Anda di halaman 1dari 43

PENDAHULUAN

Nyeri abdomen pada bayi dan anak merupakan gejala umum dan sering dijumpai dalam
praktek dokter sehari-hari. Tidak semua nyeri abdomen berpangkal dari lesi yang ada di dalam
abdomen, tetapi mungkin juga berasal dari daerah di luar abdomen (reffered pain). Hanya 10%
dari keluhan nyeri abdomen ini yang membutuhkan tindakan bedah.
Nyeri abdomen pada anak dikelompokan menjadi 2 kelompok berdasarkan umurnya, yakni
untuk neonatus 24 bulan (< 2 tahun) dan untuk anak > 2 tahun. Keduanya kembali dibagi
menjadi 2 berdasarkan penanganannya, yakni yang memerlukan tindakan bedah dan yang tidak
memerlukan tindakan bedah (non-bedah). Untuk selengkapnya akan dibahas pada subbab
penyebab nyeri abdomen.
Saat seorang dokter dihadapkan pada anak dengan nyeri perut akut, hal yang harus
dipikirkan adalah apakah rasa sakit menandakan gangguan yang memerlukan perawatan medis
atau memerlukan operasi bedah. Penyakit perut yang memerlukan intervensi bedah mendesak
sering dikenal sebagai nyeri perut akut. Anak-anak dengan gejala nyeri perut akut, sakit perut
khususnya akut akan disertai muntah, mungkin memerlukan perawatan bedah mendesak, tapi
mayoritas tidak memiliki gangguan seperti itu. Memang, sakit perut pada anak-anak jarang
disebabkan oleh penyakit bedah. Namun demikian, karena konsekuensi mereka jika tidak diobati
adalah mortalitas, kondisi bedah juga perlu untuk diperhatikan. Semua yang peduli dengan
perawatan anak, terutama mereka yang tertarik dalam masalah gastroenterologi pediatri, harus
sangat akrab dengan penyebab dan defferential diagnosis dari sindrom ini.
Bayi dan anak-anak sampai umur 2 tahun belum dapat mengutarakan nyeri yang
dialaminya, dan para ahli berpendapat bahwa menangis secara mendadak atau menjerit yang
disertai muntah dapat dianggap merupakan manifestasi nyeri pada anak.








LAPORAN KASUS
Seorang bayi lelaki berusia 6 bulan dibawa ke Poliklinik Anak dengan keluhan gelisah dan
menjerit setiap kali setelah diberi bubur susu. Sebelumnya sejak lahir bayi diberi air susu ibu,
dan karena bayi telah berumur 6 bulan, maka mulai diberi bubur susu. Tetapi setiap kali diberi
bubur susu, bayi gelisah dan muntah. Karena bayi tetap gelisah setelah diberi bubur susu, si ibu
menganggap bayi masih lapar dan haus, dan karena itu ditambahkan susu formula. Tetapi bayi
justru tambah gelisah dan disertai muntah dan diare berlendir. Pada pemeriksaan fisik bayi
kompos mentis, suhu 37C, nadi 100x/menit, respirasi 28x/menit, turgor kulit baik. Ubun-ubun
besar sedikit cekung.






















PEMBAHASAN

ANAMNESIS
Identitas Pasien
Nama : -
Umur : 6 bulan
Jenis kelamin : Laki-Laki
Alamat : -
Riwayat Penyakit :

* Keluhan Utama: Gelisah dan menjerit setiap kali setelah diberi bubur susu.
* Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak lahir bayi diberi air susu ibu. Karena telah berumur 6 bulan, maka mulai diberi
bubur susu. Tetapi setiap kali diberi bubur susu, bayi gelisah dan muntah, Karena bayi tetap
gelisah setelah diberi bubur susu, si ibu menganggap bayi masih lapar dan haus, dan karena itu
ditambahkan susu formula. Tetapi bayi justru tambah gelisah dan disertai muntah dan diare
berlendir.

Dari kasus di atas, didapatkan bahwa bayi mengalami masalah yaitu gelisah dan menjerit
setelah meminum susu formula. Kemudian, menurut keterangan sang ibu, gejala diare berlendir
dan muntah timbul setelah ibunya tetap memberikan susu formula karena mengira bayi tetap
gelisah karena lapar. Berdasarkan keterangan dan gejala, kami memasukkan kepada penyebab
nyeri perut non bedah, yaitu lactose intolerance dan cows milk protein allergy (alergi susu
sapi). Namun untuk lebih mengarah kepada diagnosa kasus di atas, perlu anamnesis lebih lanjut.
Anamnesis Tambahan yang Diperlukan :
1. Jenis susu formula apa yang di berikan pada bayi? Apakah susu yang tinggi laktosa atau
tinggi protein? (untuk menyingkirkan salah satu diagnose antara laktosa intolerance atau
alergi susu sapi)
2. Apakah ada riwayat keluarga yang alergi? (untuk mengetahui apakah ada riwayat alergi
pada bayi)
3. Apakah gejala pernah timbul saat bayi mengonsumsi ASI? (untuk mengetahui apakah
bayi alergi terhadap ASI)
4. Sejak kapan bayi menderita diare dan muntah? Berapa frekuensi diare dan muntah bayi
sebelum di bawa ke klinik? (untuk mengetahui keparahan dehidrasi bayi)
5. Muntahnya seperti apa? Apa yang di muntahkan bayi? (untuk menyingkirkan diagnose
lain seperti hematemesis maupun necrotizing enterocolitis )
6. Apakah diare disertai darah? (untuk mengetahui ada atau tidaknya infeksi dari bakteri
enteroinvasif)
7. Apakah sebelumnya ada trauma di bagian perut? (untuk mengetahuio apakah bayi ada
trauma atau tidak)
8. Apakah pasien sebelumnya sudah diberi obat? Jenis apa? (untuk mengetahui apakah
pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Tanda vital
Kesadaran : Kompos mentis, gelisah
Nadi : 100x/menit
Tekanan darah : -
Pernapasan : 28x/menit
Suhu : 37C
TB/BB : -
2. Kulit : Turgor kulit baik
3. Kepala dan Leher : Ubun-ubun besar sedikit cekung
4. Thorax : -
5. Abdomen : -
6. Urogenital : -
7. Genitalia eksterna : -
8. Anus dan rectum : -
9. Ekstremitas : -
Berdasarkan status generalis yang diperoleh, pasien ini mengalami dehidrasi sedang (7-
13) menurut sistem penilaian derajat dehidrasi Maurice King.

Setelah itu, kita perlu untuk memeriksa laboratorium dan juga pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosa kerja.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja dilakukan untuk mengetahui penyebab dari diare pada pasien ini.
Konsistensi tinja harus diperhatikan dan juga ada atau tidaknya eritrosit, leukosit, atau parasit
pada tinja tersebut. Adanya eritrosit menunjukkan adanya luka, kolitis ulseratif, polip atau
keganasan dalam usus atau kadang infeksi. Leukosit dalam tinja menunjukkan adanya
kemungkinan infeksi atau inflamasi usus. Selain itu, pemeriksaan pH tinja juga perlu dilakukan
karena adanya dugaan malabsorbsi karbohidrat, dimana pH tinja dibawah 5,5 (asam) disertai tes
reduksi positif menunjukkan adanya intoleransi karbohidrat/laktosa.
1
Pemeriksaan darah
Tes darah rutin yang terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit,
hitung jenis leukosit, jumlah trombosit, dan laju endap darah. Pasien dengan diare karena virus
biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan
infeksi bakteri terutama pada infeksi bakteri yang invasive ke mukosa, memiliki leukositosis
dengan kelebihan darah putih muda. Neutropenia dapat timbul pada salmonellosis.
1
Pemeriksaan urin
Untuk mengetahui apakah ada laktosa di dalam urin.
Sedangkan pemeriksaan penunjang yang bisa kita lakukan yaitu dengan tes provokatif,
yaitu pemberian susu formula dihentikan, setelah gejala berhenti susu diberikan lagi, setelah itu
dipantau apakah gejala-gejala kembali timbul setelah diberi susu formula. Tindakan ini diulang
untuk mendapat kepastian maksimal sebanyak 2 kali. Untuk memastikan adanya alergi terhadap
suatu zat, dapat dilakukan prick skin test. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu USG
untuk melihat adanya kelainan di dalam rongga abdomen.

PATOFISIOLOGI NYERI PERUT
Nyeri adalah rasa tak enak yang kurang lebih terlokalisasi, akibat rangsangan pada ujung-
ujung saraf khusus. Nyeri berfungsi sebagai mekanisme perlindungan karena membuat kita
menarik diri atau menjauhi sumbernya.
2
Nyeri dapat juga didefinisikan sebagai suatu respons
emosi atau sensori yang tidak nyaman terhadap suatu stimuli yang terjadi akibat kerusakan
jaringan.
Rasa sakit atau nyeri perut, baik mendadak maupun berulang, biasanya selalu bersumber
pada visera perut, organ lain di luar perut, lesi pada susunan saraf spinal, gangguan metabolik
dan psikosomatik. Nyeri timbul karena terjadi stimulasi pada ujung saraf tepi yang disebut
nosiseptor. Nosiseptor tereksitasi oleh stimulasi berupa mekanik, termal dan kimia. Impuls nyeri
yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP (Sistem Saraf Pusat) melalui salah satu dari dua
jenis serat afferen (ascenden). Sinyal-sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan termal
disalurkan melalui serat A-delta yang berukuran besar dan bermielin dengan kecepatan sampai
30 meter/detik (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor kimia diangkut oleh serat C yang kecil
dan tidak bermielin yang jauh lebih lambat sekitar 12 meter/detik (jalur nyeri lambat).
3
Namun
reseptor nyeri di dalam traktus digestivus disalurkan melalui serat C yang ada di submukosa,
lapisan muskularis dan serosa dari organ di abdomen. Lalu impuls melewati medulla spinalis
cornu posterior dan akan bersinaps beberapa kali yang membuat hantaran menjadi lambat
sehingga nyeri jadi tumpul dan sulit terlokalisasi. Setelah itu impuls melalui jalur
sphinotalamikus dan ke talamus dimana rasa nyeri tersebut dipersepsikan.
Impuls nyeri dari visera abdomen atas (lambung, duodenum, pankreas, hati dan sistem
empedu) mencapai medulla spinalis pada segmen thorakalis 6,7,8 serta dirasakan di daerah
epigastrium. Impuls nyeri yang timbul dari segmen usus yang meluas dari ligamentum Treitz
sampai fleksura hepatika memasuki segmen thorakalis 9 dan 10, dirasakan di sekitar umbilikus.
Dari kolon distal, ureter, kandung kemih dan traktus genitalia perempuan, impuls nyeri mencapai
segmen thorakalis 11 dan 12 serta lumbalis 1. Nyeri dirasakan pada daerah supra pubik dan
kadang-kadang menjalar ke labium atau skrotum.
3



MENETAPKAN BAYI MENGALAMI NYERI PERUT
Pedoman yang dipakai untuk menyatakan seorang bayi atau anak sakit perut adalah
sebagai berikut (Ulshen, 2000):
0-3 bulan : umumnya digambarkan dengan adanya muntah.
3 bln 2 thn : muntah, tiba-tiba menjerit, menangis tanpa adanya trauma yang dapat
menerangkannya.
2 thn 5 thn : dapat mengatakan sakit perut tetapi lokalisasi belum tepat.
>5 thn : dapat menerangkan sifat dan lokalisasi sakit perut.

