Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Plasenta Previa
Plsenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir dan biasanya ditemukan
pada usia kehamilan trimester kedua dan ketiga .
3,8,11
Pada keadaan normal plasenta terletak pada
bagian atas uterus.
3
2. Anatomi dan Fisiologi Plasenta
Plasenta Berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 20 cm dan tebal
lebih kurang 2,5 cm beratnya rata rata 500gram. Tali pusat berhubungan dengan plasenta
biasanya di tengah, keadaan ini biasanya disebut dengan insersio sentralis. Umumnya plasenta
terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi
seluruh kavum uteri. Letak plasenta umumnya berada di depan atau di belakang dinding uterus,
agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri
lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk berimplantasi. Bila diteliti benar maka plasenta
sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu villi korealis yang berasal dari
korion dan sebagian kecil dari ibu yang berasal dari desidua basalis.
3

Fungsi plasenta
3
:
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin (nutritive).
b. Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolism (eksresi).
c. Sebagai alat yang memberi zat asam, dan mengeluarkan CO2 (respirasi).
7
d. Sebagai alat yang membentuk hormon.
e. Sebagai alat yang menyalurkan berbagai antibodi ke janin.
f. Mungkin hal-hal yang belum diketahui.
3. Klasifikasi
Klasifikasi plasenta previa yang dikenal adalah
6,12

a. Plasenta previa minor :
1) Plasenta letak rendah : plasenta berimplantasi pada segmen bawah rahim di mana
tepi plasenta tidak mencapai ostium uteri interna, tetapi berdekatan dengan ostium
tersebut.
2) Plasenta previa marginal : tepi plasenta berada pada margin ostium uteri interna.
b. Plasenta previa mayor :
1) Plasenta previa parsial : ostium uteri interna tertutup sebagian oleh plasenta.
2) Plasenta previa totalis : ostium uteri interna tertutup sempurna oleh plasenta.
Gambar 1. Klasifikasi plasenta previa
13

Sumber : http://www.womenshealthsection.com/content/obs/obs018.php3
4. Epidemiologi
Plasenta previa terjadi kira-kira 1 di antara 200 persalinan.
3,6,10
Di Prentice Womens
Hospital, Frederiksen dkk. (1999) melaporkan bahwa 0,55 persen (1 dari 180) pada hampir
93.500 pelahiran mengalami penyulit plasenta previa. Crane dkk. (1999) mendapatkan insiden
0,33 persen (1 dari 300) pada hampir 93.000 persalinan di provinsi Nova Scotia. Di Parkland
Hospital, insidennya adalah 0,26 persen (1 dari 390) pada lebih dari 169.000 persalinan selama
12 tahun.
6

Prevalensi plasenta previa di negara maju berkisar antara 0,26 - 2,00 % dari seluruh
jumlah kehamilan.
7
Di Amerika Serikat secara keseluruhan plasenta previa terjadi pada 0,3-0,5%
dari semua kelahiran. Ada peningkatan risiko sebesar 1,5 sampai 5 kali lipat jika disertai riwayat
seksio sesarea (cesarean delivery).
14
Sedangkan di Indonesia dilaporkan oleh beberapa peneliti
berkisar antara 2,4 - 3,56 % dari seluruh kehamilan.
7

Di Indonesia setiap tahun selalu dilakukan pencatatan distribusi penyakit oleh
Departemen Kesehatan RI yang salah satunya adalah penyakit kehamilan. Di bawah ini bisa
dilihat tabel distribusi penyakit kehamilan, persalinan dan masa nifas pada tahun 2006 di
Indonesia, diantaranya terdapat Plasenta Previa pada nomor 5 :
Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun kerusakan dari
endometrium pada persalinan sebelumnya dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai
mekanisme yang mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa.
7

Strassmann mengatakan bahwa faktor terpenting adalah vaskularisasi yang kurang pada
desidua yang menyebabkan atrofi dan peradangan, sedangkan Browne menekankan bahwa faktor
terpenting ialah vili khorialis persisten pada desidua kapsularis.
15

Namun salah satu buku menyebutkan bahwa vaskularisasi yang berkurang atau
perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta
previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk
sebagian besar pada penderita dengan paritas tinggi. Memang dapat dimengerti bahwa apabila
aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan
kembar, plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga
mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
3

