingkat pengetahuan kurang dengan tindakan kurang sebanyak 6
No. Pengetahuan Tindakan Baik Tindakan Sedang Tindakan
Kurang
Jumlah
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
1 Baik 10 27,77 19 52,77 7 19,44 36
2 Sedang 21 36,20 35 60,34 2 3,44 58
3 Kurang - 0 6 60 4 40 10
Jumlah 31 60 13 104
35

responden (60%) dan responden yang tingkat pengetahuan kurang dengan tindakan kurang
sebanyak 4 responden (40%).
Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,04
(p<0,05), yang artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan siswa
tentang PSN-DBD
5.8 Hubungan Sikap dan Tindakan Responden
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi dan Persentasi Hubungan Sikap dan Tindakan
Responden Tentang PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan Gianyar

Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa responden dengan sikap baik menunjukan tindakan baik
sebanyak 7 responden (22,58%) responden dengan sikap baik menunjukan tindakan sedang
sebanyak 23 responden (74,19%) serta responden dengan sikap baik yang tindakannya kurang
sebanyak 1 responden (3,22%). Responden dengan tingkat sikap sedang menunjukan tindakan
baik sebanyak 30 responden (50%), responden dengan tingkat sikap sedang menunjukkan
tindakan sedang sebanyak 26 responden (43,33%), responden dengan tingkat sedang
No. Sikap Tindakan baik Tindakan sedang Tindakan
kurang
Jumlah
Frekuensi % Frekuensi % Frekuensi %
1 Baik 7 22,58 23 74,19 1 3,22 31
2 Sedang 30 50 26 43,33 4 6,67 60
3 Kurang 6 46,15 7 53,84 - 0 13
Jumlah 43 56 5 104
36

menunjukan tindakan kurang sebanyak 4 responden (6,67%). Responden dengan sikap kurang
menunjukan tindakan baik sebanyak 6 responden (46,15%) sedangkan responden dengan sikap
kurang menunjukan tindakan sedang sebanyak 7(53,84%) dan responden dengan sikap kurang
menunjukan tindakan kurang tidak ditemukan.
Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,71
(p>0,05), yang artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan
siswa tentang PSN-DBD












37

BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengetahuan, sikap, tindakan terhadap
PSN DBD serta hubungan antara variabel tersebut pada anak sekolah Dasar Negeri 1
Samplangan, maka dapat dijelaskan sebagai berikut bahwa dalam penelitian ini dapat dilihat
bahwa kelompok responden sebagian besar adalah perempuan yaitu sebanyak 51,92% dari total
104 siswa kelas IV, V dan VI.
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner di SD Negeri 1
Samplangan Gianyar menunjukan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap PSN DBD
sebagian besar adalah sedang (55,75%), dan tingkat pengetahuan baik (34,61%) dan tingkat
pengetahuan kurang (9,61%). Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan
Laksmono 2008 di Kelurahan Grondol Wetan, Semarang yang menyatakan bahwa sebagian
besar responden yakni sekitar 72,3% dari total responden memiliki pengetahuan sedang terhadap
PSN DBD. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat mengenai PSN DBD
khususnya pada anak sekolah dasar masih belum dikatakan baik khususnya bagi masyarakat
yang berada di luar daerah perkotaan karena akses informasi dan pembinaan mengenai 3M
belum diterima oleh masyarakat tersebut.
Sama hal nya dengan pengetahuan secara keseluruhan sikap responden terhadap upaya
pelaksana PSN DBD di SD Negeri 1 Samplangan sebagian besar sikap responden adalah sedang
(53,84%), dan responde dengan sikap baik (41,34%) serta responden dengan sikap kurang
(9,61%) Hal ini juga didukung dengan penelitian yang dilakukan Laksmono 2008 di Kelurahan
37

