Anda di halaman 1dari 29

1

Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
Penyakit ginjal akut merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan
azotemia. Laju filtrasi glomerulus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar
kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah
sebanyak 10mg/dl/hari dalam beberapa hari. Adapun penyebab dari penyakit ginjal akut
ini dapat berasal dari prarenal, renal, maupun postrenal. Penyakit ginjal akut ini biasanya
memiliki fungsi ginjal yang sebelumnya normal, dan keadaan ini umumnya dapat
reversible.
1


1.2 Tujuan
Diharapkan dengan makalah ini, kita dapat lebih mengetahui lebih dalam lagi
tentang cara pemeriksaan, etiologi, epidemiologi, patogenesis, manifesatasi, komplikasi,
penatalaksanaan, prognosis dari penyakit ginjal akut, serta pencegahannya, sehingga
masing-masing dari kita lebih waspada terhadap penyakit ini.


Bab II
Isi
2.1 Pemeriksaan
2.1.1 Anamnesis
Pertanyaan umum untuk riwayat urinarius meliputi: Apakah pernah
mengalami kesulitan buang air kecil. Berapa sering kesulitan itu terjadi. Apakah
sampai terpaksa bangun pada malam hari untuk buang air kecil. Berapa sering itu


2

terjadi. Berapa banyak air seni yang dikeluarkan pada setiap buang air kecil. Apakah
pernah buang air kecil tanpa disengaja.
Tanyakan pada pasien pasien wanita apakah batuk, bersin, atau tertawa yang
tiba tiba membuat mereka mengeluarkan urin tanpa disengaja. Lebih kurang separuh
dari para wanita muda melaporkan pengalaman ini bahkan sebelum melahirkan anak.
Kebocoran urin yang terjadi kadang kadang tidak selalu merupakan persoalan yang
signifikan. Tanyakan pada pasien pria yang berusia lanjut: Apakah pernah mengalami
kesulitan untuk memulai buang air kecil. Apakah harus berdiri dekat sekali dengan
toilet ketika buang air kecil. Apakah buang air kecil itu terputus putus atau berhenti
di tengah sebelum tuntas. Apakah masih terjadi penetesan urin setelah buang air kecil
selesai. Bagai mana warna urin. Pernahkah air seni itu berwarna kemerahan atau
coklat.
Adanya darah dalam urin (hematuria) merupakan keadaan penting yang harus
diperhatikan. Jika darah tersebut dilihat dengan mata telanjang, keadaan ini
dinamakan hematuria makroskopik (gross hematuria). Urin bisa terlihat mengandung
darah yang nyata. Keberadaan darah yang hanya dapat di deteksi melalui urinalisis
dengan menggunakan mikroskop disebut sebagai hematuria mikroskopik. Darah
dengan jumlah sedikit dapat memberikan noda atau bercak pada urin yang disertai
pembentukan silinder berwarna kemerahan atau kecoklatan. Jika urin berwarna
kemerahan, tanyakan kepada passien apakah ia makan sayuran seperti bit atau obat
obatan yang dapat mengubah warna urin.
Kelainan pada traktus urinarius dapat pula menyebabkan nyeri ginjal yang
sering di keluhkan oleh pasien dengan istilah sakit pinggang (rasa nyeri di daerah
pinggang, atau menimbulkan nyeri di bawah margo kostalis posterior di dekat sudut
kostovertebralis. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke anterior ke arah umbilikus. Nyeri
ginjal merupakan nyeri viseral yang biasanya ditimbulkan oleh distensi kapsula ginjal
dan secara tipikal bersifat tumpul, pegal, dan menetap.
2


2.1.2 Pemeriksaan Fisik
2
Inspeksi
Yang diperhatikan : distensi, massa, dan kelainan kulit atau pembuluh darah.
Inspeksi dapat dilakukan bedasarkan kuadarian dan regio. Inspeksi abdomen (supra


3

pubicus) dilakukan pada posterior dan anterior, perhatikan juga warna, lesi kulit bekas
operasi, kolateral, caput medusae, hernia, striae, spider nervi.
Palpasi
Palpasi Ginjal Kiri
Berpindahlah ke sisi kiri pasien. Tempatkan tangan kanan di belakang tubuh
pasien tepat di bawah iga ke 12 dan sejajar dengan tulang iga ini sampai ujung jari
jari tangan kanan menjangkau angulus kostovertebralis. Angkat tubuh pasien untuk
mencoba mendorong ginjalnya ke arah anterior. Tempatkan tangan kiri dengan hati
hati pada kuadran kiri atas, di sebelah lateral muskulus rektus dan sejajar dengan otot
ini. minta pasien untuk menarik nafas dalam. Pada puncak inspirasi, tekankan tangan
kiri dengan kuat dan dalam pada kuadran kiri atas tepat di bawah margo kostalis, dan
coba untuk menangkap ginjal diantara kedua tangan. Minta pasien menghembuskan
napasnya dan kemudian berhenti bernapas sejenak. Dengan perlahan, lepaskan
tekanan yang dihasilkan oleh tangan kiri, dan pada saat yang sama rasakan gerakan
ginjal yang menggelincir kembali ke posisi pada saat ekspirasi. Jika ginjalnya dapat
diraba, uraikan ukurannya, kontur, dan setiap gejala nyeri tekan yang terdapat.
Palpasi Ginjal Kanan
Untuk menangkap ginjal kanan, kembalilah ke sisi sebelah kanan tubuh
pasien. Gunakan tangan kiri untuk mengangkat tubuhnya dari belakang, dan
kemudian dengan tangan kanan, lakukan palpasi sampai dalam pada kuadran kanan
atas. Lanjutkan pemeriksaan seperti yang dilakukan sebelumnya.
Ginjal kanan yang normal dapat diraba khususnya pada wanita yang kurus dan
berada dalam keadaan benar benar rileks. Mungkin perabaan ginjal menimbulkan
sedikit nyeri tekan atau tanpa disertai nyeri tekan. Biasanya pasien merasakan ketika
ginjalnya ditangkap dan dilepas. Kadang kadang ginjal kanan terletak lebih anterior
dari pada keadaan biasa dan karena itu harus dibedakan dengan hati. Bagian tepi hati
(jika dapat diraba) cendrung lebih tajam dan membentang lebih jauh ke medial dan
lateral, bagian ini tidak dapat ditangkap. Polus inferior ginjal berbentuk bulat.


4


Gambar 1. Pemeriksaan ballotement
Perkusi
Jika menemukan nyeri tekan pada saat melakukan pemeriksaan abdomen,
maka lakukan juga pemeriksaan pada tiap sudut kostovertebralis. Tekanan yang
ditimbulkan oleh ujung jari tangan mungkin cukup untuk menghasilkan gejala nyeri
tekan, tapi jika tidak, gunakan perkusi dengan kepalan tangan. Tempatkan permukaan
ventral salah satu tangan pada sudut kostovertebralisdan pukul tanga ini dengan
permukaan ulnar tangan lain yang dikepalkan. Gunakan tenaga dengan cukup kuat
untuk menghasilkan pukulan yang bisa dirasakan, tetapi tidak menimbulkan rasa nyeri
pada orang normal.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
3
Urinalisis
Urinalisis rutin menguji kelainan saluran kemih dan sistemik. Uji ini
mengevaluasi ciri-ciri fisik urin(warna, bau, kekeruhan, dan opasitas).
Temuan normal.
PH urin sangat dipengaruhi oleh diet dan obat-obatan mempengatuhi
penmpakan urin dan komposisi kristal. pH alkali khas untuk diet vegetarian
menyebabkan kekeruhan dan pembentukan oksalat, sistin, leusin, tirosin, urat amorf,
serta kristal asam urat. Protein biasanya tidak terdapat, kecuali proteinuria ortostatik.
Bersifat intermitten dan timbul setelah berdiri lama, serta hilang saat berbaring.