Beberapa faktor resiko diduga berhubungan dengan kejadian plasenta previa antara lain
dengan usia ibu hamil, multiparitas, riwayat seksio cesarea, hamil lebih dari satu janin, riwayat
plasenta previa sebelumnya, riwayat abortus, dan lain-lain. Selain itu, Williams dkk.(1991b)
mendapatkan risiko relatif untuk plasenta previa meningkat dua kali lipat akibat merokok.
6,8,9,10,16

Kejadian meningkat pada multiparitas, semakin tua usia ibu hamil dan riwayat seksio
sesarea sebelumnya.
17

a. Umur ibu hamil
Usia ibu yang lanjut akan meningkatkan risiko plasenta previa.
6
Semakin tua umur ibu
hamil khususnya primigravida (> 35 tahun) kira-kira 10 kali lebih sering mengalami plasenta
previa dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun. Ini dimungkinkan
karena adanya gangguan vaskularisasi endometrium.
3
Peningkatan umur ibu berpengaruh terhadap sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga plasenta
tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar untuk mendapatkan aliran darah
yang adekuat.
18

Hasil penelitian di luar seperti penelitian oleh Sohrabi Davood et al., 2008 di rumah sakit
Zanjan Iran mendapatkan bahwa plasenta previa meningkat kejadiannya pada umur di atas 35
tahun. Penelitian lain oleh Taipale et al.,1998 mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat kuat antara semakin meningkatnya umur ibu hamil dengan kejadian plasenta previa.
19

Hasil penelitian di Indonesia seperti penelitian oleh Budi Santoso di RS Hasan Sadikin
Bandung tahun 2002 mendapatkan bahwa faktor resiko yang paling besar pengaruhnya terhadap
kejadian plasenta previa adalah umur ibu, di mana semakin tua umur ibu maka kemungkinan
untuk mendapatkan plasenta previa semakin besar.
7
Penelitian lainnya oleh Gd. Alit Wardhana di
RS Sanglah Denpasar Bali tahun 2001-2002 mendapatkan Risiko plasenta previa pada wanita
dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur < 35 tahun namun secara
statistik tidak bermakna (p> 0,05).
18

b. Multiparitas
Plasenta previa biasanya terjadi pada wanita yang pernah hamil lebih dari satu kali dan
kejadiannya semakin meningkat pada grande multipara.
20
Beberapa kepustakaan mengatakan
plasenta previa lebih sering pada wanita multipara, mungkin karena jaringan parut uterus akibat
kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak adekuatnnya persediaan darah ke
plasenta sehingga plasenta menjadi lebih tipis dan mencakup daerah uterus yang lebih luas.
Konsekuensi perlekatan plasenta yang luas ini adalah meningkatnya risiko penutupan ostium
uteri internum.
18

Sohrabi Davood et al., 2008 di rumah sakit Zanjan Iran mendapatkan bahwa plasenta
previa meningkat kejadiannya pada paritas 2 dan lebih.
19
Abu Heija (1999) dan Sheiner E (2001)
yang menyatakan bahwa semakin tinggi paritas maka kemungkinan untuk mendapatkan plaseta
previa semakin besar.
7
Zhang and Savitz, 1993 mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang
sangat kuat antara tingginya paritas ibu hamil dengan kejadian plasenta previa.
19

Budi Santoso di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2002 mendapatkan bahwa kehamilan
multipara mempunyai risiko 1,28 kali untuk terjadinya plasenta previa, demikian pula pada
grande multipara didapatkan 1,43 dan secara perhitungan statistik terdapat hubungan yang
bermakna.
7
Gd. Alit Wardhana di RS Sanglah Denpasar Bali tahun 2001-2002 mendapatkan ibu
hamil multigravida mempunyai risiko plasenta previa 1,3 kali dibanding primipara, tetapi secara
statistik tidak bermakna (p = 0,525).
18

