Anda di halaman 1dari 24

Disaster (bencana)

Menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan


kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan
pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar
masyarakat atau wilayah yang terkena.

Jenis Bencana
Bencana alam (natural disaster)
Bencana ulah manusia (man made disaster)

Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari:
Bencana Lokal
Bencana Regional

Fase-fase Bencana
Fase preimpact
Fase impact
Fase postimpact

Identifikasi
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan
tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
Dalam identifikasi bencana massal menggunakan metode Disaster
Victim Identification (DVI).

Dalam aspek hukum nasional
Pasal 120 ayat 1 KUHAP:
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta
pendapat seorang ahli atau orang memiliki keakhlian khusus.
Pasal 133 ayat 1 KUHAP:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan mengenai
seorang korban baik luka, keracunan atau mati yang diduga
karena peristiwa pidana, ia berhak mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.

Metode identifikasi
Proses DVI meliputi 5 fase:
1. The Scene,
2. The Mortuary,
3. Ante Mortem Information Retrieval,
4. Reconciliation dan
5. Returning to the family
1. Initial Action at the Disaster Site (The Scene)
Langkah pertama adalah To Secure atau untuk mengamankan
organisasi yang memimpin komando DVI harus mengambil langkah untuk
mengamankan TKP agar TKP tidak menjadi rusak.

Langkah kedua adalah to collect atau untuk mengumpulkan organisasi
yang memimpin komando DVI harus mengumpulkan korban-korban
bencana dan mengumpulkan properti yang terkait dengan korban yang
mungkin dapat digunakan untuk kepentingan identifikasi korban.

Langkah ketiga adalah documentation atau pelabelan organisasi yang
memimpin komando DVI mendokumentasikan kejadian bencana dengan
cara memfoto area bencana dan korban kemudian memberikan nomor dan
label pada korban.

2. Collecting Post Mortem Data (The Mortuary)

Identifikasi primer
a. Pemeriksaan DNA
b. Pemeriksaan sidik jari
c. Pemeriksaan gigi



Identifikasi sekunder
a. Medis ,
b. Visual ,
c. Pakaian,
d. Perhiasan,
e. Dokumen,
f. Eksklusi,
g. Ras,
h. Jenis kelamin,
i. Umur ,
j. Tinggi badan

Pemeriksaan DNA
Southern Blot adalah salah satu cara untuk menganalisis pola-pola
genetik yang muncul dalam DNA seseorang.

Setiap manusia mempunyai beberapa VNTRs. Untuk menentukan
apakah seseorang mempunyai VNTR khusus, dibuat suatu southern
blot , kemudian southern blot tersebut di-probe-kan,
selanjutnya melalui reaksi hibridisasi dengan suatu versi radioaktif
dari VNTR yang dipertanyakan. Pola yang dihasilkan dari proses ini
dianggap sebagai sidik jari DNA
Pemeriksaan sidik
jari
Daktiloskopi : suatu sarana
dan upaya pengenalan
identitas diri seseorang
melalui suatu proses
pengamatan dan penelitian
sidik jari, yang dipergunakan
untuk berbagai
keperluan/kebutuhan, tanda
bukti, tanda pengenal,
ataupun sebagai pengganti
tanda tangan.

Sifat-sifat khusus yang
dimiliki sidik jari :
Perennial nature
Immutability
Individuality

Pemeriksaan gigi
Hal ini dilakukan karena daya tahan gigi yang baik, sifatnya sangat
individual, informasi yang didapat (umur, ras, sex, golongan darah,
raut muka).

Pada rahang yang tidak utuh:
1. Melakukan rekonstruksi bentuk
rahang serta susunan gigi
geliginya dengan menggunakan
wax/malam. Kenudian diperkuat
dengan menggunakan self curing
acrylic. Lalu melakukan
pencetakan, dilakukan
pemotretan close-up, dan
pengembalian pada jenazah.

2. Tujuan rekonstruksi diharapkan
dapat memperoleh gambaran
perkiraan raut wajah korban
untuk membantu memudahkan
identifikasi.


Bila rahang atas dan bawah lengkap
:
1. Pembukaan rahang bawah untuk
melepaskan rahang bawah.
2. Melakukan pembersihan rahang
bawah dan rahang atas.
3. Melakukan dental
charting/odontogram.
4. Melakukan rontgen foto pada seluruh
gigi geligi di rahang atas dan rahang
bawah.
5. Pencabutan gigi molar 1 atas atau
bawah untuk pemeriksaan DNA.
6. Melakukan pemotretan dengan
ukuran close-up
7. Melakukan perbandingan data dental
antemortem dengan post mortem
8. Proses rekonsilasi untuk penentuan
identifikasi.

Identifikasi sekunder
Medis
Pemeriksaan fisik secara keseluruhan, meliputi tinggi dan berat badan, jenis
kelamin, warna rambut, warna tirai mata, adanya luka bekas operasi, tato,
cacat atau kelainan khusus , rontgen, pemeriksaan rahang dsb.