5

Proteinuria jinak juga terjadi saat demam, kedinginan, stres emosional, olahraga berat,
limfoma, hepatitis, DM, hipertensi, SLE. Gula yang paling sering terdapat dalam urin
adalah glukosa. Glukosurian nonpatologik dapat disebabkan stres emosional atau
kehamilan dan makan tinggi karbohidrat. Inilah tabel hasil normal pemeriksaan
urinalisis:
Elemen Temuan
Makroskopik:
Warna
Bau
Penampakan
Berat jenis
PH
Protein
Glukosa
Badan keton
Bilirubin
Urobilinogen
Hemoglobin
Eritrosit
Nitrit (bakteri)
Leukosit

Kekuning-kuningan sampai kuning tua
Sedikit bau
Jernih
1.005-1.035
4.5-8
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Mikroskopik:
Eritrosit
Leukosit
Sel Epitel
Silinder
Kristal
Bakteri
Sel ragi
Parasit

0-2/LPB
0-5/LPB
0-5/LPB
Negatif, kecuali 1-2 silinder hialin/LPK
Ada
Negatif
Negatif
Negatif
Temuan abnormal.
Warna: perubahan warna disebabkan oleh diet, obat-obatan, penyakit.
Bau: pada DM, kelaparan, dehidrasi terdapat bau buah- buahan yang merupakan
pembentukan benda keton.
Kekeruhan: urin keruh mengandung sel darah merah atau putih, lemak, bakteri,
atau kilus serta dapat mencerminkan infeksi ginjal.
Berat jenis: BJ rendah (<1.005 khas untuk diabetes insipidus, nekrosis tubular akut,
serta pielonefritis. BJ tetap yaitu 1.010 tanpa memandang masukan cairan, terjadi
pada glomerulonefritis kronik dengan kerusakan ginjal berat. BJ tinggi (>1.035)
terjadi pada sindrom nefrotik, dehidrasi, GNA, gagal jantung, gagal hati, dan syok).


6

pH: pH urin basa disebabkan oleh sindrom Fanconi, ISK, dan alkalosis metabolik
respiratorik. Ph urin asam terdapat pada tuberkulosis ginjal, pireksia,
fenilketonuria, alkaptonuria, dan asidosis.
Protein:Proteinuria menunjukkan gagal ginjal atau penyakit ginjal seperti nefrosis,
glomerulosklerosis, glomerulonefritis, nefrolitiasis, sindrom nefrotik, dan penyakit
ginjal polikistik).
Bilirubin: terjadi pada penyakit hati karena ikterus obstruktif atau obat
hepatotoksik atau toksin atau akibat fibrosis kanalikuli bilier.
Urobilinogen: bakteri usus dalam duodenum mengubah bilirubin menjadi
urobilinogen. Hati mengolah sisa tersebut menjadi empedu. Peningkatan dalam
urin menunjukkan kerusakan hati, penyakit hemolitik atau infeksi berat. Penurunan
pada obstruksi bilier radang, terapi antimikroba, diare berat, atau insufisiensi
ginjal.
Sel: hematuria menyebabkan perdarahan dalam saluran kemih kelamin dan dapat
disebabkan oleh infeksi, obstruksi, peradangan, trauma, tumor, GN, hipertensi
renal, nefritis lupus, TB ginjal, trombosis vena renalis, batu ginjal, hidronefrosis,
pielonefritis, dll.
Silinder (sumbatan akibat bahan proteinaseus berbentuk gel [mukoprotein berat-
molekul-tinggi]). adalah endapan protein yang terbentuk didalam tubulus ginjal,
mempunyai matrix berupa glikoprotein (protein Tamm Horsfall) dan kadang-
kadang dipermukaannya terdapat leukosit, eritrosit dan epitel. Pembentukan
silinder dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain osmolalitas, volume, pH dan
adanya glikoprotein yang disekresi oleh tubuli ginjal. Silinder hialin terdapat pada
penyakit parenkim ginjal, peradangan, trauma membran kapiler glomerulus, dan
beberapa keadaan fisiologis seperti olaraga. Silinder epitel pada kerusakan tubulus
ginjal, nefrosis, eklampsia, amiloidosis, dan keracunan logam berat. Silinder
granular kasar dan halus pada gagal ginjal akut atau kronik, pielonefritis, dan
intoksikasi timah kronis. Silinder lemak dan lilin pada sindrom nefrotik, penyakit
ginjal kronik, dan diabetes melitus. Silinder eritrosit bersifat granuler dan
mengandung hemoglobin dari kerusakan eritrosit. Adanya silinder eritrosit disertai
hematuria mikroskopik memperkuat diagnosis untuk kelainan glomerulus. Cedera
glomerulus yang parah dengan kebocoran eritrosit atau kerusakan tubular yang
parah menyebabkan sel-sel eritrosit melekat pada matriks protein (mukoprotein


7

Tamm-Horsfall) dan membentuk silinder eritrosit. Ditemukan pada penyakit
parenkim ginjal (terutama Glomerulonefritis), infark ginjal, endokarditis bakterial
subakut, kelainan vaskular, anemia sel sabit, skorbut, hipertensi maligna, penyakit
kolagen dan peradangan akut. Silinder sel darah putih pada glomerulofnefritis dan
pielonefritis akut, sindrom nefrotik, infeksi piogenik, dan nefritis lupus.
Kristal: beberapa kristal normalnya terdapa dalam urin, tetapi kristal ca oksalat
dalam jumlah besat menunjukkan hiperkalsemia atau ingesti etilen glikol. Kristal
sistin mencerminkan gangguan metabolisme bawaan.

