Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS : Anak Laki-laki Panas 4 Hari

KELOMPOK III

Callistus Bruce H.S

Denok Kosasi

(030-10-060)

(030-10-074)

Chairunnisa Kusuma

Desy Elia Pratiwi

(030-10-062)

(030-10-076)

Cindy Herno C

Devina Apriyanti N

(030-10-064)

(030-10-078)

Cinthya Andini P

Diana Nur Julyani

(030-10-066)

(030-10-080)

Cokorda Putra W

Dietha Kusumaningrum

(030-10-068)

(030-10-082)

Sarah Margareth F

Dion Rukmindar

(030-10-070)

(030-10-084)

Delima Cheryka

Disa Edralyn

(030-10-072)

(030-10-086)

Jakarta
4 April 2011

Pendahuluan
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat
dilakukan langsung kepada pasien disebut sebagai autoanamnesis, atau dapat dilakukan
terhadap orangtua, wali orang terdekat pasien yang disebut alloanamnesis. Anamnesis
merupakan bagian sangat penting dan sangat menentukan dalam pemeriksaan klinis. Setelah
melakukan anamnesis, akan dilakukan pemeriksaan fisik yang merupakan upaya dokter untuk
menemukan tanda-tanda (sign) yaitu kelainan-kelainan atau perubahan-perubahan pada tubuh
pasien yang diakibatkan oleh penyakit. Untuk menemukan tanda-tanda atau perubahanperubahan yang terdapat pada tubuh penderita, dilakukan pemeriksaan seperti darah, urin,
feses, cairan otak, dan sebagainya dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Untuk
mendapatkan diagnosis yang lebih tepat dapat dilakukan juga pemeriksaan penunjang yang
dilakukan oleh dokter ahli dan terlatih dengan menggunakan peralatan serta teknik khusus.
Misalnya, USG, EKG, Endoskopi, CT Scan, dsb. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan yang
telah dilakukan maka seorang dokter dapat mendiagnosis penyakit yang diderita pasien.
Laporan Kasus
Seorang anak laki-laki bernama Agung, 2 tahun, diantar ibunya berobat ke RS Budhi
Asih, dengan keluhan panas sejak 4 hari lalu, disertai batuk dan terlihat sesak. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan bercak merah pada kulit, dan di dalam rongga mulut terdapat
luka kecil. Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternyata menurut ibu pasien, anaknya tersebut
mengalami kejang dan badan makin panas. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil:

Hemoglobin 12 gr/dL

Leukosit 4500

Trombosit 200.000

Hematokrit 35%

Foto torak: DBN (dalam batas normal)

Pembahasan
Masalah yang ditemukan pada Agung saat sebelum diadakan pemeriksaan lebih lanjut
adalah panas sejak 4 hari lalu yang disertai batuk dan adanya tanda-tanda sesak napas, lalu
dalam pemeriksaan fisik ditemukan bercak merah pada kulit dan juga luka kecil pada rongga
mulut.
Anamnesis yang telah dilakukan harus diperlengkap dengan menanyakan hal-hal lain
sebagai berikut:
-

Identitas pasien secara lengkap

Riwayat penyakit sekarang, bagaimana perjalanan penyakit yang diderita, lalu


bagaimana sifat panas yang diderita, apakah berfluktuasi atau suhunya stabil, lalu
bagaimana sifat batuk, berdahak atau tidak, kapan terjadinya sesak, dan sejak
kapan bercak merah di kulit dan luka pada rongga mulut muncul

Riwayat penyakit dahulu, apakah pernah mengalami sakit seperti ini atau baru
pertama kali, lalu apa saja penyakit yang pernah diderita yang mungkin berkaitan

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat imunisasi pasien dan riwayat tumbuh kembang

Riwayat lingkungan, untuk mengetahui ada atau tidaknya faktor risiko penyakit
yang dipengaruhi oleh lingkungan

Beberapa tanda fisik yang ditemukan saat pemeriksaan fisik pasien adalah bercak
merah pada kulit saat inspeksi, yang dapat merupakan eritema atau purpura. Eritema sendiri
adalah bercak kemerahan pada kulit yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah kapiler
yang reversibel, sedangkan purpura adalah kelainan kulit yang berbatas tegas, berupa
perubahan warna semata-mata1. Untuk tanda fisik pada rongga mulut, yaitu luka kecil, luka
tersebut dapat berupa ulkus traumatikum, yaitu trauma akut yang mengenai mukosa mulut
yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia atau secara mekanik, misalnya karena tergigit.

Kelainan kulit yang ditemukan saat pemeriksaan berdasarkan morfologinya adalah


morfologi yang dilihat dari efloresensi, juga berdasarkan ukuran dan penyebaran2.

