Anda di halaman 1dari 61

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit
yang masih jadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian
kabupaten/kota di Indonesia. penting dan selalu ada tiap tahunnya di Indonesia.
Kejadian DBD sering menimbulkan suatu letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan
kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular (vektor ) penyakit DBD yang
penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes scutellaris, tetapi sampai
saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti.
Kejadian DBD di dunia terus meningkat terutama dalam kurun waktu 30
tahun, jumlah kasus DBD di dunia sampai 1000 kali lipat. Di antara negara-negara
WHO-SEARO (South East Asia Region), laporan jumlah kasus DBD di Indonesia
menempati kejadian tertinggi selama 3 tahun berturut-turut. Sejak tahun 2004, kasus
DBD di Indonesia terus meningkat dan angka kematian akibat DBD pada tahun 2008
mencapai 1.393 orang, yang berarti sekitar 100 orang meninggal setiap bulannya
(Dinkes Sumbar, 2013).
Di kota Padang pada tahun 2012 di temukan kasus DBD sebanyak 1.626
kasus, dengan 10 orang meninggal. Jika dibandingkan dengan beberapa tahun
sebelumnya terjadi kenaikan pesat kasus dimana pada tahun 2011 ditemukan 965
kasus dengan 6 orang meninggal. Untuk tahun 2010 ditemukan sebanyak 1.045 kasus
dan pada tahun 2009 kasus DBD terjadi sebanyak 1.586 kasus dengan kematian 8
orang (Dinkes Padang, 2013).
2

Di wilayah kerja Puskesmas Andalas menurut laporan tahunan, tahun 2010
diperoleh data penderita DBD sebanyak 82 kasus, pada tahun 2011 terjadi
peningkatan kasus mencapai 140 kasus, sedangkan pada tahun 2012 terjadi
penurunan kasus menjadi 126 kasus. Pada tahun 2013 didapatkan 78 kasus dengan 1
kematian. Pada tahun 2011, Puskesmas Andalas menempati posisi pertama kasus
DBD terbanyak.
Upaya penanggulangan kasus DBD diwilayah Puskesmas Andalas
terwujud dalam beberapa program seperti pemberantasan sarang nyamuk, abatisasi,
dan fogging masal. Tetapi pelaksanaannya belum optimal, terbukti dengan masih
tingginya angka kasus DBD dan angka kematian akibat DBD di wilayah kerja
Puskesmas Andalas.
Mengingat angka kasus demam berdarah yang masih tinggi tersebut dan
angka kematian yang masih ada setiap tahunnya di wilayah Puskesmas Andalas,
maka perlu adanya upaya untuk menurunkannya secara lebih intensif. Oleh karena itu
penulis merasa perlu membuat Plan Of Action ( POA ) dalam upaya menanggulangi
kasus DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas.


3

1.2 Rumusan Masalah
1. Faktor faktor apa saja yang menyebabkan tingginya angka kasus DBD
wilayah kerja Puskesmas Andalas pada tahun 2013?
2. Bagaimana cara pemecahan masalah dan alternatif untuk menurunkan kasus
DBD dan menekan angka kematian akibat DBD di wilayah kerja
Puskesmas Andalas?
1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Menentukan Plan of Action dalam upaya menurunkan angka kejadian
DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas dengan intervensi-intervensi yang lebih
efektif, efisien, dan tepat guna.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi faktor penyebab kejadian DBD di wilayah kerja
puskesmas Andalas.
2. Menentukan alternatif pemecahan masalah masih terdapatnya kasus
DBD di wilayah kerja Puskesmas Andalas..
1.4 Manfaat
Dengan penulisan POA (Plan Of Action) ini diharapkan intervensi-
intervensi yang telah dilakukan oleh pihak Puskesmas Andalas dalam upaya
menurunkan angka kejadian DBD di wilayah kerjanya menjadi lebih efektif,
efisien dan tepat guna.. Selain itu proses penulisan POA ini dapat menjadi bahan
pembelajaran dan menambah pengetahuan penulis dalam menganalisa
permasalahan dan memberikan solusi pada permasalahan yang ditemui di
Puskesmas Andalas


4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus Dengue. Terutama menyerang anak-anak dengan ciri-ciri
demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan di kulit berupa bintik
perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadang-
kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(shock) dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan mungkin juga Albopictus.Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas
permukaan laut.Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari
(Sudoyo dkk, 2009)
2.2 Epidemiologi
Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama
41 tahun terakhir. Sejak pertama kali muncul ditahun 1968 telah terjadi
peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD,
dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%)kabupaten/kota pada
tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada
laporan kasus DBD. Selain itu terjadijuga peningkatan jumlah kasus DBD, pada
tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 (Kemenkes,
2010).



5

Gambar 2.1 Angka Kejadian DBD per 100.000 Penduduk di Indonesia
Tahun 1968 2009

Sumber : Ditjen PP & PL Depkes RI, 2009
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi
pergeseran.Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus
DBD adalah kelompok umur <15 tahun, namun pada tahun 1999 - 2009 kelompok
umur terbesar kasus DBD cenderung pada kelompok umur 15 tahun. Bila dilihat,
distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita
laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki
adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%).
Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan
perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin (Kemenkes, 2010).
2.3 Etiologi
Penyebab DBD adalah virus Dengue.Virus ini termasuk kelompok
Arthropoda.Borne Viruses (Arbovirosis). Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype
virus yaitu ;


6

1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather.
Keempat type virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia
menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan
menyebabkan kasus yang berat. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue
dengan flavivirus lain seperti yellow fever, Japanese encephalitis, dan west nile
virus (Sudoyo dkk, 2009).
2.4. Patofosiologi dan Patogenesis
Patofisiologi dan patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga
saat ini masih diperdebatkan. Untuk membedakan demam berdarah dengue
(DBD) dengan demam dengue klasik dapat dilihat dari tingginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada
penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai
akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak
dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai
hematokrit (Lestari, 2007)
Halstead pada tahun 1973 mengemukakan hipotesis secondary
heterologous infection yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila
seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe


7

virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan
antara 6 bulan sampai 5 tahun (Sudoyo dkk, 2009)
Patogenesis terjadinya renjatan berdasarkan hipotese infeksi sekunder
dicoba dirumuskan oleh Suvatte dan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Hipotesis Secondary Heterologous I nfection oleh Suvatte 1977
(Sudoyo dkk, 2009)

infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi
anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan


8

transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer
tinggi. Disamping itu replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan
terbentuknya kompleks antigenantibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi
sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Pada penderita
renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan
berlangsung selama 24 -48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekwat
akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian (Lestari,
2007)

2.5. Penularan
Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti maupun
Aedes albopictus.Yang paling berperan dalam penularan penyakit ini adalah
nyamuk Aedes aegypti karena hidupnya di dalam dan disekitar rumah, sedangkan
Aedes albopictus hidupnya di kebun-kebun sehingga lebih jarang kontak dengan
manusia. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia,
kecuali ditempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas
permukaan laut, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah
sehingga tidak memungkinkan bagi nyamuk untuk hidup dan berkembang biak
(Sudoyo dkk, 2009)



9

2.5.1 Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan
dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik-
bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya.Nyamuk Aedes aegypti jantan
mengisap cairan tumbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya.Sedangkan
yang betina mengisap darah.Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia
dari pada binatang.Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari
(Sudoyo dkk, 2009).
Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari
(16.00-17.00) Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali
untuk memenuhi lambungnya dengan darah.Dengan demikian nyamuk ini sangat
infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah , nyamuk ini hinggap
(beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah
benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab.
Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk
betina akan meletakkan telurnya didinding tempat perkembangbiakan, sedikit
diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam
waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan
akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Sudoyo dkk, 2009)
2.5.2 Tempat Potensial Bagi Penularan DBD
Penularan Demarn Berdarah Dengue dapat terjadi disemua tempat yang
terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial untuk terjadinya
penularan DBD adalah :
1. Wilayah yang banyak kasus DBD (Endemis).