Diagnosa kasus
Diagnosa untuk kasus ini sebenarnya masih membutuhkan data-data yang lengkap, namun
hipotesis kelompok kami mengarah kepada lactose intolerance dan cows milk protein allergy.

Penatalaksanaan
Diketahui hasil pemeriksaan fisik pada kasus, kesadaran umum bayi yang compos mentis
dengan suhu 37
o
C, nadi 100x/menit, respirasi 28x/menit, turgor kulit baik, ubun-ubun besar
sedikit cekung, berdasarkan skor Maurice King, kami menyimpulkan bahwa bayi menderita
dehidrasi ringan. Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah menghentikan konsumsi susu
formula, kamudian kita atasi dehidrasinya. Penatalaksanaan dehidrasi ringan dapat langsung di
lakukan yaitu dengan memberikan cairan oralit secara ad libitum, sampai bayi dehidrasinya
teratasi. Obat-obatan antidiare yang bekerja sebagai anti motilitas, anti muntah dan adsorben
tidak diberikan karena tidak memberikan efek yang nyata untuk diare akut dan malah
memberikan efek yang berbahaya. Kemudian setelah didapatkan hasil pemeriksaan laboratorium,
kita memberikan terapi kausatif berdasarkan penyebab apakah terjadi lactose intolerance atau
alergi susu sapi.

I. LACTOSE I NTOLERANCE
Definisi lactose intolerance
Lactose intolerance merupakan salah satu gangguan absorbsi (malabsorbsi) karbohidrat.
Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakari
(laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir, dan maltosa) serta polisakarida (glikogen,
amilum, tepung). Di dalam klinis polisakarida tidak penting, karena sebelum masuk ke dalam
usus harus sudah dipecah terlebih dahulu menjadi disakarida oleh amilase dari ludah dan
pankreas. Laktosa merupakan karbohidrat utama pada susu (50 mg/l).

Etiologi dan Patogenesis lactose intolerance
Enzim laktase yang berfungsi memecah gula susu (laktosa) yang terdapat di mukosa usus
bekerja memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu
glukosa dan galaktosa. Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang terkandung
dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah oleh bakteri didalam usus
halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat menimbulkan gas yang menyebabkan perut kembung
dan rasa sakit di perut. Sedangkan sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam
saluran cerna dan tidak terjadi penyerapan air dari feses sehingga penderita akan mengalami
diare.
4

Lactose intolerance menurut penyebabnya digolongkan menjadi 3, yaitu :
Primary lactose intolerance
Enzim sukrase dan maltase mulai dibentuk pada trimester pertama kehamilan dan
mencapai maksimum pada kehamilan 28-32 minggu, sedangkan laktase baru terbentuk pada
akhir masa gestasi dan baru mencapai maksimum pada saat aterm atau setelah bayi lahir. Dengan
demikian dapat dimengerti pada neonatus kurang bulan kadar laktase rendah sekali sehingga
dapat menyebabkan intoleransi laktosa sementara.
5
Produksi laktase akan menurun seiring
bervariasinya makanan yang kita makan. Penurunan ini secara bertahap dapat mengakibatkan
gejala intoleransi laktosa.

Secondary lactose intolerance
Kelainan laktosa sekunder bisa terjadi pada seseorang dengan usus kecil sehat selama
episode penyakit akut. Hal ini terjadi karena kerusakan mukosa atau dari obat. Beberapa
penyebab kekurangan laktase sekunder adalah sebagai berikut:
- Infektif enteritis - Coeliac Disease
- Giardiasis - Crohn Disease
- Ascariasis - Whipple Syndrom
- CMPA - Malnutrisi protein-kalori
- Kwashiorkor - Bedah neonatal
Congenital lactose intolerance
Hal ini dapat terjadi apabila bayi terlahir dengan intoleransi laktosa dikarenakan pola
pewarisan sifat resesif autosomal yang mengakibatkan tidak adanya aktivitas laktase Bayi
dengan intoleransi laktosa bawaan tidak toleran laktosa dalam ASI ibu mereka dan diare sejak
lahir. Oleh karena itu harus diberikan susu formula bebas laktosa.
5

Gejala Klinis lactose intolerance
Gejala sakit perut, diare, mual, dan perut kembung (flatulance) merupakan gambaran
umum yang terlihat pada penderita lactose intolerance. Namun, gejala ini dapat disebabkan oleh
kondisi beberapa gastrointestinal atau penyakit lainnya, sehingga kehadiran gejala ini tidak
terlalu baik untuk memprediksi apakah seseorang memiliki kekurangan laktase atau intoleran
terhadap laktosa.
Diagnosis lactose intolerance
Secondary intolerance of disaccharides harus dicurigai setiap kali diare berkembang
mengikuti perubahan atau peningkatan kekuatan kandungan karbohidrat dari makan bayi, atau
dalam hubungan dengan salah satu gangguan yang menyebabkan secondary lactose intolerance
yang sudah disebutkan di atas, terutama dalam kasus diare berair.
Diagnosis berdasarkan temuan zat dalam tinja berair atau uji hidrogen laktosa abnormal
napas diikuti dengan konfirmasi klinis pada diet bebas laktosa.
Elimination diet.
Merupakan diagnosa dengan cara menghentikan konsumsi makanan yang mengandung
laktosa untuk melihat perbaikan gejala. Jika gejala muncul kembali ketika makanan yang
mengandung laktosa diberikan lagi, hampir bisa dipastikan penyebabnya adalah intoleransi
terhadap laktosa
Breathtest.
Hydrogen breath test adalah tes yang paling nyaman dan dapat diandalkan untuk defisiensi
laktase dan intoleransi laktosa. Untuk Breath Test, laktosa murni, biasanya 25 gram (setara
dengan 16 oz susu), diberikan pada orang tidak toleransi terhadap laktosa setelah puasa
semalaman, laktosa yang tidak dicerna dan diserap di usus kecil mencapai kolon di mana bakteri
memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa dan menghasilkan gas hidrogen (dan atau
metana) . Sejumlah kecil hidrogen dan metana diserap dari usus ke dalam darah dan kemudian
perjalanan ke paru-paru di mana mereka akan dikeluarkan melalui nafas. Sampel nafas setiap
menit 10 atau 15 selama 3-5 jam setelah konsumsi laktosa, dan sampel dianalisis kandungan
hidrogen dan metana-nya. Jika hidrogen dan atau metana ditemukan dalam napas, itu berarti
bahwa usus kecil orang itu tidak mampu mencerna dan menyerap laktosa. Jumlah hidrogen atau
metana dikeluarkan dalam napas secara kasar sebanding dengan tingkat defisiensi laktase, namun
tidak sebanding dengan keparahan gejala. Dengan kata lain, orang yang memproduksi hidrogen
sedikit atau metana mungkin memiliki gejala yang lebih parah daripada orang yang
menghasilkan hidrogen atau metana dalam jumlah yang lebih besar.
Uji nafas memiliki beberapa kelemahan, yang pertama pemeriksaan membutuhkan waktu
yang lama , uji napas dapat palsu abnormal bila ada penyebaran bakteri dari usus ke dalam usus
kecil, kondisi yang disebut pertumbuhan bakteri yang berlebihan dari usus kecil. Ketika
pertumbuhan berlebih terjadi, bakteri yang telah pindah ke dalam usus kecil sampai ke laktosa
dalam usus sebelum ada cukup waktu untuk laktosa untuk dicerna dan diserap secara normal,
dan bakteri ini menghasilkan hidrogen dan atau metana. Hal ini dapat menyebabkan salah
diagnosis.
Stool Acid Test.
Stool acid test (uji keasaman feses) adalah tes untuk defisiensi laktase pada bayi dan anak-
anak . Untuk tes keasaman tinja, bayi atau anak diberi sedikit laktosa secara oral. Beberapa
sampel tinja berturut-turut kemudian diambil dan diuji tingkat keasamannya. Jika penderita
kekurangan laktase, laktosa yang tidak diserap masuk usus besar dan dipecah menjadi glukosa
dan galaktosa. Beberapa glukosa dan galaktosa dipecah oleh bakteri menjadi asam, misalnya,
asam laktat. Asam laktat mengubah PH tinja menjadi asam. Keunggulan tes nafas telah
menyebabkan modifikasi dalam peralatan untuk mengumpulkan sampel napas yang membuatnya
lebih mudah untuk melakukan pengujian napas pada anak-anak dan bahkan bayi, sehingga stool
acid test sudah tidak digunakan lagi.
6
Biopsi usus
Tes yang paling langsung untuk defisiensi laktase adalah biopsi dari lapisan usus dengan
pengukuran kadar laktase dalam lapisan. Biopsi ini dapat diperoleh dengan endoskopi atau
dengan kapsul khusus yang dilewatkan melalui mulut atau hidung dan ke dalam usus kecil
kemudian diperiksa gambaran histopatologinya. Analisis tingkat laktase dalam biopsi
memerlukan prosedur khusus yang tidak sering tersedia, dan sebagai akibatnya, tingkat laktase
tidak sering diukur kecuali untuk tujuan penelitian.