Efloresensi kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Proses tersebut
dapat merupakan akibat biasa dalam perjalanan proses patologik. Kadang keadaan ini dapat
dipengaruhi keadaan dari luar, misalnya trauma garukan dan pengobatan yang diberikan,
sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi. Efloresensi dibagi menjadi2 :

Efloresensi Primer yang terjadi akibat dari adanya suatu penyakit. Yang merupakan
efloresensi primer adalah makula, papul, plak, urtika, nodus, nodulus, vesikel, bula,
pustul, dan kista
Efloresensi Sekunder yang timbul selama perjalanan penyakit. Yang termasuk
efloresensi sekunder adalah skuama, krusta, erosi, ulkus, dan sikatriks

Berdasarkan ukurannya, ada yang berukuran miliar, lentikular, numular, dan plakat.
Dari susunan bentuknya, ada yang berbentuk garis lurus (liniar), sirsinar/anular, arsinar,
polisiklik, dan korimbiformis. Berdasarkan bentuk lesi yang terjadi ada yag beraturan dan
idak beraturan. Dan berdasarkan penyebaran dan lokalisasinya adalah sirkumskrip, difus,
generalisata, regional, universalis, soliter, herpetiformis, konfluens, diskret, serpiginosa,
irisformis, simetrik, bilateral, dan unilateral2.

Pada kasus ini kemungkinan efloresensi yang muncul adalah eritema, purpura, dan
eksantema. Eritema merupakan kemerahan pada kulit yang disebabkan pelebaran pembuluh
darah kapiler. Purpura adalah kelainan kulit yang berbatas tegas berupa perubahan warna
biasanya akbat dari pendarahan pada kulit. Sedangkan eksantema merupakan kelainan pada

kulit yang timbul serentak pada waktu singkat, tidak berlangsung lama, dan umumnya
didahului dengan demam. Dikarenakan data-data yang kurang lengkap, sehingga pada
penulisan morfologi kulit ini tidak bisa dilakukan dengan secara lengkap, karena keterbatasan
data yang ada2.

Cara membedakan eritema dengan purpura adalah dengan menekan becak kemerahan
itu. Apabila saat ditekan bercak itu hilang, bercak itu merupakan eritema, apabila tidak hilang
berarti bercak itu merupakan purpura1.

Untuk tanda fisik yang ditemukan pada rongga mulut, harus dilihat beberapa aspek,
yaitu:

Bentuk lukanya, apakah soliter atau multipel, untuk membantu menegakkan


diagnosis.

Kemungkinan dari penyebab luka, apakah faktor ekstriksik atau intrinsic, atau ada
atau tidaknya bercak Koplik (Kopliks sign, yaitu bercak merah terang tidak
beraturan pada mukosa bukal dan lingual yang berukuran kecil, dan bercak putih
kecil terang pada setiap bagian tengah yang terlihat pada stadium prodormal
campak).

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien ini (sebelum dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti yang ada di laporan kasus):
-

Tes darah rutin, untuk melihat jumlah trombosit secara spesifik untuk kemungkinan
diagnosis DBD

Tes serologi campak, untuk pemeriksaan campak

Photo rontgen thorax, untuk pemeriksaan sesak nafas

Pemeriksaan antibodi, untuk virus herpes

Mantoux test, untuk mengetahui adanya infeksi TBC atau tidak, caranya dengan
menyuntikkan 0,1 ml dari 5 unit tuberkulin yang terdiri dari tuberkulin cair secara
intradermal, lalu dilihat reaksi dari kulit tersebut di sekitar daerah yang disuntikkan,
jika positif berarti pasien tersebut terkena TBC3.

Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang, timbul beberapa masalah baru, yaitu adanya
kejang, badan yang semakin panas, dan kadar leukosit yang di bawah normal.
Yang perlu ditambahkan dalam anamnesis pasien ini antara lain4:
1. Berapa lama kejang berlangsung, dan frekuensinya
2. Kapan kejang terjadi?
3. Apakah kejang itu baru pertama kali atau sudah pernah sebelumnya?
4. Bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa?
5. Bagaimana sifat kejangnya? Apakah klonik, tonik, umum, atau fokal?
6. Berapa lama interval antara 2 serangan?
7. Bagaimana kesadaran pasien pada waktu kejang dan pasca kejang?
8. Apa ada gejala-gejala lain yang menyertai kejang? seperti demam, batuk, muntah,
lumpuh, dan lain-lain
9. Berapa lama demam berlangsung?
10. Apakah demam timbulnya mendadak, remiten, intermiten, kontinu?
11. Apakah demam terutama terjadi pada malam hari? Atau berlangsung beberapa hari
kemudian turun lalu naik lagi?
12. Apakah pasien menggigil, kejang, kesadaran menurun, meracau, mengigau, mencret,
muntah, sesak napas, terdapatnya manifestasi pendarahan?

Selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan fisik ulang untuk melihat kemungkinan apakah
ada tanda fisik lain yang ditemukan. Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan adalah inspeksi
pada bagian kepala, leher, dan kulit, lalu palpasi, perkusi, dan auskultasi torak dan abdomen.
Selanjutnya, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis karena pasien mengalami kejang.
Beberapa pemeriksaan neurologis yang perlu dilakukan antara lain tanda rangsang meningeal
yang dapat diperiksa dengan beberapa cara5:

Kaku kuduk, untuk memeriksa adanya rangsang meningeal, ada tidaknya tetanus,
abses retrofaringeal, abses peritonsilar, ensefalitis virus, keracunan timbal, dan
arthritis rheumatoid. Cara pengetesan adalah pasien dalam posisi telentang, lalu
leher ditekuk. Jika leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan sehingga dagu tidak
menempel di dada, maka kaku kuduk tersebut dinyatakan positif.

Brudzinski I, dengan cara meletakkan tangan pemeriksa di bawah kepala pasien


yang telentang, dan tangan lain diletakkan di dada pasien, lalu kepala pasien
difleksikan ke dada secara pasif. Jika ada rangsang meningeal, maka kedua tungkai
bawah akan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut.

Brudzinski II, yaitu pada pasien yang telentang, fleksi pasif tungkai atas pada
sendi panggul akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan
lutut.

Kernig, ada bemacam-macam cara, yang biasa dilakukan adalah pasien dalam
posisi telentang, dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan
tungkai bawah pada sendi lutut. Pada iritasi meningeal, ekstensi lutut secara pasif
akan menyebabkan rasa sakit dan hambatan.

Pemeriksaan penunjang yang masih perlu dilakukan adalah tes gelombang otak atau
EEG, untuk mengetahui aktivitas otak yang berkaitan dengan kejang yang dialami pasien.

Dikarenakan diagnosis kerja terhadap Anton adalah campak, maka perawatan yang
tepat untuk Anton adalah dengan pemberian obat-obatan analgesik seperti acetaminophen,
ibuprofen, atau naproxen. Pemberian aspirin sendiri tidak dianjurkan mengingat kemungkinan
timbulnya sindrom reye, sebuah sindrom yang muncul dalam frekuensi sangat jarang namun
berakibat fatal. Pemberian antibiotik tidak diperlukan mengingat Anton tidak menderita
infeksi lain dan pneumonia. Selain itu, diperlukan juga pemberian obat-obat antipiretik untuk
menurunkan deman, perawatan inap dan isolasi bagi Anton, mengingat penyakit campak
mudah sekali menular untuk menghindari terinfeksinya keluarga Anton. Selain perawatan
tersebut, diperlukan juga perawatan penunjang seperti pemberian cairan dan pemberian nutrisi
yang baik, mengingat adanya kemungkinan dehidrasi akibat panas tinggi dalam waktu yang
cukup lama dan menghindari kurangnya nutrisi mengingat pasien masih berusia balita.
Prognosis pada Anton adalah dubia ad bonam, yaitu mengarah kea rah baik, karena
masih adanya kemungkinan besar untuk disembuhkan.

Kesimpulan
Pada kasus ini, Anton mengalami panas yang semakin meninggi yang disertai kejang,
yang kemungkinan besar disebabkan karena kenaikan suhu yang dialaminya. Di kulitnya juga
terdapat bercak-bercak merah yang merupakan salah satu tanda khas campak, dan juga
terdapat luka kecil di rongga mulutnya. Tetapi, belum bisa ditegakkan diagnosis yang pasti
pada Anton karena terbatasnya data-data yang ada.

Daftar Pustaka
1. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi BE, Natahusada EC, Daili ES, Effendi EH, dkk.
Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.p. 34.
2. Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi BE, Natahusada EC, Daili ES, Effendi EH, dkk.
Morfologi dan Cara Membuat Diagnosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editors.
Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.p. 35-40
3. EAC

Health.

Mantoux

Test.

Available

from:

http://www.eac.int/health/index.php?option=com_content&view=article&id=79%3Ac
lassification-system&catid=15%3Adiseases&Itemid=34. Updated 2011. Accessed
2011 March 31.
4. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et
al. Anamnesis. In: Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, Editors. Diagnosis
Fisis pada Anak. 2nd ed. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. p. 8-9.
5. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman MH, et
al. Pemeriksaan Neurologis. In: Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S, Editors.
Diagnosis Fisis pada Anak. 2nd ed. Jakarta: CV Sagung Seto; 2009. p. 131-3.

Anda mungkin juga menyukai