38

Grondol Wetan, Semarang yang menyatakan bahwa sebagian besar responden yakni sekitar
71,8% dari total responden memiliki sikap yang masih terbilang sedang.
Hasil penelitian proporsi tindakan responden sebagian besar tindakan responden adalah
sedang (57,69%), responden yang menunjukan tindakan baik (29,80%), dan responden dengan
tindakan kurang hanya sebagian kecil saja yaitu (12,5%). Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilaksanakan oleh Sri Wahyuni tahun 1999 di kelurahan Padang Bulan serta Laksmono
tahun 2008 di Kelurahan Grondol Wetan Semarang, yang menyatakan bahwa sebagian
responden memiliki tindakan yang sedang terhadap PSN DBD.
6.1 Hubungan Pengetahuan dan Sikap Responden
Hubungan pengetahuan dengan sikap responden terhadap PSN DBD sebagai upaya pencegahan
terjadinya penyakit DBD didapatkan hasil responden dengan tingkat pengetahuan baik
menunjukan sikap baik sebanyak 25 responden (69,44%) tingkat pengetahuan baik menunjukan
sikap sedang sebanyak 11 responden (30,55%) serta responden tingkat pengetahuan baik yang
menunjukan sikap kurang ternyata tidak ditemukan. Responden dengan tingkat pengetahuan
sedang dengan sikap baik sebanyak 15 responden (25,86%), responden tingkat pengetahuan
sedang dengan sikap sedang sebanyak 39 responden (67,24%), dan responden tingkat
pengetahuan sedang dengan sikap kurang sebanyak 4 responden (6,89%). Responden dengan
tingkat pengetahuan kurang dengan sikap baik sebanyak 3 responden (30%) responden yang
tingkat pengetahuan kurang dengan sikap sedang sebanyak 6 responden (60%) dan responden
yang tingkat pengetahuan kurang dengan sikap kurang sebanyak 1 responden (10%).
39

Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,01
(p<0,05), yang artinya terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan sikap siswa tentang
PSN-DBD.
Hasil ini menunjukan adanya kecendrungan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan maka
semakin baik sikapnya terhadap pelaksanaan PSN DBD.
6.2 Hubungan Pengetahuan dan Tindakan Responden
Berdasarkan hasil penelitian responden dengan tingkat pengetahuan baik menunjukan tindakan
baik sebanyak 10 responden (27,77%) responden tingkat pengetahuan baik dengan tindakan
sedang sebanyak 19 responden (52,77%) serta responden yang tingkat pengetahuan dengan
tindakan kurang sebanyak 7 responden (19,44%). Responden tingkat pengetahuan sedang dengan
tindakan baik 21 responden (36,20%), responden tingkat pengetahuan sedang dengan tindakan
sedang sebanyak 35 responden (60,34%), dan responden yang tingkat pengetahuan sedang
dengan tindakan kurang sebanyak 2 responden (3,44%). Responden yang tingkat pengetahuan
kurang ternyata tidak ada yang memiliki tindakan baik sedangkan responden yang tingkat
pengetahuan kurang dengan tindakan kurang sebanyak 6 responden (60%) dan responden yang
tingkat pengetahuan kurang dengan tindakan kurang sebanyak 4 responden (40%). Dari hasil
analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh p=0,04 (p<0,05), yang artinya
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tindakan siswa tentang PSN-DBD
Hasil tersebut menunjukan bahwa responden yang berpengetahuan sedang akan diikuti
dengan tindakan yang sedang sebaliknya responden dengan tingkat pengetahuan kurang maka
akan diikuti dengan tindakan yang kurang pula. Hal serupa juga didapatkan pada penelitian Sri
40