Pemeriksaan histopatologi akan membantu
menentukan apakah lactose intolerance yang diderita merupakan lactose intolerance primer atau
lactose intolerance sekunder.

Pada lactose intolerance yang primer, defisiensi enzim laktase terjadi karena produksi
enzim laktase yang menurun secara fisiologis. Enzim laktase diproduksi dalam kadar yang
rendah pada masa fetus, meningkat hingga mencapai puncak pada sekitar umur 3 tahun, dan
menurun secara perlahan seiring dengan bertambahnya umur. Pada pemeriksaan histopatologi
akan terdapat kadar disakaridase yang rendah, namun menunjukan gambaran histopatologi usus
halus yang normal.
Pada lactose intolerance yang sekunder, defisiensi enzim laktase terjadi setelah kerusakan
pada mukosa usus (misalnya karena infeksi rotavirus atau celiac disease), di mana mukosa usus
yang rusak tidak dapat memproduksi disakaridase. Maka dari itu, lactose intolerance yang
sekunder bersifat transien / sementara di mana ia akan membaik seiring dengan penyembuhan
mukosa usus. Pemeriksaan
histopatologi akan menunjukan
gambaran atrofi dari villi-villi usus.
Atrofi pada villi usus bisa bersifat
parsial maupun total.
7



Penatalaksanaan lactose intolerance
Tata laksana utama dari lactose
intolerance adalah diet dengan
kebutuhan sementara diet bebas
laktosa. Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai berikut:
Gambar 5. a. villi usus normal; b. Villi atrofi akibat celiac disease
1. Mengkonsumsi produk susu fermentasi seperti keju matang (mature atau ripened cheeses),
mentega atau yoghurt, karena umumnya jenis makanan ini ditoleransi lebih baik dibanding
susu.
2. Minum susu yang mengandung banyak lemak susu, karena lemak dapat memperlambat
transportasi susu dalam saluran perncernaan sehingga dapat menyediakan waktu yang
cukup untuk enzim laktase memecah gula susu.
3. Hindari mengkonsumi susu rendah atau bebas lemak oleh karena susu lebih cepat
ditransportasi dalam usus besar dan cenderung menimbulkan gejala pada penderita
intoleransi laktosa. Di samping itu, beberapa produk susu rendah lemak juga mengandung
serbuk susu skim yang mengandung laktosa dalam dosis tinggi.
4. Mengkonsumsi susu dengan laktosa yang telah diuraikan (susu bebas laktosa).
5. Minum susu dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Banyak penderita intoleransi laktosa
dapat meminum 240 ml susu per hari, tetapi perlu untuk mengamati/ seberapa besar
tingkatan toleransi tubuh sendiri terhadap laktosa. Banyak penderita toleran terhadap
sejumlah laktosa yang terdapat dalam setengah cangkir susu full cream, tiga perempat
cangkir es krim, tiga perempat cangkir yoghurt, tiga perempat cangkir keju mentah
(unripened cheeses).
6. Konsumsi produk susu yang diolah dengan proses pemanasan (seperti susu bubuk), karena
pada pemanasan, laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga produk
seperti ini akan ditoleransi lebih baik.
7. Orang tua dan pengasuh anak dengan intoleransi laktosa harus mengikuti rencana gizi yang
direkomendasikan oleh dokter anak atau ahli gizi.
8. Susu dan produk susu merupakan sumber utama kalsium dan nutrisi lainnya. Kalsium
sangat penting untuk pertumbuhan dan perbaikan tulang
di segala usia. Kekurangan asupan kalsium pada anak-
anak dan orang dewasa dapat menyebabkan tulang rapuh
yang dapat dengan mudah fraktur di kemudian hari,
suatu kondisi yang disebut osteoporosis. Asupan
kalsium sesuai umur dapat dilihat pada tabel 6.
6




Tabel 6. Jumlah konsumsi kalsium per hari
Umur
Kalsium per hari
(mg)
0 6 bulan 210
7 12 bulan 270
1 3 tahun 500
4 8 tahun 800
9 18 tahun 1300
19 50 tahun 1000
51 70+ tahun 1200
II. COWS MILK PROTEIN ALLERGY
Sumber nutrisi terbaik bagi bayi baru lahir adalah air susu ibu (ASI). Setelah melalui
masa pemberian ASI secara ekslusif yang umumnya berlangsung 3-6 bulan, bayi mulai diberikan
susu formula sebagai pengganti air susu ibu (PASI). PASI lazimnya dibuat dari susu sapi, karena
susunan nutriennya dianggap memadai dan harganya terjangkau.
Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak-anak yang paling
sering dan paling awal dijumpai dalam kehidupan. Alergi susu sapi merupakan suatu penyakit
berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat dari susu sapi atau makanan yang
mengandung susu sapi
Alergi terhadap protein susu sapi / Cows milk protein allergy (CMPA) terjadi pada 2-
6% dari anak-anak, dengan prevalensi tertinggi pada usia tahun pertama. Sekitar 50% anak telah
ditunjukkan sembuh dari CMPA pada usia tahun pertama, atau 80-90% dalam tahun kelimanya.
Alergi pada susu sapi 85% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun.
Penanganan alergi terhadap susu sapi adalah menghindari susu sapi dan makanan yang
mengandung susu sapi, dengan memberikan susu kedelai sampai terjadi toleransi terhadap susu
sapi. Perbedaan kontras antara penyakit alergi terhadap susu sapi dan makanan lain pada bayi
adalah bahwa dapat terjadi toleransi secara spontan pada anak usia dini
Alergi protein susu sapi dapat berkembang pada anak-anak yang diberi ASI atau pada
anak-anak yang diberi susu formula. Namun, anak-anak yang diberi ASI biasanya memiliki
kemungkinan yang lebih kecil untuk menjadi alergi terhadap makanan lainnya. Biasanya, anak
yang diberi ASI dapat mengalami alergi terhadap susu sapi jika bayi tersebut bereaksi terhadap
kadar protein susu sapi yang sedikit yang didapat dari diet ibu saat menyusui. Pada kasus
lainnya, bayi-bayi tertentu dapat tersensitisasi terhadap protein susu sapi pada ASI ibunya,
namun tidak mengalami reaksi alergi sampai mereka diberikan secara langsung susu sapi.

Definisi cows milk allergy
Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem
imun. Mekanisme reaksi terhadap susu yang dasarnya adalah reaksi hipersensitivitas tipe I dan
hipersensitivitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitivitas tipe III dan IV.
Alergi terhadap protein susu sapi atau alergi terhadap susu formula yang mengadung protein
susu sapi merupakan keadaan dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang
abnormal terhadap protein yang terdapat pada susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan
melawan protein yang terdapat pada susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergipun akan
muncul.

Patofisiologi dan Manifestasi Klinis cows milk allergy
Protein susu sapi adalah salah satu dari alergen utama yang terlibat dalam kedua jenis
alergi dan diagnosis yang tepat sangat penting untuk manajemen yang tepat. Susu sapi
mengandung lebih dari 20 fraksi protein. Dalam dadih, dapat diidentifikasi 4 kasein (yaitu, S1,
S2, S3, S4) yang jumlahnya sekitar 80% dari protein susu. 20% protein sisanya, pada dasarnya
adalah protein glubular (misalnya, laktoalbumin, lactoglobulin, bovine serum albumin), yang
terkandung dalam air dadih. Kasein sering dianggap kurang imunogenik karena strukturnya yang
fleksibel, tidak padat. Secara historis, lactoglobulin merupakan alergen utama dalam intoleransi
protein susu sapi. Namun, polisensitisasi beberapa protein terjadi pada sekitar 75% dari pasien
dengan alergi terhadap protein susu sapi.
7

Komponen
Protein
Berat
Molekul
(kD)
Persentase
protein total
Alerginitias
Stabilitas
pada 100
o
C
- lactoglobulin 18.3 10 +++ ++
Casein 20-30 82 ++ +++
lactalbumin 14.2 4 ++ +
Serum albumin 67 1 + +
Immunoglobulins 160 2 + -


Anak-anak adalah kelompok usia yang paling sering terkena penyakit ini dan harus
diikuti dengan hati-hati karena adanya komplikasi yang parah dari pembatasan diet seperti
keterlambatan pertumbuhan berat badan, kwashiokor, hipokalsemia, dan rakitis. Istilah
intoleransi protein sapi sering digunakan dalam kasus-kasus gejala non spesifik yang dikaitkan
Tabel 7. Karakteristik komponen protein pada susu sapi

dengan susu, apakah termasuk jenis reaksi imun mediasi IgE atau non-IgE, mekanisme patologi
ini disebabkan oleh reaksi imun terhadap protein susu.
Alergi terhadap makanan (atau dalam hal ini susu sapi) mengacu pada reaksi imun
terhadap protein dalam makanan dan dapat dibagi menjadi 2 jenis mekanisme yaitu reaksi
mediasi IgE dan non-IgE (kebanyakan adalah selular). Reaksi mediasi IgE dapat diketahui
melalui tes diagnostik yang telah disahkan, sedangkan reaksi imun mediasi non IgE yang dapat
timbul dalam saluran gastrointestinal belum diketahui dan dijelaskan dengan baik dan lebih sulit
untuk dikenali. Beberapa reaksi dapat juga melibatkan kedua jenis mekanisme tersebut atau
berevolusi sekunder menuju alergi mediasi IgE.