Kreatinin
Mengukur kadar kreatinin dalam urin, metabolit utama kreatin. Kreatinin
dibentuk dalam jumah yang sebanding dengan massa otot tubuh total. Kreatinin
dikeluarkan dari plasma terutama oleh filtrasi glomerulus dan diekskresi dalam urin.
Metode baku untuk menntukan kadar kreatinin urin didasarkan apda reaksi Jaffe, di
sini kreatinin yang ditambahkan larutan pikrat alkali menghasilkan kompleks jingga-
merah terang.
Tujuan: untuk membantu menilai filtrasi glomerulus.
Nilai rujukan:
laki-laki = 14-26 mg/kgbB/hari (SI, 124-230 mol/kgBB/hari)
perempuan =11-20 mg/kgBB/ghari (SI, 97-288 mol/kgBB/hari)
Penurunan kadar kreatinin urin dapat disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal
(misalnya akibat syok) atau akibat penyakit ginjal yang disebabkan oleh obstruksi
saluran kemih. Pielonefritis akut atau kronis, dn penyakit ginjal polikistik juga dapat
menekan kadar kreatinin. Peningkatan kadarnga umumnya memiliki makna
diagnostik kecil.
Bersihan kreatinin
Indikator diagnostik yang sangat baik untuk fungsi ginjal, uji bersihan
kreatinin meentukan seberapa efisien ginjal membersihkan kreatinin dari darah. Laju
bersihan ini dinyatakan dengan volume darah (ml) yang dapat dibersihkan dari
kreatinin dalam 1 menit. Kadarnya menjadi tidak normal apabila >50% nefron telah
rusak.
Tujuan: untuk menilai fungsi ginjal (terutama filtrasi glomerulus) dan
memantau progresivitas insufisiensi ginjal.
Nilai rujukan:


8

Laki-laki = SI, 0.91-1.35 ml/det/m
2
Perempuan =SI, 0.69-1.06 ml/det/m
2
Bersihan kreatinin yang rendah dapat disebabkan oleh penrunan aliran darah
ginjal (akibat syok atau obstruksi arteri renalis), nekrosis tubular akut,
glomerulonefritis akut atau kronik, pielonefritis kronik bilateral lanjut, nefrosklerosis,
gagal jantung atau dehidrasi berat.peninggian menunjukkan hidrasi yang kurang.

Protein
Uji protein merupakan uji kuantitatif untuk proteinuria. Normalnya membran
glomerulus hanya melewatkan protein denga BM rendah untuk masuk ke dalam
filtrat. Kemudian tubulus ginjal mereabsorpsi sebagian besar protein ini, hanya
sebagian kecil yang dieksresikan dan tidak terdeteksi dalam uji skrinning.
Tujuan: membantu diagnosis keadaan patologik yang ditandai proteinuria,
terutama penyakit ginjal.
Nilai rujukan: 50-80 mg/hari
Proteinuria merupakan ciri utama penyakit ginjal. Bila proteinuria terdapat
dalam spesimen tunggal, diperlukan pengumpulan urin selama 24 jam untuk
mengenali kelainan ginjal tertentu. Proteinuria dapat disebabkan kebocoran protein
plasma dari glomerulus yang disebabkan aliran berlebihan protein yang difiltrsi
glomerulus debgan BM rendah, gangguan reabsorpsi protein, serta adanya kerusakan
parenkim ginjal.
Proteinuria persisten menunjukakn penyakit ginjal yang disebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus. Namun proteinuria minimal (<0.5mg/24 jam)
sering disebabkan oleh penyakit ginjal yang keterlibatan glomerulusnya bukan
merupakan faktor utama. Proteinuria moderat (0.5-4g/24 jam) terjadi pada
GNA/GNK, nefropati toksik, gagal ginjal sebagai komplikasi lanjutan (misalnya DM
atau gagal jantung. Proteinuria berat (>4g/24jam) oleh sindrom nefrotik.
Bila disertai peningkatan leukosit menandakan ISK. Bila disertai dengan
hematuria, menunjukkan kelainn saluran kemih lokal atau difus. Selauin itu keadaan
patologik lain (infeksi dan lesi SSP juga dapat menyebabkan proteinuria. Banyak obat
(amfoterisin B, preparat emas, aminoglikosida, polimiksin, dan trimetadion)
menimbulkan proteinuria sejati. Tidak semua bentuk proteinuria menunjukkan
keadaan patologik. Roteinuria ringan dapat disebabkan oleh perubahan posisi tubuh.
Proteinuria fraksional disebabkan olahraga dan stres yang biasa bersifat sementara.


9


Gambaran laboratorium penyakit ginjal akut meliputi:
1. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum dan
penurunan GFR.
2. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfartemia, hipokalsemia,
hiperglikemia, hipoalbuminemia dan asidosis metabolik.
3. Kelainan urinalisis meliputi: proteinuria, hematuri (ditemukan silinder eritrosit),
leukosit
4. Kelainan Hematologi meliputi: LED meningkat

Radiologi
1
Film polos abdomen sangat diperlukan sebelum melakukan pemeriksaan
penunjang pada saluran kemih. Film polos dapat menunjukkan batu ginjal pada sistem
pelvicalyces, kalsifikasi parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung
kemih, kalisifikasi prostat, atau deposit tulang sklerotik.

Prosedur lazim pada IVP
adalah foto polos radiografi abdomen yang penyuntikan media kontras intravena.
Media kontras bersirkulasi melalui aliran darah dan jantung menuju ginjal tempat
media kontras diekskresikan.
Ultrasonografi wajib dilakukan untuk menyingkirkan obstruksi dan
menentukan ukuran ginjal. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang
paling berharga untuk saluran kemih dan merupakan pilihan utama pada anak-anak.
Pemeriksaan ini sangat efektif dalam menilai ukuran ginjal, pertumbuhan, massa,
obstruksi ginjal, volumie sisa kandung kemih, dan ukuran prostat; bersifat noninvasif,
dan dapat sering diulang. Ginjal yang kecil mengindikasikan pada gagal ginjal kronik.
Pemeriksaan angiografi atau ultrasonografi Doppler atau metode radioisotop dapat
mengevaluasi perfusi ginjal. Penilaian ultrasonografi tidak bergantung pada fungsi
ginjal sehingga ultrasonografi dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal berat degnan
ginjal yang tidak terlihat pada IVP. Sesudah disuntikkan, maka setiap menit selama
lima menit pertama dilakukan pengambilan foto untuk memperoleh gambaran korteks
ginjal. Pada glomerulonefritis, korteks tampak menipis. Pada pielonefritis dan
iskemia, korteks tampak seakan-akan termakan oleh ngengat. Pengisian yang adekuat
dari kaliks akan terevaluasi pada pemeriksaan radigrafi menit ke-3 dan ke-5. Foto lain


10

yang diambil pada menit ke-15 dapat memperlihatkan kaliks, pelvis, dan ureter.
Struktur ini akan mengalami distorsi bentuk apabila terdapat kista, lesi, dan obstruksi.
Foto terakhir diambil pada menit ke-45 yang memperlihatkan kandung kemih. Bila
pasien menderita azotemia berat (BUN >70 mg/dl), tidak dilakukan pemeriksaan IVP
karena menunjukkan GFR yang sangat rendah sehingga zat warna tidak dapat
diekskresi dan pielogram sulit dilihat.
Pemeriksaan CT scan dapat membantu penilaian terhadap massa ginjal,
obstruksi, penyakit retroperitoneal, staging neoplasma ginjal dan kandung kemih,
invasi tumor ke dalam vena renalis atau vena cava inferior, dan evaluasi pascatrauma,
pembedahan, atau kemoterapi.
MRI adalah suatu teknik pencitraan nonivasif yang daapt memberi informasi
sama seperti CT scan ginjal, namun dengan keuntungan bahwa metode ini tidak
membutuhkan pajanan terhadap radiasi ion atau tidak membutuhkan pemberian media
kontras. MRI menghasilakan gambaran yang lebih rinci bila dibandingkan dengan CT
scan sehingga akan berguna bila CT scan tidak dapat menentukan. MRI dapat
menggambarkan pembuluh darah ginjal dengan sangat jelas dan magnetic resonance
angiography (MRA) telah dinilai sebagai pengganti yang potensial untuk angiografi
konvensional.
Jika dicurigai terjadi perdarahan glomerular (usia muda, hipertensi,
proteinuria, kerusakan ginjal, tidak ada lesi struktural), pertimbangkan biopsi ginjal.
Jika dicurigai adalanya lesi traktur senalis (usia tua, tidak ada bukti penyakit ginjal
intrinsik), lanjutkan dengan sistoskopi dengan IVU jika traktus renalis bagian atas
tidak tampak jelas dengan ultrasonografi.