c. Riwayat seksio sesarea
Seksio sesarea akan mengakibatkan peningkatan resiko terjadinya plasenta previa pada
kehamilan berikutnya.
21
Tindakan seksio sesarea menyebabkan kerusakan pada endometrium
dan ini bisa mengakibatkan terjadinya plasenta previa.
3,6
Sohrabi Davood et al., 2008 di rumah
sakit Zanjan Iran mendapatkan bahwa plasenta previa meningkat kejadiannya pada ibu hamil
yang mempunyai riwayat seksio sesarea sebelumnya. Abu-Heija et al., 1999; Hendricks et al.,
1999; Gilliam et al., 2002 mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara
riwayat seksio sesarea sebelumnya dengan kejadian plasenta previa.
19
Budi Santoso di RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2002 mendapatkan bahwa riwayat
seksio sesarea tidak mempunyai risiko untuk terjadinya plasenta previa dan secara statistik tidak
bermakna.
7
Gd. Alit Wardhana di RS Sanglah Denpasar Bali tahun 2001-2002 mendapatkan
bahwa riwayat seksio sesarea bukan merupakan risiko terjadinya plasenta previa.
18

d. Hamil lebih dari satu janin
Plasenta previa sering ditemukan pada kehamilan yang lebih dari satu janin.
16
Pada
kehamilan kembar aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak, maka
plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati
atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir dan dapat mengakibatkan terjadinya plasenta
previa.
3

e. Merokok
Merokok selama hamil akan mempunyai efek samping bagi kesehatan ibu dan anak,
salah satunya adalah akan meningkatkan kejadian plasenta previa.
22
Williams dkk
mengemukakan teori bahwa hipoksemia akibat karbonmonoksida menyebabkan hipertrofi
plasenta kompensatorik sehingga terjadi gangguan vaskularisasi desidua dan bisa mengakibatkan
terjadinya plasenta previa.
6

f. Riwayat plasenta previa sebelumnya
Berhubungan dengan kerusakan endometrium dan gangguan vaskularisasi desidua yang
berulang.
9,10
Sohrabi Davood et al., 2008 di rumah sakit Zanjan Iran mendapatkan bahwa
plasenta previa meningkat kejadiannya pada ibu hamil yang mempunyai riwayat plasenta previa
sebelumnya. Dashe et al., 2002 mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara riwayat
plasenta previa sebelumnya dengan kejadian plasenta previa berikutnya.
19

g. Riwayat abortus
Miller et al, mengatakan 50% plasenta previa terjadi pada wanita yang pernah mengalami
kuretasi; diduga disrupsi endometrium atau luka endometrium merupakan predisposisi terjadinya
kelainan implantasi plasenta. Gd. Alit Wardhana di RS Sanglah Denpasar Bali tahun 2001-2002
mendapatkan bahwa wanita dengan riwayat abortus mempunyai risiko plasenta previa 4 kali
lebih besar dibanding wanita dengan tanpa riwayat abortus, dan terdapat hubungan bermakna
faktor risiko abortus dengan terjadinya plasenta previa (p = 0.024).
18
Akan tetapi Budi Santoso di
RS Hasan Sadikin Bandung tahun 2002 mendapatkan bahwa riwayat abortus tidak mempunyai
risiko untuk terjadinya plasenta previa dan secara statistik tidak bermakna hubungan tersebut.
7

Sohrabi Davood et al., 2008 di rumah sakit Zanjan Iran mendapatkan bahwa plasenta
previa meningkat kejadiannya pada ibu hamil yang mempunyai riwayat abortus sebelumnya.
Wen et al., 2000 mendapatkan bahwa riwayat abortus mempunyai resiko yang potensial untuk
terjadinya plasenta previa.
19

6. Gambaran Klinis
Hal yang paling khas pada plasenta previa adalah perdarahan yang tidak nyeri dan
biasanya belum muncul sampai menjelang akhir trimester kedua atau setelahnya.
6,16
Perdarahan
dapat terjadi selagi penderita tidur atau bekerja biasa. Perdarahan pertama biasanya tidak banyak,
sehingga tidak akan berakibat fatal. Akan tetapi perdarahan berikutnya hampir selalu lebih
banyak daripada sebelumnya, apalagi kalau sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan dalam.
3

Pada sebagian kasus, terutama pada mereka yang plasentanya tertanam dekat tapi tidak menutupi
lubang serviks, perdarahan mungkin belum terjadi sampai persalinan dimulai.
6