Alergi Susu Mediasi IgE
A. Patofisiologi
Alergi susu mediasi IgE terjadi ketika organisme gagal untuk mendapatkan daya tahan
(toleransi) terhadap alergen makanan. Alergen makanan utama pada anak-anak ialah panas,
asam, dan protease yang stabil, glikoprotein yang water soluble dengan ukuran 10-70 kd.
Contohnya yaitu protein dalam susu (kasein), kacang (vicilin), dan telur (ovumucoid) dan
protein transfer lemak yang tidak spesifik yang ditemukan pada buah apel (Mald 3).
Ketika antigen makanan dicerna, makanan diproses dalam usus dimana terdapat
banyak mekanisme fisik yang kompleks (lendir, asam, sel epitel dan asam) dan proteksi
imunologis. Hilangnya pelindung seperti keadaan netralisasi pH lambung dapat membuat
alergi. Serupa seperti pada bayi dimana pelindung-pelindung usus (aktivitas enzim dan
produksi IgA) masih belum matang sehingga meningkatkan prevalensi alergi makanan pada
masa bayi.
Antigen presenting cells (APC), khususnya sel epitel usus dan sel dendritik, dan sel T
memiliki peran utama pada daya tahan oral melalui ekspresi IL-10 dan IL-4. Bakteri
komensal usus juga mempengaruhi respon imun mukosa. Daya tahan dibentuk dalam 24 jam
pertama setelah lahir dan memproduksi molekul imunomudulator yang memiliki efek
bermanfaat dalam pembentukan imun respon.
Alergi yang dimediasi IgE dimulai dari sensitisasi. Alergen dicerna, diinternalisasi dan
diekspresikan pada permukaan APC. APC berinteraksi dengan limfosit T dan menghasilkan
transformasi dari limfosit B menjadi sel sekretori antibodi. Setelah dibentuk dan dilepaskan
ke sirkulasi, IgE mengikat, melalui bagian Fc, ke reseptor sel mast yang memiliki afinitas
yang tinggi, meninggalkan reseptor spesifik alergen mereka yang ada untuk berinteraksi
dengan alergen di masa depan suatu saat nanti.
Proses alergi yang dibentuk tanpa dimediasi oleh IgE kurang begitu dimengerti namun
fase pengenalan antigen awal kemungkinan adalah sama, dan merangsang reaksi inflamasi
utama melalui mediasi sel T dan eosinofil, meliputi aktivasi sitokin-sitokin yang berbeda
seperti IL-5.
Hubungan yang terbentuk dari sejumlah sel mast/antibodi IgE yang berikatan dengan
basophil yang cukup oleh alergen merangsang proses intra-seluler, hal ini menyebabkan
degranulasi sel, dengan pelepasan histamin dan mediator peradangan lainnya.

B. Manifestasi klinis
Alergi susu sapi ditandai oleh berbagai variasi manifestasi klinis yang terjadi setelah
meminum susu. Manifestasi paling berbahaya dari reaksi mediasi IgE akibat alergi susu
ialah anafilaksis. Setelah degranulasi sel mast, pelepasan mediator inflamasi mempengaruhi
berbagai sistem organ. Gejala yang dapat timbul ialah pruritus, urtikaria, angio-edema,
muntah, diare, nyeri perut, sulit bernapas, sesak, hipotensi, pingsan, dan syok. Gejala pada
kulit merupakan gejala paling sering, meskipun, sampai 20% reaksi anafilaksis dapat
muncul tanpa adanya manifestasi pada kulit khususnya pada anak-anak. Onset munculnya
gejala dari reaksi anafilaksis yang diinduksi makanan bervariasi namun mayoritas reaksi
muncul dalam hitungan detik sampai 1 jam pertama setelah terpapar.
Diantara gejala-gejala akibat alergi makanan, seringkali terdapat dermatitis atopi.
Memang, telah diketahui bahwa 30% anak-anak yang menderita dermatitis atopi yang
sedang sampai berat memiliki hubungan dengan alergi makanan yang memperparah eksema.
Makanan yang berpengaruh ialah susu sapi, dengan ditemukannya IgE spesifik pada
kebanyakan pasien.
Reaksi cepat Reaksi Lambat
Anafilaksis
Urtikaria akut
Sesak
Batuk kering
Akut angioedema
Rhinitis
Muntah
Edema laryngeal
Dermatitis atopi
Diare kronis, diare berdarah, anemia defisiensi besi,
konstipasi, muntah kronis, kolik
Terganggunya pertumbuhan
Asma akut Enteropati dengan kehilangan protein dengan
hipoalbuminemia
sindrom enterokolitis
Esofagogastroenteropati eosinofilik yang diketahui
dari biopsi



Diagnosis cows milk allergy
Proses diagnosis alergi susu sapi pada dasarnya adalah sama dengan proses diagnosa
alergi makanan. Seperti penyakit pada umumnya, proses diagnosa dimulai dari penelusuran dan
evaluasi riwayat penyakit, dilanjutkan dengan pemeriksaan klinis . Hal yang khusus dilakukan
dalam investigasi alergi makanan adalah pembuatan catatan harian diet, uji eliminasi dan
provokasi, uji kulit, dan pemeriksaan kadar IgE.
Dalam anamnesis, perhatian difokuskan pada reaksi alergi yang terjadi, dan kaitannya
dengan makanan yang dimakannya. Setelah berbagai bahan makanan yang dicurigai menjadi
penyebab alergi diperoleh, diagnosa dikonfirmasi dengan pemeriksaan berupa uji eliminasi dan
uji provokasi.
Prinsip uji eliminasi adalah menghindarkan bahan makanan yang menjadi tersangka,
dalam hal ini adalah protein susu sapi, selama 2 minggu. Dalam kurun waktu ini diobservasi
apakah gejala alergi yang ada berkurang atau tidak. Bila gejala berkurang, dapat dilanjutkan uji
provokasi untuk mengkonfirmasinya lagi, yaitu dengan pemberian kembali bahan makanan
tersebut, dan dicatat reaksi yang terjadi. Jika makanan tersangka memang penyebab alergi, maka
gejala akan berkurang saat makanan dieliminasi dan muncul kembali lagi saat diprovokasi.
Di samping penggunaan cara tersebut, cara pemeriksaan yang dapat dipakai juga adalah
dengan pemeriksaan kadar IgE dan uji kulit. Kadar IgE yang meninggi dalam darah dapat
dipergunakan sebagai petunjuk status alergi pada pasien, dan memang kadar IgE ini seringkali
didapatkan meninggi pada penderita alergi susu sapi.
Uji kulit yang dilakukan, disebut skin prick tests. Namun demikian perlu diketahui bahwa
uji kulit ini memiliki nilai prediktif positif yang rendah, karena tingginya hasil positif palsu.
Interpretasi ini perlu diperhatikan, sebab bila tatalaksana dilakukan berdasarkan hasil positif ini,
Tabel 8. Onset reaksi cepat dan lambat alergi susu sapi pada anak-anak
maka dapat saja terjadi penghindaran makanan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan. Di sisi
lain, tes ini juga memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi, dengan demikian bila didapatkan
hasil yang negatif maka diagnosa alergi makanan dapat dianggap kecil kemungkinannya.
Walau demikian dalam praktek klinisnya sehari-hari, diagnosa lebih sering ditegakkan
berdasarkan gejala dan respons klinis dari uji eliminasi dan provokasi. Pemeriksaan secara
laboratoris hanya bersifat pelengkap.

Sedangkan penggunaan uji kulit pada anak, selain karena
masalah akurasinya yang kurang, perlu juga dipertimbangkan faktor ketidaknyamanan yang akan
timbul, mengingat penderita umumnya berusia di bawah 2-3 tahun. Walaupun tampaknya
mudah, pada beberapa keadaan diagnosis dapat menjadi sulit dan membingungkan. Hal ini
terjadi misalnya karena adanya reaktivasi dari makanan lain.
Untuk kecurigaan allergi pada susu, biasanya tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi
melainkan prick skin test atau radioallergosorbent test untuk reaksi allergi yang IgE-mediated.
Gambaran histopatologi untuk reaksi allergi terhadap makanan adalah sebagai berikut:
Hipersensitivitas campur (IgE and non-IgE mediated): akan didapatkan infiltrat eosinofil
pada tunika mukosa, tunika muskularis, atau tunika serosa. Infiltrasi eosinofil pada tunika
muskularis akan menyebabkan penebalan dari dinding usus sehingga timbul gejala-gejala
obstruksi seperti nyeri perut dan muntah. Infiltrasi eosinofil pada tunika serosa dapat
menyebabkan asites.
Hipersensitivitas cell-mediated: Biopsi usus halus menunjukan villi usus yang gepeng/
memendek, edema, serta terdapat serbukan sel-sel radang.
8

Pemeriksaan Penunjang cows milk allergy
Selain dari manifestasi klinis yang ada, untuk mendiagnosis adanya alergi susu sapi
pada anak dapat dilakukan beberapa tes penunjang atau tes diagnostik. Berikut ini adalah tes
untuk menilai alergi terhadap susu sapi, yaitu:
Skin Prick Test (SPT)
SPT merupakan tes yang cepat dan tidak mahal untuk mendeteksi sensitisasi mediasi
kelainan IgE dan dapat dikerjakan pada bayi dengan baik. Nilai prediksi negatif adalah baik
(>95%) dan dipastikan dengan tidak adanya reaksi mediasi IgE. Meskipun, hasil respon yang
positif tidak pasti menunjukan bahwa makanan merupakan penyebabnya (kurang spesifik), dan
hanya menunjukan sensitivitas terhadap makanan (atopi, pada keadaan tidak adanya gejala
alergi).
SPT kurang begitu berguna pada kelainan alergi usus yang sensitif terhadap makanan
daripada alergi yang dimediasi oleh IgE. Pada alergi mediasi non IgE, seperti Food protein-
induced enterocolitis atau colitis akibat susu menghasilkan hasil tes yang negatif. Meskipun
begitu, SPT berguna dalam mengeluarkan diagnosis banding alergi mediasi IgE , dimana SPT
dapat membantu mengetahui penyebab dari alergennya.
Dosis Antibodi Serum IgE
Pemeriksaan kuantitif dari antibodi IgE spesifik terhadap makanan sering menjadi
langkah yang berikutnya. Alergen yang diduga diikat ke matriks padat dan dipaparkan ke serum
pasien. Antibodi IgE spesifik untuk alergen mengikat ke matriks protein dan dideteksi
menggunakan antibodi spesifik sekunder pada bagian Fc dari IgE manusia. Hampir sama dengan
skin test, sensitisasi dapat muncul tanpa reaksi klinis, dan tes tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis alergi makanan tanpa adanya riwayat klinis alergi makanan. Meskipun begitu,
meningkatnya konsentrasi dari spesifik IgE akibat makanan berhubungan dengan meningkatnya
kemungkinan reaksi klinis.
Meskipun memiliki sensitivitas yang baik, pada sebagian kecil pasien dengan reaksi
gejala klinis alergi yang sesuai namun serum IgE spesifik akibat makanan tidak dapat dideteksi.