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak
bisa ditegakan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis, dan evaluasi hassil terapi yang telah diberikan. Biopsi
ginjal kontraindikasi dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah
mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi nefritik, gangguan pembekuan darah, gagal napas, dan obesitas.



11

2.2 Etiologi
4
Azotemia Prarenal (Penurunan Perfusi Ginjal)
Adalah semua factor yang menyebabkan berkurangnya perfusi ke ginjal,
misalnya hipovolemi/hipotensi, penurunan curah jantung, dan peningkatan viskositas
darah.
1. Deplesi volume cairan ekstrasel (ECF) absolut
a. Perdarahan : operasi besar, trauma, pascapartum
b. Diuresis berlebihan
c. Kehilangan cairan dari gastrointestinal yang berat : muntah, diare
d. Kehilangan cairan dari ruang ketiga : luka bakar, peritonitis, pankreatitis
2. Penurunan volume sirkulasi arteri yang efektif
a. Penurunan curah jantung : infark miokardium, disritmia, gagal jantung kongestif,
tamponade jantung, emboli paru
b. Vasodilatasi perifer: sepsis, anafilaksis, obat, anestesi, antihiperensi, nitrat
c. Hipoalbuminemia: sindrom nefrotik, gagal hati (sirosis)
3. Perubahan hemodinamik ginjal primer
a. Penghambat sintesis prostaglandin: aspirin dan obat NSAID lain
b. Vasodilatasi arteriol eferen: penghambat enzim pengkonversi angiotensin
(co:captopril)
c. Obat vasokonstriktor: obat alfa-adrenergik (co:norepinefrin), angiotensin II
d. Sindrom hepatorenal
4. Obstruksi vaskuler ginjal bilateral
a. Stenosis arteri ginjal, emboli, thrombosis
b. Trombosis vena renalis bilateral
Azotemia Pascarenal (Obstruksi Saluran Kemih)
Adalah semua factor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih.
1. Obstruksi uretra: katup uretra, striktur uretra
2. Obstruksi aliran keluar kandung kemih: hipertrofi prostat, karsinoma
3. Obstruksi ureter bilateral (unilateral jika satu ginjal berfungsi)
a. Intraureter: batu, bekuan darah
b. Ekstraureter: fibrosis retroperitoneal, neoplasma kandung kemih, prostat atau serviks,
ligasi bedah yang tidak sengaja atau cidera
4. Kandung kemih neurogenik


12


Penyakit Ginjal Akut Intrinsik
Adalah akibat kelainan/penyakit pada ginjal (glomerulus atau tubulus) yang
menyebabkan faal ginjal menurun.
1. Nekrosis Tubular Akut
a. Pascaiskemik, syok, sepsis, bedah jantung terbuka, bedah aorta
b. Nefrotoksik
(1) Nefrotoksik eksogen
(a) Antibiotik: aminoglikosida, amfoterisin B
(b) Media kontras (terutama pada penderita diabetes)
(c) Logam berat: sisplatin (untuk mengobati neoplasma padat tertentu), biklorida
merkuri, arsen
(d) Siklosporin (imunsupresant), takrolimus
(e) Pelarut: karbon tetraklorida, etilene glikol (antibeku), methanol(alcohol kayu)
(2) Nefrotoksin eksogen
(a) Pigmen intratubular: hemoglobin, mioglobin
(b) Protein intratubular: myeloma multiple

2. Penyakit vaskuler atau glomerulus ginjal primer
a. Glomerulonefritis progresif cepat atau pasca streptococcus akut
b. Hipertensi maligna
c. Serangan akut pada gagal ginjal kronis yang terkait pembatasan garam atau air
3. Nefritis tubulointerstisial akut
a. Alergi: beta laktam(penisilin, sefalosporin), sulfonamide
b. Infeksi (misal:pielonefritis)


13


Gambar 2. Etiologi GGA
2.3 Epidemiologi
Gagal ginjal akut timbul bila terjadi penurunan akut laju filtrasi glomerulus
(LFG) dan zat yang biasanya diekskresikan oleh perfusi ginjal yang tidak adekuat
(prarenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal).
Keadaan prarenal mencakup 50-65% kasus, pascarenal 15%, dan renal sekitar 20-35%
sisanya. Pada Negara berkembang, komplikasi obstetrik dan infeksi seperti malaria
merupakan penyebab yang penting. Angka mortalitas keseluruhan sekitar 30-70%,
tergantung usia dan adanya gagal organ atau penyakit lain. Dari pasien yang bertahan,
60% memiliki fungsi ginjal normal, namun 15-30% memiliki gangguan ginjal dan
sekitar 5-10% mengalami penyakit ginjal stadium akhir.
5

Di negara yang sudah mapan, sesuai dengan pola penyakit serta sarana yang
tersedia ternyata angka kejadian gagal ginjal akut didapt selama perawatan di rumah
sakit berhubungan erat dengan tingginya frekuensi tindakan bedah berisiko tinggi.
Angka kejadian gagal ginjal akut didapat selama perawatan di rumah sakit mencapai
4-5% dan hampir 60% mempunyai hubungan dengan tindakan bedah terutama bedah
jantung, toraks, vaskuler, dan abdomen. Sebaliknya di negara berkembang terutama
daerah tropika, community acquired acute renal failure masih merupakan masalah
dengan angka kejadian masih cukup tinggi. Pada umumnya, gagal ginjal akut didapat


14

di masyarakat ini sebagai akibat lanjut dari sindrom sepsis, gastroenteritis akut, dan
perdarahan terutama pada wanita masa nifas, infeksi virus (demam berdarah),
leptospirosis, dan malaria tropika.
6


2.4 Patofisiologi
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF tipe ATN,
tetapi masih ada kontroversi mengenai patogenesis penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang
biasa menyertai. Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab yang
mungkin didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan
menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan merkuri klorida, uranil
nitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbulkan dengan menyuntikkan gliserol
atau menjepit arteria renalis. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan penurunan
aliran daran ginjal dan GFR baik pada percobaan dengan manusia maupun hewan, yaitu (1)
obstruksi tubulus; (2) kebocoran cairan tubulus; (3) penurunan permeabilitas glomerulus; (4)
disfungsi vasomotor; dan (5) umpan balik tubulo- glomerulus. Tidak satu pun dari
mekanisme di atas yang dapat menjelaskan semua aspek ARF tipe ATN yang bervariasi itu
(Schrier, 1986).
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa ATN mengakibatkan deskuamasi sel
tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, yang kemudian membentuk silinder-silinder dan
menyumbat lumen tubulus. Pembengkakan selular akibat iskemia awal, juga ikut menyokong
terjadinya obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan intratubulus meningkat, sehingga
tekanan filtrasi glomerulus menurun. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting pada
ARF yang disebabkan oleh logam berat, etilen glikol, atau iskemia berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus menyatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung
normal tetapi cairan tubulus "bocor" keluar dari lumen melalui sel- sel tubulus yang rusak
dari masuk ke dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membran basalis dapat terlihat pada
ATN yang berat, yang merupakan dasar anatomik mekanisme ini. Meskipun sindrom ATN
menyatakan adanya abnormalitas tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa
dalam keadaan-keadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan/atau sel-sel membrana
basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas
permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan penurunan ultrafiltrasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada ARF
oliguria. Tingkat RBF ini cocok dengan GFR yang cukup besar. Pada kenyataannya, RBF