Penyebab perdarahan perlu ditekankan kembali. Apabila plasenta terletak di atas os
interna, pembentukan segmen bawah uterus dan pembukaan os interna akan menyebabkan
robeknya plasenta pada tempat melekatnya. Perdarahan diperparah oleh ketidakmampuan serat
miometrium di segmen bawah uterus berkontraksi untuk menjepit pembuluh-pembuluh yang
robek.
6

Darah yang keluar berwarna merah segar, berlainan dengan darah yang disebabkan oleh
solusio plasenta yang berwarna kehitam-hitaman. Makin rendah letak plasenta, makin dini
perdarahan terjadi. Oleh karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini
daripada plasenta letak rendah, yang mungkin berdarah setelah persalinan mulai.
3

Turunnya bagian terbawah janin ke dalam pintu atas panggul akan terhalang karena
adanya plasenta di bagian bawah uterus. Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan
didapatkan belum masuk ke dalam pintu atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa parsialis; menonjol di atas simfisis karena
plasenta previa posterior; atau bagian terbawah janin susah ditentukan karena plasenta previa
anterior.
3

Nasib janin tergantung dari banyaknya perdarahan. Apabila janin terlahir, plasenta tidak
selalu mudah dilahirkan karena sering mengadakan perlekatan yang erat dengan dinding uterus.
Apabila plasenta telah lahir, perdarahan postpartum sering kali terjadi karena kekurang-
mampuan serabut-serabut otot segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahan dari bekas perlekatan plasenta atau karena perlukaan serviks dan segmen bawah
uterus yang rapuh dan banyak mengandung pembuluh darah besar, yang dapat terjadi bila
persalinan berlangsung pervaginam.
3

7. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya
ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.
3

Tahapan diagnosis :
a. Anamnesis
Adanya perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada primigravida.
3
Adanya tekanan pada perut
bagian bawah, nyeri pinggang tumpul, kram perut dengan atau tanpa diare.
16

b. Pemeriksaan luar
Bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul. Apabila
presentasi kepala, biasanya kepalanya masih terapung di atas pintu atas panggul atau
mengarah ke samping, dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3

c. Pemeriksaan in spekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
ostium uteri ekternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
3

d. Penentuan letak plasenta tidak langsung
Biasanya menggunakan pemeriksaan Ultrasonografi, karena dengan cara ini
selain tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janin juga telah secara nyata
menyempurnakan tingkat ketepatan diagnosis plasenta previa.
3,6
Ultrasonografi yang
digunakan biasanya adalah ultrasonografi transvaginal.
6

e. Penentuan letak plasenta secara langsung
Untuk menegakan diagnosis yang tepat tentang adanya dan jenis plasenta previa
adalah secara langsung meraba plasenta melalui kanalis servikalis. Akan tetapi
pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Oleh
karena itu pemeriksaan melalui kanalis servikalis hanya dilakukan apabila penanganan
pasif ditinggalkan, dan ditempuh penanganan aktif. Pemeriksaanya harus dilakukan
dalam keadaan siap operasi.
3

8. Diagnosis banding
Diagnosis banding plasenta previa antara lain
8
:
a. Solusio plasenta.
b. Vasa previa.
c. Laserasi serviks atau vagina.
Pada solusio plasenta dapat dibedakan dari warna darah yang keluar dari vagina, di mana
darah yang keluar biasanya berwarna merah tua dan tidak segar sedangkan plasenta previa warna
darahnya merah segar. Perdarahan karena laserasi serviks atau vagina dapat dilihat dengan
inspekulo. Vasa previa, di mana tali pusat berkembang pada tempat abnormal selain di tengah
plasenta, yang menyebabkan pembuluh darah fetus menyilang serviks. Vasa previa merupakan
keadaan di mana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada
selaput ketuban. Hal ini dapat menyebabkan ruptur pembuluh darah yang mengancam janin.
Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga
dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan
diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya
bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah.
3,6,8

9. Penatalaksanaan
Prinsip dasar penanganan setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum adalah harus
segera dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas melakukan transfusi darah dan operasi.
3

