Anda di halaman 1dari 63

i

SAMBUTAN


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahNya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun
Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi para penyuluh dan pelaku utama
maupun pelaku usaha. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada para
penyusun yang telah mencurahkan pikiran, waktu, dan tenaganya, sehingga materi ini
siap untuk digunakan.

Materi Penyuluhan merupakan salah satu bagian yang penting dalam
penyelenggaraan suatu penyuluhan agar pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan
tujuan dapat tercapai. Kami berharap materi ini akan memberikan kontribusi yang
positif terhadap pencapaian tujuan dari Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan materi penyuluhan ini
masih banyak kekurangan. Kritik, usul, atau saran yang konstruktif sangat kami
harapkan sebagai bahan pertimbangan untuk penyempurnaannya di masa mendatang.

Jakarta, Nopember 2011




Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan
dan Perikanan
ii

KATA PENGANTAR


Materi penyuluhan Pengelolaan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) ini
merupakan salah satu kumpulan dari kegiatan Konservasi Biota Terancam
Punah yang meliputi kegitan identifikasi dan morfologi penyu sisik, habitat dan
lingkungan hidup penyu sisik serta upaya pengelolaannya. Untuk memahami
tentang pengelolaan penyu sisik, peserta harus mempelajari tiga sub judul materi
yaitu identifikasi dan morfologi penyu sisik, habitat dan lingkungan hidup penyu sisik
serta upaya pengelolaannya, ke tiga nya tidak bisa dipisahkan antara yang satu
dengan yang lain.
Dengan mempelajari ketiga sub judul materi penyuluhan tersebut peserta
diharapkan mempunyai kompetensi dalam konservasi biota terancam punah
khususnya tentang pengelolaan penyu sisik.



Jakarta, Nopember 2011





Penyusun






iii

DAFTAR ISI


SAMBUTAN ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... v
PETUNJUK PENGGUNAAN MATERI PENYULUHAN ............................. vi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Deskripsi Singkat .................................................................................. 1
C. Tujuan Pembelajaran ............................................................................ 2
1. Kompetensi Dasar ........................................................................... 2
2. Indikator Keberhasilan ..................................................................... 2
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ..................................................... 2
MATERI POKOK 1. IDENTIFIKASI PENYU SISIK
A. Identifikasi dan Morfologi Penyu Sisik ................................................... 6
B. Penyebaran Penyu Sisik ..................................................................... 12
C. Latihan ................................................................................................ 13
D. Rangkuman ......................................................................................... 14
E. Evaluasi materi Pokok 1 ...................................................................... 16
F. Umpan balik dan Tindak Lanjut ........................................................... 16
MATERI POKOK 2. HABITAT DAN LINGKUNGAN HIDUP PENYU SISIK
A. Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik di Pantai ......................... 19
1. Kemiringan Pantai ......................................................................... 19
2. Tipe Substrat ................................................................................. 20
3. Vegetasi Sekitar Pantai ................................................................. 21
B. Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik di Laut ............................ 21
C. Tingkah Laku Penyu Sisik Saat Akan Bertelur .................................... 22
D. Latihan ................................................................................................ 25
E. Rangkuman ......................................................................................... 25
F. Evaluasi materi Pokok 2 ...................................................................... 26
G. Umpan balik dan Tindak Lanjut ........................................................... 26
iv

MATERI POKOK 3. UPAYA PENGELOLAAN PENYU SISIK
A. Pengertian Upaya Konservasi ............................................................. 29
B. Peraturan Mengenai Pengelolaan Penyu Sisik ................................... 31
C. Beberapa Permasalahan Terkait Pengelolaan Penyu Sisik ................ 32
1. Pemanfaatan Penyu ...................................................................... 32
2. Penangkapan dan Perdangan PenyuSecara Tidak Sah................ 33
3. Pemanfaatan Telur Penyu ............................................................. 33
4. Gangguan Habitat Penyu dan Pencemaran .................................. 34
5. Mata Pencaharian Masyarakat dan Pendapatan Daerah .............. 35
6. Kesadaran Masyarakat Terhadap Pemanfaatan Penyu ................ 35
7. Pengawasan .................................................................................. 35
8. Penegakan Hukum ........................................................................ 36
9. Koordinasi ...................................................................................... 37
10. Sumber data .................................................................................. 37
D. Latihan ................................................................................................ 38
E. Rangkuman ......................................................................................... 38
F. Evaluasi materi Pokok 3 ...................................................................... 40
G. Umpan balik dan Tindak Lanjut ........................................................... 40
PENUTUP ................................................................................................ 42
KUNCI JAWABAN ................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 53
GLOSARIUM ........................................................................................... 55









v

DAFTAR GAMBAR

1. Bagian tubuh penyu sisik ...................................................................... 7
2. Kelamin Jantan dan Betina ................................................................... 9
3. Morfologi Kepala dan Karapas Penyu ................................................... 9
4. Penyu sisik .......................................................................................... 11
5. Siklus hidup penyu ............................................................................. 13
6. Penyu Sisik Yang Telah Terpasang Alat Deteksi untuk mengetahui
penyebarannya ................................................................................... 19
7. Habitat penyu sisik di laut ................................................................... 22
8. Penyu sedang bertelur ........................................................................ 23















vi

DAFTAR TABEL

1. Identifikasi berdasarkan bentuk luar penyu ....................................... 7
2. Kemiringan dan criteria pantai ........................................................ 19
3. Tekstur substrat .............................................................................. 20

















vii

PETUNJUK PENGGUNAAN MATERI PENYULUHAN

1. Materi penyuluhan ini merupakan salah satu materi penyuluhan yang
dibutuhkan untuk mencapai kompetensi bidang konservasi biota yang terancam
punah
2. Materi penyuluhan terdiri dari 3 materi pembelajaran memerlukan waktu 9 kali
pertemuan @ 4 jam pelajaran.
3. Kegiatan belajar tersebut adalah Materi Pokok
1) Pembelajaran 1 :Identifikasi Penyu Sisik
2) Pembelajaran 2 :Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik
3) Pembalajaran 3 :Upaya Pengelolaan Penyu Sisik
4. Setiap kegiatan belajar berisi materi pembelajaran, rangkuman, latihan, evaluasi
materi serta umpan balik dan tindak lanjut.
5. Pahami dahulu latihan dan evaluasi materi sebelum menjawab. Janganlah
melihat Kunci Jawaban sebelum Anda selesai menjawab semua pertanyaan.
6. Apabila Anda telah membaca Materi, dan mampu menjawab semua soal
dengan benar, berarti Anda telah memahami materi pembelajaran yang
bersangkutan dengan baik.
7. Apabila ditemukan istilah-istilah yang tidak dimengerti di dalam paket
pembelajaran ini, silahkan baca lembar peristilahan (Glossary)


1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Materi penyuluhan tentang Pengelolaan Penyu Sisik (Eretmochelys
imbricata) ini disusun untuk membantu para pengelola dan masyarakat pada
umumnya yang ingin melakukan konservasi biota yang terancam punah dalam hal
ini adalah penyu sisik merupakan bagian dari pengelolaan kawasan konservasi yang
harus dijaga keutuhannya demi kelestarian sumberdaya tersebut.
Materi penyuluhan ini diharapkan bisa bermanfaat sebagai acuan sehingga
para pelaku utama di lapangan tidak bingung dalam melakukan penyuluhan untuk
pengelola atau masyarakat umum yang ingin mengelolaan penyu sisik dengan baik.
Selain digunakan oleh para pelaku utama materi penyuluhan ini juga
bermanfaat sebagai pegangan para pengelola di lokasi masing-masing sehingga
mereka tidak harus selalu didampingi oleh pelaku utama namun dapat belajar
sendiri hanya dengan mempelajari materi penyuluhan ini.
Dengan mempelajari materi penyuluhan ini peserta diharapkan mampu
mengelola penyu sisik dengan baik, sehingga sumberdaya tersebut dapat terjaga
keberadaannya.
B. Deskripsi Singkat
Materi penyuluhan ini berjudul tentang Pengelolaan Penyu Sisik ini
menjelaskan tentang penyu sisik yang menyangkut tentang identifikasi dan morfologi
penyu sisik, habitat dan lingkungan hidup penyu sisik dan upaya pengelolaan penyu
sisik untuk menjaga keutuhan dan kelestarian sumberdaya tersebut yang saat ini
sedang terancam punah. Materi penyuluhan ini disusun secara sederhana,
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan disusun berdasarakan kumpulan
pengalaman-pengalaman pengelola yang telah berhasil sehingga materi ini
2

diharapkan dapat menjawab sebagian besar pertanyaan dan kesulitan yang dihadapi
pelaku di lapangan.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu menjelaskan
tentang upaya pengelolaan penyu sisik yang menyangkut tentang identifikasi
dan morfologi penyu sisik, habitat dan lingkungan hidup penyu sisik dan
upaya pengelolaannya.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari materi ini peserta diharapkan mampu melakukan upaya
pengelolaan penyu sisik yang menyangkut tentang identifikasi penyu sisik
(identifikasi dan morfologi penyu sisik serta penyebarannya), habitat dan
lingkungan hidup penyu sisik (habitat dan lingkungan hidup di pantai, habitat
dan lingkungan hidup di laut dan tingkah laku bertelur penyu sisik) dan upaya
pengelolaannya (pengertian upaya konservasi, peraturan mengenai
pengelolaan penyu sisik, beberapa permasalahan terkait pengelolaan penyu
sisik
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Identifikasi Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
a. Identifikasi dan morfologi penyu sisik
b. Penyebaran penyu sisik
2. Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik
a. Habitat dan lingkungan hidup penyu sisik di pantai
b. Habitat dan lingkungan hidup penyu sisik di laut
c. Tingkah laku penyu saat akan bertelur
3. Upaya Pengelolaan Penyu Sisik
3

a. Pengertian upaya konservasi
b. Peraturan tentang pengelolaan penyu sisik
c. Berbagai permasalahan terkait pengelolaan penyu sisik
























4

MATERI POKOK I
IDENTIFIKASI PENYU SISIK
(Eretmochelys imbricata)





Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber-sumber alam daratan,
serta memiliki sumber-sumber alam laut seperti berbagai jenis ikan, kerang, udang,
binatang menyusui dan binatang melata yang mampu berenang hidup di laut. Hal yang
disebutkan terakhir, yakni penyu yang terbukti mempunyai daya guna ekonomi yang
baik. Seekor penyu mengandung daging, karapas, tulang-tulang dan mampu
menghsilkan puluhan butir telur penyu (Nuitja, 1992).
Sebelum adanya konservasi, penyu dimanfaatkan sebagai bahan baku
perhiasan, daging dan telurnya sebagai bahan makanan sehingga di khawatirkan akan
menyebabkan penurunan populasi penyu dan mengarah ke kepunahan. Selain hal
tersebut, kepunahan penyu laut akan cepat terjadi jika habitat tempat bertelur rusak
dan makanannya di eksploitasi besar-besaran serta perkembangan pariwisata dan
pantai yang mengalami abrasi (Purwaningsih, 2001).
Ada 7 jenis penyu di dunia oleh CITES (Convention Internasional Trade in
Endanger of Wild Flora and Fauna) dimasukkan dalam appendix I sebagai hewan
yang terancam punah, dilindungi serta tidak dieksploitasi dalam bentuk apapun
(Dermawan dan Adnyana, 2003).
Di Indonesia terdapat enam dari tujuh jenis penyu yang hidup di dunia.
Keenam jenis penyu yaitu Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik atau Hawksbill
Setelah mempelajari materi pokok 1 mengenai identifikasi penyu sisik
(Eretmochelys imbricata) , peserta mampu mengidentifikasi penyu sisik yang
meliputi identifikasi dan morfologi penyu sisik serta penyebarannya.