10

2. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang
datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran
beberapa tipe virus dengue cukup besar tempat - tempat umum antara lain:
Sekolah.
RS / Puskesmas dan Sarana pelayanan kesehatan lainnya.
Tempat umum lainnya seperti : hotel, pertokoan, pasar, restoran,
tempat ibadah dan lain-lain.
3. Pemukiman baru dipinggir kota. Karena dilokasi ini, penduduk umumnya
berasal dari berbagai wilayah dimana kemungkinan diantaranya terdapat
penderita atau carier (Lestari, 2007)
2.5.3 Musim Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Secara nasional penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia setiap
tahun terjadi pada bulan September sampai dengan Februari dengan puncak pada
bulan Desember atau Januari yang bertepatan dengan waktu musim hujan. Akan
tetapi Untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya
musim penularan terjadi pada bulan Maret sampai dengan Agustus dengan puncak
terjadi pada bulan Juni atau Juli (Lestari, 2007)
2.6. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue.
2.6.1 Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-
menerus berlangsung 27 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara
mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia lemas, nyeri
pada tulang, sendi, punggung dan kepala (Sudoyo dkk, 2009)
2.6.2. Manifestasi Pendarahan.


11

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3
setelah demam.Sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan
dapat berupa : Ptechiae, Purpura, Echymosis, Perdarahan kunjungtiva, Perdarahan
dari hidung (mimisan atau epistaksis), Perdarahan gusi, Muntah darah
(Hematenesis), Buang air besar berdarah (melena), Kencing berdarah (Hematuri)
(Sudoyo dkk, 2009)
Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu
diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita
Demam Berdarah Dengue (Lestari, 2007).
2.6.3. Renjatan (Shock)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai
sakit.Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda renjatan (shock):
1. Kulit teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki.
2. Penderita menjadi gelisah.
3. Nadi cepat, lemah, kecil sampai tas teraba.
4. Tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmhg atau kurang)
5. Tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmhg
atau kurang) (Sudoyo dkk, 2009)
2.6.4. Gejala Klinis Lain.
Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah : anoreksia, mual, muntah,
lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang (Lestari, 2007)




12

2.7. Diagnosa Demam Berdarah Dengue
Diagnosa penyakit DBD ditegakkan jika ditemukan:
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7.
2. Terdapat manitestasi Perdarahan
3. Tombositopeni yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3, biasanya
ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
4. Hemokonsentrasi yaitu meningkatnya hematokrit, merupakan indikator yang
peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu dilaksanakan penekanan
berulang secara periodik. Kenaikan Ht 20% menunjang diagnosa klinis
Demam Berdarah Dengue (Sudoyo dkk, 2009)
Mengingat derajat berat ringan penyakit berbeda-beda, maka diagnosa
secara klinis dapat dibagi atas:
1. Derajat I (ringan).
Demam mendadak 2 7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi
perdarahan dengan uji truniquet positif
2. Derajat II (sedang).
Penderita dengan gejala sama, sedikit lebih berat karena ditemukan
perdarahan spontan kulit dan perdarahan lain.
3. Derajat III (berat).
Penderita dengan gejala shoch/kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV (berat).


13

Penderita shock berat dengan tensi yang tak dapat diukur dan nadi yang
tak dapat diraba (Sudoyo dkk, 2009)
2.8. Upaya Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Mulai tahun 1990 s/d sekarang dikembangkan program pemberantasan
intensif Demam Berdarah Dengue di desa/Kelurahan endemis Demam Berdarah
Dengue dengan kegiatan penanggulangan fogging fokus, foging massal sebelum
musim penularan, abatisasi selektif serta penyuluhan dan penggerakkan PSN
melalui kerjasama lintas program dan sektor. Kemudian stratifikasi desa
disempurnakan menjadi 3 strata yaitu : endemis, sporadis dan bebas/potensial.
Berdasarkan Kepmenkes tersebut, tugas dan fungsi Subdit Arbovirosis
ditetapkan bahwa : Upaya pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue
dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan : pencegah, penemuan dan pelaporan
penderita, pengamatan, penyakit, penyelidikan epidemiologi, penanggulangan
seperlunya serta penanggulangannya lain dan penyuluhan kepada masyarakat
(Siregar, 2004)
Manajemen Lingkungan dilakukan sebagai upaya pemberantasan vector
nyamuk penular DBD. Pengendalian secara Biologis merupakan upaya
pemanfaatan agent biologi untuk pengendalian vektor DBD. Beberapa agen
biologis yang sudah digunakan dan terbukti mampu mengendalikan populasi larva
vektor DB/DBD adalah dari kelompok bakteri, predator seperti ikan pemakan
jentik dan cyclop (Copepoda) (Sukowati, 2010).
a. Predator
Predator larva di alam cukup banyak, namun yang bisa digunakan untuk
pengendalian larva vektor DBD tidak banyak jenisnya, dan yang paling mudah


14

didapat dan dikembangkan masyarakat serta murah adalah ikan pemakan jentik.
Di Indonesia ada beberapa ikan yang berkembang biak secara alami dan bisa
digunakan adalah ikan kepala timah dan ikan cetul. Namun ikan pemakan jentik
yang terbukti efektif dan telah digunakan di kota Palembang untuk pengendalian
larva DBD adalah ikan cupang. Meskipun terbukti efektif untuk pengendalian
larva Ae.aegypti, namun sampai sekarang belum digunakan oleh masyarakat
secara luas dan berkesinambungan. Dari pengamatan penulis, pemanfaatan ikan
pemakan jentik harus difasilitasi oleh Pemerintah daerah dan pembinaan dari
sektor terkait, karena masyarakat Indonesia belum mampu mandiri sehingga
masih harus mendapatkan dukungan penyuluhan agar mampu melindungi dirinya
dan keluarga dari penularan DBD (Sukowati, 2010).
Jenis predator lainnya yang dalam penelitian terbukti mampu
mengendalikan larva DBD adalah dari kelompok Copepoda atau cyclops, jenis ini
sebenarnya jenis Crustacea dengan ukuran mikro. Namun jenis ini mampu makan
larva vektor DBD. Beberapa spesies sudah diuji coba dan efektif, antara lain
Mesocyclops aspericornis diuji coba di Vietnam, Tahiti dan juga di Balai Besar
Penelitian Vektor dan Reservoir, Salatiga. Peran Copepoda dalam pengendalian
larva DD/DBD masih harus diuji coba lebih rinci di tingkat operasional
(Sukowati, 2010).
b. Bakteri
Agen biologis yang sudah dibuat secara komersial dan digunakan untuk
larvasidasi dan efektif untuk pengendalian larva vektor adalah kelompok bakteri.
Dua spesies bakteri yang sporanya mengandung endotoksin dan mampu
membunuh larva adalah Bacillus thuringiensis serotype H-14 (Bt. H-14) dan B.


15

spaericus (BS). Endotoksin merupakan racun perut bagi larva, sehingga spora
harus masuk ke dalam saluran pencernaan larva. Keunggulan agent biologis ini
tidak mempunyai pengaruh negatif terhadap lingkungan dan organisme bukan
sasaran. Kelemahan cara ini harus dilakukan secara berulang dan sampai sekarang
masih harus disediakan oleh pemerintah melalui sektor kesehatan. Karena
endotoksin berada di dalam spora bakteri, bilamana spora telah berkecambah
maka agent tersebut tidak efektif lagi (Sukowati, 2010)
2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemberantasan DBD
Keberhasilan pemberantasan DBD di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai
faktor antara lain :
1. Perilaku Penduduk
2. Peran Tenaga Kesehatan
3. Sistem Peringatan Dini
4. Resistensi Nyamuk terhadap Insektisida
5. Alokasi Dana (Siregar, 2004)
2.10. Kebijakan Penanggulangan Penyakit DBD
Kebijakan dalam rangka penanggulangan menyebarnya DBD adalah:
1. Peningkatan perilaku dalam hidup sehat dan kemandirian masyarakat
terhadap penyakit DBD,
2. Meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat terhadap penyakit
DBD,
3. Meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi program
pemberantasan DBD, dan
4. Memantapkan kerjasama lintas sektor/lintas program (Siregar, 2004)


16

Dalam program P2 Demam Berdarah Dengue penyemprotan insektisida
dilakukan terbatas dilokasi yang mempunyai potensi untuk berjangkit kejadian
luar biasa alan wabah, untuk segera membatasi penyebaran dan penularan
penyakit Demam Berdarah Dengue. Atas dasar itu maka dalam pemberantasan
penyakit Demam Berdarah Dengue yang penting adalah upaya membasmi jentik
nyamuk penular ditempat perundukan dengan melakukan "3M+"
yaitu :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-
kurangnya seminggu sekali atau menaburkan bubuk abate kedalamnya.
2. Menutup rapat-rapat tmpat penampungan air.
3. Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat
menampung air hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik dan lain-
lain.
4. Menggunakan obat nyamuk, lotion anti nyamuk, dll (Depkes RI, 1992)
2.11. Strategi dalam Pelaksanaan Kebijakan
Strategi dalam pelaksanaan kebijakan di atas dilakukan melalui:
1. Pemberdayaan masyarakat
2. Peningkatan Kemitraan Berwawasan Bebas dari Penyakit DBD,
3. Peningkatan Profesionalisme Pengelola Program,
4. Desentralisasi,
5. Pembangunan Berwawasan Kesehatan Lingkungan.
6. Pemberantasan intensif penyakit Demam Berdarah di Desa kelurahan
endemis Demam Berdarah Dengue (Lestari, 2007)
2.12. Program P2-DBD di Indonesia