Untuk kecurigaan allergi pada susu, biasanya tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi.
Namun, dari sumber yang kami peroleh gambaran histopatologi untuk reaksi allergi terhadap
makanan adalah sebagai berikut:
Hipersensitivitas campur (IgE and non-IgE mediated): akan didapatkan infiltrat eosinofil
pada tunika mukosa, tunika muskularis, atau tunika serosa. Infiltrasi eosinofil pada tunika
muskularis akan menyebabkan penebalan dari dinding usus sehingga timbul gejala-gejala
obstruksi seperti nyeri perut dan muntah. Infiltrasi eosinofil pada tunika serosa dapat
menyebabkan asites.
Hipersensitivitas cell-mediated: Biopsi usus halus menunjukan villi usus yang gepeng/
memendek, edema, serta terdapat serbukan sel-sel radang.
Penatalaksanaan cows milk allergy
Rehidrasi
Penatalaksanaan yang pertama yang diberikan kepada bayi dengan alergi susu sapi yang
disertai dengan muntah dan diare adalah rehidrasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya dehidrasi , dimana merupakan masalah utama pada bayi dengan diare dan muntah.
Rehidrasi dilakukan dengan memperhatikan derajat dehidrasi. Untuk dehidrasi ringan , rehidrasi
dapat diberikan secara oral dengan oralit ( air rumah tangga ), air mateng dll. Sedangkan untuk
dehidrasi derajat sedang dan berar , rehidrasi dapat dilakukan secara intravena dan biasanya
terjadi keabnormalan pada keadaan umum, jadi selain rehidrasi ,harus juga tilakukan tindakan
untuk memperbaiki keadaan umum. Khusus untuk kasus ini , dehidrasi berada pada derajat
ringan, jadi cukup diberikan oralit sampai mendapatkan hasil laboratorium yang lebih lengkap
sehingga dapat melakukan penatalaksanaan sesuai causa atau penyebab.

Diet Eliminasi
Penatalaksanaan utama alergi makanan (dalam hal ini susu sapi) adalah diet eliminasi.
Pasien dan keluarganya harus diajarkan untuk selalu membaca label makanan yang mengandung
susu atau produknya (mentega, kasein, lactalbumin, lactoglobulin atau laktosa).
Pada bayi dan anak, diet eliminasi harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan
memerlukan tindak lanjut medis yang terus-menerus, karena diet eliminasi secara serius dapat
mengganggu kualitas hidup dan membuat efek samping yang parah. Ketika alergi susu sapi
didiagnosis pada bayi, dokter harus merekomendasikan kepada orangtua penggunaan makanan
pengganti susu berdasarkan extensively hydrolysed susu sapi dan harus mengobservasi pasien
untuk menentukan waktu yang paling tepat untuk diberikan kembali susu sapi tersebut.
8

Extensively hydrolysed formulas merupakan campuran peptida dan asam amino yang
diproduksi dari kasein susu sapi atau air dadih dan dapat ditoleransi pada 95% anak yang alergi
terhadap susu. Jika gejalanya tetap persisten, maka dapat digunakan formula asam amino,
khususnya pada anak dengan alergi beberapa makanan dan gangguan pertumbuhan.
Dibandingkan dengan eHF, Soy formula (SF) atau susu kedelai merangsang reaksi yang lebih
sering pada anak-anak yang mengalami alergi protein susu sapi berusia kurang dari 6 bulan. Soy
formula dapat menginduksi terjadinya gejela-gejala gastrointestinal. Susu kedelai, tidak sesuai
dengan kebutuhan gizi anak-anak secara sempurna. Selain itu, meskipun tidak adanya protein
homolog dan reaksi silang alergi, sekitar 10% dari reaksi mediasi IgE dan 60% dari anak-anak
reaksi mediasi non IgE juga alergi terhadap kedelai.



Penatalaksanaan Alergi Susu Sapi di Bawah 1 tahun
Ketika alergi pada susu sapi diketahui, bayi harus diberikan diet bebas protein susu sapi
selama 2-4 minggu. 4 minggu dimaksudkan untuk gejala gastrointestinal kronis.
Jika gejalanya membaik pada diet yang ketat, pemberian tantangan makanan sasu sapi
merupakan tindakan diagnostic wajib untuk menentukan diagnosis. Jika tes pemberian tantangan
makanan positif, anak harus mengikuti diet eliminasi dan mengulangi tes pemberian tantangan
makanan setelah 6 bulan dan pada beberapa kasus dilulang 9-12 bulan kemudian. Jika tes
pemberian tantangan makanan negatif, diet yang bebas sudah dilakukan.

Air susu ibu
ASI adalah pilihan terbaik untuk bayi dengan alergi protein susu sapi. Dan diperberat
usia bayi pada kasus ini dengan usia 2 bulan yang harus mendapat ekslusif ASI. Pemberian ASI
secara klinis telah terbukti mencegah kejadian alergi di kemudian hari.Hal ini terbukti bahwa
protein ASI ternyata lebih mudah diserap daripada protein susu sapi. Kemampuan bayi menyerap
protein ASI terbukti 2 kali lebih banyak daripada kemampuan menyerap protein susu sapi. Hal
ini terjadi karena di dalam ASI terdapat enzim yang membantu penyerapan protein ASI , yaitu
enzim alanin amino transferase, aspartat amino transferase dan protease. Meskipun dapat
mencegah alergi, tetapi diet yang dikonsumsi ibu juga bisa menimbulkan alergi pada bayi.
Sehingga sebaiknya ibu juga melakukan eliminasi diet tertentu yang dapat menyebabkan alergi
pada bayi. Ibu harus menghindari protein sususapi dan berbagai makanan yang mengandung
protein susu sapi. Untuk kasus ini, walaupun si ibu dalam keadaan batuk pilek dan demam ,
sebaiknya ibu memperbaiki kesehatannya dan jika perlu menkonsumsi suplement vitamin dan
istirahat dengan cukup, sehingga dapat memberikan ASI kepada bayinya , karena usia bayipun
masih dalm usia ASI EKSLUSIF.

Pencegahan cows milk allergy
Pencegahan alergi dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan sebelum anak
tersensitisasi protein susu sapi, yaitu pada masa intrauterin. Pencegahan dapat dilakukan dengan
mengkonsumsi susu sapi yang hipoalergi yaitu susu sapi partially hydrolyzed untuk merangsang
pembentukan terjadinya toleransi di masa yang akan datang. Ketika reaksi alergi tetap terjadi
setelah pemberian susu yang hipoalergi, maka pemberian susu harus digantikan oleh susu lain
seperti susu kedelai.
Pada bayi, berdasarkan rekomendasi Eropa dan Amerika sebenarnya bergantung pada
pemberian ASI eksklusif selama 4-6 bulan, diikuti dengan penundaan pengenalan makanan padat
pada anak dengan risiko atopik (seperti atopik orang tua atau saudara kandung, atau anak-anak
dengan dermatitis atopik). Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa bayi yang terkena alergi
makanan (dalam hal ini susu sapi) pada awal kehidupan bayi melalui rute oral cenderung kurang
akan memiliki alergi terhadap makanan dari bayi tanpa eksposur tersebut. Alergi susu sapi
seringkali terdapat pada anak yang memiliki alergi makanan lainhya pada usia yang lebih tua.
Pencegahan dan pengobatan yang baik adalah penting dalam mencegah alergi terhadap makanan
di masa yang akan datang. Secara umum terdapat 3 (tiga) fase pencegahan terhadap alergi susu,
yaitu:
Pencegahan Primer
Yang dilakukan sebelum tersensitisasi. Dilakukan sejak prenatal pada janin dengan
keluarga yang memiliki bakat dermatitis atopi. Menghindari dengan cara memberikan
susu sapi yang hipoalergi, seperti susu sapi partially hydrolyzed, dengan tujuan untuk
merangsang toleransi dari alergi susu sapi pada masa yang akan datang, disebabkan
masih mengandung sedikit partikel dari susu sapi, sebagai contoh dengan merangsang
IgG blocking agent. Tindakan pencegahan ini juga dilakukan pada makanan alergi
makanan lainnya, dan juga menghindari merokok.
Pencegahan Sekunder
Dilakukan setelah sensitisasi tetapi manifestasi penyakit alergi tidak muncul. Kondisi
sensitisasi ditentukan oleh pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau darah tali pusat,
atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0-3 tahun. Penghindaran
dilakukan dengan cara mengganti susu sapi menjadi susu sapi non alergenik, seperti susu
sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi seperti susu kedelai yang tidak
membuat terjadinya sensitisasi terjadinya manifestasi penyakit alergi. ASI eksklusif
tampaknya juga dapat mengurangi risiko alergi.
Pencegahan Tertier
Dilakukan pada anak-anak yang telah mengalami manifestasi sensitisasi dan
menunjukkan penyakit alergi awal seperti dermatitis atopik atau rinitis, tetapi belum
menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan yang optimal
adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Penghindaran juga dilakukan dengan memberikan susu sapi hidrolisat sempurna atau
pengganti susu sapi. Penyediaan obat preventif seperti setirizin, imunoterapi, imunomodulator
tidak direkomendasikan karena belum terbukti secara klinis bermanfaat.


Prognosis cows milk allergy
Antigenitas dan alergenitas protein susu sapi ini diketahui berkaitan dengan umur 8 dan
alergi yang terjadi kebanyakan berkurang atau menghilang di usia 2-3 tahun. Bahkan ada pula
yang menyatakan alergi susu sapi hanya terjadi pada tahun pertama kehidupan. Berdasarkan
inilah pada usia tersebut dapat dicoba diberikan lagi susu sapi sedikit-sedikit dan dilihat apakah
alergi susu sapi masih ada atau tidak.
Bayi dengan alergi susu sapi memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami alergi
terhadap bahan makanan lain. Mereka juga memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami
asma atau bentuk alergi lainnya dalam usia selanjutnya. Untuk itu, bagi anak yang mengalami
alergi susu sapi, dianjurkan untuk menghindari makanan yang juga memiliki sifat alergenitas
tinggi, seperti kacang, ikan, atau makanan laut, sampai usia 3 tahun.4 Walaupun demikian anak
yang memiliki alergi susu sapi tak selalu alergi terhadap daging sapi atau bulu sapi, bahkan
penelitian yang telah dilakukan hanya mendapatkan angka kurang dari 10% dari penderita alergi
susu sapi yang mengalami reaksi terhadap daging sapi. Di samping itu, proses pemanasan
maupun pengolahan juga akan semakin menurunkan sifat alergenitas daging sapi ; karenanya
daging sapi yang dimasak secara baik sangat jarang menimbulkan masalah pada penderita
protein susu sapi.
Dalam kaitannya dengan sifat alergi yang dimilikinya, berbagai penelitian telah
memperlihatkan pola hubungan berkesinambungan proses sensitisasi alergen dengan
perkembangan dan perjalanan alergi yang dikenal dengan nama allergic march, yaitu perjalanan
alamiah penyakit alergi. Secara klinis, allergic march terlihat berawal sebagai alergi pada saluran
cerna (umumnya berupa diare karena alergi susu sapi) yang akan berkembang menjadi alergi
pada lapisan kulit (dermatitis atopi) dan kemudian alergi pada saluran napas (asma bronkial,
rinitis alergi).