Visual
Dengan memperhatikan dengan cermat atas korban, terutama wajahnya
oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka jati diri korban dapat
diketahui.

Pakaian
Perhiasan
Dokumen (KTP, SIM, Kartu Gol. Darah, Tanda pembayaran dll).


Cont..
Ras
Ras Kaukasoid (semua yang
berkulit putih).
Ras Mongoloid (Cina, Jepang,
Indian Amerika)
Ras Negroid (semua kulit
hitam/Negro Afrika, Amerika
dan Indian Barat)
Penetuan ras dapat dilakukan melalui
pemeriksaan terhadap tengkorak, sudut
intercondylus dan tulang panjang
Cont..
Tengkorak : tengkorak dapat memberikan gambaran yang dapat
diandalkan mengenai karakteristik tertentu dari nenek moyang suatu
populasi.

Sudut intercondylus : menetukan ras dari sudut intercondylus dapat
digunakan bila yang tersisa hanya kerangka saja. Metode ini
memerlukan penempatan distal femur pada posisi lateral.

Tulang panjang : pada ras kulit hitam, tibia relatif lebih panjang
daripada femur dan radius relatif lebih panjang daripada ulna. Pada
populasi kulit putih dan mongoloid, femur lebih melengkung ke anterior
bila dibandingkan dengan populasi kulit hitam. Femur ras kulit hitam
cenderung lebih lurus
Jenis kelamin
Panggul : ischium
pubis pada wanita
lebih besar dari pria
Tengkorak
Tulang dada
Tulang panjang
Penentuan jenis
kelamin secara
histologik





Umur
Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sacroiliaka joint, arthritis pada spinal
dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi memberikan informasi yang
mendekati perkiraan umur.

Tinggi badan
Tinggi badan merupakan persamaan linear dari berbagai tulang panjang,
yaitu humerus, femur, radius dan tibia. Perkiraan tinggi badan dengan
pengukuran tulang panjang :
Tulang lengan atas 35 % dari tinggi badan, tulang paha 27 % dari tinggi badan,
tulang kering 22 % dari tinggi badan dan tulang belakang 35 persen dari tinggi
badan.

Eksklusi

3. Collecting Ante Mortem Data
Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum
kematian.
Data yang diperoleh dapat berupa:
foto korban semasa hidup, interpretasi cirri-ciri spesifik jenazah (tattoo,
tindikan, bekas luka, dll), rekaman pemeriksaan gigi korban, data sidik jari
korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban,
serta informasi-informasi lain yang relevan dan dapat digunakan untuk
kepentingan identifikasi, misalnya informasi mengenai pakaian terakhir
yang dikenakan korban.

Cont.

4. Reconciliation
Pada fase ini dilakukan pembandingan data post
mortem dengan data ante mortem.
Ahli forensik dan profesional lain yang terkait dalam proses
identifikasi menentukan apakah temuan post mortem pada
jenazah sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah
5. Returning to The Family
Korban direkonstruksi hingga didapatkan kondisi kosmetik
terbaik
Apabila korban tidak teridentifikasi jenazah tetap disimpan
sampai ditemukan data ante mortem yang sesuai dengan
temuan post mortem jenazah,
pemakaman jenazah menjadi tanggung jawab organisasi yang
memimpin komando DVI
Indikator kesuksesan DVI bukan didasarkan pada cepat atau tidaknya
proses tersebut berlangsung tapi lebih didasarkan pada akurasi atau
ketepatan identifikasi.

Hambatan yang terjadi terutama disebabkan oleh buruknya sistem
pencatatan yang ada di negeri ini sehingga untuk mengumpulkan data
ante mortem yang dibutuhkan, misalnya data sidik jari dari SIM (Surat
Izin Mengemudi), rekam medis pemeriksaan gigi dan lain sebagainya,
tim ante-mortem sering menemui kendala.

Kesimpulan
Setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis,
hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau
pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon
dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan
membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.
Proses dvi meliputi 5 fase:
1. The scene,
2. The mortuary,
3. Ante mortem information retrieval,
4. Reconciliation dan
5. Returning to the family




Daftar Pustaka
Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang Kesehatan.
Anonim. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Data dan informasi
bencana Indonesia. Diakses 14 Jan 2012. Diunduh dari: URL:
http://dibi.bnpb.go.id/DesInventar/dashboard.jsp?countrycode=i
d&continue=y&lang=ID.
Mulyono A, dkk., 2006, Pedoman penatalaksanaan identifikasi
korban mati pada bencana massal. 2nd ed. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Pusponegoro AD, dkk., 2006, Identifikasi korban bencana
massal. In: Paturusi IA, Pusponegoro AD, Hamuworno GB,
(Eds)., Penatalaksanaan korban bencana massal. 3
rd
ed,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pages
123-30.

Anda mungkin juga menyukai