5

(Eretmochelys imbricta), Penyu tempayan atau Loggerhead (Caretta caretta), Penyu
Belimbing atau Leatherback (Dermochelys coriacea), Penyu Lekang atau Olive
Ridley (Lepidochelys olivacae), dan Penyu Pipih atau Flatback (Natator depressus)
tersebut telah dilindungi oleh PP Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan
tumbuhan dan jenis satwa yang di lindungi (Direktorat Konservasi dan Taman
Nasional Laut, 2009).
Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa populasi penyu di Indonesia
menurun drastis terutama sejak dua dekade terakhir. Hasil pengamatan beberapa
peneliti di beberapa lokasi peneluran menunjukkan bahwa penurunan populasi bisa
mencapai 80 (rata-rata 72 % ) dibandingkan dengan jumlah populasi pada 15 tahun
sebelumnya. Hal ini terlihat nyata diberbagai lokasi peneluran utama seperti di Aru
Tenggara (Compos, 1980; Schulz, 1989; Dethmers, 1999), Kalimantan Timur
(Tomascik et al, 1997). Laut Jawa (Stringgel et al 2000; Suganuma et al, 1999), dan
tempat-tempat lainnya Kecenderungan penurunan populasi juga tercermin dari
beberapa bukti tak langsung seperti berkurangnya lokasi peneluran di wilayah laut
Jawa (Suganuma et al, 1999) dan bertambah larnatiya waktu yang dibutuhkan oleti
periangkap penyu untuk rnerrienuhi pasar di Bali (Adnyana, 1997) Beberapa
penyebab penurunan populasi telah diidentifikasi dengan baik (lihat Troeng, 1996).
Secara substansial, semua penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga.
Pertama adalah pengambilan masif penyu dewasa (terutama untuk
diperdagangkan di Bali) dan dianalogikan dengan "seperti membakar lilin dari kedua
kutubnya" (Shanker dan Pilcher, 2003; Suganuma et al 1999, Adnyana, 1997; Daly
1991; Schulz, 1989).
Kedua adalah aktivitas perikanan, hal ini karena masih banyaknya komunitas
masyarakat pesisir di Indonesia yang tergantung dari sumberdaya laut sebagai
sumber pendapatan mereka, kemudian dari penyu yang mati atau terluka pada saat
mereka menangkap ikan atau biota laut lainnya. Indikasi beberapa cerita dari
6

masyarakat pesisir yang menemukan penyu mati pada jaring nelayan. Jaring
Trawling juga salah satu penyebab punahnya penyu. Tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia dari data mengenai tertangkapnya penyu pada kegiatan penangkapan
ikan merupakan hal yang perlu untuk diteliti lebih jauh. Secara keseluruhan dari efek
penangkapan ikan dan populasi penyu perlu di kualifikasikan.
Ketiga adalah Ketidak tersedianya praktisi manajemen (masih kurangnya
sumberdaya dan kapasitas untuk mengatur populasi). Pemerintah Indonesia sudah
memformulasikan kebijakan yang mengatur tentang konservasi penyu dan
habitatnya. Undang-Undang No. 7 Tahun1999 menjelaskan tentang perlindungan
seluruh 6 (enam) jenis penyu yang ada di Indonesia.
A. Identifikasi dan Morfologi Penyu Sisik
Secara umum penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu
bermigrasi dalam jarak yang jauh sepanjang kawasan Samudra Hindia, Samudra
Pasifik dan Asia Tenggara (Fitriyanto, 2006). Penyu termasuk sumber kehidupan
bagi masyarakat pesisir. Ketika para nelayan yang hidup di pulau-pulau terpencil,
tidak bisa mengayuh perahunya ke laut untuk mencari ikan, maka telur penyu akan
berperan sebagai sumber makanan penyambung hidup.
Penyu berbeda dengan kura-kura. Ciri yang paling khas yang membedakan
penyu dengan kura-kura yaitu penyu tidak dapat menarik kepalanya ke dalam
apabila merasa terancam. Meskipun hidup di laut, Penyu tidak memiliki insang
seperti halnya ikan untuk bernapas, karena itu penyu muncul sekali-sekali ke
permukaan untuk mengambil bernapas (Penyu Laut Indonesia, 2007).
Pengenalan terhadap bagian tubuh penyu beserta fungsinya sangat di
perlukan agar dapat melakukan identifikasi dengan baik. Tubuh penyu terdiri dari
bagianbagian (Gambar 1) sebagai berikut :
7

1. Karapas, yaitu bagian tubuh yang di lapisi zat tanduk terdapat di bagian
punggung dan berfungsi sebagai pelindung.
2. Plastron, yaitu penutup pada bagian dada dan perut.
3. Infra marginal, yaitu keeping penghubung antara bagian pinggir karapas dengan
plastron. Bagian ini dapat digunakan sebagai alat identifikasi.
4. Tungkai depan, yaitu kaki berenang di dalam air yang berfungsi sebagai alat
dayung.
5. Tungkai belakang, yaitu kaki bagian belakang (pore fliffer), berfungsi sebagai alat
penggali.


Gambar 1. Bagian tubuh penyu ( Yusuf, 2000)
Identifikasi penyu berdasarkan bentuk luar (morfologi) setiap jenis penyu
dapat dilihat pada Tabel 1.


Tabel 1. Identifikasi Berdasarkan Bentuk Luar Jenis Penyu.

Jenis Penyu Ciri Ciri Morfologi
Penyu Hijau
(Chelonia mydas)
Karapas berbentuk oval, berwarna kuning ke abu
abuan, tidak meruncing di punggung dengan kepala
bundar.
Penyu Pipih
(Natator depressus)
Karapas meluas berbentuk oval, berwarna kuning ke
abuabuan tidak meruncing di belakang, kepala
8

yang kecil dan bundar.
Penyu abuabu
(Lephydochelys
olivacea)
Karapas berbentuk seperti kubah tinggi, terdiri dari 5
pasang coastal scutes, dimana setiap sisi terdiri
dari 6 9 bagian. Bagian karapas lembut. Karapas
berwarna hijau gelap dan bagian bawah berwarna
kuning. Kepala penyu abuabu tergolong besar.
Penyu sisik
(Eretmochelys
imbricata)
Bentuk karapas seperti jantung (elongate),
meruncing di puggung, kepalanya sempit serta
karapasnya cokelat dengan beberapa variasi terang
mengkilat.
Penyu belimbing
(Dermochelys
coriacea)
Punggung memanjang berbentuk buah belimbing,
kepalanya sedang serta membundar; kaki depan
panjangdengan punggung berwarna hitam hamper
seluruhnya disertai bintikbintik putih.
Penyu tempayan
(Caretta caretta)
Bentuk memanjang, meruncing di bagian belakang,
kepala berbentuk triangular hampir seluruhnya
berwarna cokelat kemerahmerahan.

Penyu sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan
melihat skutnya yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya.
Karapasnya sendiri berbentuk elip, dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang
skut lateral, dan 11 pasang skut marginal. Skut dorsalnya lebih tebal dibanding
penyu Hijau, dan berwama cerah. Karakteristik skut inilah yang menyebabkan penyu
ini dieksploitasi secara besar-besaran untuk dijadikan ornamen, Warna skut sangat
bervariasi dari regio satu ke regio lainnya. Skutnya memiliki corak garis-garis radial
yang terdiri atas empat warna dasar yaitu hitam, coklat, merah, dan kuning. Lebar
karapasnya adalah 70-79% dari total panjang karapas (diukur lurus - Scute
Carapace Length). Jika pada penyu Hijau terdapat sepasang sisik prefrontalis, maka
pada penyu Sisik terdapat dua pasang.
Untuk dapat membedakan jenis kelamin penyu dewasa dapat dilihat pada
Gambar 2, dimana penyu jantan dewasa memiliki ekor yang lebih panjang dari pada
ekor penyu betina. Selain itu hal lain yang membedakannya adalah ukuran kepala
9

penyu jantan lebih kecil dari penyu betina. Hampir dapat dipastikan, penyu yang naik
pada malam hari ke pantai adalah penyu betina (Nuitja, 1992).

Gambar 2. Kelamin jantan dan betina, kiri jantan kanan betina
(A: Ekor panyu, B: Karapas C: Cloacal) (Nuitja, 1992).

Setiap penyu memiliki ciri khas tersendiri jadi secara fisik, orang akan lebih
mengetahui dan memudahkan untuk membedakan jenis penyu tersebut. Untuk
kepala dan karapas dari masing-masing penyu dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Morfologi kepala dan karapas penyu
(Rebel, 1974 dalam Yusuf, 2000).

Nama ilmiah dari penyu sisik adalah Eretmochelys imbricata (Linne,1758
dalam Nuitja 1992). Di daerah pedesaan sering kali disebut penyu karang atau
penyu genting. Disebut penyu karang karena binatang ini hidup di terumbu karang
dan disebut penyu genting karena susunan karapasnya yang letaknya nyaris
bersusun-susun seperti susunan genting.
10

Penyu sisik bersifat karnifora, dengan makanan utama sponge, karang lunak,
dan kerang-kerangan. Penyu sisik mudah dibedakan dengan jenis penyu lain dengan
melihat skutnya yang tebal dan tumpang tindih yang menutupi karapasnya.
Karakteristik skutnya yang tumpang tindih pada penyu sisik yang indah
menyebabkan penyu ini di eksploitasi secara besar-besaran untuk ornamen
(Dermawan, 2003). Menurut Nuitja (1992), penyu sisik berukuran paling kecil
diantara semua jenis penyu yang ada. Penyu sisik akan kembali ke pantai asal ia
dilahirkan untuk bertelur pada setiap 3-4 tahun sekali setelah mencapai tingkat untuk
bertelur. Penyu sisik betina akan bertelur 3-7 kali pada tahun ia bertelur. Penyu sisik
biasanya mulai bertelur di waktu malam karena suhu lebih dingin dan sedikit
pemangsa, akan menghasilkan telur sekitar 90185 butir telur sekali pendaratan.
Telur berbentuk bulat berukuran bola ping-pong mempunyai diameter 5 cm.
Habitat penyu sangat berpengaruh terhadap jumlah populasi. Jika keadaan
lingkungan berubah akibat adanya aktifitas atau gangguan lingkungan seperti
pencemaran, maka populasi penyu akan mengalami gangguan dan tergantung dari
besar kecilnya kualitas dan kuantitas gangguan.
Klasifikasi penyu sisik (Priyono, 1994) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-Phyllum : Vertebrata
Class : Reptilia
Ordo : Testudinata
Sub-Ordo : Cryptodira
Famili : Cheloniidae
Genus : Eretmochelys
Species : imbricata
11



Gambar 4. Penyu sisik (Eretmochelys imbricata)
Ciri morfologi penyu sisik bentuk karapas seperti jantung (elongate) meruncing
di punggung, kepalanya sempit serta karapasnya berwarna cokelat dengan
beberapa variasi terang mengkilat (Direktorat Konservasi dan Taman Nasional
Laut, 2009). Penyu sisik dewasa berbentuk oval/ elips, bagian pinggiran karapas
bergerigi, kecuali pada tukik dan hewan yang sangat tua (Nuitja 1992 dalam
Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2009). Karapas penyu sisik memiliki
empat pasang sisik rusuk (coastal scute) yang tersusun tumpang tindih seperti
genting, lima vertebral scute yang menyatu pada tulang belakang, di sekeliling
tempurungnya terdapat lempeng-lempeng kecil yang disebut marginal scute
berjumlah 13 yang saling tumpang tindih dan bergerigi. Sedangkan pada penyu
muda biasanya bewarna hitam atau hitam kecoklatan dengan warna coklat terang
pada keel, pinggir cangkang dan sirip dan leher atas.
Penyu sisik mempunyai ukuran sedang, sempit dengan bentuk paruh yang
lancip, panjangnya 21-33% dari panjang lurus karapas atau Straight Carapace
Length (mean 27,6% SCL). Kepalanya mempunyai dua pasang sisik yang berjumlah
tiga sampai empat sisik pada bagian samping dan juga pada bagian belakang mata
ayang biasa disebut Post Orbital Scale (Yusuf, 2000).
12