15

pada gagal ginjal kronik sering sama rendahnya atau lebih rendah daripada bentuk akut, tetapi
fungsi ginjal masih memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan menunjukkan
bahwa RBF harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal (Merrill, 1971).
Dengan demikian, hipoperfusi ginjal saja tidak menyebabkan penurunan GFR dan lesi-lesi
tubulus yang terjadi pada ARF. Meskipun demikian, terdapat bukti perubahan bermakna pada
distribusi aliran darah intrarenal dari korteks ke medula selama hipotensi akut dan
memanjang. Hal ini dapat dilihat kembali pada Bab 44 bahwa, pada ginjal normal, kira- kira
90% darah didistribusi ke korteks (letak glom- eruli) dan 10% menuju ke medula. Dengan
demikian, ginjal dapat memekatkan urine dan menjalankan fungsinya. Sebaliknya, pada ARF,
perbandingan antara distribusi korteks dan medula ginjal menjadi terbalik, sehingga terjadi
iskemia relatif pada korteks ginjal. Konstriksi arteriol aferen merupakan dasar vaskular dari
penurunan nyata GFR. Iskemia ginjal akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin dan
memperberat iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi
ditemukan pada korteks luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama
berlangsungnya ARF pada hewan maupun manusia (Schrier, 1996). Beberapa penulis
mengajukan teori mengenai prostaglandin dalam disfungsi vasomotor pada ARF (Harter,
Martin, 1982). Dalam keadaan normal, hipoksia ginjal merangsang sintesis prostaglandin E
dan prostaglandin A (PGE dan PGA) ginjal (vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah
ginjal diredistribusi ke korteks yang mengakibatkan diuresis. Agaknya, iskemia akut yang
berat atau berkepanjangan dapat menghambat sintesis prostaglandin ginjal tersebut.
Penghambat prostaglandin seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang
normal dan dapat menyebabkan ATN (Schrier, 1996).
Umpan balik tubuloglomerulus merupakan suatu fenomena saat aliran ke nefron distal
diregulasi oleh reseptor dalam makula densa tubulus distal, yang terletak berdekatan dengan
ujung glomerulus. Apabila peningkatan aliran filtrat tubulus ke arah distal tidak mencukupi,
kapasitas reabsorpsi tubulus distal dan duktus koligentes dapat melimpah dan menyebabkan
terjadinya deplesi volume cairan ekstra sel. Oleh karena itu TGF merupakan mekanisme
protektif. Pada ATN, kerusakan tubulus proksimal sangat menurunkan kapasitas absorpsi
tubulus. TGF diyakini setidaknya berperan dalam menurunnya QFR pada keadaan ATN
dengan menyebabkan konstriksi arteriol aferen atau kontraksi mesangial atau keduanya, yang
berturut-turut menurunkan permeabilitas dan tekanan kapiler intraglomerulus (Pgc),. Oleh
karena itu, penurunan GFR akibat TGF dapat dipertimbangkan sebagai mekanisme adaptif
pada ATN.


16

Kejadian awal umumnya adalah gangguan iskemia atau nefrotoksin yang merusak
tubulus atau glom- emli, atau menurunkan aliran darah ginjal. Gagal ginjal akut kemudian
menetap melalui beberapa mekanisme yang dapat terjadi atau tidak, dan merupakan akibat
cedera awal. Setiap mekanisme berbeda kepentingannya dalam patogenesis, sesuai dengan
teori-teori yang telah dikemukakan di atas. Agaknya kepentingan dari mekanisme-mekanisme
ini bervariasi sesuai keadaan dan bergantung pada evolusi proses penyakit, dan derajat
kerusakan patologik. Banyak hal yang belum diketahui mengenai pato- fisiologi ARF dan
masih harus diteliti lebih jauh untuk mengetahui hubungan antara beberapa faktor yang
memengaruhinya.


2.5 Diagnosis
Diagnosis gagal ginjal akut (GGA) berdasarkan pemeriksaan laboratorium
ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada
pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau peningkatan >20% bila kreatinin
awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Group membuat RIFLE sistem yang
mengklasifikasikan GGA dalam tiga kategori menurut beratnya (Risk I njury Failure)
serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage-renal-disease).
7


Kriteria Laju Filtrasi Glomerulus Kriteria Jumlah Urin
Risk Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali atau
LFG menurun >25%
<0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
Trauma Peningkatan serum kreatinin 2 kali atau
LFG menurun >50%
<0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
Gagal Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 mol/L atau LFG menurun
>75%
<0,5 ml/kg/jam selama 24 jam
atau anuria selama 12 jam
Loss Gagal ginjal akut persisten; kerusakanan
fungis ginjal selama lebih dari 4 minggu

ESRD Gagl ginjal terminal lebih dari 3 bulan

Pada gagal ginjal akut yang berat dengan berkurangnya fungsi ginjal, ekskresi
air dan garam berkurang sehingga dapat menimbulkan edema, bahkan sampai terjadi


17

kelebihan air yang berat atau edema paru. Ekskresi asam yang berkurang juga dapat
menimbulkan asidosis metabolik dengan kompnesasi pernapasan Kussmaul.
Umumnya, manifestasi GGA lebih didominasi oleh faktor-faktor presipitasi atau
penyakit utamanya.
7
Akibat dari patofisologi yang sudah dijelaskan di bab patofisiologi, maka pada
pemeriksaan akan ditemukan manifestasi klinik seperti:

- Pemeriksaan urin: oliguria, proteinuri, hematuria (ditemukan silinder eritrosit
pada pemeriksaan mikroskopik)
- Pemeriksaan darah: LED menigkat, C3 menurun
- Adanya penurunan fungsi ginjal (peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum)
- Perubahan ekskresi garam dengan akibat edema, kongesti aliran darah, dan
hipertensi.
- Sebagai kompensasinya, terdapat perubahan keseimbangan asam basa tubuh,
berupa hiperkalemia, asidosis metabolic, hipokalsemia, hiperfosfatemia.
- Pada pemeriksaan patologi akan terlihat gambaran proliferasi sel endotel,
menrana basalis tampak menebal tidak teratur. Terdapat gumpalan di
subepitelium yang mungkin dibentuk oleh gama globulin, komplemen.
8


2.5.1 Different Diagnosis
Penyakit Ginjal Kronis
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penuranan fungsi ginjal yang progresif dan dalam waktu
yang lama, yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi
pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik.