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang disebabkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan mekanisme sistem
imun, yang disebabkan oleh kandungan protein di dalam susu sapi. Alergi susu sapi seringkali
diduga terjadi pada pasien, disertai banyak gejala klnis. Sindrom klinis yang terjadi sebagai
akibat alergi pada susu dapat bermacam-macam, meskipun demikian dapat diketahui dengan
baik. Penatalaksanaan alergi dapat dilakukan kepada bayi maupun juga kepada ibu yang
memberikan ASI-nya. Dan pencegahan saat ini sudah dapat dilakukan semenjak masih dalam
kandungan.























TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI PENCERNAAN
Anatomi saluran cerna bagian atas dan bawah di batasi oleh suatu ligament yang bernama
ligamentum treitz atau ligamentum suspensorium duodeni. Ligament ini merupakan serabut
fibromuskular yang berjalan vertical ke distal duodenum. Sedangkan organ-organ yang berada
di saluran cerna bagian atas yaitu esophagus, hepar, lien, pancreas, dan duodenum. Saluran
cerna bagian atas umumnya berasal dari foregut yang mendapat darah dari truncus coeliacus.
Saluran cerna bagian atas mempunyai mekanisme sphincter pada daerah pharyngo-esophageal,
gastro-esophageal, dan pylorus.Saluran cerna bagian atas akan dibahas di bawah ini:

Esopaghus
Esopaghus merupakan organ memanjang seperti
tabung yang menghubungkan antara pharynx dan gaster. Sebagian besar esopaghus terdapat di
dalam rongga thorax dan menembus diaphragma untuk masuk ke dalam kavitas abdominalis
melalui foramen oesophagicum. Setelah masuk ke dalam cavitas abdominalis beberapa
centimeter, esopaghus mencapai gaster pada sisi kanannya. Di tempat peralihan ini ( di dekat
cardia), di sebelah kanan esopaghus terdapat lobus hepatis sinistra dan di posteriornya terdapat
crus sinistra dari diaphragma. Peralihan esopaghus ke gaster berfungsi sebagai sphincter
esopaghus bagian bawah, makanan yang masuk akan sementara tertahan di sini dan akan
mencegah terjadinya reflux isi gaster ke dalam esopaghus

Pembuluh darah esopaghus :
Suplai darah untuk esopaghus bagian atas, tengah dan bawah oleh cabang dari arteri
thyroidea inferior, arteri oesophagica, arteri bronchialis dan cabang dari arteri gastric sinistra.
Darah vena mengalir mengikuti arterinya kecuali bagian tengah yang menuju vena azygos dan
vena hemiazygos. Darah dari bagian akhir esopaghus akan mengalir ke vena porta hepatis
melalui vena gastrica sinistra.

Gaster
Gaster terletak di dalam perut bagian atas mulai dari
region hypocondrium kiri hingga epigastrium, namun
terkadang mencapai regio umbilicalis. Gaster
merupakan organ yang berguna untuk menyimpan
makanan yang akan di cerna. Dalam keadaan kosong,
mempunyai ukuran seperti colon dan berbentuk huruf J.
Gaster mempunyai dua buah lengkungan yaitu
curvature major yang merupakan batas kiri gaster dan
curvature minor yang merupakan batas kanan gaster. Gaster mempunyai dua permukaan yaitu
facies anterior dan facies posterior. Serta dua pintu yaitu ostium cardiacum dan ostium
pyloricum. Bagian- bagian gaster, antara lain yaitu fundus yang merupakan bagian tertinggi dari
gaster, Fundus terdapat di bawah kubah diaphragm kiri. Bagian ini biasanya berisi udara yang di
telan masuk bersama makanan. Cardia yang merupakan bagian gaster yang berhubungan dengan
esopaghus dan mempunyai kedudukan yang paling tetap. Korpus gastricum yang merupakan
bagian antara fundus dan pylorus. Pars pylorica, terdiri atas dua bagian yaitu antrum pyloricum
dan canalis pyloricus yang berakhir pada pylorus , yaitu sphincter yang memisahkan antara
gaster dan duodenum.



Syntopia gaster :
Facies anterior : dinding depan abdomen, arcus costarum kiri, pleura dan paru-paru kiri,
diaphragma, dan lobus sinistra hepar
Facies posterior : bursa omentalis, diaphragma, lien, sebagian ren kiri, glandula suprarenalis kiri,
arteri lienalis, pancre, mesocolon transversum, dan colon transversum.
9

Pembuluh darah gaster :
Gaster memperoleh darah dari tiga cabang truncus coeliacus, yaitu :
1. Arteria gastrica sinistra yang berjalan sepanjang curvature minor (cabang langsung dari
truncus coeliacus)
2. Arteria gastrica dextra dan arteria gastroepiploica dextra (cabang arteria hepatica
communis)
3. Arteria gastroepiploica sinistra dan arteria gastrica brevis (cabang arteri lienalis)

Vena dari gaster berjalan sesuai dengan arterinya dan bermuara ke system porta hepatis. Ada
beberapa variasi dari hubungan vena tersebut dengan vena porta hepatis, seperti vena gastrica
dextra dan vena gastrica sinistra yang bermuara langsung ke vena porta hepatis. vena
gastroepiploica dextra menuju vena mesenterica superior, vena porta hepatis atau vena lienalis.
Vena gastrica brevis dan vena gastroepiploica sinistra menuju vena lienalis. Anastomosis antara
vena gastrica sinistra dan vena esofagea dari system vena azygos merupakan jalan pintas yang
sangat penting, namun akan berbahaya bila terjadi varices atau hipertensi portal.
Untuk catatan klinis, ulkus pepticum atau tukak peptic sering ditemukan. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya ulkus pepticum, dan dapat terjadi pada bagian yang tidak
menghasilkan asam seperti duodenum, daerah antrum pyloricum, sepanjang curvature minor dan
bagian bawah esopaghus. Obstuksi karena edema atau jaringan parut dan timbulnya peritonitis
akibat perforasi. Selain itu, ulcus pepticum juga dapat menimbulkan rasa nyeri yang di jalarkan
di daerah epigastrium.
9

Duodenum
Duodenum mempunyai bentuk seperti huruf C yang melengkung mengelilingi
caput pancreas. Duodenum terdiri atas empat bagian, yaitu pars superior, pars descenden,
pars transversum dan pars ascenden. Panjangnya sekitar 25-30 cm yang kurang lebih
sama dengan 12 jari yang di sejajarkan. Sekitar dua sampai lima sentimeter bagian
pertama pars superior duodenum tertutup oleh peritoneum. Omentum minus melekat
pada bagian atas pars superior dan omentum majus pada bagian bawahnya. Dengan
adanya ligamentum hepatoduodenale maka bagian pertama pas superior duodeni terletak
intra peritoneal sedangkan bagian lainnya terletak retroperitoneal sekunder.

Pars superior duodenum
Panjangnya dua setengah sampai lima
sentimeter, mulai dari pylorus,
membelok ke atas dan belakang pada
sisi kanan vertebra lumbalis pertama
pada bidang transpyloricum, bagian
proksimal dari pars superior duodenum
di sebut duodenal cap karena lipatan
mukosanya sedikit, bagian ini mudah
bergerak mengikuti letak perubahan
pylorus, karena mempunyai
mesenterium berupa ligamentum
hepatoduodenale. Setengah bagian
distal tidak bisa bergerak dengan bebas
karena tidak memiliki mesenterium.


Pars descenden duodenum
Panjangnya delapan sampai sepulduh sentimeter, berjalan vertical ke bawah di depan hilum
renale kanan, pada sisi kanan vertebra lumbale kedua dan ketiga. Bagian ini mempunyai lipatan
mukosa yang lebih tebal. Di bagian anterior, pars descenden duodeni bersintopia dengan vesica
fellea, lobus hepatis dextra, colon transversum, dan intestinum tenue. Di bagian posterior
terdapat ureter kanan, hilum renale kanan; di sebelah lateral bersintopia dengan colon ascenden,
flexura coli dextra dan lobus hepatis dextra. Sedangkan di bagian medial dengan caput pancreas.
Pada bagian posteromedial terdapat muara bersama dari ductus pancreaticus dan ductus
choledocus yang membentuk ampulla hepatopancreatica yang kemudian bermuara ke dalam
duodenum dengan tonjolan yang di sebut papulla pancreaticoduodeni major vaterii. Pada
ampulla hepatopancreatica tersebut ada sphincter of oddi yang berfungsi mengatur sekresi
empedu, dan cairan pancreas. Ductus pancreaticus accessorius bermuara pada papilla duodeni
minor, sekitar dua sentimeter sebelah atas papilla duodeni major vaterii.

Pars inferior duodenum
Panjang pars inferior duodenum bervariasi mulai dari lima sampai delapan senti meter. Berjalan
horizontal ke arah kiri pada bidang subcostalis di bawah caput pancreatic setinggi vertebra
lumbalis ketiga.
Pars ascendens duodenum
Bagian ini mempunyai panjang dua setengah sampai lima senti meter, membelok ke atas dan ke
depan sampai menjadi flexura duodenojejunalis. Di daerah ini terdapat ligamentum
suspensorium duodeni ( ligamentum treitz) yang terdiri dari otot polos dan jaringan elastik
berbentuk seperti segitiga yang berjalan di bagian belakang duodenum menuju crus dextrum
pada diaphragma. Ligamentum ini memperkuat bagian akhir dari duodenum dan dapat menjadi
pertanda pada waktu melakukan pembedahan karena dapat di raba.