Selain bentuk dan juga sisik yang berada dikepala bentuk paruh pada penyu
pun berbeda-beda merupakan bentuk adaptasi penyu terhadap jenis makanan dan
juga pola makannya. Penyu sisik mempunyai paruh yang tajam sehingga
memungkinkan dapat mencari makan pada celah celah batu karang laut. Penyu sisik
adalah pemakan sponge, namun kadang kala memakan alga, rumput laut, karang
lunak dan juga kerang-kerangan (Zamani, 1998).
B. Penyebaran Penyu Sisik
Penyu sisik tersebar di daerah tropis dan subtropis, pada lintang 25 LU
sampai 25 LS. Di indonesia penyebaran utama penyu sisik terdapat di Laut Jawa,
Laut Flores, Selat Makasar, dan Selat Karimata. Penyu sisik menyebar ke daerah
kepulauan yang terdapat terumbu karangnya antara lain Kepulauan Napia, Pulau
Wasanii, Bunaken, Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Seribu, Pulau Baluran, Bali
Barat, Kepulauan Komodo, Pulau Mojo, Pangandaran (Nuitja, 1992). Penyu Sisik
hidup di laut tropika dan Sub tropis di sekitar perairan yang terdapat terumbu karang
yang kaya akan alga laut ( sea weed ) sedangkan perkawinan sering terjadi di laut
yang memliki substrat sedikit berlumpur. Penyu sisik akan kembali ke pantai asal ia
menetas untuk bertelur. Setelah menetas, anak-anak penyu sisik akan
menghabiskan waktu di pantai sambil mencari makanan. Penyu Sisik memakan
sponge dan batu karang lembut. Penyu sisik terkadang membentuk koloni sendiri di
pantai tempat bertelur dalam satu wilayah tertentu. Di luar wilayah tropis tercatat
adanya penyu sisik meskipun tidak melakukan aktivitas bertelur. Wilayah yang
dimaksud adalah bagian utara bumi, Atlantik bagian Barat dan Timur, Pasifik bagian
Barat dan Timur (Kundiarto, 2010).
Sedangkan untuk siklus hidup penyu laut secara umum dapat di lihat pada
Gambar 5.
13


Gambar 5. Siklus hidup penyu (WWF Bali 1998)

Keterangan:
1. Induk penyu jantan dan betina memasuki masa perkawinan 2 minggu.
2. Induk penyu jantan kembali ke laut untuk mengembara
3. Induk penyu betina memasuki masa peneluran.
4. Induk penyu betina kembali kelaut untuk mengembara.
5. Telur penyu memasuki masa inkubasi selama + 7 minggu.
6. Tukik menuju perairan & memasuki masa tahun yang hilang (520 tahun).
7. Masa pertumbuhan dan perkembangan bagi tukik selama 30 tahun.
8. Perairan pantai dangkal dan zona penyebaran dasar laut di penuhi oleh penyu muda
sampai penyu dewasa.
9. Induk penyu jantan dan betina kembali bermigrasi untuk musim kawin.
10. Induk penyu jantan dan betina kembali ke perairan pantai.
11. Induk jantan dan betina memasuki masa pemijahan

Setelah mencapai ukuran 30 cm, penyu muda selanjutnya mendiami habitat
makanannya selama beberapa tahun hingga dewasa dan untuk melakukan migrasi
reproduksinya (Nuitja, 1992).
C. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Bagaimana kondisi populasi penyu di Indonesia dalam beberapa dekade?
2. Coba anda jelaskan mengapa secara substansi penyu di Indonesia cukup
mengkhawatirkan keberadaannya?
3. Jelaskan perbedaan yang sangat prinsip antara penyu dan kura-kura!
4. Jelaskan ciri khas dari penyu sisik jika dibandingkan dengan jenis penyu yang
lain!
5. Jelaskan perbedaan antara penyu jantan dan betina?
14

6. Makanan apa yang disukai oleh penyu sisik?
7. Jelaskan bagaimana penyebaran penyu sisik!
D. Rangkuman
Populasi penyu di Indonesia menurun drastis terutama sejak dua dekade
terakhir. Hasil pengamatan beberapa peneliti di beberapa lokasi peneluran
menunjukkan bahwa penurunan populasi bisa mencapai 80 (rata-rata 72 % )
dibandingkan dengan jumlah populasi pada 15 tahun sebelumnya. Hal ini terlihat
nyata diberbagai lokasi peneluran utama seperti di Aru Tenggara, Kalimantan Timur,
Laut Jawa, dan tempat-tempat lainnya Kecenderungan penurunan populasi juga
tercermin dari beberapa bukti tak langsung seperti berkurangnya lokasi peneluran di
wilayah laut Jawa dan bertambah larnatiya waktu yang dibutuhkan oleti periangkap
penyu untuk rnerrienuhi pasar di Bali. Beberapa penyebab penurunan populasi telah
diidentifikasi dengan baik. Secara substansial, semua penyebab tersebut dapat
dikelompokkan menjadi tiga.
Pertama adalah pengambilan masif penyu dewasa (terutama untuk
diperdagangkan di Bali) dan dianalogikan dengan "seperti membakar lilin dari kedua
kutubnya"
Kedua adalah aktivitas perikanan, hal ini karena masih banyaknya komunitas
masyarakat pesisir di Indonesia yang tergantung dari sumberdaya laut sebagai
sumber pendapatan mereka, kemudian dari penyu yang mati atau terluka pada saat
mereka menangkap ikan atau biota laut lainnya. Indikasi beberapa cerita dari
masyarakat pesisir yang menemukan penyu mati pada jaring nelayan. Jaring
Trawling juga salah satu penyebab punahnya penyu. Tantangan yang dihadapi oleh
Indonesia dari data mengenai tertangkapnya penyu pada kegiatan penangkapan
ikan merupakan hal yang perlu untuk diteliti lebih jauh. Secara keseluruhan dari efek
penangkapan ikan dan populasi penyu perlu di kualifikasikan.
15

Ketiga adalah Ketidak tersedianya praktisi manajemen (masih kurangnya
sumberdaya dan kapasitas untuk mengatur populasi). Pemerintah Indonesia sudah
memformulasikan kebijakan yang mengatur tentang konservasi penyu dan
habitatnya. Undang-Undang No. 7 Tahun 1999 menjelaskan tentang perlindungan
seluruh 6 (enam) jenis penyu yang ada di Indonesia.
Nama ilmiah dari penyu sisik adalah Eretmochelys imbricata. Di daerah
pedesaan sering kali disebut penyu karang atau penyu genting. Disebut penyu
karang karena binatang ini hidup di terumbu karang dan disebut penyu genting
karena susunan karapasnya yang letaknya nyaris bersusun-susun seperti susunan
genting.
Penyu sisik tersebar di daerah tropis dan subtropis, pada lintang 25 LU
sampai 25 LS. Di indonesia penyebaran utama penyu sisik terdapat di Laut Jawa,
Laut Flores, Selat Makasar, dan Selat Karimata. Penyu sisik menyebar ke daerah
kepulauan yang terdapat terumbu karangnya antara lain Kepulauan Napia, Pulau
Wasanii, Bunaken, Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Seribu, Pulau Baluran, Bali
Barat, Kepulauan Komodo, Pulau Mojo, Pangandaran (Nuitja, 1992). Penyu Sisik
hidup di laut tropika dan Sub tropis di sekitar perairan yang terdapat terumbu karang
yang kaya akan alga laut ( sea weed ) sedangkan perkawinan sering terjadi di laut
yang memliki substrat sedikit berlumpur. Penyu sisik akan kembali ke pantai asal ia
menetas untuk bertelur. Setelah menetas, anak-anak penyu sisik akan
menghabiskan waktu di pantai sambil mencari makanan. Penyu Sisik memakan
sponge dan batu karang lembut. Penyu sisik terkadang membentuk koloni sendiri di
pantai tempat bertelur dalam satu wilayah tertentu. Di luar wilayah tropis tercatat
adanya penyu sisik meskipun tidak melakukan aktivitas bertelur. Wilayah yang
dimaksud adalah bagian utara bumi, Atlantik bagian Barat dan Timur, Pasifik bagian
Barat dan Timur.

16

E. Evaluasi materi Pokok 1
Tentukan apakah pernyataan di bawah ini benar atau salah !
1. Ada 7 jenis penyu di dunia oleh CITES (Convention Internasional Trade in
Endanger of Wild Flora and Fauna) dimasukkan dalam appendix I sebagai hewan
yang terancam punah, dilindungi serta tidak dieksploitasi dalam bentuk apapun
(B)
2. Penyu sisik berukuran paling besar diantara semua jenis penyu yang ada (S)
3. Nama ilmiah dari penyu sisik adalah Eretmochelys imbricata (B)
4. Penyu sisik bersifat omnivora (S)
5. Kepala penyu sisik mempunyai lima pasang sisik yang berjumlah tiga sampai
empat sisik pada bagian samping dan juga pada bagian belakang mata ayang
biasa disebut Post Orbital Scale (S)
6. Penyu Sisik hidup di laut tropika dan Sub tropis di sekitar perairan yang terdapat
terumbu karang yang kaya akan alga laut ( sea weed ) sedangkan perkawinan
sering terjadi di laut yang memliki substrat sedikit berlumpur (B)
F. Umpan balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban saudara dengan kunci jawaban yang terdapat pada
bagian belakang modul ini, hitung jawaban saudara yang benar, kemudian gunakan
rumus unutk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi



Apabila tingkat pemahaman saudara memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai:
91% s/d 100% : Amat Baik
81% s/d 90% : Baik
71% s/d 80,99% : Cukup
61% s/d 70,99% : Kurang
Tingkat penguasaan =(jumlah jawaban benar : jumlah soal) x 100%
17

Bla tingkat pemahaman saudara belum mencapai 81% ke atas (kategori
baik), maka disarankan mengulangi materi.
