18


Gambar : Patofisiologi gagal ginjal kronik


Kriteria Penyakit Gagal Ginjal Kronik
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelaianan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG), dengan manifestasi :
o kelainan patologis
o terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m
2
selama 3 bulan,
dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG
sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m
2
, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal
kronik.
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung
dengan mempergunakan ramus Kockcroft-Gault sebagai berikut :


19

(140 - umur) X berat badan
LFG (ml/mnt/l,73m
2
) = ------------------------------------- *)
72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0, 85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
Derajat Penjelasan LFG
(ml/menit/1,73m
2
)
1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
Gagal ginjal
90
60 -89
30 59
15 29
< 15 atau dialisis

Manifestasi klinik yang khas pada penyakit ginjal kronik antara lain: (a)
sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti DM, infeksi traktus urinarius, batu
traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, SLE. (b) Sindrom uremia yang terdiri dari
lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer,
pruritus, kejang-kejang sampai koma. (c) Gejala komplikasinya antara lain hipertensi,
anemia, osteodistrofi reanl, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan
keseimbangan elektrolit. Pada pemeriksaan USG juga dapat ditemukan ukuran ginjal
yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis. Pemeriksaan biopsi
hanya bisa dilakukan apabila keadaan ukuran ginjal sudah mengecil, hipertensi tidak
terkendali, ginjal sudah polisiklik.
Pada stadium awal pengobatan berupa terapi mengobati penyakit primernya
dan mencegah komplikasinya. Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit
Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi pengganti
tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
10








20

2.6 Gejala Klinis

1.

Stadium Oliguria
Oligiuria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah trauma, meskipun
gejala biasanya tidak timbul sampai beberapa hari sesudah kontak dengan bahan
kimia yang nefrotoksik. Oliguria biasanya disertai azotemia.
2
Oliguria yang lama
berhubungan dengan nekrosis kortikal, glomerulonefritis atau vaskulitis. Produksi
urin rata-rata 150 ml per hari, jarang terdapat anuri total.
6

Pasien gagal ginjal tanpa penyulit, biasanya kenaikan konsentrasi ureum darah rata-
rata 10-20 mg% per hari, dan tidak memerlukan tindakan dialisis. Keadaan
hiperkatabolisme biasanya terdapat pada pasien gagal ginjal disertai kerusakan
jaringan yang luas seperti patah tulang, penyulit gagal ginjal (septikemia, perdarahan
usus), selama transfusi darah. Kenaikan ureum darah dapat mencapai 100 mg% per
hari, dialisi merupakan tindakan paling tepat.
6

Kenaikan konsentrasi kreatinin darah antara 0,1-1,0 mg% per hari pada pasien gagal
ginjal tanpa peyulit. Kenaikan konsentrasi kreatinin darah lebih dari 2,0 mg% per hari
biasanya terdapat pada pasien gagal ginjal disertai penyulit.
6

Mual, muntah, nafsu makan kurang, dan haus merupakan keluhan yang sering
dijumpai. Pemberian cairan oral atau parenteral yang tidak dibatasi sering
menyebabkan gangguan elektrolit hiponatremia. Keadaan hiponatremia berat sering
disertai gejala edema perifer, edema otak, dan bendungan paru akut. Edema jaringan
otak menyebabkan kejang disetai mual-muntah dan mempercepat irama jantung.
Hiperkalemia lebih sering ditemukan selama fase oliguria walaupun tanpa sumber
kalium dari luar (makanan). Pada pasien gagal ginjal akut tanpa penyulit, kenaikan
kalium serum kurang dari 0,5 mEq per liter per hari. Hiperkalemia tidak memberikan
gejala klinik sebelum terjadi kelainan jantung, fibrilasi ventrikuler, atau henti jantung.
Asidosis disebabkan pembentukan fixed acid 50 sampai 100 mEq per hari. Penurunan
plasma bikarbonat ini dapat mencapai 1-2 mEq per hari pada gagal ginjal akut. Pada
gagal ginjal akut disertai asidosis klinik, biasanya konsentrasi plasma bikarbonat
kurang dari 15 mEq per liter.
6






21

2. Stadium Diuresis
Stadium diuresis gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urine meningkat sampai lebih
dari 400 ml per hari. Stadium ini biasanya berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Pengeluaran urin harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
hidrasi yang berlebih. Volume urin yang tinggi pada stadium diuresis ini karena
diuresis osmotik akibat tingginya kadar urea darah, dan mungkin disebabkan karena
kemampuan tubulus dalam masa penyembuhan dalam mempertahankan garam dan air
belum sempurna. Selama stadium diuresis, pasien mungkin menderita kekurangan
kalium, natrium, dan air. Osmolaritas urin sama dengan osmolaritas plasma disebut
isostenuria yang sejajar dengan berat jenis urin 1,010. Jika urin yang hilang tidak
diganti, maka diuresis ini akan menimulkan kematian. Kadar BUN terus meningkat,
terutama karena bersihan urea tidak dapat mengimbangi produksi urea endogen.
Azotemia sedikit demi sedikit menghilang dan pasien mengalami kemajuan klinis
yang besar, nafsu makan meningkat, mual dan muntah hilang.
1

3. Stadium Pemulihan
Stadium penyembuhan gagal ginjal akut berlangsung sampai satu tahun. Anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Tetapi, beberapa pasien
tetap menderita penurunan GFR yang permanen.
1


2.7 Komplikasi

Komplikasi gagal ginjal akut antara lain:
a. Komplikasi akut GGA berupa hiperkalemia, hipernatremia, asidosis, hiperfosfatemia,
edema paru.
b. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna sering merupakan sumber morbiditas dan mortalitas gagal
ginjal akut didapat di rumah sakit. Indikasi klinik perdarahan saluran cerna adalah
anemia, hematemesis, dan melena yang biasanya tampak bila penyakit sudah berat;
penurunan hematokrit; dan keteidaksesuaian ureum dan kreatinin serum.
Tindakan pencegahan terhadap perdarahan saluran cerna adalah pemberian antagonis
reseptor histamin II seperti ranitidin dan simetidin atau hemodialisis profilaktik yang
juga dapat mengurangi mortalitas.
c. Penyakit sistem kardiovaskular


22

Terdapat tiga komplikasi sistem kardiovaskular yang sering terjadi berupa
perikarditis, bendungan paru akut, dan gangguan irama jantung.
Perikarditis merupakan komplikasi gagal ginjal akut yang mempunyai hubungan
dengan retensi toksin dengan berat molekul sedang. Pengobatan untuk perikarditis
pertama adalah dialisis terutama dialisis peritoneal. Selama dialisis dapat diberikan
endometasin atau prednisolon takaran rendah.
Bendungan paru akut pada gagal ginjal akut sulit dibedakan dengan sindrom nefritik
akut. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian furosemid 40-80 mg
intravena atau takaran tinggi 240 mg intravena dan ultrafiltrasi dengan mesin
hemodialisis.
Gangguan irama jantung lebih sering berhubungan dengan hiperkalemia. Program
pengobatan gangguan irama jantung terutama untuk mengendalikan hiperkalemia.
d. Sindrom sepsis
Sindrom sepsis dengan sumber infeksi dari luka operasi, tusukan jarum, dan infeksi
paru terutama pneumonia. Pemilihan antibiotika harus rasional sesuai dengan hasil
bakteriogram dan uji kepekaan. Pemberian obat-obatan termasuk antibiotika pada
pasien dengan penuruan faal ginjal harus diperhatikan, terutama obat-obatan yang
bersifat nefrotoksik.
6