17

Kegiatan pelaksanaan program P2 Demam Berdarah Dengue meliputi :
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Penemuan dan pertolongan penderita
3. Abatisasi Selektif (AS)
4. Fogging Focus (FF)
5. Pemeriksaan Jentik berkala
6. Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA)
7. Penggerakan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
8. Penyuluhan
9. Pelatihan (Depkes RI, 1992)
2.13. Upaya Pencegahan Kasus DBD di Kota Padang
Upaya yang dilakukan untuk pencegahan Kasus DBD di Kota Padang antara lain :
1. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD
Salah satu kegiatan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena
penyakit DBD adalah dengan melakukan PSN DBD secara berkesinambungan
pada wilayah kerja Puskesmas masing-masing. Dengan kegiatan ini diharapkan
tempat perkembang biakan nyamuk aedes aegypti bisa dikurangi yang pada
akhirnya tidak ada tempat untuk berkembang biak nyamuk aedes aegepty,
2. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)
Pemeriksaan Jentik Berkala dilaksanakan oleh Kader secara berkala ke
rumah-rumah penduduk sambil memberikan penyuluhan tentang penyakit DBD
danpencegahannya, yang dikoordinir oleh petugas puskesmas. Agar penyakit
DBD ini tidak menimbulkan wabah/KLB maka diharapkan lebih dari 95% rumah
yang ada harus bebas dari jentik nyamuk aedes. Pada tahun 2011 dilakukan PJB


18

pada 104 kelurahan endemis yang dipantau oleh Juru Pemantau Jentik
(Jumantik). Pemantauan ini diutamakan pada kelurahan endemis DBD.
Jumlah rumah yang ada di Kota Padang tahun 2011 sebanyak
143.397,dilakukan pemeriksaan pada 92.777 rumah. Dari hasil pemeriksaan 84 %
(77.930)bebas jentik nyamuk,
3. Abatisasi
Abatisasi bertujuan untuk membunuh jentik nyamuk aedes, dengan
caramenaburkan abate pada tempat-tempat penampungan air. Abatisasi
dilaksanakan pada 60 kelurahan endemis yang dilaksanakan oleh kader yang
dikoordinir oleh petugas puskesmas. Disamping itu, pemberian abate juga
diberikan pada kelurahan non endemis,
4. Fogging Focus
Untuk memutus mata rantai penularan DBD pada daerah kasus, dilakukan
fogging focus di lokasi tempat tinggal penderita dengan radius 400 meter.
Tujuannya adalah untuk memutus rantai penularan dengan membunuh nyamuk
dewasa yang telah terinfeksi.













19

BAB III
ANALISIS SITUASI
3.1. Sejarah Puskesmas

Puskesmas Andalas didirikan pada tahun 1975. Pertama kali
dipimpin oleh Dr. Tamrin dengan 6 orang pegawai yang terdiri dari 1 orang
bidan, 1 orang perawat, 1 orang tenaga sanitasi, 1 orang pembantu bidan, 1 orang
pembantu perawat dan 1 orang tenaga tata usaha dengan 11 program pokok.
Wilayah kerja Puskesmas Andalas setelah pemekaran kota Padang menjadi 11
kecamatan, Alai masuk ke Padang Utara dan 3 buah Pustu di bawah Puskesmas
Alai menjadi milik Puskesmas Andalas, sehingga pegawai Puskesmas Andalas
juga bertambah menjadi 15 orang.

3.2. Keadaan Geografis

Puskesmas Andalas terletak di kelurahan Andalas dengan luas 8.150 km
2

dengan batas-batas sebagai berikut:
- sebelah utara : Kecamatan Padang Utara, Kuranji
- sebelah selatan : Kecamatan Padang Selatan
- sebelah barat : Kecamatan Padang Barat
- sebelah timur : Kecamatan Lubuk Begalung, Pauh
Puskesmas Andalas meliputi 10 kelurahan sebagai wilayah kerjanya.
Kesepuluh kelurahan tersebut adalah
1. Kelurahan Sawahan
2. Kelurahan Jati Baru
3. Kelurahan Jati
4. Kelurahan Sawahan Timur
5. Kelurahan Simpang Haru
6. Kelurahan Andalas
7. Kelurahan Kubu Marapalam
8. Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah


20

9. Kelurahan Parak Gadang Timur
10. Kelurahan Ganting Parak Gadang
Gambar 3.1. Peta wilayah kerja Puskesmas Andalas

3.3. Keadaan Demografis

Data kependudukan Kecamatan Padang Timur sebagai wilayah kerja
Puskesmas Andalas adalah:





21

Tabel 3.1. Distribusi Penduduk menurut Kelurahan Tahun 2013

NO KELURAHAN JUMLAH
1 Kelurahan Sawahan 5081
2 Kelurahan Jati Baru 6670
3 Kelurahan Jati 10048
4 Kelurahan Sawahan Timur 6430
5 Kelurahan Simpang Haru 4145
6 Kelurahan Andalas 9649
7 Kelurahan Kubu Marapalam 6100
8 Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah 11198
9 Kelurahan Parak Gadang Timur 7841
10 Kelurahan Ganting Parak Gadang

13091
Jumlah 80.253
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2013













22

Tabel 3.2. Daftar Sasaran Kesehatan Puskesmas Andalas Tahun 2013
Kelurahan Bayi Balita Baduta Bumil Bulin Bufas WUS PUS Lansia
Sawahan 105 522 220 117 112 105 1190 882 431
Jati Baru 126 683 287 153 146 126 1458 883 557
Jati 211 1029 433 231 220 111 2615 674 842
Sawahan Timur 132 659 276 148 141 132 1498 788 537
Kubu Marapalam 128 625 263 140 134 128 1424 1084 352
Andalas 205 988 414 221 212 205 3106 1899 509
Kubu Dalam Pr.
Karakah
234 1147 483 256 242 234 3270 2284 807
Parak Gadang
Timur
167 803 337 179 171 167 2363 1442 936
Simpang Haru 92 424 178 96 91 92 1104 778 656
Ganting Parak
Gadang
269 1338 560 295 284 269 2381 1554 1082
Jumlah 1669 8218 3451 1836 1753 1669 20408 13268 6709
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2013

3.4. Sarana dan Prasarana
3.4.1. Sarana dan Prasarana Kesehatan
Wilayah Kerja Puskesmas Andalas sangat luas, oleh karena itu untuk
melayani masyarakat, Puskesmas Andalas memiliki 1 buah Puskesmas induk, dan
8 buah Puskesmas pembantu dan 3 buah Poskeskel yang tersebar di wilayah kerja
Puskesmas Andalas, yaitu :
1. Puskesmas Pembantu Andalas Barat
2. Puskesmas Pembantu Parak Karakah
3. Puskesmas Pembantu Tarandam
4. Puskesmas Pembantu Ganting Selatan
5. Puskesmas Pembantu Jati Gaung
6. Puskesmas Pembantu Sarang Gagak


23

7. Puskesmas Pembantu Kubu Dalam
8. Puskesmas Pembantu Kampung Durian
9. Poskeskel Kubu Marapalam
10. Poskeskel Sawahan Timur
11. Poskeskel Kubu Dalam Parak Karakah
Untuk kelancaran tugas pelayanan terhadap masyarakat, Puskesmas
Andalas mempunyai:
1 buah kendaraan roda empat (Puskel)
5 buah kendaraan roda dua

Sarana kesehatan lain yang ada di wilayah kerja Puskesmas Andalas yaitu:
Rumah Sakit Pemerintah : 3 buah
Rumah Sakit Swasta : 6 buah
Klinik Swasta : 6 buah
Dokter Praktek Umum : 51 orang
Dokter Praktek Spesialis : 15 orang
Bidan Praktek Swasta : 30 orang
Dukun Terlatih : 2 orang
Kader aktif : 352 orang
Pos KB : 12 pos
Posyandu Balita : 89 buah
Posyandu Lansia : 11 buah
Pos BINDU : 1 buah
3.4.2. Sarana dan Prasarana Umum
Sarana dan prasarana umum di wilayah kerja Puskesmas Andalas:
Taman kanak-kanak (TK) : 34 buah
SD Negeri : 35 buah
SD Swasta : 13 buah
SMP/MTsN : 11 buah