18

MATERI POKOK 2
HABITAT DAN LINGKUNGAN HIDUP
PENYU SISIK





Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau lebih dari
17.500 di sepanjang ekuator dikarunia lebih dari 360 juta hektar area laut.
Terhampar terumbu isothermal 20 Utara - Selatan, adalah lokasi sempurna bagi
pertumbuhan terumbu karang, rumput laut, dan keanekaragaman hayati termasuk
penyu laut (Schulz, 1989; Groobridge dan Luxmoore, 1989; Limpus, 1996; Tomascik
et al, 1997). Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan penyu Sisik (Eretmochelys imbricata)
merupakan dua jenis penyu yang paling banyak dijumpai dan terdistribusi luas di
perairan Indonesia (Tomascik et al 1997). Total aktivitas bertelur per- tahun untuk
penyu Hijau dan penyu Sisik di seluruh Indonesia berturut-turut diperkirakan lebih
dari 35.000 dan 28.000 (Tomascik et al, 1997).
Demografi penyu Sisik semu (Lepidochelys olivacea), Tempayan (Caretta
caretta) dan penyu Pipih (Natator depressa) belum diketahui dengan baik. Demikian
pula halnya dengan satu spesies yang tergolong dalam familia Dermocheliidae, yaitu
penyu Belimbing (Dermochelys cortacea). Kecuali agregasinya di pantai peneluran
Jamursba Medi, informasi sebarannya di tempat-tempat lain masih sangat jarang.
Salah satu habitat terbesar penyu sisik di Indonesia adalah Kepulauan
Derawan, Kalimantan Timur (Tomascik, 1997). Bahkan, dewasa ini beberapa data
observasi yang dipublikasikan di berbagai media menunjukkan bahwa kepulauan
Derawan adalah habitat penyu sisik terbesar di Indonesia, menggantikan posisi
Setelah mempelajari materi pokok 2 mengenai habitat dan lingkungan hidup
penyu sisik, peserta mampu memahami habitat dan lingkungan hidup penyu sisik
untuk keperluan konservasi dengan baik yang meliputi habitat dan lingkungan
hidup di pantai, habitat dan lingkungan hidup di laut dan tingkah laku penyu sisik
saat akan bertelur.
19

kepulauan Aru Tenggara yang mengalami deplesi populasi akibat eksploitasi hebat
di selama dua dekade terakhir (Schulz, 1996). Penyu Sisik juga seringkali ditemukan
di daerah ini, baik saat bertelur maupun saat di ruaya pakan, namun jumlahnya
diyakini tidak signifikan.
A. Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik di Pantai
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya di berbagai daerah peneluran di
Indonesia selalu ditemukan pasir koral berwarna putih dan tidak pernah dijumpai
pasir yang berlumpur untuk daerah peneluran penyu sisik. Tumbuhnya coral reefs
pada perairannya, (Carr et al, 1996 dalam Nuitja,1992).


Gambar 6 . Penyu sisik yang telah terpasang alat detector untuk mengetahui
penyebarannya

1. Kemiringan Pantai
Pada umumnya tempat umum bertelur penyu sisik adalah daratan luas yang
landai dengan kemiringan kurang dari 30. Manalu (2010) mengatakan bahwa
pembagian kemiringan pantai dapat dilihat seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kemiringan dan Kriteria Pantai
Kemiring
an (
0
)
Kriteria
20

0 2

2 6
6 13
13 55
> 55
Dasar atau hampir landai
Agak landai
Agak curam
Curam
Sangat curam

2. Tipe Substrat
Ridla (2007), mengatakan bahwa habitat yang disukai oleh penyu pada
umumnya pantai yang berpasir tebal dengan latar belakang hutan pantai yang lebat.
Dengan tekstur substrat agak halus dan tidak keras (bercampur dengan tanah).
Susunan tekstur substrat yang ideal adalah 90 % pasir, dan sisanya adalah debu.
Mengenai ukuran partikel pasir (tekstur tanah) yang dikelompokan
berdasarkan atas ukuran tertentu di sebut fraksi (partikel tanah), fraksi ini dapat
menjadi kasar ataupun halus. Menurut sistem MOHR fraksi tanah pasir mempunyai
ukuran 50m-2000 m, debu 5-50 m, dan liat kurang dari 5 m. (Kartasapoetra,
1987 dalam Balai Penelitian Tanah, 2011).

Tabel 3. Tekstur Substrat
Tekstur Substrat Ukuran Diameter (mm)
Pasir
Debu
Liat
2,000 0,200
0,050 0,002
< 0,002

Tekstur tanah terbagi menjadi 3 fraksi pasir (Pasir kasar sekali, pasir kasar,
pasir sedang, pasir halus dan pasir halus sekali), liat dan debu (Nuitja, 1992).


21

3. Vegetasi Sekitar Pantai
Vegetasi merupakan kumpulan semua jenis tumbuhan yang ada pada suatu
wilayah. Vegetasi terbentuk oleh individu tumbuhan yang beraneka ragam serta
memiliki variasi pada tiap individu. Beberapa penelitian menunjukan bahwa vegetasi
pantai sangat berpengaruh terhadap lingkungan penelurannya. Hal ini diduga,
karena akar vegetasi yang dapat mengikat butiran pasir dan menghindari dari
terjadinya keruntuhan sehingga akan dapat meningkatkan keberhasilan penyu dalam
melakukan penggalian sarang.
Namun kehadiran pohonpohon yang terlalu banyak juga dapat menyebabkan
gagalnya penyu dalam pembuatan sarang, hal ini disebabkan banyaknya akar pohon
yang tertanam dalam pasir yang saling merapat dan menyebabkan penyu gagal
dalam penggalian sarang. Akar dari vegetasi akan membantu mengikat butiran pasir
sehingga mencegah kelicinan (Nuitja, 2002).
Menurut Noor dan Susyadiputra (1999) tumbuhan yang biasanya tumbuh di
sekitar pantai tempat pendaratan penyu adalah Waru laut (Hibiscus tiliaceus), sentigi
(Phemphis acidula), rumbiga (Calatropis gigantea), Mengkudu (Morind citifolia),
Pandan Laut (Pandanus tectorius), Pohon bibit (Passiflora foetida), ketapang
(Terminialia catappa), gamal (Glyricida sepium), Cemara (Casvarina equisetifolia),
dan kaktus (Opuntia spp).

B. Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik di Laut
Habitat penyu sangat erat kaitannya dengan tempat untuk mencari dan
memperoleh makanan. Menurut Rebel (1974) dalam Yusuf (2000), daerah yang lebih
disukai oleh penyu adalah daerah yang memiliki batu-batuan yang dapat digunakan
sebagai tempat menempel berbagai jenis makanan penyu dan sebagai tempat
berlindung. Makanan penyu yang berupa rumput laut, kerang dan alga umumnya
banyak ditemukan di landas benua (Continental shelf) yakni pada bagian wilayah laut
yang dangkal yang masih terkena sinar matahari. Di tempat seperti ini merupakan
22

habitat yang ideal bagi semua jenis penyu termasuk penyu sisik pada khususnya
(Nuitja, 1992).

Gambar 7 . Habitat penyu sisik di laut
Menurut Bustard (1972) dalam Salamsyah (2007) menerangkan yang
dimaksud dengan daerah landas benua yang merupakan habitat ideal bagi penyu
laut adalah daerah dengan kedalaman yang tidak lebih dari 7,32 m.
C. Tingkah Laku Penyu Sisik Saat Akan Bertelur
Oviposisi (frekuensi kawin) berlangsung mulai dari sekali hingga beberapa kali
dalam periode setahun. Penyu sisik betina yang sudah siap untuk bertelur biasanya
naik ke pantai dengan susah payah untuk mendapatkan tempat yang aman jauh dari
gangguan predator, diatas garis pasang surut kemudian menggali lubang dengan
sirip depannya, lubang yang dibuat dangkal sebesar tubuhnya kemudian dengan
sirip belakang penyu sisik betina menggali lubang lebih kecil dan dalam untuk
menempatkan telurnya.
Jumlah telur berkisar 20 sampai 200 butir tergantung jenisnya. Setelah selesai
bertelur penyu sisik betina menutup lubang telur dengan meratakan pasir agar telur
tidak diketahui oleh predator lalu penyu hijau betina kemabali ke laut dan kurang dari
60 hari telur-telur penyu menetas (Fitriyanto, 2006). Semua jenis penyu laut bertelur
lebih dari satu kali dalam periode satu musim. Tahapan bertelur pada berbagai jenis
23

penyu umumnya berpola sama. Tahapan yang dilakukan dalam proses bertelur
sebagai berikut :
1. Berenang-renang di laut sambil mendekati pantai.
2. Naik ke pantai.
3. Merayap di pantai untuk mencari lokasi yang cocok untuk bertelur.
4. Menggali kubangan (body pit) seukuran tubuhnya.
5. Menggali sarang telur (egg pit) .
6. Bertelur (bisa lebih dari 100 butir).
7. Menimbun egg pit dan body pit.
8. Menyamarkan jejak dengan cara bergerak maju dan membuat body pit baru
(bathing).
9. Kembali ke laut.

Gambar 8. Penyu sedang bertelur
Penyu jantan maupun betina mudah ditemukan disekitar pulau tempat si
betina bertelur. Di pulau Sangalaki misalnya, penyu betina acapkali teramati sedang
beristirahat pada siang hari, sedangkan yang jantan tampak berputar-putar
dipermukaan menanti saat tepat untuk menyergap si betina untuk dikawini.
Perkawinan terjadi di area terumbu karang di sekitar pulau (Tomascik,1997).
24

Penyu dalam perkembangbiakannya termasuk binatang ovipar, pembuahan
telur berlangsung dalam tubuh induk. Janin yang terkandung di dalam telur yang
dikeluarkan induk penyu sepenuhnya berkembang di luar tubuh. Habitat penyu di
dasar laut sesuai dengan kemampuannya berjalan jauh. Umumnya penyu mencari
makan di daerah dingin dan bertelur di daerah hangat (Nuitja, 1992). Pada saat
kawin penyu jantan berada di atas penyu betina dengan cara mencengkeram bahu
penyu betina dan dibantu oleh kuku kepas depan. Penyu yang mempunyai bekas
cengkeraman di bahunya dipastikan mempunyai telur.
Setelah masa perkawinan penyu jantan kembali di laut sedang penyu betina
menuju pantai untuk bertelur. Penyu betina menggali pasir di pantai dengan
sepasang tungkai belakangnya untuk membuat lubang sarang telur. Telur disimpan
dalam lubang dan ditutup dengan rapi hingga menetas dengan sendirinya. Setelah
menyimpan telurnya, penyu betina kembali ke laut. Kurang lebih 7 minggu masa
inkubasi telur kemudian menetas dan menjadi tukik (anak penyu). Tukik-tukik ini
menuju habitatnya di laut mengikuti alunan ombak hingga menjadi penyu dewasa.
Penyu dewasa ini (penyu betina) akan menuju pantai lagi setelah berpijah dengan
penyu jantan, begitu seterusnya.
Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu dipengaruhi 2 (dua) factor, yaitu :
eksternal (pengaruh lingkungan) seperti suhu sarang, kelembaban sarang dan type
substrat serta dampak dari pemangsaan (predator); internal (pengaruh dari keadaan
induk penyu) seperti keturunan atau genetic serta umur dari induk. Dari ratusan butir
telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik
(bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak
memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti
kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut
menyentuh perairan dalam.
25

Tukik mempunyai kemampuan terhadap sinar dan reaksi bumi untuk keluar.
Sebelum keluar, tukik berada 3-7 hari di dalam sarang dgn mengkonsumsi kuning
telur yg tersisa. Tukik keluar dengan menggaruk-garuk langit-langit sarang hingga
ambles dan keluar dgn saling menindih. Setelah di pantai, tukik menuju laut dengan
bantuan hempasan gelombang. Selanjutnya tukik berkembang jadi penyu muda
hingga penyu dewasa.
D. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Jelaskan dimana biasanya habitat peneluran penyu sisik?
2. Type substrat yang bagaimana yang disukai oleh penyu sisik?
3. Jelaskan lingkungan laut yang disukai oleh penyu sisik!
4. Ceritakan bagaimana proses penyu yang akan bertelur!
5. Mengapa vegetasi pantai yang mempunyai kerapatan tinggi cukup berpengaruh
terhadap keberhasilan penyu untuk bertelur?
6. Apa yang bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan penetasan telur penyu?
7. Sebutkan beberapa jenis vegetasi yang merupakan salah satu habitat tempat
peneluran penyu?
E. Rangkuman
Habitat penyu sangat erat kaitannya dengan tempat untuk mencari dan
memperoleh makanan. Daerah yang lebih disukai oleh penyu adalah daerah yang
memiliki batu-batuan yang dapat digunakan sebagai tempat menempel berbagai
jenis makanan penyu dan sebagai tempat berlindung. Makanan penyu yang berupa
rumput laut, kerang dan alga umumnya banyak ditemukan di landas benua
(Continental shelf) yakni pada bagian wilayah laut yang dangkal yang masih terkena
sinar matahari. Di tempat seperti ini merupakan habitat yang ideal bagi semua jenis
penyu laut termasuk Penyu sisik pada khususnya.
26