2.8 Penatalaksanaan

Tujuan pengelolaan adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal,
mempertahankan homeostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi metabolik
dan infeksi serta mempertahankan pasien tetap hidup samapi faal ginjalnya sembuh
secara spontan. Prinsip pengelolaannya dimulai dengan mengidentifikasi pasien
berisiko GGA, mengatasi penyakit penyebab GGA; mempertahankan homeostasis;
mempertahankan euvolemia; keseimbangan cairan dan elektrolit; mencegah
komplikasi metabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia; mengevaluasi
status nutrisi; kemudian mencegah infeks dan selalu mengevaluasi obat-obat yang
dipakai.
7
Prioritas tatalaksana pasien dengan PGA adalah sebagai berikut:
9
1. Cari dan perbaiki factor pre dan pasca renal


23

2. Evaluasi obat-obatan yang telah diberikan
3. Optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal
4. Perbaiki atau tingkatkan aliran urin
5. Monitor asupan cairan dan pebgeluaran cairan, timbang badan tiap hari
6. Cari dan obati komplikasi akut (hiperkalemi, hipernatremi, asidosis,
hiperfosfatemi, edema paru)
7. Asupan nutrisi adekuat sejak dini
8. Cari focus infeksi dan atasi infeksi secara agresif
9. Perawatan menyeluruh yang baik (kateter, kulit, psikologis)
10. Segera memulai terapi dyalisis sebelum timbul komplikasi
11. Berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal

Penatalaksanaan secara umum adalah:
Diagnosis dan tatalaksana penyebab
Kelainan praginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi factor pencetus,
keseimbangan cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi
natrium urin, volume darah dikoreksi, diberikan diuretic, dipertimbangkan
pemberian inotropik dan dopamine.
Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung
kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi, atau nyeri pinggang.
Dicoba memasang cateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga
untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalisa, mikrosopik urin, dan
pertimbangkan kemungkinan biopsy ginjal, arteriografi, atau tes lainnya.

Kriteria untuk Memulai Terapi Pengganti Ginjal pada Pasien
Kritis dengan PGA
Oliguria: produksi urin <2000mL in 12 h
Anuria: produksi urin <50ml in 12 h
Hiperkalemia: kadar potassium >6,5 mmol/L
Asidemia (keracunan asam yang berat): pH<7,0
Azotemia: kadar urea >30mmol/L


24

Ensefalopati uremikun
Neuropati/miopati uremikum
Perikarditis uremikum
Natrium abnormalitas plasma: konsentrasi >155mmol/L
Hipertemia
Keracunan obat

Non Medica Mentosa
Diet rendah protein terutama yang mempunyai biologis tinggi (protein
hewani) mutlak diperlukan untuk mencegah progresivitas kerusakan ginjal.
6

Macam menu untuk gagal ginjal akut dapat berupa:
a. menu oral
Jumlah kalori minimal 35 kkal per hari. Protein hewani 0,6 gr/kgBB/hari sampai
1,0gr/kgBB/hari. Pasien dengan program dialisis peritoneal, diet pemasukkan protein
hewani sebesar 1,4 gr/kgBB/hari. Karbohidrat diberikan antara 100-200 gram per
hari untuk mencegah katabolisme protein. Lemak tidak perlu dibatasi.


b. menu nasogastrik
Banyak beredar di pasaran menu melalui tabung nasogastrik dengan bermacam-
macam formula seperti Amin-Acid, Travasorb Renal, Isocal, dan Magnacal. Menu ini
berupa campuran glukosa, asam amino, lemak, elektrolit, mineral, dan vitamin. Bila
pasien dalam program dialisis, larutan menu harus mengandung campuran asam
amino esensial dan non esensial untuk mencegah proses katabolisme.
c. menu parenteral
Di pasaran, beredar nutrisi parenteral total seperti Nephramine dan Travesol. Formula
dasar dari nutrisi parenteral total adalah asam amino esensial dan nonesensial,
sumber kalori nonprotein (dekstrose hipertonis, emulsi lemak), vitamin (tiamin,
riboflavin, niasin, asam pantotenat, piridoksin, asam folat, asam askorbik, vitamin
ADEK), dan elektrolit (natrium, kalium, klorida, magnesium, kalsium, fosfor).
Indikasi pemberian menu parenteral adalah pasien dalam keadaan koma atau
penurunan kesadaran; menu melalui tabung nasogastrik merupakan kontraindikasi;
atau keseimbangan cairan dan elektrolit sudah terpelihara.
6




25

Medica Mentosa
Penggunaan loop diuretic dapat dipakai untuk merubah keadaan oligurik ke
non oligurik dengan cara menghambat kerja saluran Na
+
K
+
ATPase sehingga dapat
menurunkan kebutuhan oksigen sel epitel tubulus, merangsang terjadinya diuresis dan
mengurangi obstruksi tubulus oleh silinder.
6

Pemberian diuresis osmotik mannito 12,5 gram intravena selama 5 menit.
Tekanan mannitol dapat dinaikkan 100 gram dalam 1 liter dekstrose 5% intravenous
drip selama 24 jam. Bila program terapi diuresis osmotik mengalami kegagalan,
berikan diuretika takaran tinggi. Misal diuretik furosemid 240 mg intravena selama 30
menit.
5

Program pengobatan Sasaran
Memelihara hidrasi normal: infus garam
fisiologis 0,9%
Mencegah lebih lanjut kerusakan sel-sel
epitelial tubulus
Diuretika (manitol, furosemid) Pemeliharaan jumlah dieresis
Obat vasoaktif
- Dopamin takaran rendah
- Atrial natriuretic peptide
Pemeliharaan perfusi ginjal
Obat sitoprotektif
- Penyapu radikal bebas
- Penghambat zantina oksidase
- Antagonis kalsium
- Prostaglandin
Preservasi integritas sel

Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
6
:
Komplikasi Pengobatan
Kelebihana volume intravascular Batas garam (1-2 g/hari) dan air (<1 L/hari),
furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Hiponatremia Batas asupan air (<1 L/hari); hindari infus
larutan hipotonik
Hiperkalemia -Batasi asupan diet K (<40 mmol/hari);
hindari diuretik hemat K
-Potassium-bindingion exchange resins


26

-Glukosa (50 ml dextrosa 50%) dan insulin
(10unit)
-Natrium bikarbonat (50-100 mmol)
-Agonis 2 (salbutamol 10-20 mg diinhalasi
atau 0,5-1 mg IV)
-Kalsium glukonat (10 ml larutan 10% dalam
2-5 menit)
Asidosis metabolic Natrium bikarbonat (bikarbonat serum
>15mmol/L, pH > 7,2)
Hiperfosfatemia Batasi asupan diet fosfat (<800mg/hari)
Obat pengikat fosfat (kalsium asetat, kalsium
karbonat)
Hipokalsemia Kalsium karbonat; Kalsium glukonat (10-
20ml larutan 10%)
Nutrisi Batasi asupan protein diet (0,8-1 g/kg),
karbohidrat (100g/hari), nutrisi enteral atau
parenteral