Wahyuni tahun 1999 di Padang Bulan, Medan yang menyatakan bahwa mayoritas responden
memiliki pengetahuan sedang akan melakukan tindakan yang sedang.
Teori Health Belief Models (HBM) menyebutkan bahwa perbedaan demografis,
psikososial, dan variabel struktural memberikan pengaruh dalam persepsi individu dan secara
langsung mempengaruhi tindakan atau perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Ada
kemungkinan hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori HBM karena variabel pengetahuan
lebih menekankan kepada aspek persepsi keseriusan yang dirasakan terhadap penyakit DBD
menurut pengetahuan responden akan tetapi karena responden berpengetahuan tinggi,
pendapatan tinggi, maka aspek persepsi kerentanan yang dirasakan terhadap penyakit DBD
rendah. Misalnya responden menganggap penyakit DBD berbahaya, tetapi mereka berkeyakinan
tidak mungkin terkena penyakit DBD sehinngga mereka tidak melaksanakan tindakan
pencegahan tersebut.
6.6 Hubungan Sikap dan Tindakan Responden
Dari hasil penelitian responden dengan sikap baik yang menunjukan tindakan baik sebanyak 7
responden (22,58%) responden dengan sikap baik menunjukan tindakan sedang sebanyak 23
responden (74,19%) serta responden dengan sikap baik yang tindakannya kurang sebanyak 1
responden (3,22%). Responden dengan tingkat sikap sedang menunjukan tindakan baik sebanyak
30 responden (50%), responden dengan tingkat sikap sedang menunjukkan tindakan sedang
sebanyak 26 responden (43,33%), responden dengan tingkat sedang menunjukan tindakan
kurang sebanyak 4 responden (6,67%). Responden dengan sikap kurang menunjukan tindakan
baik sebanyak 6 responden (46,15%) sedangkan responden dengan sikap kurang menunjukan
tindakan sedang sebanyak 7(53,84%) dan responden dengan sikap kurang menunjukan tindakan
kurang tidak ditemukan. .
41

Dari hasil ini secara keseluruhan dapat menggambarkan bahwa sebagian besar responden
mempunyai sikap baik akan diikuti oleh tindakan yang sedang. Keadaan ini sesuai dengan teori
yang menyatakan bahwa sikap merupakan salah satu predisposisi seseorang untuk bertindak.
Sikap bukan dibawa sejak lahir namun sikap dapat dibentuk dari adanya interaksi sosial yang
dialami oleh responden. Dalam interaksi sosial tersebut terjadi hubungan timbal balik yang
saling mempengaruhi diantara individu yang dapat mempengaruhi pola tindakan dan perilaku
dalam berinteraksi pada lingkungannya.(Azwar,2009)
Dari hasil analisa statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh hasil p=0,71
(p>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan tindakan siswa
tentang PSN-DBD. Hal ini berarti meskipun responden memiliki sikap yang baik tentang PSN
DBD tetapi tidak selamanya berpengaruh pada tindakan mereka untuk melaksanakan PSN DBD.
Terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan
prasarana (Notoatmodjo, 2005).








42

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1) Tingkat pengetahuan responden sebagian besar adalah sedang (55.76%), tingkat
pengetahuan baik (34,61%) dan tingkat pengetahuan kurang hanya sebagian kecil saja
yaitu (9,61%).
2) Sikap responden sebagian besar adalah sedang (53,84%), sikap dalam skala baik
(41,34%), dan sikap yang termasuk dalam skala kurang (9,61%)
3) Tindakan responden sebagian besar adalah sedang (57,69%), tindakan
4) Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan sikap,
pengetahuan dengan tindakan. Hal ini terbukti setelah di uji kemaknaan dengan uji Chi
Square didapatkan hasil p=<0,05.
5) Tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap dan tindakan. Hal ini terbukti
setelah di uji kemaknaan dengan uji Chi Square dan didapatkan hasil p=>0,05.
6) Semakin tinggi tingkat pengetahuan maka semakin baik sikapnya terhadap pelaksanaan
PSN DBD.
7) Semakin baik sikap responden maka semakin cenderung untuk mempunyai tindakan yang
baik dan semakin kurang sikap responden akan cenderung pula untuk mempunyai
tindakan yang kurang. Namun tidak selamanya sikap berpengaruh terhadap tindakan.