Wanita dengan plasenta previa dapat dibagi sebagai berikut
6
:
a. Mereka yang janinnya preterm tetapi belum ada indikasi untuk pelahiran.
b. Mereka yang janinnya sudah cukup matur.
c. Mereka yang sudah inpartu.
d. Mereka yang perdarahannya sedemikian parah sehingga janin harus dilahirkan walaupun
masih imatur.
Apabila dengan penilaian yang tenang dan jujur ternyata perdarahan yang telah
berlangsung atau akan berlangsung tidak akan membahayakan ibu dan/atau janinnya (yang
masih hidup); dan kehamilannya belum cukup 36 minggu, atau taksiran berat janin belum
mencapai 2500 gram, dan persalinan belum mulai, dapat dibenarkan untuk menunda persalinan
sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik lagi (penanganan pasif). Sebaliknya, jika
perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung akan membahayakan ibu
dan/atau janinnya; atau kehamilannya telah mencapai 36 minggu, atau taksiran berat janin telah
mencapai 2500 gram; atau persalinan telah mulai, maka penanganan pasif harus ditinggalkan dan
harus ditempuh penanganan aktif.
3,23

1). Penanganan pasif.
Pada tahun 1945 Jhonson dan Macafee mengumumkan cara baru penanganan pasif
beberapa kasus plasenta previa yang janinnya masih premature dan perdarahannya tidak
berbahaya, sehingga tidak diperlukan tindakan pengakhiran kehamilan segera. Pengalamannya
membuktikan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa jarang sekali fatal apabila
sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam; dan perdarahan berikutnya pun jarang sekali
fatal apabila sebelumnya ibu tidak menderita anemia dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan
dalam.
3

Tampaknya penanganan pasif ini sangat sederhana, akan tetapi dalam kenyataannya, jika
dilakukan secara konsekuen, menuntut fasilitas rumah sakit dan perhatian dokter yang luar biasa.
Penderita harus dirawat di rumah sakit sejak perdarahan pertama sampai pemeriksaan
menunjukan tidak adanya plasenta previa atau sampai bersalin. Transfusi darah dan operasi harus
dapat dilakukan setiap saat apabila diperlukan. Anemia harus segera diatasi mengingat
kemungkinan perdarahan berikutnya. Menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada
pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit secara berkala, daripada memperkirakan banyaknya
darah yang hilang pervaginam.
3

Rencana Penanganan Pasif
23
:
a). Istirahat baring mutlak.
b). Infus D 5% dan elektrolit.
c). Spasmolitik. tokolitik, plasentotrofik, roboransia, dan induksi pematangan paru janin
dengan kortikosteroid bila kehamilan <37 minggu.
d). Periksa Hb, HCT, COT, golongan darah.
e). Pemeriksaan USG.
f). Awasi perdarahan terus menerus, tekanan darah, nadi dan denyut jantung janin.
Menurut Pedowitz (1965), penanganan pasif ini tidak akan berhasil menurunkan angka
kematian perinatal pada kasus-kasus plasenta previa sentralis.
3

2). Penanganan aktif (persalinan)
Pada umumnya memilih cara persalinan yang terbaik tergantung dari derajat plasenta
previa, paritas, dan banyaknya perdarahan.
3

Terdapat 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam, dan persalinan
perabdominan (seksio sesarea). Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin
menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga
perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan;
dengan demikian, memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan
perdarahannya, dan untuk menghindarkan perlukaan serviks dan segmen bawah uterus yang
rapuh apabila dilangsungkan persalinan pervaginam.
3,6

Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea, tanpa
menghiraukan factor-faktor lainnya. Plasenta previa parsialis pada primigravida sangat
cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak, apalagi yang berulang, merupakan indikasi
mutlak untuk seksio sesarea.
3,6

Multigravida dengan plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis, atau plasenta
previa parsialis pada pembukaan lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput
ketuban. Akan tetapi, apabila ternyata pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan
yang timbul kemudian, maka seksio sesarea harus dilakukan. Dalam memilih cara persalinan
pervaginam hendaknya dihindarkan cara persalinan yang lama dan sulit karena akan sangat
membahayakan ibu dan janinnya.
3

Pada kasus yang terbengkalai, dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi
intrauterin, baik seksio sesarea maupun persalinan pervaginam sama-sama tidak mengamankan
ibu maupun janinnya. Akan tetapi, dengan bantuan transfusi darah dan antibiotika secukupnya,
seksio sesarea masih lebih aman daripada persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta
previa totalis dan kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesarea pada multigravida
yang telah mempunyai anak hidup cukup banyak, dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan
histerektomia untuk menghindarkan perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi,
atau sekurang-kurangnya dipertimbangkan untuk dilanjutkan dengan sterilisasi untuk
menghindarkan kehamilan berikutnya.
3,6