Pembuluh darah duodenum :
Bagian proximal duodenum mendapat darah dari cabang arteria coeliaca yaitu arteria
gastrica sinistra dan arteria gastroduodenalis. Dari arteria gastroduodenalis di percabangkan
arteria pancreaticoduodenalis superior. Bagian distal duodenum mendapat darah dari cabang
arteria mesenterica superior, yaitu arteria pancreaticoduodenalis inferior. Berlainan dengan
bagian proximal yang sedikit, suplai darah untuk pars descenden duodeni dan pars inferior
duodeni sangat banyak. Darah vena akhirnya akan di alirkan ke vena porta hepatis.
9





III. ANATOMI RONGGA ABDOMEN
Abdomen atau rongga perut terletak di antara rongga thorax dan rongga pelvis. Untuk
memberikan gambaran tentang lokasi suatu organ ataupun letak dari nyeri perut, maka abdomen
dapat dibagi menjadi sembilan region yang dibatasi
oleh empat bidang(dua bidang horizontal dan dua
bidang vertikal).
Kedua bidang horizontal yang dimaksud ialah:
1. Bidang subkostal : melalui tepi kaudal /
pinggir bawah dari
arkus kostae iga ke-10
pada kedua sisi dan
korpus vertebrae L3
2. Bidang transtrabekular : melalui spina iliaka
3. anterior superior pada kedua sisi dan korpus
vertebrae L5

Gambar 1. Regio abdomen

Kedua bidang vertikal yang dimaksud ialah bidang medioklavikular sinistra dan dekstra.
Bidang medioklavikular merupakan garis yang menghubungkan titik tengah clavicula ke titik
medioinguinal (titik tengah garis penghubung spina iliaka anterior superior dan simfisis pubis).
Sembilan regio abdomen adalah regio hipokondrium dekstra, regio epigastrika, regio
hipokondrium sinistra, regio lumbalis dekstra, region umbilikalis, regio lumbalis sinistra, regio
iliaka dekstra, regio hipogastrika, regio iliaka sinistra.
9

Sembilan regio ini mempunyai isi masing-masing, dapat dilihat pada tabel 1.

IV. PATOFISIOLOGI NYERI PERUT
Nyeri perut merupakan gejala dari berbagai penyakit gastrointestinal yang bisa bersifat
akut maupun kronik. Nyeri perut biasanya timbul akibat kerusakan jaringan, namun nyeri perut
juga bisa bersifat fungsional (tidak disebabkan oleh suatu penyakit organik). Nyeri perut yang
fungsional akan disertai oleh pertumbuhan yang normal, serta pemeriksaan fisik yang normal
pula. Nyeri perut bisa bersifat menyeluruh atau terlokalisasi pada kuadran tertentu dari abdomen.
Nyeri bisa dirasakan sebagai perasaan tidak enak yang tajam, tumpul, maupun kolik (hilang-
timbul).
Nyeri pada abdomen bisa berupa nyeri somatik, nyeri viseral, maupun nyeri alih (referred
pain).
Nyeri somatik
Merupakan nyeri yang timbul akibat rangsangan/stimulus pada peritoneum parietal. Nyeri
somatik bersifat tajam, konstan/kontinu, dan mempunyai lokasi yang jelas dan gampang untuk
ditentukan. Sensasi nyeri sesuai dengan dermatome T6-L1 pada kulit, dekat dengan sumber
penyebab nyeri.


Regio hipokondrium dekstra Regio epigastrika Regio hipokondrium sinistra
Pleura kanan
Lobus bawah paru-paru kanan
Diafragma kanan
Lobus kanan hati
Kandung empedu
Fleksura koli dekstra
Pilorus
Bulbus duodenum
Anak ginjal kanan
Kutub atas ginjal kanan
Lobus kiri hati
Korpus gaster
Antrum pilorikum
Korpus pankreas
Hiatus esofagus
Ostium kardiakum
Aorta

Pleura kiri
Lobus bawah paru-paru kiri
Diafragma kiri
Fundus gaster
Fleksura koli sinistra
Limpa
Kauda pankreas
Anak ginjal kiri
Kutub atas ginjal kiri

Regio lumbalis dekstra Regio umbilikalis Regio lumbalis sinistra
Kolon asendens
Duodenum pars desendens
Kutub bawah ginjal kanan dan
ureter
Omentum mayus
Kolon transversum
Doudenum pars asendens
Jejunum
Kaput dan korpus
Kolon desendens
Kutub bawah ginjal kiri dan
ureter
Tabel 1. Organ-organ yang terdapat pada masing-masing regio abdomen.


Nyeri viseral
Merupakan nyeri yang timbul akibat suatu stimulus pada organ-organ viseral yang berada di
dalam rongga abdomen. Sifat nyeri adalah tumpul dan sulit ditentukan lokasinya, namun biasa
dirasakan di garis tengah abdomen sesuai dengan asal embriologis dari organ yang terlibat, yaitu:
Epigastrium untuk organ-organ yang berasal dari foregut (hepar, pankreas, gaster,
duodenum)
Umbilikus untuk organ-organ yang berasal dari midgut (jejunum, ileum, apendiks, sekum,
kolon asendens, 1/3 proksimal kolon transversum)
Hipogastrium untuk organ-organ yang berasal dari hindgut (2/3 distal kolon, kolon
desendens, kolon sigmoid, rektum, traktus urinarius, dan organ-organ rongga pelvis)
Nyeri viseral bersifat difus dan sulit untuk ditentukan karena reseptor nyeri pada organ-
organ rongga abdomen hanya sedikit dan multisegmen. Nyeri yang kolik merupakan nyeri
viseral yang disebabkan oleh spasme otot polos organ yang berongga.
Nyeri alih (referred pain)
Merupakan nyeri viseral yang dirasakan jauh dari tempat organ yang merupakan
penyebab nyeri. Nyeri alih mempunyai lokasi yang jelas, biasa dirasakan pada kulit atau jaringan
pankreas
Bifurkartio aortae
Regio iliaka dekstra Regio hipogastrika Regio iliaka sinistra
Kanalis inguinalis dekstra
Caecum
Ileum terminalis
Apendiks
Ovarium kanan
Adneksa kanan
Ureter kanan
Arteria iliaka kanan
Omentum mayus
Ileum
Fleksura rektosigmoid
Uterus
Kandung kemih
Kanalis inguinalis sinistra

Usus halus
Kolon sigmoid
Ovarium kiri
Adneksa kiri
Ureter kiri
Arteria iliaka
kiri

yang mempunyai persarafan aferen sama seperti organ penyebab nyeri. Nyeri alih timbul bila
intensitas nyeri viseral terus bertambah. Misalnya, pada kolesistitis akut, nyeri dirasakan di
sekitar epigastrium dan beralih ke punggung di tengah kedua os.scapulae.

Pada umumnya, nyeri perut bisa disebabkan oleh tiga hal, yaitu:
Distensi organ
Secara umum, organ-organ di dalam rongga abdomen tidak sensitif terhadap
rangsang/stimulus mekanis (rabaan, pemotongan, sayantan, penjahitan), rangsang thermal,
dan rangsang elektrik. Rangsang ini tidak menimbulkan nyeri abdomen. Namun, organ-
organ di dalam rongga abdomen sangat sensitif terhadap regangan (tension) dan tarikan
(stretching) yang terjadi bila suatu organ berada dalam keadaan distensi. Kedua rangsang
ini akan mengaktifkan reseptor nyeri yang terdapat pada organ padat dan juga organ
berongga, sehingga timbul rasa nyeri. Distensi organ secara tiba-tiba dapat menyebabkan
nyeri abdomen yang hebat, sedangkan distensi
organ yang terjadi perlahan menyebabkan
sedikit nyeri.
Proses radang (inflammation)
Proses radang di dalam rongga abdomen dapat
menurunkan pain threshold pada seorang individu,
sehingga individu tersebut lebih peka terhadap
rangsang yang dapat menimbulkan nyeri. Selain itu,
saat terjadi inflamasi, dilepaskan mediator inflamasi
seperti histamin, bradikinin, dan serotonin yang
mengaktifkan reseptor nyeri sehingga timbul nyeri
perut.



Gambar 2. Area reffered pain dari rangsang organ viseral
Iskemia
Iskemia dapat menimbulkan nyeri yang sangat hebat, menetap, dan tidak menyurut. Nyeri
iskemik merupakan tanda bahwa suatu jaringan terancam nekrosis. Iskemia terjadi karena adanya
gangguan pada aliran darah, bisa karena obstruksi pada pembuluh darah (misalnya pada
Gambar 1. Regio abdomen
mesenteric vessel thrombosis terjadi penyumbatan aliran darah di mesenterium akibat adanya
trombus). Akibat gangguan pada aliran darah, terjadi penumpukan metabolit jaringan di sekitar
reseptor nyeri sehingga timbul nyeri perut.

Ketiga stimulus yang telah disebutkan akan mengaktifkan reseptor nyeri yang terdapat
pada organ-organ visera. Reseptor nyeri, yang disebut nociceptor, berupa ujung-ujung saraf
sensoris yang bebas. Nociceptor mempunyai kemampuan untuk mengenal berbagai macam
stimulus (stimulus akan menimbulkan eksitasi dari nociceptor sehingga timbul suatu potensial
aksi). Potensial aksi akan diteruskan oleh akson ke medulla spinalis. Terdapat dua serabut saraf
afferen yang dapat menghantarkan rangsang nyeri yaitu:
1. Serabut saraf A (delta):
Saraf ini berhubungan dengan nociceptor yang dapat mengenal rangsang mekanik dan
rangsang termal. Selain itu, serabut saraf A mempunyai akson yang diliputi oleh myelin
sehingga bertanggung jawab menimbulkan rasa nyeri yang cepat sebagai reaksi terhadap
rangsang (fast pain). Rasa nyeri yang berhubungan dengan serabut saraf A bersifat tajam
dan mempunyai lokasi yang jelas. Serabut saraf A banyak ditemukan di kulit dan otot.
2. Serabut saraf C:
Beda dengan serabut saraf A, serabut saraf C mempunyai akson tanpa myelin sehingga
penghantaran rangsang nyeri melalui serabut saraf C lebih lambat. Akibatnya, rasa nyeri
yang ditimbulkan bersifat difus (slow pain), tumpul, dan sulit untuk ditentukan lokasinya.
Serabut saraf C ditemukan di visera, peritoneum, dan juga otot.
Kedua serabut saraf afferen ini mempunyai badan sel yang terletak di ganglion dorsalis
(lateral dari medulla spinalis). Mereka disebut juga sebagi primary-order neurons.
Akson dari primary-order neurons akan masuk ke cornu posterior dari medulla spinalis
dan bersinaps dengan second-order neurons di substansia grisea (substansia grisea dari medulla
spinalis dibagi menjadi 10 bagian yang disebut lamina). Sebagian besar serabut saraf afferen
yang menghantarkan rangsang nyeri bersinaps di lamina II yang disebut sebagai substansia
gelatinosa.