Penyu dalam perkembangbiakannya termasuk binatang ovipar, pembuahan
telur berlangsung dalam tubuh induk. Janin yang terkandung di dalam telur yang
dikeluarkan induk penyu sepenuhnya berkembang di luar tubuh.
F. Evaluasi materi Pokok 2
Tentukan apakah pernyataan di bawah ini benar atau salah !
1. Nama ilmiah penyu Sisik adalah Eretmochelys imbricata
2. Penyu dalam perkembangbiakannya termasuk binatang ovipar, pembuahan telur
berlangsung di luar tubuh induk.
3. Umumnya penyu mencari makan di daerah dingin dan bertelur di daerah hangat
4. Setelah masa perkawinan penyu jantan kembali di laut sedang penyu betina
menuju pantai untuk beristirahat karena proses perkawinan membutuhkan waktu
lama
5. Anak penyu yang baru menetas disebut tukik
G. Umpan balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban saudara dengan kunci jawaban yang terdapat pada
bagian belakang modul ini, hitung jawaban saudara yang benar, kemudian gunakan
rumus unutk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi



Apabila tingkat pemahaman saudara memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai:
91% s/d 100% : Amat Baik
81% s/d 90% : Baik
71% s/d 80,99% : Cukup
61% s/d 70,99% : Kurang
Tingkat penguasaan =(jumlah jawaban benar : jumlah soal) x 100%
27

Bla tingkat pemahaman saudara belum mencapai 81% ke atas (kategori
baik), maka disarankan mengulangi materi.
























28

MATERI POKOK 3
UPAYA PENGELOLAAN PENYU SISIK







Manusia adalah bagian dari alam yang tidak akan memiliki masa depan jika
alam dan sumber daya yang dikandungnya tidak dilestarikan (The World
Conservation Strategy, 1980). Sebaliknya, segala macam tindak pelestarian tidak
akan pernah berhasil tanpa disertai dengan pembangunan untuk mensejahterakan
jutaan penduduk yang masih ada dalam garis kemiskinan. Dengan demikian,
pelestarian dan pembangunan saling berhubungan melalui konsep pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development).
Pembangunan berkelanjutan tergantung dari keberhasilan pemeliharaan
lingkungan. Oleh sebab itu, pemeliharaan lingkungan adalah esensial. Pemeliharaan
ini setidaknya meliputi tiga prinsip utama, yaitu:
1. Menjaga proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan,
2. Mengawetkan keanekaragaman genetik,
3. Mengupayakan pemanfaatan berkelanjutan bagi sumber daya alam dapat pulih.
Pelestarian penyu adalah salah satu contoh nyata aplikasi ketiga prinsip dasar
di atas. Melestarikan penyu berarti tetap menjaga kesinambungan suplai energi dari
ruaya pakan ke pantai peneluran dalam bentuk telur. Akumulasi sumber pakan
berupa lamun atau spons yang dilakukan selama bertahun-tahun di ruaya pakan,
Setelah mempelajari materi pokok 3 mengenai upaya pengelolaan penyu
sisik, peserta mampu melakukan kegiatan pengelolaan penyu sisik dengan baik
untuk tujuan konservasi yang meliputi pengertian upaya konservasi, peraturan
mengenai pengelolaan penyu sisik, beberapa permasalahan terkait pengelolaan
penyu sisik

29

akan dipindahkan ke pantai-pantai peneluran dalam bentuk telur. Pola makan penyu
hijau (Chelonia mydas) yang cenderung menyukai rumput laut tua, secara tak
langsung tetap menjaga kesuburan dan ketersediaan rumput laut; dengan
membiarkan tumbuhnya rumput-rumput laut muda. Kesukaannya akan algae, juga
berarti melindungi terumbu karang dari kehancuran akibat ledakan algae. Demikian
pula halnya dengan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Pola makannya yang
cenderung menyukai spons, secara tidak langsung berperan penting dalam menjaga
keutuhan terumbu karang, pemecah gelombang dan pelindung pantai dari ancaman
erosi, serta rumah bagi berbagai jenis ikan tumpuan hidup masyarakat pesisir.
Dengan demikian, pelestarian penyu laut pada hakekatnya adalah upaya luhur
menjaga proses ekologi esensial dan sistem penyangga kehidupan.
A. Pengertian Upaya Konservasi
Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi,
melestarikan atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
Tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu
untuk memberi acuan atau pedoman dalam melindungi, melestarikan dan
memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya (Pedoman
Pengelolaan Konservasi Penyu dan Habitatnya, 2003). Konservasi penyu
merupakan upaya yang sangat penting untuk menjamin keberlangsungan populasi
penyu tersebut.
Upaya pelestarian dan restocking penyu sudah mulai dirintis sejak masa
penjajahan Belanda, dan dasardasar peraturan yang telah ada masih digunakan
sampai sekarang. Dewasa ini, kegiatan pelestarian lebih konkrit, bukan hanya
pelarangan pemanfaatan penyu, tapi juga menyangkut pembinaan terhadap individu
30

yang dilindungi baik dalam kaitannya dengan habitat ataupun dengan peri
kehidupannya. Tujuannya, agar terjaga keberadaan populasi penyu yang ada.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dilakukan beberapa langkah dalam
upaya pengelolaan kelestarian penyu, antara lain: Pengelolaan dan monitoring
sarang penyu yang meliputi sarang alami dan sarang semi alami, pengelolaan
hatchery, penampungan telur dan tukik, pengelolaan tukik dan pelepasan tukik.
Secara tekhnis dalam upaya pengelolaan penyu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan menyangkut keberhasilan program pengelolaan antara lain:
1. Organisasi serta instansi yang bergerak atau tertarik di bidang penyu hendaknya
dapat saling menginformasikan aktifitas dan hasil penelitian mereka, sehingga
dapat memadukan usaha yang akan dicapai.
2. Kelompok kerja di tingkat nasional hendaknya mampu untuk mengumpulkan data,
serta memberikan saran kepada masyarakat mengenai konservasi penyu.
3. Hal paling penting dalam pengelolaan penyu di indonesia adalah mengembalikan
populasi yang telah menurun. Prioritas utamanya adalah untuk mengurangi atau
menghentikan penangkapan untuk kepentingan komersial, mengurangi/
menghentikan penangkapan yang tidak disengaja, dan mengurangi/
menghentikan pengambilan telur penyu.
4. Sangat disarankan untuk melakukan kegiata yang bertujuan untuk mengurangi
penangkapan penyu.
5. Untuk mengurangi penangkapan yang tidak disengaja hendaknya dapat
dilakukan pertukaran informasi ataupun teknologi dengan negara lain. Hal ini
berkaitan dengan pengalaman mengenai turtle-excluding devices (TEDs) alat
yang apabila penyu tertangkap maka dapat dilepas kembali melalui kantung
belakang seperti alat pemisah ikan dan by catch reduction devices (BRDs).
6. Perlindungan habitat lain selain perbiakan sangat diperlukan.
31

7. Badan atau organisasi yang memiliki kemampuan di bidang kewenangan serta
organisasi sangat disarankan untuk dapat mengembangkan suatu proyek
konservasi dan pembangunan terpadu (Integrated Conservation and
Development ProjectICDP) di lokasi peneluran utama. Menghindari pelaksanaan
penangkaran yang dikelola secara sembarangan, karena hal tersebut justrul akan
lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibanding manfaatnya terhadap
populasi.
8. Pengumpulan individu untuk percobaan dapat digunakan untuk mendukung
pemanfaatan, pendidikan dan pariwisata.
9. Di lokasi yang sepenuhnya dilindungi tidak diperlukan adanya penangkaran.
Telurtelur hendaknya dapat ditetaskan secara alami, sehingga anakan penyu
atau tukik dapat menuju kepantai dan menandai lokasi pembiakannya. Hal ini
akan memungkinkan tukik kembali lagi ke tempat tersebut pada saat setelah
tumbuh dewasa dan siap untuk berkembangbiak.
B. Peraturan Mengenai Pengelolaan Penyu Sisik
Ada banyak peraturan perundangan yang terkait dengan upaya pengelolaan
penyu sisik, diantaranya adalah :
1. Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-undang No. 41 tahun 1944 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kehutanan:
3. Keputusan Presiden RI Nomor 43 tahun 1978 tanggal 15 Desember 1978 tentang
ratifikasi CITES.
4. Undang-undang RI No. 9 tahun 1985 tentang Perikanan;
5. Undang-undang RI Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan
Ekosistemnya
6. Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
sebagai pengganti undang-undang RI Nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan
32

satwa
8. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan
Satwa liar
9. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 327/Kpts/Um/10/1978 tentang Beberapa
Jenis Binatang Liar yang Dilindungi
10. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 716/Kpts/Um/10/1980 tentang Penetapan
Beberapa Jenis Binatang Liar yang Dilindungi
11. Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 771/Kpts-II/1996 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar dari alam maupun dari hasil penangkaran
12. Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan No. 882/Kpts-II/1992.
13. MOU on ASEAN Sea turtle conservation and protection menekankan kerjasama dalam
perlindungan dan pelestarian penyu lingkup negara-negara ASEAN. MOU ini ditanda
tangani oleh perwakilan masing-masing negara ASEAN pada bulan September 1997 di
Thailand.
C. Beberapa Permasalahan Terkait Pengelolaan Penyu Sisik
Beberapa permasalahan yang menyangkut konservesi dan pengelolaan
sumberdaya penyu di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan penyu,
Dalam pemanfaatan penyu terjadi banyak penyimpangan yang dilakukan
dengan tidak memperhatikan asas pelestarian lingkungan hidup dan keberkelanjutan
sumberdaya tersebut. Hingga seat ini pemanfaatan penyu masih belum seimbang
antara tingkat pemanfaatan dengan pertambahan tumbuhnya populasi.
Eksploitasi yang berlebihan tanpa menghiraukan pelestariannya, akan menyebabkan
status populasi di alam yang sudah langka itu semakin terancam punah.
Sebagai contoh kasus pembantaian penyu di Bali. Memang dari jaman dahulu
masyarakat Bali lazim mengkonsumsi daging penyu untuk keperluan adat,
khususnya penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu bagi masyarakat Bali dipandang
33

sebagai hewan suci (ulam suci) yang dapat digunakan sebagai komponen hewan
sesaji. Sejak tahun 197Oan, Bali merupakan pusat konsumsi penyu terbesar di
Dunia. Dalam upacara-upacara adat dari keagamaan di Bali, tidaklah aneh jika
menghidangkan suguhan sate penyu. Kebutuhan akan daging penyu di Bali tidak
dipasok dari wilayah Bali saja, namun sekarang ini didatangkan dari luar antara lain
daerah Kepala Burung Irian (sekarang Sorong), Sulawesi Selatan (daerah Takabone
Rate), Maluku dan Nusa Tenggara. Selain di Bali (Denpasar Selatan). Pembantaian
penyu juga terjadi di kota-kota lainnya, seperti Manado, Ambon, dan Ujung Pandang
(Makasar).
2. Penangkapan dan perdagangan penyu secara tidak sah
Adanya kegiatan penangkapan penyu di alam sulit dilakukan pengontrolan.
Hal ini karena pada umumnya daerah penangkapannya terletak di kawasan perairan
yang terpencil sehingga sulit untuk dijangkau, serta kurangnya sarana dan prasarana
pengawasan yang memadai. Disamping itu tingginya harga jual penyu mendorong
berbagai pihak untuk menangkap dan memperdagangkan penyu di berbagai daerah.
Yang sangat memprihatinkan adalah penangkapan terhadap penyu betina maupun
jantan yang dilakukan di perairan sekitar pantai peneluran, mengakibatkan penyu
cepat akan menuju kepunahan, penyu tersebut adalah penyu yang produktif. Banyak
tujuan yang ada dibalik perdagangan penyu, antara lair dimanfaatkan dagingnya
untuk santapan lezat, ataupun diambil karapasnya untuk suvenir juga lemaknya.
Apabila kegiatan penangkapan penyu yang tidak mengindahkan kelestarian
berlangsung terus menerus, dikhawatirkan akan menimbulkan kelangkaan jenis yang
pada gilirannya nanti akan menyebabkan punahnya jenis-jenis penyu tersebut.
3. Pemanfaatan telur penyu
Di beberapa daerah peneluran penyu yang potensial, telah dikontrakkan
kepada pihak swasta oleh Pemerintah Daerah, seperti di pantai Pengumbahan,
Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan Kepulauan Riau. Walaupun dalam Peraturan
34