24

SMA/ SMK : 15 buah
Perguruan tinggi : 4 buah
Tempat ibadah : 112 buah
Salon/ pangkas rambut : 34 buah
Pasar : 2 buah

3.5. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi

Sebagian besar penduduk wilayah kerja Puskesmas Andalas beragama
Islam yaitu sekitar 96%, beragama Kristen 2%, Hindu 1% dan Budha 1 %.
Keadaan ekonomi penduduk sebagian besar menengah ke bawah.
3.6. Tenaga Kesehatan dan Struktur Organisasi
Puskesmas Andalas mempunyai 63 tenaga kesehatan yang bertugas di
dalam gedung induk dan Puskesmas Pembantu. dengan rincian: 51 orang PNS, 7
orang tenaga PTT, 5 orang tenaga volunteer/honor
Tabel 3.3. Komposisi Ketenagaan yang ada di Puskesmas Andalas
NO JENIS KETENAGAAN PNS PTT HONOR JML
1. Dokter Umum 4 4
2. Dokter Gigi 4 4
3. SKM 1 1
6. Pengatur Gizi / AKZI 2 1 2
7. Perawat 14 1 15
8. Bidan 14 7 21
9. Perawat Gigi 1 1
10. Sanitarian 1 1
11. Asisten Apoteker 3 3
12. Analis 2 1 3
13. SMU 5 2 7
Jumlah 50 7 5 63
Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Andalas tahun 2013



25

KEPALA PUSKESMAS
Dr. Dessy M Siddik
TATA USAHA
Sumarni

KEUANGAN
Neriwati

KOORDINATOR YAN MEDIK
Dr. Desi Noswita
PENGOBATAN
UMUM 1. Dr. Desi Noswita
2. Dr. Dini
3. Annelti
4. Erni Both
5. Nurhayati
6. Elismi
7.Dewi Rahayu N.
8. Eka Kurniyati

GIGI : drg. Ratni Yudha
drg. Dwi
drg. Das Endresva D
Murni Br Gr Singa

KIA/KB
A. IBU : Syamsiwarti
Rini A.,Amd,Keb
B. ANAK :Ade M.Amd Keb
Doti Marlinda
C. KB : Arnitawati

PROGRAM PENUNJANG
APOTIK :Yenti Reflinda
Elgusneti
Gustinar Nursam
RR : AMRIANI
YULIZAR
AMRIANI
PUSTU TERANDAM

ROZA PAHILDA
PUSTU GANTING
SELATAN
Susilawati Amd.Keb
PUSTU ANDALAS
BARAT
Elmiati.Amd Keb
PUSTU PARAK
KERAKAH
Imelda.Amd.Keb

KOORDINATOR YAN KES MAS
Dr. Fanny Martias
P2M
1. TB PARU :Nurhayati
2. SURVEILLANS :Adetyoza,Amk
3. DBD : Irdawati, SKM
4. ISPA : Nelli Mursita
5. IMUNISASI/ RABIES: Ferdini Dk,Amd.Keb
6. MALARIA/LABOR :
Liza Nurmaya D,Amd.Ak
Jufriyanti,Amd.Ak
KESLING :Irdawati. Skm

PROMKES : Yusmarni,Amd.Kep

GIZI : Salniaty, Amg

PROGRAM TAMBAHAN
UKS : Gusneti Amd Keb
UKGS : Murni Br Gurusinga
LANSIA : Lina Fifrianti
KESORGA : Syamsiwarti
PERLENGKAPAN UMUM
- Ernawati
- Rostini
PERENCANAAN
Ka. Puskesmas, Tata Usaha
Staf Medis
PUSTU SARANG
GAGAK
Lusi Noviarita.Amd keb
PUSTU KUBU
DALAM
Syafrida
PUSTU KP. DURIAN
Ariosda. Amd Keb
PUSTU JATI GAUNG
Erni Nofita




Struktur Organisasi Puskesmas Andalas Padang



26

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui analisis data sekunder dan
wawancara dengan kepala puskesmas beserta petugas kesehatan pemegang
program di Puskesmas Andalas dan juga melalui data-data dari laporan tahunan
2013. Dari 6 program pokok yang dijalankan Puskesmas Andalas masih terdapat
beberapa kesenjangan antara pencapaian dengan target yang ditetapkan.
Kesenjangan antara target dan pencapaian di Puskesmas Andalas yang ditemui
antara lain:
4.1.1. Program Gizi
Dari 15 indikator program gizi yang dilaksanakan di Puskesmas
Andalas, terdapat beberapa program yang belum mencapai target, namun
program yang memiliki kesenjangan paling besar yaitu program bayi 0-6
bulan mendapat ASI ekslusif. Sehingga program ini bisa diangkat sebagai
masalah pada pelaksanaan program gizi. Hasil pencapaian program gizi
Puskesmas Andalas dapat dilihat pada tabel berikut.












27

Tabel 4.1 Rekapan Pencapaian Program Gizi tahun 2013

Sumber: Laporan Bidang Gizi Puskesmas Andalas Tahun 2013








NO INDIKATOR TARGET
( % )
PENCAPAIAN
( % )
KESENJANGAN
1 Balita ditimbang BB ( D/S ) 80 64.6 -15,4
2 Balita gizi buruk mendapat
perawatan
100 100 0
3 Balita 6-59 bln mendapat vit A 83 87 -4
4 Bayi 0-6 bln mendapat ASI ekslusif 75 56,6 -18,4
5 Bumil mendapat 90 tablet FE 46,2 48,6 +2,4
6 RT mengkonsumsi garam
beryodium
85 86.7 +1,7
7 Kota melaksanakan surveilans gizi 100 100 0
8 Buffer stock MP ASI 100 0
9 Balita BGM < 15 2.3 +12,7
10 Vitamin A Bufas 50 45,4 -4,6
11 FE Bufas 45 45.4 +0,4
12 Balita yang naik BBnya ( N/D ) 80 81 +1
13 Bumil KEK < 5 0.3 +4,7
14 Balita pendek 34 12.6 -21,4
15 Balita gizi kurang 7 9.3 +2,3


28


4.1.2. Promosi Kesehatan
Tabel 4.2 Target dan Pencapaian Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat (PKM) Program Promosi Kesehatan tahun 2013

No. Program
Target
(per tahun)
Pencapaian
(per tahun)
PKM (Penyuluhan Kesehatan Masyarakat)
1. Penyuluhan dalam gedung
Sebanyak-
banyaknya
72x
2. Penyuluhan luar gedung
Sebanyak-
banyaknya
749 x
3. Penyuluhan keliling
Sebanyak-
banyaknya
24 x
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat)

1. Kelurahan Siaga 100% 100%
2. PHBS 65 % 88,8 %
3. Poskestren (Pos kesehatan pesantren)
100 %
(2 pesantren)
100 %
(2 Pesantren)
4. Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja)
100 %
(10 pos)
130%
(13 pos)
5. Pemanfaatan Toga
100%
(575 KK yang
ada TOGA)
100%
(575 KK
yang
memanfaatka
n TOGA)
6.
Pembinaan Batra (Pengobatan
Tradisional)
100 % 100 %
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2013
Dari enam program UKBM Promosi Kesehatan keseluruhan program
sudah mendapai target yang ditetapkan.