Terdapat tiga kelas second-order neurons yang terdapat di cornu posterior:
1. Projection cells : meneruskan rangsang nyeri ke otak
2. Excitatory interneurons : meneruskan rangsang nyeri ke projection cells,
interneurons lain, atau sel-sel motorik untuk mencetuskan gerak refleks
3. I nhibitory interneurons : menghambat hantaran rangsan nyeri sehingga tidak
timbul persepsi nyeri
Sinaps antara first-order neurons dan second-order neurons berfungsi sebagai suatu
gerbang nyeri/ pain gate yang meregulasi transmisi dari impuls nyeri. Bila gerbang nyeri
tersebut terbuka maka impuls nyeri akan diteruskan oleh akson dari second-order neurons ke
otak. Akson dari second-order neurons melewati garis tengah dari medulla spinalis ke atas (yaitu
ke otak) melalui jaras/tracts/funiculi yang terdapat di substansia alba dari medulla spinalis.
Sebagian besar impuls nyeri diteruskan ke talamus melalui traktus spinothalamicus lateral yang
disebut juga anterolateral funiculus (traktus neospinothalamicus untuk serabut saraf A dan
traktus paleospinothalamicus untuk serabut saraf C). Talamus ventral posterior lateral dan medial
membantu lokalisasi dari nyeri serta mengintegrasi nyeri untuk menimbulkan respon
neuroendokrin. Sebagian impuls nyeri yang lain diteruskan ke batang otak dan mesensefalon
(midbrain).
Di talamus, batang otak, dan mesensefalon, second-order neurons bersinaps dengan third-
order neurons yang meneruskan rangsang nyeri ke bagian sistem saraf pusat yang berfungsi
dalam pengelolaan serta interpretasi
dari nyeri yaitu:
1. Gyrus postsentralis di lobus parietal
korteks serebri berhubungan
dengan aspek kognitif dari nyeri
(apa yang seseorang pikirkan
tentang nyeri)
2. Lobus frontalis korteks serebri
berhubungan dengan ekspresi
seseorang terhadap nyeri
Gambar 3. Jaras nyeri abdomen
3. Sistem limbik berhubungan dengan respons emosional seseorang terhadap nyeri

Di korteks serebri dan sistem limbik, rangsang nyeri diolah dan menimbulkan rasa nyeri
yang berbeda-beda pada setiap individu. Bayi dan anak-anak juga bisa mengalami nyeri
(termasuk nyeri perut) karena sistem untuk menghantarkan rangsang nyeri sudah berfungsi sejak
20-24 minggu sejak di dalam kandungan. Bayi yang tidak bisa mengutarakan perasaan nyerinya
secara verbal seperti orang dewasa akan menunjukan ekspresi nyeri yang ia rasakan melalui:
1. Ekspresi wajah yang kesakitan
2. Menangis
3. Banyak pergerakan tubuh
4. Kegelisahan dan sulit untuk ditenangkan
Selain itu, nyeri juga menimbulkan respons fisiologik pada anak yaitu meningkatkan nadi,
tekanan darah, dan laju respirasi.
7,10


V. ETIOLOGI NYERI PERUT PADA
ANAK
Chamberlain and Reece (1978) membagi dua kelompok
umur dengan segala kemungkinan yang dapat menjadi
penyebab sakit perut (Tabel 2); sedangkan Walker-Smith
dkk (1983) membagi menurut kelainan yang membutuhkan
tindakan bedah dan yang tidak, berdasarkan kelompok
umur (Tabel 3,4).

Gambar 4. Mimik kesakitan bayi

Bayi
Sakit perut biasanya berasal dari
obstruksi
Anak yang lebih besar
Sakit perut berasal dari infeksi
Kolik
Konstipasi
Volvulus
Gastroenteritis
Apendisitis
Limfadenitis
Torsion of spermatic
cord
Abdominal epilepsi
Tabel 2. Kemungkinan yang dapat menjadi penyebab sakit perut menurut kelompok umur
(Chamberlain and Reece, 1978)

Abdomen Extra abdomen
Bayi/ anak di
bawah usia 2 tahun
Infeksi intestinal oleh Salmonella,
Shigella, Camphylobacyter, dll.
a. Pneumonia
b. Infeksi traktus urinarius
Anak di atas usia 2
tahun
a. Intestinal
Infeksi: Salmonella,
Campylobacter, Yersinia
enterocolitica
Keracunan makanan : toksin
Staphylococcus, dll.
Penyakit Crohn
Kolitis ulserativa
Colitis amoeba
Purpura Henoch Schonlein
(purpura anafilaktoid)
Faecal impaction
Sickle cell anaemi
Adenitis mesentrika
Ileus meconium

b. Hati dan percabangan bilier (biliary
tree)
a. Pneumonia

b. Limfadenitis inguinal

c. Osteomielitis (vertebra,
pelvis)

d. Hematoma otot
abdomen

e. Herpes zoster

f. Kompresi saraf spinal
Intususepsi/invaginasi
Hernia Strangulasi
Stenosis Pilorik
Perforasi GIT
Apendisitis
Acute hydrops of gallbladder
mesentrika
Divertikulum Meckeli
Ileitis regional
Kolitis ulserativa
Diabetik asidosis

Mononuckleosis
Porphiria
Koleistitis
Kolelitiasis
Pankreatitis

Tabel 3. Penyebab utama nyeri perut akut menurut umur yang memerlukan tindakan bedah
(Walker-Smith dkk., 1983)

Hepatitis A dan B
Kolelitiasis

c. Pankreas
Pankreatitis akut: infeksi, trauma,
akibat lesi bilier, idiopatik
Anak di atas usia 2
tahun
d. Renal
Infeksi traktus urinarius
Batu
Nefritis

e. Metabolik
Porfiria
Hiperlipidemia
Ketoasidosis diabetic
Familial Mediterranean fever

f. Ginekologis : Salpingitis


Abdomen Extra abdomen
Bayi/anak
dibawah usia 2 tahun
a. Perforasi tukak lambung

b. Obstruksi usus
Intususepsi
Volvulus dan malrotasi

c. Apendisitis

d. Enterokolitis Nekrotikan (NEC)
Hernia inguinalis
dengan strangulasi dan
inkarserasi
Tabel 4. Penyebab non-bedah nyeri perut akut (Walker-Smith dkk., 1983)

Anak diatas usia 2
tahun
a. Obstruksi
Obstruksi usus akibat pelekatan usus atau
volvulus dan malrotasi, perforasi akibat
obstruksi usus

b. Peradangan
Apendisitis
Peritonitis primer
Peritonitis akibat perforasi
divertikulum Meckell
Divertikulitis Meckell
Kolesistitis dgn/tanpa batu empedu
Toxic megacolon (akibat
peradangan usus kronik) dengan
perforasi

c. Trauma
Rupture limpa / organ visera lain
Hematoma

d. Perdarahan
Perdarahan ke dalam krista ovarium

e. Di daerah tropis
Perforasi yg berhubungan dgn askariasis,
strongiloidiasis, jejunitis nekrotikan di
New Guinea, dan perforasi abses
amoeba.
a.Torsi testis

b.Hernia inguinal
dengan strangulasi dan
inkarserasi
Sakit perut di Indonesia belum banyak di teliti, Halimun dan Thayeb pada hasil
pengamatannya menyusun diagnosis kemungkinan yang perlu dipikirkan sesuai dengan umur
penderita. Neonatus 3 bulan:
a. alergi susu
b. hipertrofi pylorus
c. torsio testis
d. obstipasi/ dgn fissure ani
e. malrotasi usus























KESIMPULAN


























DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi Idrus, Simadibrata, Setiati S. Ilmu Penyakit Dalam Jilid
3. 5
th
ed. Jakarta;2010.p.542-3, 552.
2. Dorland WAN. Pain. Koesoemawati H, Hartanto; Editors. Kamus Kedokteran Dorland.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002.p.1584.
3. Sherwood L. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera. Santoso BI; Editor. Fisiologi
Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2001.p.156-7
4. Hassan R, Alatas H, Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, et al. Ilmu
kesehatan anak. Jakarta: Infomedika. p.296.
5. Mayoclinic. 2010. Lactose intolerance. Mayo Foundation for Medical Education and
Research. [Online]. Accesed 6
th
January 2011. Available from:
http://www.mayoclinic.com/health/lactose-intolerance/DS00530.
6. Unknown. 2010. Lactose intolerance. Medlineplus. [Online]. Accesed 6
th
January 2011.
Available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/lactoseintolerance.html.
7. Huether SE. Alterations of digestive function. In: McCance KL, Huether SE, Brashers
VL, Rote NS; editors. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in Adults and
Children. 6
th
ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2010. p.1455-1456.
8. Tjokronegoro A,Utama H,Gunardi H. Gastroenterologi anak praktis. In:
Suharyono,Boediarso A,Halimun EM,editors. 4
th
ed. Jakarta:Balai Penerbit FKUI; 2003.
p.202.
9. Wiryati AAM,Aryati IKN,Sudaryat S. Sakit perut akut pada anak. In:Suraatmaja S;editor.
Gastroenterologi Anak. Jakarta:Sagung Seto;2010.p.189.
10. Huether SE. Pain, temperature regulation, sleep, and sensory function. In: McCance KL,
Huether SE, Brashers VL, Rote NS; editors. Pathophysiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children. 6
th
ed. Missouri: Mosby Elsevier; 2010. p.482-486; 495.

Anda mungkin juga menyukai