Daerah sudah dicantumkan ketentuan untuk menetaskan telur sebagai upaya
pelestarian (restocking), serta menutup masa pengambilan telur pada waktu-waktu
tertentu atau sasi (close season), namun dalam kenyataannya para pengontrak
masih banyak yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan sesuai kaidah-kaidah
pelestarian alam. Disamping itu masih banyak pengumpulan telur penyu secara tidak
sah, yang dapat mengakibatkan terancamnya populasi penyu di alam.
4. Gangguan habitat penyu dan pencemaran
Habitat pakan merupakan lingkungan di mana dapat di temukan penyu dan
berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Habitat pakan bersifat khas untuk tiap-tiap
species, tergantung jenis makanan species penyu tersebut. Penyu hijau yang
bersifat herbivor mempunyai habitat pakan diperairan dangkal yang kaya rumput taut
dari jenis tertentu dan juga algae. Sementara penyu sisik yang camivor umumnya
berupa lingkungan perairan kepulauan yang kaya akan sponge, sedangkan penyu
betimbing makanannya adalah ubur-ubur.
Menurunnya populasi penyu di alam selain diakibatkan oleh terjadinya tingkat
pemanfaatan yang kurang terkendali dan bertentangan dengan kaidah-kaidah
pengelolaan sumberdaya alam hayati yang terperbarukan. Pertentangan ini antara
lain : penangkapan dan pembantaian dengan menggunakan alat-alat tombak, panah,
dan jaring. Di samping itu ada gangguan terhadap terumbu karang dan padang
lamun sebagai habitat penyu dan wilayah pesisir dengan hutan pantainya sebagai
tempat bertelur yang diakibatkan oleh adanya berbagai kegiatan pembangunan yang
dapat menurunkan daya dukung lingkungan, misalnya : pembangunan hotel-hotel,
tambak, pelabuhan, pengerukan, pabrik-pabrik dan penambangan serta pengeboran
minyak.
Sifat khas wilayah pesisir yang mempunyai banyak kegunaan (multiple use)
masih menimbulkan pertentangan kepentingan antar berbagai instansi, khusus
35

dalam pengembangan wilayah Pesisir dan pantai seperti kegiatan reklamasi, perlu
ada koordinasi di antara instansi terkait.
5. Mata pencaharian masyarakat dan pendapatan daerah
Sampai saat ini penyu masih merupakan salah satu sumber mata pencaharian
bagi beberapa kelompok masyarakat adat tertentu. Kegiatan perburuan jarang
dilakukan secara langsung di habitat pakan namun lebih intensif dilakukan di habitat
peneluran, dengan sasaran penyu betina dewasa ataupun telurnya, Karena induk
penyu tidak berdaya sedang bertelur sehingga sangat mudah ditangkap.
Di daerah tertentu terutama di lokasi lokasi peneluran penyu yang sudah
dikontrakkan kepada pihak swasta merupakan salah satu pemasukan bagi
pendapatan daerah setempat. Namun pengaturan mengenai pelestariannya tidak
tegas pengaturannya.
6. Kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan penyu
Disadari bahwa dikalangan masyarakat khususnya masyarakat nelayan
(konsumen primer) dan aparat terkait masih pertu ditanamkan kesadaran yang
mendalam akan pentingnya kaidah kaidah pelestarian dalam kaitannya dengan
pemanfaatan sumberdaya perikanan/penyu secara rasional.
Kegiatan penyuluhan tentang status populasi dan biologi penyu maupun
hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan perlu melibatkan pemerintah daerah,
pemuka adat dan agama, generasi mudah, masyarakat ilmiah serta pencinta alam.
7. Pengawasan
Dalam hal pengawasan dan pengendalian terhadap penyu untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara
berdayaguna dan berhasil guna, maka perlu dilakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap pelaksanaan ketentuan di bidang pengelolaan penyu
(penangkapan dan pengambilan telurnya masih belum memadai). Hal ini disebabkan
antara lain oleh jauhnya lokasi, kurangnya aparat, sarana dan prasarana
36

pengawasan, akibat kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian sebagai
dampaknya masih terjadi pemanfaatan penyu tanpa diikuti dengan upaya
pelestariannya. Masih banyak pantai peneluran penyu yang belum ditunjuk sebagai
kawasan konservasi alam sehingga terkelola dan terawasi oleh instansi yang
berwenang.
8. Penegakan hukum
Adanya kecenderungan pemanfaatan sumberdaya hayati laut sebagian besar
diambil dari alam, hanya sebagian kecil saja dari hasil budidaya, Di samping itu
pemanfaatan yang kurang bijaksana dan bertentangan dengan kaidah kaidah
pengelolaan sumberdaya alam misalnya pemanfaatan melebihi potensi sumberdaya
yang tersedia atau dengan menggunakan alat-alat serta bahan bahan kimia
berbahaya yang dapat merusak sumberdaya hayati laut dan lingkungannya. Hal ini
dapat membahayakan Iingkungan hidup dan menghambat upaya pelestarian
sumberdaya hayati laut termasuk penyu.
Salah satu hal yang sangat penting dalam upaya pengelolaan penyu sisik
adalah penegakkan hukum (law enforcement). Peraturan-perundangan telah banyak
diterbitkan. Tujuannya agar pengelolaan dapat dilakukan secara terpadu. Namun
pada implementasi, sering peraturan dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan
sanksi maupun hukuman yang tegas, walaupun sudah dinyatakan eksplisit dalam
aturan. Pengawasan oleh pihak berwenang (lebih dominan dari Pemerintah) tidak
dilakukan.
Penegakan hukum perlu terus dilakukan dengan berbagai cara dan upaya. Cara
cara dan upaya antara lain dapat berupa:
a. Sosialisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan pantai
kepada semua stakeholders.
37

b. Substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan lebih detail.
Misalnya dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi di tempat-tempat
strategis.
c. Perlu shock therapy yaitu dengan misalnya menerapkan sanksi, denda, atau
hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar stakeholders
menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.
d. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini berfungsi
mengawasi pengelolaan pantai baik internal maupun eksternal.
e. Karena isu-isu yang kompleks tersebut maka diperlukan kolaborasi yang baik
antara institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan institusi penegakan
hukum.
f. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap
Dalam rangka pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan sumberdaya pesisir
dan laut agar benar-benar terlaksana sebagai wujud law enforcement, bisa dilakukan
modifikasi disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah, misalnya :
a. Identifikasi hukum adat serta revitalisasi lembaga adat (Nagari) dan lokal yang
berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya penyu sisik.
b. Peningkatan kesadaran, kemampuan, dan kepedulian masyarakat pesisir
terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan produk hukum
pengelolaan biota langka.
c. Peningkatan pengawasan, pengamanan dan penegakan hokum.
9. Koordinasi
Masalah pengelolaan penyu menyangkut berbagai macam kepentingan yang
melibatkan berbagai instansi dan lembaga, baik pemerintah maupun swasta dan
masyarakat. Oleh karena itu dalam melaksanakan pengelolaan penyu perlu adanya
koordinasi antara instansi terkait sehingga tidak terjadi pengelolaan yang tumpang
tindih dan terhindarnya produk hukum yang berbeda tentang pengelolaan penyu.
38

10. Sumber data
Sampai saat ini kita belum memiliki sumber data yang akurat mangenai populasi,
habitat dan penyebaran penyu di perairan Indonesia. Sebagai satwa liar yang selalu
berimigrasi dengan jangkauan yang cukup jauh, siklus biologis dan aspek kehidupan
penyu masih belum banyak diketahui.
D. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Pembangunan berkelanjutan tergantung dari keberhasilan pemeliharaan
lingkungan. Oleh sebab itu, pemeliharaan lingkungan adalah esensial, sebutkan
3 (tiga) prinsip utama pilar pembangunan berkelanjutan yang telah diaplikasikan
dalam kegiatan pelestarian penyu!
2. Secara teknis dalam upaya pengelolaan penyu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan menyangkut keberhasilan program pengelolaan, coba jelaskan?
3. Jelaskan tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam hal ini terkait dengan penyu sisik!
4. Mengapa dalam upaya pengelolaan penyu sisik perlu dilakukan kegiatan
penegakan hukum?
5. Bagaimana cara melakukan penegakan hukum yang baik? Jelaskan!
6. Mengapa perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
ketentuan di bidang pengelolaan penyu?
E. Rangkuman
Pembangunan berkelanjutan tergantung dari keberhasilan pemeliharaan
lingkungan. Oleh sebab itu, pemeliharaan lingkungan adalah esensial. Pemeliharaan
ini setidaknya meliputi tiga prinsip utama, yaitu:
1. Menjaga proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan,
2. Mengawetkan keanekaragaman genetik,
3. Mengupayakan pemanfaatan berkelanjutan bagi sumber daya alam dapat pulih.
39

Pelestarian penyu adalah salah satu contoh nyata aplikasi ketiga prinsip dasar
di atas. Melestarikan penyu berarti tetap menjaga kesinambungan suplai energi dari
ruaya pakan ke pantai peneluran dalam bentuk telur.
Upaya pelestarian dan restocking penyu sudah mulai dirintis sejak masa
penjajahan Belanda, dan dasardasar peraturan yang telah ada masih digunakan
sampai sekarang. Dewasa ini, kegiatan pelestarian lebih konkrit, bukan hanya
pelarangan pemanfaatan penyu, tapi juga menyangkut pembinaan terhadap individu
yang dilindungi baik dalam kaitannya dengan habitat ataupun dengan peri
kehidupannya. Tujuannya, agar terjaga keberadaan populasi penyu yang ada.
Ada banyak peraturan perundangan yang terkait dengan upaya pengelolaan
penyu sisik. Namun pada kenyataan di lapangan sering terjadi pelanggaran terhadap
peraturan yang ada, sehingga perlu diupayakan tindakan penegakan hukum.
Penegakan hukum yang dilakukan hendaknya dilakukan secara bertahan, mulai
yang bersifat pendidikan, pencegahan sampai ke masalah pelarangan.
Beberapa permasalahan yang menyangkut konservesi dan pengelolaan
sumberdaya penyu di Indonesia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan penyu,
2. Penangkapan dan perdagangan penyu secara tidak sah
3. Pemanfaatan telur penyu
4. Gangguan habitat penyu dan pencemaran
5. Mata pencaharian masyarakat dan pendapatan daerah
6. Kesadaran masyarakat terhadap pemanfaatan penyu
7. Pengawasan
8. Penegakan hukum
9. Koordinasi
10. Sumber data