29

4.1.3. Program Kesehatan Lingkungan
Tabel 4.3 Target dan Pencapaian Program Kesehatan Lingkungan tahun
2013

No. Program
Target/
Indikator
Pencapaian Kesenjangan
1. Pengawasan TTU 80 % 81% +1
2. Pemeriksaan TPM 100 % 100 % -
3. Survey Perumahan 100 % 96 % 4%
4. Monitoring TPS 100 % 100 % -
5. Pemeriksaan K5 100 % 100 % -
6. Klinik Sanitasi 100 % 100 % -
7. Depot Air Minum
Umum
100% 100% -
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2013
Program Kesehatan Lingkungan adalah bagian dari 6 Program Pokok
Puskesmas yang merupakan upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan dan
pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan
tempat umum, termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan
meningkatkan peran serta masyarakat dan keterpaduan pengelolaan lingkungan
melalui analisis dampak lingkungan. Ada 7 program kegiatan dari Program
Kesling, yaitu: Pengawasan Tempat-Tempat Umum (Peng.TTU), Pemeriksaan
Tempat Pengolahan Makanan (Pemrk.TPM), Survey Perumahan, Monitor Tempat
Pembuangan Sampah (Mon.TPS), Pemeriksaan Kaki Lima (Permk.K5), Klinik
Sanitasi dan Depot Air Isi Ulang. Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas
Andalas tahun 2013, dari 7 program terdapat satu program Kesling yang belum
mencapai target 100%, Survey Perumahan.
Dapat dilihat pada tabel diatas survey perumahan sudah mencapai angka
yang cukup baik yaitu 96% dari target 100%. Akan tetapi, sebenarnya angka
pencapaian ini masih belum sesuai dengan target sebenarnya yang ditetapkan


30

DKK untuk puskesmas Andalas, yaitu harus melakukan survey perumahan untuk
10 Kelurahan yang ada dan masing-masing kelurahan 200 rumah. Sementara
angka pencapaian diatas adalah hasil pengolahan data dari survey di 3 kelurahan
saja. Penilaian meliputi sarana sanitasi dasar, meliputi jamban keluarga (Jaga),
saluran pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS).
4.1.4. Program KIA dan KB
Tabel 4.4 Target dan Pencapaian Program KIA dan KB tahun 2013
NO JENIS KEGIATAN SASARAN TARGET % HASIL % KESENJANGAN
1 Cakupan Persalinan Oleh
Nakes Yang memiliki
kompetensi
1753 69 68,7 -0,3
2 Cakupan Kunjungan Ibu
hamil K1
1836 73,5 75,2 -
3 Cakupan Kunjungan Ibu
Hamil K4
1836 69,75 69,72 -0,03
4 Cakupan Pelayanan Ibu
Nifas KF1
1669 66,75 72,1 -
5 Cakupan Pelayanan Ibu
Nifas KF3
1669 66,75 64,8 -1.95
6 Deteksi Bumil Resti 375 15 23,2 -
7 Cakupan neonatal dengan
komplikasi yang
ditangani
250 66,7 2,1 -64.65
8 Cakupan kunjungan
neonatal I
1669 66,75 72,1 -
9 Cakupan kunjungan
neonatal lengkap
1669 66,75 64,8 -1.95
10 Cakupan kunjungan bayi 1669 69,7 68,4 -1.3
11 Cakupan kunjungan anak
balita
6549 63 48,7 -14,3
Sumber: Laporan Puskesmas Andalas Triwulan III Tahun 2013


31

Grafik 4.1. Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani triwulan
III 2013

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Triwulan III Tahun 2013
Berdasarkan data diatas Cakupan neonatal dengan komplikasi yang
ditangani merupakan program dari KIA-KB Puskesmas Andalas yang masih
belum mencapai target, yakni 64,65%. Menurut laporan tahunan puskesmas
andalas semester 1 didapatkan angka kematian neonatus akibat komplikasi yaitu
sebanyak 3 orang dan sepanjang tahun 2013 ditemukan angka kematian neonatus
akibat komplikasi sebanyak 5 orang dengan penyebab antara lain asfiksia,
ikterik/infeksi, BBLR, aspirasi dan prematur.





0
10
20
30
40
50
60
70
sawah
an
jati
baru
jati sawah
an
timur
simp.
Haru
kb
mara
palam
andal
as
kb
dlm
prk
karak
ah
prk
gadan
g
timur
gantin
g prk
gadan
g
puske
smas
Pencapaian 0 0 0 0 5.9 0 3.4 3 0 6.3 2.1
Target 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7
Cakupan Neonatal dengan Komplikasi


32

4.1.5. Balai Pengobatan
Grafik 4.2 Jumlah penyakit terbanyak program balai pengobatan tahun
2013
Sumber : Laporan Triwulan III Puskesmas Andalas
Berdasarkan data di atas didapatkan penyakit terbanyak tahun 2013 yang
ditemukan pada program balai pengobatan yaitu : ISPA sebanyak 7256. Terlihat
bahwa angka kejadian ISPA jauh lebih tinggi dibandingkan 9 penyakit lainnya.
ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Sehingga angka
kejadian kasus ISPA sangat dipengaruhi oleh keadaan sanitasi lingkungan dan
tingkat pengetahuan masyarakat. Keadaan wilayah Andalas yang padat penduduk
dengan keadaan sanitasi lingkungan yang masih buruk dan ditambah dengan
tingkat polusi udara yang cukup tinggi menyebabkan cepatnya penyebaran ISPA.
Selain itu masih rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai ISPA dan
penyebarannya membuat angka kejadian ISPA di wilayah Puskesmas Andalas
masih tinggi.
7256
1682 1645
1072
943 924 887 861
785
565


33

Grafik 4.3. Jumlah penyakit terbanyak pada Lansia di Puskesmas Andalas
tahun 2013
Sumber : Laporan Triwulan III Puskesmas Andalas
Tabel 4.5 Jumlah Kasus Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas
No Bulan Kasus Lama Kasus Baru Total
1. Januari 457 8
337
2. Februari 374 29 340
3. Maret 424 38 378
4. April 557 46 304
5. Mei 351 36 357
6. Juni 361 36 290
7. Juli 309 69 367
8. Agustus 485 58 263
9. September 361 36 323
10. Oktober 391 98 252
Total 4070 454 3211
Sumber: Laporan bulanan Januari Oktober 2013
420
473
374
314
171
36
11 9 9 5


34

Berdasarkan data di atas penyakit terbanyak pada Lansia yang
mengungjungi balai pengobatan sepanjang tahun 2013 yaitu Hipertensi sebanyak
473 orang dan terus mengalami penigkatan setiap bulannya.
4.1.6. Program P2M
Tabel 4.6 Target dan Pencapaian Program P2M tahun 2013
No Program Target/ Indikator Pencapaian Kesenjangan
1. Imunisasi Kontak I
- BCG
- DPT/HB1
- Polio
- Campak
71.3 %
67,5%
67,5 %
67,5%
72,4 %
69,9%
69,4 %
69,2%

-
-
-
-

2 Kasus DBD <20 kasus/ 100.000
penduduk
36 kasus/
100.000
penduduk
16kasus/
100.000
penduduk
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Andalas Tahun 2013
Berdasarkan tabel 4.6. terdapat program P2M di Puskesmas Andalas yang
belum mencapai target yaitu insiden kasus DBD yang masih tinggi untuk tahun
2013 sebanyak 36 kasus/ 100.000 penduduk.












35

Grafik 4.4. Angka kejadian DBD berdasarkan bulan

Sumber : Laporan triwulan III Puskesmas Andalas 2013
Grafik 4.5. Angka Kejadian DBD berdasarkan lokasi

Sumber : laporan Triwulan III Puskesmas Andalas 2013
. Berdasarkan grafik diatas didapatkan angka kejadian DBD terbanyak
pada bulan april 2013 yaitu 19 kasus dengan 1 kasus kematian. Dan lokasi
terbanyak yaitu di kelurahan Jati Baru.
3 3
7
8
2
7
4
2
0
36
2
3
2
11
3
8
2 2
3
36
Chart Title
laki-laki perempuan
2
11
4
1
0
4
5
3
4
2
36
0
12
7
0 0
1 1
6
7
2
36
laki-laki perempuan


36


Untuk Kasus DBD yang masih tinggi di Puskesmas Andalas disebabkan
oleh :
Kurangnya peran serta masyarakat dalam mensukseskan program kebersihan
lingkungan seperti gotong royong dan terhentinya program Jumat bersih.
Masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program 3M
Plus.
Masih susahnya mengubah perilaku masyarakat seperti kebiasaan masyarakat
yang menggantung pakaian, membiarkan genangan air lama pada tempat-
tempat disekitar rumah, yang dapat menjadi tempat peristirahatan nyamuk.
Tidak terlaksananya lagi program Jumantik berkala, sejak 5 tahun ini
Masih banyaknya barang-barang bekas yang menjadi sumber perindukan
nyamuk
Masih banyaknya selokan (saluran air) yang airnya tidak mengalir dan
tertutup.