3). Bagan penanganan plasenta previa
12



10. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul akibat plasenta previa antara lain adalah
16
:
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Prematuritas atau lahir mati.
11. Prognosis
Dengan penanggulangan yang baik seharusnya kematian ibu karena plasenta previa
rendah sekali, atau tidak ada sama sekali. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal
yang disebabkan prematuritas tetap memegang peranan utama.
3,6

Penanganan pasif maupun aktif memerlukan fasilitas tertentu, yang belum dicukupi pada
banyak tempat di Indonesia, sehingga beberapa tindakan yang sudah lama ditinggalkan oleh
dunia kebidanan mutakhir terpaksa dipakai juga seperti pemasangan cunam Willet dan versi
Braxton-Hicks. Tindakan-tindakan ini sekurang-kurangnya masih dianggap penting untuk
menghentikan perdarahan di mana fasilitas seksio sesarea belum ada. Dengan demikian
tindakan-tindakan itu lebih banyak ditujukan demi keselamatan ibu daripada janinnya.
3

Anda mungkin juga menyukai

  • Herpes Zooster
    Herpes Zooster
    Dokumen13 halaman
    Herpes Zooster
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Dokumen12 halaman
    Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Referat MataRSP Zai
    Referat MataRSP Zai
    Dokumen15 halaman
    Referat MataRSP Zai
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • BAB III Refrat Mati Lemas
    BAB III Refrat Mati Lemas
    Dokumen2 halaman
    BAB III Refrat Mati Lemas
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Plasenta Previa
    Plasenta Previa
    Dokumen20 halaman
    Plasenta Previa
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Kelenjar Adrenal
    Kelenjar Adrenal
    Dokumen10 halaman
    Kelenjar Adrenal
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Preskas Mata Zai
    Preskas Mata Zai
    Dokumen23 halaman
    Preskas Mata Zai
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Dokumen12 halaman
    Lapjag 19 Juni Luka Bakar
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Trauma Kimia Pada Mata
    Trauma Kimia Pada Mata
    Dokumen28 halaman
    Trauma Kimia Pada Mata
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Memperluas Aborsi Medis
    Memperluas Aborsi Medis
    Dokumen9 halaman
    Memperluas Aborsi Medis
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Radiologi
    Radiologi
    Dokumen19 halaman
    Radiologi
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Rabies
    Penyakit Rabies
    Dokumen3 halaman
    Penyakit Rabies
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • TOKSIKOLOGI Forensik
    TOKSIKOLOGI Forensik
    Dokumen5 halaman
    TOKSIKOLOGI Forensik
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Dokumen58 halaman
    Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen32 halaman
    Refer at
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Skizoafektif
    Gangguan Skizoafektif
    Dokumen41 halaman
    Gangguan Skizoafektif
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Dih
    Dih
    Dokumen24 halaman
    Dih
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Evaluasi Pengobatan
    Evaluasi Pengobatan
    Dokumen2 halaman
    Evaluasi Pengobatan
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Dokumen39 halaman
    Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Dokumen58 halaman
    Obstruksi Jaundice Ec - Choledocolithiasisedited
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • ASFIKSIA
    ASFIKSIA
    Dokumen3 halaman
    ASFIKSIA
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Bab1 2,3
    Bab1 2,3
    Dokumen57 halaman
    Bab1 2,3
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen32 halaman
    Refer at
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Dokumen39 halaman
    Refrat Sianida Edit 20 Juli
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Presus Venenata
    Presus Venenata
    Dokumen14 halaman
    Presus Venenata
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen12 halaman
    Bab Iii
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • Pemeriksaan Neurologis
    Pemeriksaan Neurologis
    Dokumen35 halaman
    Pemeriksaan Neurologis
    Kartika Putri Reniastuti
    100% (1)
  • ASFIKSIA
    ASFIKSIA
    Dokumen2 halaman
    ASFIKSIA
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat
  • BAB I SPM Jadi
    BAB I SPM Jadi
    Dokumen39 halaman
    BAB I SPM Jadi
    Kartika Putri Reniastuti
    Belum ada peringkat