40

F. Evaluasi materi Pokok 3
Tentukan apakah pernyataan di bawah ini benar atau salah !
1. Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang
mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi,
melestarikan atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan
2. Eksploitasi yang berlebihan tanpa menghiraukan pelestariannya, akan
menyebabkan status populasi penyu di alam yang sudah langka itu semakin
terancam punah
3. Hal paling penting dalam pengelolaan penyu di indonesia adalah mengembalikan
populasi yang telah menurun. Prioritas utamanya adalah untuk mengurangi atau
menghentikan penangkapan untuk kepentingan komersial, mengurangi/
menghentikan penangkapan yang tidak disengaja, dan mengurangi/
menghentikan pengambilan telur penyu
4. Sifat khas wilayah pesisir yang mempunyai banyak kegunaan (multiple use) tidak
akan menimbulkan pertentangan kepentingan antar berbagai instansi, khusus
dalam pengembangan wilayah Pesisir dan pantai seperti kegiatan reklamasi,
sehingga tidak perlu lagi ada koordinasi di antara instansi terkait
5. Pengawasan dan pengendalian terhadap penyu untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut secara
berdayaguna dan berhasil guna
6. Salah satu bentuk organisasi pemberdayaan masyarakat pesisir yang dapat
dikembangkan antara lain: PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir)
G. Umpan balik dan Tindak Lanjut
Cocokkan hasil jawaban saudara dengan kunci jawaban yang terdapat pada
bagian belakang modul ini, hitung jawaban saudara yang benar, kemudian gunakan
rumus unutk mengetahui tingkat pemahaman terhadap materi
41




Apabila tingkat pemahaman saudara memahami materi yang sudah dipelajari
mencapai:
91% s/d 100% : Amat Baik
81% s/d 90% : Baik
71% s/d 80,99% : Cukup
61% s/d 70,99% : Kurang
Bla tingkat pemahaman saudara belum mencapai 81% ke atas (kategori
baik), maka disarankan mengulangi materi.










Tingkat penguasaan =(jumlah jawaban benar : jumlah soal) x 100%
42

PENUTUP

Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam materi penyuluhan ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahan, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul materi ini.
Penulis berharap banyak kepada para pembaca untuk berkenan memberikan
kritik dan saran yang membangun demi sempurnannya materi ini.
Semoga materi ini dapat berguna bagi penyuluh perikanan pada umumnya
dan pengelola kawasan konservasi pada khususnya.

















43

KUNCI JAWABAN

Materi Pokok 1
IDENTIFIKASI PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata)
A. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Bagaimana kondisi populasi penyu di Indonesia dalam beberapa decade
belakangan ini?
Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa populasi penyu di Indonesia
menurun drastis terutama sejak dua dekade terakhir. Hasil pengamatan beberapa
peneliti di beberapa lokasi peneluran menunjukkan bahwa penurunan populasi
bisa mencapai 80 (rata-rata 72 % ) dibandingkan dengan jumlah populasi pada
15 tahun sebelumnya. Hal ini terlihat nyata diberbagai lokasi peneluran utama
seperti di Aru Tenggara, Kalimantan Timur, Laut Jawa, dan tempat-tempat
lainnya Kecenderungan penurunan populasi juga tercermin dari beberapa bukti
tak langsung seperti berkurangnya lokasi peneluran di wilayah laut Jawa

2. Coba anda jelaskan mengapa secara substansi penyu di Indonesia cukup
mengkhawatirkan keberadaannya?
a. Secara substansial, semua penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi
tiga.
b. Pengambilan masif penyu dewasa (terutama untuk diperdagangkan di Bali)
dan dianalogikan dengan "seperti membakar lilin dari kedua kutubnya".
c. Aktivitas perikanan, hal ini karena masih banyaknya komunitas masyarakat
pesisir di Indonesia yang tergantung dari sumberdaya laut sebagai sumber
pendapatan mereka, kemudian dari penyu yang mati atau terluka pada saat
mereka menangkap ikan atau biota laut lainnya. Indikasi beberapa cerita dari
masyarakat pesisir yang menemukan penyu mati pada jaring nelayan. Jaring
Trawling juga salah satu penyebab punahnya penyu. Tantangan yang
44

dihadapi oleh Indonesia dari data mengenai tertangkapnya penyu pada
kegiatan penangkapan ikan merupakan hal yang perlu untuk diteliti lebih jauh.
Secara keseluruhan dari efek penangkapan ikan dan populasi penyu perlu di
kualifikasikan.
d. Ketidak tersedianya praktisi manajemen (masih kurangnya sumberdaya dan
kapasitas untuk mengatur populasi). Pemerintah Indonesia sudah
memformulasikan kebijakan yang mengatur tentang konservasi penyu dan
habitatnya.
3. Jelaskan perbedaan yang sangat prinsip antara penyu dan kura-kura!
Ciri yang paling khas yang membedakan penyu dengan kura-kura yaitu penyu
tidak dapat menarik kepalanya ke dalam apabila merasa terancam. Meskipun
hidup di laut, Penyu tidak memiliki insang seperti halnya ikan untuk bernapas,
karena itu penyu muncul sekali-sekali ke permukaan untuk mengambil bernapas.
4. Jelaskan ciri khas dari penyu sisik jika dibandingkan dengan jenis penyu yang
lain!
Penyu sisik sangat mudah dibedakan dengan jenis penyu lainnya dengan melihat
skutnya yang tebal dan tumpang tindih, yang menutupi karapasnya. Karapasnya
sendiri berbentuk elip, dan ditutupi oleh lima skut sentral, empat pasang skut
lateral, dan 11 pasang skut marginal. Skut dorsalnya lebih tebal dibanding penyu
Hijau, dan berwama cerah
5. Jelaskan perbedaan antara penyu jantan dan betina?
Penyu jantan dewasa memiliki ekor yang lebih panjang dari pada ekor penyu
betina. Selain itu hal lain yang membedakannya adalah ukuran kepala penyu
jantan lebih kecil dari penyu betina. Hampir dapat dipastikan, penyu yang naik
pada malam hari ke pantai adalah penyu betina
6. Makanan apa yang disukai oleh penyu sisik?
45

Penyu sisik bersifat karnifora, dengan makanan utama sponge, karang lunak, dan
kerang-kerangan.
7. Jelaskan bagaimana penyebaran penyu sisik!
Penyu sisik tersebar di daerah tropis dan subtropis, pada lintang 25 LU sampai
25 LS. Di indonesia penyebaran utama penyu sisik terdapat di Laut Jawa, Laut
Flores, Selat Makasar, dan Selat Karimata. Penyu sisik menyebar ke daerah
kepulauan yang terdapat terumbu karangnya antara lain Kepulauan Napia, Pulau
Wasanii, Bunaken, Kepulauan Karimun Jawa, Kepulauan Seribu, Pulau Baluran,
Bali Barat, Kepulauan Komodo, Pulau Mojo, Pangandaran
B, Evaluasi materi Pokok 1
1. (B)
2. (S)
3. (B)
4. (S)
5. (S)
6. (B)












46

Materi Pokok 2
Habitat dan Lingkungan Hidup Penyu Sisik

A. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Jelaskan dimana biasanya habitat peneluran penyu sisik?
Dalam penelitian-penelitian sebelumnya di berbagai daerah peneluran di
Indonesia selalu ditemukan pasir koral berwarna putih dan tidak pernah dijumpai
pasir yang berlumpur untuk daerah peneluran penyu sisik, daratan luas yang
landai dengan kemiringan kurang dari 30, pantai yang berpasir tebal dengan
latar belakang hutan pantai yang lebat
2. Type substrat yang bagaimana yang disukai oleh penyu sisik?
Tekstur substrat agak halus dan tidak keras (bercampur dengan tanah). Susunan
tekstur substrat yang ideal adalah 90 % pasir, dan sisanya adalah debu.
3. Jelaskan lingkungan laut yang disukai oleh penyu sisik!
Habitat penyu sangat erat kaitannya dengan tempat untuk mencari dan
memperoleh makanan yaitu daerah yang memiliki batu-batuan yang dapat
digunakan sebagai tempat menempel berbagai jenis makanan penyu dan
sebagai tempat berlindung. Makanan penyu yang berupa rumput laut, kerang dan
alga umumnya banyak ditemukan di landas benua (Continental shelf) yakni pada
bagian wilayah laut yang dangkal yang masih terkena sinar matahari. Di tempat
seperti ini merupakan habitat yang ideal bagi semua jenis penyu termasuk penyu
sisik pada khususnya
4. Ceritakan bagaimana proses penyu yang akan bertelur!
a. Penyu sisik betina yang sudah siap untuk bertelur biasanya naik ke pantai
dengan susah payah untuk mendapatkan tempat yang aman jauh dari
gangguan predator, diatas garis pasang surut kemudian menggali lubang
47

dengan sirip depannya, lubang yang dibuat dangkal sebesar tubuhnya
kemudian dengan sirip belakang penyu sisik betina menggali lubang lebih
kecil dan dalam untuk menempatkan telurnya.
b. Setelah selesai bertelur penyu sisik betina menutup lubang telur dengan
meratakan pasir agar telur tidak diketahui oleh predator lalu penyu hijau betina
kemabali ke laut dan kurang dari 60 hari telur-telur penyu menetas. Semua
jenis penyu laut bertelur lebih dari satu kali dalam periode satu musim.
Tahapan bertelur pada berbagai jenis penyu umumnya berpola sama.
Tahapan yang dilakukan dalam proses bertelur sebagai berikut :
a) Berenang-renang di laut sambil mendekati pantai.
b) Naik ke pantai.
c) Merayap di pantai untuk mencari lokasi yang cocok untuk bertelur.
d) Menggali kubangan (body pit) seukuran tubuhnya.
e) Menggali sarang telur (egg pit) .
f) Bertelur (bisa lebih dari 100 butir).
g) Menimbun egg pit dan body pit.
h) Menyamarkan jejak dengan cara bergerak maju dan membuat body pit
baru (bathing).
i) Kembali ke laut.
5. Mengapa vegetasi pantai yang mempunyai kerapatan tinggi cukup berpengaruh
terhadap keberhasilan penyu untuk bertelur?
Pohonpohon yang terlalu banyak dapat menyebabkan gagalnya penyu dalam
pembuatan sarang, hal ini disebabkan banyaknya akar pohon yang tertanam
dalam pasir yang saling merapat dan menyebabkan penyu gagal dalam
penggalian sarang.