37

Tabel. 4.7. Tabel Indikator Program TB
Sumber : Laporan Triwulan III Puskesmas Andalas 2013
Berdasarkan data diatas dapat dilihat indikator program TB di puskesmas
Andalas. Angka penjaringan suspek TB memiliki kesenjangan yang cukup tinggi
yaitu sebanyak 43%.
4.2. Prioritas Masalah
Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas Andalas
tidak memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu
dilakukan prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar.Dalam hal ini
metode yang kami gunakan adalah teknik skoring. Dari masalah tersebut akan
dibuat plan of action untuk meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan.
Kriteria nilai yang digunakan adalah sebagai berikut :
Urgensi: merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
NO INDIKATOR STANDAR PENCAPAIAN KESENJANGAN
1 Angka penjaringan suspek 100 % 57 % -43%
2 Proporsi penderita tb paru bta (+)
diantara suspek
5 15 % 10,6 % -
3 Proporsi penderita bta (+)
diantara seluruh penderita tb paru
> 65 % 52% -13%
4 Angka konversi > 80 % 100 % -
5 Angka kesembuhan > 85 % - -
6 Cdr 70 % 60,2 % -9,8%
7 Error rate < 5 % 0 -
8 Proporsi tb anak dintara seluruh
penderita
> 15 % 15 % -


38

Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
Biaya
Nilai 1 : sangat mahal
Nilai 2 : mahal
Nilai 3 : cukup murah
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah
Kemungkinan meningkatkan mutu
Nilai 1 : sangat rendah
Nilai 2 : rendah
Nilai 3 : cukup sedang
Nilai 4 : tinggi
Nilai 5 : sangat tinggi


















39

Tabel 4.8. Penilaian Prioritas Masalah Berdasarkan Metode Hanlon

Keterangan :
1. Tidak tercapainya target kasus DBD
Urgensi : 5 (Sangat Penting)
DBD merupakan salah satu penyakit menular yang masih
merupakan masalah utama program pengelolaan penyakit
menular di puskesmas Andalas. Dari Laporan tahun 2011
No. Identifikasi
Masalah
Urgensi Kemungkinan
Intervensi
Biaya Mutu Skor
Total
Prioritas
1 Tidak
tercapainya
target kasus
DBD
5 3 5 5 18 I
2. Cakupan
neonatal
dengan
komplikasi
yang
ditangani
masih
rendah
4 3 5 4 16 II
3. Rendahnya
Angka
Penjaringan
Suspek TB

4 3 3 4 14 III
4. Peningkatan
kasus
Hipertensi

3 3 3 2 11 IV
5. Bayi 0-6
bulan
mendapat
ASI ekslusif
masih
rendah
2 3 4 2 11 V


40

didapatkan 140 kasus DBD namun tidak ada kasus
kematian, Tahun 2012 didapatkan 126 kasus DBD dengan
satu kasus kematian. Pada tahun ini terdapat penurunan
kasus DBD menjadi 75 kasus namun masih terdapat satu
kasus kematian balita. Satu kasus kematian dinyatakan
sebagai KLB ( Kejadian Luar Biasa). Meskipun terdapat
penurunan kasus, namun masih jauh diatas target tahun
2013 yaitu < 20 Kasus /100.000 penduduk dengan
pencapaian 36 kasus/100.000 penduduk. 180 % melebihi
target yang seharusnya dicapai.
Intervensi : 3 (Cukup Mudah)
Untuk tindakan intervensi yang dilakukan cukup mudah.
Intervensi yang dilakukan dengan memberikan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai penyakit DBD beserta deteksi
dininya, upaya pencegahan berupa kegiatan PSM (
Pemberantasan Sarang Nyamuk), Pembagian Bubuk abate
pada daerah yang memiliki kasus DBD tertinggi,
pengupayaan fogging oleh dinas kesehatan kota pada
daerah yang memiliki kasus DBD tinggi da terdapat kasus
kematian akibat DBD
Biaya: 5 (sangat murah)
Biaya untuk melakukan intervensi sangat murah karena
yang diperlukan adalah peran serta masyarakat dalam
mensukseskan kegiatan PSM ( Pemberantasan sarang


41

nyamuk), bubuk abate dan pelaksanaan fogging dapat
diperoleh dari dinas kesehatan kota.
Mutu: 5 ( sangat tinggi)
Mutu pemecahan masalah ini sangat tinggi, dengan
pemberian intervensi pada kasus ini akan memberikan hasil
baik dalam mencegah terjadinya kasus DBD, pencegahan
kematian akibat DBD dan pencegahan penularan.
2. Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani masih rendah
Urgensi : 4 (Penting)
Neonatal dengan komplikasi harus ditangani segera untuk
mencegah kematian neonatal. Angka kematian neonatal
merupakan salah satu indikator derajat kesehatan
masyarakat. Angka kematian neonatus di wilayah kerja
Puskesmas Andalas adalah 5 orang dari 1669 kelahiran
hidup pada tahun 2013. Terdapat peningkatan angka
kematian neonatus dari tahun sebelumnya berjumlah 3
orang. Penyebab kematian neonatus berbanding lurus
dengan rendahnya cakupan neonatal dengan komplikasi
yang ditangani.
Intervensi : 3 ( cukup mudah)
Intervensi dilakukan dengan cara mengoptimalkan
kunjungan neonatus terutama neonatus dengan komplikasi
oleh PWS dan bekerjasama dengan BPS agar segera
merujuk neonatus dengan komplikasi ke dokter atau


42

fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki ruangan gawat
darurat bayi.
Biaya : 5 (Sangat Murah)
Karena intervensi yang akan dilakukan tidak membutuhkan
biaya besar karena sudah merupakan tugas dari PWS dan
BPS untuk melakukan kunjungan neonatus.
Mutu : 4 (Tinggi)
Pemberian intervensi pada kasus ini akan memberikan hasil
baik untuk mencegah terjadinya peningkatan angka
kematian bayi yang merupakan salah satu indikator derajat
kesehatan masyarakat.
3. Rendahnya Angka Penjaringan Suspek TB
Urgensi : 4 (Penting)
Seiring dengan peningkatan kasus TB di Puskesmas
Andalas sehingga diperlukan pejaringan suspek TB untuk
mencegah terjadinya penularan TB yang lebih banyak.
Intervensi : 3 (Cukup Mudah)
Intervensi yang akan dilakukan berupa penyuluhan,
skrining pasien dengan batuk-batuk lebih dari 2 minggu,
skrining sputum pasien dengan keluarga atau riwayat TB,
dan pelatihan kader TB.
Biaya : 3 (cukup Murah)
Dalam melakukan penyuluhan dan skrining pasien dengan
batuk-batuk lama membutuhkan biaya yang murah dan


43

untuk pemeriksaan Sputum ini sudah ada di puskesmas
Andalas.
Mutu : 4 (Tinggi)
Penjaringan suspek TB akan menyebabkan proses
pencegahan penyebaran TB semakin baik, sehingga
penemuan awal kasus akan menyebabkan peningkatan
mutu yang sangat tinggi
4. Peningkatan kasus Hipertensi
Urgensi : 3 ( Cukup penting)
Penemuan awal kasus hipertensi adalah hal yang cukup
penting karena dapat memperlambat perkembangan dari
penyakit tersebut, tetapi karena penyakit ini disebabkan
oleh banyak faktor seperti genetika, penemuan awal pun
tidak akan menyebabkan kesembuhan dari penyakit ini
Intervensi : 3 (cukup mudah)
Kemungkinan intervensi yang akan dilakukan adalah
penyuluhan, konsultasi di pojok gizi, pemeriksaan
Tekanan darah rutin setiap bulannya
Biaya : 3 (cukup murah)
Berdasarkan intervensi tadi biaya nya cukup murah yaitu
untuk pembuatan bahan penyuluhan dan pemeriksaan tensi
Mutu : 2 (rendah)
Yang bisa dilakukan hanyalah pengontrolan dari Tekanan
Darah tersebut, sehingga walaupun diketahui pada awal


44

tidak menyebabkkan perbaikan mutu dari perkeembangan
kasus ini
5. Rendahnya target pemberian ASI Ekslusif 0- 6 bulan
Urgensi : 2 (Kurang Penting)
Hal ini dianggap kurang penting karena tidak mempengaruhi
secara langsung angka kesakitan dari bayi atau balita
Intervensi : 3 (cukup mudah)
Kemungkinan intervensi yang akan dilakukan adalah penyuluhan.
Biaya : 3 (cukup murah)
Berdasarkan intervensi tadi biaya nya cukup murah yaitu untuk
pembuatan bahan penyuluhan.
Mutu : 3 ( cukup sedang)
Penaikan mutu apabila intervensi daoat dilakukan adalah cukup
sedang, diharapkan para ibu memiliki kesadara untuk memberikan
ASI Ekslusif kepada bayi 0-6 bulan.