42

43

7.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat disarankan adalah sebagai
berikut :
1) Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagi masukan bagi pihak sekolah untuk
memberikan pembinaan dan penyuluhan kesehatan tentang PSN DBD sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan siswa untuk mencegah dan mengatasi penyakit DBD.
2) Diharapkan seluruh petugas kesehatan setempat meningkatkan penyuluhan pada bulan-
bulan rawan DBD terutama musim penghujan di sekolah-sekolah dan tempat-tempat
lainnya.
3) Seluruh lapisan masyarakat perlu diikutsertakan dalam pelaksanaan PSN DBD terutama
sejak usia dini agar mereka akan bias menanamkan pentingnya pencegahan DBD
sehingga mereka merasa lebih bertanggung jawab pada kesehatan diri sendiri dan
keluarga.
4) Pemberdayaan siswa dan guru-guru UKS di sekolah mengenai pentingnya upaya
pencegahan penyakit DBD. Anjuran ini hendaknya dilakukan secara terus menerus
dengan waktu tidak terlalu lama, sehingga dapat dicerna dan dilaksanakan oleh semua
orang.
5) Diharapkan guru-guru pembimbing atau petugas kesehatan setempat mengadakan
gerakan Jumat Bersih di Sekolah pada tiap-tiap lokasi tertentu yang rawan DBD
maupun yang tidak rawan DBD sebagai upaya pencegahan penularan penyakit DBD.


44

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, E. Siti et all. 2010.
Sekolah Dasar Pintu Masuk Perbaikan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Seimbang
Masyarakat. Depok; p.42-43.
Arikunto, S. 2006.
Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Asdi Mahasatya.
Azwar,S. 2009.
Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta
Bagus, U. Rahayu, A. 2008.
Aedes Aegypti Sebagai Vektor Penyakit DBD. Surabaya. p: 3-8
Direktorat Jenderal P2PL Departemen Kesehatan RI. 2009.
Informasi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Hal : 47-53.
Guerdan, B. 2010.
Dengue Fever/ Dengue Hemorrhagic Fever.American Journal of Clinical Medicine. Vol
7. No 2. p: 51-53.
Ishartadiati, K. 2009.
Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue. Surabaya. Hal : 2-5
Kemenkes RI. 2010.
Demam Berdarah Dengue di Indonesia Tahun 1968-2009. Buletin Jendela Epidemiologi.
Hal: 1-12.
44

45

Kemenkes RI. 2010.
Diagnosis Dini Penderita DBD. Buletin Jendela Epidemiologi. Hal: 21-25.
Kemenkes RI. 2010.
Manajemen Demam Berdarah Dengue Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi.
Hal: 15-19.
Kemenkes RI. 2010.
Masalah Vektor DBD dan Pengendaliannya di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi.
Hal: 26-30.
Laksmono, Widagdo. Bhinuri. 2008.
Kepadatan Jentik Aedes aegypti Sebagai Indikator Keberhasilan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (3M PLUS) di Kelurahan Grondol Wetan. Semarang. Makara, 12 (1) : 13-19.
Notoatmodjo, S. 2005.
Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 88-92.
Notoatmodjo, S. 2007.
Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. 118-132.

Profil Kesehatan Indonesia 2011.
http://www.depkes.go.id/ downloads/profil_kesehatan_2011/files/buku profil kesehatan
indonesia 2011.pdf, diakses tanggal 18 Januari 2014.


46

Tri Wulandari, 2001.
Vektor Demam Berdarah dan Penanggulangannya. In: Mutiara Medika, Vol. I, no. 1,
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 27-30.
Wahyuni, Sri. 1999.
Perilaku IRT Terhadap Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue di Kelurahan Padang Bulan Kecamatan Medan Baru. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatra Utara. Medan.
WHO. 2008.
Dengue/DHF Situation of Dengue/Dengue Hemorrhagic Fever in the South-East Asia
Region Variable endemicity for DF/DHF in countries of SEA Region. Available from:
http://www.searo.who.int/enn/Section10/Section332_1100.htm. [Accesed 20 Januari
2014]

Anda mungkin juga menyukai