48

6. Apa yang bisa mempengaruhi tingkat keberhasilan penetasan telur penyu?
Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu dipengaruhi 2 (dua) factor, yaitu :
eksternal (pengaruh lingkungan) seperti suhu sarang, kelembaban sarang dan
type substrat serta dampak dari pemangsaan (predator); internal (pengaruh dari
keadaan induk penyu) seperti keturunan atau genetic serta umur dari induk.
8. Sebutkan beberapa jenis vegetasi yang merupakan salah satu habitat tempat
peneluran penyu?
Tumbuhan yang biasanya tumbuh di sekitar pantai tempat pendaratan penyu
adalah Waru laut (Hibiscus tiliaceus), sentigi (Phemphis acidula), rumbiga
(Calatropis gigantea), Mengkudu (Morind citifolia), Pandan Laut (Pandanus
tectorius), Pohon bibit (Passiflora foetida), ketapang (Terminialia catappa), gamal
(Glyricida sepium), Cemara (Casvarina equisetifolia), dan kaktus (Opuntia spp).
E. Evaluasi materi Pokok 2
1. (B)
2. (S)
3. (B)
4. (S)
5. (B)









49

Materi Pokok 3
Upaya Pengelolaan Penyu Sisik
A. Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas !
1. Pembangunan berkelanjutan tergantung dari keberhasilan pemeliharaan
lingkungan. Oleh sebab itu, pemeliharaan lingkungan adalah esensial, sebutkan 3
(tiga) prinsip utama pilar pembangunan berkelanjutan yang telah diaplikasikan
dalam kegiatan pelestarian penyu!
Tiga prinsip utama, yaitu:
a. Menjaga proses ekologi dan sistem penyangga kehidupan,
b. Mengawetkan keanekaragaman genetik,
c. Mengupayakan pemanfaatan berkelanjutan bagi sumber daya alam dapat
pulih.
2. Secara teknis dalam upaya pengelolaan penyu ada beberapa hal yang harus
diperhatikan menyangkut keberhasilan program pengelolaan, coba jelaskan?
a. Organisasi serta instansi yang bergerak atau tertarik di bidang
penyuhendaknya dapat saling menginformasikan aktifitas dan hasil penelitian
mereka, sehingga dapat memadukan usaha yang akan dicapai.
b. Kelompok kerja di tingkat nasional hendaknya mampu untuk mengumpulkan
data, serta memberikan saran kepada masyarakat mengenai konservasi
penyu.
c. Hal paling penting dalam pengelolaan penyu di indonesia adalah
mengembalikan populasi yang telah menurun. Prioritas utamanya adalah
untuk mengurangi atau menghentikan penangkapan untuk kepentingan
komersial, mengurangi/ menghentikan penangkapan yang tidak disengaja,
dan mengurangi/ menghentikan pengambilan telur penyu.
50

d. Sangat disarankan untuk melakukan kegiata yang bertujuan untuk
mengurangi penangkapan penyu.
e. Untuk mengurangi penangkapan yang tidak disengaja hendaknya dapat
dilakukan pertukaran informasi ataupun teknologi dengan negara lain. Hal ini
berkaitan dengan pengalaman mengenai turtle-excluding devices (TEDs) alat
yang apabila penyu tertangkap maka dapat dilepas kembali melalui kantung
belakang seperti alat pemisah ikan dan by catch reduction devices (BRDs).
f. Perlindungan habitat lain selain perbiakan sangat diperlukan.
g. Badan atau organisasi yang memiliki kemampuan di bidang kewenangan
serta organisasi sangat disarankan untuk dapat mengembangkan suatu
proyek konservasi dan pembangunan terpadu (Integrated Conservation and
Development ProjectICDP) di lokasi peneluran utama. Menghindari
pelaksanaan penangkaran yang dikelola secara sembarangan, karena hal
tersebut justrul akan lebih banyak menimbulkan dampak negatif dibanding
manfaatnya terhadap populasi.
h. Pengumpulan individu untuk percobaan dapat digunakan untuk mendukung
pemanfaatan, pendidikan dan pariwisata.
i. Di lokasi yang sepenuhnya dilindungi tidak diperlukan adanya penangkaran.
Telurtelur hendaknya dapat ditetaskan secara alami, sehingga anakan penyu
atau tukik dapat menuju kepantai dan menandai lokasi pembiakannya. Hal ini
akan memungkinkan tukik kembali lagi ke tempat tersebut pada saat setelah
tumbuh dewasa dan siap untuk berkembangbiak.
3. Jelaskan tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
dalam hal ini terkait dengan penyu sisik!
Tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu untuk
memberi acuan atau pedoman dalam melindungi, melestarikan dan
memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya.
51

Konservasi penyu merupakan upaya yang sangat penting untuk menjamin
keberlangsungan populasi penyu tersebut.
4. Mengapa dalam upaya pengelolaan penyu sisik perlu dilakukan kegiatan
penegakan hukum?
Adanya kecenderungan pemanfaatan sumberdaya hayati laut sebagian besar
diambil dari alam, hanya sebagian kecil saja dari hasil budidaya, Di samping itu
pemanfaatan yang kurang bijaksana dan bertentangan dengan kaidah kaidah
pengelolaan sumberdaya alam misalnya pemanfaatan melebihi potensi
sumberdaya yang tersedia atau dengan menggunakan alat-alat serta bahan
bahan kimia berbahaya yang dapat merusak sumberdaya hayati laut dan
lingkungannya. Hal ini dapat membahayakan Iingkungan hidup dan menghambat
upaya pelestarian sumberdaya hayati laut termasuk penyu.
Salah satu hal yang sangat penting dalam upaya pengelolaan penyu sisik adalah
penegakkan hukum (law enforcement). Peraturan-perundangan telah banyak
diterbitkan. Tujuannya agar pengelolaan dapat dilakukan secara terpadu. Namun
pada implementasi, sering peraturan dilanggar. Pelanggaran tidak diikuti dengan
sanksi maupun hukuman yang tegas, walaupun sudah dinyatakan eksplisit dalam
aturan.
5. Bagaimana cara melakukan penegakan hukum yang baik? Jelaskan!
Caracara penegakan hokum adalah dilakukan secara bertahap dan dimulai dari
masalah sosialiasi, himbauan sampai ke masalah pelarangan dan pemberian
sanksi, antara lain dapat berupa:
a. Sosialisasi peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan pantai
kepada semua stakeholders.
b. Substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan lebih detail.
Misalnya dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi di tempat-
tempat strategis.
52

c. Perlu shock therapy yaitu dengan misalnya menerapkan sanksi, denda, atau
hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini dimaksudkan agar
stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.
d. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini
berfungsi mengawasi pengelolaan pantai baik internal maupun eksternal.
e. Karena isu-isu yang kompleks tersebut maka diperlukan kolaborasi yang baik
antara institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan institusi penegakan
hukum. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap
6. Mengapa perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan
ketentuan di bidang pengelolaan penyu?
Karena pada kenyataan di lapangan sering terjadi pelanggaran terhadap aturan
yang telah dibuat sehingga diperlukan usaha penegakan hukum. Dalam kaitan ini
perlu adanya pengawasan dan pengendalian terhadap sistim penegakan hukum
tersebut sehingga implementasi dilapangan dapat berjalan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam peraturan yang telah diterbitkan dan
disepakati bersama. Ini semua dilakukan untuk menjaga kesinambungan dan
pelestarian sumberdaya penyu yang menjadi target dalam kegiatan pengelolaan
kawasan konservasi.
B. Evaluasi materi Pokok 3
1. (B)
2. (B)
3. (B)
4. (S)
5. (B)
6. (B)


53

DAFTAR PUSTAKA



Balai Konservasi Sumberdaya Nasional, 2006. Profil Desa Gili Indah Mataram.

Balai Penelitian Tanah. 2011. Hasil Analisis Contoh Tanah. Nusa Tenggara Barat.

Bengen, D.G. 1999. Pedoman Tekhnis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove. Pkspl IPB. Bogor.

Dermawan,. A, I. Nyoman S. Nuitja, Dedi Soedharrma, Matheus H. Halim, Mirza Dikari
Kusrini, Syamsul Bahri Lubis, Rofi Alhanif, M. Khazali, Mimi Murdiah, Popi Lestari
Wahjuhardini, Setiabudiningsih, Ali Mashar. 2009. Pedoman Tekhnis Pengelolaan
Konservasi Penyu. Jakarta.

Dermawan, A. dan Adnyana, W.B.I. 2003. Pedoman Pengelolaan Konservasi Penyu
Dan Habitatnya. Jakarta.

Fitriyanto, 2006. Studi Pola Tingkah Laku Penyu Sisik Bertelur dan Upaya
Pelestariannya di Pulau Kimar. Bangka Belitung. KIPA. Sekolah Tinggi
Perikanan. Jakarta. (Tidak di publikasikan).

Ketut, N. 2001. Perbandingan Lokasi Bertelur Penyu Lekang ataupun Penyu Sisik di
Kabupaten Jembrana Bali Barat. Universitas Airlangga. Surabaya.

Kundiarto,R. 2010. Pelestarian Penyu Sisik di Taman Nasional Kepulauan Seribu.
Jakarta.

Manalu. R. G. 2010. Studi Habitat Peneluran Penyu Sisik dan Upaya Pelestarian Di
Pantai Gili Meno. KIPA. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. (Tidak di
publikasikan).

Marine turtle speciatist group, 1999. http://www.Geocities.ws/kampong
terempa/2011/27/juni. Pkl.06.15 WIB.

Salamsyah, I. 2007. Analisis Populasi Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan
Sukabumi. Skripsi IPB. Bogor.

54

Noor, R.,Y.M.K dan Susyadiputra I.N.N. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove Di
Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor.

Nuitja, 1992. Biology dan Ekologi Pelestarian Penyu Laut. IPB Press Bogor.

Peta konservasi penyu di Indonesia. http://www.docstoc.com/docs/2011/27 juni. Pkl.
06.15 WIB.

Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Utara, 2010. Profil Desa Gili Indah.
Mataram.

Purwaningsih. N.P.A. 2001. Tingkah Laku Makan Penyu Sisik. Denpasar. Skripsi.
Universitas Udayana. Bali.

Priyono, A. 1994. Bioekologi Penyu Laut. Jurusan konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
Ridla, D.A. 2007. Analsis Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Dalam Sarang semi
Alami di pantai Pangumbahan Sukabumi, IPB. Jawa Barat.

Sani, A.A. 2000. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran dan Hubungannya Dengan
Sarang Peneluran Penyu Hijau di Pantai Sidang Kerta, Cipatujah,
Tasikmalaya, Jawa Barat. IPB.

Sutanto, 2004. Seminar Konservasi Penyu SM Cikepuh di Cikananga. Sukabumi.

Widiastuti. 1998. Dinamika Populasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai
Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat. IPB-Press. Bogor.

Wulandari, Y. 2010. Studi Pola Tingkah Laku Dan Peneluran Penyu Hijau. KIPA.
Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta. (Tidak di publikasikan).

WWF (Wild World Foundation), 1998. Bio Regional Wallacea. Bali.

Yusuf, A. 2000. Mengenal Penyu. Yayasan Penyu Lestari. Jakarta.

Zamani, 1998. Penyu Laut Indonesia Lestarikan Atau Punah Selamanya. Bali.




55

GLOSARIUM


Bertanggungjawab adalah kegiatan yang berkesinambungan dan tetap
memperhatikan kelestarian lingkungan
Biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang makhluk hidup
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari lingkungan hidup
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
Estuaria adalah perairan dimana terjadi pertemuan antara perairan daratan dan
lautan
Evaluasi adalah kegiatan penilaian, pemantauan suatu program kerja
Fauna adalah nama lain dari hewan (dalam istilah biologi)
Flora adalah nama lain dari tumbuhan (dalam istilah biologi)
Formasi adalah susunan/bentuk
Habitat adalah tempat dimana makhluk hidup bisa tumbuh dan berkembang
Institusi adalah lembaga, kantor pemerintahan atau swasta
Konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui
untuk menjamin pemanfaatannyasecara bijaksana dan sumberdaya alam
yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Manejemen adalah pengelolaan
Morfologi adalah bentuk luar dari makhluk hidup
Pelestarian adalah adalah kegiatan untuk menjaga agar suatu jenis makhluk hidup
tidak punah
56

Pemantauan adalah----lihat: evaluasi
Pesisir adalah daerah yang berada di perbatasan antara daratan dan lautan
Populasi adalah kumpulan dari individu dalam suatu lingkungan
Punah adalah kata lain dari musnah
Spesies adalah nama lain dari jenis (dalam istilah biologi)
Substrat adalah tanah atau tempat tumbuhan hidup dan berkembang
Vivipar adalah bentuk perkembanganbiakan dengan cara beranak
Zonasi adalah kelompok wilayah yang mempunyai kepentingan yang terkait dalam
kegiatan konservasi

Anda mungkin juga menyukai