Dari tabel penilaian prioritas masalah di atas, terlihat bahwa peningkatan
pencegahan kasus DBD merupakan prioritas utama. Oleh karena itu, penulis
menganggap perlu dilakukan peninjauan kembali permasalahan yang menjadi
penyebab di puskesmas Andalas

4.3. Analisis Sebab Masalah
Berdasarkan penilaian prioritas, yang menjadi prioritas masalah di
Puskesmas Andalas adalah angka kejadian DBD yang masih tinggi, dan setiap
tahunnya terdapat kasus kematian karena DBD. Dari hasil observasi dan diskusi


45

dengan pimpinan Puskesmas dan petugas Puskesmas maka didapatkan beberapa
sebab dari masalah yang terjadi.
Tabel 4.6. Tabel target dan pencapaian kasus DBD tahun 2013
No Program Target/ Indikator Pencapaian Kesenjangan
1. Kasus DBD <20 kasus/ 100.000
penduduk
36 kasus/
100.000
penduduk
16kasus/
100.000
penduduk
Sumber : Laporan Tahunan puskesmas Andalas 2013
Berdasarkan tabel 4.6. dapat dilihat target kasus DBD tahun 2013 yaitu < 20
Kasus /100.000 penduduk dengan pencapaian 36 kasus/100.000 penduduk.














46

Grafik 4.7. Angka Kejadian Kasus DBD dari tahun 2008 2013 di
Puskesmas Andalas

Sumber : Laporan Tahunan DBD Puskesmas Andalas 2008- 2013
Berdasarkan grafik 4.7. dapat dilihat bahwa kasus DBD di wilayah kerja
puskesmas Andalas memiliki skema yang naik turun. Meskipun di tahun 2013
terdapat penurunan yang berarti dari kasus DBD namun masih terdapat satu
kematian yang menjadi salah satu syarat dinyatakan KLB ( Kejadian Luar Biasa)





0
20
40
60
80
100
120
140
160
2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kasus DBD
Kasus DBD


47

Grafik 4. 8. Kejadian DBD Tahun 2008- November 2013 di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas

Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Andalas
Berdasarkan Grafik 4.8 kejadian DBD dari tahun 2011-2013 setiap bulan
terjadi penurunan dan peningkatan. Angka kejadian DBD dari tahun 2011 sampai
tahun 2013 mengalami penurunan. Ditahun 2011, kejadian DBD paling tinggi
terjadi pada bulan November. Angka kejadian tertinggi di tahun 2013 terjadi di
bulan April.



0
50
100
150
200
250
300
350
400
Kejadian DBD
2011 2012 2013


48

Grafik 4. 9. Kematian Karena DBD Tahun 2008- November 2013 di Wilayah
Kerja Puskesmas Andalas

Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Andalas
Dari grafik 4.8 dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011, kejadian DBD rutin
menyebabkan terjadi kematian.






0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
2008
2009
2010
2011
2012
2013
0
0
0
0
1
1
Kematian Karena DBD


49

Grafik 4. 10.Kejadian DBD Berdasarkan Kelurahan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas

Sumber: Laporan triwwuln III Puskesmas Andalas
Berdasarkan grafik 4.9, kejadian DBD tahun 2013 terbanyak terjadi di wilayah
Jati baru. Wawancara dengan pemegang program menyatakan setelah dilakukan
pengecekan ke rumah warga di sekitar jati baru masih terdapat banyak tempat
penampungan air yang terbuka, air tergenang yang dibiarkan saja oleh
masyarakat.





2
11
4
1
0
4
5
3
4
2
36
0
12
7
0 0
1 1
6
7
2
36
laki-laki perempuan


50

Tabel 4.8 Analisis sebab akibat
a. Manusia
No. Faktor
Penyebab
Masalah Tolak Ukur Katerangan
1. Masyarakat a. Masih
kurangnya
kesadaran
masyarakat
untuk
melaksanakan
kegiatan PSM
berupa 3M+
dan
pencegahan
terhadap kasus
DBD
Wawancara
dengan petugas
program DBD

Dari hasil wawancara
dengan pemegang
program didapatkan
bahwa masih kurangnya
kesadaran masyarakat
untuk membersihkan
lingkungan meskipun
sudah di berikan
penyuluhan. Survey yang
dilakukan ke lingkungan
rumah warga
mendapatkan bahwa
banyaknya masyarakat
yang masih membiarkan
adanya tumpukan kaleng
bekas tempat genangan
air, menumpuk alat-alat
tidak terpakai dan lain
sebagainya

2. Tokoh
Masyarakat
Belum
optimalnya peran
serta RT dan RW
dalam
menghimbau
masyarakat untuk
melaksanakan
gotong royong
bersama secara
teratur.

Kuesioner yang
dibagikan ke 30
rumah di 3
kelurahan di
wilayah kerja
Puskesmas
Andalas


Dari 30 responden yang
diberikan kuesioner 70%
mengatakan belum
berperannya tokoh
masyarakat dalam
menghimbau untuk
melaksanakan gotong
royong bersama Hanya
30% responden yang
mengatakan sudah ada
peranan dalam
menghimbau masyarakat
untuk berprilaku hidup
bersih dan sehat
3. Tenaga
Kesehatan
Tidak adanya
jumantik ( Juru
Pemantau Jentik)
sejak tahun 2008


Wawancara
dengan
pemegang
program

Sejak tahun 2008,
puskesmas Andalas sudah
tidak memiliki jumantik
karena tidak adanya dana
yang turun dari pihak
dinas kesehatan



51

b. Material


c. Metode

No.
Faktor
Penyebab
Masalah Tolak Ukur Keterangan
1. Metode a. Belum
optimalnya
penyuluhan
kesehatan
mengenai
penyakit DBD,
cara penularan
dan
pencegahannya
khususnya
penyuluhan di
luar gedung,
dimana
penyuluhan
luar gedung
hanya terbatas
di posyandu
dan kantor
lurah saja.

- Wawancaara
dengan
pimpinan
puskesmas
dan
pemegang
program
P2M

Belum optimalnya
penyuluhan luar gedung
mengenai penyakit DBD,
cara penularan dan
pencegahannya. Dari data
bagian promkes mengenai
penyuluhan luar dan dalam
gedung tahun 2013 telah
dilakukan penyuluhan
sebanyak 43 kali dengan
total masyarakat yang
disuluh 893 orang tapi
hanya terbatas pada
posyandu dan kantor lurah
sedangkan pada tempat-
tempat umum seperti
sekolah, pasar atau
pertokoan, masjid dan
restoran belum dilakukan
penyulahan
No. Faktor
Penyebab
Masalah Tolak Ukur Katerangan
1.

Material Kurangnya
pemanfaatan
media informasi
seperti papan
informasi, poster,
pamflet, dan
leaflet tentang
penyakit DBD
dan upaya
pencegahannya
di tempat-tempat
umum.
Kuesioner
yang
dibagikan ke
30 rumah di 3
kelurahan di
wilayah kerja
Puskesmas
Andalas
dari 30 responden yang
diberikan kuesioner,
sebanyak 85 % mengaku
mendapat infomasi mengenai
DBD bukan dari pamflet dan
leaflet.








52


b. Belum
optimalnya
program foging
dan sasaran
program foging
untuk
pencegahan
penyakit DBD

Dari
wawancara
dengan
pimpinan
puskesmas
Fogging fokus idealnya
dilakukan setiap ada kasus
DBD, namun keterbatasan
petugas fogging dari DKK
sehingga tidak optimal
pelaksanaan fogging, serta
sulitnya kerjasama antara
petugas fogging dengan
pemegang program DBD
Wawancara
yang dilakukan
kepada
masyarakat
didapatkan
bahwa program
fogging belum
terlaksana
secara optimal
Program fogging yang
dilakukan masih belum
merata di setiap kelurahan,
hasil wawancara dengan
warga masih banyak yang
belum pernah di fogging
lingkungannya.

c. Belum
optimalnya
pelaksanaan
pemeriksaan
jentik berkala di
tiap kelurahan di
wilayah kerja
Puskesmas
Andalas akibat
tidak adanya
dana yang turun
Pemeriksaan
jentik harusnya
dilaksanakan
1x3 bulan,
tetapi tidak
terlaksana
akibat tidak
adanya
jumantik yang
bertugas

Pemeriksaan jentik hanya
dilakukan apabila terdapat
kasus. Pemeriksaan
dilakukan oleh pemegang
program DBD sementara
seharusnya dilakukan
berkala setiap 3 bulan oleh
Jumantik


d. Belum
optimalnya
pelaksanaan
gotong royong
bersama untuk
membersihkan
lingkungan
sekitar rumah
warga di wilayah
Kuesioner yang
dibagikan ke 30
rumah di 3
kelurahan di
wilayah kerja
Puskesmas
Andalas

Dari 30 responden yang
mendapatkan kuesioner
hanya 22,5% yang pernah
melakukan gotong royong
bersama sedangkan yang
tidak pernah dilakukan
gotong royong bersama
77,5%.