2.9 Pencegahan
Dalam menghadapi keadaan darurat medik gagal ginjal akut, empat sasaran
khusus harus dicapai
6
, yaitu:
1. Mengenal dan mengantisipasi semua faktor risiko (predisposisi), diharapkan dapat
mencegah dan mengurangi angka morbiditas dan mortalitas gagal ginjal akut
terutama hospital acquired acute renal failure.
2. Bila sudah terjadi established acute renal failure (GGA sejati), semua tindakan
intervensi bertujuan untuk mengurangi progresivitas kerusakan ginjal.
3. Mengenal dan bertindak cepat dan adekuat sermua komplikasi yang sering
menyertai gagal ginjal akut.
4. Pada fase penyembuhan harus dapat dihindari kemungkinan terjadi atrofi ginjal.
Beberapa upaya pencegahan gagal ginjal akut adalah: mengidentifikasi pasien
berisiko GGA.


27

Cari dan perbaiki faktor pre dan pasca renal; evaluasi obat-obatan yang telah
diberikan; optimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal; perbaiki dan atau
tingkatkan aliran urin; monitor asupan cairan dan pengeluaran cairan, timbang badan
tiap hari; cari dan obati komplikasi akut; asupan nutrisi adekuat sejak dini; cari fokus
infeksi dan atasi infeksi secara agresif; perawatan menyeluruh yang baik (kateter,
kulit, psikologis); segera memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi; dan
berikan obat dengan dosis tepat sesuai kapasitas bersihan ginjal.
7

2.10 Prognosis
Pada umumnya prognosis baik apabila penyebab ditangani sedini mungkin
dan ginjal dapat pulih kembali (reversible).Kematian biasanya disebabkan karena
penyakit penyebab, bukan karena gagal ginjal itu sendiri. Prognosis buruk pada pasien
lanjut usia dan bila terdapat gagal organ lain. Penyebab kematian tersering adalah
infeksi (30-50%), perdarahan terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%),
gagal napas (10%), dan gagal multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septicemia,
dan sebagainya.
11
Bila ditinjau dari pulihnya fungsi ginjal maka bila penyebabnya prarenal,
nekrosis tubular akut, nefropati asam urat dan intoksikasi jengkol umumnya fungsi
ginjal akan kembali normal. Tetapi bila penyebabnya glomerulonefritis progresif
cepat, trombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal
biasanya tidak dapat pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.
12














28

Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Gagal ginjal akut disebabkan oleh gangguan perfusi renal yang tidak adekuat
(prerenal), penyakit ginjal intrinsik (renal), dan obstruksi saluran kemih (pascarenal).
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila
produksi urin <50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi
terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang
timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/L, edema paru terjadi pada
penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi
takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya.
Gagal ginjal intrinsik disebabkan oleh glomerulonefritis ditandai oleh
hematuria makroskopik, oliguria, hipertensi, proteinuria (biasanya ringan), dan
edema. Selain itu, pada pemeriksaan sedimen urin ditemukan silinder eritrosit.
Prognosis gagal ginjal akut dipengaruhi oleh umur, penyakit dasar, komplikasi
yang timbul, oliguria yang lebih dari 24 jam, dan pengobatan yang terlambat.
















29

Daftar Pustaka
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit. Volume
2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005.h. 992-1001.
2. Bickley, Lynn S. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Dwijayanthi L, editor. Hartono A, alih bahasa. Edisi 8. Jakarta: EGC, 2009. h. 333-6,
350-1.
3. Kowalak, J.P. Buku Pegangan Uji Diagnostik. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2009. h.423-
7,463-5, 472-4.
4. Wilson LM. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume
2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005. h.992-1000.
5. OCallghan CA. At a glance sistem ginjal. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.
6. Sukandar E. Nefrologi Klinik Edisi III 2006; 421-462.
7. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1.
Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
8. Prodjosudjadi W. Glomerulonefritis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, editor. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jilid 1. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2006. h.538-9.
9. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam : Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009. h.1045-8.
10. Suwitra K. Gagal Ginjal kronik. Dalam : Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2009. h.1035-40.
11. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II.
Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2009. h.527.
12. Gagal ginjal akut.Diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/31067573/Refrat-Gagal-
Ginjal-Akut , 29 Oktober 2010.

Anda mungkin juga menyukai

  • LAPKAS
    LAPKAS
    Dokumen1 halaman
    LAPKAS
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Iva
    Iva
    Dokumen33 halaman
    Iva
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Abstrak
    Abstrak
    Dokumen1 halaman
    Abstrak
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Lampiran IVA
    Lampiran IVA
    Dokumen13 halaman
    Lampiran IVA
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Lampiran
    Lampiran
    Dokumen13 halaman
    Lampiran
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Presentasi Kasus
    Presentasi Kasus
    Dokumen33 halaman
    Presentasi Kasus
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Appendisitis Akut
    Appendisitis Akut
    Dokumen33 halaman
    Appendisitis Akut
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen4 halaman
    Wawancara
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Asma Bronkiale Eksaserbasi Akut
    Asma Bronkiale Eksaserbasi Akut
    Dokumen33 halaman
    Asma Bronkiale Eksaserbasi Akut
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • ANAK
    ANAK
    Dokumen13 halaman
    ANAK
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • KLB Campak Dan Diare
    KLB Campak Dan Diare
    Dokumen21 halaman
    KLB Campak Dan Diare
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Case Asma Bronkiale
    Case Asma Bronkiale
    Dokumen19 halaman
    Case Asma Bronkiale
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • CASE
    CASE
    Dokumen12 halaman
    CASE
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • PBL Makalah
    PBL Makalah
    Dokumen39 halaman
    PBL Makalah
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen17 halaman
    Wawancara
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen48 halaman
    PPT
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • KETUBAN PECAH DINI Case 1 DR Widiarso DONE
    KETUBAN PECAH DINI Case 1 DR Widiarso DONE
    Dokumen20 halaman
    KETUBAN PECAH DINI Case 1 DR Widiarso DONE
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Case 2
    Case 2
    Dokumen36 halaman
    Case 2
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Dokumen48 halaman
    Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Don Gibson
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL
    Makalah PBL
    Dokumen60 halaman
    Makalah PBL
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • 26
    26
    Dokumen25 halaman
    26
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Dokumen48 halaman
    Case 1 DR - Widiarso - KPD DONE
    Don Gibson
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen48 halaman
    PPT
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Spss Laporan
    Spss Laporan
    Dokumen29 halaman
    Spss Laporan
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Makalah Blok 22
    Makalah Blok 22
    Dokumen29 halaman
    Makalah Blok 22
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Makalah 22
    Makalah 22
    Dokumen21 halaman
    Makalah 22
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Makalah PBL Blok 20
    Makalah PBL Blok 20
    Dokumen15 halaman
    Makalah PBL Blok 20
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat
  • Blok 20
    Blok 20
    Dokumen17 halaman
    Blok 20
    Stefany Fany
    Belum ada peringkat