53

kerja Puskesmas
andalas



.











d. Lingkungan
No Faktor
Penyebab
Masalah Tolak
Ukur
Keterangan
1. Lingkungan Banyaknya
tempat air
tergenang yang
memungkinkan
tempat
perkembang
biakan nyamuk
Observasi
Lapangan
Dari3 kelurahan yang
dilakukan survey daerah
kelurahan Jati Baru dinilai tidak
sehat dibuktikan dengan
banyaknya kaleng bekas tempat
air tergenang, kepadatan rumah
penduduk, didapatkan jentik
nyamuk dibeberapa tempat
penampungan air di rumah
warga




54

Gambar 4.1 Diagram Ischikawa
Upaya Penurunan Kasus DBD di wilayah puskesmas Andalas tahun 2013












Manusia
Masyarakat
Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk
melaksanakan kegiatan PSM dan pencegahan terhadap kasus
DBD
Tokoh masyarajat
Belum optimalnya peran serta RT dan RW dalam
menghimbau masyarakat untuk melaksanakan gotong
royong bersama secara teratur
Tenaga Kesehatan
Tidak adanya jumantik ( Juru Pemantau Jentik) sejak tahun
2008



Metode
Belum optimalnya penyuluhan kesehatan mengenai
penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya
khususnya penyuluhan di luar gedung, dimana
penyuluhan luar gedung hanya terbatas di posyandu dan
kantor lurah saja.
Belum optimalnya program foging dan sasaran
program foging untuk pencegahan penyakit DBD
Belum optimalnya pelaksanaan pemeriksaan jentik
berkala di tiap kelurahan di wilayah kerja Puskesmas
Andalas akibat tidak adanya dana yang turun
Belum optimalnya pelaksanaan gotong royong bersama
untuk membersihkan lingkungan sekitar rumah warga
di wilayah kerja Puskesmas andalas



Masih belum tercapainya
target kasus DBD tahun 2013
Material
Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti
papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet
tentang penyakit DBD dan upaya pencegahannya di
tempat-tempat umum.
Lingkungan
Banyaknya air tergenang.
Kepadatan penduduk



55

4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
4.4.1 Manusia
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Andalas tentang penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya dengan
gerakan 3M+ serta pentingnya peran serta masyarakat sebagai tombak
kesuksesan pemberantasan nyamuk penyebab DBD
Pelaksana : Pemegang program Promkes, pemegang program DBD ,
Dokter Muda IKM
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Andalas
Waktu dan Tempat :
Tanggal 8 Januari 2014: Sawahan, Jati Baru, Jati
Tanggal 15 Januari 2014: Sawahan Timur, Simpang Haru,
Kubu Marapalam
Tanggal 22 Januari 2014 : Andalas, Kubu Parak Karakah,
Parak Gadang Timur, Ganting Parak Gadang
Target : Menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit DBD,
cara penularan dan pencegahan DBD dengan gerakan 3M+,
seperti : mengubur barang-barang bekas, menutup tempat
penampungan air dan menguras bak mandi secara teratur
disertai dengan memakai lotion anti nyamuk.
Pelaksanaan : Penyuluhan interaktif dengan masyarakat



56

b. Mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat (Lurah, ketua RT, ketua
RW) wilayah kerja Puskesmas Andalas untuk menghimbau warganya agar
melaksanakan program 3M, mengadvokasi diadakannya lomba kelurahan
sehat dengan piala bergilir serta hadiah guna memotivasi warga untuk
menjaga kebersihan.
Pelaksana : Kepala Puskesmas, Pemegang Program Promkes,Kesling,
P2M DBD, Pembina wilayah, Lurah, Ketua RT dan Ketua RW
setempat.
Sasaran : Lurah, Ketua RT dan Ketua RW di wilayah kerja Puskesmas
Andalas
Waktu : 20 Januari 2014
Tempat : Puskesmas Andalas
Target :-Memberikan pemahaman kepada tokoh masyarakat tentang
pentingnya pelaksanaan program 3M untuk pencegahan
penyakit DBD
-Menghimbau tokoh masyarakat (Lurah, Ketua RT, ketua RW)
untuk berperan serta aktif dalam menggerakkan warganya
untuk melaksanakan program 3M
- Terlaksana nya lomba kelurahan sehat
Pelaksanaan : Rapat pada tanggal 20 Januari 2014 membahas peran serta
tokoh masyarakat (lurah,ketua RT, ketua RW) untuk berperan
serta aktif dalam menggerakkan warganya untuk pelaksanaan
program 3M


57


c. Membentuk Juru Pemantau Jentik di wilayah kerja puskesmas Andalas
dengan cara mengajukan permohonan dana pelaksanaan program Jumantik
yang sudah terhenti selama 5 tahun ke pihak dinas kesehatan kota
Pelaksana : Kepala Puskesmas
Pelaksanaan : Pelaksanaan rapat lintas sektoral dengan pengupayaan
pembentukan kembali Jumantik
Sasaran : Pihak yang terkait
Waktu : Bulan Februari 2014
Tempat : Puskesmas.
Target : pembentukan kembali JUMANTIK dan pelaksanaan
pemeriksaan berkala jentik 3 bulan sekali

4.4.2 Material
a. Penyebaran leaflet dan penempelan poster mengenai penyakit DBD,cara
penularan dan cara pencegahan di wilayah kerja Puskesmas Andalas
Pelaksana : Petugas Promosi Kesehatan, petugas kesling, P2M, pembina
wilayah dan kader
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Andalas, pustu,
poskeskel, maupun tempat-tempat umum.
Waktu : 4 Januari 2014 4 Februari 2014
Tempat : Puskesmas, Posyandu, Kantor Lurah, Sekolah, Masjid, Pasar,
Rumah Makan, pustu, dan tempat umum lainnnya


58

Target :
- Minimal tertempel poster di 5 tempat strategis pada masing-
masing kelurahan, misalnya : Posyandu,Kantor Lurah,
Sekolah,Masjid,Pasar Rumah Makan
- Minimal tersebar 20 lembar leaflet tiap penyuluhan.
Pelaksanaan : Penyebaran leaflet sewaktu penyuluhan di Mesjid dan
penyebaran leaflet pada pengunjung Puskesmas. Penempelan poster di
puskesmas dan tempat-tempat umum lainnya

4.4.3 Metode
a. Bekerjasama dengan pihak DKK untuk melakukan foging focus di
Kelurahan Jati Baru, Jati dan Parak Gadang, Andalas dan Sawahan
Pelaksana : DKK
Waktu : 20 Januari 2014- 15 Februari 2014
Sasaran : Rumah penderita DBD sampai radius 1 RW per 400 rumah
Target : Memutus mata rantai penularan dan membunuh nyamuk
dewasa yang telah terinfeksi
Pelaksanaan : Foging focus di Jati Baru, Jati dan Parak Gadang, Andalas
dan Sawahan

b. Pemeriksaan Jentik Berkala di wilayah kerja Puskesmas Andalas setelah
terbentuknya JUMANTIK kembali


59

Pelaksana : Juru pemantau jentik (JUMANTIK), Petugas Puskesmas, dan
masyarakat
Sasaran : Tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk (tempat
penampungan air) yang ada di dalam rumah seperti : WC,
vas bunga, di lubang-lubang pohon, pagar bambu dan lain-
lain
Waktu : 1 x 3 bulan
Target :
- Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit
dengan perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi
- Petugas dapat cepat tanggap dengan lingkungan yang berpotensi
terjadinya penyakit menular dengan vector nyamuk terutama DBD,
sehingga dapat dilakukakan tindak lanjut penanganan segera untuk
mengurangi angka kejadian.
Pelaksanaan : Pemeriksaan Jentik Berkala tiap 3 bulan,

4.4.4 Lingkungan
a. Melakukan gotong royong rutin di lingkungan kelurahan
Pelaksana : Pembina wilayah dan pihak kelurahan, RT/RW setempat
Sasaran : Masyarakat
Waktu : 1 x seminggu
Tempat : lingkungan kelurahan
Target : -terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat


60

Pelaksanaan : gotong royong rutin

























61

Anda mungkin juga menyukai